ANALISA PELAT PERSEGI PANJANG DENGAN METODE
HIRZFELD DAN METODE M.LEVY
(STUDI LITERATUR)
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh:
RICHARD A.SIHOMBING
03 0404 022
PROGRAM STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
ABSTRAK
Struktur bangunan memiliki beberapa bagian, salah satu adalah pelat yang
digunakan sebagai lantai tempat aktivitas berlangsung. Seperti bagian struktur yang
lain, analisa pelat juga harus dilakukan dalam perencanan untuk mendapatkan
dimensi yang kokoh, aman dan tentu saja ekonomis. Analisa yang dilakukan adalah
untuk mendapatkan besaran-besaran lendutan, momen lapangan dan momen
tumpuan yang akan digunakan dalam proses perencanaan. Diantara analisa pelat
yang biasa digunakan adalah analisa pelat Metode Hirzfeld (2001) dan metode
M.Levy (1985) .Pelat yang ditinjau adalah pelat persegi-panjang dua arah dengan
beban lateral terbagi merata dengan seluruh tepinya memiliki perletakan sederhana,
pelat persegi-panjang dengan dua tepi yang berhadapan ditumpu secara sederhana
dan dua sisi lainnya terjepit, pelat persegi-panjang yang ketiga tepinya ditumpu
sederhana dan satu tepinya terjepit, dan pelat persegi-panjang yang semua tepinya
terjepit.
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi literatur dengan
terlebih dahulu mengumpulkan bahan - bahan yang berhubungan dengan
permasalahan, kemudian manganalisa teori – teori ( metode ) yang berhubungan
dengan tugas akhir tersebut. Setelah itu membandingkan kedua metode yaitu
Hirzfeld (2001) dan M.Levy (1985) lewat contoh – contoh kasus. Dan menarik
kesimpulan dari hasil analisa tersebut.
Hasil analisa dalam tulisan ini menunjukkan bahwa baik lendutan maupun
Momen yang dihasilkan dari analisa metode Hirzfeld lebih besar dibandingkan
dengan metode M.Levy, dan dari hasil analisa juga didapat bahwa metode Hirzfeld
Daftar
Isi
Abstrak__________________________________________________________ i
Kata Pengantar____________________________________________________ ii
Daftar Isi_________________________________________________________ iv
Daftar Notasi______________________________________________________vi
BAB I PENDAHULUAN__________________________________________ 1
1.1 Umum_______________________________________________________
1.2 Latar Belakang Masalah_________________________________________
1.3 Maksud dan Tujuan_____________________________________________
1.4 Pembatasan Masalah____________________________________________
1.5 Metode Pembahasan____________________________________________
BAB II DASAR TEORI
2.1 Umum________________________________________________________
2.2 Pengenalan Teori Elastisitas_______________________________________
2.3 Persamaan Differensial Pelat ______________________________________
2.4 Kondisi tepi Menurut Teori Lentur__________________________________
2.5 Deret Fourier dalam Penyelesaian Persamaan Differensial Pelat___________
BAB III ANALISA PELAT PERSEGI PANJANG
3.A Metode Hirzfeld______________________________________________
Sederhana pada Keempat Sisinya ( kasus 1 )________________________
3.a.2 Analisa Pelat Persegi-Panjang dengan Dua Tepi yang Berhadapan
Ditumpu Secara Sederhana dan Dua sisi Lainnya Dijepit ( kasus 2 )_____
3.a.3 Analisa Pelat Persegi-Panjang yang Ketiga Tepinya Ditumpu
Secara Sederhana dan Satu Tepinya Terjepit. ( kasus 3 )______________
3.a.4 Analisa Pelat Persegi-Panjang yang Semua Tepinya Terjepit ( kasus 4 )__
3.B Metode M.Levy
3.b.1 Analisa Pelat Persegi-Panjang yang Ditumpu Secara
Sederhana pada Keempat Sisinya ( kasus 1 )_______________________
3.b.2 Lenturan pelat persegi-panjang Akibat Momen
yang Terbagi Sepanjang Tepi-tepinya ____________________________
3.b.3 Analisa Pelat Persegi-Panjang dengan Dua Tepi yang Berhadapan
Ditumpu Secara Sederhana dan Dua sisi Lainnya Dijepit ( kasus 2 )_____
3.b.4 Analisa Pelat Persegi-Panjang yang Ketiga Tepinya Ditumpu
Secara Sederhana dan Satu Tepinya Terjepit. ( kasus 3 )_____________
3.b.5 Analisa Pelat Persegi-Panjang yang Semua Tepinya Terjepit ( kasus 4 )__
BAB IV PERBANDINGAN METODE HIRZFELD
DAN METODE M.LEVY
4.1 Analisa Pelat Persegi-Panjang yang Ditumpu Secara
Sederhana pada Keempat Sisinya ( kasus 1 )_______________________
4.2 Analisa Pelat Persegi-Panjang dengan Dua Tepi yang Berhadapan
Ditumpu Secara Sederhana dan Dua sisi Lainnya Dijepit ( kasus 2 )____
Secara Sederhana dan Satu Tepinya Terjepit. ( kasus 3 )______________
4.4 Analisa Pelat Persegi-Panjang yang Semua Tepinya Terjepit ( Kasus 4 )_
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan________________________________________________
5.2 Saran______________________________________________________
DAFTAR PUSTAKA_______________________________________________
Daftar Notasi
b
a, Dimensi linear pelat dalam arah X dan Y
D,Dx,Dy Ketegaran lentur Pelat
E modulus Elastisitas
G Modulus geser
h Tebal Pelat
I Momen inersia
y x l
l , Dimensi linear pelat dalam arah X dan Y
i
m, Bilangan bulat positif ( 1,2,3,.. ) yanga menyatakan suku deret
0
M Momen lentur yang didistribusikan disepanjang tepi terjepit
y x M
M , Momen dalam arah X dan Y
y x Q
Q , Gaya geser
q Gaya lateral
y x p
p , Faktor beban
r ,ε Perbandingan rasio panjang/lebar
T Periode fungsi
) (x
f Lendutan balok
f Lendutan Pelat
v Rasio Poisson
z y
x, , Koordinat Kartesius
α Koefesien Lendutan
y x B B
B, , Koefesien momen lapangan
y x γ γ
γ, , Koefesien momen tumpuan
m m β
α , Konstanta
z y x ε ε
ε , , komponen regangan normal
xy γ
γ, Regangan geser
z y x σ σ
σ , , Komponen tegangan normal
xy τ
τ, Tegangan geser
k
ABSTRAK
Struktur bangunan memiliki beberapa bagian, salah satu adalah pelat yang
digunakan sebagai lantai tempat aktivitas berlangsung. Seperti bagian struktur yang
lain, analisa pelat juga harus dilakukan dalam perencanan untuk mendapatkan
dimensi yang kokoh, aman dan tentu saja ekonomis. Analisa yang dilakukan adalah
untuk mendapatkan besaran-besaran lendutan, momen lapangan dan momen
tumpuan yang akan digunakan dalam proses perencanaan. Diantara analisa pelat
yang biasa digunakan adalah analisa pelat Metode Hirzfeld (2001) dan metode
M.Levy (1985) .Pelat yang ditinjau adalah pelat persegi-panjang dua arah dengan
beban lateral terbagi merata dengan seluruh tepinya memiliki perletakan sederhana,
pelat persegi-panjang dengan dua tepi yang berhadapan ditumpu secara sederhana
dan dua sisi lainnya terjepit, pelat persegi-panjang yang ketiga tepinya ditumpu
sederhana dan satu tepinya terjepit, dan pelat persegi-panjang yang semua tepinya
terjepit.
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi literatur dengan
terlebih dahulu mengumpulkan bahan - bahan yang berhubungan dengan
permasalahan, kemudian manganalisa teori – teori ( metode ) yang berhubungan
dengan tugas akhir tersebut. Setelah itu membandingkan kedua metode yaitu
Hirzfeld (2001) dan M.Levy (1985) lewat contoh – contoh kasus. Dan menarik
kesimpulan dari hasil analisa tersebut.
Hasil analisa dalam tulisan ini menunjukkan bahwa baik lendutan maupun
Momen yang dihasilkan dari analisa metode Hirzfeld lebih besar dibandingkan
dengan metode M.Levy, dan dari hasil analisa juga didapat bahwa metode Hirzfeld
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Perkembangan perencanaan konstruksi bangunan bertingkat beberapa tahun
belakangan ini cukup berkembang pesat, hal ini membuktikan bahwa manusia
sebagai pelaku utama berusaha mendapatkan konsep perencanaan lebih aman,
nyaman, praktis dan tentu saja ekonomis. Konstruksi bangunan bertingkat
merupakan satu kesatuan utuh yang terdiri dari beberapa bagian seperti pondasi,
balok, kolom, dinding bangunan, atap dan pelat harus direncanakan sedemikian rupa
agar kondisi kondisi ideal tersebut dapat terpenuhi.
Salah satu bagian dalam konstruksi bangunan bertingkat ialah pelat. Pelat
merupakan struktur bidang yang lurus ( datar atau tidak melengkung ) yang tebalnya
jauh lebih kecil di bandingkan dimensi lain. Geometri suatu pelat bisa di batasi oleh
garis lurus atau garis lengkung. Ditinjau dari segi statika, jenis tumpuan pelat bisa
bebas ( free ), bertumpuan sederhana ( simply supported ) dan jepit (clip ). Beban
statis dan dinamis yang di pikul pelat umumnya tegak lurus bidang permukaan pelat.
Keragaman dimensi pelat persegi yang merupakan besaran rasio antara panjang
dan lebar pelat( b/a atapun ly/lx ) dan kondisi kondisi tepi serta beban yang bekerja
memberikan pengaruh pada perilaku pelat persegi panjang.
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:14)
Gambar 1.1.Rasio panjang dan lebar pelat a
b ly
Keterangan
- Ly = b =Rasio panjang
- Lx = a =Rasio lebar
Y
X
Ada beberapa metode analisa yang dapat digunakan untuk menentukan besaran-
besaran yang di timbulkan seperti lendutan, momen, reaksi perletakan dan peralihan
untuk masing – masing kasus. Besaran – besaran tersebut akan sangat
mempengaruhi dalam merencanakan sehingga di perlukan analisa yang cukup akurat
agar struktur pelat yang akan di desain itu mampu memikul beban – beban yang
bekerja.
Sebagai perencana, mengetahui dan memahami pelbagai metode analisa
perencanaan pelat merupakan usaha untuk mendapatkan kondisi yang mampu
menghasilkan konstruksi bangunan bertingkat yang aman, nyaman dan ekonomis.
Dalam tugas akhir ini analisa yang dilakukan ialah membandingkan metode Hirzfeld
( 2001 ) dengan metode M.Levy ( 1992 ) untuk pelat persegi panjang dengan
berbagai kondisi perletakan. Kedua metode ini memiliki karakteristik tersendiri
dalam penentuan perilaku pelat yang terjadi akibat pembebanan. Metode yang akan
digunakan adalah metode yang memiliki kemudahan dalam penggunaan dengan
tetap mengedepankan prinsip keamanan struktur bangunan.
1.2Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan dari pembahasan tugas ahkir ini adalah :
1. Membahas analisa pelat persegi panjang dengan metode Hirzfeld ( 2001 )
2. Menghitung besarnya perbedaan perilaku pelat persegi panjang yang di
hasilkan dari analisa kedua metode tersebut yang berupa koefisien lendutan
dan momen.
3. Membandingkan hasil analisa pelat persegi panjang metode Hirzfeld ( 2001 ) dengan M.Levy ( 1992 ) berdasarkan perbandingan dimensi panjang dan
lebar pelat (ly/lx atau b/a ) .
1.3 Pembatasan masalah
Dalam menganalisa dan membandingkan kedua metode perhitungan pelat
tersebut, penulis akan membatasi permasalahan dengan tujuan memfokuskan kepada
pokok pokok permasalahan dan penyederhanan perhitungan. Pembatasan masalah
adalah sebagai berikut :
1. Material yang di bahs dalam analisa ini adalah beton yang di anggap
homogen dan isotropis.
2. Beban yang digunakan adalah beban lateral terbagi merata dimana
merupakan beban total dari penjumlahan beban mati dan beban hidup.
3. Pelat yang di tinjau adalah pelat dua arah ( two way slab ) dengan bentuk
persegi panjang.Pelat dua arah ( two way slab ) adalah pelat dengan rasio
perbandingan ly/lx atau b/a < 3 sedangkan pelat satu arah ( one way slab )
adalah pelat dengan rasio perbandingan ly/lx atau b/a > 3 .
4. Perletakan yang di bahas berupa :
a. kasus 1 : Seluruh tepi memiliki perletakan sederhana
Ly b
Ly b
Lx a
Gambar 1.2.Perletakan sederhana
b. kasus 2 :Dua tepi yang berhadapan ditumpu secara sederhana dan dua sisi lainnya
( sisi lx atau a ) dijepit.
Ly
Lx a
Gambar 1.3.Perletakan dengan dua tepi yang berhadapan ditumpu secara sederhana
dan dua sisi lainnya ( sisi lx atau a ) dijepit.
c. kasus 3 :Ketiga tepinya ditumpu secara sederhana dan satu tepinya (sisi lx atau a )
terjepit.
Ly Ly Ly
Ly b
Gambar 1.4.Perletakan dengan ketiga tepinya ditumpu secara sederhana dan satu
tepinya (sisi lx atau a ) terjepit.
d. kasus 4 : semua tepinya terjepit sempurna
Lx a
Gambar 1.5.Perletakan dengan semua tepinya terjepit sempurna
Dimana kesepakatan jenis tumpuan adalah :
• Perletakan
Lx Lx Lx
1.Perletakan bebas 2.Perletakan sederhana 3.Perletakan terjepit
1.4 Metodologi
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi literatur dengan terlebih
dahulu mengumpulkan bahan-bahan yang berhubungan dengan permasalahan,
kemudian menganalisa teori – teori ( metode ) yang berhubungan tugas akhir
tersebut, setelah itu membandingkan kedua metode yang ada yaitu Hirzfeld ( 2001 )
dan M.Levy ( 1992 ) lewat contoh-contoh kasus. Dari Perbandingan kedua metode
tersebut akan ditarik kesimpulan akurat yang bersesuaian dengan teori yang telah
BAB II DASAR TEORI
2.1 Umum
Pelat beton (slab) merupakan elemen struktur yang paling luas digunakan
dalam bentuk lantai dan atap bangunan untuk menompang beban normal pada
permukaannya. Pelat tersebut dapat ditopang pada dinding atau balok secara
langsung pada kolom. Balok yang menompang pelat dipertimbangkan (dianggap)
kaku dengan lendutan (deflection) relative sangat kecil jika dibandingkan lendutan
pelat. Pelat yang ditopang pada dinding atau balok diklasifikasikan sebagai pelat
dengan tumpuan tepi (edge supported slabs). Pelat yang ditopang secara langsung
pada kolom tanpa balok dikenal sebagai pelat cendawan (flat slabs).
Pelat tumpuan tepi secara umum berbentuk persegi, namun dapat juga dalam
berbagai bentuk seperti segitiga, trapesium, lingkaran dan lainnya. Beban
ditransfer dari pelat dalam bentuk momen lentur, geser dan torsi ketumpuan. Seperti
pelat yang ditumpu pada dua sisi yang sejajar (gambar 2.1a) yang memikul beban
lentur dalam arah sejajar memanjang pada tumpuannya. Hal ini dikenal sebagai pelat
satu arah dan sebenarnya merupakan suatu balok dengan dimensi lebar yang besar.
Pelat yang ditumpu pada keempat sisinya juga dapat merupakan pelat satu arah (one
way slab) jika dimensi sepanjangnya sangat besar dibandingkan dengan lebarnya.
Pelat persegi panjang dengan dimensi panjang tidak terlalu besar dibandingkan
dengan dimensi lebarnya atau pelat bujur sangkar yang didukung pada keempat
sebagai pelat dua arah (two way slab). Dan pada tulisan ini hanya akan dibahas pelat
dua arah (two way slab).
(b) Pelat satu arah tumpuan sederhana
(a) Pelat satu arah tumpuan sederhana
(c) pelat dua arah dengan
perletakan sederhana yang
ditumpu pada dinding
Gambar 2.1.Pelat satu arah dan dua arah
Pelat dua arah adalah struktur statis tak tentu tingkat tinggi. Analisanya harus
selalu memenuhi prinsip-prinsip dasar statika secara teoritis seharusnya
mempertimbangkan pengekangan terhadap rotasi dan translasi yang diakibatkan
sistem perletakan.
b
L
Masonry
support
b
L<2b
Masonry
support
b
2.2 Pengenalan Teori Elastisitas
Teori elastisitas merupakan cabang yang penting dari fisika matematis, yang
mengkaji hubungan antara gaya, perpindahan, tegangan, dan regangan dalam benda
elastis. Bila suatu benda pejal dibebani oleh gaya luar benda tersebut akan berubah
bentuk/berdeformasi (Gambar 2.2), sehingga timbul tegangan dan regangan dalam.
Perubahan bentuk ini tergantung pada konfigurasi geometris dari benda tersebut dan
pada sifat mekanis bahannya. Dalam teori elastisitas, pembahasan hanya dibatasi
hanya pada bahan elastis linear, yaitu keadaan dimana hubungan antara tegangan
dan regangan bersifat linear, dan perubahan bentuk serta tegangan akan hilang bila
gaya luar dihilangkan. Selain itu teori elastiitas klasik menganggap bahan bersifat
homogen dan isotropik, dengan demikian, sifat mekanis bahan sama dalam segala
arah. Walaupun bahan-bahan struktural tidak tepat memenuhi semua anggapan ini,
pengujian menunjukkan bahwa untuk sruktur baja, misalnya, teori elstisitas
memberikan hasil dengan ketetapan yang tinggi, asal tegangannya masih berada
dibawah titik leleh (yield point). Teori pelat klasik yang merumuskan dan
menyelesaikan masalah pelat berdasarkan analisis matematis yang eksak, merupakan
penerapan khusus yang penting dari elastis. Oleh karena itu, pengertian menyeluruh
tentang konsep dasarnya,notasi, denfinisi, dan lainnya, sangat penting. Tujuan dari
bagian ini ialah mengenalkan dasar dalam bentuk yang ringkas.
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:14)
a. Keadaan tegangan pada benda elastis
Dalam statika benda tegar (rigid body), disini akan dikaji gaya luar yang
bekerja pada suatu benda tidak meinjau perubahan bentuk yang timbul. Sebaliknya,
dalam teori elastisitas, ditinjau perubahan bentuk akibat gaya luar. Melalui
perubahan bentuk pada benda tersebut, gaya-gaya luar dikonversi menjadi gaya-gaya
dalam.
Kita mulai dengan meninjau suatu benda elsatis dengan bentuk sembarang
dalam system koordinat cartesius X, Y, Z, yang memikul gaya luar yang berada
dalam keseimbangan. Untuk menentukan gaya dalam yang timbul di antara
partikel-partikel benda tersebut, kita bayangkan benda tersebut dipenggal menjadi dua bagian
oleh suatu bidang, seperti pada Gambar 2.3a. Jika sekarang kita bayangkan bahwa
bagian B dihilangan, keseimbangan benda tersebut harus dipertahankan oleh
gaya-gaya luar yang bekerja pada permukaan penampangnya. Marilah kita ambil suatu
luas ∆A yang kecil pada penampang tersebut dan kita nyatakan gaya dalam yang
bekarja pada luas ini sebagai ∆ P (Gambar 2.3b). perbandingan ∆ P/∆A adalah
tegangan rata rata, yang didefinisikan sebagai limit dari perbandingan; jadi
Tegangan =
A P P
A ∆
∆
=∆lim→0 (gaya per satuan luas) (2.1)
Karena ∆P ummnya tidak tegak lurus penampang, kita lebih mudah menggunakan
komponen normal (tegak lurus) dan tangensialnya (sebidang). Dengan demikian
definisi tegangan normal (σ) dan tegangan geser (τ) (Gambar 2.3b) adalah
A Pn
A ∆
∆ =∆lim→0
σ dan
A Pt
A ∆
∆ =∆lim→0
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:14)
Gambar 2.3. Metode Irisan
Perlu diperhatikan bahwa tegangan pada suatu bidang adalah vektor tegangan.
Resultan tegangan dengan mudah dapat dicari dengan penjumlahan vektor dari
komponen-komponennya. Keadaan tegangan pada benda elastis biasanya bervariasi
dari satu titik ke titik lainnya; jadi, kita dapat tuliskan σ(x,y,z) dan τ(x,y,z).
Untuk menggambarkan keadaan tegangan tiga-dimensi, kita ambil suatu
elemen yang kecil dalam bentuk kontak (dx dy dz) yang mukanya sejajar dengan
bidang koordinat, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4. Komponen tegangan
normal X, Y, dan Z, masing-masing diberi notasi σx,σy, dan σz . Subskribnya(
subscript/huruf bawah) menunjukkan garis normal (tegak lurus) permukaan tempat
vector tegangan tersebut bekerja. Tegangan geser τ biasanya memiliki dua subskrib.
Subskrib pertama menunjukkan arah garis normal permukaan, sedang subskrib kedua
[ ]
=
y zy zx
yz y yx
xz xy x
σ τ
τ σ τ
τσ τ τ σ
letaknya pada suatu benda, intensitasnya akan berubah bila bidang rujuknya
digerakkan sejauh dx, dy, dz. Pertambahan yang timbul dinyatakan oleh dua suku
pertama dari deret Taylor (Gambar 2.4)
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:15)
Gambar 2.4. Elemen tiga dimensi
Perjanjian tanda berikut akan digunakan dalam pembahasan berikutnya. Pada bidang
dekat suatu elemen (dipandang dari ujung-ujung sumbu koordinat positif dianggap
positif. Pada bidang jauh suatu elemen, semua tegangan yang bekerja pada arah
sumbuh koordinat negatif dianggap positif. Perjanjian tanda ini mengikuti aturan
umum yang dipakai dalam praktek bidang teknik; yakni, tarikan bertanda positif dan
tekanan bertanda negatif.
Keadaan tegangan tiga-dimensi di sembarang titik benda elastis ditentukan
oleh sembilan komponen tensor tegangan dengan matriks
(2.3)
yang simetris terhadap diagonal utama. Dimana Tensor adalah besaran yang
yx xy τ
τ = τxz =τzx τyz =τzy
ini dalam teori elastis adalah rotasi sumbu. Tensor orde dua dinyatakan dalam bentuk
(Szilard,1989:15). Karena sifat simetris ini,
dan (2.4)
Dalam beberapa literatur, Persaman (2.1) disebut hukum timbale-balik tegangan
geser dan mudah dibuktikan dengan mengambil momen dari tegangan-tegangan
terhadap sumbu koordinat. Sementara keadaan tegangan dalam pelat yang tebal
bersifat tiga-dimensi, pelat tipis yang memiliki ketegangan lentur yang mempunyai
keadaan tiga-dimensi yang tidak sempurna; yakni, semua komponen tegagan
permukaan yang sejajar bidang XY sama dengan nol.
Dalam analisis pelat elastis, keadaan tegangan dua-dimensi berperan penting.
Pada keadaan ini, σz = τyz = τxz = 0; dengan demikian, matriks tensor tegangan yang
bersangkutan menjadi
[ ]
=
z x
σ τ τ σ
σ (2.5)
dimana τ = τxy = τyz.
Misalkan komponen tegangan σx, σy, dan τ = τxy = τyx pada suatu elemen dua
dimensi (Gambar 2.5) dalam system koordinat kartesius diketahui.
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:16)
Dengan demikian, kedua arah tegak lurus ([1], [2]) bidang-bidsang dimana tegangan
geser sama dengan nol (τ = 0) dan tegangan normal σ memiliki nilai ekstrim yang
dapat ditentukan dari
jadi (2.6)
Arah-arah ini disebut arah utama (principal direction). Tegangan normal maksimum
dan minimum yang bekerja pada bidang ini disebut tegangan utama (σ1, σ2) dan
dapat dihitung sebagai
(2.7a)
dengan cara yang sama, tegangan geser maksimum adalah
(2.7b)
Variasi komponen tegangan bila sudut α berubah-ubah dapat ditentukan dari
(2.8)
Persamaan untuk menentukan tegangan tegangan utama [Persamaan (2.6) dan (2.7)],
dan juga persamaan tranformasi tegangan dua-dimensi [Persamaan (2.8)] dapat
diturunkan dan dinyatakan secara grafis dalam lingkaran Mohr (Gambar 2.6).
Oleh karena momen dalam yang bekerja pada elemen pelat merupakan vector
momen yang diperoleh dari komponen tegangan σx, σy, dan τ, momen yang bekerja
pada bidang yang miring, dengan garis normal n (Gambar 2.7), dapat ditentukan
dengan cara yang sama. Jadi, kita dapat tuliskan ;
2 2
tan 0
y x σ
σ τ
α = −
y x σ
σ τ α = tan− 2−
2
1 1
0
2 2 2
, 1
2
2 τ
σ σ σ
σ
σ = x + y + x − y +
2 2 2
1
2 )
( 2 1
τ σ
σ σ
σ
τ = − = x− y + maks
α τ α σ
σ σ σ
σ cos2 sin2
2 2
' = x+ y + x− y +
x
α σ
σ α τ
τ sin2
2 2 cos
' x− y
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:17)
Gambar 2.6 Lingkaran Mohr untuk tegangan
dan (2.9)
α α
α sin sin2
cos2 y 2 yx
x
n m m m
m = + +
α α sin2 2
cos 2
2 yx
y x y x
m m
m m m
+ −
+ + =
α
α sin2
2 2
cos x y
xy nt
m m m
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:17)
Gambar 2.7. Komponen-komponen momen pada bidang miring dalam suatu elemen pelat
Momen-momen utama yang menyatakan nilai ekstrim juga dapat ditentukan dari
lingkaran mohr,
(2.10)
Sudut α0 yang berkaitan dengan letak momen lentur maxmum dan minimum dapat
juga dihitug dari persamaan yang serupa dengan persamaan (2.6):
(2.11)
b. Regangan dan perpindahan
Benda elastis yang diprlihatkan pada Gambar 2.2 ditumpu sedemkian rupa
sehingga perpindahan benda tegar/rigid body (translasi dan rotasi) tidak terjadi.
Karena benda elastis tersebut berubah bentuk akibat gaya luar, setiap titik padanya
( )
(
)
( )
max(
)
2 2min
2 2 max
min
4 2
1
4 2
1 2
xy y
x nt
xy y
x y
x nt
m m
m m
m m
m m
m m
+ −
+ =
+ −
+ + =
y x
xy m m
m a
− = 2
mengalami perpindahan elastis yang kecil. Dengan menyatakan komponen
perpindahan translasiional dalam arah X, Y, Z sebagai u, v, w, dapat dituliskan
u= f1(x,y,z) v= f2(x,y,z) dan w= f3(x,y,z) (2.12)
yang menunjukkan bahwa komponen perpindahan juga merupakan fungsi dari
letaknya.
Untuk menghubungkan perpindahan dan berubah bentuk, kita tinjau
kembali kotang yang sangat kecil dengan sisi dx, dy, dan dz pada suatu benda elastis
(Gambar 2.4). Karena keseluruhan benda elastis ini berubah bentuk, elemen kecil
tersebut juga akan berubah bentuk, yakni panjang sisi dan sudut-sudut antara yang
semula siku-siku juga akan berubah (Gambar 2.8). Dengan membatasi pembatasan
kita pada perubahan bentuk yang kecil, kita definisikan regangan normal, ε , sebagai perubahan panjang satuan. Misalnya, regangan normal dalam arah X adalah
(2.13a)
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:18)
Gambar 2.8. Deformasi suatu elemen ,
dx dx x
∆ =
dimana pertambahan ∆dx dapat dinyatakan denga n suku kedua deret Taylor (∆dx=
(∂u / ∂x)dx); jadi, dapat ditulis
dan (2.13b)
Akibat pengaruh tegangan geser, permukaan elemen tersebut akan berputar (Gambar
2.8b). Sebagai contoh, dengan mengambil proyeksi elemen tersebut pada bidang XY
seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.9, dapat didefinisikan regangan geser
sebagai distorsi sudut; jadi
(2.14)
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:19)
Gambar 2.9. Distorsi yang diproyeksikan
Dengan cara yang sama, kita peroleh
dan (2.15)
Sama halnya dengan tensor tegangan [Persamaan (2.3)] di suatu titik regangan tensor
dapat didefinisikan:
(2.16) ,
x u x
∂ ∂ =
ε ,
y u Y
∂ ∂ =
ε z uz
∂ ∂ =
ε
.
'' '
yx xy
y u x v
γ γ
γ
γ =
∂ ∂ + ∂ ∂ = + =
zx xz
x w z u
γ
γ =
∂ ∂ + ∂ ∂
= yz zy.
y w z v
γ
γ =
∂ ∂ + ∂ ∂ =
[ ]
=
z zy zx
yz y
yx
xz xy z
ε γ
γ ε γ
γ γ γ
ε ε
2 1 2
1
2 1 2
1
2 1 2
c. Hukum Hooke Umum
Untuk bahan struktur yang menunjukkan batas elastis linear yang jelas,
hokum hooke suatu dimensi menghubungkan tegangan dan regangan normal sebagai
,
ε
σ =E (2.17)
dimana E adalah modulus elastis young. Jika tegangan normal bekerja dalam arah X,
perpanjangan εx, diikuti oleh perpendekan lateral; jadi, regangan dalam arah X,Y, dan
Z adalah
dan ( 2.18 )
dengan ν adalah angka poisson yang bekisar antara 0.15 dan 0.35 untuk kebanyakan
bahan struktur. Untuk struktur linear yang mengikuti Hukum Hooke, prinsip
supeposisi dapat diterapkan; dengan demikian, jika tegangan σx, σy, dan σz bekerja
secara bersamaan pada elemen yang kecil tersebut, hukum Hooke diperluas menjadi
(2.19)
Dengan cara yang sama, hubungan antara tegangan dan regangan geser adalah
, G
τ
γ = (2.20)
dimana G adalah modulus elaslisitas geser atau modulus geser/gelincir. Jika
tegangan geser bekerja pada semua permukaan elemen, Persamaan (2.21) menjadi
, 1
xy xy
Gτ
γ = yz 1 yz, Gτ
γ = dan zx 1 zx, Gτ
γ = (2.21)
[
]
[
]
[
( )]
1
) (
1
) (
1
y x z
z
z x y
y
z y x
x
E E E
σ σ ν σ ε
σ σ ν σ ε
σ σ ν σ ε
+ −
=
+ −
=
+ −
=
, E
x x
σ
ε = ,
E x y
σ
ε = ,
E x z
Hubungan antaara modulus elastisitas Young E dan mmodulus geser G adalah
) 1 ( 2 +ν
= G
E , atau .
) 1 ( 2 +ν
= E
G (2.22)
2.3 Persamaan Differensial Pelat dalam Sistem Koordinat Kartesius a. Sistem Koordinat dan Perjanjian Tanda.
Bentuk pelat cukup ditentukan dengan menunjukkan geometri bidang
pusatnya (middle surface), yang merupakan bidang /permukaan yang membagi dua
tebal pelat h setiap titik (Gambar 2.10). Szilard (1989:24) mengatakan teori pelat
dengan lendutan kecil. Yang sering kali disebut teori Kirchhoff dan Love, didasarkan
pada anggapan berikut:
1. Bahan pelat bersifat elastis, homogen, dan isotropis
2. Pelat pada mulanya datar
3. Tebal pelat relatif kecil dibandingkan dengan dimensi lainnya. Dimensi
lateral terkecil pada pelat paling sedikit sepuluh kali lebih besar daripada
ketebalannya
4. Lendutan sangat kecil dibandingkan dengan pelat. Lendutan maksimum
sebesar sepersepuluh sampai seperlima tebal pelat dianggap sebagai batasan
untuk teori lendutan yang kecil. Batasan ini juga dapat dinyatakan dalam
panjang pelat; misalnya, lendutan maksimum lebih kecil dari satu perlima
puluh panjang bentang yang terkecil
5. Kemiringan bidang pusat yang melendut jauh lebih kecil dari satu
6. Perubahan bentuk pelat bersifat sedemikian rupa sehingga garis lurus yang
semula tegak lurus bidang pusat pelat, tetap berupa garis lurus dan tetap tegak
7. Lendutan pelat diakibatkan oleh perpindahan titik-titik bidang pusat yang
tegak lurus awalnya
8. Besarnya tegangan yang lurus bidang pusat sangat kecil sehingga bias
diabaikan. Banyak dari anggapa ini terkenal karena sama seperti balok dasar.
Pengujian dengan skala kecil dan besar telah membuktikan berlakunya
anggapan-anggapan tersebut.
9. Pada kasus pelat yang memiliki daya tahan lentur, anggapan penyerdehanaan
tambahan dapat juga dibuat: regangan pada bidang pusat akibat gaya-gaya
sebidang biasanya dapat diabaikan jika dibandingkan dengan regangan akibat
lentur (teori pelat internasional)
Untuk pelat segiempat (persegi), pemakaian system koordinat kartesius
merupakan cara yang paling mudah (Gambar 2.10). Gaya luar dan dalam serta
komponen lendutan u, v, dan w dianggap positif bila searah dengan arah positif
sumbu koordinat X, Y, dan Z. Dalam praktik bidang teknik, momen positif
menimbulkan tarikan pada serat yang terletak dibagian bawah struktur. Perjanjian
tanda seperti ini juga berlaku untuk pelat.
Kita tinjau suatu kotak kecil yang dipotong dari sebuah pelat pada (Gambar
2.11). Kemudian kita berikan gaya dalam dan momen positif pada bidang-bidang
dekat (near face). Agar elemen tersebut seimbang, gaya dalam momen negatif harus
bekerja pada bidang jauhnya (far side). Subkrip pertama pada gaya dalam
menunjukkan arah garis normal (garis tegak lurus) permukaan penampang tempat
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:25)
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:26)
Gambar 2.11. Gaya dalam dan luar pada elemen bidang pusat
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:25)
b. Keseimbangan elemen pelat
Dengan menganggap pelat hanya memikul beban lateral, diantara keenam
persamaan keseimbangan dasar hanya tiga persamaan berikut yang digunakan:
dan (2.23)
Perilaku pelat dalam banyak hal analog dengan perilaku jaringan silang dua
dimensi. Jadi beban luar Pz dipikul oleh gaya transversal Qx dan Qy serta oleh momen
lentur Mx dan My. perbedaan yang jelas dengan aksi jaringan balok silang
dua-dimensi ialah adanya momen puntir Mxy dan Myx (Gambar 2.11a). Dalam teori pelat,
umumnya gaya dalam dan momen dinyatakan persatuan panjang bidang pusat
(Gambar 2.11b). Untuk membedakan gaya dalam ini dengan resultan yang disebut
diatas, notasi Qx, Qy, Mx, My, Mxy, dan Myx, akan digunakan disini.
Prosedur untuk menurunkan persamaan differensial keseimbangan adalah
sebagai berikut:
1. Pilih system koordinat yang memudahkan dan gambarkan suatu
elemen pelat (gambar 2.11)
2. Tinjaulah semua gaya dalam dan luar yang bekerja pada elemen
tersebut
3. Berikan gaya dalam positif dengan penambahannya
(qx+…qy+…dan seterusnya) pada bidang dekat
4. Beriakan gaya dalam negatif pada bidang jauh
5. Nyatakan pertambahan tersebut dalam deret Taylor yang
dipenggal:
. ,
, dy dst
y M M
dM M
dx x Q Q dQ
Q y y y y
x x x x
∂ ∂ + = +
∂ ∂ + =
6. Tuliskan keseimbangan gaya dalam dan luar yang bekerja pada
elemen tersebut.
Sebagai contoh, kita samakan jumlah momen semua gaya dalam terhadap sumbu Y
dengan nol (gambar 2.11b), sehingga diperoleh
dx M dy dy y M M
dy M dy dx x M
M yx
yx yx
x
x −
∂ ∂ + +
−
∂ ∂
+
0 2
2 − =
∂ ∂ +
− dx dydx Q dydx x
Q
Q x x
x (2.25)
Setelah disederhanakan, kita abaikan suku yang mengandung besaran
( )
dx dy xqx 2
2 1
δ
δ . Karena merupakan suku berorde tinggi yang sangat kecil. Dengan
demikian, persamaan (2.25) menjadi
0 . .
. − =
∂ ∂ + ∂
∂
dx dy Q dx dy y M dy dx x M
x yx
x
(2.26)
Dan, setelah dibagi dengan dx dy, kita peroleh
x yx x
Q y M
x M
= ∂ ∂ + ∂
∂ (2.27)
Dengan cara yang sama, perjumlahan momen-momen lterhadap sumbu X
menghasilkan
y xy y
Q x M
y M
= ∂ ∂ + ∂ ∂
(2.28)
Penjumlahan semua gaya dalam arah Z menghasilkan persamaan keseimbangan
ketiga:
0 . . .
. +∂ + =
∂
∂ dxdy qdxdy
dy Q dy dx x
Qx y
Yang setelah dibagi oleh dx dy menjadi
q dy
Q
x
Qx +∂ y =− ∂
∂ (2.30)
Dengan memasukkan persamaan (2.27) dan (2.28) ke persamaan (2.30) dan
memperhatikan bahwa Mxy =Myx, kita peroleh
q y
M y
x M x
Mx xy y =−
∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ + ∂ ∂
2 2 2
2 2
(2.31)
Momen lentur dan puntir dalam persamaan (2.31) tergntung pada regangan, sedang
regangan merupkan fungsi dari komponen perpindahan. Oleh karena itu, langkah
selanjutnya ialah mencari hubungan antara momen dalam dan komponen
perpindahan.
c. Hubungan Antara Tegangan, Regangan, dan Perpindahan
Anggapan bahwa bahan bersifat elastis memungkinkan pemakaian hukum
Hooke dua-dimensi (yang diperoleh dari persamaan (2.19) dengan σz =0),
y x x Eε vσ
σ = + (2.32a)
dan
x y y Eε vσ
σ = + (2.32b)
Yang menghubungkan tegangan dan regangan pada suatu elemen pelat. Subtitusi
persamaan (2.32b) ke persamaan (2.32a) menghasilkan
( )(
x y)
x v
v E
ε ε
σ +
−
= 2
1 (2.33)
( )(
y x)
y v
v E
ε ε
σ +
−
= 2
1 (2.34)
Momen puntir Mxydan Myxmenimbulkan tegangan sebidang (in-plane shear)τxydan
yx
τ (Gambar 2.12), yang berhubungan dengan regangan geser γ melalui persamaan
yang sejenis dengan hukum Hooke Persamaan (2.21), yaitu
yx xy xy
xy
v E
Gγ γ τ
τ =
+ = =
) 1 (
2 . (2.35)
[image:35.595.187.528.228.567.2]Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:28)
Gambar 2.12. Tegangan pada suatu elemen pelat
Selanjutnya, ditinjau geometri pelat yang melendut untuk menyatakan
regangan dalam koefesien perpindahan. Dengan mengambil sutu irisan pada nilai y
yang konstan, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.13, kita bandingkan
dan 6, yang disebutkan di muka bagian ini, kita bisa nyatakan sut rotasi garis I-I dan
II-II sebagai
dx
ν
ν =−∂ dan dx
x
∂ ∂ + = + ν ν
ν ... (2.36)
[image:36.595.193.427.136.384.2]Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:29)
Gambar 2.13. Penampang sebelum dan sesudah berubah bentuk.
Setelah berubah bentuk,panjang suatu deret AB yang terletak pada jarak z dari
bidang pusat menjadi A'B' ( gambar 2.13 ).dengan memakai defenisi regangan yang
diberikan dalam persamaan ( 2.13 ),dapat dituliskan
(
)
[
/]
.' '
x v z dx
dx x v z dx AB
AB B A dx
dx x
∂ ∂ = ∂
∂ + = − = ∆ =
ε ( 2.37 )
Kemudian persamaan pertama disubtitusi dari persamaan ( 2.36 ) ke persamaan ini
akan menghasilkan
,
2 2
x w z x
∂ ∂ − =
ε
(2.38)
.
2 2
y w z y
∂ ∂ − =
ε
(2.39)
Selanjutnya ditentukan distorsi sudut γxy =γ'+γ '' dengan membandingkan
segiempat ABCD ( gambar 2.14 ) yang terletak pada suatu jarak konstan zdari
bidang pusat,dengan keadaannya setelah berubah bentuk ' ' ' '
D C B
A pada permukaan pelat yang melendut.Dari kedua segitiga kecil dalam gambar 2.14 dan dari
persamaan ( 2.14 ) jelas terlihat bahwa
x v
∂ ∂ =
'
γ dan
y u ∂ ∂ =
"
γ ; ( 2.40 )
Tetapi dari gambar 2.13,
; x w z zv u
∂ ∂ − =
= (2.41 )
[image:37.595.180.488.284.537.2]Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:30 )
Gambar 2.14. Distorsi Sudut.
Dengan cara yang sama,
, y w z v
∂ ∂ − =
y x
w z
xy ∂ ∂
∂ − = +
= ' '' 2
2
γ γ
γ ( 2.42 )
Perubahan kelengkungan pada bidang pusat yang melendut didefenisikan sebagai
,
2 2x
w
k
x∂
∂
−
=
2 ,2
y w ky
∂ ∂ −
= dan
y y
w ∂ ∂∂ = 2
χ ( 2.43 )
Dimana χmenyatakan pemilinan ( warping ) pelat.
d.Gaya dalam yang dinyatakan dalam w
Komponen tegangan σx dan σy ( gambar 2.12 ) menimbulkan momen lentur
pada elemen pelat dengan cara yang sama seperti pada teori balok dasar. Jadi, dengan
mengintegrasikan komponen tegangan normal, kita peroleh momen lentur yang
bekerja pada elemen pelat:
( )
∫
−+= ( /2) 2 /
k
k x
x zdz
M σ dan ( 2.44 )
( )
∫
−+= ( /2) 2 /
k
k y
y zdz
M σ ( 2.44 )
Demikian pula,momen puntir akibat tegangan geser τ = τxy = τyx dapat dihitung
dari
( ) ( )
∫
−+= /2 2 /
k k xy
xy zdz
M τ dan
( ) ( )
∫
−+= /2 2 /
k k yx
yx zdz
M τ ( 2.45 )
Namun τxy = τyx = τ sehingga Mxy = Myx.
Jika persamaan ( 2.38 ) dan ( 2.39 ) disubtitusikan ke dalam persamaan ( 2.33 ) dan (
2.34 ),tegangan normal σx dan σy bisa dinyatakan dalam lendutan lateral
w .Jadi,dapat ditulis sebagai
∂ ∂ + ∂ ∂ − −
= 2
2 2
2 2
1 y
w v x
w v
Ez x
σ ( 2.46 )
∂ ∂ + ∂ ∂ − − = 2 2 2 2 2 1 x w v y w v Ez y
σ ( 2.47 )
Integrasi persamaan ( 2.44 ), setelah substitusi persamaan di atas σx dan σy,
menghasilkan
(
)
∂ ∂ + ∂ ∂ − − = 2 2 2 2 2 3 1 12 y w v x w v Eh Mx(
kx vky)
D y w v x w
D = +
∂ ∂ + ∂ ∂ − = 2 2 2 2 ( 2.48) Dan
(
y x)
y D k vk
x w v y w D
M = +
∂ ∂ + ∂ ∂ − − = 2 2 2 2
( 2.49 )
Di mana
(
2)
3 1 12 v Eh D −
= ( 2.50 )
Menyatakan ketegaran lentur/kekakuan pelat ( flextural rigidity ) pelat. Dengan cara
yang sama,kita peroleh persamaan momen puntir dalam lendutan lateral:
( ) ( ) ( ) ( )
dz
z
y
x
w
G
z
zd
M
M
h h h h yx xy 2 2 / 2 / 2 2 / 2/
2
∫
∫
−+ + −∂
∂
∂
−
=
=
=
τ
χ ) 1 ( ) 1 ( 2 v D y x w vD = −
∂ ∂∂ − − = ( 2.51)
Jika persamaan ( 2.48 ),( 2.49 ) dan ( 2.51 ) disubstitusikan ke persamaan ( 2.31 )
akan menghasilkan persamaan differensial penentu untuk pelat yang memikul beban
D q y
w y
x w x
w
= ∂ ∂ + ∂ ∂∂ + ∂ ∂
4 4 2 2
4 4
4
2 ( 2.52 )
Persamaan ini merupakan persamaan differensial parsial
takhomogen,berorde-empat yang termasuk jenis eliptis dengan koefesien konstan,
yang sering kali disebut persamaan biharmonis takhalogen (szilard,
1989:31).Persamaan (2.52) bersifat linear karena turunan dari w tidak memiliki
eksponen yang lebih besar dari satu.
Selanjutnya, merumuskan gaya geser transversal dalam lendutan lateral. Persamaan (
2.48) dan, (2.49), dan (2.51) disubstitusi ke persamaan (2.27) dan (2.28)
menghasilkan
∂ ∂ + ∂ ∂ ∂∂ − = ∂ ∂ + ∂ ∂
= 2
2 2 2
y w x
w x D y
M x
M
Q x yx
x ( 2.53 )
∂ ∂ + ∂ ∂ ∂∂ − = ∂ ∂ + ∂ ∂
= 2
2 2 2
y w x
w y D x
M y
M
Qy y xy ( 2.54 )
2.4 Kondisi Tepi Menurut Teori Lentur
Penyelesaian eksak untuk persamaan pelat ( persamaan 2.52 ) harus juga
memenuhi persamaan differensial tersebut dalam kondisi tepi ( syarat batas ) masalah
pelat tertentu.karena persamaan ( 2.52 ) merupakan persamaan differensial berorde –
empat, dua kondisi tepi, baik untuk perpindahan ataupun untuk gaya-gaya dalam,
diperlukan setiap tepi. Dalam teori lentur pelat, ada tiga komponen gaya dalam yang
harus ditinjau: momen lentur, momen puntir dan gaya geser transversal. Demikian
pula, komponen perpindahan yang harus dipakai dalam perumusan kondisi tepi
adalah lendutan lateral dan kemiringan ( putaran sudut ). Kondisi tepi pelat yang
tersebut. Adapun kondisi tepi yang digunakan dalam pembahasan tugas akhir ini
adalah sebagai berikut :
a. Kondisi tepi geometris ( jepit ). Kondisi geometris tertentu yang diperoleh
berdasarkan besarnya perpindahan ( translasi dan rotasi ) dapat digunakan
untuk merumuskan kondisi tepi dalan bentuk matematis.Misalnya, lendutan
dan kemiringan permukaan pelat yang melendut di tepi jepit( gambar 2.15a )
sama dengan nol, jadi, dapat dituliskan
( )
w x = 0, = 0
∂ ∂
x x w
( x = 0 atau x = a )
Dan ( 2.55 )
( )
w y = 0, = 0
∂ ∂
y y w
( y = 0 atau y = b )
Kondisi tepi seperti ini disebut kondisi tepi geometris
b. Kondisi tepi statis ( tepi bebas ). Untuk kondisi tepi statis, gaya-gaya tepi
memberikan persamaan matematis yang diperlukan. Misalnya, di tepi bebas suatu pelat yang tidak dibebani ( gambar 2.15b ), kita dapat katakan bahwa momen dan gaya geser transversal ( V ) di tepi tersebut sama dengan nol; jadi,
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:33 )
( ) ( )
Mx x = Vx x = 0 di x = 0 a, ,Atau ( 2.56 )
( ) ( )
= = 0y y y
y V
M di x = 0 b, ,
Gaya geser di tepi pelat terdiri dari dua suku,yaitu gaya geser transversal dan
pengaruh momen puntir. Dengan memperhatikan tepi-tepi pelat yang memiliki garis
normal dalam arahX dan Y, gaya tepi per satuan panjang diperoleh sebagai
∂ ∂∂ − + ∂ ∂ − = ∂ ∂
= 2
3 3
3
) 2 (
y x
w v x
w D y
M Q
Vx x xy
( 2.57 )
∂ ∂∂ − + ∂ ∂ − = ∂ ∂ =
y x
w v y
w D y
M Q
Vy y yx 2
3 3
3
) 2 (
Dimana Q dan x Qyadalah gaya geser lateral ( persamaan 2.53 dan 2.54 ).Suku kedua
y mxy ∂
∂ / dan ∂myx / ∂y dalam persamaan ( 2.57 ) menyatakan gaya geser
tambahan di tepi tersebut yang diakibatkan oleh momen puntir Mxy = Myx.Dengan
mengganti momen puntir dengan kopel ekivalen secara statis Mxydy / dy dan
dx dx
Myx / ( gambar 2.16 ),gaya-gaya ini saling menghapus di elemen elemen yang
bersebelahan,kecuali bagian pertambahannya:
dy y Mxy
∂ ∂
dan dx
x Myx
∂ ∂
Dengan membagi persamaan ini masing-masing dengan dy dan dx ,kita peroleh
gaya geser tambahan persatuan panjang :
y M
Qx xy
∂ ∂
= dan
x M
Qy yx
∂ ∂ =
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:34 )
Gambar 2.16. Pengaruh tepi dari momen puntir
Dengan mengganti momen puntir dengan gaya geser ekivalen ini, Kirchhoff
mengurangi jumlah gaya dalam yang harus ditinjau,yakni dari tiga menjadi
dua.Dengan demikian,dari persamaan ( 2.48 ),dan ( 2.49 ), dan ( 2.56 , dan ( 2.57 )
Kondisi tepi bebas adalah :
0
2 2 2
2
=
∂ ∂ + ∂ ∂
x y
w v x
w
,
(
2)
2 03 3
3
=
∂ ∂∂ − + ∂ ∂
x y x
w v x
w
( 2.58 )
Dan
, 0
2 2 2
2
=
∂ ∂ + ∂ ∂
y x
w v y
w
(
2)
2 03 3
3
=
∂ ∂∂ − + ∂ ∂
y y x
w v y
w
(2.59 )
c. Kondisi tepi sederhana.Tepi yang bertumpuan sederhana (gambar 2.15c )
Menghasilkan kondisi tepi campuran. Karena lendutan dan momen lentur di
sepanjang tepi ini melibatkan persamaan yang berkaitan dengan perpindahan
dan gaya. Jadi,
( )
w x = 0,( )
2 02 2
2
=
∂ ∂ + ∂ ∂ =
x x
x
y w v x
Dan ( 2.60 )
( )
w y = 0,( )
2 0 22 2
=
∂ ∂ + ∂ ∂ =
y y
y
x w v y
w M
2.5 Deret Fourier dalam Penyelesaian Persamaan Differensial Pelat
Deret Fourier merupakan alat yang ampuh untuk mendapatkan penyelesaian
analitis dari banyak masalah dalam bidang mekanika terapan (applied mechanics ),
seperti penyelesaian persamaan differensial parsial pada teori elastisitas, getaran,
liran panas, transmisi listrik, dan gelombang elektromagnetik. Begitu pula analisa
pelat yang akan dibahas kemudian, yaitu metode M.Levy. Perluasan deret Fourier
menghasilkan integral Fourier dan transformasi Fourier.Walaupun metode terahkir
dianggap alat yang canggih untuk analisis tingkat tinggi, kita tidak akan
menggunakannya disini untuk menyelesaikan masalah pelat agar tidak melampaui
tujuan tulisan ini sebagai pengenalan.
Untuk penyelesaian persamaan differensial dari persamaan yang digunakan
dalam penurunan rumus untuk metode M.Levy, disini hanya digunakan deret Fourier
tunggal untuk mendapatkan penyelesaian analitisnya.
Dalil fourier menyatakan bahwa suatu fungsi sembarang y = f(x)dapat
dinyatakan dengan deret tak-hingga yang terdiri dari suku sinus dan
kosinus.jadi,fungsi semula dapat diganti dengan superposisi sejumlah gelombang
sinus dan kosinus.Jika f(x)adalah fungsi periodik,dalil Fourier menyatakan bahwa
... 2
cos ... 4
cos 2
cos 2
1 )
( = 0 + 1 + 2 + +
T x n A
T x A
T x A
A x
f π π n π
... 2
sin ... 4
sin 2
sin 2
1 + + +
+
T x n B
T x B
T x
B π π n π ( 2.61 )
x n x
n A A
x
f n cos ω sin ω
2 1 ) (
1 1
0
∑
∑
∞ ∞
+ +
= ( 2.62 )
Dimana A0, An, dan Bn(n = 1,2,3,...)adalah koefesien ekspansi Fourier;ω adalah
T
π ω = 2
(2.63)
[image:45.595.159.475.254.349.2]Serta Tadalah periode fungsi yang ditinjau ( gambar 2.17 )
Gambar 2.17. Fungsi periodik sembarang
Persamaan ( 2.62 ) berlaku untuk sembarang fungsi periodik beraturan yang
terdiri dari sejumlah segmen ( piecewise ), yang boleh memiliki
diskontinuitas.persamaan ini menyatakan fungsi periodic sembarang f(x) dalam
seluruh jangkauan dari x = −∞ sampai x = +∞ , sehingga disebut ekspansi dengan jangkauan penuh ( full-range expansion).
Koefesien A0, An,dan B dihitung sebagai n
( )
xdx f T AT
∫
=
0 0
2
( 2.64 )
( )
∫
= T
n f x n x
T A
0
cos 2
ω dx ( 2.65 )
( )
∫
= T
n f x n x
T B
0
sin 2
[image:46.595.192.442.87.330.2]ω dx , (n = 1,3,5,...) ( 2.66 )
Gambar 2.18. Analisis Harmonis
Bila bentuk analitis dari fungsi f(x) tidak diketahui atau terlalu rumit untuk
diintegrasi,kita dapat memanfatkan analitis harmonis yang mengganti integral
dengan penjumlahan.dengan membagi periode T menjadi interval-interval yang
sama sebesar 2m ( lihat gambar 2.18 ),koefesien Fourier bisa ditentukan sebagai
∑
=−= 2 1
0 0
1 m
k k y m
A ( 2.67 )
∑
=−= 2 1
0
cos
1 m
k k n
m kn y
m
A π ( 2.68 )
Dan
, sin 1 2 1
0 m
kn y
m B
m k
k n
π
∑
=−= ( 2.69 )
(k = 0,1,2,...,2mdan n = 1,2,3,...,m )
Metode pendekatan lainnya untuk menghitung konstanta ekspansi Fourier
ialah dengan menggambarkan kurva f(x), f(x) cos
(
2πx /T)
dan sin(
2πx /T)
danJika suatu fungsi periodic,fungsi tersebut dapat dibuat periodik dengan
meneruskan fungsi secara sembarang keluar intervalnya.penerusan sembarang ini
dapat berupa harmonis gelap, harmonis ganjil ( gambar 2.19 ), atau genap ganjil (
gambar 2.20). Karena dalam banyak hal tujuan kita adalah menyatakan fungsi
) (x
f hanya pada panjang tertentu L, kita lebih mudah memakai ekspansi
setengah-jangkauan( half-range expansion ) dengan pengulangan interval T=2L dan dengan
mengambail titik awal swbagai pusatnya, seperti diperlihatkan pada gambar 2.20.
Misalkan kita hendak menyatakan fungsi f(x)hanya dalam suku kosinus.
untuk itu, kita tambahkan secara sembarang suatu fugsi genap dalam x pada fugsi
[image:47.595.168.461.371.718.2]tak- periodik semula ( gambar 2.20a ) , sehingga hubungan
) ( )
(x f x
f = − (2.70)
berlaku;jadi suku sinus, dalam persamaan ( 2.62 ) menghilang selama
integrasi.demikian pula, dengan membuat fungsi ganjil ( gambar 2.20b ) sehingga
hubungan
) ( )
(x f x
f = − − ( 2.71 )
Berlaku,suku sinus akan hilang dalam integrasi dan akan diperoleh deret
trigonometris sinus dengan cara ekspansi deret Fourier setengah-jangkauan.car
terahkir, karena deret ini mengandung konstanta A0
[
sebenarnya merupakan sukukosinus menurut persamaan ( 2.64 ) dan ( 2.65 )
]
dan dapat menyatakan kondisitepi geometris bagi tumpuan sederhana, akan sering digunakan dalam penyelesaian
[image:48.595.166.463.399.720.2]masalah nilai tepi yang sesuai.
Contoh ekspansi deret Tunggal ( Szilard,1989:47 ).
Kita dapat mengekspansikan fungsi pada gambar 2.21 menjadi deret Fourier
[image:49.595.206.430.171.273.2]dengan tiga ( 3 ) cara :
Gambar 2.21. Fungsi yang akan diekspansikan menjadi deret Fourier
1. Ekspansi jangkauan-penuh,yang mengandung konstanta serta suku sinus dan
kosinus.
2. Ekspansi setengah-jangkauan,yang hanya mengandung suku sinus.
3. Ekspansi setengah-jangkauan,yang hanya mengandung suku kosinus
1 Untuk ekspansi jangkauan-penuh
Periode ekspansi adalah T = 2x0. Suku konstan diperoleh dari persamaan(
2.64):
∫
== 2 0
0 0
0
0 ( )
1 x
f dx x f x
A ( 2.72 )
Dan persamaan( 2.65 )
, 0 cos
) ( 1 2 0
0
0
0
∫
= = x
n dx
x x n x f x
A π (n = 1,2,3...) ( 2.73 )
∫
= 2 0
0
0 0
sin ) (
1 x
n dx
x x n x f x
B π ( )sin 0 0 (cos 1)
0
0 0
0 0
− −
= +
=
∫
π π nπn f dx
x x n x f x
f x
(2.74)
Sehingga diperoleh
π
n f Bn = 2 0
untuk n = 1,3,5,....
( 2.75 )
, 0
= n
B untuk n = 1,3,5,....
Nilai-nilai tersebut disubtitusikan ke persamaan ( 2.62 ), menghasilkan ekspansi
deret Fourier penuh
+ + +
+
= sin 5 ...
5 1 3
sin 3 1 sin
2 2
1 ) (
0 0
0 0
0
x x x
x x
x f
f x
f π π π
[image:50.595.165.493.397.709.2]π ( 2.76 )
Gambar 2.22a menunjukan kurva tiga suku pertama dari persamaan ( 2.7.6 )
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:48 )
2. Berikutnya kita ubah fungsi yang sama ( gambar 2.21 ) menjadi deret
trigonometris yang hanya mengandung suku sinus.untuk itu, digunakan
ekspansi setengah-jangkauan dengan periode T = 4x0. Kemudian, fungsi ini
secara sembarang diperpanjang melampaui titik pusat sehingga diperoleh
fungsi ganjil ( gambar 2.20b ). Karena fungsi dalam integral f(x) dan
x n x
f( ).cos ω merupakan fungsi ganjil,persamaan ( 2.64 ) dan ( 2.65 )
menghasilkan A0 = An = 0.namun, f(x)sin nωx = F(x)adalah fungsi
genap, dan untuk fungsi genap.
∫
T =∫
Ldx x F dx
x F
0 ( ) 2 0 ( ) , ( 2.77 )
Dimana T = 2L.Dengan demikian,persamaan ( 2.66 ) menjadi
∫
= L
n dx
L x n x f L B
0 ( )sin ,
2 π
( 2.78 )
Nilai-nilai untuk contoh ini kita subtitusikan ke persamaan ( 2.78 ),kita peroleh
0 2
sin 1
2 sin ) ( 2
2
0 2
0 0 0
0 0
0
0 0
+ =
=
∫
∫
dxx x n f x dx x
x n x f x
Bn x x
π π
−
− =
−
= 1
2 cos 2
2 cos
2 0
0 0 0
0 0
0
π π
π π
n n
f x
x n n
x x
f x
( 2.79 )
Untuk berbagai nilai n, kita peroleh
, 2 0
π
n f
Bn = untuk n= 1,3,5,...
, 4 0
π
n f
Bn = untuk n= 2,6,10,...
, 0
= n
= =
= =
= =
, 4,6,12,... n
untuk , 0 B
, 2,6,10,... n
untuk , n 4f B
1,3,5,..., n
untuk , n 2f B
n
0 n
0 n
π π
( 2.80 )
Dari nilai-nilai diatas dan persamaan ( 2.62 ),kita peroleh
∑
∞=
1
sin )
(x B n x
f n ω
+ + + +
= ...
2 5 sin 5 1 2
3 sin 3 1 sin
2 sin 2
0 0
0 0
0
x x x
x x
x x
x
f π π π π
[image:52.595.166.522.82.317.2]π ( 2.81 )
Grafik penjumlahan berbagai suku-suku ini ditunjukan pada gambar 2.22b.
3. Selanjutnya,kita ekspansikan fungsi yang sama ( gambar 2.21 ) ke deret
trigonometris yang hanya mengandung suku kosinus. Kembali, kita akan
gunakan ekspansi setengah-jangkauan dengan periode T = 2L = 4x0. Akan
tetapi, untuk kasus ini, perpanjangan sembarang yang melampaui titik awal
akan menghasilkan suatu fungsi genap seperti yang diperlihatkan pada
gambar 2.20b.
Sekarang, fungsi dalam integral f(x)dan f(x)cosnωxdalam
persamaan (2.64 ) dan ( 2.65 ) merupakan fungsi genap, sedang f(x)sin nωx
dalam persamaan ( 2.66 ) adalah fungsi ganjil. jadi, kita simpulkan bahwa
, 0
= n
B dan dari persamaan ( 2.64 ) dan ( 2.65 ), diperoleh
∫
= L
dx x f L A
0
0 ( )
2
dan 2 ( )cos .
0
∫
= L
n dx
L x n x
f L
A π ( 2.82 )
Dengan demikian,ekspansi Fourier untuk sembarang fungsi genap berperiose 2L
∑
∞+ =
1
0 cos .
2 1 ) ( L x n A A x
f n π ( 2.83 )
Penyelesaian untuk koefesien-koefesien menghasilkan
[ ]
∫
= == 0 0
0 0 0
0 0 0 0 0 x x f x x f dx x f
A ( 2.84 )
Dan
∫
= + = 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 sin 2 0 2 cos 1 x x n x x n n x x f dx x x n f x A π π π (2.85 ) − = 0 2 sin2 0 π
π
n n
f
,
Untuk berbagai nilai n,kita peroleh
= − = = = = =