• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 9. Peta Situ Burung pada musim hujan ( ; surfer 8.0)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 9. Peta Situ Burung pada musim hujan ( ; surfer 8.0)"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Morfometri Situ Burung

Pada Tabel 3 diperlihatkan hasil pengukuran dimensi permukaan (surface

dimension) dan bawah permukaan (subsurface dimension) dari Situ Burung pada

musim hujan, sedangkan Gambar 9 memperlihatkan peta batimetri Situ Burung pada musim hujan. Pada bagian selatan situ ini (lihat Gambar 12) dijumpai tanaman air Seroja yang berlimpah, hingga menutupi sekitar 0,46 Ha permukaan air Situ. Keberadaan tanaman air di bagian ini, dari pengamatan secara visual, cenderung menyebabkan terjadinya pendangkalan Situ.

(2)

Tabel 3. Dimensi Morfometri Situ Burung pada musim Hujan

Parameter Nilai

A. Dimensi Permukaan

*Luas Permukaan (Ao) 4,05 ha

Panjang garis tepi pantai (SL) 1291,75 m

SDI 1,81

Panjang maksimum (Lmax) 247,85 m Panjang maksimum efektif (Le) Idem

Lebar maksimum (Wmax) 203,74 m Lebar maksimum efektif (We) Idem

Lebar rata-rata (w) 163,41 m B. Dimensi bawah Permukaan

Kedalaman Maksimum (Zmax) 4,98 m Kedalaman rata-rata (Z) 2,38 m Kedalaman relative (Zr) 2,19 % Kemiringan rata-rata (s) 9,33 % *Volume total air (Vtotal) 96427,86 m3 Perkembangan volume Situ (VD) 1,43

*) Untuk mendapatkan nilai dari dua parameter ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

Berdasarkan analisis peta bathimetri, diketahui nilai-nilai dimensi permukaan dan bawah permukaan perairan Situ Burung yang bisa dilihat pada Tabel 3. Situ burung memiliki luas permukaan air (Ao) ± 4,05 ha dengan panjang garis tepi (SL)

sebesar 1.291,75 meter. Nilai garis tepi ini akan terus mengalami perubahan yang disebabkan oleh erosi karena air hujan, masuknya air yang membawa partikel lumpur dan terakumulasinya limbah pertanian seperti pupuk dapat berpengaruh terhadap proses pendangkalan. Welch (1952) in Hoerunnisa (2004) menyatakan semakin panjang garis pantai maka kesempatan untuk berhubungan dengan daratan akan semakin besar dan hal ini akan berpotensi meningkatkan produktivitas perairan.

Nilai indeks perkembangan garis tepi (SDI) Situ burung sebesar 1,81 meter. Menurut Wetzel (1983), nilai ini menunjukkan bentuk Situ adalah lonjong (subcircle atau elipsc). Semakin besar nilainya maka bentuk danau semakin tidak beraturan dan diduga perairannya memiliki potensi produktivitas yang tinggi karena hubungan antara daratan semakin besar sehingga masuknya bahan organik ke dalam perairan semakin tinggi.

(3)

Panjang maksimum merupakan jarak antara dua titik terjauh pada permukaan tepi suatu danau (Hakanson 1981 in Hoerunnisa, 2004 ). Pada perairan Situ Burung panjang maksimumnya (Lm) sebesar 247,85 meter, karena di dalam Situ Burung

tidak terdapat pulau maka panjang maksimum efektif (Le) sama dengan panjang

maksimumnya (Lm) yaitu sebesar 247,85 meter. Lebar maksimum (Wm) pada Situ

Burung sebesar 203,74 meter, karena di dalam Situ Burung tidak terdapat pulau maka lebar maksimum efektif (We) sama dengan lebar maksimumnya (Wm) yaitu

sebesar 203,74 meter. Sedangkan untuk lebar rata-rata perairan (W) Situ Burung sebesar 163,41 meter. Panjang maksimum dan lebar maksimum suatu danau dapat mempengaruhi besar kecilnya wilayah perairan yang dapat berhubungan dengan udara atau angin. Hal ini berpengaruh pada peningkatan difusi oksigen dari udara serta sebaran organisme di permukaan perairan. Sehingga pengadukan massa air di Situ Burung diduga besar karena pergerakan angin tidak terhambat oleh pulau atau daratan yang ada di tengah perairan.

Berdasarkan tabel diatas perairan Situ Burung memiliki kedalaman maksimum (Zm) sebesar 4,98 meter dengan kedalaman rata-rata (Z) sebesar 2,38

meter. Untuk kedalaman relatifnya (Zr) perairan Situ burung memilki nilai sebesar

2,19 %. Dengan menggunakan kriteria Zr menurut Hakanson (1981) in Hoerunnisa

(2004), nilai ini akan menggambarkan tingkat stabilitas stratifikasinya tinggi (Zr > 2

%). Hal ini menunjukkan bahwa perairan ini tidak mudah mengalami proses pengadukan massa air oleh angin sehingga lapisan permukaan perairan sampai ke dasar perairan cenderung heterogen dan nutrien dari hasil dekomposisi hanya ada pada lapisan dasar (profundal) dan hanya dapat dimanfaatkan oleh organisme yang berada di dasar perairan saja seperti dekomposer. Untuk nilai volume total air perairan Situ Burung diperoleh sebesar 96.427,86 m3, volume ini akan mengalami perubahan akibat pengaruh musim, evaporasi, presipitasi, run-off dan sedimentasi. Nilai perkembangan volume danau (VD) Situ Burung adalah 1,43. Menurut Cole (1983) nilai VD > 1 menunjukkan bahwa bentuk dasar Situ memiliki bentuk seperti kaldera. Perkembangan volume danau dapat menggambarkan kelandaian tepi perairan, perairan yang landai biasanya memiliki luasan daerah litoral yang besar yang biasanya memiliki produktivitas yang tinggi (Hakanson 1981 in Hoerunnisa 2004).

(4)

5.2. Kualitas Perairan

Tabel 4. Parameter Fisika Kimia Perairan: Sumber PP No.82 tahun 2001 kelas 2 dan Data primer, 2010 (diolah)

No Parameter Satuan Baku mutu

Kelas 2, 3, 4 Stasiun 1 2 3 4 Permukaan (40 cm) Kolom (150 cm) Permukaan (40 cm) Kolom (150 cm) Permukaan (40 cm) Kolom (100 cm) Permukaan (40 cm) Kolom (120 cm) I Fisika

1 Warna (Visual) Tidak

tercantum

Hijau Hijau Hijau Hijau

2 Kekeruhan NTU Tidak

tercantum 7,50 10 8,30 8.50 9 13 11 16 3 Suhu ºC ±3 29 28 29,50 28 29,50 28,50 29,50 28 4 TSS mg/l 400 4 8 2 2 2 18 2 20 5 TDS mg/l 1000 40,60 42,40 39,80 43,50 40,30 42,70 41,60 41,70 6 DHL µmhos/cm Tidak tercantum 81 85,50 79,70 85,30 80,60 85,20 83,10 83,30 7 Kecerahan Persen (%) 23,08 25 11,76 25 II Kimia 1 DO mg/l 4 7,35 5,37 7,35 5,47 7,16 5,28 7,54 5,37 2 BOD mg/l 3 – 12 3,64 4,52 2,07 3,77 2,64 5,09 2,26 3,96 3 pH 6 s/d 9 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 4 COD mg/l 25 – 100 44,88 87,72 83,64 73,44 65,28 75,48 73,44 69,36 1 Kedalaman Cm 280 300 160 210

(5)

5.2.1. Parameter Fisika Perairan

1. Suhu

Berdasarkan pengukuran di delapan titik pengamatan yaitu di stasiun satu, dua, tiga dan empat yang terdiri dari dua titik pengamatan, yakni bagian permukaan dan kolom perairan, maka diketahui suhu perairan Situ burung berkisar antara 29o – 29.5o C untuk bagian permukaan dan 28o – 28.5o C untuk bagian kolom perairan Situ Burung. Pengukuran suhu dilakukan pada pukul 09.30 – 11.30 WIB pada tanggal 12 Desember 2009. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2), suhu perairan Situ Burung masih dalam kisaran yang layak untuk kepentingan pemeliharaan ikan air tawar, irigasi pertanian dan kegiatan pertanian (deviasinya masih dalam kisaran ±3oC), sedangkan menurut Boyd (1990); Slocum & Robinson, 1996 in Naibaho (2004) kisaran suhu tersebut, selain masih layak bagi kehidupan ikan juga layak bagi pertumbuhan Seroja di Situ Burung.

2. Warna

Berdasarkan pengamatan pada tanggal 12 Desember 2009, perairan Situ burung memiliki warna perairan hijau kecoklatan. Warna perairan disebabkan oleh bahan organik dan bahan anorganik, keberadaan plankton, humus dan ion-ion logam seperti besi dan mangan serta bahan-bahan lain yang dapat menimbulkan warna pada perairan (Effendi, 2003). Pengamatan warna perairan Situ burung dilakukan secara visual melalui indra penglihatan. Menurut Peavy et al., (1985) in Effendi (2003) oksida mangan menyebabkan air berwarna kecoklatan atau kehitaman, serta bahan-bahan organik misalnya tannin, lignin dan asam humus yang berasal dari dekomposisi tumbuhan yang telah mati menimbulkan warna perairan menjadi kecoklatan. Berdasarkan data tersebut, dapat dinyatakan bahwa perairan Situ Burung memiliki warna perairan hijau kecoklatan.

(6)

3. Kecerahan, Kekeruhan dan Kedalaman

Nilai kecerahan hasil pengukuran di empat stasiun pengamatan (I, II, III dan IV) Situ Burung berkisar antara 0,18 m – 0,25 m dengan rata-rata sebesar 0.18 m. Nilai kecerahan tertinggi terdapat pada stasiun III, sedangkan nilai kecerahan terendah terdapat pada stasiun I. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, padatan tersuspensi dan ketelitian orang yang mengukurnya. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah (Effendi 2003).

Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai pengamatan pada setiap stasiun berkisar antara 7,5 NTU – 11 NTU untuk bagian permukaan dan 8,5 NTU – 16 NTU untuk bagian kolom Situ Burung. Untuk bagian permukaan, kekeruhan tertinggi terdapat pada stasiun IV dengan nilai 11 NTU, sedangkan kekeruhan terendah terdapat pada stasiun I dengan nilai 7,5 NTU. Selanjutnya untuk bagian kolom perairan, kekeruhan tertinggi terdapat pada stasiun IV dengan nilai 16 NTU, sedangkan kekeruhan terendah terdapat pada stasiun II dengan nilai 8,5 NTU.

Kekeruhan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya limpasan (run off) yang terbawa oleh air hujan dalam Situ, selain karena faktor run off peningkatan kekeruhan juga disebabkan oleh faktor biologi seperti plankton dan serasah. Tingginya nilai kekeruhan di stasiun IV disebabkan adanya tanaman air karena letak stasiun IV dekat dengan tanaman air, semakin banyak tanaman air yang menjadi serasah (daun), serasah tersebut akan didekomposisi oleh dekomposer menjadi bahan organik (padatan tersuspensi dan terlarut) sebagai bahan makanan dari organisme akuatik. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun bahan organik dan anorganik berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA 1976 in Watironna 2005).

Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai kedalaman pada setiap stasiun pengamatan (Stasiun I, II, III, dan IV) berkisar antara 1,6 m – 3 m. Kedalaman tertinggi terletak di stasiun II yaitu sebesar 3 meter, sedangkan terendah terletak di stasiun III yaitu sebesar 1,6 meter.

(7)

4. Padatan Tersuspensi, Padatan Terlarut dan Daya Hantar Listrik (DHL)

Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai TSS (Total suspended

solids) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 2 mg/l – 4 mg/l untuk bagian

permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 4 mg/l – 20 mg/l. Untuk bagian permukaan nilai TSS tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu 4 mg/l. Sedangkan untuk bagian kolom nilai TSS tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 20 mg/l dan terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 4 mg/l. Tingginya nilai TSS di stasiun IV pada bagian kolom disebabkan oleh terakumulasinya padatan tersuspensi yang berasal dari serasah dari tanaman air dan sisa metabolisme dari organisme akuatik seperti ikan dan plankton. Hal ini berhubungan dengan lokasi stasiun IV yang mewakili bagian dekat dengan keberadaan dari tanaman air di Situ Burung. Padatan tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai TSS, nilai kekeruhan juga semakin tinggi.

Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai TDS (Total Disolved

solids) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 39,8 mg/l – 41,6 mg/l untuk

bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 41,7 mg/l – 43,5 mg/l. Untuk bagian permukaan nilai TDS tertinggi terdapat pada stasiun IV yaitu 41,6 mg/l dan terendah pada stasiun II dengan nilai sebesar 39,8 mg/l. Sedangkan untuk bagian kolom nilai TDS tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 43,5 mg/l dan terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 41,7 mg/l. TDS adalah bahan-bahan terlarut (diameter < 10-6 mm) dan koloid (10-6 mm ≤ diameter ≤ 10-3

mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan yang tidak tersaring pada kertas saring miliophore (Rao 1992 in Effendi 2003). TDS biasanya disebabkan oleh bahan anorganik yang berupa ion-ion yang biasa ditemukan di perairan. Menurut Effendi (2003) nilai TDS di perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan dari tanah, dan pengaruh antropogenik (limbah domestik dan limbah industri).

Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai DHL (Daya Hantar Listrik) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 79,7 µmhos/cm – 83,1 µmhos/cm untuk bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 83,3 µmhos/cm – 85,5 µmhos/cm. Untuk bagian permukaan, nilai DHL tertinggi terdapat pada stasiun IV yaitu 83.1 µmhos/cm dan terendah pada stasiun II dengan nilai sebesar 79,7 µmhos/cm. Sedangkan untuk bagian kolom nilai DHL tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 85,5 µmhos/cm dan terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 83,3 µmhos/cm. Nilai DHL pada kisaran 79,7 µmhos/cm – 83,1 µmhos/cm untuk bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 83,3 µmhos/cm – 85,5 µmhos/cm. Menurut Wardoyo (1981) in Hoerunnisa (2004)

(8)

nilai tersebut akan mempengaruhi tekanan fisiologi pada ikan namun ikan masih dapat bertahan hidup. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2), kisaran nilai TSS dan TDS di perairan Situ Burung masih berada pada kisaran yang layak untuk kepentingan perikanan dan irigasi pertanian.

5.2.2. Parameter Kimia Perairan

1. pH

Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai pH (power of Hidrogen) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) bernilai 6 baik untuk bagian permukaan maupun kolom perairan Situ Burung. Nilai pH air akan berpengaruh pada reaksi biokimia dalam air. pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan organisme akuatik sehingga seringkali pH suatu perairan digunakan sebagai petunjuk baik buruknya kualitas suatu perairan, nilai pH perairan tawar berkisar antara 5-9 (Saeni, 1989). Menurut Islami dan Utomo in Widaryanti (2002), pH yang baik untuk pertumbuhan tanaman ada pada kisaran pH netral, akan menurun pada pH 4 ke bawah dan pH 9 ke atas. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2), nilai pH di perairan Situ Burung masih berada pada kisaran yang layak untuk kepentingan perikanan dan irigasi pertanian.

2. Dissolved Oxygen (DO) dan BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Pada Gambar 10 diperlihatkan data hasil pengukuran nilai DO di 8 pengamatan yaitu 4 stasiun pengamatan dan setiap stasiun terdiri dari 2 titik pengamatan yaitu bagian permukaan dan kolom perairan. Untuk bagian permukaan perairan, nilai DO tertinggi terdapat pada stasiun 4 sebesar 7,54 mg/l sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 7,16 mg/l. Untuk bagian kolom perairan, nilai DO tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 5.47 mg/l, sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 5.28 mg/l.

(9)

Gambar 10. Nilai DO (Dissolved Oxygen) di setiap stasiun pengamatan pada bagian permukaan dan kolom perairan.

Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai oksigen terlarut (Dissolved

Oxygen) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 7,35 mg/l – 7,54 mg/l untuk

bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 5,37 mg/l – 5,47 mg/l. Besarnya nilai oksigen terlarut pada bagian permukaan disebabkan oleh proses fotosintesis, karena menurut Effendi (2003) sumber utama oksigen di perairan adalah fotosintesis. Akan tetapi Jumlah oksigen terlarut sangat dipengaruhi oleh suhu, pH, difusi udara, respirasi organisme, kandungan bahan organik, fotosintesis plankton dan tanaman air. Kadar oksigen berfluktuasi secara harian dan musim tergantung pada percampuran, pergerakan massa air, limbah yang masuk ke badan air.

Selain kedalaman, faktor yang juga dapat mempengaruhi nilai oksigen terlarut adalah waktu pengukuran. Pada tanggal 12 Desember 2009, dilakukan pengambilan sampel untuk analisis kualitas air. Waktu untuk pengambilan sampel dan mengukur kualitas air secara

ex-Situ dimulai dari pukul 09.30 – 11.00 WIB. Menurut Boyd (1988) in Effendi (2003) kadar

oksigen maksimum terjadi pada sore hari sedangkan kadar minimum terjadi pada pagi hari. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2), kisaran nilai oksigen terlarut di perairan Situ Burung masih berada pada kisaran yang layak bagi perikanan.

(10)

Gambar 11. Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) di setiap stasiun pengamatan pada bagian permukaan dan kolom perairan.

Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai kebutuhan oksigen biokimiawi (BOD) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 2.07 mg/l – 3.64 mg/l untuk bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 5.09 mg/l – 3.77 mg/l. Untuk bagian permukaan, nilai BOD tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 4.52 mg/l dan terendah pada stasiun I dan II dengan nilai sebesar 7.35 mg/l. Sedangkan untuk bagian kolom nilai oksigen terlarut tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 5.47 mg/l dan terendah terdapat pada stasiun I dan IV sebesar 5.37 mg/l. Prinsip penetapan BOD adalah oksidasi zat organik dengan oksigen terlarut dalam air dengan adanya bakteri aerob dalam waktu lima hari inkubasi pada suhu 200C tanpa cahaya (Boyd, 1988 in Effendi, 2003).

Pada Gambar 10 dapat disimpulkan bahwa nilai DO (Dissolved oxygen) akan cenderung menurun seiring dengan peningkatan kedalaman dari Situ Burung. Sedangkan nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) akan cenderung meningkat seiring dengan peningkatan kedalaman (Lihat Gambar 11). Hal ini dikarenakan adanya proses respirasi dari organisme akuatik (ikan, zooplankton dan tanaman air) dan dekomposisi dari organisme akuatik lainnya (dekomposer).

Pada dasarnya proses dekomposisi bahan organik terjadi melalui dua tahap yaitu pertama, bahan organik diuraikan menjadi bahan anorganik. Proses ini berlangsung secara aerob karena ketersediaan oksigen masih ada sehingga mikroba menggunakan oksigen tersebut untuk mendekomposisi bahan organik menjadi bahan anorganik. Kedua, bahan anorganik yang tidak stabil diuraikan menjadi bahan anorganik yang lebih stabil. Proses ini

(11)

berlangsung secara anaerob karena ketersediaan oksigen sedikit sehingga mikroba menggunakan oksigen berasal dari senyawa yang mempunyai ikatan dengan oksigen seperti nitrat, nitrit, CO2, SO2, PO4, dsb. Ketika proses tersebut berlangsung, produk dari proses

tersebut terdiri dari energi dan bahan atau senyawa yang beracun. Dengan demikian, hanya dekomposisi pada tahap pertama yang berperan dalam menentukan nilai BOD. Besarnya nilai BOD di bagian kolom perairan menggambarkan bahwa bahan-bahan organik yang ada di lapisan tersebut hanya mampu didekomposisi secara biologis melalui proses katabolisme dan anabolisme. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2), kisaran nilai BOD di perairan Situ Burung masih berada pada kisaran yang layak bagi kehidupan ikan di dalamnya maupun bagi irigasi.

3. Chemical Oxygen Demand (COD)

Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai kebutuhan oksigen kimiawi (COD) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 83,64 mg/l – 44,88 mg/l untuk bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 87,72 mg/l – 69,36 mg/l. Besarnya nilai COD pada stasiun pengamatan II di bagian permukaan diduga disebabkan oleh banyaknya bahan organik yang terdapat di bagian permukaan stasiun pengamatan II.

Besarnya nilai COD dapat menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi baik yang dapat didegradasi secara biologi (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi secara biologi (non biodegradable). Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd 1988 in Effendi 2003). Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2), kisaran nilai COD di perairan Situ Burung masih berada pada kisaran yang masih layak untuk digunakan bagi kepentingan perikanan dan irigasi pertanian.

(12)

5.3. Situ Burung dan Luas Penutupan Seroja

Pengamatan jumlah Seroja yang di jumpai di perairan Situ Burung menggunakan metode sensus yaitu dengan cara menghitung jumlah Seroja yang dijumpai/ditemukan didalam perairan Situ Burung, sedangkan untuk pengukuran diameter daun Seroja dibagi dalam 5 blok dimana setiap wilayah dibuat garis khayal dan sampel yang diambil untuk setiap blok berjumlah 10 sampel (lihat Gambar 12).

Gambar 12. Situ Burung dan Persentase Luas penutupan permukaan air oleh tanaman air Seroja (Nelumbo nucifera).

Pada Tabel 5 diperlihatkan data hasil pengukuran Diameter sampel Seroja di setiap Blok. Penentuan blok dilakukan dengan cara melihat tanaman Seroja yang tumbuh didalam perairan Situ Burung. Sampel daun Seroja yang diukur berjumlah 10 untuk setiap blok. Pengukuran diameter daun Seroja diambil secara seragam karena dapat diasumsikan bahwa sampel daun Seroja yang diukur berada dalam kelompok umur yang sama. Berdasarkan Tabel 5 didapatkan nilai diameter pada blok 1 berkisar antara 40 – 43 cm, blok 2 berkisar antara 40 – 54 cm, blok 3 berkisar antara 42 – 54 cm, blok 4 berkisar antara 48 – 57,6 cm dan blok 5 berkisar antara 49 – 56 cm. Diameter daun rata-rata tertinggi terdapat pada blok 4 sebesar 52,45 cm, sedangkan terendah terdapat pada blok 1 sebesar 42 cm.

(13)

Tabel 5. Hasil pengukuran Diameter sampel daun Seroja di setiap Blok. No sampel Blok 1 (cm) Blok 2 (cm) Blok 3 (cm) Blok 4 (cm) Blok 5 (cm) 1 43 45 50 52 51 2 41 43 51 53 53 3 43 45 53 51 50 4 42 43 52 50 51 5 43 42 54 57,6 55 6 42 41 45 53,4 52 7 43 42 44 55,5 50 8 42 45 42 52 49 9 41 40 43 48 52 10 40 41 44 52 56 rata-rata 42 42,7 47,8 52,45 51,9

Tabel 6. Jumlah total individu Seroja per Lokasi Pengamatan.

Blok tanaman Seroja Jumlah (Individu) Diameter rata2 daun (cm) 1 145 42 2 301 42,7 3 553 47,8 4 1665 52,45 5 342 51,9 Jumlah 3006

Pada pengamatan tanggal 5 Januari 2010, tanaman air yang dijumpai di Situ Burung hanya Seroja (Nelumbo nucifera). Tanaman air ini paling banyak dijumpai dibagian selatan Situ Burung. Untuk bagian utara Situ Burung Seroja tidak terlalu banyak jumlahnya, karena sebelum datang ke lokasi, tanaman Seroja telah dipanen seminggu sebelum peneliti melakukan pengamatan. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan laju pertumbuhan dari tanaman Seroja. Secara keseluruhan jumlah Seroja yang ada di perairan Situ burung mencapai 3006 individu dan menutupi permukaan Situ seluas ±0,46 ha (atau sekitar 11,35% dari luas permukaan air Situ Burung yaitu sebesar 4,05 ha). Menurut Naibaho (2004) jika persentase penutupan permukaan air oleh tanaman air mencapai lebih dari 25%, maka keberadaan vegetasi Seroja telah menjadi gulma perairan. Jumlah Seroja yang terbanyak terdapat di stasiun 4, sebesar 1665 individu, sedangkan jumlah Seroja yang tersedikit terdapat di stasiun 1 sebesar 145 individu (lihat Tabel 6). Dengan demikian didapatkan hasil untuk

(14)

Diameter rata-rata daun Seroja yang ada di dalam perairan Situ Burung berkisar antara 42 – 52,45 cm.

5.4. Biomassa gabungan batang dan daun Seroja (Nelumbo nucifera)

Pada Tabel 7 diperlihatkan data hasil pengukuran panjang batang, diameter daun, berat basah dan berat kering, serta kandungan air yang ada pada setiap masing-masing contoh tanaman air Seroja. Berat basah dan berat kering yang diukur merupakan berat gabungan antara batang dan daun tanaman akan tetapi pada bagian akar tidak diukur berat basah dan berat keringnya yang dikarenakan berat basah dari akar kurang dari 1 gr.

Tabel 7. Data masing-masing dari bagian tanaman Seroja (panjang batang, lebar daun, berat kering, berat basah dan kandungan air) (lihat Lampiran 4).

Nomor contoh Seroja Panjang batang (cm) Diameter daun (cm) Berat masing-masing contoh tanaman Seroja (gr), gabungan batang dan daun (akar tidak termasuk)

Kadar air (%)

berat basah berat kering

1 76,70 31,90 31,00 6,30 79,68 2 125,50 35,60 56,00 12,20 78,21 3 82,30 36,80 41,00 8,30 79,76 4 93,30 40,80 51,00 11,60 77,25 5 155,00 39,10 67,00 10,20 84,78 6 76,50 32,90 31,00 6,00 80,65 7 134,50 46,20 91,00 19,10 79,01 8 334,00 60,00 249,00 31,20 87,47 9 321,00 54,30 171,00 20,10 88,25 10 274,00 65,50 187,00 26,10 86,04 11 373,00 71,50 316,00 41,80 86,77 12 362,00 58,50 126,00 20,30 83,89 Rata-rata 200,65 47,76 118,08 17,77 82,65 Total Seroja di Situ (ind) 3006 53416,62 (gr)

Dari Tabel 7 terlihat bahwa dari 12 contoh tanaman yang diukur, panjang batang Seroja berkisar antara 76,5 – 373 cm dengan panjang rata-rata sebesar 200,65 cm, sedangkan diameter daunnya berkisar antara 31,9 – 71,5 cm dengan diameter rata-rata sebesar 47,76 cm. Sedangkan nilai berat basah (batang dan daun) individu tanaman berkisar antara 31 – 316 gr dengan rata-rata sebesar 118,08 gr/ind dan berat kering (batang dan daun) individu tanaman berkisar antara 6 – 41,8 gr dengan rata-rata sebesar 17,77 gr/ind. Kandungan air berkisar antara 77,25 – 88,25% dengan rata-rata sebesar 82,65%. Jika di Situ Burung

(15)

terdapat 3006 individu tanaman Seroja, maka berat kering untuk seluruh tanaman Seroja berkisar antara 18036 – 125.650,8 gr atau 18,03 – 125,65 kg sehingga berat kering rata-rata untuk 3006 tanaman Seroja sebesar 53.416,62 gr atau 53,42 kg.

5.4.1. Biomassa dan kandungan karbon organik pada masing-masing batang dan daun Seroja (Nelumbo nucifera)

Pada Tabel 8 diperlihatkan data perbandingan biomassa Seroja per bagian (batang dan daun). Nilai simpanan stok karbon didapatkan dari hasil perkalian antara berat kering dengan persentase kandungan C-organik di dalam setiap bagian (batang dan daun), sedangkan total simpanan stok karbon didapatkan dari hasil penjumlahan antara nilai simpanan stok karbon pada batang dengan nila simpanan stok karbon pada daun. Sedangkan untuk mendapatkan total simpanan stok CO2 melalui perkalian antara total simpanan stok karbon dengan berat

molekul CO2 yang kemudian dibagi dengan berat atom C.

Tabel 8. Perbandingan Biomassa Seroja (Nelumbo nucifera) per Bagian. Sampel Bagian Seroja Bb Bk KA C Organik Nilai simpanan stok Karbon total simpanan stok karbon Total simpanan stok CO2 I II III IV V= II x IV VI= Batang + daun VII= 44/12x VI Seroja (gr) (gr) (% ) (% ) (gr C) (gr C) (grCO2) 1 Batang 16 2,80 82,50 36,49 1,02 2,44 8,94 Daun 12 3,50 70,83 40,50 1,42 2 Batang 36 7,40 79,44 36,71 2,72 4,40 16,36 Daun 14 4,80 65,71 36,35 1,74 3 Batang 19 3,40 82,10 48,37 1,64 4,09 15,02 Daun 18 4,90 72,78 50,05 2,45 4 Batang 29 4,90 83,10 41,64 2,04 5,41 19,87 Daun 20 6,70 66,50 50,42 3,37 5 Batang 47 5,20 88,94 44,42 2,30 4,92 18,07 Daun 19 5,00 73,68 52,40 2,62 6 Batang 14 2,70 80,71 50,26 1,36 3,01 11,02 Daun 10 3,30 67,00 49,99 1,65 7 Batang 56 9,50 83,03 44,43 4,22 8,54 31,32 Daun 30 9,60 68,00 45,00 4,32 8 Batang 170 15,00 91,17 40,30 6,05 12,61 46,22 Daun 76 16,20 78,68 40,49 6,56 9 Batang 94 9,20 90,21 46,32 4,26 10,12 37,12 Daun 73 10,90 85,06 53,78 5,86

(16)

Tabel 8 (Lanjutan). 10 Batang 75 9,20 87,73 51,45 4,73 12,26 44,95 Daun 85 16,90 80,12 44,53 7,53 11 Batang 203 18,80 90,74 40,44 7,60 18,46 67,71 Daun 109 23,00 78,89 47,23 10,86 12 Batang 68 8,00 44,63 44,63 3,57 9,14 33,50 Daun 53 12,30 45,25 45,25 5,57 Rata-rata 7,96 29,17

Keterangan : bagian Seroja dibagi menjadi dua: batang dan daun; bk = berat kering, bb = berat basah, gr = gram, KA = kadar air, 44/12 adalah berat molekul CO2 dibagi berat atom karbon (untuk mengkonversi nilai C ke dalam CO2), untuk mendapatkan nilai c-organik bisa dilihat pada Lampiran 3.

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai simpanan stok karbon pada daun lebih besar dari nilai simpanan stok karbon pada batang. Nilai ini memberikan gambaran bahwa daun Seroja merupakan bagian penting dalam menyerap CO2 dari atmosfer karena di dalam

daun terdapat organ klorofil yang berfungsi untuk melakukan proses fotosintesis. Hal ini bisa dilihat pada Tabel 8 dibagian kolom persentase kandungan C-organik. Terlihat bahwa nilai oganik pada daun lebih besar dibandingkan dengan nilai organik pada batang. Nilai C-organik yang ada pada bagian batang Seroja (Nelumbo nucifera) memiliki kisaran nilai sebesar 36,49 – 51,45% dari berat keringnya. Sedangkan untuk bagian daun Seroja (Nelumbo

nucifera) memiliki kisaran nilai C-organik sebesar 36,35 – 52,4% dari berat keringnya.

Untuk nilai simpanan karbon pada bagian batang nilainya berkisar antara 1,02 – 7,60 gr. Sedangkan untuk nilai simpanan karbon pada bagian daun nilainya berkisar antara 1,42 – 10,86 gr. Untuk total simpanan karbon (batang dan daun) nilainya berkisar antara 2,44 – 18,46 gr dengan rata-rata sebesar 7,96 gr/individu tanaman Seroja. Sedangkan untuk nilai simpanan setara CO2 pada masing-masing tanaman Seroja berkisar antara 8,94 – 67,71 gr

CO2eq dengan rata-rata sebesar 29,18 gr CO2eq. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa berat

kering berkorelasi positif dengan nilai nilai simpanan/ stok karbon dari Seroja. Semakin besar berat keringnya maka semakin besar pula nilai simpanan/ stok karbon dari Seroja.

(17)

5.4.2. Penentuan Stok Karbon dalam Persamaan Allometrik Seroja (Nelumbo nucifera).

Allometrik dapat didefinisikan sebagai studi yang memperlihatkan adanya suatu hubungan antara parameter pertumbuhan dengan ukuran (morfometri) dari salah satu atau lebih bagian-bagian tubuh organisme. Hubungan antara kedua (atau lebih) parameter tersebut dapat disajikan dalam persamaan alometrik, misalnya menduga berat individu suatu mahluk dapat diduga dengan mengetahui satu atau lebih parameter terukur lainnya (misal tinggi badan). Pada penentuan persamaan alometrik antara dua parameter, harus berdasarkan pada kedua atau lebih parameter yang memiliki hubungan atau korelasi satu sama lain. Hal tersebut menentukan akurasi persamaan alometrik yang dibentuk dalam menduga nilai suatu parameter.

Pada penelitian ini, telah dikembangkan suatu persamaan allometrik yang menggambarkan hubungan antara panjang dan berat kering batang, hubungan antara diameter dan berat kering daun Seroja. Selanjutnya setelah nilai berat kering telah diketahui, maka kandungan karbon pada batang Seroja dapat juga dihitung dengan cara sebagai berikut :

1. Nilai stok karbon per batang Seroja (gr C) = berat kering batang Seroja per sampel (gr) x % C organik batang Seroja.

2. Stok karbon per daun Seroja (gr C) = berat kering daun Seroja per sampel (gr) x % C organik daun Seroja.

(catatan: karena nilai % C organik di atas dalam bentuk kisaran, maka dalam perhitungan nilai stok karbon dapat saja menggunakan nilai rata-ratanya; yaitu 43,78 % untuk batang dan 46,33 % untuk daun).

Pada tahap diatas diharapkan, untuk peneliti selanjutnya dapat memakai nilai % C organik sebagai nilai acuan untuk mengukur nilai simpanan/ stok karbon Seroja di suatu ekosistem perairan tergenang. Pendugaan nilai simpanan/ stok karbon untuk bagian batang dan daun dapat dilakukan melalui pendekatan parameter panjang batang dan diameter daun Seroja. Berikut ini adalah data mengenai hubungan nilai simpanan/ stok karbon dengan panjang batang, diameter daun dan berat kering Seroja yang disajikan dalam Tabel 9:

(18)

Tabel 9. Hubungan simpanan/stok karbon dengan panjang batang, diameter daun dan berat kering Seroja (lihat Lampiran 4).

Sampel Panjang batang (cm) Diameter daun (cm) Batang Daun Seroja Berat kering (gr) Simpanan stok karbon (gr) Berat kering (gr) Simpanan stok karbon (gr) 1 76,70 31,90 2,80 1,02 3,50 1,42 2 125,50 35,60 7,40 2,72 4,80 1,74 3 82,30 36,80 3,40 1,64 4,90 2,45 4 93,30 40,80 4,90 2,04 6,70 3,37 5 155,00 39,10 5,20 2,31 5,00 2,62 6 76,50 32,90 2,70 1,36 3,30 1,65 7 134,50 46,20 9,50 4,22 9,60 4,32 8 334,00 60,00 15,00 6,05 16,20 6,56 9 321,00 54,30 9,20 4,26 10,90 5,86 10 274,00 65,50 9,20 4,73 16,90 7,53 11 373,00 71,50 18,80 7,60 23,00 10,86 12 362,00 58,50 8,00 3,58 12,30 5,57

5.4.3. Hubungan Panjang batang dan Diameter daun Seroja dengan Berat Kering (batang dan daun) Seroja (Nelumbo nucifera)

Pada Tabel 10 diperlihatkan data berat kering dan panjang batang yang digunakan dalam penentuan persamaan allometrik Seroja. Nilai x didapatkan dari konversi nilai panjang batang (cm) ke dalam bentuk logaritma sedangkan nilai y didapatkan dari konversi nilai berat kering batang (gr) ke dalam bentuk logaritma. Data ini dikonversi dalam bentuk fungsi persamaan logaritma dengan tujuan agar sebaran data memiliki sebaran normal.

(19)

Tabel 10. Data berat kering dan Panjang Batang yang digunakan dalam penentuan persamaan allometrik Seroja.

Sampel Panjang Batang (cm) Berat Kering Batang (gr) Seroja Log (X) Berat Kering (Log); (Y)

1 1,88 0,45 2 2,10 0,87 3 1,92 0,53 4 1,97 0,69 5 2,19 0,72 6 1,88 0,43 7 2,13 0,98 8 2,52 1,18 9 2,51 0,96 10 2,44 0,96 11 2,57 1,27 12 2,56 0,90

Gambar 13. Grafik Hubungan antara panjang dan berat kering batang Seroja (Nelumbo

nucifera).

Berdasarkan Tabel 10 dapat diperoleh informasi bahwa pendugaan nilai simpanan/ stok karbon dengan berat kering batang Seroja melalui persamaan Log[Y]= 0,840Log[X] – 1,039 dengan a = 0,091 dan b = 0,804 (lihat Gambar 13). Hubungan antara berat kering dan nilai simpanan/ stok karbon batang Seroja memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 0,755. Ini menggambarkan bahwa penggambaran model di alam sangat sesuai (R2 > 0,75). Untuk koefisien korelasi hubungan antara berat kering dan nilai simpanan/ stok karbon batang Seroja memiliki nilai sebesar 0,868. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara berat

(20)

kering dan nilai simpanan/ stok karbon batang Seroja sangat erat dan mempengaruhi satu sama lain.

Pada Tabel 11 diperlihatkan data berat kering dan diameter daun yang digunakan dalam penentuan persamaan allometrik Seroja. Persamaan allometrik pada bagian daun menggunakan persamaan regresi linear dengan diameter daun sebagai x dan berat kering sebagai y.

Tabel 11. Data Berat Kering dan diameter Daun yang digunakan dalam penentuan persamaan allometrik Seroja. Sampel Seroja Diameter daun (cm) Berat kering daun (gr) 1 31,90 3,50 2 35,60 4,80 3 36,80 4,90 4 40,80 6,70 5 39,10 5,00 6 32,90 3,30 7 46,20 9,60 8 60,00 16,20 9 54,30 10,90 10 65,50 16,90 11 71,50 23,00 12 58,50 12,30

Gambar 14. Grafik Hubungan antara diameter dan berat kering daun Seroja (Nelumbo

(21)

Untuk pendugaan nilai simpanan/ stok karbon dengan berat kering daun Seroja dapat dilihat melalui persamaan Y = 0,415X – 11,79 dengan a = 11,79 dan b = 0,415 (lihat Gambar 14). Hubungan antara berat kering dan nilai simpanan/ stok karbon daun Seroja memiliki koefisisen determinasi (R2) sebesar 0,957. Ini menunjukkan bahwa penggambaran model di alam sangat sesuai (R2 > 0,75). Untuk koefisien korelasi hubungan antara berat kering dan berat batang Seroja memiliki nilai sebesar 0,978. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara berat kering dan nilai simpanan/ stok karbon daun Seroja sangat erat dan mempengaruhi satu sama lain.

5.5. Estimasi Nilai simpanan/ Stok karbon Total dari Seroja (Nelumbo nucifera) pada perairan Situ Burung

Pada Tabel 12 diperlihatkan data estimasi nilai simpanan/stok karbon total dari Seroja pada perairan Situ Burung pada tanggal 5 januari 2010. Jumlah total individu Seroja dalam perairan Situ Burung sebesar 3006 ind dengan luas persentase penutupan permukaannya sebesar ± 0.46 ha.

Tabel 12. Estimasi nilai simpanan/ stok karbon total dari Seroja pada Perairan Situ Burung pada tanggal 5 Januari 2010. No. Jumlah Seroja (ind) C organik (%) BK rata-rata (grC) BK Total (grC) Nilai Simpanan/stok Karbon dari Seroja Pada perairan Situ Burung (grCO2eq)

1. 3006 45,06 7,96 23.927,76 87.735,12

Keterangan: BK: Berat Karbon.

Berdasarkan Tabel 12, jumlah tanaman Seroja yang ada di Situ Burung sebesar 3006 individu dengan berat kering rata-ratanya sebesar 7,96 grC, sehingga didapatkan nilai Berat karbon total tanaman Seroja di perairan Situ Burung sebesar 23.927,76 grC atau 23,93 kgC, nilai ini didapatkan dari perkalian antara nilai berat kering rata-rata dengan jumlah Seroja yang dijumpai di perairan Situ Burung pada tanggal 5 Januari 2010. Sehingga nilai simpanan/stok karbon dari Seroja pada perairan Situ Burung sebesar 87,74 kgCO2eq.

Menurut La-Ongsri (2008), waktu yang dibutuhkan/Doubling time (DT) benih tanaman Seroja menjadi tanaman dewasa adalah 2 bulan, artinya bahwa pemanenan tanaman dewasa untuk Seroja dapat di panen sebanyak enam kali dalam kurun waktu satu tahun,

(22)

sehingga jumlah tanaman Seroja pada 5 januari 2011 sebesar 18036 individu/tahun. Dengan asumsi bahwa rata-rata berat karbon dalam tanaman Seroja sebesar 7,96 grC, maka nilai berat karbon total tanaman Seroja di perairan Situ Burung pada tahun berikutnya sebesar 143,57 kgC/tahun. Jadi estimasi nilai simpanan/stok karbon dari Seroja untuk tahun berikutnya adalah sebesar 526.42 KgCO2eq per tahun.

Jika dalam pemaparan sebelumnya telah disebutkan bahwa luas penutupan Seroja di Situ burung adalah ± 0,46 ha, maka nilai simpanan/ stok karbon tanaman Seroja untuk satu ha adalah 1.144,39 KgCO2eq/ha/tahun atau 1,14 TonCO2eq/ha/tahun, dengan begitu dapat

disimpulkan bahwa tanaman Seroja di perairan Situ Burung berpotensi untuk mengurangi kandungan karbondioksida di atmosfer khususnya di wilayah desa Cikarawang.

5.6. Perbandingan Nilai simpanan/ stok karbon dari Beberapa Vegetasi

Pada Tabel 13 diperlihatkan data perbandingan nilai simpanan/stok karbon dari beberapa vegetasi. Data tersebut membandingkan nilai simpanan/stok karbon dari vegetasi darat terutama vegetasi hutan hujan tropis dengan vegetasi yang hidup di dalam perairan atau makrofita akuatik.

Tabel 13. Perbandingan nilai simpanan/ stok karbon dari beberapa vegetasi.

Jenis Berat Karbon

(TonC/ha/tahun)

Nilai Simpanan/Stok Karbon (TonCO2eq/ha/tahun)

Sumber

Pinus (Pinus merkusii) 7,93 29,6 (Basuki

2004)

Damar (Agathis loranthifolia) 2,4 8,8 (Basuki

2004) Eceng gondok (Eichornia

crassipes)

4,12 15,11 (Sumolang

2009)

Seroja (Nelumbo nucifera) 0,312 1,14 Penulis

Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa nilai simpanan karbon untuk setiap jenis tanaman berbeda, hal ini dapat dilihat dari habitat dari ekosistem ditiap tanaman. Untuk vegetasi yang berada pada ekosistem perairan tergenang dapat dilihat bahwa nilai nilai simpanan/ stok karbon dari tanaman Seroja lebih kecil daripada tanaman Eceng gondok.

(23)

Nilai simpanan/ stok karbon Seroja sebesar 0,312 TonC/ha/tahun atau setara dengan 1,14 TonCO2eq/ha/tahun, sedangkan nilai simpanan/stok karbon eceng gondok sebesar 4,12

TonC/ha/tahun atau setara dengan 15,11 TonCO2eq/ha/tahun. Dapat disimpulkan bahwa

perbedaan nilai nilai simpanan/stok karbon dari kedua jenis vegetasi tersebut bergantung pada cara hidup dan tumbuh dari tanaman air.

Selanjutnya untuk vegetasi yang berada pada ekosistem terestial, nilai berat karbon dan nilai simpanan/stok karbon tertinggi terdapat pada jenis vegetasi pinus sebesar 7,93 TonC/ha/tahun dan 29,6 TonCO2eq/ha/tahun. Sedangkan nilai berat karbon dan nilai

simpanan/stok karbon terendah terdapat pada jenis vegetasi Agathis loranthifolia sebesar 2,4 TonC/ha/tahun dan 8,8 TonCO2eq/ha/tahun. Dari data perbandingan tersebut dapat

disimpulkan bahwa penyerapan karbon oleh jenis tanaman air bisa dimanfaatkan untuk menjadi pertimbangan solusi dalam mitigasi perubahan iklim global.

5.7. Pengelolaan Seroja di Situ Burung

Keberadaan vegetasi air/Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ Burung memberikan pengaruh yang besar terhadap keberadaan Situ Burung, karena keberadaan tanaman ini dapat mempengaruhi fungsi dan peranan dari Situ Burung. Seroja (Nelumbo nucifera) merupakan vegetasi air yang dominan di Situ Burung. Keberadaan Seroja mempunyai pengaruh positif dan juga pengaruh negatif. Pengaruh positif yang diberikan Seroja terhadap Situ burung adalah dapat meningkatkan kualitas perairan Situ burung. Hasil ini mengacu kepada PP No. 81 tahun 2001 karena seluruh nilai parameter fisika dan kimia masuk ke dalam batas normal yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Meningkatnya kualitas (kejernihan) perairan Situ burung karena Seroja dapat pula berfungsi sebagai penjebak sedimen atau sediment trap. Hal disebabkan oleh kemampuan Seroja dalam menghilangkan beban pencemaran yang ada di dalam perairan Situ burung melalui mekanisme koagulasi dan flokulasi (Khiatuddin 2003). Di samping itu, vegetasi Seroja memberikan tempat tinggal bagi organisme akuatik untuk mencari makan dan tempat berpijah bagi ikan. Dampak positif lainnya yang diberikan tanaman Seroja adalah mampu menyerap karbondioksida secara langsung dari atmosfer. Hal ini dikarenakan secara umum tanaman merupakan organisme autotroph yaitu mampu menghasilkan makanannya sendiri melalui proses fotosintesis. Kegiatan fotosintesis dalam tanaman Seroja dilakukan di dalam daun karena daun Seroja mempunyai organ chlorenchyme (Vogel 2004). Chlorenchyme merupakan rongga di dalam daun Seroja yang mempunyai pigmen zat hijau daun

(24)

(chlorophyl), pigmen inilah yang bertugas dalam melakukan proses fotosintesis di dalam tanaman Seroja.

Pada urairan sebelumnya dijelaskan bahwa Seroja berpotensi sebagai agen penyerap karbondioksida dari atmosfer, karena bagian Seroja yang berkontribusi besar dalam menyerap karbon dari atmosfer adalah daun. Hal ini didasarkan pada ukuran diameter daun yang berkorelasi positif dengan berat kering daun Seroja. Semakin lebar ukuran diameter daunnya maka nilai berat kering daun Seroja juga semakin besar sehingga nantinya nilai berat kering daun Seroja dapat digunakan dalam menentukkan nilai simpanan/stok karbon. Hal ini berbeda dengan tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes). Menurut Sumolang (2009) organ pada eceng gondok yang berkontribusi besar dalam menyerap karbondioksida dari atmosfer adalah bagian batang. Semakin panjang batang/petiole dalam tanaman eceng gondok maka nilai berat keringnya akan semakin besar sehingga nantinya nilai berat kering batang/petiole dapat digunakan dalam menentukkan nilai simpanan/stok karbon.

Dampak positif yang lainnya yang diberikan tanaman Seroja yaitu bisa dimanfaatkan untuk bidang kesehatan dan dapat dikonsumsi sebagai makanan. Menurut (La-ongsri 2008) semua bagian dari tanaman Seroja bisa dikonsumsi terutama di negara Thailand. Hal ini dikarenakan tanaman Seroja sudah dianggap sebagai komoditi yang memiliki aspek nilai ekonomis penting. Berikut ini adalah estimasi nilai ekonomi dari tanaman Seroja (La-Ongsri 2008):

Tabel 14. Estimasi nilai ekonomi dari tanaman Seroja Bagian yang

dijual

Unit Harga per unit (US dollars) Stolon Kg 0,6-0,9 Rhizoma Kg 0,3 Dedaunan Kg 0,45 Bunga 1 bunga 0,3 Benang sari Kg 7,5-9,00 Benih Kg 6,00

(25)

Dampak negatif yang diberikan tanaman Seroja kepada Situ Burung yaitu dapat mengakibatkan peristiwa sedimentasi. Keberadaan vegetasi Seroja memberikan pengaruh langsung terhadap keadaan substrat dasar perairan karena bertipe tanaman air yang mencuat ke atas permukaan. Hal ini berdasarkan atas bentuk morfologi akarnya yang bersifat akar rimpang. Ketika Seroja mengalami siklus hidup biologi yaitu menjadi serasah, maka serasah-serasah ini akan terdekomposisi menjadi bahan organik melalui proses aerob oleh mikroba, sehingga akan meningkatkan kosentrasi bahan organik yang ada di Situ Burung. Tingginya bahan organik ini akan berdampak pada kondisi fisik dari Situ yaitu adanya sedimentasi.

Faktor yang menyebabkan terjadinya sedimentasi di Situ burung bukan hanya dari adanya tanaman Seroja yang dominan melainkan juga adanya proses erosi tanah di bagian tepi Situ. Dilihat dari bentuk Situ, pada bagian utara Situ, tepiannya sudah dilakukan upaya betonisasi, tetapi pada bagian Selatan belum dilakukan upaya tersebut. Sehingga pada saat hujan, limpasan (run off) bahan organik yang masuk dari daratan menuju badan/kolom Situ akan lebih cepat pada bagian Selatan. Hal ini akan berdampak pada kelimpahan bahan organik meningkat dan secara langsung akan mempercepat proses sedimentasi di Situ Burung.

Keberadaan Seroja juga dapat mempengaruhi volume total air yang ada di danau, karena Seroja memiliki diameter daun yang cukup besar sehingga akan memperbesar jumlah air yang lepas ke udara melalui proses evapotranspirasi. Evapotranspirasi adalah gabungan dari dua istilah, yakni evaporasi dan transpirasi. Peristiwa evaporasi air dari permukaan tanah ke atmosfer dan transpirasi tanaman (proses kehilangan air dalam bentuk uap dalam jaringan tanaman melalui organ yang ada di bagian daun). Proses ini berlangsung secara bersama-sama.

Organ yang berkontribusi dalam peristiwa evapotranspirasi pada tanaman seroja yaitu

aerenchyme dan stomata daun. Penguapan air diakibatkan oleh pergerakan massa air dari

sumbernya seperti tanah dan badan air sedangkan transpirasi diakibatkan oleh peristiwa pertukaran gas dan uap air yang hilang di dalam tubuh tanaman menuju atmosfer akibat adanya uap air yang hilang di dalam bagian stomata pada daun tanaman (Wikipedia 2010). Organ tanaman Seroja yang mampu menjaga ketersedian air didalam tubuh seroja adalah

aerencyme. Aerenchyme bertugas sebagai rongga udara di bagian batang sebagai jalur

penghubung antara akar dan daun untuk jalur transportasi gas dan air, sedangkan stomata berfungsi sebagai tempat keluar masuknya gas dan uap air yang ada di dalam tanaman seroja (Vogel 2004).

(26)

Ketika tanaman seroja menjadi dominan di perairan Situ Burung, maka laju evapotranspirasi di dalam perairan Situ Burung akan semakin besar. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya volume air di dalam perairan Situ Burung karena tanaman Seroja merupakan tanaman yang berumur pendek. Menurut Chang (1974) in Usman (2004) tanaman yang berumur pendek mempunyai evapotranspirasi potensial (ETp) yang tinggi yang akan mengakibatkan laju dari evapotranspirasi dari tanaman tersebut menjadi maksimum. Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya volume air yang ada di perairan danau atau situ. Berkurangnya volume air di Situ burung tidak hanya disebabkan oleh efek evapotranspirasi melainkan juga disebabkan oleh intensitas sinar matahari, karena letak Situ burung berada dekat dengan garis ekuator sehingga intensitas sinar matahari tersedia sepanjang tahun.

Efek negatif yang diberikan oleh tanaman Seroja adalah seroja dapat menjadi gulma perairan. Menurut Naibaho (2004) tanaman Seroja dapat menjadi gulma perairan jika memiliki luas persentase penutupa lebih dari 25 % dari luas permukaan perairan danau. Ketika Seroja menjadi gulma perairan maka cara yang dipakai adalah dengan pemanenan secara berkala. Pemanenan itu bertujuan untuk menghindari tanaman Seroja menjadi gulma. Pemanenan itu dilakukan sesuai dengan siklus hidup tanaman Seroja. Hal ini bertujuan untuk menjaga status keberadaan tanaman Seroja sehingga dapat terjaga dalam jangka panjang. Akan tetapi, hasil pemanenan dari tanaman Seroja belum bisa dimanfaatkan lebih lanjut. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan informasi mengenai manfaat dari tanaman Seroja, karena sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya warga desa Cikarawang, Kabupaten Bogor yang masih menganggap bahwa seroja merupakan tanaman yang bersifat pengganggu/gulma perairan. Dengan demikian diperlukan adanya suatu strategi pengelolaan Situ Burung yang tepat untuk menjaga keberadaan Situ Burung dan Tanaman Seroja dalam jangka waktu yang lama.

Gambar

Gambar 9. Peta Situ Burung pada musim hujan (www.map.google.com ; surfer 8.0)
Tabel 4. Parameter Fisika Kimia Perairan: Sumber PP No.82 tahun 2001 kelas 2 dan Data primer, 2010 (diolah)
Gambar  10.  Nilai  DO  (Dissolved  Oxygen)  di  setiap  stasiun  pengamatan  pada  bagian  permukaan dan kolom perairan
Gambar  11.    Nilai  BOD  (Biochemical  Oxygen  Demand)  di  setiap  stasiun  pengamatan  pada  bagian permukaan dan kolom perairan
+7

Referensi

Dokumen terkait

No

personil domestik, seperti asisten rumah tangga, tukang kebun, dan lain sebagainya yang menyediakan jasa untuk melayani rumah tangga atau anggota rumah tangga (golongan

Data prediksi tersebut berupa hasil pengklasifikasian yang dihasilkan dari algoritma yang digunakan yaitu SentiStrength, sedangkan data aktual tersebut berupa

Berdasarkan persoalan ini, maka judul yang diangkat adalah Bagaimana Dampak Iklan Kampanye pemilihan Gubernur NTT Periode 2008-2013 di Surat Kabar Harian Umum (SKHU)

Pada uji ini terdapat hubungan yang signifikan antara penurunan kadar glukosa darah dengan peningkatan asupan energi selama intervensi (p&lt;0,05)... Korelasi IMT

Ini adalah struktur sederhana yang dapat digunakan untuk menyimpan kentang di lapangan. 7al ini berguna ketika seseorang tidak ingin berin'estasi dalam

Wilayah Musi Rawas Utara bagian barat, Lubuk Linggau, Muara Enim bagian tengah, OKU, OKU Selatan bagian timur, Banyuasin dan sebagian besar OKI mengalami sifat

Hal ini sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (1989:17) yang menyatakan bahwa apabila suatu masalah telah ditulis perlu ditentukan ruang lingkupnya. Ruang lingkup