• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB FATHUL MAJID KARYA ASY-SYEIKH MUHAMMAD NAWAWI AL-JAWI AL-BANTANI SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB FATHUL MAJID KARYA ASY-SYEIKH MUHAMMAD NAWAWI AL-JAWI AL-BANTANI SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB

FATHUL MAJID KARYA ASY-SYEIKH MUHAMMAD

NAWAWI AL-JAWI AL-BANTANI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

DEWI LESTARI

NIM: 111

13

232

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTASTARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

ُتاَواَمَّسلا اَهُضْرَع ٍةَّنَجَو ْمُكِّبَر ْنِم ٍةَرِفْغَم َلَِإ اوُعِراَسَو

ُضْرلأاَو

َيِقَّتُمْلِل ْتَّدِعُأ

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa

(7)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

 Kedua oramg tuaku Bapak Ismun dan Ibu Ismiati, orang tuaku tercinta yang

tidak pernah berhenti memberikan kasih sayang kepada ku selama ini dan

memberikan semangat, do‟a serta uang saku yang lebih sehingga skripsi ini

bisa penulis selesaikan.dalam proses pembuatan skripsi ini.

 Kakaku tersayang Ulis Sa‟adah yang selalu memberikan semangat

 Abah Cholid Ulfi Fatkhurrohman, Abah As‟ad Haris N.F., Abah

Taufiqurrohman, Ibunda Fatichah Ulfah dan Ummah Chusnul Halimah serta segenap keluarga besar kepengasuhan Yayasan Al-Manaryang senantiasa memberikan tempat bagi saya untuk menimba ilmu.

 Jajaran kepengurusan pondok pesantren Al-Manar.

 Untuk Temanku Rikha nurussafinatun Naja dan Ngatini yang sudah

membantu saya dalam penyelesaian dan kelancaran skripsi ini dan berjuang bersam-sama menyelesaikan skripsi ini

 Untuk teman-teman ku seangkatan PAI 2013 terimakasih telah menjadi

bagian keluarga semasa di IAIN Salatiga.  Someone yang masih jauh di mata.

 Seluruh Umat Islam di belahan dunia manapun yang bersedia membaca

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr. Wb

Dengan menyebut asma-Mu ya Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, segala puji-pujian hanya untuk-Mu Rabb, sang pemilik kemaha sempurnaan. Dengan penuh rasa bahagia, dari dalam hati kecil ini ingin selalu penulis panjatkan rasa syukur yang teramat kepada-Mu karena telah memberikan kekuatan, kemampuan, semangat serta waktu yang lebih kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir. Walaupun harus dengan melalui berbagai rintangan, ujian dan cobaan hidup yang sempat membuat penulis jungkir balik seperti kehilangan harapan untuk bisa menyelesaikan skripsi ini. Tapi, walaupun dengan berlinangan air mata dan dengan adanya buku panduan dan beberapa buku yang dapat di jadikan rujukan dalam penulisan skripsi ini, penulis tetap berusaha menyelesikan tulisan skripsi ini dengan bermodalkan keyakinan yang kuat bahwa Allah SWT pasti akan membantu dan memudahkan jalan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, dan ternyata benar, dengan mengetik huruf per huruf tersusunlah menjadi beberapa kata, dari beberapa kata itu tersusunlah beberapa kalimat, sehingga dari susunan beberapa kalimat tersebut dapat menghasilkan karya yang sederhana dan jauh dari sempurna. Maha Besar Engkau atas segala pertolongan-Mu Rabb.

Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafaat-Nya kelak di Yaumul Akhir. Amiin. Dengan penuh rasa syukur penulis panjatkan, akhirnya penulis dapat

(9)

Dalam menyusun skripsi ini penulis tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materil. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

4. Bapak Dr. M. Ghufron, M.Ag. selaku dosen pembimbing yang telah berkenan secara ikhlas dan sabar meluangkan waktu serta mencurahkan pikiran dan tenaganya memberi bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna sejak awal proses penyusunan dan penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Dra. Nur Hasannah, M.Pd. Selaku dosen pembimbing akademik (PA). Terimakasih atas bimbingannya selama lima tahun membimbing penulis. 6. Bapak/ibu dosen dan seluruh karyawan IAIN Salatiga yang telah

memberikan pelayanan kepada penulis.

(10)
(11)

ABSTRAK

Lestari, Dewi. 2018. Nilai-nilai Pendidikan Tauhid dalam kitab Fathul Majid Karya Syekh Nawawi Al-Jawi.Skripsi. JurusanPendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Ghufron, M.Ag.

Kata kunci: Nilai,Pendidikan Tauhid.

Syekh Nawawi Al-Jawi adalah seorang ulama yang terkenal. Salah satu kitabnya adalah Fathul Majid, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendidikan tauhid menurut Syekh Nawawi Al-Jawi dalam kitab Fathul Majid. Pentingnya sebuah pribadi yang memiliki keimanan yang kuat, bertauhid dan mengenal Dzatnya Allah. Pertanyaa yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Bagaimana nilai tauhid dalam kitab Fathul Majid karya Syekh Nawawi Al-Jawi (2) Bagaimana implikasi pendidikan tauhid dalam kehidupan masa kini. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian menggunakan pendekatan kepustakaan.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research). Sumber data primer adalah kitab Fathul Majid, sumber sekundernya adalah terjemahannya dan sumber tersiernya adalah kitab-kitab dan buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian. Adapun teknis analisis data menggunakan metode deduktif dan metode induktif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, 1) Ada dua nilai-nilai pendidikan tauhid dalam kitab fathul majid, yaitu nilai pendidikan ilhiyah dan nilai insaniyah, nilai ilahiyah yaitu hubungan kepada Allah, nilai insaniyah yaitu hubungan sesama manusia atau diri sendiri. 2) implikasi nilai-nilai pendidikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari dari sifat-sifat Allah SWT merupakan pintu menuju kesuksesan kehidupan dunia dan akhirat, dan sebagai acuan dalam menciptakan akhlakul karimah dan pondasi untuk mencapai pengabdian yang Muthlak, disamping itu dengan mengimplikasikan sifat-sifat Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari dapat mempermudah hubungan sosial baik dalam urusan Agama maupun antar masyarakat, serta sesuai dengan

(12)

DAFTAR ISI

1. HALAMAN JUDUL ... i

2. LOGO IAIN ... ii

3. NOTA PEMBIMBING ... iii

4. PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

5. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v

6. MOTTO... vi

7. PERSEMBAHAN... vii

8. KATA PENGANTAR... viii

9. ABSTRAK ... x

10.DAFTAR ISI ... xi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelilitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 5

E. Kajian Pustaka ... 7

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II. LANDASAN TEORI A. Pengertian Nilai Pendidikan Tauhid... 14

B. Materi Pendidikan Tauhid ... 19

(13)

D. Tauhid dan penbagianya ...24

E. Metode Pendidikan Tauhid... 25

BAB III. DESKRIPSI PEMIKIRAN SYEIKH MUHAMMAD NAWAWI AL-JAWI AL- BANTANI A. Biografi Pengaran Kitab Fathul Majid...29

1. Masa Kecil Hinga Masa Remaja syeikh Nawawi...29

2. Pendidikan Syeikh Nawawi...30

3. Guru-guru Syeikh Nawawi ...31

4. Karya-karya Sayid Ahmad Al-Marzuki ... 44

B. Sistematika Penulisan Kitab Aqidatul Awam... 47

C. Isi Pokok Kitab „Aqidatul Awam... 48

BAB IV. ANALISIS NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB FATHUL MAJID KARYA SYEIKH NAWAWI AL JAWI AL-BANTAN A. Nilai Tauhid dalam kitab Fatkhul Majid Karya Syeikh Nawawi Al-JAwi AL-Bantani ...60

B. Implikasi Pendidikan Tauhid dalam kehidupan Masa Kini ...70

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 76

(14)

11. DAFTAR PUSTAKA

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tauhid adalah suatu kepercaya kepada Tuhan yang maha Esa dan senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan, maka ia akan merasa dilindungi dan diawasi oleh Tuhannya (Musa,1999:43). Karena di alam ini ada yang mengatur semua tatanan sistem peredaran kehidupan dimana tatanan tersebut dipimpin oleh Allah SWT. Manusia menjadi hamba dan Tuhannya adalah Allah. Kepercayaan kepada Allah SWT adalah suatu landasan utama sebagai muslim. Seorang muslim dapat menjalankan kewajiban dengan mempelajari tauhid. Tauhid menjadi prinsip landasan ajaran islam yang menegaskan bahwa Tuhan hanya satu dan menjadi satu-satunya Tuhan yang disembah, dan satu-satu-satunya sumber kehidupan (Zainuddin,1992:3).

(16)

Tujuan ilmu tauhid yaitu untuk menetapkan keyakinan dan kepercayaan melalui akal pikiran, disamping kemantapan hati, yang didasarkan pada wahyu. Selain itu ilmu tauhid digunakan untuk membela kepercayaan dan keimanan dengan menghilangkan bermacam-macam keraguan yang mungkin masih melekat. Sehingga para umat islam terhindar dari taqlid. Itulah sebabnya ilu tauhid dianggap sebagai “induk ilmu-ilmu agama”(Ensiklopedi islam,2003:91).

Pokok-pokok pembahasan dalam ilmu tauhid terdapat tiga hal yaitu: a) meyakini dalam hati bahwa Allah adalah Tuhan yang maha Esa dan satu-satunya Tuhan yang wajib di sembah, b) mempercayai dengan penuh keyakinan tentang para utusan Allah dan para perantara Allah yang dibawa para utusan dan disampaikan kepada umat manusia yang berisi ajaran-ajaran-Nya, tentang kitab-kitab-Nya dan dan para malaikat-Nya, c) percaya bawah akan ada kehidupan yang abadi setelah kematian yaitu akhirat dengan segala hal ihwal yang ada didalamnya.

Berdasarkan jenis dan sifatnya, ilmu tauhid dapat dibagi dalam tiga tingkatan atau tahapan. 1) Tauhid Rububiyyah yaitu: mengesakan Allah dalam segala perbuatanNya dan meyakini bahwa Allah menciptakan segala makhluk. 2) Tauhid Uluhiyah yaitu: mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba, misalnya: tawakal, beribadah, memohon pertolongan. 3) Tauhid asma‟ wa sifat yaitu:

(17)

dalam Al-Qur‟an dan sunnah Rasul-Nya yang pantas ditiru oleh umat-Nya ( Ilyas, 1993 :23)

Sumber utama ilmu tauhid ialah Al-Qur‟an dan Hadis yang banyak berisi penjelasan tentang wujud Allah SWT, keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya, dan persoalan ilmu tauhid lainnya. Maka dari itu ilmu tauhid selalu didasarkan pada dua hal, yaitu dalil aqli dan dalil naqli. Dengan menggunakan dalil aqli maupun naqli tersebut, maka seseorang akan lebih mudah untuk memahami dan meyakini segala bentuk penjelasan yang ada di dalam ilmu tauhid. Terutama untuk memahami dan meyakini penjelasan tentang sifat-sifat Allah SWT baik yang wajib maupun yang mustahil, ataupun yang jaiz pada-Nya, sehingga seseorang akan lebih mudah mengenal dzat Allah SWT secara mendalam (Maslikhah, 2003:90).

Hukum mempelajari ilmu tauhid bagi seorang mukallaf adalah fardhu aina sampai ia betul-betul memiliki keyakinan dan kepuasan

hati serta akal bahwa ia berada diatas agama yang benar. Sedangkan mempelajari lebih dari itu hukumnya fardhu kifayah, artinya jika telah ada yang mengetahui, yang lain tidak berdosa ( Maslikhah, 2003: 90).

(18)

apabila terjadi kesalaah pahaman tentang ketauhidan di daerah tersebut ada seseorang yang meluruskan atau memberikan suatu kenbenar sehingga terhindar dari kesalah pahaman.

Dari uraian di atas, penulis berusaha mengkaji lebih mendalam tentang nilai pendidikan tauhid dalam kitab fatkhul majid, yang di dalamnya terdapat beberapa uraian tentang pendidikan tauhid. Untuk itu, maka penulis mencoba untuk menyusun sebuah skripsi yang berjudul: “NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB FATKHUL MAJID KARYA SYEKH MUHAMMAD NAWAWI AL-JAWI‟ ”, alasan penulis mengambil judul di atas karena melihat perkembangan zaman yang terjadi pada saat ini. Banyak masyarakat yang mengaku beragama Islam dan beriman kepada Allah SWT. Akan tetapi, sikap dan perilaku mereka tidak mencerminkan keimanan tersebut. Sebagian besar dari mereka sering melakukan ke onaran dan berbuat dzalim. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya keimanan, jika keimanan benar-benar sudah tertancap pada diri seseorang, niscaya ia akan benar-benar takut kepada Allah, ia akan melaksanakan perinta Allah dan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah. semoga dengan kajian skripsi ini dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam upaya meningkatkan pemahanan dan pengetahuan tentan ilmu ketauhidan, terutama untuk mengenal Allah SWT beserta dzat-dzat-Nya.

(19)

dasar pokok bagi umat Islam. Selain itu, karena pendidikan tauhid suatu perbuatan manusia untuk meng-Esa-kan Allah SWT sebagai suatu landasan umat muslim dalam menjalankan semua ibadah. Tauhid yang dimaksud penulis adalah Tauhid yang memiliki pengertian percaya kepada Allah yang Satu. semoga dapat memberikan kontribusi dan manfaat dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pendidikan tauhid, terutama bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penilitian ini adalah:

1. Bagaimana nilai-nilai pendidikan tauhid yang terdapat dalam kitab Fathul Majid karya Syekh Muhammad Nawawi Al-Jawi Al-Bantani.

2. Bagaimana implikasi pendidikan tauhid dalam kehidupan masa kini.

C. Tujuan panelitian

1) Mengetahui niali-nilai pendidikan tauhid yang terdapat dalam kitab Fathul Majid karya Syekh Nawawi Al-jawi Al-Bantani.

2) Mengetahui Implikasi pendidikan tauhid dalam kehidupan masa kini.

D. Kegunaan Penelitian

(20)

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, berupa pengetahuan tentang nilai-nilai pendidikan tauhid dalam kitab fatkhul majid dalam upaya peningkatan pengetahuan tentang kajian mengenal sifat-sifat Allah SWT dan juga pengetahuan tentang ilmu tauhid Islam.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Penulis

Untuk menambah wawasan serta pemahaman penulis tentang kajian nilai pendidikan tauhid dalam pengamalan kehidupan sehari-hari.

b. Bagi Lembaga Pendidikan

Dapat menjadi masukan serta sebagai bahan pertimbangan untuk diterapkan sehari-hari dalam dunia pendidikan Islam pada lembaga-lembaga pendidikan. sebagai pedoman kehidupan manusia untuk menuju kebahagiaan di dunia sampai akhirat.

c. Bagi Ilmu Pengetahuan

(21)

mengetahui betapa pentingnya pendidikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan terutama ilmu pendidikan Islam, sehingga dapat memperkaya dan menambah wawasan dibidang tersebut khususnya dan bidang ilmu pengetahuan lain pada umumnya.

E. Kajian Pustaka

Untuk memperjelas judul serta menghindari kekeliruan, maka penulis membatasi istilah yang berkaitan dengan permasalan tersebut. Sehingga dapat mengemukakan uraian kajian tersebut sesuai yang dikehendaki oleh penulis, sebagai berikut:

1. Nilai Pendidikan Tauhid

Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatan-perbuatannya (Maslikhah, 2009:106). Nilai adalah tentang sesuatu yang baik, benar dalam sesuatu perilaku maupun sikap perbuatan.

(22)

Nilai juga dapat diartikan sebagai sifat dan sesutu yang dapat berpengaruh dalam kehidupan manusia, baik secara lahir maupun secara batin, nilai juga dapat dijadikan sebagai keyakinan untuk pertanggung jawaban baik dalam hubungan antar sesama makhluk dan juga sebagai hubungan dengan sang pencipta.

Nilai menjadi daya untuk mendorong atau pacuan seseorang dalam kehidupan selanjutnya agar menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya. Melalui nilai seseorang akan merasakan adanya kepuasan tersendiri. Nilai tersebut akan berkaitan erat dengan suatu kebaikan dan kebijakan yang menjadikan sesutu dihargai dan dikejar oleh manusia.

Menurut Maslikhah (2009: 130) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan negara.

(23)

Menurut Umar Tirtaraharja,(2005:40-41), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar perserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya di masyarakat.

Secara bahasa kata tauhid berasal dari bahasa arab, bentuk masdar dari kata اًذْيِح َْ٘ت - ُذِّح َُ٘ي - َذَّح َٗ yang berarti percaya kepada Allah SWT yang Maha Esa.Secara istilah syar‟i, tauhid berarti mengesakan Allah dalam hal mencipta, menguasai, mengatur dan mengikhlaskan peribadahan kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya serta menetapkan Asma‟ul Husna (Nama-nama yang baik) dan shifat Al-Ulya (sifat-sifat yang tinggi) bagi-Nya dan mensucikan-Nya

dari kekurangan. Lebih jelas lagi bahwasanya tauhid itu adalah meyakini bahwa Allah SWT itu Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya.

Pendidikan tauhid bisa juga diartikan suatu proses untuk memantabkan keyakinan seseoran tentang keesan (wahdah) Allah, bisa juga sebagai pembimbing potensi manusia sebagai fitroh dalam mengenal Allah SWT.

(24)

di kumandangkan orang tuannya. Kepercayaan terhadap adanya Allah beserta dzat-Nya.

Pendidikan tauhid akan membentuk karakter muslim dan muslimah semakin mengenal Allah dan ia akan selalu merasa diawasi setiap tingkahlaku pergerakannya, sehingga akan timbul kehati-hatian dalam mengambil suatu tindakan atau perilaku dalam kesehariaannya.

2. Syeikh Muhammd Nawawi al-jawi

Beliau adalah seorang Ulama Islam yang berintelektual tinggi dan berspiritual ma‟rifat. Ayahnya adalah Umar bin Arabi, penghulu kecamatan Tanara, Banten. Beliau lahir dari tiga saudara yaitu Nawawi, Tanin dan Ahmad (Muhammad, 1996:271).

Syeikh Muhammad Nawawi al-Jawi belajar ilmu Agama Islam pada ayahnya sendiri, Haji Sahal yang mana merupakan seorang ulama masyhur di Banten, Raden Haji Yusup seorang ulma dari Purwakarta, Dan juga bermukim di Mekkah selama 30 tahun untuk memperdalam ilmu Agama Islam dan berguru kepada Khotib Sambas, Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumulaweni dan Nahrawi serta Abdul Hamid Daghastani (Muhammad, 1996:271).

3. Fathul Majid

(25)

kaimanan seseorang dalam memantabkan tauhid agar terhindar dari kelafiran.

Di dalamnya menjelaskan tentang kandungan iman dan rukun-rukunnya, menjelaskan tentang keesaan Allah dan pembuktiannya. Dalam kitab tersebut menjelaskan sifat-sifat Allah, atau yang disebut aqoid lima

puluh.

Aqoid lima puluh itu terdiri dari, 20 sifat yang wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi Allah, serta 4 sifat wajib bagi Rasul, 4 sifat mustahil bagi rasul dan 1 sifat jaiz bagi rasul. Semua merupakan isi dari ajaran yang terangkum dalam kitab fathul majid .

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan (library reseach), karena semua yang digali adalah

bersumber dari pustaka, dan yang dijadikan objek kajian adalah hasil karya tulis yang merupakan hasil dari pemikiran.

2. Sumber Data

Karena jenis penelitian ini adalah kepustakaan (library research),

(26)

al-Darary karangan Achmad Sunarto, terjemah Kifayah Al-Awam, buku

Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/ Kalam, buku Keimanan Ilmu Tauhid, buku kuliah Aqidah Islam, Rintisan Tauhid, buku Keimanan Ilmu Tauhid, Ensiklopedi islam dan Ensiklopedi Pendidikan, serta buku-buku lain yang bersangkutan dengan obyek pembahasan penulis.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi sumber data primer yaitu kitab fathul majid karya syekh Muhammad Nawawi al jawi Dan sumber data sekunder diantaranya adalah Terjemah kitab fathul majid oleh Achmad Sunarto, terjemah kitab Jawahirul Kalamiyah

karangan Thahir bin Saleh Al-Jazairi, buku Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, terjemah kitab Tijan al-Darary karangan Achmad Sunarto, terjemah Kifayah Al-Awam, buku Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/ Kalam, buku

Keimanan Ilmu Tauhid, buku kuliah Aqidah Islam, Rintisan Tauhid, Kitab Tauhid Jilid I,Terjemah Kifayatul Awam, Ensiklopedi islam dan Ensiklopedi Pendidikan, serta buku-buku dan kitab relevan yang lainnya.

4. Teknik Analisis Data

(27)

Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis masalah adalah sebagai berikut :

1. Metode Deduktif

Metode Deduktif yaitu apa yang dipandang benar dalam peristiwa dalam suatu kelas atau jenis, berlaku pada hal yang benar pada semua peristiwa yang termasuk dalam kelas atau jenis. Hal ini adalah suatu proses berfikir dari pengetahuan yang bersifat umum dan berangkat dari pengetahuan tersebut, ditarik suatu pengetahuan yang khusus.(Hadi, 1990: 26). Metode ini bertujuan untuk mengetahui fakta-fakta adn peristiwa-peristiwa yang khusus kemudian ditarik kesimpulan menjadi umum. Metode ini digunakan oleh penulis untuk menganalisis data tentang nilai yang akan dibahas yaitu nilai pendidikan tauhid.

Adapun cara kerja metode dekduktif adalah proses berfikir secara umum kemudian ditarik menjadi pengetahuan berfikir secara khusus.

2. Metode Induktif

(28)

Cara kerja metode dekduktif adalah proses berfikir secara khusus kemudian ditarik menjadi pengetahuan secara umum.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan untuk memberikan kesan runtutnya pembahasan dan memberikan yang penulis jabarkan dalam skripsi ini adalah penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Yang bertujuan agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini antara lain:

BAB I : Pendahuluan, berisi tentang: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaaan Penenlitian, Penegasan Istilah, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan sebagai gambaran awal untuk memahami skripsi ini.

(29)

BAB III : Biografi Syekh Nawawi Al jawi, menguraikan tentang: Biografi Syekh Nawawi Al jawi yang meliputi riwayat kelahiran, kehidupan intelektual, karya-karyanya dan guru-gurunya, dan sistematika penulisan kitab Fathul Majid

BAB IV : Nilai-nilai pendidikan Tauhid, Implikasi Pendidikan Tauhid dalam Kitab fathul majid

(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Nilai Pendidikan Tauhid

Nilai memiliki arti sesuatau yang dipandang baik, disukai, dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatannya (Maslikah, 2009:106). Nilai merupakan suatu pedoman hidup dimana nilai tersebut mempengaruhi sikap individual dalam membentuk kepribadian yang lebih baik.

Nilai adalah suatu bagian yang penting dalam kehidupan masyarakat. Suatu tindakan dianggap benar atau salah dan pantas atau tidak jika sesuai dengan nilai-niali yang telah disepakati bersama oleh masyarakat dimana tindakan itu dilakukan (Thaha 1996:61)

Nilai merupakan sifat-sifat yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Sesuatu yang dianggap bernilai, maka sudah pasti berharga dari pada hal-hal yang lain. Manusia adalah ciptaan yang sudah dibekali dengan akal yang luar biasa hebat, maka sudah menjadi hal yang wajar jika manusia akan memilih sesuatu yang lebih berharga atau bernilai untuk kehidupannya (Poardaminta,2006:667).

(31)

kualitas objek yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat (tim PIP: 2007:42)

Nilai menjadi penting dalam kehidupan bermasyarakat karena batasan tentang nilai dapat mengacu kepada minat, kesukaan, pilihan, tugas, kewajiban agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, daya tarik, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan perasaan dan orientasinya (Soeleman, 2005:54).

Nilai menjadi sesuatu yang dibutuhkan sebagai pemicu untuk melakukan suatu tindakan baik atau buruk, Nilai menjadi pengaruh individual dalam menentukan keputusan suatu tindakan. Nilai menjadi bermakna dan dibutuhkan dalam kehidupan.

Pendidikan dalam bahasa Arab berasal dari kata rabba-yarabbi-tarbiyatan, bararti mendidik mengasuh dan memelihara (Munawir,

1989:504). Bahasa pendidikan sering juga diambil dari kata „allama yang artinya mengajar ( menyampaikan pengetahuan).

Pendidikan adalah sesuatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Secara bahasa pendidikan berasal dari bahasa yunani, pedagogy yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah

(32)

Pendidikan sebagai tranmisi dan seseorang kepada ketrampilan, seni maupun ilmu. Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan. Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmanai dan rokhani siswa menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Mansur Isnan 2001: 37-38).

Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses yang disosialisasikan sebagai usaha dalam rangka membimbing anak didik terhadap perkembangan jasmani dan rohaninya untuk menjadikan bekal kelak di masa depan yang mempunyai kepribadian utama, kebaikan dan kegemaran pekerja untuk kepentingan tanah air. Dalam artian dapat menjadi orang-orang yang beriman, bertakwa dan mempunyai akhlak mulia (Mansur,2007:328).

Dari pengertian-pengertian di atas ada beberapa prinsip dasar tentang pendidikan yang akan dilaksanakan:

Pertama, bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup. Usaha

pendidikan sudah dimulai sejak dalam kandungan ibunya sapai tutup usia

Kedua, bahwa tangung jawab pendidikan merupakan tangung jawab

bersama semua manusia.

Ketiga, bagi manusia pendidikan merupakan suatu keharusan,

(33)

kepribadian yang berkembang yang disebut manusia seluruhnya (Uyoh,2014:5-6)

Pendidikan adalah suatu proses usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran, pelatihan dan pengarahan menyadarkan manusia agar bertangung jawab sebagai hamba Allah SWT dan sebagai manusia yang memiliki kesempurnaan akal pikiran.

Secara bahasa kata tauhid berasal dari bahasa arab, bentuk masdar

dari kata

اًذْيِح َْ٘ت

-

ُذِّح َُ٘ي

-

َذَح

ٗ

yang berarti percaya kepada Allah SWT

yang Maha Esa. Secara istilah syar‟i, tauhid berarti mengesakan Allah

dalam hal mencipta, menguasai, mengatur dan mengikhlaskan peribadahan kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya serta

menetapkan Asma‟ul Husna (Nama-nama yang baik) dan shifat Al-Ulya

(sifat-sifat yang tinggi) bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan. Lebih jelas lagi bahwasanya tauhid itu adalah meyakini bahwa Allah SWT itu Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya (Abduh, 2003: 3).

Menurut Zainuddin, "tauhid berasal dari kata “wahid” yang artinya

“satu”. Dalam istilah Agama Islam, tauhid ialah keyakinan tentang satu

atau Esanya Allah, maka segala pikiran dan teori berikut argumentasinya yang mengarah kepada kesimpulan bahwa Tuhan itu satu disebut dengan Ilmu Tauhid ( Zainuddin, 1992:2).

(34)

mengarahkan mebimbing akal pikiran, jiwa, qalbu dan ruh kepada pengenal (ma,rifat) dan cinta (mahabbah) kepada Allah (Hamdani, 2001:10)

Tuhan mu memerintahkan puncak pengagungan yang tidak patut dilakukan kecuali terhadap Tuhan (Allah). Dari-Nyalah keluar kenikmatan dan anugrah atas hamba-hamba-Nya dan tidak ada yang dapat memberi kenikmatan kecuali Dia (Allah). (Ahmad, 1993:59).

Pendidikan tauhid yang berarti membimbing atau mengembangkan potensi (fitrah) manusia dalam mengenal Allah, menurut pendapat

Chabib Thoha, “Supaya siswa dapat memiliki dan meningkatkan

terus-menerus nilai iman dan taqwa kepada Allah Yang Maha Esa sehingga pemilikan dan peningkatan nilai tersebut dapat menjiwai

tumbuhnya nilai kemanusiaan yang luhur (Thoha, 1996: 62)”.

Pendidikan tauhid adalah usaha untuk membentuk muslim yang beriman melalui proses bimbingan dan pengarahan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan alam semesta dan tidak ada sekutu bagi-Nya.

B. Materi Pendidikan Ilmu Tauhid

1. Adanya wujud Tuhan

(35)

dan langit tidak bisa memadai jika ditempati oleh Allah SWT. Dia-lah (Allah SWT) yang mengangkat derajat segala sesuatu dan lebih dekat dari urat nadi manusia. Dialah (Allah SWT) yang maha mengetahui atas segala sesuatu. Kedekatan Allah SWT tidak menyerupai kedekatan jisim. Dia Maha Luhur dari tempat yang meliputi-Nya, sebagaimana Dia Maha Bersih dari segala masa yang akan membatasi-Nya. Dia telah wujud sebelum masa dan tempat diciptakan. Dia akan tetap berada di atas tempat yang ada. Selain itu al-Qur‟an juga memaparkan mengenai bukti sifat qudrat (kekuasaan) Allah SWT pada penciptaan alam semesta sebagai aplikasi dari sifat wujud, qidam, dan

baqa‟ Allah SWT. Dengan sifat qudrat ini, Allah SWT akan

mewujudkan dan meniadakan segala sesuatu kemungkinan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini dengan seimbang, serasi, teratur dan rapi. Tidak ada satupun dari makhluk-Nya yang mampu menandingi keindahan ciptaan-Nya. Adapun alam semesta ini dari setiap bukti dari sekian banyak bukti yang selalu berulang, beriringan atau perubahan bentuk dari yang indah yang mengharubirukan kesan dalam jiwa kita, semuanya adalah yang patut dikagumi nilai seninya dari pada segala

yang mengagumkan (Sa‟id, 2005: 112).

(36)

dirasakan dan dilihat dengan mengunakan mata hati karna didalamnya sudah ditanamkan fitrah untuk mengenal Tuhan beserta dzat-Nya

2. Keesaan Allah tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan-Nya” (QS. Al-Ikhlash: 1-4) (Departemen Agama, 2005: 604).

Sebab turunya surat al-Ikhlas adalah

ةسّا ، ذَحٍ اي " : ٌّيسٗ ٔييػ الله ٚيص يثْيى ا٘ىاق ِيمششَىا ُّأ : ةؼم ِت يتأ ِػ

ٌىٗ ذى٘ي ٌىٗ ذيي ٌى ،ذَصىا الله ،ذحا الله ٕ٘ اق( : ٚىاؼتٗ كشثت الله هضّأف ،لتس اْى

ا٘فم ٔى ِني

ذحا

Artinya:Imam Ahmad meriwayatkan dari Ubay bin Ka‟ab bahwa orang-orang musrik pernah berkata kepada Nabi” hai Muhammad, terangkanlah kepada kami nasab Raabb-mu” maka Allah menurunkan firman-Nya, berupa surat al-Ikhlas. Tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, karna tidak ada sesuatu pun yang dilahirkan dan tidak ada pula yang sesuatu yang mati( H.R at-Tirmidzi dan Ibnu Jabir dari Ahmad bin Mani‟)

Ayat-ayat di atas menegaskan tentang kemurnian keesaan Allah SWT dan menolak segala kemusyrikan dan menerangkan bahwa tidak ada sesuatu apapun di alam semesta ini yang menyamai-Nya

(37)

itu Dzat yang pertama kali ada, Maha Awal, Maha Esa dan Maha Suci yang meliputi sifat, asma dan af‟al-Nya. Sementara menurut Quraish

Shihab yang menganalisa kata ahad (Esa), ia menggolongkan keesaan Allah menjadi empat yaitu: keesaan Dzat, keesaan sifat, keesaan perbuatan dan keesaan dalam beribadah kepada-Nya. Yang dimaksud dengan esa pada Dzat ialah Dzat Allah itu tidak tersusun dari beberapa bagian dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Esa pada sifat berarti sifat Allah tidak sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk- Nya. Esa pada af‟al berarti tidak seorang pun yang memiliki perbuatan sebagaimana pebuatan Allah. Ia Maha Esa dan tidak ada sesembahan yang patut di sembah kecuali Allah (Asmuni, 1993: 17).

C. Dasar dan Tujuan Pendidikan Tauhid

1. Dasar Pendidikan Tauhid

Dasar merupakan fundamental dari suatu bangunan atau bagian yang menjadi sumber kekuatan. Ibarat pohon, dasarnya adalah akar. Dasar pendidikan merupakan pandangan yang mendasari seluruh aspek aktivitas pendidikan, karena pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan (Abidin, 1998: 21).

(38)

a) Al-Qur‟an

Di dalam Al-Qur‟an terdapat banyak ajaran yang berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan tauhid. Misalnya dalam surat Luqman ayat 13, menerangkan kisah luqman yang mengajari anaknya tentang tauhid,

ٌٌْيُظَى َكْشِّشىا َُِّا ِ ّللَّاِت ْكِشْشُت لِ َّيَُْت اَي ُُٔظِؼَي ََُٕ٘ٗ ِِْْٔتَ ِلِ ُُاََْقُى َهاَقْرِاَٗ

ٌٌيِظَػ

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah.Sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah aniaya yang besar”. (Q.S Luqman: 13)

Pengajaran yang disampaikan Luqman kepada anaknya, merupakan dasar pendidikan tauhid yang melarang berbuat syirik, karena hakikatnya pendidikan tauhid adalah pendidikan yang berhubungan dengan kepercayaan akan adanya Allah dengan keesaan-Nya, sehingga timbul ketetapan dalam hati untuk tidak mempercayai selain Allah. Kepercayaan itu dianut karena kebutuhan (fitrah) dan harus merupakan kebenaran yang ditetapkan dalam hati sanubari.

b) Sunnah

(39)

sesuai dengan konsep Al-Qur‟an, serta lebih merinci penjelasan Al-Qur‟an. Kedua, As-Sunnah dapat menjadi contoh yang tepat dalam penentuan metode penelitian dan sebagai petunjuk untuk kemaslahatan hidup manusia dan untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim bertaqwa (Abdullah, 1999:34). c) Ijtihad

Ijtihat bersal dari kata “ijtihada, yajtahidu, ijtihadan” yang artinya mengarahkan segala kemampuan untuk menaggung beban. Menurut istilah hukum islam ialah mencurahkan tenaga atau memeras fikiran untuk menemukan hukum agama melalui salah satu dalil tertentu (Ahmad, 1991:162). Memecahkan suatu masalah yang tidak ditemukan penjelasannya dalam Al-Qur‟an dan hadits.

Ijtihad merupakan berfikir dengan menggunakan seluruh

ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari‟at Islam untuk menetapkan

atau menentukan sesuatu hukum syariat Islam, tetapi tetap berpedoman pada Al-Qur‟an dan Sunnah..

2. Tujuan Pendidikan Tauhid

(40)

Tujuan pendidikan menurut pendapat Al-Ghazali yang dikutip oleh Abidin Ibnu Rusn ialah pendidikan dalam prosesnya haruslah mengarah kepada pendekatan diri kepada Allah dan kesempurnaan insani untuk mencapai tujuan kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat. Secara khusus tujuan pendidikan tauhid menurut (Thoha, 1996: 72)

D. Tauhid dan Pembagianya

Tauhid dibagi menjadi tiga macam yaitu tuhid rububbiyah, tauhid uluhiyah dan tauhid asma‟ wa shifa.

1) Tauhid rububiyah adalah kepercayaan yang pasti bahwa Allah adalah Tuhan yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan mengesakan Allah, dengan meyakini bahwa Allah adalah dzat satu-satunya yang menciptakan segala apa yang ada di alam semesta ini(

2) Tauhid uluhiyah adalah mentauhidkan Allah melelui pekerjaan hamba, yang dengan cara itu mereka dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, apabila itu disyariatkan oleh-Nya, seperti

berdo‟a, khauf (takut), raja‟(harap), mahabbah (cinta), dzabh

(penyembelihan), bernadzar, isti‟anah (meminta pertolongan), istighotsah (meminta pertolongan disaat sulit), isti‟adzah (meminta

(41)

kepada Allah semata dan tulus karena-Nya dan ibadah tersebut tidak boleh dipalingkan selain kepada Allah.

3) Tauhid asma‟ wa shifat adalah menetapkan nama-nama dan sifat-sifat yang sudah ditetapkan Allah untuk diri-Nya melalui lisan (sabda) Rasul-Nya dengan cara yang sesuai dengan kebesaran-Nya. Serta menolak atau menafikan Allah terhadap diri-Nya, baik melalu kitab suci-Nya, Al-Qur‟an atau melalui sunnah Rasul-Nya.( Abdul, 1998:9).

E. Metode Pendidikan Tauhid

Dari segi bahasa metode berasal dari dua suku kata yaitu, meta dan

hodos, Meta berarti “melalui” dan hodos berarti cara, dengan demikian

metode dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan, selain itu ada juga yang mengatakan bahwa metode adalah suatu sasaran untuk menemukan , menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan cara tersebut( Abdurrohman, 2005:197).

Dalam pembahasan metodologi pengajaran, yang perlu diperhatikan adalah pengertian metodologi pengajaran itu sendiri. Metodologi pengajaran dapat diartikan sebagai ilmu yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan (Al-Khazin, 2009: 27)

(42)

a. Metode Ceramah

Metode Ceramah yaitu penerapan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelasnya, dengan menggunakan alat bantu mengajar untuk memperjelas uraian yang disampaikan kepada siswa. Metode ceramah ini sering kita jumpai pada proses-proses pembelajaran di sekolah mulai dari tingkat yang rendah sampai ke tingkat perguruan tinggi, sehingga metode seperti ini sudah dianggap sebagai metode yang terbaik bagi guru untuk melakukan interaksi belajar mengajar (Supriawan, 1990: 95-96).

Ceramah adalah sebuah interaksi yang dilakukan untuk menyampaikan suatu urainan dengan lisan atu menguraikan materi oleh guru kepada peserta didik. Dalam melaksanakan ceramah seorang guru bisa menggunakan alat bantu media pembelajaran seperti mengunakan audio visual, gambar dan lain-lain.

b. Metode Tanya jawab

Metode tanya jawab adalah metode belajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat ( two way traffic) sebab pada saat yang sama terjadi dialog antar guru dan murid. Guru bertanya dan murid menjawab atau sebaliknya ( B. Suryosubroto, 2002:57).

(43)

bertanya guru menjelaskan. Dalam proses tanya jawab, terjadilah interaksi dua arah. Guru yang demokratis tidak akan menjawabnya sendiri, tetapi akan melemparkan pertanyaan dari siswa kepada siswa atau kelompok lainnya tanpa merasa khawatir dinilai tidak dapat menjawab pertanyaan itu. Dengan metode tanya jawab tidak hanya terjadi interaksi dua arah tetapi juga banyak arah.

c. Metode Menghafal

Kata menghafal juga berasal dari kata

ظفح

ظفحي

اظفح

yang

berarti menjaga, memelihara dan melindungi. Dalam kamus Bahasa Indonesia kata menghafal berasal dari kata hafal yang artinya telah masuk dalam ingatan tentang pelajaran atau dapat mengucapkan di luar kepala tanpa melihat buku atau catatan lain. Kemudian mendapat awal me- menjadi menghafal yang artinya adalah berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat. Kata menghafal dapat juga disebut sebagai memori. Dimana mempelajarinya maka membawa seseorang pada psikologi kognitif, terutama bagi manusia sebagai pengelola informasi. Secara singkat memori melewati tiga proses yaitu perekaman, penyimpanan, dan pemanggilan (Al-Khazin, 2009: 45)

(44)

BAB IIl

BIOGRAFI SYAIKH MUHAMMAD AN-NAWAWI AL-JAWI

A. Masa Kecil Hingga Masa Remaja Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi

Lahir dengan nama Abu Abd al-Mu‟thi Muhammad Nawawi bin „Umar

bin „Arabi. Lahir di Kampung Pesisir, Desa Tanara, Kecamatan Tanara, Serang,

Banten( sekarang di kampung pesisir, desa padaleman, tanaran, Serang Kecamatan Tanara, Jawa Barat) pada tahun 1230 H/ 1813 M. Wafat di makkah pada tanggal 25 Syawal1314/1879 M. Jenazahnya disholati di masjidil Haram

dengan golongan yang besar. Kemudian dimakamkan di Ma‟la berdekatan dengan

makam Ibnu Hajar dan Asma‟binti Abu Bakar.(Amirul, 2015:52-53).

Ayah beliau bernama K.H.„Umar bin „Arabi, seorang pejabat penghulu

yang memimpin masjid, dilacak dari segi silsilah , Imam Nawawi merupakan keturunan ke-11 dari Maulana Syarif Hidayatullah ( Sunan Gunung Jati, Cirebon), ayaitu cucu dari Maulana Hassanuddin (Sultn Bnaten1) yang bernama Sunyaratas (Tajul Arsy). Nasabnya bersambung dengan Nabi

Muhammad SAW. Melalui jalur imam ja‟far ash-shadiq, Imam Muhammad

al-Baqir, Imam Ali Zainal Abidin, Sayyidina Husain, Fatimah Az-Zahra.(Ghofur, 2008:189).

Imam Nawawi sendiri adalah salah seorang ulama besar bermadzhab

Syafi‟i. Beliau seorang pemikir muslim di bidang fikih dan hadits. Beliau

(45)

mengabdikan diri untuk menyebarkan ilmu keislaman. Imam Nawawi meninggal pada 24 Rajab 676H. (Tim Mutiara, 2013:5).

Syaikh Nawawi tumbuh dalam lingkungan agamis. Sejak umur 5 tahun, Ayahnya yang seorang tokoh ulama Tanara langsung memberikan pelajaran-pelajaran agama dasar kepada beliau. Di samping kecerdasan yang dimiliki, Syaikh Nawawi sejak kecil, juga dikenal sebagai sosok yang tekun dan rajin.

Beliau juga dikenal sebagai orang yang tawadlu‟, zuhud, bertakwa kepada

Allah, disamping keberanian dan ketegasannya. Pada masa remaja, Syaikh Nawawi sudah tidak berguru ilmu agama kepada ayahnya lagi, bersama saudaranya, beliau mulai berguru pada para ulama yang terkemuka dizamannya, guna untuk memperdalam pengetahuan ilmu agamanya (http://nulibya.wordpress.com. ).

B. Pendidikan Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi

Pada usia 5 tahun Syaikh Nawawi belajar ilmu agama Islam pada ayahnya sendiri. Sejak kecil beliau memang terkenal sangat cerdas, tekun, rajin, tawadhu‟, dan bertakwa kepada Allah SWT disamping keberanian dan ketegasannya.

(46)

Pada usia 15 tahun, Imam Nawawi bersama dua saudaranya berangkat ke Makkah untuk menunaikan haji. Namun selepas musim haji, ia enggan kembali ke Indonesia. Dahaga keilmuan yang telah meneguhkan keinginannya untuk tetap menetap di Makkah. Di tanah suci ini beliau menyerap berbagai pengetahuan. Ilmu kalam (teologi), bahasa dan sastra arab, Ilmu hadist, tafsir dan terutama Ilmu fiqih adalah sederet pengetahuan yang dikajinya dari para ulama besar di sana (Ghofur, 2008:190

Tiga tahun menuntut ilmu di Mekkah, Syaikh Nawawi kemudian pulang ke Indonesia. Namun, tujuan mengembangkan ilmu di kampung halaman tidak semulus perkiraannya. Setiap gerak-gerik umat Islam di Indonesia saat itu dibatasi secara ketat oleh kolonial Belanda. Keadaan yang tidak kondusif ini memaksa Syaikh Nawawi untuk kembali ke Mekkah. Akhirnya pada tahun 1855 H beliau kembali ke Mekkah, di sana beliau kembali belajar sekaligus mengobarkan semangat juang para pahlawan Indonesia untuk melawan kolonial Belanda, beliau tinggal di Makkah dan menetap di sana

selama 30 tahun, tepatnya daerah Syi‟ab Ali (http://nulibya.wordpress.com.).

C. Guru-guru Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi

Syeikh Imam Nawawi menuntut ilmu selam 30 tahun dalam segala bidang keilmuan diantara guru beliau sebagai berikut:

1. Bidang Ilmu Hadits

(47)

b. Abdul `Aziz bin Muhammad bin Abdul Muhsin al-Anshari

c. Khalid bin Yusuf an-Nablusi d. Ibrahim bin `Isa al-Muradi e. Isma`il bin Abi Ishaq at-Tanukhi f. Abdurrahman bin Abi Umar al-Maqdisi 2. Bidang Fiqih dan Ulumul Hadits

a. Ishaq bin Ahmad bin `Utsman al-Magribi al-Maqdisi b. Abdurahman bin Nuh bin Muhammad al-Maqdisi c. Sallar bin al-Hasan al-Irbali al-Halabi ad-Dimasyqi d. Umar bin Badar bin Umar at-Taflisi asy-Syafi‟i

e. Abdurrahman bin Ibrahim bin Dhiya‟ al-Fazari yang lebih dikenal dengan al-Fakah.

3. Ilmu Nahwu dan Bahasa

a. Syaikh Ahmad bin Salim al-Mishri

b. Al-`izz al-Malik, salah seorang ulama bahasa dari madzhab Imam Malik.

D. Mengajar Dan Menjadi Imam Di Masjidil Haram

(48)

Imam nawawi terkenal didataran Hijaz, akhirnya diambil menjadi bagian dari Syeikh yang ikut serta dalam mengajar di Masjidil Haram dan menjadi Imam di dalamnya. Dengan tampilnya Syaikh Imam Nawawi al-Bantani sebagai pengajar di Masjidil Haram, maka sosoknya dapat menyedot para tholabah untuk menghadiri pengajiaanya sebab cara pemikiran dan peyampaiannya yang

mempunyai nilai lebih bila dibandingkan dengan ulama‟ yang lain.

Tercatat 200 pelajar yang setia untuk menghadiri majelis ilmunya di Masjidil Haram (Amirul,2015:48)

E. Karya-karya Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi

Selain sebagai seorang ulama serta tokoh pendidik yang menguasai berbagai disiplin ilmu keagamaan, Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi juga merupakan seorang pengarang yang paling produktif, beliau mempunyai pengaruh besar di dikalangan sesama orang Nusantara dan generasi berikutnya melalui pengikut dan tulisannya.

Sebagian dari karya-karya Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Dalam Bidang Ilmu Fiqih diantaranya:

(49)

Kitab ini menjelaskan tentang hak dan kewajiban istri. Ini adalah materi pelajaran wajib bagi santri putri di banyak pesantren. Dua terjemahan dan syarah-nya dalam bahasa Jawa beredar, Hidayah al-Arisin oleh Abu Muhammad Hasanuddin dari Pekalongan dan Suud al-Kaumain oleh Sibt al-Utsmani Ahdari al-Jangalani al-Qudusi.

b. Kitab Sullam al-Munâjah syarah Safînah al-Shalâh

Merupakan syarah Nawawi atas pedoman ibadah Safinah ash-Shalah karangan Abdullah bin Umar al-Hadrami.

c. Kitab al-Tausyîh/ Quwt al-Habîb al-Gharîb syarah Fath al-Qarîb al-Mujîb

Kitab ini menjelaskan tentang masalah hukum syari‟at

dalam ilmu fiqh. Selain itu, kitab ini juga telah menjadi kurikulum pendidikan agama dibeberapa pondok pesantren di Indonesia.

d. Kitab Niĥâyah al-Zayyin syarah Qurrah al-Ain bi Muĥimmâh al -Dîn

(50)

al-e. Kitab Tsamâr al-Yâniah syarah al-Riyâdl al-Badîah

Kitab ini diterbitkan oleh Pustaka al-‟Alawiyah Semarang. Kitab ini menjelaskan tentang pokok-pokok agama dan hukum

syari‟at agama Islam.

f. Kitab Fath al-Mujîb

Kitab ini merupakan syarah dari kitab syarah Mukhtashar al-Khathîb yang membahasan tentang babakan fiqih, kitab ini ditulis

pada tahun 1276 H.

g. Kitab Kâsyifah al-Sajâ syarah Safînah al-Najâ

Kitab ini ditulis oleh Salim bin Abdullah bin Samir pada tahun 1292 H, ulama Hadrami yang tinggal di Batavia (Jakarta) pada pertengahan abad ke-19.

h. Kitab Mishbâh al-Dhalâm „ala Minĥaj al-Atamma fi Tabwîb al-Hukm

i. Kitab marāqi al-‟Ubūdiyyahsyarah matan bidāyat al-Ĥidayah Kitab ini diterbitkan oleh pustaka al-‟alawiyah, semarang. karya Abu Hamid al-Ghazali dengan judul Maraqi al-Ubûdiyah

(51)

2. Dalam Bidang Sejarah Rasulullah SAW diantaranya:

a. Kitab Madârij al-Shu‟ûd syarah Maulid al-Barzanji

b. Kitab Targhîb Mustâqîn syarah Mandhûmah Maulid al-Barzanjî

c. Kitab Fath al-Shamad al Âlam syarah Maulid Syarif al-Anâm

d. Kitab al-Ibrîz al-Dâniy fi Maulid Sayyidina Muhammad al-Sayyid al-Adnâny

e. Kitab Baghyah al-Awwâm fi Syarah Maulid Sayyid al-Anâm

f. Kitab al-Durrur al-Baĥiyyah syarah al-Khashâish al-Nabawiyyah 3. Dalam Bidang Tasawuf diantaranya:

a. Kitab Nashâih al-Ibâd syarah al-Manbaĥâtu ala al-Isti‟dâd li yaum al-Mi‟âd

b. Kitab Baĥjah al-Wasâil syarah al-Risâlah al-Jâmi‟ah bayn al-Usûl wa al-Fiqh wa al-Tasawwuf

c. Kitab Qâmiu al-Thugyân syarah Mandhûmah Syubu al-Imân 4. Dalam Bidang Tafsir

(52)

yang mengatakan lebih baik dari Tafsîr Jalâlain, karya Imâm Jalâluddîn al-Suyûthi dan Imâm Jalâluddîn al-Mahâlli yang sangat terkenal itu.

5. Dalam Bidang Bahasa dan Sastra diantaranya:

a. Kitab Kasyf al-Marûthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah

b. Kitab Fath al-Ghâfir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musammâ al-Kawâkib al-Jaliyyah

c. Kitab al-Fushûsh al-Yâqutiyyah „ala al-Raudlah al-Baĥîyyah fi Abwâb al-Tashrîfiyyah

d. Kitab Lubâb al-bayyân syarah „Ilmi Bayyân

6. Dalam Bidang Hadits

a. Tanqîh al-Qaul al-Hadsîts syarah Lubâb al-Hadîts b. Syarah Shokhih Muslim

c. Riyadhul al-Shalihin

d. Irsyad fi al-Ulum al-Hadist

e. Arba‟in-Nawawi

7. Dalam Bidang Aqidah dan Akhlak

(53)

b. Kitab Nur al-Dhalâm ala Mandhûmah al-Musammâh bi Aqîdah al-Awwâm

c. Kitab Salâlim al-Fadhlâ΄ syarah Mandhûmah Ĥidâyah al -Azkiyâ

d. Kitab Fath al-Majîd syarah al-Durr al-Farîd

e. Kitab Dzariyy‟ah al-Yaqîn„ala Umm al-Barâĥîn fi al Tauhîd

f. Kitab al-Futûhâh al-Madaniyyah syarah al-Syu‟b al- Îmâniyyah

g. Kitab Naqâwah al-„Aqîdah Mandhûmah fi Tauhîd

h. Kitab al-Naĥjah al-Jayyidah syarah Naqâwah al-„Aqîdah

i. Kitab al-„Aqd al-Tsamîn syarah Fath al-Mubîn yang ditulis pada tahun 1292 H.

j. Kitab Tîjān al-Darāry syarah Matan al-Bājûry

Selain kitab-kitab diatas, Imam Nawawi juga mempunyai banyak kitab karya dalam bagian kajian ilmu. Akan tetapi kitab yang terdeteksi sangat sedikit jumlahnya. (Amirul, 2015:51-52)

(54)

Penyelesaian penulisan kitb Fathul majid hari kamis, tangal 8 Dzulqoidah 1235H. Diterbitkan di Bangil, Tuban pada tahun1 sya`ban tahun 1413 H. Sistematika yang dipakai dalam penulisan kitab Fathul Majid adalah tematik, penulisannya dari bab satu ke bab yang lain yang

terdiri dari 10 bab.

1. Kewajiban orang mukalaf dan hukum-hukum dalam ilmu tauhid a. Pengertian wajib

b. Pengertian mustakhil c. Pengertian jaiz

2. Lima puluh aqidah yang wajib diyakini oleh seorang mukalaf a. Akidah yang berhubungn dengan ketuhanan

b. Akidah yang berhubungan dengan kenabian 3. Sifat wajib, mukhal, dan jaiznya Allah SWT

a. Sifat Wajib bagi Allah SWT (terdapat 20 sifat) b. Sifat Jaiz bagi Allah SWT (terdapat 1 sifat ) c. Sifat Mustahil bagi Allah SWT (terdapat 20 sifat ) 4. Sifat wajib dan mustakhil bagi Rasulallah

a. Sifat wajib Rasul (terdapat 4 sifat) b. Sifat Jaiz Rasul (terdapat 1 sifat ) c. Sifat Mustahil Rasul (terdapat 4 sifat ) 5. Para Rasul yang wajib diimani

6. Iman kepada Malaikat

(55)

8. Sifat jaiz para Rasul 9. Makna kalimat Tauhid 10. Hal-hal yang wajib diimani F. Isi Pokok Kitab Fathul Majid

Kitab Fathul Majid menjelaskan tentang sifat-sifat wajib dan jaiz bagi Allah SWT dan Rasul-Nya atau yang disebut aqoid lima

puluh. Aqoid lima puluh itu terdiri dari, 20 sifat yang wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi Allah, serta 4 sifat wajib bagi Rasul, 4 sifat mustahil bagi rasul dan 1 sifat jaiz bagi rasul.

Kitab ini berisi tentang ilmu ketauhidan yang akan menuntun kita untuk lebih mengenal Allah SWT lewat sifat-sifatnya. Kitab ini juga menjelaskan tentang sifat-sifat wajib, jaiz, mustahil bagi Allah SWT dan rasul-Nya.

Dikatakan oleh Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi dalam kitab Tijan al-Darary bahwa wajib bagi setiap muslim untuk

menggetahui dan mempelajari ilmu tauhid, maka penulis mengungkapkannya sebagai berikut:

(56)

ي اٍ ونت ًضجي ُا ٌيسٗ ٔىيػ الله ٚيص ه٘سّشىا ج٘ػد ٔتغيت ذق وق اػ غى ات اػ شش ةج

ازمٗ ٚى اؼت ٔقح ٚفص٘جي اٍٗ ويحتسي اٍٗ ٚى اؼت للَّ ةجي اٍٗ ةجي اَت ًضجي ُا ٔييػ ةجي

ً لاّسىاٗ ج لاّصىا ٌٖييػ وسّشىا قح ٚفص٘جي اٍٗ وىحتسي

Artinya: Menurut syara`, setiap orang mukalaf, yaitu setiap orang yang

baligh dan berakal wajib percaya mantap terhadap sifat yang dimiliki oleh

Allah yaitu, sifat-sifat yang mustahil bagi Allah SWT dan sifat yang jaiz bagi

Allah SWT (Ahmad, 2014:13).

Adapun nilai pendidikan tauhid yang ada dalam kitab Fatkhul Majid menurut pemikiran Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi diantaranya adalah:

1. Pendidikan tentang Kewajiban bagi Seorang Mukallaf untuk Mengetahui Sifat

a. Sifat Wujud ( ada) bagi Allah SWT.

Allah SWT itu ada, tidak mungkin Allah SWT tidak ada. Dalil aqli yang membukti bahwa Allah SWT itu ada adalah penciptaan alam semesta beserta isinya. Sebagaimana Allah telah berfirman dalam Q.S Ar-Ra‟du ayat 16:

.... ُ َّالله ِوُق ِضْسلأاَٗ ِخاَٗاَََّسىا ُّبَس ٍَِْ ْوُق

ََُٕ٘ٗ ٍءْيَش ِّوُم ُقِىاَخ ُ َّالله ِوُق

(57)

Ayat di atas sudah jelas membuktikan bahwa Allah SWT itu ada, karena Allah SWT telah menciptakan alam semesta dan

seisinya mulai dari ‟Arsy hingga bagian bumi yang paling bawah,

semua itu merupakan perkara yang baru keberadaannya. Artinya, perkara yang ada (tercipta) setelah tidak ada. Dan setiap perkara yang baru pasti ada pencipta yang tetap wujudnya. Maka, alam jelas ada yang menciptakan. Keberadaan Sang Pencipta diperoleh dari dalil sifat keesaan dan dari ketetapan sifat wujud bagi Allah SWT. Dengan demikian, menjadi mustahil bila Allah SWT mempunyai sifat yang berlawanan dengan sifat wujud-Nya.

Makna sifat wujud menurut Syeik Nawawi adalah wujud keberadaan Allah tidak dapat dijelaskan oleh penglihat mata , tetapi wujud Allah dapat dilihat mengunakan hati. Sifat “wujud‟ sendiri sudah melekat kepada Dzatnya Allah baik itu dahulu, sekarang dan yang akan datang (selamanya). (Achmad , 2014: 20).

Sedangkan makna wujud menurut Syaikh Muhammad al-Fudholi dalam kitab Kifāyah al-Awām adalah suatu keadaan yang harus dimiliki suatu zat , selama zat tersebut masih ada, dan keadaan seperti ini tidak bisa dibatasi suatu alasan (Achmad, 2010: 28).

b. Sifat Qidam ( dahulu) bagi Allah SWT

(58)

makhlukku. Sesunguhnya makhluk-makhluk ada permulanya yaitu sang pencipta Allah SWT (Achmad Sunarto, 2014: 25).

ٌٌيِيَػ ٍءْيَش ِّوُنِت ََُٕ٘ٗۖ ُِِطاَثْىاَٗ ُشِٕاَّظىاَٗ ُشِخ ْلْاَٗ ُهََّٗ ْلأا َُٕ٘

Artinya: “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Dzahir dan Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Mahmud, 2005: 537)

Tidak ada yang mendahului dan tidak ada yang mengakhiri. Allah mengetahui segala sesuatu baik itu yang batin maupun yang dhohir, karena hanya Allah-lah yang menggetahui segala sesuatu.

c. Sifat Baqa‟ bagi Allah SWT.

(Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi, T.t: 24)

ءاقثىا ٚى اؼت ٔقح يف ةجي ٗ

Sifat Baqā‟ wajib ada didalam zat Allah SWT, karena Allah SWT adalah zat yang kekal abadi. Allah SWT ada untuk selama-lamanya, tidak mengalami kebinasaan atau kehancuran, tidak mempunyai akhir kesudahan.

d. Sifat Mukhālafah lil Hawādits (tidak menyerupai makhluk-Nya) (Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi, T.t: 24).

ث دا٘حي

ى حفى اخَىا ٚى اؼت ٔقح يف ةجي ٗ

(59)

terbatas, dan perbuata Allah tidak sama dengan perbuatan makhluknya yang terencanakan, tidak ada sesuatu yang menyamai Allah. (Achmad, 2014: 29)

Dalil yang menunjukkan sifat mukhalafatul lil hawaditsinya Allah SWT adalah Seandainya Allah SWT Mumatsalah (menyerupai makhluk) maka Allah SWT tidak ada bedanya dengan makhluk, dan itu mustahil. Ditegaskan dalam al-Qur‟an

e. Sifat Qiyamuhu binafsihi (berdiri sendiri)bagi Allah SWT (Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi, T.t: 29) Arti dari sifat ini dijelaskan Allah SWT tidak membutuhkan ruang untuk ditempati, dan tidak membutuhkan pencipta karna Allah-lah pencipta segala sesuatu Achmad Sunarto, 2014: 13). Dalil yang menunjukkan bahwa Allah SWT bersifat Qiyāmuhu Binafsihi:

(60)

Artinya: “Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam” (Al-Ankabut: 6)

(Mahmud, 2005: 396).

Allah SWT ada dan berdiri dengan kekuasaan dan kekuatannya sendiri, karena Allah SWT adalah Tuhan yang Maha Kaya atas segala-galanya.

f. Sifat Wahdaniyah ( Maha Esa ) bagi Allah SWT.

Wajib bagi Allah SWT mempunyai sifat “Wahdāniyah” di

dalam sifat, zat, dan perbuatan (af‟al)-Nya. Makna Wahdāniyah dalam zat adalah bahwa zat Allah SWT tidak tersusun dari bagian yang banyak dan juga tidak tersusun dari beberapa bagian.

Adapun makna Wahdāniyah dalam sifat adalah tidak adanya banyak sifat, maksudnya Allah SWT tidak mempunyai banyak sebutan ataupun makna. Jelasnya, Allah SWT tidak mempunyai dua sifat dan seterusnya dari jenis yang satu, seperti dua sifat Qudrat atau dua sifat Ilmu dan sebagainya.

Sedangkan makna Wahdāniyah dalam perbuatan adalah, bahwa

tidak ada satupun perbuatan makhluk yang sama dengan perbuatan Allah SWT. Seperti; Allah SWT menciptakan makhluk, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan, dan lain-lain.

(61)

Sifat qudroh ini merupakan aplikasi dari sifat wujud dan yang

telah dahulu dan selalu menetap pada zat Allah SWT. Dengan sifat qudrat ini, Allah SWT akan mewujudkan dan meniadakan segala sesuatu kemungkinan yang sesuai dengan kehendak-Nya.

Adapun dalil qudrohnya Allah SWT adalah:

ُشْيِذَق ٍءْيَش ِّوُم َييَػ َ ّالله َُِّا

Artinya: “Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu”

(Al-Baqarah: 20) (Mahmud, 2005: 4) .

Kekusaan Allah meliputi segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit. Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini beserta isinya adalah bukti dari kekuasaan Allah

h. Sifat Irodatun (berkehendak) bagi Allah SWT.

Tidak akan terjadi segala sesuatu melainkan atas kehendak-Nya. Maka apapun yang dikehendaki-Nya pasti ada, dan apapun yang tidak dikehendaki-Nya maka tidak mungkin terjadi. Dalil yang membuktikan sifat iradahnya Allah SWT adalah alam ini tercipta dengan jalan iradah dan ikhtiyarnya Allah SWT (Abdullah Zakiy, 1999: 31). Sebagaimana Allah SWT berfirman:

َّؼَف َلَّتَس َُِّا

ُذْيِشُي َاَِى ُو

Artinya: “Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki” (Hud: 107 ) (Mahmud, 2005:

(62)

Pengetahuan Tuhan meliputi segala sesuatu dari yang sebesar-besarnya sampai yang sekecil-kecilnya, baik yang telah ataupun yang akan terjadi di bumi, di udara, di laut, dan di mana saja, di dalam gelap atau terang, lahir atau bathin. Mustahil Allah SWT tidak mengetahui, karena tidak mengetahui berarti bodoh. Kebodohan adalah sifat kekurangan, sedang Allah SWT Maha Suci dari sifat kekurangan.

Allah mengetahu segala kejadian atau peristiwa kecil maupun besar Bahkan Allah mengetahu sesutu yang makhluknya tidak mengetahu hal tersebut.

j. Sifat hayāt (hidup)bagi Allah SWT.

Kehidupan Allah SWT itu kekal abadi, tidak ada waktu lahirnya dan tidak ada waktu matinya. Allah SWT hidup untuk selama-lamanya dengan tidak berkesudahan.

Allah hidup tidak dengan mengunakan ruh akan tetapi dengan Dzat-Nya oleh sebab Allah tidak mengalami maut. Hidup Allah tidak berkaitan dengan sesuatu apapun (Achmad Sunarto, 2014: 58)

k. Sifat Sama‟ (mendengar)bagi Allah SWT.

(63)

mendengar, karena daya pendengar yang dapat terganggu itu adalah sifat manusia (Achmad Sunarto, 2014: 61).

ُشْيِصَثىْا ُغْيََِّسىا ََُٕ٘ٗ

Artinya: “Dan Dia lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Asy-Syûrā: 11) (Mahmud, 2005: 42).

l. Sifat Bashar (melihat) bagi Allah SWT.

Penglihatan Allah SWT meliputi segalanya. Sifat tersebut merupakan sifat yang harus ada pada zat Allah SWT karena penglihatan termasuk hal yang ada, penglihatan Allah meliputi segala hal tanpa terkecuali apapun.

m. Sifat Kalam (berbicara) bagi Allah SWT.

Sifat kalam Allah SWT, yang ada pada dzat-Nya tidak berupa huruf dan berupa suara, tidak mengela posisi akhir atau dahulu,

tidak mengandung i`rob, bina‟a dan tidak mengndung surat atau

ayat, karena hal-hal tersebut termasuk sifat-sifat kalam yang baru (Achmad Sunarto, 2014: 69).

Berbicaranya Allah SWT berbeda dengan bicaranya makhluk, karena sesungguhnya bicaranya makhluk adalah sesuatu yang diciptakan pada diri makhluk dengan membutuhkan perantara, seperti mulut, lidah dan dua bibir. Sedangkan bicaranya Allah SWT adalah berupa firman atau kalāmullah.

(64)

yang dilakukan tidak menggunakan huruf dan tidak pula menggunakan suara.

n. Sifat Qadiran bagi Allah SWT.

Wajib bagi Allah SWT mempunyai sifat qādiran, artinya

Allah SWT Maha Kuasa. Keadaan tersebut merupakan sifat yang menetap pada diri Allah SWT (sifat) dan terdapat pada zat serta

selalu menetap pada qudrat. Yang dimaksud dengan “Allah Maha Kuasa” adalah sifat qudrat yang selalu menetap pada zat Allah

SWT, dan tidak ada sifat lain yang melebihi ketetapan tersebut. Adapun dalil qadirannya Allah SWT adalah:

ُشْيِذَق ٍءْيَش ِّوُم َييَػ َ ّالله َُِّا

Artinya: “Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala

sesuatu” (Al-Baqarah: 20) (Mahmud, 2005: 4) .

o. Sifat Muridan bagi Allah SWT.

Wajib bagi Allah SWT mempunyai sifat murîdan, artinya

(65)

ada, dan apapun yang tidak dikehendaki-Nya maka tidak mungkin terjadi.

p. Sifat „aliman bagi Allah SWT.

Pengetuan Tuhan meliputi segala sesuatu dari yang sebesar-besarnya sampai yang sekecil-kecilnya, baik yang telah ataupun yang akan terjadi di bumi, di udara, di laut, dan di mana saja, di dalam gelap atau terang, lahir atau bathin.

Menurut pendapat Humaidi (1990: 65) pengetahuan Tuhan meliputi segala sesuatu dari yang sebesar-besarnya sampai yang sekecil-kecilnya, baik yang telah ataupun yang akan terjadi di bumi, di udara, di laut, dan di mana saja, di dalam gelap atau terang, lahir atau bathin. Mustahil Allah SWT tidak mengetahui, karena tidak mengetahui berarti bodoh. Kebodohan adalah sifat kekurangan, sedang Allah SWT Maha Suci dari sifat kekurangan. dengna sifat Al-Hayat. Sifat hayyan ini dapat dibuktikan dalam hati

(66)

Pendengaran Allah SWT meliputi segalanya. Sifat tersebut merupakan sifat yang harus ada pada zat Allah SWT yang memiliki keterkaitan dengan segala yang ada, yaitu dengan memiliki sifat tersebut segala sesuatu yang ada di dunia akan tampak jelas oleh-Nya baik yang ada itu wajib atau jaiz (Achmad, 2012:106).

s. Sifat Bashiron bagi Allah SWT.

Penglihatan Allah SWT meliputi segalanya. Sifat tersebut merupakan sifat yang harus ada pada zat Allah SWT.

t. Sifat Mutakaliman bagi Allah SWT.

Berbicaranya Allah SWT berbeda dengan bicaranya makhluk, karena sesungguhnya bicaranya makhluk adalah sesuatu yang diciptakan pada diri makhluk dengan membutuhkan perantara, seperti mulut, lidah dan dua bibir. Sedangkan bicaranya Allah SWT adalah berupa firman atau kalāmullah.

2. Pendidikan tentang kewajiban seorang Mukallaf untuk mengetahui sifat mustahil bagi Allah diantaranya:

1) Sifat al-‟Adam, artinya tidak ada, lawan dari Sifat Wujud.

2) Sifat al-Huduts, artinya baru, lawan dari Sifat Qidam. 3) Sifat al-Fana‟, artinya rusak, lawan dari sifat Baqa‟.

(67)

5) Sifat al-Ihtiyāju Lighairih, artinya membutuhkan yang lain, lawan dari sifat Qiyamuhu Binafsihi.

6) Sifat Ta‟adud, artinya berbilang, lawan dari sifat Wahdaniyah. 7) Sifat al-„Ajzu, artinya lemah, lawan Qudrat.

8) Sifat al-Karāhah, artinya terpaksa, lawan dari sifat Iradah. 9) Sifat al-Jahlu, artinya bodoh, lawan dari sifat Ilmu.

10)Sifat al-Mautu, artinya mati, lawan dari sifat Hayat. 11)Sifat al-Ashamu, artinya tuli, lawan dari sifat Sama‟. 12)Sifat al-‟Ama, artinya buta, lawan dari sifat Bashar. 13)Sifat al-Bukmu, artinya bisu, lawan dari sifat Kalam.

14)Sifat Ajizan, artinya maha selalu lemah, lawan dari sifat Qadiran. 15) Sifat Karihan, artinya maha selalu terpaksa, lawan dari sifat

Muridan.

16) Sifat Jahilan, artinya maha selalu bodoh, lawan dari sifat Aliman. 17) Sifat Mayyitan, artinya maha selalu mati, lawan dari Hayyan. 18) Sifat Ashamimu, artinya maha selalu tuli, lawan dari sifat

Sami‟an.

19) Sifat A‟ma, artinya maha selalu buta, lawan dari sifat Bashiran. 20) Sifat Abkam, artinya maha selalu bisu, lawan dari sifat

Mutakaliman.

3. Pendidikan tentang kewajiban seorang Mukallaf untuk mengetahui sifat

Referensi

Dokumen terkait

Indoreksa divisi Smart Card Savvy 49 Tabel 3.2 Persentase pelanggan yang mengenal internet 51 Tabel 3.3 Persentase sejauh mana pelanggan mengenal internet 52 Tabel 3.4

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh cash ratio , debt to equity ratio , profitabilitas , retun on aset , debt to total aset dan growth terhadap dividend

Fama dan French (1998) dalam Wijaya dan Wibawa (2010) menemukan bahwa investasi yang dihasilkan dari kebijakan dividen memiliki informasi yang positif tentang

Merupakan tembusan surat order pengiriman yang dikirim ke fungsi gudang untuk menyiapkan jenis barang dengan jumlah seperti yang tercantum di dalamnya, agar

Jadi, permasalahan dalam penelitian ini, bagaimana menghasilkan cat tembok dari getah karet, tepung tapioka dan air sehingga dapat membentuk cat tembok dengan komposisi yang tepat

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyusun Tugas Akhir ini guna memenuhi

49 sampaikan pada 2 hal ini, mereka akan mulai membaca informasi dibawahnya, Hingga contact person berada dipaling bawah, karena ketika audience sudah mulai

This study is aimed to develop teaching material based on learning style whether visual, auditory, and kinesthetic based on mathematical reflective thinking ability (MRTA) stages