• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TEORI DASAR. Sistem struktur yang mengalami problem dinamik mempunyai perbedaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TEORI DASAR. Sistem struktur yang mengalami problem dinamik mempunyai perbedaan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

II.1 Umum

Sistem struktur yang mengalami problem dinamik mempunyai perbedaan yang signifikan terhadap problem statik. Yaitu sistem struktur pembebanan dinamik memerlukan sejumlah koordinat bebas (independent coordinate) untuk menetapkan susunan atau posisi sistem yang berhubungan dengan jumlah derajat kebebasan (degree of freedom). Derajat kebebasan (degree of freedom) adalah derajat independensi yang diperlukan untuk menyatakan posisi suatu sistem pada setiap saat. Apabila suatu titik yang ditinjau mengalami perpindahan tempat secara horizontal, vertikal, dan ke samping misalnya, maka sistem tersebut mempunyai 3 derajat kebebasan. Hal ini terjadi karena titik yang bersangkutan dapat berpindah secara bebas dalam 3 arah. Pada umumnya struktur menerus (continous structure) mempunyai jumlah derajat kebebasan tak berhingga. Model matematis untuk mengidealisasikan komponen-komponen sistem dengan tepat dapat mereduksi jumlah derajat kebebasan suatu jumlah diskrit menjadi berderajat kebebasan tunggal (Single Degree of Freedom/ SDOF) atau kebebasan banyak (Multi Degree of Fredom/MDOF). Maka dapat disimpulkan bahwa jumlah derajat kebebasan adalah jumlah koordinat yang diperlukan untuk menyatakan posisi suatu massa pada saat tertentu (Widodo, 2001).

(2)

II.2 Prinsip Shear Building

Suatu struktur bangunan bertingkat yang mengalami gaya horizontal akan mengalami goyangan. Umumnya terdapat 3 macam pola goyangan yang dapat terjadi, dimana pola tersebut dipengaruhi oleh kombinasi kelangsingan struktur, jenis struktur utama penahan beban, dan jenis bahan yang dipakai. Misalnya, struktur bangunan dengan core cantilever concrete wall akan berbeda polanya dengan struktur open moment resisting concrete frame. Pola goyangan yang pertama adalah bangunan yang bergoyang dengan dominasi geser (shear mode) atau pola goyangan geser. Pola semacam ini biasanya terjadi pada bangunan bertingkat banyak dengan portal terbuka sebagai struktur utama. Struktur bangunan relatif fleksibel, sementara plat-plat lantai relatif kaku terhadap arah horizontal, seperti terlihat dalam gambar 2.1.a.

Pola goyangan yang kedua adalah pola goyangan dengan dominasi lentur (flextural mode). Pola goyangan semacam ini biasanya terdapat pada bangunan yang mempunyai struktur dinding yang kaku, seperti pada frame wall atau

cantilever wall, yang kedua-duanya dijepit secara kaku di fondasinya. Struktur

dinding yang kaku dengan anggapan jepit pada fondasinya akan membuat struktur dinding berprilaku seperti struktur dinding kantilever dan akan berdeformasi menurut prinsip lentur. Pola kedua ini terlihat pada gambar 2.1.b.

Pola goyangan yang ketiga adalah kombinasi diantara goyangan geser dan goyangan lentur. Struktur portal terbuka yang dikombinasikan dengan struktur dinding (frame wall structure) yang tidak terlalu kaku akan berprilaku goyangan kombinasi ini. Pola ketiga ini terlihat pada gambar 2.1.c. dibawah ini:

(3)

F F F

a) Shear M ode b) Flexural M ode c) Kom binasi

Gambar 2.1 Pola goyangan struktur bertingkat banyak Sumber: Widodo (2001)

Pada analisis dinamika struktur, pola goyangan yang pertama yang sering dipakai dengan menganggap bahwa hanya terdapat satu derajat kebebasan pada setiap tingkat. Penyederhanaan analisis ini didasarkan pada beberapa asumsi sebagai berikut:

1. Massa struktur, yang meliputi massa akibat berat sendiri, beban berguna, beban hidup, dan berat kolom pada ½ tingkat di bawah dan di atas tingkat yang bersangkutan dianggap terkonsentrasi pada tiap lantai tingkat. Massa

(4)

itu kemudian dianggap terkumpul dalam satu titik (lumped massa) pada elevasi tingkat tersebut. Hal ini dimaksudkan agar struktur yang terdiri atas derajat kebebasan tak terhingga berkurang menjadi satu derajat kebebasan saja;

2. Lantai tingkat dianggap sangat kaku dibanding dengan kolom-kolomnya karena balok-balok portal disatukan secara monolit oleh plat lantai. Hal ini berarti bahwa beam column joint dianggap tidak berotasi sehingga lantai tingkat tetap horizontal sebelum dan sesudah terjadi goyangan. Implikasi dari anggapan ini adalah bahwa simpangan massa hanya ke arah horizontal saja tanpa adanya puntir (massa momen inersia dianggap tidak ada). Hal demikian tidak seperti pada struktur dengan banyak DOF;

3. Simpangan massa dianggap tidak dipengaruhi oleh beban aksial kolom atau deformasi aksial kolom diabaikan. Disamping itu, pengaruh P-delta terhadap momen kolom juga diabaikan.

Dengan anggapan tersebut di atas, maka portal seolah-olah menjadi bangunan yang bergoyang akibat gaya lintang saja (lentur balok dianggap tidak ada) atau bangunan yang pola goyangannya didominasi oleh geser saja (shear

mode). Bangunan dengan prinsip di ataslah yang disebut shear building. Dengan

perilaku shear building, maka pada setiap tingkat hanya akan mempunyai satu derajat kebebasan. Portal bangunan yang mempunyai n-tingkat berarti akan mempunyai n-derajat kebebasan.

Untuk memperhitungkan gerakan memuntir, yang menimbulkan gaya geser tambahan pada unsur-unsur vertikal (kolom-kolom dan dinding geser) dari

(5)

suatu tingkat, maka beban geser akibat gempa harus dikerjakan dengan suatu eksentrisitas rencana (ed) terhadap pusat kekakuan dalam bidang horizontal yang

terjadi akibat bekerjanya beban geser tingkat yang eksentris terhadap pusat kekakuan. Hal inilah yang biasa disebut dengan momen puntir tingkat. Eksentrisitas teoritis (ec) adalah jarak antara pusat massa dan pusat kekakuan yang

diukur tegak lurus pada arah pembebanan.

II.3 Persamaan Diferensial pada Struktur SDOF (Single Degree of Freedom) Pada problem dinamik, setiap titik atau massa umumnya hanya diperhitungkan berpindah tempat dalam satu arah saja yaitu arah horizontal. Karena simpangan hanya terjadi dalam satu bidang (2 dimensi) maka simpangan suatu massa pada setiap saat hanya mempunyai posisi ordinat tertentu baik bertanda positif ataupun negatif. Pada kondisi 2D tersebut simpangan suatu massa pada saat (t) dapat dinyatakan dalam koordinat tunggal yaitu y (t). Struktur seperti itu dinamakan struktur dengan derajat kebebasan tunggal. Secara umum bangunan satu tingkat dianggap hanya mempunyai derajat kebebasan tunggal (single degree

of freedom, SDOF). Struktur dengan derajat kebebasan tunggal (SDOF) hanya

akan mempunyai satu koordinat yang diperlukan untuk menyatakan posisi massa pada saat tertentu yang ditinjau.

(6)

q = t/m' F (t) k F (t) a) Struktur SDOF c) Model Matematik

b) Model Fisik Struktur SDOF

m c

d) Free Body Diagram k c m F (t) Fs FD FI

Gambar 2.2 Pemodelan Struktur SDOF Sumber: Widodo (2001)

Pada gambar 2.2.a tersebut tampak bahwa F(t) adalah beban dinamik yaitu beban yang intensitasnya merupakan fungsi dari waktu. Sruktur seperti gambar 2.2.a kemudian digambar secara ideal seperti tampak pada gambar 2.2.b. Notasi m, c, dan k seperti yang tampak digambar tersebut berturut-turut adalah massa, koefisien redaman, dan kekakuan kolom. Pada gambar 2.2.c ditampilkan model matematik untuk struktur SDOF yang mempunyai redaman. Pada gambar tersebut bekerja sebuah gaya dinamik F(t).

Apabila beban dinamik F(t) seperti gambar 2.2.c bekerja ke arah kanan, maka akan terdapat perlawanan pegas, damper, dan gaya inersia. Gambar 2.2.d adalah gambar keseimbangan dinamik yang bekerja pada massa (m). Gambar tersebut disebut free body diagram. Berdasarkan prinsip keseimbangan dinamik pada free body diagram tersebut dapat diperoleh hubungan dalam persamaan di bawah ini:

(7)

dimana:

FI = m. ÿ FD= c. ý

Fs= k. y (2.2)

Yang mana FI, FD, dan FSberturut-turut adalah gaya inersia, gaya redam, dan gaya pegas, sedangkan ÿ, ý, dan y berturut-turut adalah percepatan, kecepatan, dan simpangan. Apabila persamaan 2.1 di atas disubstitusikan pada persamaan 2.2 maka akan diperoleh:

m.ÿ + c.ý + k.y = F (t) (2.3)

Maka pada persamaan (2.3) adalah persamaan diferensial gerakan massa suatu struktur SDOF yang memperoleh pembebanan dinamik F(t). Pada problema dinamik, sesuatu yang sangat penting untuk diketahui adalah simpangan horizontal tingkat atau dalam persamaan tersebut adalah y(t). Simpangan horizontal akan berpengaruh secara langsung terhadap momen kolom maupun momen balok.

II.4 Persamaan Diferensial pada Struktur MDOF (Multi Degree of Freedom) Secara umum struktur bangunan gedung tidaklah selalu dapat dinyatakan didalam suatu sistem yang mempunyai derajat kebebasan tunggal (SDOF). Struktur bangunan gedung justru banyak yang mempunyai derajat kebebasan banyak (MDOF). Untuk menyatakan persamaan diferensial gerakan pada struktur dengan derajat kebebasan banyak maka dipakai anggapan dan pendekatan seperti pada struktur dengan derajat kebebasan tunggal (SDOF). Anggapan seperti prinsip

(8)

F3 (t)

k1

a) Struktur dengan 3 DOF

b) Model Matematik m1 c1 F2 (t) F1 (t) k3 k2 k1 h h h l l F1 (t) k2 m2 c2 F2 (t) k3 m3 c3 F3 (t)

c) Free Body Diagram

k1y1 c1ý1 m1ÿ1 k2 (y2-y1) c2(ý2-ý1) m2ÿ2 k3 (y3-y2) c3(ý3-ý2) m3ÿ3

(MDOF). Untuk memperoleh persamaan diferensial tersebut, maka tetap dipakai prinsip keseimbangan dinamik pada suatu massa yang ditinjau. Untuk memperoleh persamaan tersebut, maka diambil model struktur MDOF seperti gambar 2.3.

Gambar 2.3 Struktur 3 DOF dengan redaman Sumber: Widodo (2001)

Struktur bangunan gedung bertingkat 3 (tiga) seperti gambar tersebut, akan mempunyai 3 derajat kebebasan. Sering kali jumlah derajat kebebasan dihubungkan secara langsung dengan jumlahnya tingkat. Persamaan diferensial gerakan tersebut umumnya disusun berdasarkan atas goyangan struktur menurut

first mode atau mode pertama seperti yang tampak pada garis putus-putus pada

gambar 2.2.a. Berdasarkan pada keseimbangan dinamik pada free body diagram akan diperoleh:

m1 ÿ1 + k1y1+ c1ý1– k2(y2-y1) – c2(ý2- ý1) - F1(t) = 0 (2.4) m2 ÿ2+ k2(y2-y1) + c2(ý2- ý1) – k3(y3-y2) – c3(ý3- ý2)-F2(t) = 0 (2.5) m3 ÿ3+ k3(y3-y2) + c3(ý3- ý2) – F1(t) = 0 (2.6)

(9)

                                                                                                 ) ( 3 ) ( 2 ) ( 1 3 2 1 3 3 0 3 2 1 2 0 2 2 1 3 2 1 3 3 0 3 2 1 2 0 2 2 1 3 2 1 3 0 0 0 2 0 0 0 1 , , , , , , , , , t F t F t F y y y k k k k k k k k k y y y c c c c c c c c c y y y m m m                                                    3 3 0 3 2 1 2 0 2 2 1 , 3 3 0 3 2 1 2 0 2 2 1 , 3 0 0 0 2 0 0 0 1 k k k k k k k k k K c c c c c c c c c C m m m M

Pada persamaan-persamaan tersebut di atas tampak bahwa keseimbangan dinamik suatu massa yang ditinjau ternyata dipengaruhi oleh kekakuan, redaman, simpangan massa sebelum, dan sesudahnya. Persamaan dengan sifat-sifat seperti itu umumnya disebut coupled equation, karena persamaan-persamaan tersebut akan bergantung satu sama lain. Penyelesaian persamaan coupled harud dilakukan secara simultan, artinya dengan melibatkan semua persamaan yang ada. Pada struktur dengan derajat kebebasan banyak, persamaan diferensial gerakan merupakan persamaan yang dependent atau coupled antara satu dengan yang lain.

Selanjutnya dengan menyusun persamaan-persamaan di atas menurut parameter yang sama (percepatan, kecepatan, dan simpangan), maka akan diperoleh:

m1ÿ1+ (c1+c2)ý1- c2ý2+ (k1+k2)y1- k2y2= F1(t) (2.7) m2ÿ2- c2ý1+ (c2+c3)ý2- c3ý3- k2y1+ (k2+k3)y2- k3y3= F2(t) (2.8) m3ÿ3- c3ý2+c3ý3- k3y2+ k3y3= F3(t) (2.9)

Persamaan-persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut:

(2.10)

Matriks di atas dapat ditulis kedalam matriks yang lebih kompak, yakni:

[M]{ÿ} + [C]{ý} + [K]{y} = {F(t)} (2.11)

Dimana [M], [C], dan [K] berturut-turut adalah mass matriks, damping matriks, dan matriks kekakuan yang dapat ditulis menjadi,

(2.12) Sedangkan {ÿ},{ý},{y} dan {F(t)} masing-masing adalah vektor percepatan,

(10)

 

 

 

                                                       ) ( 3 ) ( 2 ) ( 1 ) ( , 3 2 1 , 3 2 1 , 3 2 1 . . . . .. .. .. .. t F t F t F t F dan y y y Y y y y Y y y y Y F (t) Displacement y Velocityý Acceleration ÿ fS Displacement y Velocityý Acceleration ÿ fD fI (a) (b) (c) (d) = + +

vector kecepatan, vektor simpangan, dan vektor beban, yang dapat dituliskan sebagai berikut:

(2.13)

Secara visual Chopra (1995) menyajikan keseimbangan antara gaya dinamik, gaya pegas, gaya redam, dan gaya inersia seperti gambar berikut:

Gambar 2.4 Keseimbangan Gaya Dinamik dengan fs, fd, dan fI

Sumber: Chopra (1995)

II.5 Struktur Beraturan dan Tidak Beraturan

Struktur bangunan gedung harus diklasifikasikan sebagai beraturan dan tidak beraturan berdasarkan konfigurasi horizontal dan vertikal dari struktur bangunan gedung. Konfigurasi bangunan hakekatnya adalah sesuatu yang berhubungan dengan bentuk, ukuran, macam, dan penempatan struktur utama bangunan, serta macam dan penempatan bagian pengisi.

Dalam RSNI 03-1726-201x pasal 7.3.2 struktur bangunan gedung diklasifikasikan sebagai berikut:

(11)

1. Ketidakberaturan horizontal pada struktur antara lain: - Ketidakberaturan torsi;

Yaitu jika simpangan antar lantai tingkat maksimum, torsi yang dihitung termasuk tak terduga, disebuah ujung struktur melintang terhadap sumbu lebih dari 1,2 kali simpangan antar lantai tingkat rata-rata di kedua ujung struktur. Dan hanya berlaku untuk struktur dimana diafragmanya kaku atau setengah kaku.

- Ketidakberaturan torsi berlebihan;

Yaitu jika simpangan antar lantai tingkat maksimum, torsi yang dihitung termasuk tak terduga, disebuah ujung struktur melintang terhadap sumbu lebih dari 1,4 kali simpangan antar lantai tingkat rata-rata di kedua ujung struktur. Dan hanya berlaku untuk struktur dimana diafragmanya kaku atau setengah kaku.

- Ketidakberaturan sudut dalam;

Yaitu jika kedua proyeksi denah struktur dari sudut dalam lebih besar dari 15% dimensi denah struktur dalam arah yang ditentukan.

- Ketidakberaturan diskontinuitas diafragma;

Yaitu jika terdapat diafragma dengan diskontinuitas atau variasi kekakuan mendadak, termasuk yang mempunyai daerah terpotong atau terbuka lebih besar 50% daerah diafragma bruto yang melingkupinya, atau perubahan kekakuan diafragma efektif lebih dari 50% dari suatu tingkat ke tingkat selanjutnya.

(12)

- Ketidakberaturan pergeseran melintang terhadap bidang;

Yaitu jika terdapat diskontinuitas dalam lintasan tahanan gaya lateral, seperti pergeseran melintang terhadap bidang elemen vertikal.

- Ketidakberaturan sistem non-paralel.

Yaitu jika elemen penahan gaya lateral vertikal tidak paralel atau simetris terhadap sumbu-sumbu ortogonal utama sistem penahan gaya gempa.

2. Ketidakberaturan vertikal pada struktur antara lain: - Ketidakberaturan kekakuan tingkat lunak;

Yaitu jika terdapat suatu tingkat dimana kekakuan lateralnya kurang dari 70% kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang 80% kekakuan rata-rata 3 tingkat di atasnya.

- Ketidakberaturan kekakuan tingkat lunak berlebihan;

Yaitu jika terdapat suatu tingkat dimana kekakuan lateralnya kurang dari 60% kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang 70% kekakuan rata-rata 3 tingkat di atasnya

- Ketidakberaturan berat (massa);

Yaitu jika massa efektif semua tingkat lebih dari 150% massa efektif tingkat didekatnya. Atap yang lebih ringan dari lantai di bawahnya tidak perlu ditinjau.

(13)

Yaitu jika dimensi horizontal sistem penahan gaya gempa disemua tingkat lebih dari 130% dimensi horizontal sistem penahan gaya gempa tingkat di dekatnya.

- Diskontinuitas arah bidang dalam ketidakberaturan elemen penahan gaya lateral vertikal;

Yaitu jika pergeseran arah bidang elemen penahan gaya lateral lebih besar dari panjang elemen itu atau terdapat reduksi kekakuan elemen penahan ditingkat di bawahnya.

- Diskontinuitas dalam ketidakberaturan kuat lateral tingkat; Yaitu jika kuat lateral tingkat kurang dari 80% kuat lateral tingkat di atasnya. Kuat lateral tingkat adalah kuat lateral total semua elemen penahan seismik yang berbagi geser tingkat untuk arah yang ditinjau. - Diskontinuitas dalam ketidakberaturan kuat lateral tingkat yang

berlebihan.

Yaitu jika kuat lateral tingkat kurang dari 65% kuat lateral tingkat di atasnya. Kuat lateral tingkat adalah kuat lateral total semua elemen penahan seismik yang berbagi geser tingkat untuk arah yang ditinjau. Sebaliknya jika suatu bangunan tidak termasuk dalam syarat yang berlaku dalam RSNI 03-1726-201x pasal 7.3.2 dianggap gedung beraturan. Mengacu pada peraturan lain menurut FEMA (Federal Emergency Management Agency) 451B, ketidakberaturan massa didefinisikan ada jika massa efektif sebarang tingkat lebih dari 150% massa efektif tingkat yang berdekatan. Pengecualian ketidakberaturan tidak ada bila satupun drif tingkat lebih besar dari 1,3 kali rasio drif tingkat di

(14)

atasnya. Dalam tugas akhir ini difokuskan hanya membahas gedung tidak beraturan akibat massa saja.

II.6 Metode Analisis Gaya Gempa

Metode analisis gempa yang digunakan untuk merencanakan bangunan tahan gempa dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu analisis statik dan analisis dinamik. Analisis yang sering digunakan yaitu analisis statik ekivalen. Sedangkan analisis dinamik terdiri dari:

1. Analisis Spektrum Respons (Respons Spectrum); 2. Analisis Riwayat Waktu (Time History).

Dalam menganalisis perilaku struktur yang mengalami gaya gempa, semakin teliti analisis yang dilakukan, perencanaannya semakin ekonomis, dan dapat diandalkan. Pemilihan metode analisis statik dan dinamik umumnya ditentukan dalam peraturan perencanaan yang berlaku bergantung pada bangunan tersebut apakah termasuk gedung beraturan atau tidak beraturan.

A. Analisis Statik Ekivalen

Menurut Widodo (2001) analisis statik ekivalen adalah beban gempa setelah disederhanakan dan dimodifikasikan yang mana gaya inersia yang bekerja pada suatu massa akibat gempa disederhanakan menjadi ekivalen beban statik. Beban yang ekivalen dengan beban gempa yang membebani bangunan dalam batas-batas tertentu sehingga tidak terjadi overstress pada bangunan yang bersangkutan. Pada bangunan yang direncanakan statik ekivalen, bangunan

(15)

diasumsikan hanya terjadi satu bentuk lendutan selama bergerak pada saat gempa terjadi.

Pawirodikromo (2012) juga mengatakan beban statik ekivalen adalah efek beban dinamik disederhanakan menjadi gaya horizontal F yang bekerja pada pusat massa. Gaya horizontal yang bekerja pada pusat-pusat massa bangunan tersebut sifatnya hanya statik, artinya besar dan tempatnya tetap, sementara beban dinamik intensitasnya berubah-ubah menurut waktu (dinamik). Gaya-gaya horizontal tersebut sifatnya hanya ekivalen sebagai pengganti/representasi dari efek beban dinamik yang sesungguhnya terjadi saat gempa bumi.

Analisis beban statik ekivalen adalah suatu cara analisis statik struktur, dimana pengaruh gempa pada struktur dianggap sebagai beban-beban statik horizontal untuk menirukan pengaruh gempa yang sesungguhnya akibat gerakan tanah. Untuk struktur bangunan gedung beraturan, pengaruh gempa rencana dapat ditentukan dengan cara analisis statik ekivalen. Pada analisis beban statik ekivalen ragam getar 1 dianggap dominan. Pada saat terjadi gaya inersia maksimum, kontribuasi dari ragam pertama adalah:

Gaya inersia:

{F1(1)} = [m] {ϋ(1)} = [m] {Φ(1)}Ϋ1(t) (2.14)

Nilai maksimum:

{F1(1)max} = [m] {Φ(1)} β1Sa (ω1, ζ1) (2.15)

Gaya geser dasar dapat dengan:

V(1)= [1]T{F1(1)} (2.16)

V(1)= [1]T[m] {Φ(1)} β1Sa (ω1, ζ1) (2.17)

(16)

Untuk lantai ke “x”

(2.19)

Bila mode pertama diasumsikan segitiga linier maka Φx(1)= γhx

dimana:

γ = proporsional linier

(2.20)

dimana:

W = berat lantai yang ditinjau

B. Analisis Dinamik Ragam Spektrum Respons

Respons spektrum merupakan metode yang lebih sederhana dan cepat dibanding dengan analisis riwayat waktu. Walaupun memakai prinsip dinamik, tetapi model ini tidak merupakan analisis riwayat waktu sebagaimana metode modal analisis, tetapi hanya mencari respons maksimum. Dengan memakai respons spektrum yang telah ada pada tiap-tiap daerah gempa, maka respons-respons maksimum dapat dicari dengan waktu yang jauh relatif singkat dibanding dengan cara analisis riwayat waktu. Namun demikian cara ini hanya bersifat pendekatan, karena respons struktur yang diperoleh bukan nyata-nyata oleh beban gempa tertentu, melainkan berdasar pada respons spektrum (yang merupakan produk akhir dari beberapa gempa).

Menurut Widodo (2001) spektrum respons adalah suatu spektrum yang disajikan dalam bentuk grafik/plot antara periode getar struktur T, lawan

(17)

respons-respons maksimum berdasarkan rasio redaman dan gempa tertentu. Respons maksimum dapat berupa simpangan maksimum (spektrum displacement, SD), kecepatan maksimum (spektrum velocity, SV), atau percepatan maksimum (spektrum acceleration, SA) suatu massa struktur dengan kebebasan tunggal atau

single degree of freedom (SDOF). Suatu spektrum maksimum suatu gempa

tertentu kadang-kadang dinyatakan dalam fungsi sebagai berikut:

SD (ζ,T,μ, S)

SV (ζ,T,μ, S) (2.21)

SA (ζ,T,μ, S)

dimana:

ζ adalah rasio redaman

T adalah periode getar

μ adalah daktilitas struktur

S adalah jenis tanah

Berdasarkan persamaan (2.21) di atas dapat diketahui bahwa respons spektrum suatu struktur SDOF akan bergantung pada beban gempa, rasio redaman, periode getar, daktilitas struktur, dan jenis tanah setempat. Maka variabel tersebut sudah dijadikan suatu kontrol sehingga grafik yang ada tinggal di plot antara periode getar T lawan nilai simpangan, kecepatan, atau percepatan maksimum.

Persamaan diferensial gerakan struktur SDOF akibat gerakan tanah/ gempa adalah:

mÿ + cẏ + ky = - mÿt (2.22)

dengan m, c, dan k masing-masing adalah massa, koefisien redaman, dan kekakuan struktur sedangkan ÿ, ẏ, dan y masing-masing adalah percepatan,

(18)

kecepatan, dan simpangan massa dan yt adalah percepatan tanah akibat gempa.

Persamaan (2.22) di atas dapat ditulis menjadi:

(2.23)

Menurut prinsip analisis dinamika struktur terdapat hubungan:

dan (2.24)

Dengan ζ adalah rasio redaman (damping ratio) struktur dan ω adalah

frekuensi sudut struktur. Apabila k dan m diketahui maka frekuensi sudut ω

struktur dapat dihitung. Dengan demikian maka periode getar struktur T adalah: (2.25)

Dengan demikian persamaan 3 akan menjadi:

(2.26) Persamaan (2.26) adalah persamaan diferensial gerakan struktur dengan derajat kebebasan tunggal umumnya adalah simpangan (y), kemudian dapat saja dihitung kecepatan maupun percepatan massa. Penyelesaian persamaan (2.26) umumnya dapat diperoleh baik secara analitik maupun dengan metode numerik. Penyelesaian persamaan diferensial struktur SDOF akibat beban dinamik P(t)

dengan prinsip Duhamel’s Integral dengan persamaan sebagai berikut:

y(t)= (2.27)

dengan adalah damped frequency yang mempunyai hubungan:

(2.28) Antara percepatan, massa, dan gaya mempunyai hubungan yang linier yaitu

(19)

a= F/m. Oleh karena itu untuk struktur SDOF dibebani dengan beban gempa yang mempunyai percepatan tanah , maka persamaan di atas akan menjadi:

y(t)= (2.29)

Penyelesaian persamaan (2.29) tersebut akhirnya dilakukan secara

numerik dengan masih memakai prinsip Duhamel’s Integral. Apabila tidak terjadi

kesalahan dalam proses numerik, maka hasil penyelesaian persamaan (2.29) tersebut akan bersifat eksak. Pada struktur yang fleksibel (T besar) maka simpangan struktur sudah mendekati sifat sinusoidal. Respons struktur akan mengikuti/ mirip dengan intensitas bebannya, artinya pada saat intensitas beban besar maka responsnya juga besar dan sebaliknya. Pada saat tertentu akan dicapai simpangan maksimum. Dan simpangan maksimum inilah yang diperlukan pada spektrum simpangan yang biasa ditulis menjadi:

SD (ζ, T) = max |y (t)| (2.30)

Setelah riwayat simpangan diperoleh maka integrasi numerik juga dapat diteruskan dengan menghitung riwayat kecepatan dan percepatan massa. Hasilnya akan diperoleh spektral kecepatan SV dan spektral percepatan SA yang ditulis

dalam bentuk:

SV (ζ, T) = max |ẏ (t)| (2.31)

SA (ζ, T) = max |ÿ (t)| (2.32)

Terdapat bebarapa cara penyederhanaan tersebut, namun beberapa cara tersebut akhirnya akan bermuara pada suatu hasil bahwa terdapat hubungan:

ẏ = ω y (2.33)

(20)

Hubungan pada persamaan 2.33 dan 2.34 tersebut bersifat pendekatan, karena riwayat kecepatan dan percepatan tidak akan berlangsung dengan phase yang sama dengan riwayat simpangan. Dari hubungan tersebut kemudian dapat dianologikan bahwa:

PSV (ζ, T) = ω SD (ζ, T) (2.35)

PSA (ζ, T) = ω2SD (ζ, T) (2.36)

Dengan PSV dan PSA berturut-turut adalah pseudo spektral kecepatan dan pseudo spektral percepatan. Pseudo itu sendiri mempunyai arti maya/ tidak nyata sehingga pseudo spektral kecepatan berarti spektral kecepatan yang sifatnya hanya merupakan perkiraan. Beberapa literatur mengatakan bahwa apabila struktur tidak mempunyai redaman (c=0) maka pseudo spektral percepatan akan sama dengan spektral percepatan.

Setelah koefisien gempa dasar C dapat diketahui, maka gaya geser dasar V yang bekerja pada dasar bangunan menurut Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia tahun 2002 yaitu:

(2.37)

Pada akhir tahun 2010 Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia tahun 2002 direvisi kembali menjadi Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung. Pada standar yang baru tersebut, beberapa hal mengacu pada SNI 2002, UBC-97, IBC-2009, ASCE 7-10. Pada gambar 2.6 dan 2.7 adalah peta respons spektrum yang akan dipakai untuk membuat respons spektrum desain. Untuk itu maka perlu diketahui terlebih dahulu kalsifikasi tanah.

(21)

Maka pembahasan selanjutnya untuk desain dibahas pada bab berikutnya sesuai RSNI 03-1726-201x.

Gambar 2.5 Peta respons spektrum percepatan gempa MCER(T= 0,2 dt), redaman

5%, tanah SB, probabilitas terlampaui 2% dalam 50 Tahun Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum (2010)

Gambar 2.6 Peta respons spektrum percepatan gempa MCER(T= 1,0 dt), redaman

5%, tanah SB, probabilitas terlampaui 2% dalam 50 Tahun Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum (2010)

Gambar

Gambar 2.1 Pola goyangan struktur bertingkat banyak Sumber: Widodo (2001)
Gambar 2.2 Pemodelan Struktur SDOF Sumber: Widodo (2001)
Gambar 2.3 Struktur 3 DOF dengan redaman Sumber: Widodo (2001)
Gambar 2.4 Keseimbangan Gaya Dinamik dengan f s , f d , dan f I
+2

Referensi

Dokumen terkait

Beban gempa dasar nominal (V) menurut persamaan (2.6) harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekivalen (Fi) yang

Metode analisis statik ekivalen adalah suatu cara analisis statik tiga dimensi linier dengan meninjau beban-beban gempa statik ekivalen, sehubungan dengan sifat

V Beban (gaya) geser dasar nominal statik ekuivalen akibat pengaruh Gempa Rencana yang bekerja di tingkat dasar struktur gedung beraturan dengan tingkat daktilitas umum,

V Beban (gaya) geser dasar nominal statik ekuivalen akibat pengaruh Gempa Rencana yang bekerja di tingkat dasar struktur gedung beraturan dengan tingkat daktilitas

Input Beban Gempa Statik Ekuivalen secara Manual pada Tiap lantai Gaya gempa statik ekuivalen bekerja pada pusat massa bangunan tiap lantai dengan besar 100% arah yang

V = Beban (gaya) geser dasar nominal statik ekuivalen akibat pengaruh Gempa Rencana yang bekerja di tingkat dasar struktur gedung beraturan dengan tingkat daktilitas

Fluid viscous damper (FVD) adalah perangkat peredam tambahan yang digunakan untuk mengurangi gaya dinamis yang bekerja pada struktur seperti beban gempa, beban

Analisis yang digunakan dalam perencanaan beban gempa ini adalah metode analisis Statik Ekivalen yang bekerja pada gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat