• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan dengan bekerja pada negara yang selanjutnya disebut dengan pegawai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dilakukan dengan bekerja pada negara yang selanjutnya disebut dengan pegawai"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap orang selalu membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk mendapatkan biaya hidup seseorang perlu bekerja. Bekerja dapat dilakukan secara mandiri atau bekerja pada orang lain. Bekerja kepada orang lain dapat dilakukan dengan bekerja pada negara yang selanjutnya disebut dengan pegawai atau bekerja pada orang lain (swasta) yang disebut dengan buruh atau pekerja.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan suatu hal yang merupakan kegiatan yang sangat ditakuti oleh pekerja/buruh yang masih aktif bekerja. Hal ini karena kondisi kehidupan politik yang goyah, kemudian disusul dengan carut marutnya kondisi perekonomian yang berdampak pada banyaknya industri yang gulung tikar dan tentu saja berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan dengan sangat tidak terencana. Kondisi inilah yang menyebabkan orang yang bekerja pada waktu ini selalu dibayangi kekhawatiran dan kecemasan, kapan giliran dirinya diberhentikan dari pekerjaannya yang menjadi penopang hidup keluarganya.

Faktanya pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena berakhirnya waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja, tidak menimbulkan permasalahan terhadap kedua belah pihak (pekerja/buruh maupun pengusaha)

(2)

karena pihak yang bersangkutan sama-sama telah menyadari bahwa atau mengetahui saat berakhirnya hubungan kerja tersebut sehingga masing-masing telah berupaya mempersiapkan diri menghadapi kenyataan itu. Berbeda halnya dengan pemutusan yang terjadi karena adanya perselisihan, keadaan ini akan membawa dampak terhadap kedua belah pihak, lebih-lebih yang dipandang dari sudut ekonomis mempunyai kedudukan yang lemah jika dibandingkan dengan pihak pengusaha. 4

Dampak krisis moneter 1998 masih dapat dirasakan sampai saat ini. Banyak perusahaan yang melakukan lock out karena tidak mampu beroperasi dikarenakan nilai tukar rupiah yang jatuh merosot terhadap dollar. Lock out merupakan suatu tindakan yang senantiasa berkaitan dengan mogok. Jadi sebetulnya tidak ada hubungannya dengan pesangon. Kalau ada tindakan-tindakan dalam sebuah perselisihan, maka senjatanya buruh adalah mogok dan senjata perusahaan adalah melakukan PHK. Sehingga selama proses lock out terjadi, perusahaan tetap harus membayar kewajiban-kewajibannya atas buruh.5

Di era globalisasi ini, permasalahan tentang sumber daya manusia dalam suatu perusahaan menuntut untuk lebih diperhatikan, sebab secanggih apapun teknologi yang dipergunakan dalam suatu perusahaan serta sebesar apapun modal yang diputar perusahaan, karyawan dalam perusahaan yang pada akhirnya akan menjalankannya. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa didukung dengan kualitas yang baik dari karyawan dalam melaksanakan tugasnya, dengan adanya modal

4

Zaeni Asyhadie, Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, PT RajaGrafindo Persada, 2007, Jakarta, hal.177

5

(3)

dan teknologi yang canggih mustahil akan membuahkan hasil yang maksimal, sebab termasuk tugas pokok karyawan adalah menjalankan proses produksi yang pada akhirnya dapat mencapai keberhasilan perusahaan. Oleh karena itu konstribusi karyawan pada suatu perusahaan akan menentukan maju mundurnya perusahaan. Saat menjalankan fungsinya sebagai salah satu elemen utama dalam suatu sistem kerja, karyawan tidak bisa lepas dari berbagai kesulitan dan masalah. Salah satu permasalahan yang sedang marak saat ini adalah karena krisis ekonomi yang terjadi sehingga banyak perusahaan di Indonesia harus melakukan restrukturisasi. Perusahaan harus mengurangi karyawannya dengan alasan efisiensi. Kondisi seperti ini diikuti oleh meningkatkanya pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga setiap karyawan yang tidak mempunyai kompetensi tinggi harus memikirkan alternatif pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.6

Pertambahan penduduk yang berlangsung di Negara-negara berkembang cenderung mempertajam kepincangan dalam pembagian pendapatan. Hal ini disebabkan keluarga-keluarga justru lebih bertambah di antara golongan masyarakat dengan pendapatan rendah. Selama ini tingkatan kematian di Negara-negara berkembang pada umumnya berkurang berkat kebijaksanaan kesehatan umu, akan tetapi tingkata kelahiran tetap konstan. Dalam hubungan ini tingkat fertilitas atau kesuburan yang tinggi dengan lingkungan sosial ekonomis yang bersangkutan. Diantara para keluarga yang termasuk golongan yang berpenghasilan rendah terdapat pandangan dan perasaan bahwa adanya anak kelak sehingga merupakan jaminan hari tua untuk menunjang kebutuhan orang tua pada

6

(4)

hari depan. Jika hal ini terus berlangsung maka kita akan diibaratkan berada dalam suatu lingkaran yang tak berpangkal. Sebab satu sma lain hanya menambah cadangan angkatan kerja yang akan menekan tingkat upah tenaga kerja di sektor-sektor kegiatan ekonomi yang ada. Sehingga akan menimbulkan beban pengangguran secara terbuka maupun terselebung7

Setelah 65 tahun Republik Indonesia merdeka, pasal 27 tersebut tak kunjung terwujud. Bukannya semakin sejahtera, semakin lama rakyat semakin menderita. Petani kehilangan tanah pertaniannya, nelayan kehilangan tangkapan ikan, kaum miskin kota tergusur dan buruh kehilangan pekerjaannya. Sementara pemerintah tidak mampu menyediakan pekerjaan yang layak bagi seluruh rakyat. Akibatnya angka pengangguran tetap tinggi.

.

Bagi Pekerja masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan masalah yang kompleks, karena mempunyai hubungan dengan masalah ekonomi maupun psikologi. Masalah ekonomi karena PHK akan menyebabkan hilangnya pendapatan, sedangkan masalah psikologi yang berkaitan dengan hilangnya status seseorang. Dalam skala yang lebih luas, dapat merambat kedalam masalah pengangguran dan kriminalitas.

Hal ini tentu saja bertolak belakang dengan cita-cita berdirinya Republik Indonesia sebagaimana dituangkan dalam Undang Undang dasar 1945. Pasal 27 menyebutkan “Setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

7

Sunindhia Y.W. dan Ninik Widyanti ”Masalah PHK dan Pemogokan Kerja” PT Bina Aksara, 1988, Jakarta hal. 1.

(5)

Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan pasal 164 ayat (3), UU No. 13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa :

“Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majuer) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uan pengganti hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4) ”.

Pada praktiknya, penerapan hukum untuk pengakhiran hubungan kerja dengan alasan tersebut lebih dikenal dengan PHK karena efisiensi. Definisi efisiensi tidak dijelaskan dalam ketentuan Undang-undang Ketenagakerjaan, tetapi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “efisiensi” diartikan sebagai ketetapan cara usaha dalam menjalankan sesuatu dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya.8

Pada saat ini PHK karena alasan efisiensi masih menjadi polemik karena terdapat dua penafsiran berbeda yang disebabkan karena ketentuan pasal 164 ayat (3) UU. No. 13 Tahun 2003, dalam praktik peradilan ketentuan pasal yang mengatur mengenai efisiensi, masih melakukan efisiensi maka perusahaan dalam kondisi tutup. Namun ada yang menafsirkan bahwa perusahaan tidak perlu tutup untuk melakukan efisiensi apabila tindakan perubahan tersebut justru dapat menyelamatkan perusahaan dan sebagian pekerja yang lainnya.9

8

Ferianto & Darmanto ”Himpunan Putusan Mahkamah Agung dalam Perkara PHI Pemutusan

Hubungan Kerja (PHK) Disertai Ulasan Hukum” PT Raja Grafindo Persada, 2010 hal 263.

9

(6)

Sehubungan dengan dampak PHK sangat kompleks dan cenderung menimbulkan perselisihan, maka mekanisme prosedur PHK diatur sedemikian rupa agar pekerja/buruh telah mendapatkan perlindungan yang layak dan memperoleh hak-haknya sesuai dengan ketentuan. Perlindungan pekerja tersebut dalam Bahasa Belanda disebut arbeidsbescherming. Maksud dan tujuan perlindungan buruh atau perlindungan pekerja adalah agar pekerja dapat dilindungi dari perlakuan pemerasan oleh pihak pengusaha. Pemerintah sangat menaruh perhatian terhadap masalah perlindungan pekerja/buruh karena pada umumnya posisi pekerja masih lemah, sehingga perlindungan kerja dan kesalamatan kerja akan dapat mewujudkan terpeliharanya kesejahteraan, kesehatan, kedisplinan pekerja yang berada di bawah pimpinan pengusaha.10

Mengenai perlindungan hak-hak pekerja/buruh ini yaitu apakah pesangon yang diberikan pengusaha sudah memadai atau belum. Apablia pemberian uang pesangon sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka tidak ada permasalahan. Tetapi apabila dilihat dari keadaan si buruh, maka ketika si buruh yang besangkutan mengalami PHK, maka untuk ke depannya buruh tersebut sudah tidak mendapat pemasukan lagi. Maka disini terlihat bahwa pesangon bukan merupakan hal utama, melainkan keamanan dalam bekerja, yang dalam artian bahwa ketika buruh bekerja buruh tersebut merasa khawatir bahwa sewaktu-waktu dia akan mendapat PHK. Disinilah peranan undang-undang

10

Saiful Anwar, Sendi-sendi Hubungan Kerja Pekerja Dengan Pengusaha,Kelompok

keselamataan Pekerja ini dikelola oleh Bidang Pembiinaan Norma-norma Perlindungan Kerja dalam 3 Sub. Dit Dalam Departemen Tenaga Kerja, yaitu :

a. Pembinaan dan pengawasan Perundang-undangan ; b. Norma-norma Kerja

(7)

memainkan peranan penting, yaitu sebagai pelindung buruh. Namun sayangnya UU Nomor 13 Tahun 2003 sebagai regulasi perburuhan terbaru justru tidak mampu mengakmodsikan hal ini. Justru undang-undang sebelumnya secara tegas menyatakan bahwa PHK merupakan hal yang dilarang.

Pada kenyataannya, jangankan untuk memperoleh kehidupan yang layak. Untuk memperoleh pekerjaan, jaminan hidup ataupun perlindungan masih jauh dari harapan. Malahan, buruh atau pekerja yang sudah memiliki pekerjaan (walau ala kadarnya) dalam prakteknya sangat mudah kehilangan pekerjaan dengan cara Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Tetapi tidak jarang dapat kita temukan banyak pekerja/buruh setelah mereka terkena PHK, pekerja/buruh kadang meminta kepada pihak pengusaha/perusahaan untuk dibayarkan hak-hak mereka melebihi apa yang diatur dalam ketentuan yang berlaku. Dengan kondisi inilah yang membuat persoalan penyelesaian perselisihan PHK sulit diselesaikan.

Maka dalam penulisan skripsi ini akan dibahas mengenai bagaimana sebenarnya perlindungan hak-hak pekerja/buruh, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya yaitu dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

B. Perumusan Masalah

Suatu kegiatan penelitian/penulisan untuk menfokuskan permasalahan yang akan dikaji diperlukan rumusan masalah. Sebab dengan adanya rumusan masalah akan memudahkan peneliti untuk melakukan pembahasan searah dengan

(8)

tujuan yang ditetapkan. Perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana PHK dengan alasan efisiensi diatur dalam Peraturan Perundang-undangan ?

2. Bagaimana proses penyelesaian PHK dengan alasan efisiensi menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian perselisihan hubungan industrial ?

3. Bagaimana Perlindungan hukum terhadap hak-hak pekerja/buruh sebagai kompensasi PHK dengan alasan efisiensi dilihat dari Keputusan MA No. 37 K/PHI/2006 ?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui dimana PHK dengan alasan efisiensi dalam peraturan perundang-undangan.

2. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya prosedur/tata cara penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan efisiensi yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap hak-hak pekerja/buruh sebagai kompensasi PHK ditinjau dari Keputusan MA No.37 K/PHI/2006. D. Manfaat Penulisan

(9)

Secara teoritis, dari hasil pembahasan ini penulis mengharapkan dapat memperoleh penjelasan tentang Perlindungan hukum bagi buruh/tenaga kerja yang terkena PHK akibat efisiensi perusahaan. Selain itu penulis berharap pembahasan ini bermanfaat untuk menambah wawasan penulis dalam bidang hukum perburuhan.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, kegunaaan dari pembahasan ini adalah sebagai tambahan bahan kajian bagi perusahaan sehingga dapat memperluas ilmu pengetahuan, khususnya dalam memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh . Selain itu juga bermanfaat bagi pekerja/buruh pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya yang ingin menegetahui dan mendalami masalah-masalah ketengakerjaan Indonesia.

E. Keaslian Penulisan

Judul yang penulis pilih adalah “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK PEKERJA/BURUH YANG TERKENA PHK AKIBAT EFISIENSI DALAM SUATU PERUSAHAAN (Studi Kasus : Keputusan MA No. 37 K/PHI/2006 antara PT. Manunggal Punduh Sakti Vs Sustiningsih dan Winarki)” yang diajukan penulis dalam rangka memenuhi tugas dan syarat untuk memperoleh gelar “Sarjana Hukum”. Judul ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.Penulisan ini, membahas lebih terperinci dan spefikasi masalah PHK dengan alasan efisiensi berbeda halnya dengan tulisan lain yang hanya membahas menyangkut masalah PHK secara umum. Hal ini dibuktikan dengan pengesahan dari

(10)

perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulisan skripsi berdasarkan referensi buku-buku, media cetak dan elektronik,. Penulisan skripsi ini merupakan sebuah karya asli yang berasal dari penulis dan dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.

F. Metode Penulisan a. Metode Penulisan

Dalam menulis skripsi ini digunakan metode deskriptif yaitu penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian dengan hanya mengolah dan menggunakan data-data sekunder.

b. Data yang Digunakan

Data sekunder adalah data-data lain yang berhubungan dengan penulisan , berupa bahan-bahan pustaka. Fungsi data sekunder untuk mendukung data primer. Data sekunder yang berkaitan dengan penulisan meliputi:

1. Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat kepada masyarakat, yang terdiri dari Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang No. 13 tentang Ketenagakerjaan, Undang-undang N0. 2 Tahun 2004.

2. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Rancangan Undang-undang, hasil penelitian atau pendapat pakar hukum. 3. Bahan Hukum Tartier yaitu bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dengan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum dan ensiklopedia.

(11)

c. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara Library Research (Penelitian Kepustakaan). Library Research adalah penelitian melalui perpustakaan dengan cara membaca,menafsirkan, mempelajari, mentransfer dari buku-buku, makalah-makalah seminar, Peraturan-peraturan dan bahan perkuliahan penulis memiliki keterkaitan untuk mendukung terlaksananya penulisan skripsi ini.

d. Metode Analisis Data

Metode yang dipergunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasasn masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi.

G. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian PHK

Dalam kehidupan sehari-hari pemutusan hubungan kerja antara buruh dengan majikan (pengusaha) lazimnya dikenal dengan istilah PHK atau pengakiran hubungan kerja, yang dapat terjadi karena telah telah

(12)

berakhirnya waktu tertentu yang telah disepakati/diperjanjiakn sebelumnya dan dapat pula terjadi karena adanya perselisihan buruh dan majikan, meninggalnya buruh atau karena terjadi sebab lainnya.

Beberapa literatur hukum perburuhan tidak satupun kita jumpai rumusan ataupun defenisi tentang Pemutusan hubungan kerja, namun dari uraian diatas dapat diartikan bahwa, pemutusan hubungan kerja adalah langkah pengakhiran hubungan kerja antara buruh (pekerja) dengan majikan (pengusaha) yang disebabkan karena keaadaan tertentu.11

a. Dengan adanya pemutusan hubungan kerja, bagi buruh telah kehilangan mata pencaharian.

Dalam praktik, pemutusn hubungan kerja yang terjadi karena berakhirnya waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian, tidak menimbullan permasalahan kedua belah pihak (buruh maupun majikan) karena pihak-pihak yang bersangkutan sama-sama telah menyadari atau mengetahui saat berakhirnya hubungan kerja tersebut, sehingga masing-masing telah berupaya telah mempersiapkan diri dalam menghadapi kenyataan itu. Berbeda halnya dengan pemutusan yang telah nterjadi karena adanya perselisihan, keadaan ini akan membawa dampak terhadap kedua belah pihak, lebih-lebih bagi buruh yang dipandang dari sudut ekonomis mempunyai kedudukan yang lemah jika dibandingkan dengan pihak pengusaha. Karena pemutusan hubungan kerja bagi pihak buruh akan memberi pengaruh psikologis, ekonomis, finansial sebab :

11

H. Zainal Asikin, H. Agusfian Waahab, Lalu Husni, Zaeni Asyhadie “Dasar-dasar Hukum

(13)

b. Untuk mencari pekerjaan yang baru sebagai penggantinya, harus banyak mengeluarkan biaya (keluar masuk perusahaan disamping biaya-biaya lain seperti pembuatan surat-surat untuk keperluan lamaran dan fotocopi surat-surat lainya.)

c. Kehilangan biaya hidup untuk diri dan keluarganya sebelum mendapat pekerjaan baru sebagai penggantinya.

Sehubungan dengan akibat yang ditimbulkan dengan adanya pemutusan hubungan kerja itu khususnya bagi buruh dan keluarganya. Karena itulah pemutusan hubungan kerja ini harus dihindari terjadinya bahkan jika mungkin ditiadakan sama sekali. 12

2. Landasan Hukum PHK

Sejak bergulirnya tuntutan demokrasi, maka pemerintah telah melakukan reformasi peratura perundang-undangan ketenagakerjaan sebagai dasar hukum pemutusan hubungan kerja yaitu ;

Undang-Undang No. 14 Tahun 1969, tentang Pokok-pokok Ketenagakerjaan, telah diganti dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. UU No. 22 Tahun 1957 tentang penyelesaian Perselisihan perburuhan di Perusahaan Swasta, telah diganti dengan UU No.2 Tahun 2004 tentang penyelesaian Perselisihan hubungan Industrial yang selanjutnya disebut dengan UU PPHI. Disamping peraturan perundang-undangan sebagai dasar hukum pemutusan Hubungan Kerja,

12

(14)

juga dapat diatur di Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP), dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

Dengan lahirnya UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial , maka tidak ada lagi pembatasan atau diskrimnasi antara perusahaan swasta dengan perusahaan milik negara, karena perusahaan dalam undang-undang ini meliputi :

a. Badan Usaha yang berbadan hukum atau tidak,

b. Milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum milik swasta atau milik negara.

c. Usaha-usaha sosial atau usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dalam mempekerjakan orang lain dengan membayar upah ayau imbalan dalam bentuk lain.13

H. Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka akan diberikan gambaran secara ringkas mengenai uraian dari bab ke bab yang berkaitan satu dengan yang lainya. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

Bab I Pendahuluan. Pada bab ini digambarkan secara umum tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, metodelogi penelitian, tinjauan pustaka, sistematika penulisan yang berkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

13

Mitar Pelawi,makalah ”Pemutusan Hubungan Kerja”, kuliah umum di FH USU 22 Februari 2008.

(15)

Bab II Pengaturan PHK dengan alasan efisiensi dalam peraturan perundang-undangan. Pada bab ini dibahas mengenai pengaturan PHK dengan alasan efisiensi dalam peraturan perundang-undangan, dan apa saja yang menjadi alasan dan menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yaitu : Pemutusan Hubungan Kerja yang disebabkan oleh Pengusaha, Pemutusan Hubungan Kerja yang disebabkan oleh Pekerja/buruh, Pemutusan Hubungan Kerja yang disebabkan demi hukum, Pemutusan Hubungan Kerja yang disebabkan karena Pengadilan.

Bab III Tata Cara/Prosedur Penyelesaian PHK menurut Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Pada bab ini akan dibahas mengenai prosedur penyelesaian pemutusan hubungan kerja dengan alasan efisiensi serta prosedur pemutusan hubungan kerja secara umum baik yang dilakukan diluar persidangan maupun dilakukan melalui persidangan di Pengadilan Hubungan Industrial.

Bab IV Perlindungan Hukum Terhadap hak-hak pekerja/buruh yang terkena PHK akibat efisiensi dalam perusahaan dilihat dari Keputusan MA No. 37 K/PHI/2006. Dalam bab ini, akan dibahas mengenai pemahaman pengertian efisiensi dalam perusahaan, analisis kasus putusan MA No.37 K/PHI/2006.

Referensi

Dokumen terkait

BAB III: Kendala Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) Dalam Memerangi Cyber Crime : Aspek Koordinasi dan Kerjasama Internasional... Beberapa Penanggulangan Global

Pada bab ini juga akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan analisa mengenai tindak pidana Pemilihan Umum yang pernah terjadi di Indonesia berdasarkan peraturan

Dalam menetapkan tujuan, Balai Pelatihan Kesehatan Semarang perlu lebih dulu memperhatikan tujuan strategis Kementerian Kesehatan RI dan Badan Pengembagan dan Pemberdayaan Sumber

Dengan standar kualifikasi akademik dan standar kompetensi guru seperti tersebut di atas, kiranya pendidik akan dapat melaksanakan pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Meskipun dikatakan bahwa ada kecendrungan sikap pro-Amerika yang ditunjukkan oleh pemerintah Indonesia, namun fakta nya hubungan antara masyarakat Muslim di

Selain itu masalah yang terjadi pada pasangan tidak memiliki anak akan mengalami frustasi, marah satu sama lain, masalah komunikasi, masalah dalam ketidaksamaan

Tunas-tunas yang terbentuk tersebut berwarna hijau dengan pertumbuhan sempurna (Gambar 3), sedangkan pada eksplan kalus embrionik hasil persilangan antara jeruk siem x

Pemilik berharap penghitungan stok, penjualan, pembelian, dan laporan keuangan dapat dilakukan secara online, serta dapat melihat bagaimana laba rugi dari kantor