• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Penelitian Tahap I 4.1.1.1. Percobaan 1:

4.1.1.1.a . Komposisi Perifiton

Selama penelitian ditemukan tiga kelas perifiton yaitu Bacillariophyceae (9 genus), Chlorophyceae (28 genus), dan Cyanophyceae (6 genus) yang terdistribusi pada setiap level kedalaman. Kelas Clorophyceae merupakan kelas dengan jumlah genus terbanyak yang ditemukan yaitu 28 genus atau 65% dari seluruh genus yang ada. Namun demikian banyaknya genus Chlophyceae yang ditemukan ternyata tidak diikuti oleh kelimpahan individunya. Kelimpahan terbesar ditempati oleh kelas Bacillariophyceae (Gambar 7)

Gambar 7. Komposisi Perifiton Berdasarkan Kelas

Genus dari kelas Bacillariophyceae yang terbanyak ditemukan adalah Navicula dan Synedra. Sementara itu, pada kelas Cyanophyceae genus yang dominan adalah Oscillatoria dan Merismopedia. Pada kelas Chlorophyceae distribusi genusnya hampir merata di semua level kedalaman.

(2)

Gambar 8. Perifiton yang Ditemukan di Tiap Kedalaman Substrat Cymbella (Data Primer) Cosmarium (http://en.wikipedia.org/wiki/Periphyton ) Navicula (Data Primer) Synedra

(Data Primer) (http://en.wikipedia.org/wiki/Periphyton ) Oscillatoria Merismopedia (Data Primer)

Nitzschia

(www.plank-about.blog.fs.com)

(3)

4.1.1.1.b. Keanekaragaman dan Dominansi Perifiton

Nilai keanekaragaman perifiton pada berbagai kedalaman dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata–rata Indeks Keanekaragaman dan Dominansi perifiton

Perlakuan Indeks Keanekaragaman Indeks Dominansi

A (1m) 0.75 + 0.073 0.26 + 0.058 B (2m ) 0.85 + 0.026 0.18 + 0.026 C (3m) 0.89 + 0.019 0.12 + D (4m) 0.019 0.89 + 0.023 0.11 + 0.023

Dari nilai indeks keanekaragaman dari berbagai kedalaman yang terendah adalah kedalaman 1 m yaitu mempunyai nilai 0,75 + 0,073 sedangkan yang tertinggi yaitu pada perlakuan C ( kedalaman 3 m) dan perlakuan D (kedalaman 4 m) yaitu 0,89 + 0,019 dan 0,89 + 0,023.

Nilai indeks dominansi yang dihasilkan dari berbagai kedalaman jaring dihasilkan nilai indeks dominansi tertinggi yaitu pada perlakuan A (kedalaman 1 m) yaitu sebesar 0,26 + 0,058 dan yang terendah pada perlakuan D (kedalaman 4 m ) yaitu dengan nilai 0,11 + 0,023.

4.1.1.1.b. Kelimpahan Perifiton

Selama periode penelitian nilai kelimpahan perifiton pada berbagai kedalaman jaring disajikan pada tabel berikut ini :

(4)

Tabel 2. Rata – rata kelimpahan perifiton selama penelitian (ind/cm2 Kelas ) Perlakuan A (1 m) B ( 2 m ) C ( 3 m ) D ( 4 m ) Chorophyceae 1.355 2.543 6.027 5.965 Bacylariophyceae 4.841 4.049 5.590 5.204 Cyanophyceae 3.325 1.649 1.654 1.469 Total 9.521+1,7a 8.241+1,2a 13.271+2,4a 12.638+2,4a Keterangan : Tiap rata-rata perlakuan yang diikuti huruf yang sama memberikan

pengaruh tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%. Hasil analisa statistik hubungan antara kelimpahan total perifiton terhadap kedalaman jaring tidak berbeda nyata dari setiap perlakuan,walaupun kalau dilihat dari jumlah kelimpahannya bahawa semakin dalam jaring angka kelimpahan meningkat.

Nilai intensitas cahaya dan kecerahan perairan pada setiap kedalaman disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Intensitas Cahaya dan Kecerahan Perairan pada Berbagai Kedalaman Selama Penelitian

Kedalaman (meter) Intensitas Cahaya (lux) Kecerahan perairan (cm)

1 m 52,156 – 79,221

52 - 95,5

2 m 29,762 – 58,395

3 m 16,983 – 43,044

4 m 9,691 – 31,666

Berdasarkan data pada tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil pengukuran kecerahan perairan yang diukur menggunakan secchi disk hanya mampu menembus perairan hingga kedalaman 52-95,5cm. Namun berdasarkan hasil pengukuran intensitas cahaya menggunakan luxmeter dapat diketahui bahwa cahaya masih dapat menembus perairan hingga kedalaman 4 m walaupun nilainya terus menurun seiring bertambahnya kedalaman (Lampiran ).

Parameter kualitas air tersebut meliputi parameter fisika dan kimiawi perairan. Hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Tabel 4.

(5)

Tabel 4 Rata-Rata Nilai Parameter Kualitas Air Selama Penelitian.

Parameter Kedalaman Satuan

0.2 m 1 m 5 m Suhu 30,7 30,7 29,8 0C DO 4,5 4,12 2,3 mg/L pH 7,36 7,37 7,43 - Nitrat 0,69 0,6 0,92 mg/L Nitrit 0,015 0,02 0,022 mg/L Orthoposfat 0,35 0,368 0,373 mg/L Alkalinitas 111,42-211,3 mg/L

Sumber : BPWC 2009 dan Pengukuran sendiri 4.1.1.2.Percobaan 2:

4.1.1.2.a. Komposisi Perifiton

Berdasarkan hasil identifikasi perifiton pada semua perlakuan (perlakuan A, B, C, D, dan E) di lokasi penelitian, ditemukan 36 genus perifiton yang terbagi atas tiga kelas, yaitu kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, dan Cyanophyceae (lampiran 4). Kelas Chlorophyceae mempunyai komposisi genus terbanyak, yaitu sebanyak 20 genus atau kira-kira 56 % dari seluruh genus yang ada, sedangkan kelas Bacillariophyceae mempunyai komposisi sebanyak 9 genus atau 25 % dan kelas Cyanophyceae sebanyak 7 genus atau 19 % (Gambar 8).

CHLOROPHYCEAE 56% BACILLARIOPHYCEAE 25% CYANOPHYCEAE 19% CHLOROPHYCEAE BACILLARIOPHYCEAE CYANOPHYCEAE

Gambar 9. Komposisi Perifiton Berdasarkan Kelas

(6)

4.1.1.2.b. Keanekaragaman dan Dominansi Perifiton

Nilai Indeks keanekaragaman perifiton dan indeks dominansi perifiton selama penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5. Rata-rata Indeks Keanekaragaman dan Dominansi perifiton (ind/cm2

Perlakuan

) pada Berbagai Waktu Pengamatan

Keanekaragaman Dominansi A ( 3 hari ) 0.71 + 0,05 0.29 + 0,06 B (6 hari ) 0.69 + 0,14 0.31 + C ( 9 hari ) 0,14 0.67 + 0.10 0.32 + D ( 12 hari ) 0,10 0.81 + 0,05 0.19 + E ( 15 hari ) 0,05 0.83 + 0,03 0.17 + 0,03

Berdasarkan hasil pengamatan, kisaran nilai indeks keanekaragaman selama penelitian berkisar antara 0,67 – 0,83, nilai indeks keanekaragaman terendah pada perlakuan C (9 hari) dan tertinggi pada perlakuan E ( 15 hari).

Nilai indeks dominansi terendah pada perlakuan E ( 15 hari) dengan nilai 0,17 + 0,03 dan nilai indeks dominansi tertinggi pada perlakuan C ( 9 hari ) yaitu 0,32 + 0,10.

4.1.1.2.c. Kelimpahan Perifiton

Tabel 6. Rata-rata Kelimpahan Perifiton (individu/ cm2) Berdasarkan Perlakuan Perlakuan Chlorophyceae Bacillariophyceae Cyanophyceae TOTAL A (3 hari) 1.965 a 10.462a 1.850 a 14.277 a B (6 hari) 12.254 b 76.180 b 8.034 b 96.468 b C (9 hari) 22.600 b 233.079 c 13.988 b 269.666 c D (12 hari) 16.733 b 85.082 b 9.942 b 111.756 b E (15 hari) 16.444 b 65.690 b 7.312 b 89.446 b Keterangan: Tiap rata-rata perlakuan yang diikuti huruf yang sama ke arah tegak

memberikan pengaruh tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

(7)

Hasil analisa statistik diperoleh bahwa kelimpahan total pada perlakuan C (perendaman 9 hari) yaitu 269.666 ind/cm2 berbeda nyata terhadap perlakuan yang lain.Kelimpahan rata – rata perifiton terendah yaitu kelimpahan rata – rata dari perlakuan A (3 hari) yaitu 14.277 ind/cm2, diikuti oleh perlakuan E (15 hari)sebesar 89.446 ind/cm2 ,perlakuan B (perendaman 6 hari) sebesar 96.468 ind/cm2 dan perlakuan D (12 hari) sebesar 111.756 ind/cm2.

4.1.2. Penelitian Tahap II

Dari hasil pengamatan selama penelitian di dapat hasil seperti yang tertera di dalam tabel di bawah ini.

Tabel 7 . Konsumsi perifiton (g/ g ikan) pada berbagai ukuran ikan nilem

Ulangan Perlakuan/Bobot ikan nilem (g)

A ( 5 – 7 ) B ( 8 – 15 ) C ( 16 – 20 ) 1 1.58 1.67 3.21 2 1.61 1.66 2.54 3 1.31 1.33 2.77 4 1.42 1.23 2.39 5 1.38 1.92 2.79 Rata-rata + s.d. 1.46 + 0.13 b 1.56 + 0.28 b 2.74 + 0.31 a

Hasil analisa statistik terhadap tingkat konsumsi ikan nilem diperoleh ada perbedaan antar perlakuan, perlakuan A (bobot ikan nilem 5 – 7 gram) tingkat konsumsi perifitonnya paling rendah yaitu 1,46 + 0,13 sedangkan tertinggi pada perlakuan C ( bobot 16 -20 gram) yaitu 2,74 + 0,31.

4.1.3. Penelitian Tahap III

4.1.3.1. Fisika dan Kimia Air

Data beberapa parameter fisika kimia air yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.

(8)

Berdasarkan data pada tabel tersebut tampak bahwa suhu perairan yang diamati relatif tinggi yaitu dengan nilai rata – rata diatas 300C. Kandungan oksigen yang diukur di lokasi penelitian relatif cukup bagus, yaitu dengan konsentrasi rata-rata diatas 3 ppm yaitu dengan nilai rata – rata kisaran oksigen adalah 3,42 - 4,29 ppm. Nilai pH berkisar antara 6,91 – 7,11. Konsentrasi rata – rata CO2 yang diperoleh selama penelitian berkisar 2,53 – 3,32 mg/l. Kadar amonia media yang diperoleh selama penelitian mempunyai kisaran rata – rata adalah 0,129 – 0, 192 mg/l, kemudian nilai kisaran rata – rata nitrit, nitrat dan fosfat berturut – turut adalah 0,001 – 0,003 mg/l, 0,333 – 0,433 mg/l dan 0,048 – 0,080mg/l.

Tabel 8. Nilai parameter fisika kimia air di KJA Waduk Cirata selama penelitian

Per- laku- an

Parameter Kualitas Air

Suhu (0 C) DO (mg/L) pH CO2 bebas (mg/L) Amonia (mg/L) Nitrit (mg/L) Nitrat (mg/L) Fosfat (mg/L) A 29,50-30,90 (30,07) 4.06-4.97 (4,29) 6,78-6,99 (6,91) 2.53-4.08 (3,32) 0,174-0,219 (0,192) 0,001-0,003 (0,002) 0,400-0,500 (0,433) 0,060-0,062 (0,060) B 31,40-32,30 (31,90) 4.02-5.48 (4,14) 6,97-7,07 (7,03) 2.53-3.26 (2,77) 0,140-0,214 (0,172) 0,001-0,006 (0,002) 0,300-0,500 (0,400) 0,012-0,069 (0,048) C 31,70-32,30 (31,90) 3.63-5.45 (3,82) 6,98-6,98 (6,98) 2.53-3.26 (2,77) 0,170-1,213 (0.180) 0,002-0,004 (0,003) 0,300-0,500 (0,400) 0,065-0,094 (0,075) D 30,30-31,90 (31,10) 3.60-5.58 (3,80) 7,05-7,19 (7,11) 2.53-2.53 (2,53) 0,105-0,165 (0,129) 0,001-0,003 (0,001) 0,200-0,600 (0,333) 0,055-0,091 (0,080) E 31,50-32,20 (31,83) 3.33-3,93 (3,42) 6,92-7,13 (7,04) 2.53-3.26 (2,77) 0,099-0,122 (0,109) 0,001-0,003 (0,001) 0,300-0,600 (0,333) 0,024-0,079 (0,055) F 30,30-31,90 (30,10) 3.63-5.45 (4,02) 7,05-7,19) (7,11) 2.53-3.26 (2,77) 0,133-0,160 (0,148) 0,002-0,004 (0,002) 0,300-0,500 (0,433) 0,054-0,091 (0,067)

NAB 27 – 32 1) > 3 2) 6 – 8 2) Tidak boleh > 10 3) Optimal <0,2 4) Tidak boleh > 0,05 4) Optimal <0,25) Optimal > 0,025)

NAB = Nilai Ambang Batas 1)

.Subagja (2003); 3) .Zonneveld et al (1991); 4).Effendi,H ( 2003); 5)

Perlakuan C : 200 ikan nilem + 200 ikan mas

. Wetzel (1975)

dalam Hany (2009)

Keterangan :

Perlakuan A : 400 ikan nilem + 200 ikan mas Perlakuan B : 300 ikan nilem + 200 ikan mas

(9)

Perlakuan D : 100 ikan nilem + 200 ikan mas Perlakuan E : Tanpa ikan nilem + 200 ikan mas. Perlakuan F : 400 ikan nilem + tanpa ikan mas

4.1.3.2. Keanekaragaman dan Dominansi Perifiton

Nilai keanekaragaman perifiton pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 9 . Rata-rata keanekaragaman dan indeks dominasi perifiton Perlakuan Indeks Keaneka ragaman

(H’) Indeks dominasi ( C ) A (400N + 200M) 1,63 + 0,077 0,27 + 0,021 B (300N + 200M) 1,41 + 0,088 0,36 + 0,021 C (200N + 200M) 1,50 + 0,159 0,33 + 0,020 D (100N + 200M) 1,55 + 0,139 0,37 + 0,033 E (0 N + 200 M) 1,51 + 0,168 0,32 + 0,070 F ( 400 N + 0 M ) 1,45 + 0,388 0,31 + 0,169

Hasil pengukuran nilai indeks keaneka ragaman perifiton berkisar dari 1,41 + 0,088 sampai 1,63 + 0,077 , terendah pada perlakuan B (300 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas) sedangkan terrtinggi pada perlakuan A ( 400 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas).

Nilai indeks dominansi perifiton yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 0,27 sampai dengan 0,36. Nilai terendah diperoleh pada perlakuan A (400 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas) sedangkan nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan B ( 300 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas).

.4.1.3.3. Kelimpahan Perifiton

Kelimpahan perifiton dihitung berdasarkan hasil penghitungan jumlah perifiton yang teridentifikasi. Data hasil penghitungan kelimpahan perifiton pada akhir penelitian disajikan pada tabel berikut.

(10)

Tabel 10. Rata-rata kelimpahan perifiton (ind/cm²) pada berbagai perlakuan Kelas Perlakuan A B C D E F Cyanopyceae 13.632 13.235 21.047 13.706 7.824 13.514 Euglenophyceae 0 0 0 0 0 15 Xantopyceae 88 177 165 29 20 29 Chloropyceae 809 1.235 158 5.647 726 1.603 Bacillariopycea 1.850 29.029 19.024 63.706 79.351 43.073 Dynopyceae 236 89 400 177 59 44 Total 33.265 +0,08 43.765+ 0,78 43.130+ 0,98 83.265+ 0,05 87.980+ 1,12 58.427+ 0,97

4.1.3.4. Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan

Data tentang kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan mas dan nilem pada masing – masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 12 dan 13

Tabel 11. Rata – rata kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan mas selama penelitian Perlakuan Kelangsungan Hidup ( SR ) (%) Laju Pertumbuhan Spesifik ( SGR ) (%) Pertumbuhan Bobot Mutlak ( G ) (g) A (400N + 200M ) 87.6 a 1.62 + 0.03 a 42,0 a B (300N + 200M) 86.6 a 1.57 + 0.21 a 44,0 a C (200N + 200M) 88.0 a 1.61 + 0.77a 45,0 a D (100N + 200M) 90.2 a 1.99 + 0.27 b 50,8 b E (0 N + 200 M) 80.3 a 1.67 + 0.14 ab 43,7 a F ( 400 N + 0 M ) - - -

Keterangan: Tiap rata-rata perlakuan yang diikuti huruf yang sama ke arah tegak memberikan pengaruh tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Hasil analisa statistik untuk kelangsungan hidup ikan mas selama penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan antar perlakuan. Rata – rata kisaran kelangsungan hidup ikan mas adalah 80,3 % - 90,2 %. Nilai terendah diperoleh pada perlakuan E (tanpa ikan nilem dan 200 ekor ikan mas), sedangkan tertinggi pada perlakuan D (100 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas).

(11)

Untuk penghitungan laju pertumbuhan spesifik diperoleh perbedaan diantara perlakuan , nilai SGR yang terbaik adalah pada perlakuan D (100 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas) yaitu 1.99 + 0.27 % berbeda nyata dengan perlakuan A, B dan C tetapi tidak berbeda dengan perlakuan E.

Hasil analisa statistik untuk nilai pertumbuhan mutlak ternyata mempunyai perbedaan yang nyata antar perlakuan, perlakuan yang terbaik adalah perlauan D (100 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas) mempunyai nilai rata – rata pertumbuhan 50,8 gram, sedangkan rata – rata kisaran pertumbuhan mutlak selama penelitian adalah 43,7 - 50,8 gram.

Dari hasil analisa statistik untuk kelangsungan hidup ikan nilem selama penelitian menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan.Perlakuan A tidak berbeda nyata dengan perlakuan F tetapi berbeda nyata dengan perlakuan B, C dan D. Rata – rata kisaran kelangsungan hidup ikan nilem adalah 60,7 % - 87,3 %. Nilai terendah diperoleh pada perlakuan F (400 ekor ikan nilem dan tanpa ikan mas) yaitu 60,7 % , sedangkan tertinggi pada perlakuan D (100 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas) yaitu 87,3 %.

Tabel 12. Nilai Rata – rata kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan ikan nilem selama penelitian Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) Laju Pertumbuhan Spesifik (%) Pertumbuhan Bobot Mutlak (G) ( g ) A (400N + 200M ) 57.9 a 1.17 + 0.37 a 12,7 a B (300N + 200M) 85.0 b 1.00 + 0.10 a 11,7 a C (200N + 200M) 85.5 b 1.20 + 0.10 a 14,7 a D (100N + 200M) 87.3 b 2.00 + 0.10 b 22,7 b E (0 N + 200 M) - - - F ( 400 N + 0 M ) 60.7 a 0.80 + 0.60 ab 10,7 a

Keterangan: Tiap rata-rata perlakuan yang diikuti huruf yang sama ke arah tegak memberikan pengaruh tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Untuk penghitungan laju pertumbuhan spesifik ikan nilem diperoleh perbedaan diantara perlakuan , perlakuan A, B, C dan F tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, tetapi perlakuan D berbeda nyata dengan perlakuan A, B

(12)

dan C, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan F. Nilai SGR yang terbaik adalah pada perlakuan D (100 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas) yaitu2.00 + 0.10 % dan terendah pada perlakuan F yaitu 0.80 + 0.60 %.

Hasil analisa statistik untuk nilai pertumbuhan mutlak ikan nilem ternyata mempunyai perbedaan yang nyata antar perlakuan, perlakuan yang terbaik adalah perlauan D (100 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas) mempunyai nilai rata – rata pertumbuhan 22,7 gram, sedangkan terendah pada perlakuan F (400 ekor ikan nilem tanpa ikan mas) yaitu 10,7 gram. Rata – rata kisaran pertumbuhan mutlak ikan nilem selama penelitian adalah 10,7 - 22,7 gram.

Untuk mengetahui trend Pertumbuhan bobot mutlak rata – rata ikan mas dan ikan nilem pada masing – masing perlakuan dari setiap sampling selama penelitian dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0 50.0 55.0 Awal I II III IV V VI

Waktu Pengamatan (2 minggu)

B obot ( gr a m ) A B C D E A A 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 Awal I II III IV V VI

Waktu Pengamatan (2 minggu)

B obot ( gr a m ) A B C D F B

Gambar 10. Grafik pertumbuhan ikan mas (A) dan Ikan Nilem (B) selama 3 bulan pemeliharaan

(13)

4.2. Pembahasan

4.2.1. Penelitian Tahap I 4.2.1.1.Percobaan 1:

4.2.1.1.a. Komposisi Perifiton

Genus dari kelas Bacillariophyceae yang terbanyak ditemukan adalah Navicula dan Synedra. Sementara itu, pada kelas Cyanophyceae genus yang dominan adalah Oscillatoria dan Merismopedia. Pada kelas Chlorophyceae distribusi genusnya hampir merata di semua level kedalaman.

Genus Navicula dan Oscillatoria ditemukan dominan pada kedalaman 1 m hingga 2 m. Sementara itu, genus Navicula dan Synedra ditemukan dominan

pada kedalaman 3 m hingga 4 m. Beberapa jenis perifiton yang ditemukan selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tingginya kelimpahan dari genus Navicula dan Synedra diduga karena kedua genus tersebut memiliki lendir yang digunakan untuk menempel pada substrat (Sachlan 1982). Selain itu Navicula juga merupakan salah satu organisme pionir dalam pembentukan lapisan perifiton (Anonim 2004).

Komposisi perifiton yang ditemukan selama penelitian memiliki kesamaan dengan komposisi fitoplankton yang ditemukan dalam isi perut ikan herbivor pada penelitian Herawati (2004) mengenai studi kebiasaan makan ikan hasil tangkapan di Waduk Cirata. Adapun jenis-jenis fitoplankton yang ditemukan pada usus ikan herbivor antara lain Navicula, Nitzschia, Synedra, Oscillatoria, Merismopedia, dan sebagainya (Lampiran 2). Dengan demikian dapat diketahui bahwa jenis-jenis perifiton yang ditemukan selama penelitian dapat dimanfaatkan sebagai pakan alami.

4.2.1.1.b. Keanekaragaman Perifiton

Nilai keanekaragaman dari suatu komunitas ditentukan oleh kekayaan spesies dan jumlah individu dari masing-masing spesies di dalam komunitas tersebut (Kikkawa 1986 dalam Afrizal 1997). Berdasarkan Krebs (1975), nilai indeks keanekaragaman Simpson dengan kisaran 0 – 0,5 menunjukkan ekosistem

(14)

perairan tidak stabil dan nilai kisaran 0,5 – 1 menunjukkan bahwa ekosistem perairan dalam keadaan stabil. Berdasarkan kisaran nilai rata-rata indeks keanekaragaman Simpson, setiap perlakuan termasuk ke dalam kategori ekosistem stabil karena nilai kisaran Indeks keanekaragaman pada setiap level kedalaman >0,5 (Tabel 1 dan Lampiran 3).

Tingginya nilai indeks dominansi menunjukkan ketidakstabilan ekosistem karena hanya didominasi oleh jenis organisme tertentu. Suatu perairan ,dikatakan memiliki dominansi apabila nilai indeks dominansi simpson diatas 0,8 (Magurran 1988). Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 3), didapatkan kisaran rata-rata nilai indeks dominansi perifiton pada KJA Waduk Cirata sebesar 0,11-0,26 ini berarti bahwa pada KJA Waduk Cirata menunjukkan tidak adanya dominansi jenis perifiton tertentu (Tabel 1), atau dengan kata lain dapat diinformasikan bahwa ekosistem tersebut dalam kondisi stabil.

4.2.1.1.c. Kelimpahan Perifiton

Struktur komunitas merupakan pola kelimpahan suatu jenis dan pola keterikatan antar jenis dalam sebuah komunitas (Barnes and Mann 1993). Struktur komunitas yang dikatakan baik adalah struktur komunitas dengan nilai kelimpahan dan keragaman jenis yang tinggi (Odum 1971).

Berdasarkan hasil pengamatan hingga hari ke-15, rata-rata kelimpahan perifiton yang tertinggi didapatkan pada perlakuan C (perendaman substrat dengan kedalaman3 meter), berbeda dengan hasil hipotesis awal yaitu perlakuan A (Perendaman substrat dengan kedalaman 1 m), di mana hipotesis awal ini didasarkan dari hasil penelitian Endrik (2006) yang menyatakan bahwa nilai kelimpahan tertinggi fitoplankton terdapat pada kedalaman 1 m.

Selama periode penelitian, nilai rata-rata kelimpahan tertinggi terdapat pada perlakuan C (perendaman substrat dengan kedalaman 3m) dengan kelimpahan rata-rata kelas Bacillariophyceae yaitu 5.590 (ind/cm2), kelas Chlorophyceae yaitu 6.027 (ind/cm2) dan kelas Cyanophyceae yaitu 1.654 (ind/cm2) (Tabel 2).

(15)

Tingginya nilai intensitas cahaya dan suhu permukaan air menjadi penghamabat (inhibitor) bagi pertumbuhan perifiton, sehingga perifiton berkembang cenderung lebih baik pada kedalaman 3m. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Belcher dan Swale (1976) dalam Baksir (2004) dan Fogg (1980) yang menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan dapat menjadi penghambat bagi pertumbuhan perifiton (photoinhibitor).

Hal ini juga ditunjukkan dari hasil analisis statistik yang menunjukkan bahwa kedalaman 3m dan 4m merupakan kedalaman yang paling baik walaupun diantara kedua kedalaman tersebut tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Tabel 2), sehinga dapat disimpulkan bahwa kedalaman 3m hingga 4m merupakan kedalaman yang optimal sebagai media tumbuh perifiton

Dari hasil analisa statistik diperoleh hasil bahwa kelimpahan perifiton pada setiap kedalaman tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, namun berdasarkan nilai kelimpahan perifiton dan indeks keragaman Simpson, ada kecenderungan bahwa perendaman substrat pada kedalaman 3m menghasilkan struktur komunitas perifiton yang paling baik.

Hasil uji Duncan pada lampiran 2 menunjukkan bahwa kelimpahan perifiton pada kelas Chlorophyceae mulai menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada kedalaman 3m. Hal tersebut memperkuat pernyataan bahwa kedalaman 3m merupakan kedalaman yang optimal untuk pertumbuhan perifiton.

Perifiton merupakan salah satu produsen primer pada perairan. Nilai produktivitas primer sangat ditentukan oleh intensitas cahaya dan kecerahan perairan. Perifiton sebagai salah satu produsen primer pada perairan membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis. Nilai intensitas cahaya dan kecerahan perairan pada setiap kedalaman disajikan pada Tabel 4.

Berdasarkan data pada tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil pengukuran kecerahan perairan yang diukur menggunakan secchi disk hanya mampu menembus perairan hingga kedalaman 52-95,5cm. Namun berdasarkan hasil pengukuran intensitas cahaya menggunakan luxmeter dapat diketahui bahwa cahaya masih dapat menembus perairan hingga kedalaman 4 m walaupun nilainya terus menurun seiring bertambahnya kedalaman (Lampiran 2 ).

(16)

Kedalaman permukaan perairan yang memiliki intensitas cahaya dan kecerahan perairan yang tertinggi belum tentu menjadi kedalaman optimum bagi pertumbuhan perifiton. Menurut Tilzer dkk (1975) dalam Baksir (2004), perifiton mempunyai toleransi yang berbeda dalam memanfaatkan cahaya, ada yang bias tahan terhadap cahaya kuat dan ada pula yang menyukai cahaya lemah. Misalnya kelas Chlorophyceae dan Bacillariophyceae yang termasuk kedalam organisme tipe teduh, intensitas cahaya yang tinggi merupakan photoinhibitor bagi pertumbuhannya (Belcher dan Swale 1976 dalam Baksir 2004).

Pertumbuhan perifiton sangat ditunjang oleh kualitas air pada suatu kedalaman perairan. Parameter kualitas air tersebut meliputi parameter fisika dan kimiawi perairan. Hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Tabel 7.

Bedasarkan data di atas, kelimpahan perifiton yang tinggi pada kedalaman 3 m – 4 m juga dikarenakan adanya peningkatan unsur hara perairan selama kurun waktu penelitian. Hal tersebut dapat dilihat dengan meningkatnya kisaran nilai pH, nitrit, nitrat, dan orthophospat terus meningkat hingga kedalaman 5 m .

Suhu untuk pertumbuhan perifiton berkisar antara 20-35ºC terutama untuk diatom (Suparlina 2003). Suhu perairan selama periode penelitian berkisar antara 29,8-30,7 ºC, kisaran tersebut masih berada dalam kisaran yang optimum untuk pertumbuhan perifiton. Berdasarkan data pengamatan, dapat dilihat bahwa pertumbuhan perifiton, terutama dari kelas Bacillariophyceae, memiliki kelimpahan tertinggi pada kedalaman 3 – 4 m. Sesuai dengan pernyataan Syawaludin (2009) bahwa kelas Diatom (Bacillariaphyceae) merupakan kelas algae yang paling mudah ditemukan di berbagai jenis habitat perairan, terutama di dalam perairan yang relatif dingin

Suhu perairan berhubungan erat dengan kandungan oksigen terlarut di dalam air. Kisaran oksigen terlarut (DO) yang tinggi bagi pertumbuhan perifiton adalah >5mg/L (Hutagalung 1988). Namun nilai DO terukur selama penelitian adalah berkisar antara 2,3-4,5 mg/L. Nilai kisaran tersebut berada di bawah kisaran optimum untuk pertumbuhan perifiton.

Nitrat dan fosfat merupakan unsur hara penting untuk pertumbuhan perifiton. Nilai kisaran optimum nitrat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

(17)

perifiton <0,2 mg/l (Wetzel 1975 dalam Hany 2009). Berdasarkan hasil pengukuran nitrat selama periode penelitian berkisar antara 0,6-0,92mg/L. Nilai nitrat yang didapatkan berada di atas kisaran optimum.

Ortofosfat adalah bentuk fosfor yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik. Nilai kisaran optimum orthofosfat untuk pertumbuhan perifiton adalah >0,02 (Wetzel 1975 dalam Hany 2009). Berdasarkan pengukuran, fosfat selama periode penelitian berkisar antara 0,35-0,373 mg/L. Maka kisaran tersebut jauh di atas kisaran optimum untuk pertumbuhan perifiton. Besarnya nilai nitrat dan fosfat dapat memacu pertumbuhan perifiton. Tingginya nilai nitrat dan fosfat diduga akibat pasokan dari luar perairan.

Pertumbuhan optimal perifiton membutuhkan nilai alkalinitas sekitar 80-120mg/L (Ghufran 2007). Berdasarkan Hasil pengukuran, didapatkan nilai alkalinitas yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 111,42-211,3mg/L. Alkalinitas di suatu perairan dapat bertindak sebagai buffer (penyangga) pH perairan.

Menurut Ray dan Rao (1964) dalam Suparlina (2003), pH optimum untuk perkembangan diatom berkisar antara 8-9. Sementara itu, hasil pengukuran pH selama periode penelitian berkisar antara 7,36-7,43 atau berada di bawah kisaran optimum untuk pertumbuhan diatom. Akan tetapi nilai pH terus meningkat hingga kedalam 5 m. Hal ini diduga menjadi salah satu faktor penyebab tingginya kelimpahan diatom hingga kedalaman 3 m – 4m.

4.2.1.2. Percobaan 2:

4.2.1.2.a. Komposisi Perifiton

Struktur komunitas merupakan pola kelimpahan suatu jenis organisme dan pola keterikatan antar jenis dalam sebuah komunitas (Barnes dan Mann 1993). Struktur komunitas dapat diketahui dengan mengetahui kelimpahan dan keanekaragamannya serta keasaman area habitatnya. Dengan demikian komunitas perifiton dapat dilihat berdasarkan kelimpahan dan keanekaragamannya. Kelimpahan perifiton itu sendiri dihitung berdasarkan hasil penghitungan jumlah perifiton yang teridentifikasi sebelumnya

(18)

Jumlah genus yang banyak ternyata tidak selalu diikuti dengan kelimpahan individunya. Berdasarkan rata-rata kelimpahan, pada setiap perlakuan terdapat kecenderungan kelimpahan kelas Bacillariophyceae lebih tinggi daripada kelas yang lain (Gambar 6). Adapun rata-rata kelimpahan kelas Bacillariophyceae selama perlakuan berkisar antara 10462-233079 (ind/cm2), sedangkan kelas Chlorophyceae berkisar antara 1965-22600 (ind/cm2), dan kelas Cyanophyceae berkisar antara 1850-13988 (ind/cm2)(Tabel 3).

4.2.1.2.b. Keanekaragaman Perifiton

Berdasarkan hasil pengamatan, kisaran nilai indeks keanekaragaman selama penelitian berkisar antara 0,69 – 0,83 dengan rata-rata sebesar 0,75. Indeks keanekaragaman yang terbesar terdapat pada perendaman 15 hari (perlakuan E),. Hal ini menunjukkan bahwa pada lama perendaman 15 hari (perlakuan E) pertumbuhan semua organisme perifiton merata pada semua kelas.

Menurut Krebs (1985) tingginya nilai keanekaragaman menunjukkan suatu ekosistem yang seimbang. Sedangkan menurut Odum (1971) indeks keanekaragaman dengan nilai 0,60-0,80 menandakan bahwa tingkat kestabilan ekosistemnya tinggi.

Berdasarkan nilai rata-rata indeks dominansi selama pengamatan, indeks dominansi rata-rata sebesar 0,25 dengan kisaran antara 0,17-0,32 (Tabel 5). Hal ini menunjukan bahwa selama perlakuan tidak terdapat dominansi perifiton, hal tersebut karena suatu perairan dikatakan memiliki dominansi apabila nilai Indeks Dominansi Simpson diatas 0,8 .

Berdasarkan hasil diatas, dapat dilihat bahwa pertumbuhan perifiton pada jaring semakin mantap dan beragam setelah terjadinya degradasi. Hal tersebut diduga karena perifiton yang baru akan lebih mudah menempel pada jaring karena telah ada substrat dasar dari perifiton yang terlepas sebelumnya. Oleh karena itu penanggulangan perlu dilakukan sebelum perifiton mantap dan menyebabkan kerusakan pada jaring akibat terjadinya penumpukan dan pelapukan.

(19)

Berdasarkan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan perifiton yang lebih cepat daripada hipotesis yaitu pada perendaman selama 9 hari (perlakuan C) diduga karena faktor lingkungan pada saat penelitian yang cukup optimal terutama pada parameter intensitas cahaya dan unsur hara. Hal ini dimungkinkan karena penelitian dilakukan pada bulan Agustus-Oktober yang masih termasuk musim kemarau sehingga intensitas cahaya cukup tinggi untuk mempengaruhi parameter yang lainnya. Sedangkan keanekaragaman tertinggi yang terdapat pada perlakuan E diduga karena setelah perlakuan C, kelas Bacillariophyceae mengalami degradasi sehingga substrat diisi oleh organisme dari kelas lain.

4.2.1.2.b. Kelimpahan Perifiton

Tingginya rata-rata kelimpahan pada kelas Bacillariophyceae diduga karena sebagian organisme dari kelas Bacillariophyceae memiliki alat penempel pada substrat yang berupa tangkai bergelatin panjang atau pendek dan bantalan gelatin berbentuk setengah bulatan yang kuat, sehingga lebih memudahkan penempelannya pada jaring (Suparlina 2003).

Dengan demikian, karena perifiton yang menempel lebih banyak berasal dari kelas Bacillariophyceae, untuk menanggulangi pertumbuhan yang terlalu banyak (blooming) dapat digunakan ikan herbivor sebagai penaggulangansecara biologis. Hal ini disarankan karena berdasarkan penelitian Herawati (2004) diketahui bahwa ikan-ikan di KJA terutama ikan herbivor seperti ikan nila dan ikan nilem banyak memakan perifiton sebagai pakan alaminya .

Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan terhadap kelimpahan total perifiton menunjukan bahwa pada perendaman selama 9 hari (perlakuan C) berbeda nyata terhadap perlakuan yang lain. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata perlakuan C, rata-rata kelimpahan total sebanyak 269.666 ind/cm², rata-rata kelimpahan pada kelas Bacillariophyceae sebanyak 233.079 ind/cm², pada kelas Chlorophyceae sebanyak 22.600 ind/cm² dan pada kelas Cyanophyceae sebanyak 13.988 ind/cm². Hal ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh perendaman terhadap struktur komunitas perifiton di KJA Waduk Cirata, walaupun hasil

(20)

tersebut berbeda dengan hasil hipotesis yaitu perlakuan D (Perendaman jaring selama 12 hari).

Pemilihan perlakuan D pada hipotesis didasarkan pada pernyataan Huthette et.al (1985), yang menyatakan bahwa perifiton pada KJA akan mulai berkembang setelah dua minggu dan akan berkembang penuh setelah minggu ketiga. Selain itu hipotesis berdasarkan pada hasil penelitian Suparlina (2003) pada kolam berkonstruksi beton yang menunjukan bahwa kelimpahan tertinggi perifiton terdapat pada kisaran hari ke 10, 11, 12 dan 13. Pertumbuhan perifiton yang lebih cepat daripada hipotesis diduga karena adanya perbedaan parameter kualitas perairan terutama pada intensitas cahaya dan ortofosfat.

Berdasarkan hasil pengukuran selama penelitian, dapat dilihat bahwa kedalaman secchi disk pada perairan selama penelitian berkisar antara 76-104 cm, nilai ini jika dihitung berdasarkan hukum Lambert maka intensitas cahaya kurang lebih dapat mencapai kedalaman 2,08 m. Hal ini menjadikan aktivitas fotosintesis pada waduk terjadi lebih tinggi, karena pada penelitian Suparlina (2003), kedalaman secchi disk hanya berkisar antara 28-100 cm. Walaupun kriteria tersebut masih sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Weitzel (1979) bahwa kisaran transparansi cahaya yang optimal bagi pertumbuhan perifiton berkisar antara 10-25. Namun dapat dilihat bahwa intensitas cahaya pada Waduk Cirata lebih tinggi daripada kisaran optimal dan penelitian Suparlina (2003). Tingginya intensitas ini diduga menyebabkan pertumbuhan perifiton berlangsung lebih cepat, sehingga penanggulangan maupun pembersihan jaring harus dilakukan secara kontinyu dalam waktu yang lebih singkat.

4.2.2. Penelitian Tahap II

Dari hasil pengamatan ternyata bahwa ada perbedaan pada tingkat konsumsi ikan nilem terhadap perifiton dari berbagai ukuran, hal ini dapat dilihat pada tabel 10 bahwa ikan nilem dengan ukuran kecil mempunyai mempunyai nilai konsumsi yang lebih kecil, walaupun antara perlakuan A dan B tidak berbeda nyata. Makin tinggi ukuran ikan maka semakin tinggi nilai konsumsi tersebut karena pada ikan yang berukuran lebih besar relatif mempunyai jumlah enzim

(21)

pencernaan yang lebih banyak sehingga lebih dapat mencerna dibandingkan dengan ikan yang berukuran lebih kecil (Weatherley dan Gill, 1987).Tetapi walaupun demikian belum tentu efektif,karena seiring dengan pertumbuhan ikan maka kebiasaan makananpun akan dapat berubah (Opunszynki dan Shireman, 1991).Soeseno (1971) menyatakan bahwa ikan nilem yang masih kecil mula- mula memakan plankton tetapi kemudian lebih suka memakan epifiton dan perifiton.

Berdasarkan efektifitas ikan nilem dalam memakan perifiton maka dari hasil penelitian didapat bahwa ikan nilem ukuran keci (5 – 7 g) mempunyai nilai efektifitas yang terbaik.

4.2.3.Penelitian Tahap III 4.2.3.1. Fisika dan Kimia Air

Berdasarkan data pada tabel diatas tampak bahwa Suhu perairan yang diamati relatif tinggi yaitu dengan nilai rata – rata diatas 300C, tetapi hal ini masih mendukung untuk kehidupan ikan. Hal ini disebabkan penelitian berlangsung pada waktu musim kemarau. Kandungan oksigen yang diukur di lokasi penelitian relatif cukup bagus, yaitu dengan konsentrasi rata-rata diatas 3 ppm. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa keberadaan nilem berpengaruh terhadap nilai oksigen media, semakin tinggi kepadatan nilem maka semakin tinggi juga kadar oksigennya, dan sebaliknya semakin rendah kepadatan nilem maka kandungan oksigen terlarut juga semakin kecil.

Kisaran pH di lokasi penelitian berkisar antara 6,76 – 7,76, dengan demikian pH masih mendukung kehidupan ikan mas yang di budidayakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Boyd (1990) bahwa kebanyakan ikan mempunyai kisaran pH optimum antara 6 – 9.

Nilai kadar CO2 media masih dibawah nilai yang membahayakan. Dari hasil pengamatan selama penelitian diketahui bahwa semakin padat ikan nilem maka semakin tinggi juga CO2 nya.Walaupun demikian nilai CO2 pada masing -masing perlakuan masih dibawah nilai yang membahayakan.

(22)

Untuk nilai Amonia ternyata semakin tinggi kepadatan nilem semakin tinggi juga kadar amonia medianya.Walaupun masih dibawah ambang batas yang membahayakan tetapi pada perlakuan A (400 ekor nilem + 200 ekor ikan mas) kadar amonia rata-ratanya sudah mendekati 0,2 ppm.

Nitrat (NO3) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami.Nitrat merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae.Sehingga nitrat dapat digunakan untuk mengklasifikasi tingkat kesuburan suatu perairan. Kadar nitrat 0 – 1 mg/l merupakan perairan oligotrofik, perairan dengan kadar nitrat 1 – 5 merupakan perairan mesotrofik dan perairan eutrofik yaitu yang mempunyai kadar nitrat 5 – 50 mg/l. Kadar nitrat terukur berkisar antara 0,333 sampai 0.433 mg/l, sehingga termasuk ke dalam perairan yang oligotrofik. Kadar nitrat yang diperoleh selama penelitian melebihi 0,2, semakin tinggi kepadatan nilem semakin tinggi juga kadar nitrat medianya.

Nitrit (NO2) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di perairan alami, kadarnya lebih kecil dari pada nitrat karena nitrit bersifat tidak stabil jika terdapat oksigen.Kadar nitrit di perairan alami sekitar 0,001 mgram/l dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mgram/l. Kadar nitrit yang terukur pada penelitian ini adalah berkisar 0,001 sampai 0,003 mg/l. Dengan demikian kadar nitit masih sesuai untuk ikan yang dibudidayakan.

Ortofosfat adalah bentuk fosfor yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik. Nilai kisaran optimum orthofosfat untuk pertumbuhan perifiton adalah >0,02 (Wetzel 1975 dalam Hany 2009). Berdasarkan pengukuran, fosfat selama periode penelitian berkisar antara 0,048-0,080 mg/L. Maka kisaran tersebut jauh di atas kisaran optimum untuk pertumbuhan perifiton. Besarnya nilai nitrat dan fosfat dapat memacu pertumbuhan perifiton. Besarnya nilai nitrat dan fosfat dapat memacu pertumbuhan perifiton. Tingginya nilai nitrat dan fosfat diduga akibat pasokan dari luarwaduk dan dari bahan-bahan organik sisa pakan dan feses ikan yang dipelihara di KJA..

(23)

4.2.3.2. Parameter Biologi

4.2.3.2.a. Keanekaragaman Perifiton

Dari hasil pengamatan selama penelitian ternyata bahwa nilai keragaman dari suatu komunitas ditentukan oleh kekayaan spesies dan jumlah individu masing-masing spesies di dalam komunitas tersebut. Dari masing – masing perlakuan mempunyai nilai yang tidak berbeda yaitu dibawah 2,3026 yaitu termasuk dalam kriteria rendah .Hal ini mengindikasikan bahwa penyebaran individu tiap jenis perifiton dan kestabilan komunitas berkisar rendah karena struktur komunitas suatu perairan dapat diketahui juga melalui indeks keaneka ragaman (H’). Indeks keanekaragaman menggambarkan kekayaan jenis yang terdapat di suatu perairan (Odum, 1971).

Tingginya nilai indeks dominansi menunjukkan ketidakstabilan ekosistem karena hanya didominasi oleh jenis organisme tertentu. Suatu perairan ,dikatakan memiliki dominansi apabila nilai indeks dominansi simpson diatas 0,8. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan kisaran rata-rata nilai indeks dominansi perifiton pada perlakuan sebesar 0,27-0,37, ini berarti bahwa tidak menunjukkan adanya dominansi jenis perifiton tertentu atau dengan kata lain dapat diinformasikan bahwa ekosistem tersebut dalam kondisi stabil. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan ikan nilem selama penelitian tidak mempengaruhi nilai keanekaragaman dan dominasi perifiton.

4.2.3.2.b. Kelimpahan Perifiton

Kelimpahan perifiton dihitung berdasarkan hasil penghitungan jumlah perifiton yang teridentifikasi. Data hasil penghitungan kelimpahan perifiton pada akhir penelitian disajikan pada tabel berikut.

Berdasarkan hasil pengamatan, kelimpahan perifiton yang tertinggi adalah pada perlakuan E (87.980 ind/cm2) yaitu perlakuan yang tidak menggunakan ikan nilem dan yang terendah adalah pada perlakuan A (33.265 ind/cm2) yaitu pada perlakuan dengan menggunakan ikan nilem 400 ekor. Hal ini membuktikan bahwa semakin padat ikan nilem maka kelimpahan perifiton semakin rendah atau menurun, hal ini menunjukkan bahwa keberadaan ikan nilem dapat menekan

(24)

populasi perifiton pada KJA. Sedangkan pada perlakuan E (tanpa ikan nilem) ternyata kelimpahan perifiton setara dengan perlakuan D(83.265 ind/cm2

Semakin rendah kepadatan ikan nilem maka semakin tinggi nilai laju pertumbuhannya baik pertumbuhan spesifik maupun pertumbuhan mutlaknya. Keberadaan perifiton pada KJA sangat berkaitan dengan kualitas air. Hal ini dapat dilihat hubungannya dengan oksigen, apabila kepadatan nilem rendah maka oksigen di KJA juga rendah sedangkan kelimpahan perifitonnya semakin tinggi dan ini menyebabkan tersedianya pakan yang cukup untuk memacu pertumbuhan ikan nilem tersebut. Pertumbuhan bobot mutlak rata – rata ikan mas dan ikan nilem pada masing – masing perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

), hal ini menunjukkan bahwa kebaradaan ikan mas juga ikut memanfaatkan perifiton yang ada pada KJA.

Apabila kepadatan ikan nilem dihubungkan dengan kepadatan perifiton dan kadar oksigen di perairan maka tampak jelas bahwa semakin tinggi kepadatan ikan nilem akan semakin rendah kepadatan perifiton tetapi oksigen terlarut akan semakin tinggi.

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui variasi nilai kelimpahan perifiton dari kelas Bacillariophyceae cenderung stabil dan hampir mendominasi padaperlakuan.

4.2.3.3. Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan

Hasil analisis pada Tabel 12 menunjukkan keberadaan ikan nilem tidak mempengaruhi kelangsungan hidup ikan mas tetapi berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan mas. Hal ini diduga karena dengan kepadatan ikan nilem tersebut didukung oleh kualitas air terutama oksigen yang cukup bagus yaitu > 3 ppm. Tetapi dengan menurunnya kepadatan nilem berpengaruh terhadap pertumbuhan baik laju pertumbuhan spesifiknya maupun pertumbuhan mutlaknya, karena kepadatan nilem semakin turun nilai oksigennya semakin turun tetapi kelimpahan perifitonnya semakin naik . Hal ini membuktikan bahwa ikan mas juga mampu memanfaatkan perifiton juga sebagai tambahan makanan.

(25)

Pada Gambar 9 tampak bahwa pertumbuhan ikan mas yang tertinggi adalah pada perlakuan D (100 ekor ikan nilem per KJA) dengan bobot rata – rata yaitu 50.8 gram per ekor.Dari hasil analisa statistik ternyat bahwa untuk pertumbuhan bobot ikan mas mendapatkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05) antara perlakuan pemeliharaan ikan mas dengan 100 ekor ikan nilem (perlakuan D) dengan perlakuan yang lain. Sedangkan untuk pertumbuhan yang ikan nilem tertinggi yaitu pada perlakuan D yaitu dengan kepadatan 100 ekor ikan nilem. Setelah dianalisa secara statistik antar perlakuan mendapatkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05). Menurut Boyd (1990) bahwa pada penebaran yang tinggi dapat menghasilkan pertumbuhan dan derajat sintasan yang lebih rendah karena terjadi kompetisi ruang gerak, makanan dan dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi bahan buangan (amonia, karbon dioksida dan feses) yang bersifat toksik.

Gambar

Gambar 8. Perifiton yang Ditemukan di Tiap Kedalaman Substrat     Cymbella              (Data Primer) Cosmarium (http://en.wikipedia.org/wiki/Periphyton )  Navicula (Data Primer)Synedra
Tabel 1. Rata–rata Indeks Keanekaragaman dan Dominansi perifiton
Tabel 4 Rata-Rata Nilai Parameter Kualitas Air Selama Penelitian.  Parameter  Kedalaman  Satuan  0.2 m  1 m  5 m  Suhu  30,7  30,7  29,8  0 C  DO  4,5  4,12  2,3  mg/L  pH  7,36  7,37  7,43  -  Nitrat  0,69  0,6  0,92  mg/L  Nitrit  0,015  0,02  0,022  mg/
Tabel 10. Rata-rata kelimpahan perifiton  (ind/cm²) pada berbagai perlakuan  Kelas  Perlakuan  A  B  C  D  E  F  Cyanopyceae  13.632  13.235  21.047  13.706  7.824  13.514  Euglenophyceae  0  0  0  0  0  15  Xantopyceae  88  177  165  29  20  29  Chloropyc

Referensi

Dokumen terkait

Di duga kondisi tubuh benih ikan nilem yang sudah terinfeksi MAS menjadi lemah sudah tidak bisa mentolerir serangan bakteri Aeromonas hydrophila, sehingga hari

Pertumbuhan koloni fungi optimum tampak pada media dengan potensial air -1,0 MPa yang rata-rata diameter pertumbuhannya sebesar 3,730 cm pada inkubasi hari kedua, 6,850 cm pada hari

Terkait laju pertumbuhan ikan semakin besar konsentrasi yang digunakan dan semakin lama paparan timbal, maka laju pertumbuhan (laju pertumbuhan spesifik dan laju

Perlakuan lama pemberian pakan berkarotenoid yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter pertumbuhan ikan maskoki yaitu laju pertumbuhan

Nilai laju pertumbuhan bobot harian pada Tabel 4 menunjukan bahwa pertumbuhan strain hybrid, strain Sukabumi dan strain Kalimantan pada perlakuan konsentrasi AS

tinggi gelombang yang didapat kurang layak untuk dilakukan budidaya rumput laut, teripang, dan ikan kerapu dengan sistem KJA karena menurut Ariyanti (2007) dalam Fatah

Walaupun secara statistik konsentrasi tembaga di air dan ikan pada tahap depurasi di akuarium asal ikan KJA tidak memiliki perbedaan yang signifikan, akan tetapi konsentrasi

Selama tiga tahun, produktivitas ikan tuna mengalami penurunan cukup besar (40,17%), dan produksi ikan cakalang mengalami peningkatan dengan laju 3,76%. Puncak produksi perikanan