• Tidak ada hasil yang ditemukan

(listening skill), keterampilan membaca (rading skill), dan keterampilan menulis (writing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "(listening skill), keterampilan membaca (rading skill), dan keterampilan menulis (writing"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN STRATEGI DEBAT CONTEST DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA PADA SISWA KELAS XII IPS

SMA SEJAHTERA SURABAYA Oleh:

Fransisca Romana Sunarmi

Berbicara merupakan keterampilan yang sangat penting karena didalamnya mengandung informasi yang ingin disampaikan. Namun, pada proses pembelajaran masih sering terjadi misunderstanding informasi antara guru dengan siswa. Pembelajaran berbicara pun belum dilaksanakan dengan baik. Berdasarkan hasil observasi , kelas XII IPS SMA Sejahtera Surabaya adalah kelas yang tingkat keterampilan berbicaranya masih rendah. Rumusan masalah penelitian ini yaitu bagaimana perubahan perilaku belajar siswa kelas XII SMA Sejahtera Surabaya dalam strategi Debat contet dan peningkatan keterampilan berbicara? Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsi perubahan perilaku belajar siswa kelas XII SMA Sejahtera Surabaya dalam strategi Debat Contest dan peningkatan keterampilan berbicara. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas yang terdiri atas 2 siklus, masing-masing terdiri atas 4 tahap yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Sumber datanya adalah siswa kelas XII SMA Sejahtera sebanyak 44 siswa. Teknik yang diterpakan yaitu: siswa berlatih berbicara, guru menghadirkan narasumber, guru melakukan simulasi dan permodelan, siswa bertanya kepada narasumber, dan siswa menyampaikan informasi. Hasil penelitian menunjukan adanya perubahan perilaku siswa yang positif. Tindakan yang dilakukan guru pada siklus I berupa pemberian simulasi dan permodelan cara meningkatan keterampilan berbicara, memberi siswa kesempatan berlatih berbicara. Siswa memberi reaksi positif dengan cara menyampaikan informsi sesuai tindakan guru. Berdasarkan refleksi siklus I perlu adanya pengubahan tema. Tindakan perbaikan yang dilakukan guru pada siklus II berupa: mengubah tema dengan 7 tema berbeda, menunjukan kesalahan yang masih dilakukan siswa dan cara memperbaikinya, Siswa memberi reaksi lebih positif karena siswa lebih maksimal melakukan pembelajaran. Perubahan perilaku belajar siswa ditunjukan dengan: pada pembelajaran siklus I, siswa masih banyak yang ramai, bercanda sendiri, kurang bertanggung jawab terhadap tugasnya, merasa bosan, dan bermalas-malasan. Namun, pada pembelajaran siklus II siswa terllihat lebih tenang, serius, lebih bertanggung jawab dan antusias mengikuti pembelajaran. Perubahan perilaku itu mengakibatkan peningkatan keterampilan berbicara yaitu 75.2 pada siklus I menjadi 80.29 pada siklus II. Dapat disimpulkan bahwa telah terjadi perubahan perilaku belajar siswa ke arah positif yang diikuti dengan peningkatan keterampilan menyampaikan informasi siswa setelah diterapkan strategi Debat Contest dalam peningkatan keterampilan berbicara.

Kata kunci: Strategi Debat Contest, Keterampilan Berbicara

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keterampilan berbicara merupakan salah satu segi dalam caturtunggal ketrampilan berbahasa disamping tiga keterampilan berbahasa lain, yaitu: keterampilan menyimak (listening skill), keterampilan membaca (rading skill), dan keterampilan menulis (writing skill). Setiap keterampilan tersebutsaling berhubungan erat dan tidak dapat berdiri sendiri-sendiri. Dalam proses memperoleh keterampilan berbahasa, kita biasanya melalui suatu

(2)

urutan yang teratur, pada masa kecil kita menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca, dan menulis (Tarigan 1981:1).

Berdasarkan fungsinya, keterampilan membaca dan menyimak termasuk keterampilan berbahasa yang resepsif dan apresiasif. Artinya, kedua keterampilan tersebut digunakan untuk menangkap dan memahami informasiyang disampaikan melalui bahasa lisan dan tertulis. Sebaliknya, keterampilan berbicara dan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat produktif dan resepsif. Artinya, kedua keterampilan berbahasa tersebut digunakan untuk menyampaikan informasi atau gagasan baik secara lisan maupn tertulis (Wagiran dan Doyin 2005:1-2).

Berbicara merupakan keterampilan yang sangat penting dan harus dipelajari karena setiap proses berbicara pasti ada pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh pembicara kepada pendengarnya. Oleh karena itu, menyampaikan informasi dimasukan dalam salah satu kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa kelas XII IPS SMA Sejahtera Surabaya. Indikatornya adalah: (1) mampu mengajukan pertanyaan untuk meminta penjelasan dari seorang narasumber; (2) mampu menyampaikan informasi kepada orang lain; dan (3) mampu membandingkan keutuhan pesan yang diterima dari narasumber dengan isi pesan yang disampaikan.

Terjadi proses pembelajaran yang berpusat pada guru, siswa hanya berperan sebagai obyek pembelajaran.

Kadang-kandang guru juga telah menerapkan teknik diskusi dalam kelompok masyarakat belajar (learning community). Namun, hal tersebut justru menjadi „bumerang‟ bagi siswa. Siswa sering menggantungkan diri pada anggota kelompok yang lain sehingga mengakibatkan siswa yang aktif semakin aktif dan siswa yang pasif semakin tertinggal. Hal tersebut disebabkan karena selama ini mereka dimanjakan dengan cara menerima materi dari guru. Walaupun siswa hanya menerima materi dari guru, namun salah paham dalam proses

(3)

pembelajaran masih terjadi. Siswa belum dapat sepenuhnya memahami dan menjelaskan kembali materi dari guru sehingga siswa sering salah dalam menjawab pertanyaan. Dalam hal ini, proses komunikasi antara guru dan siswa dalam pembelajaran masih mengalami misunderstanding sehingga pengetahuan yang diterima siswa relatif rendah. Model pembelajaran yang benar belum diterapkan oleh guru.

Teknik yang diterapkan oleh guru pun sering tidak sesuai dengan indikator yang ingin dicapai paa setiap kompetensi dasarnya. Misalnya, untuk kompetensi dasar menyampaikan laporan perjalanan (indikator: mampu menyampaikan laporan perjalanan dengan bahasa yang komunikatif berdasarkan urutan, ruang, waktu, atau topik) guru justru menekankan pada kompetensi dasar membaca. Cara yang digunakan yaitu guru menyuruh siswa membaca teks laporan perjalanan yang ada di dala buku, bukan bagaimana proses siswa menyampaikan laporan perjalanannya.

Untuk mengatasi masalah rendahnya keterampilan berbicara dan menambah variasi teknik pembelajaran berbicara, maka penelitian ini menawarkan sebuah alternatif pembelajaran dalam peningkatan keterampilan berbicara yang penerapannya sesuai dengan pendekatan kontekstual. Siswa akan lebih mudah menangkap materi dengan cara tersebut, hal ini penting agar proses komunikasi berlangsung realistis. Diharapkan, setelah pembelajaran ini siswa menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti sehingga mereka mampu mengembangkan potensi berbicaranya masing-masing.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas peneliti mencoba merumuskan masalah secara umum sebagai berikut : Bagaimana Peningkatan Ketrampilan Berbicara Melalui Strategi Debat Contest Pada Siswa Kelas XII IPS SMA Sejahtera Surabaya. Dari masalah umum di atas peneliti merumuskan 4 (empat) masalah khusus sebagai berikut :

Penerapan…, Fransisca RS >>> 88

(4)

1. Bagaimana aktifitas guru pada Peningkatan Ketrampilan Berbicara Melalui Strategi Debat Contest Pada Siswa Kelas XII IPS SMA Sejahtera Surabaya ?

2. Bagaimana aktifitas siswa pada Peningkatan Ketrampilan Berbicara Melalui Strategi Debat Contest Pada Siswa Kelas XII IPS SMA Sejahtera Surabaya ?

3. Bagaimana hasil belajar tentang Peningkatan Ketrampilan Berbicara Melalui Strategi Debat Contest Pada Siswa Kelas XII IPS SMA Sejahtera Surabaya ?

4. Bagaimana ketuntasan belajar tentang Peningkatan Ketrampilan Berbicara Melalui Strategi Debat Contest Pada Siswa Kelas XII IPS SMA Sejahtera Surabaya ?

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan pengamatan, ada banyak permasalahan yang berkaitan dengan masalah pembelajaran keterampilan berbicara di sekolah dan harus segera dicarikan jalan keluarnya. Tentu saja hal itu membutuhkan waktu, biaya, tenaga, dan pemikiran yang banyak, sedangkan peneliti memiliki keterbatasan dalam berbagai hal tersebut. Mengingat keterbatasan waktu, tenaga, biaya, serta alasan agar pembahasan dan analisis lebih mendalam, maka dalam penelitian ini peneliti membatasi permasalahan pada upaya peningkatan keterampilan berbicara pada sisa kelas XII IPS SMA Sejahtera Surabaya.

Pemfokusan obyek penelitian ini disebabkan kemampuan berbicara siswa kelas XII IPS SMA Sejahtera Surabaya masih rendah/ selain itu, penerapan pembelajaran kontekstual pada setiap proses pembelajaran bahasa sangat dianjurkan, maka dengan alasan itulah penelitian ini dilakukan.

1.4 Tujuan Penelitian

(5)

Adapun tujuan penelitian ini yaitu mendeskripsikan perubahan perilaku belajar siswa kelas XII IPS SMA Sejahtera Surabaya dalam menyampaikan informasi setelah diberikan tindakan pembelajaran pendekatan kontekstual dalam peningkatan keterampilan berbicara.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini tentunya sangat berguna bagi duni pendidikan, yaitu baik terhadap Peneliti, Guru, Siswa maupun Lembaga Pendidikan. Untuk lebih jelasnya maka penulis akan menguraikan sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan pengalaman pertama bagi penulis, diharapkan dapat manambah wawasan dan pengetahuan dalam menganalisa suatu permasalahan terutama masalah-masalah dalam dunia pendidikan yang semakin lama semakin kompleks.

2. Bagi Peneliti

Penelitian ini menemukan model pendekatan kontekstual dan keterampilan berbicara, sehingga memberikan alternatif teknik dalam pembelajaran pengembangan keterampilan berbicara.

3. Bagi Peneliti

Sedangkan bagi siswa, manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah siswa mendapat pengalaman menyampaikan infomasi dan berbicara dalam ragam formal yang mirip dengan tindakan berbahasa sebenarnya di masyarakat, seperti yang di tuntut dalam pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan demikian, setelah mengikuti pembelajaran ini siswa dapat menerapkan keterampilannya di

(6)

masyarakat karena keterampilan berbicara menyampaikan informasi tidak dapat di lepaskan dari kehidupan sehari-hari.

4. Bagi Peneliti

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan input bagi lembaga pendidikan pada umumnya dan khususnya XII IPS SMA Sejahtera Surabaya, sehingga dapat menjadikan rujukan dalam pengambilan kebijakan di kemudian hari.

2. LANDASAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hakikat Berbicara

2.1.1 Pengertian Berbicara

Berbicara menurut Tarigan (2008: 16) adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) dan memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Berbicara juga merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi control sosial.

Lain halnya dengan pendapat Hendrikus (2009: 14) yang menjelaskan bahwa berbicara adalah mengucapkan kata atau kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai suatu tujuan tertentu (misalnya memberikan informasi atau

(7)

memberi motivasi). Sementara itu menurut Nurgiyantoro (1995:274) berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan. Berbicara itu lebih daripada hanya sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah kegiatan berbahasa yang digunakan sebagai alat untuk mengomunikasikan gagasan, pikiran dan perasaan kepada orang lain sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

2.1.2 Tujuan Berbicara

Tujuan utama dari berbicara adalah untuk komunikasi. Tarigan (2008: 16) menyebutkan agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka seharusnya seorang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Seorang pembicara harus mengevaluasi efek pembicaraannya terhadap para pendengar, dan harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan. Selain itu, Tarigan (2008: 16) berpendapat bahwa sebagai alat social (sosial tool) ataupun sebagai alat perusahaan maupun profesional (business or professional tool), maka pada dasarnya berbicara mempunyai tiga maksud, yaitu: (1) memberitahukan dan melaporkan (to inform), (2) menjamu dan, (3) menghibur (to intertain) membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade).

2.1.3 Faktor Penghambat berbicara

Faktor-faktor yang dapat menentukan berhasil tidaknya kegiatan berbicara yakni pembicara, pendengar, dan pokok pembicaraan yang dipilih. Ketiga factor tersebut sangat menentukan keefektifan berbicara. Faktor bahasa juga sangat menentukan. Seorang pembicara harus memerhatikan bahasa yang digunakan terkait siapa yang menjadi pendengarnya. Selain itu menurut Sujanto (1988: 192) ada

(8)

beberapa gangguan yang mengakibatkan pesan yang diterima oleh pendengar tidak sama dengan apa yang dimaksud oleh pembicara dalam proses berbicara. Faktor tersebut menyebabkan kegiatan berbicara kurang lancar. Faktor tersebut adalah (1) faktor fisik, yaitu faktor yang ada pada partisipan sendiri dan factor yang berasal dari luar partisipan, (2) faktor media, yaitu faktor linguistik dan nonlinguistik, misalnya tekanan, lagu, irama, ucapan, dan isyarat gerak bagian tubuh, (3) faktor psikologis, yaitu kondisi kejiwaan partisipan komunikasi, misalnya dalam keadaan marah, menangis, maupun sakit.

2.1.4 Faktor-faktor Penunjang Berbicara

Menurut Maidar (1988: 17-22) menyatakan bahwa ada beberapa factor yang menunjang kegiatan berbicara. Faktor ini meliputi faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan. Uraian berkaitan dengan faktor kebahasaan dan factor nonkebahasaan adalah sebagai berikut.

1) Faktor-faktor kebahasaan sebagai penunjang keefektifan berbicara: a) ketepaatan ucapan,

b) penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, c) pilihan kata (diksi),

d) ketepatan sasaran pembicaraan.

2) Faktor-faktor nonkebahasaan sebagai penunjang keefektifan berbicara adalah sebagai berikut:

a) sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku,

b) pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara, c) kesediaan menghargai pendapat orang lain, d) gerak-gerik dan mimik yang tepat,

(9)

e) kenyaringan suara juga sangat menentukan, f) kelancaran,

g) relevansi/penalaran, h) penguasaan topik.

2.1.5 Bentuk Kegiatan Berbicara

Menurut Tarigan (2008: 24-25), secara garis besar, berbicara dapat dibagi atas: 1) Berbicara di muka umum pada masyarakat (public speaking) yang mencakup

empat jenis, yaitu:

a) berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat memberitahukan atau melaporkan; yang bersifat informatif (informative speaking);

b) berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat kekeluargaan, persahabatan (fellowship speaking);

c) berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (persuasive speaking);

d) berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat merundingkan dengan tenang dan hati-hati (deliberative speaking).

2) Berbicara pada konferensi (conference speaking) yang meliputi: a) diskusi kelompok (group discussion);

b) prosedur parlementer (parliamentary procedure); c) debat.

Bentuk kegiatan berbicara menurut Maidar (1988: 36) adalah sebagai berikut, 1) diskusi, 2) bercakap-cakap, 3) konversasi, 4) wawancara, 5) pidato, 5) bercerita, 6) sandiwara, 7) pemberitaan, 8) telepon-menelepon, 9) rapat, 10) ceramah, 11) seminar. Sementara menurut Nurgiyantoro (1995: 276: 289) bentuk kegiatan berbicara antara

(10)

lain, 1) pembicaraan berdasarkan Gambar, 2) wawancara, 3) bercerita, 4) pidato, 5) diskusi.

2.2 Diskusi Sebagai Salah Satu Ragam Kegiatan Berbicara 2.2.1 Pengertian Diskusi

Diskusi merupakan pemberian jawaban atas pertanyaan atau pembicaraan serius tentang suatu masalah objektif yang berasal dari bahasa Latin yaitu discutere, yang berarti membeberkan masalah. Diskusi juga berarti tukar menukar pikiran di dalam kelompok kecil maupun kelompok besar (Hendrikus, 2009: 96). Sementara menurut Tarigan (2008: 40) hakikat diskusi adalah metode untuk memecahkan permasalahan dengan proses berpikir kelompok. Oleh karena itu, diskusi merupakan suatu kegiatan kerja sama atau aktivitas koordinatif yang mengandung langkah-langkah dasar tertentu yang harus dipatuhi oleh seluruh kelompok.

Selain itu, Maidar (1988: 37) menyatakan bahwa diskusi pada dasarnya merupakan suatu bentuk tukar pikiran yang teratur dan terarah, baik dalam kelompok kecil atau besar, dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan, dan keputusan bersama mengenai suatu masalah. Bertukar pikiran baru dapat dikatakan berdiskusi apabila: 1) ada masalah yang dibicarakan, 2) ada seseorang yang bertindak sebagai pemimpin diskusi, 3) ada peserta sebagai anggota diskusi, 4) setiap anggota mengemukakan pendapatnya dengan teratur, 5) kalau ada kesimpulan atau keputusan hal itu disetujui semua anggota.

Berdasarkan syarat-syarat di atas, ternyata tidak semua bentuk bertukar pikiran dapat digolongkan ke dalam diskusi. Dari beberapa pengertian diskusi di atas dapat disimpulkan bahwa diskusi merupakan pembicaraan untuk memecahkan suatu permasalahan dalam bentuk tukar pikiran secara teratur dan terarah dan perlu adanya

Penerapan…, Fransisca RS >>> 97

(11)

kerja sama, baik dalam kelompok kecil maupun besar dengan tujuan mendapatkan kesepakatan bersama.

2.2.2 Manfaat Diskusi

Manfaat diskusi kelompok ialah kemampuannya memberikan sumbersumber yang lebih banyak bagi pemecahan masalah (problem solving) ketimbang yang tersedia atau yang diperoleh, apabila pribadi membuat keputusan-keputusan yang memengaruhi/merusak suatu kelompok. Diskusi kelompok juga sangat berguna apabila dua pandangan yang bertentangan harus diajukan dan suatu hasil yang bersifat memilih “salah satu dari dua” yang segera akan dilaksanakan (Tarigan, 2008: 51-52). Hendrikus (2009: 96-97) menambahkan bahwa diskusi menjadikan pendengar atau pemirsa memiliki pandangan dan pengetahuan yang lebih jelas mengenai masalah yang didiskusikan. Oleh sebab itu, diskusi mempunyai hubungan yang erat dengan proses pembentukan pikiran dan pendapat.

Manfaat diskusi kelompok menurut Bullatau (2007: 6) adalah pemikiran bersama yang mempunyai kemampuan kreatif dalam artian realistis. Oleh karena itu, ketika orang mengatahui bahwa gagasan, ide, dan pendapatnya sejalan dengan orang lain dalam kelompok tersebut, maka dapat tercipta dan terbukalah kemungkinan untuk bertindak dengan daya dorong yang lebih kuat berkat kerja sama dan keyakinan bersama. Sementara menurut Maidar (1988: 40) diskusi kelompok memiliki beberapa keunggulan yang dapat dimanfaatkan yaitu sebagai berikut.

1) Diskusi lebih banyak melatih siswa berpikir secara logis karena adanya proses adu argumentasi.

(12)

2) Argumentasi yang dikemukakan mendapat penilaian dari anggota yanglain, sehingga hal ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir dalam memecahkan suatu masalah.

3) Umpan balik dapat diterima secara langsung, sehingga hal ini dapat memperbaiki cara berbicara pembicara, baik yang menyangkut factor kebahasaan maupun nonkebahasaan.

4) Peserta yang pasif dapat dirangsang supaya aktif berbicara oleh moderator atau peserta yang lain.

5) Para peserta diskusi turut memberikan saham, turut mempertimbangkan gagasan yang berbeda-beda dan turut merumuskan persetujuan bersama tanpa emosi untuk menang sendiri. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa diskusi mempunyai manfaat yang besar untuk meningkatkan kemampuan berbicara khususnya pada siswa.

2.2.3 Bentuk-bentuk Diskusi

Bentuk diskusi menurut Hendrikus (2009: 97-99) dibagi berdasarkan tujuan, isi, dan para peserta, antara lain: (1) diskusi fak, (2) diskusi podium, (3) forum diskusi, dan (4) diskusi kasualis. Sejalan dengan itu, Tarigan (2008: 24-25) membagi diskusi kelompok menjadi beberapa cabang.

1) Kelompok yang tidak resmi:

a) kelompok studi (the study groups),

b) kelompok pembentuk kebijaksanaan (the policy-making group), c) komite (the committee).

(13)

2) Kelompok yang resmi: a) konferensi,

b) diskusi panel, c) simposium.

Sementara menurut Dipodjojo (1984: 64) mengemukakan beberapa bentuk diskusi kelompok, antara lain : (1) panitia, (2) konferensi, (3) bundar, (4) panel, (5) panel forum, (6) symposium, (7) buzz group/Philips ‟66, (8) seminar, (9) colloquium, (10) brainstorming. Bentuk diskusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk diskusi kelompok, baik kelompok kecil maupun kelompok besar (kelas). Hal itu sesuai dengan definisi yang disampaikan Tarigan (2009: 96) bahwa diskusi berarti tukar menukar pikiran yang terjadi di dalam kelompok kecil dan kelompok besar. Diskusi kelompok kecil dilakukan dengan membagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil sesuai jumlah siswa. Setelah diadakan diskusi kelompok kecil kemudian diteruskan dengan diskusi kelompok besar (diskusi kelas).

2.2.4 Hal-hal yang Perlu diperhatikan dalam Diskusi

Dipodjojo (1984: 67) membagi beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berdiskusi adalah sikap tiap anggota dan persiapan. Pertama, setiap peserta atau anggota hendaknya mempunyai sikap kerja sama dan menyadari bahwa dirinya merupakan anggota dari kelompok. Kemudian, dalam kerja sama itu, ada keinginan mendapatkan suatu hasil yang dapat diterima oleh para peserta atau paling tidak sebagian besar peserta diskusi. Kedua, persiapan yang matang menentukan keberhasilan diskusi. Dipodjojo (1984: 57) membagi beberapa hal yang harus dipersiapkan dalam diskusi sebagai berikut.

1) Pemilihan masalah yang akan dipakai sebagai pokok diskusi.

(14)

2) Penentuan tujuan apa yang akan dicapai.

3) Memilih dan menentukan siapa-siapa yang akan diminta mengambil bagian dari diskusi.

4) Penjajakan masalah.

5) Menentukan beberapa lama waktu yang diperlukan atau yang tersedia untuk diskusi tersebut.

6) Menentukan tata tertib dan jalannya diskusi. 7) Menentukan kebutuhan fisik dan pengaturannya.

8) Staf administrasi yang behubungan dengan kelancaran dan keberhasilan diskusi.

2.2.5 Hambatan dan Penanggulangannya 1) Hambatan

Hambatan-hambatan yang sering dijumpai dalam diskusi kelompok menurut Salisbury dalam Tarigan (2008: 53) adalah: a) kegagalan memahami masalah, b) kegagalan karena tetap bertahan terhadap masalah, c) salah paham terhadap makna-makna setiap kata orang lain, d) kegagalan membedakan antara fakta-fakta yang “dingin” dan pendapat-pendapat yang “panas", e) perselisihan pendapat yang meruncing tanpa adanya keinginan untuk berkompromi, f) hilangnyakesabaran dalam kemarahan yang tidak tanggung-tanggung, g) kebingungan menghadapi suatu perbedaan pendapat dengan suatu serangan terhadap pribadi seseorang, h) mempergunakan waktu untuk membantah sebagai pengganti mengajukan pertanyaan-pertanyaan, i) mempergunakan kata-kata yang bernoda (stigma words) menumpulkan pikiran. 2) Penanggulangannya Solusi untuk menghadapi hambatan-hambatan dalam diskusi kelompok dinyatakan oleh Auer dan Ewbank dalam Tarigan (2008: 54) adalah : a) menarik atau mengarahkan perhatian kepada suatu butir yang belum terpikirkan,

Penerapan…, Fransisca RS >>> 102

(15)

b) menanyakan kekuatan sesuatu argumen, c) kembali lagi kepada sebab-musabab, d) menanyakan sumber-sumber informasi atau argumen, e) menyarankan agar diskusi tidak menyimpang dari masalah, f) menyadarkan bahwa belum ada informasi baru yang ditambahkan, g) menarik perhatian kepada kesukaran atau kerumitan masalah, h) mendaftarkan langkah-langkah persetujuan (atau perselisihan), i) memberi kesan bahwa kelompok belum siap mengambil tindakan, j) memberi kesan bahwa tidak ada keuntungan diperoleh dari penundaan yangberlarut-larut, k) menyarankan kepribadian-kepribadian atau tokoh-tokoh yang harus dihindari, l) memberi kesan bahwa ada beberapa orang yang berbicara terlalu banyak, m) menyarankan betapa besarnya nilai suatu kompromi, n) memberi kesan bahwa kelompok itu mungkin/seolah-olah telah dirugikan.

2.3 Debat Contest Sebagai Salah Satu Metode untuk Menstimulasi Diskusi Kelas

Debat merupakan suatu argumen untuk menentukan baik tidaknya suatu usul tertentu yang didukung oleh satu pihak yang disebut pendukung afirmatif, dan ditolak, disangkal oleh pihak lain yang disebut penyangkal atau negatif. Perdebatan terjadi akibat adanya perbedaan pendapat yang muncul akibat adanya dorongan untuk bebas berpendapat. Beda pendapat adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari oleh setiap individu. Pada dasarnya debat merupakan suatu latihan atau praktik persengkataan atau kontroversi. Menurut Hendrikus (2009: 120), debat pada hakikatnya merupakan saling adu argumentasi antarpribadi atau antarkelompok manusia, dengan tujuan mencapai kemenangan untuk suatu pihak. Ketika berdebat setiap pribadi atau kelompok mencoba untuk saling menjatuhkan agar pihaknya berada pada posisi yang benar. Menurut Hendrikus (2009: 121) ada dua bentuk debat.

(16)

Bentuk debat yang pertama, yaitu debat Inggris. Dalam debat ini ada dua kelompok yang berhadapan yaitu kelompok pro dan kelompok kontra. Sebelum dimulai perdebatan ditentukan terlebih dahulu dua pembicara dari setiap kelompok. Debat dimulai dengan memberi kesempatan kepada pembicara pertama dari salah satu kelompok untuk merumuskan argumentasinya dengan jelas dan teliti. Pembicara dari kelompok lain menanggapi pendapat pembicara pertama, tetapi tidak boleh mengulangi pikiran yang sudah disampaikan. Selanjutnya para pembicara kedua dari setiap kelompok diberi kesempatan untuk berbicara sesuai urutan pada para pembicara pertama. Bentuk debat kedua, yaitu debat Amerika. Dalam debat ini terdapat dua regu yang berhadapan, tetapi masing-masing regu menyiapkan tema melalui pengumpulan bahan secara teliti dan penyusunan argumentasi yang cermat. Para anggota kelompok debat ini adalah orang-orang yang terlatih dalam seni berbicara. Mereka berdebat di depan sekelompok juri dan publikum. Namun, dalam penelitian ini perdebatan digunakan sebagai metode untuk menstimulasi diskusi kelas. Metode debat contes ini hampir mirip dengan bentuk debat Inggris karena kelas dibagi menjadi kelompok pro dan kelompok kontra yang nantinya setiap kelompok harus ditunjuk satu juru pembicara dalam mengemukakan argumen tiap-tiap kelompok.

2.3.1 Debat Contest

Metode debat contes ini pertama kali diperkenalkan oleh Melvin L. Silbermen yang merupakan seorang Guru Besar Kajian Psikologi Pendidikan di Temple University. Metode debat aktif ini merupakan salah satu metode yang diciptakanoleh Melvin L. Silberman dalam pembelajaran aktif (active learning). Metode ini digunakan untuk menstimulasi diskusi kelas. Melalui metode ini setiap siswa didorong untuk mengemukakan pendapatnya melalui suatu perdebatan antar

(17)

kelompok diskusi yang disatukan dalam sebuah diskusi kelas. Sebuah metode bisa menjadi metode berharga untuk meningkatkan pemikiran dan perenungan, terutama jika siswa diharapkan mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan diri mereka sendiri. Ini merupakan metode untuk melakukan suatu perdebatan yang secara aktif melibatkan setiap siswa di dalam kelas tidak hanya mereka yang berdebat.

2.3.2 Prosedur Metode Debat Contest

Prosedur dalam metode contes adalah sebagai berikut :

1. Susunlah sebuah pernyataan yang berisi pendapat tentang isu controversial yang terkait dengan mata pelajaran.

2. Bagilah kelas menjadi dua tim debat. Tugaskan (secara acak) posisi “pro”kepada satu kelompok dan posisi “kontra” kepada kelompok yang lain.

3. Selanjutnya, buatlah dua hingga empat subkelompok dalam masing-masing tim debat. Anda dapat membuat dua subkelompok pro, dua subkelompok kontra yang masing-masing terdiri dari empat anggota. Perintahkan tiap subkelompok untuk menyusun argumen bagi pendapat yang dipegangnya, atau menyediakan daftar argumen yang mungkin akan mereka diskusikan dan pilih. Pada akhir dari diskusi mereka, perintahkan subkelompok untuk memilih juru bicara.

4. Tempatkan dua hingga empat kursi (tergantung jumlah dari subkelompok yang dibuat untuk tiap pihak) bagi para juru bicara dari pihak yang pro dalam posisi berhadapan dengan jumlah kursi yang sama bagi juru bicara dari pihak yang kontra dan netral. Posisikan siswa yang lain di belakan tim debat mereka. Mulailah “debat” dengan meminta para juru bicara mengemukakanpendapat mereka. Sebutlah proses ini sebagai “argumen pembuka” Penerapan…, Fransisca RS >>> 107

(18)

5. Setelah semua siswa mendengarkan argumen pembuka, hentikan debat dan suruh mereka kembali ke subkelompok awal mereka. Perintahkan subsubkelompok untuk menyusun strategi dalam rangka mengomentari argumen pembuka dari pihak lawan. Sekali lagi, perintahkan tiapsubkelompok memilih juru bicara, akan lebih baik bila menggunakan orang baru.

6. Kembali ke “debat”. Perintahkan para juru bicara, yang duduk berhadaphadapan, untuk memberikan “argumen tandingan” Ketika debat berlanjut (pastikan untuk menyelang-nyeling antara kedua pihak), anjurkan siswalain untuk memberikan catatan yang memuat argumen tandingan atau bantahan kepada pendapat mereka. Juga, anjurkan mereka untuk member tepuk tangan atas argumen yang disampaikan oleh tim perwakilan tim debat mereka.

7. Ketika dirasakan sudah cukup, akhiri perdebatan tersebut. Tanpa menyebutkan pemenangnya, perintahkan siswa untuk kembali berkumpul membentuk satu lingkaran. Pastikan untuk mengumpulkan siswa dengan meminta mereka duduk bersebelahan dengan siswa yang berasal dari pihak lawan tentang debatnya. Lakukan diskusi dalam satu kelas penuh tentang apa yang didapatkan oleh siswa dari persoalan yang diperdebatkan. Juga perintahkan siswa untuk mengenali apa yang menurut mereka merupakan argumen terbaik yang dikemukakan oleh kedua pihak.

2.4 Hipotesa Tindakan

Sesuai dengan rumusan masalah dan landasan teori yang diacu, dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut Ketrampilan Berbicara Melalui Strategi Debat Contest Pada Siswa Kelas XII IPS SMA Sejahtera Surabaya ada peningkatan.

(19)

3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) istilah dalam bahasa Inggris adalah classroom action research (CAR). Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa. (Arikunto,2009: 31) Terdapat tiga hal penting dalam pelaksanaan PTK, yakni sebagai berikut:

1. PTK merupakan penelitian yang mengikut sertakan secara aktif peran guru dan siswa dalam berbagai tindakan.

2. Kegiatan Refleksi (perenungan, pemikiran, dan evaluasi) dilakukan berdasarkan pertimbangan rasional (menggunakan konsep teori ) yang mantap dan valid guna melakukan perbaikan tindakan dalam upaya memecahkan masalah yang terjadi. 3. Tindakan perbaikan terhadap situasi dan kondisi pembelajaran dilakukan dengan

segera dan dilakukan secara praktis (dapat dilakukan dalam praktik pembelajaran). PTK merupakan penelitian praktis dalam bidang pendidikan yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki permasalahan yang terjadi dalam kegiatan belajar mengajar. PTK bersifat situasional sebab masalah yang timbul merupakan masalah yang dihadapi guru di kelas dalam proses belajar mengajar. PTK berangkat dari keprihatinan guru terhadap permasalahan yang sedang dihadapi oleh anak didiknya secara klasikal, atau permasalahan secara umum pada suatu kelas.

Ada beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan dengan bagan yang berbeda, namun secara garis besar terdapat empat

Tahapaan yang lazim dilalui, Yaitu:

(20)

1. Perencanaan ( Planning ).

2. Pelaksanaan/Tindakan ( acting ). 3. Pengamatan ( observing ).

4. Refleksi ( reflecting ).

3.2. Jenis dan Prosedur Penelitian 1. Siklus I= 23 Nopember 2013

Prosedur pada siklus I berupa perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Rencana tindakan yang akan dilakukan dalam menggunakan strategi Debat Contes dalam peningkatan keterampilan berbicara pada siswa kelas XII IPS SMA Sejahtera Surabaya dalam menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan pilihan kata dan kalimat yang efektif, antara lain sebagai berikut:

a. Perencanaan

Perencanaan ini dilakukan sebagai upaya memecahkan segala permasalahan yang ditemukan pada refleksi awal dan segala sesuatu yang perlu dilakukan pada tahap tindakan. Dengan adanya perencanaan, tindakan pembelajaran yang akan dilakukan akan lebih terarah dan sistematis.

Peneliti berkolaborasi dengan guru Bahasa dan Sastra Indonesia sekolah yang bersangkutan. Guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam penelitian ini, selain menyusun silabus juga dilibatkan sebagai observer dan penilai. Observer bekerja sama dengan peneliti mengamati proses pembelajaran peningkatan keterampilan berbicara yang dilakukan siswa.

(21)

b. Tindakan

Tindakan merupakan prosees pembelajaran yang disesuaikan dengan perencanaan pembelajaran yang matang. Guru mengembangkan silabus menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat komponen: nama sekolah, identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran, kelas/semester, komponen, aspek, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator alokasi waktu), tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, sumber belajar, penilaian dan pedoman penilaian.

c. Observasi

Guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia melakukan tindakan sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun. Pada tahap ini, peneliti melibatkan kolaborator untuk mengamati pelaksanaan tindakan.

d. Refleksi

Peneliti menganalisis data hasil tes awal untuk mengetahui efektifitas penggunaan strategi Debat Contest. Langkah selanjutnya adalah melakukan refleksi berdasar hasil pengamatan yang dilakukan oleh kolaborator. Jika penggunaan metode Debat Contest dinilai belum memberikan hasil yang signifikan, kolaborator memberikan masukan dan bersama-sama dengan melakukan langkah-langkah perbaikan untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.

2. Siklus II= 25 Nopember 2013 a) Perencanaan

Penerapan…, Fransisca RS >>> 111

(22)

Penelti melakukan replanning untuk merencanakan tindakan yang akan dilakukan pada siklus berikutnya berdasarkan hasil refleksi bersama kolaborator.

b) Tindakan

Peneliti melakukan tindakan pada siklus II sesuai dengan rencana c) Observasi

Penelti menganalisis data hasil keterampilan siswa dalam menceritakan pengalaman mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif.

d) Refleksi

Hasil analisis data dibandingkan dengan hasil tes pada siklus I untuk mengetahui efektifitas penggunaan metode Debat Contest adalah melakukan refleksi berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh kolaborator. Jika penggunaan Metode Debat Contest dinilai sudah memberikan hasil yang signifikan sesuai dengan indikator keberhasilan, penelitian dinyatakan selesai dan tinggal melakukan tindakan pemantapan kepada siswa (subyek penelitian). Namun jika hasil analisis data belum menunjukkan hasil yang signifikan, peneliti kembali malakukan refleksi bersama kolaborator untuk merencanakan tindakan perbaikan (replanning) yang akan dilaksanakan pada siklus berikutnya.

3.3. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian 1. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang layak diperlukan, maka peneliti menggunakan teknik tes dan nontes sebagai berikut:

(23)

a) Teknik Tes

Teknik tes ini dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu bentuk tes yang digunakan adalah praktik keterampilan berbicara dalam kelompok. Sedangkan aspek-aspek yang dinilai adalah kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan (penalaran), dan kontak mata.

b) Teknik Nontes

Teknik nontes yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut: a. Observasi

Observasi atau pengamatan dilakukan dengan cara mengamati aktivitas siswa pada saat proses peningkatan keterampilan berlangsung, yaitu sejak pelajaran dimulai sampai akhir pelajaran. Pengamatan ditekankan pada saat: siswa mendapat kesempatan untuk bertanya, siswa melakukan kegiatan menyampaikan informasi yang telah disampaikan, dan sebagainya. b. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data yang selanjutnya adalah dengan menggunakan teknik dokumentasi. Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel-variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, agenda, majalah, prasasti, notulen rapat, leger dan lain-lain.

Metode ini penulis gunakan dalam mencari data tentang struktur organisasi lembaga, keadaan lembaga, keadaan siswa, kegiatan belajar siswa, keadaan guru dan lain-lain.

c. Jurnal

Pada awal pembelajaran, siswa telah diberitahukan bahwa akan ada pengisian jurnal siswa, sehingga siswa akan lebih siap mengisi lembar

(24)

jurnal berdasarkan proses pembelajaran yang berlangsung. Jurnal kegiatan siswa diisi pada akhir pertemuan. Jurnal tersebut berfungsi sebagai refleksi diri atas segala hal yang dirasakan siswa selama proses pembelajaran. Jurnal yang telah diisi oleh siswa dikumpulkan saat itu juga. Jurnal guru juga merupakan refleksi dari pembelajaran pada hari itu. Jurnal guru diisi oelh guru mata pelajaran saat penelitian, yaitu peneliti sendiri.

d. Wawancara

Teknik wawancara dilakukan diluar jam pelajaran yaitu pada saat istirahat, disela-sela pelajaran atau sepulang sekolah. Wawancara dilakukan kepada 6 siswa, yaitu 2 siswa yang nilai tesnya baik, 2 siswa yang hasil tesnya sedang dan 2 siswa yang hasil tesnya kurang. Siswa yang dimaksud dipanggil secara khusus dan diberi pertanyaan. Disamping itu, pewawancara juga melakukan pencatatan.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini ada empat yaitu observasi, dokumentasi, jurnal dan wawancara.

a. Observasi (Pengamatan)

Pengamatan ini dilakukan untuk mengamati proses pendekatan kontekstual dalam peningkatan keterampilan berbicara yang sedang berlangsung berdasarkan pedoman pengamatan. Pedoman pengamatan berisi aspek yang diamati selam proses-proses pendekatan kontekstual dalam peningkatan keterampilan berbicara, yaitu meliputi:

1) Kerjasama siswa dalam pendekatan kontekstual dalam peningkatan keterampilan berbicara; Penerapan…, Fransisca RS >>> 116

(25)

2) Antusias siswa selama proses-proses pendekatan kontekstual dalam peningkatan keterampilan berbicara;

3) Antusias siswa mengajukan pertanyaan kepada narasumber berdasarkan proses pendekatan kontekstual dan peningkatan keterampilan berbicara yang disajikan;

4) Keaktifan siswa dalam menyampaikan informasi;

5) Kesediaan siswa berkomentar terhadap proses keterampilan berbicara kepada temannya;

6) Kekritisan siswa dalam mengajukan pertanyaan;

7) Keseriusan siswa ketika menerima informasi dari temannya; dan

8) Keberanian dan ketekunan siswa dalam menyampaikan informasi dan mengajukan pertanyaan.

b. Dokumentasi

Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pencatatan hasil dari proses peningkatan keterampilan berbicara difokuskan pada saat-saat tertentu, yaitu: siswa memperhatikan penjelasan guru, siswa berlatih berbicara, siswa mengajukan pertanyaan untuk menerima penjelasan dari narasumber, siswa menyampaikan informasi dalam kelompok, siswa memberi komentar, siswa bekerja sama dalam kelompok, jawaban dicocokkan bersama narasumber, dan sebagainya.

c. Jurnal

jurnal yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 yaitu, jurnal siswa dan jurnal guru. Jurnal diisi pada akhir pembelajaran. Jurnal guru berisi 5 aspek pertanyaan yaitu:

(26)

1) Bagaimanakah respon dan tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan;

2) Bagaimanakah respon dan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran?; 3) Bagaimanakah tingkah laku siswa selama kegiatanmenyampaikan informasi

berlangsung?;

4) Fenomena-fenomena apakah yang muncul dikelas pada saat informasi berlangsung?;

5) Lain-lain!

Jurnal siswa yang harus diisi oleh siswa meliputi 5 pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah:

1) Kesulitan-kesulitan apakah yang masih kamu hadapi dalam menyampaikan informasi;

2) Bagaimanakah perasaan kamu selama mengikuti pembelajaran menyampaikan informasi!

3) Bagaimanakah tanggapan kamu mengenai teknik keterampilan berbicara; 4) Bagaimanakah tanggapan kamu tentang pembelajaran keterampilan

berbicara?; dan

5) Saran apakah yang dapat kamu berikan untuk pembelajaran keterampilan berbicara?

d. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang keadaan responden melalui tanya jawab. Peneliti telah menyusun daftar pertanyaan yang akan diajukan. Dalam wawancara ini, peneliti mengendalikan percakapan sesuai dengan arah pertanyaan. Wawancara tidak dilakukan kepada semua siswa, tetapi hanya kepada siswa yang nilainya tinggi, sedang dan rendah

(27)

dalam metode Debat Contest dan peningkatan keterampilan berbicara. Adapun pertanyaan yang diungkapkan melalui wawancara adalah:

1) Bagaimanakah pendapat kamu tentang pembelajaran keterampilan berbicara yang telah diberikan oleh guru selama ini?;

2) Mengapa kamu kesulitan dalam berbicara?;

3) Apakah kamu senang dengan pembelajaran Keterampilan berbicara?; 4) Kesulitan apakah yang kamu hadapi selama mengikuti Keterampilan

Berrbicara?;

5) Bagaimanakah pendapat kamu tentang pembelajaran Keterampilan Berbicara?;

6) Dapatkah kamu menerimanya dengan baik?;

7) Apakah kesulitan berbicara yang kamu alami dapat teratasi melalui pembelajaran ini?;

8) Menurut kamu apakah yang harus diperbaiki dari pembelajaran Keterampilan Berbicara ini?;

9) Menurut kamu apakah kelebihan dan kekurangan dari pembelajaran ini; dan 10) Bagaimana saran kamu terhadap pembelajaran berbicara selanjutnya?

3.4. Teknik Analisis Data

Analisis data yang dilakukan oleh peneliti pada proses strategi Debat Contes dalam penigkatan keterampilan berbicara adalah secara kualitatif berdasarkan hasil tindakan yang dilaksanakan pada setiap siklus. Hasil tindakan pada setiap siklus dibandingkan dengan hasil tes awal untuk mengetahui presentase peningkatan keterampilan berbicara siswa kelas XII IPS SMA Sejahtera Surabaya dalam menceritakan pengalaman yang mengesankan.

Penerapan…, Fransisca RS >>> 119

(28)

Setiap siklus dideskripsikan jumlah skor yang diperoleh semua siswa, daya serap dan rata-rata skor untuk aspek kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan (penalaran) dan kontak mata. Selain itu juga dideskripsikan jumlah skor, jumlah nilai, rata-rata nilai dan tingkat daya serap dan ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus.

Mencari rata-rata siswa = M = M = Mean atau rata-rata Σ = Jumlah

N = Jumlah Siswa

3.5. Indikator Keberhasilan

Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan dan observasi, dilakukan analisis data yang diperoleh dari hasil keterampilan berbicara pada siswa kelas XII IPS SMA Sejahtera Surabaya. Data tersebut dibandingkan dengan indikator keberhasilan penggunaan metode Debat Contest, yaitu 75% (30 Siswa) kelas XII IPS SMA Sejahtera Surabaya terampil berbicara berdasarkan aspek keterampilan berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan (penalaran) dan kontak mata. Bersama kolaborator, peneliti melakukan refleksi terhadap hasil analisis data. Jika hasil analisis data belum menunjukkan refleksi terhadap hasil yang signifikan, dilakukan refleksi untuk memperbaiki langkah-langkah yang perlu dilakukan pada siklus berikutnya.

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi dan Kegiatan Siswa

(29)

SMA Sejahtera Surabaya pendidikan dan mencetak SDM yang berkualitas di wilayah Surabaya dan sekitarnya. Semua itu tidak lepas dari peran serta seluruh warga sekolah, orang tua murid dan warga sekitarnya. SMA Sejahtera Surabaya berada di Jl. Simomulyo I/3 Surabaya.

Adapun alasan peneliti memilih lokasi SMA Sejahtera Surabaya dengan pertimbangan karena kegiatan PPL dilaksanakan di sekolah tersebut dan memungkinkan peneliti untuk ikut mengembangkan kualitas pendidikan di SMA Sejahtera Surabaya.

4.2. Hasil Penelitian (Uraian persiklus)

Tahap-tahap yang dilakukan pada tahap pelaksanaan tindakan terinci sebagai berikut. Siklus I = 23 Nopember 2013

1. Deskripsi Hasil Observasi Aktivitas Siswa

Pada tahap persiapan tindakan, peneliti yang sekaligus sebagai guru menyiapkan silabus, RPP, instrumen, sumber belajar, dan media belajar yang digunakan untuk mendukung efektifitas pelaksanaan tindakan.

1) Pelaksanaan Tindakan

Pada setiap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang tersusun dalam RPP. Secara garis besar, tindakan yang dilaksanakan pada setiap siklus dengan yang tersusun dalam RPP antara lain sebagai berikut: 2) Tindakan Awal

(30)

a. Apresepsi: peneliti mengaitkan materi pembelajaran tentang dengan pengalaman siswa

b. Motivasi: penelitian memberikan motivasi kepada siswa agar gemar menceritakan pengalaman yang mengesankan kepada orang lain

3) Tindakan Inti

a. Siswa menyimak contoh cerita pengalaman yang mengesankan yang disampaikan oleh peneliti

b. Siswa melakukan tanya jawab dengan guru dan teman sekelas untuk menentukan langkah-langkah menceritakan pengalaman mengesankan berdasarkan contoh cerita yang disimak

c. Siswa memilih dan mencatat pengalaman-pengalaman yang ingin diceritakan d. Siswa mencatat identitas penutur dan mitra tutur, yaitu orang-orang yang

terlibat dalam pengalaman yang akan diceritakan

e. Siswa mencatat konteks tuturan, yaitu latar belakang pengetahuan yang dimiliki penutur dan mitra tutur

f. Siswa mencatat tujuan tuturan, yaitu apa yang ingin dicapai penutur berdasarkan pengalaman yang akan diceritakan

g. Siswa bertindak melalui wujud tindakan verbal berdasarkan hal-hal yang telah dicatat sebelumnya

h. Siswa bertindak tutur melalui wujud tindakan nonverbal untuk memperjelas tindakan verbal yang dilakukan

4) Tindakan Akhir

a. Siswa bersama peneliti meyimpulkan cara menceritakan pengalaman mengesankan dengan pilihan kata yang tepat dan kalimat yang efektif

(31)

b. Siswa bersama peneliti melakukan refleksi untuk mengetahui kesan siswa ketika menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan menggunakan strategi Debat Contest

5) Pelaksanaan Pengamatan

Ketika peneliti melaksanakan tindakan, anggota peneliti sebagai kolaborator melakukan pengamatan terhadap situasi yang terjadi selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

Hal-hal yang perlu diamati dan dicatat oleh kolaborator dalam lembar observasi, diantaranya:

a. Respon siswa

b. Perubahan yang terjadi selama proses pembelajaran c. Keterampilan guru dalam proses pembelajaran

d. Kesesuaian antara rencana dengan implementasi tindakan 6) Analisis

Pada tahap ini, peneliti peneliti menganalisis data yang diperoleh berdasarkan unjuk kerja yang dilakukan siswa ketika menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan pilihan kata dan kalimat yang efektif. Unsur-unsur yang dianalisis , yaitu kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata, keefektifan kalimat, kelogisan penalaran dan kemampuan menjalin kontak mata. Berdasarkan hasil analisis data akan diketahui unsur-unsur mana saja yang masih menjadi hambatan siswa dalam menceritakan pengalamannya yang mengesankan.

2. Deskripsi hasil Angket / Kuisioner Siswa 1) Deskripsi Hasil Belajar Siswa

(32)

Berikut Contoh Hasil Belajar Siswa :

aku punya teman bernama muklis dan rudi. mereka tinggal didaerah pegunungan dan mereka mempunyai kebun yang luas. Di kebun mereka banyak tanaman buah-buahan, seperti buah kelapa, buah anggur dan buah semangka.

pada waktu liburan yang lalu aku berkunjung kerumah mereka. aku senang sekali bisa main kerumah mereka. sebelum kerumah rudi aku kerumah muklis dulu, karena rumah muklis dan rumah rudi jaraknya agak jauh dan sesampai dirumah muklis sudah jam 05 sore, maka aku putuskan untuk menginap dirumah muklis. teman-teman yang kusayangi, setelah aku bertemu ayah dan ibu muklis. akhirnya kami saling ngobrol kesana kemari yang intinya menceritakan pengalaman masing-masing. namun ditengah-tengah obrolan kami ayah muklis berkata “maaf nak disini banyak jingklongnya maklum hidup dipedesaan”. aku terkejut campur bingung sambil bertanya dalam hati apa itu jingklong?

teman-teman yang tercinta menjelang tidur muklis kuhampiri untuk bertanya tentang jingklong yang membuatku sangat penasaran “Muklis apa jingklong itu? muklis sebelum menjawab dia tertawa terbahak-bahak seakan mengejekku. lalu ia menjawab “jingklong itu nyamuk teman.!!! aku hanya bisa jawab ooo…. baru tau kali ini ya kalu jingklong itu nyamuk.

teman-teman yang tersayang, pagi itu ketika aku bangun tidur, aku dan muklis hendak pergi kerumah rudi, karena jalan dipinggir sungai yang banyak batu-batu yang besar-besar, disitu banyak kutemui orang-orang yang bekerja mecah-mecah batu untuk dijadikan batu kecil-kecil.

teman-teman yang aku sayangi, ditengah perjalanan aku bertemu dengan pamannya Muklis yang bekerja mencari batu-batu seperti yang banyk kutemui disepanjang jalan tadi, lalu aku bertanya pada paman Muklis : buat apa batu-batu itu ko‟ dijadikan kecil-kecil pak? paman muklis menjawab dengan santainya: ooo… selo itu di buat koral atau bahan untuk mengecor yang nantinya akan dijual pada agen terdekat.

teman-teman yang kusayangi, lagi-lagi aku dibuat bingung karena bahasa yang tidak aku mengerti, daripada aku penasaran maka aku langsung tanyakan kepada paman muklis “selo itu apa pak?. spontan muklis dan pamannya tertawa sambil menjawab : selo itu batu-batu itu lho mas..!!!

teman-teman yang tersayang, itulah pengalamanku yang mengesankan. namun sekaligus menambah wawasan dan pengetahuanku, sehingga aku mengetahui bahwa kalau jingklong itu berarti nyamuk dan kalau selo adalah batu.

………

TRI IDA KUSNIA

Dari siklus I banyak siswa yang menggunakan huruf kecil pada awal kalimat dan nama orang.

2) Refleksi terhadap pelaksanaan tindakan dalam pembelajaran

(33)

Hasil analisis data tersebut juga sangat penting dan berharga sebagai bahan untuk melakukan refleksi bersama kolaborator. Pada saat melakukan refleksi, kolaborator memberikan masukan kepada peneliti berdasarkan hasil pengamatan yang telah dicatat untuk melakukan langkah-langkah perbaikan pada siklus berikutnya.

Penelitian tidak perlu dilakukan lagi pada siklus berikutnya jika hasil analisis data menunjukkan peningkatan yang signifikan sesuai dengan indikator keberhasilan penelitian yang telah ditetapkan, yaitu 70% (33 siswa) dari 44 siswa kelas XII SMA Sejahtera terampil berbicara, aspek kelancaran berbicara, ketetapan pilihan kata (diksi) struktur kalimat, kelogisan (penalaran) dan kontak mata.

4.3. Pembahasan (Uraian per-siklus) Isi siklus = 25 Nopember 2013 1. Deskripsi Perubahan Aktifitas Siswa

Siklus II

2. Deskripsi Perubahan Aktifitas Guru 3. Deskripsi Perubahan Hasil Belajar Siswa

Setelah diadakan tindakan siklus II siswa banyak menggunakan huruf besar pada awal kalimat dan nama orang

Contoh:

Aku mempunyai teman bernama Muklis dan Rudi. mereka tinggal didaerah pegunungan dan mereka mempunyai kebun yang luas. dikebun mereka banyak tanaman buah-buahan, seperti buah kelapa, buah anggur dan buah semangka.

Pada waktu liburan yang lalu aku berkunjung kerumah mereka. Aku senang sekali bisa main kerumah mereka. Sebelum kerumah Rudi aku kerumah muklis dulu, karena rumah Muklis dan rumah rudi jaraknya agak jauh dan sesampai dirumah Muklis sudah jam 05 sore, maka aku putuskan untuk menginap dirumah Muklis.

Teman-teman yang kusayangi, setelah aku bertemu ayah dan ibu Muklis. akhirnya kami saling ngobrol kesana kemari yang intinya menceritakan pengalaman masing-masing. namun ditengah-tengah obrolan kami ayah Muklis berkata “maaf nak disini banyak jingklongnya maklum hidup dipedesaan”. aku terkejut campur bingung sambil bertanya dalam hati apa itu jingklong?

Teman-teman yang tercinta menjelang tidur Muklis kuhampiri untuk bertanya tentang jingklong yang membuatku sangat penasaran “Muklis apa jingklong itu? Muklis sebelum menjawab dia tertawa terbahak-bahak seakan mengejekku. Lalu ia menjawab

Penerapan…, Fransisca RS >>> 127

(34)

“jingklong itu nyamuk teman.!!! Aku hanya bisa jawab ooo…. baru tau kali ini ya kalu jingklong itu nyamuk.

Teman-teman yang tersayang, pagi itu ketika aku bangun tidur, aku dan Muklis hendak pergi kerumah Rudi, karena jalan dipinggir sungai yang banyak batu-batu yang besar-besar, disitu banyak kutemui orang-orang yang bekerja mecah-mecah batu untuk dijadikan batu kecil-kecil.

Teman-teman yang aku sayangi, ditengah perjalanan aku bertemu dengan pamannya Muklis yang bekerja mencari batu-batu seperti yang banyak kutemui disepanjang jalan tadi, lalu aku bertanya pada paman Muklis : buat apa batu-batu itu ko‟ dijadikan kecil-kecil pak? paman Muklis menjawab dengan santainya: ooo… selo itu di buat koral atau bahan untuk mengecor yang nantinya akan dijual pada agen terdekat. Teman-teman yang kusayangi, lagi-lagi aku dibuat bingung karena bahasa yang tidak aku mengerti, daripada aku penasaran maka aku langsung tanyakan kepada paman Muklis “selo itu apa pak?. Spontan Muklis dan pamannya tertawa sambil menjawab : selo itu batu-batu itu lho mas..!!!

Teman-teman yang tersayang, itulah pengalamanku yang mengesankan. Namun sekaligus menambah wawasan dan pengetahuanku, sehingga aku mengetahui bahwa kalau jingklong itu berarti nyamuk dan kalu selo adalah batu.

………

TRI IDA KUSNIA

5. ARGUMEN PENELITI TENTANG HASIL PENELITIAN

Setelah diadakan penelitian 2 siklus hasilnya diketahui dimana siklus I rata = 75.2 dan siklus II = 80.29

Sehingga ada peningkatan yang signifikan, maka dari itu dengan menggunakan pendekatan kontekstual siswa dapat berbicara dengan lancar dan logis.

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dala penelitian tindakan kelas ini, dapat diketahui hal-hal sebagi berikut.

(35)

1. Keterampilan berbicara pada kelas XII SMA Sejahtera Surabaya mengalami peningkatan setelah mengikuti strategi Debat Contest dalam peningkatan keterampilan berbicara. Peningkatan ini dapat dilihat dari hasil tes keterampilan berbicara siklus I dan siklus II yang mengalami peningkatan. Hasil nilai rata-rata kelas pada siklus I sebesar 75.2 berada pada kategori cukup. Hasil nilai rata-rata siswa pada siklus II sebesar 80.29 berada pada kategori baik.

2. Selain mengalami peningkatan keterampilan berbicara, siswa juga mengalami perubahan perilaku. Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan hasil observasi, dokumentasi, jurnal dan wawancara. Pada pembelajaran siklus I dapat diungkap bahwa masih banyak siswa yang bercanda sendiri, kurang bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya, bermalas-malasan, merasa bosan, membuat kegaduhan, kurang berantusias mengikuti pembelajaran dan sebagainya. Perilaku-perilaku tersebut dapat dikurangi pada pembelajaran siklus II. Siswa banyak yang menunjukkan respon yang positif terhadap s dalam peningkatan keterampilan berbicara.trategi Debat Contest.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Strategi Debat Contest dalam peningkatan keterampilan berbicara secara teoritis dapat bermanfaat untuk pengembangan teori bahasa khususnya yang berkenan dengan pembelajaran keterampilan berbicara pada kelas XII. namun, tidak menutup kemungkinan masih ada teori yang perlu dikaji ulang.

2. Strategi Debat Contest dalam peningkatan keterampilan berbicara dapat dimanfaatkan sebagai alternatif oleh guru Bahasa dan Sastra Indonesia khususnya pada pembelajaran menyampaikan informasi. Teknik pembelajaran ini juga dapat diterapkan pada pembelajaran lain, sehingga kreatifitas guru sangat diperlukan.

(36)

Selain itu, strategi Debat Contest bukan satu-satunya teknik dalam pembelajaran keterampilan berbicara, sehingga diharapkan guru dapat mencari teknik-teknik lain yang lebih menarik, kreatif dan variatif.

3. Strategi Debat Contest dalam peningkatan keterampilan berbicara merupakan pembelajaran yang melatih siswa berbicara menyampaikan informasi secara langsung dan dengan cara praktik sehingga siswa dapat menerapkan keterampilannya di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Arsjad. Maidar G dan Mukti U.S.. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Bormann, Ernest G. dan Nancy C. Bormann 1997. Retorika Suatu Pendekatan Terpadu. Edisi ke-4. Terjemahan Paulus Sulasdi. Jakarta: Erlangga

Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning [CTL]. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra: Edisi ke-3. Yogyakarta: PT. BPFE.

Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: IKIP Malang

Roekhan dan Martutik. 1991. Evaluasi Pengajaran Bahasa Indonesia. Malang: YA3 Sugandi, Achmad dan Haryanto. 2004. Teori Pembelajaran. Semarang: UPT MKK Unnes Tarigan, Djago, Tien Martini, dan Nurhayati Soedibyo. 1997. Pengembangan Keterampilan

Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tarigan, Henry Guntur. 1981. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa

(37)

Wagiran dan Mukh Doyin. 2005. Curah Gagasan: Pengantar Penulisan Karya Ilmiah. Semarang: Rumah Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Siswa tiap kelompok melakukan uji coba salah satu serangan pada sistem komputer dengan teliti dan saling bekerja sama didampingi oleh guru1. Tahap 6: Melakukan pengamatan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Limanto (2008) dapat disimpulkan bahwa penyampaian materi yang dilakukan dengan cara menarik (melalui gambar, cerita,

Terlihat bahwa koran ini memilih Anis sebagai narasumber secara sinis menanggapi pemerintah sebagai berikut:”Dalam soal hukuman mati ter- hadap pembantu rumah tangga migran dan

…… sistem pengelolaan lahan berkelanjutan dan mampu meningkatkan produksi lahan secara keseluruhan, merupakan kombinasi produksi tanaman pertanian (termasuk tanaman tahunan)

Tujuan penelitian yang pertama adalah untuk mendapatkan bukti empiris dengan menguji faktor-faktor personality mahasiswa vokasi komputerisasi akuntansi yaitu

Perubahan imbal hasil Surat Utang Negara pada perdagangan kemarin disebabkan respon atas pidato dari Gubernur Bank Sentral Amerika yang menyatakan bahwa rencana Bank Sentral

This result indicated that in the presence of screening of blood pressure, cholesterol, blood sugar, uric acid and protein urine, increase the awareness and

PlSSEMBOCK — Güzel, şimdi de o ölmüş gibi yapıyor. Küçük Eleuthcre'im benim. Size Pisscmbock deme­ ğe başlamıştım. PlSSEMBOCK — Beni sakinleştirmeği beceriyorsun.