• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. PENGANTAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. PENGANTAR"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. PENGANTAR

Nama Kota Jayapura pada awalnya adalah Hollandia, dimana nama tersebut diberi oleh Kapten Sache pada tanggal 07 Maret 1910. Hol berarti Lengkung; teluk dan land berarti Tanah; tempat. Jadi Hollandia artinya tanah yang melengkung atau tanah / tempat yang berteluk. Kondisi ini mirip dengan negeri Belanda atau Holland atau Nederland – geografisnya menunjukkan keadaan berteluk-teluk. Geografis Kota Jayapura hampir sama dengan garis pantai Utara Negeri Belanda itu. Kondisi alam yang lekuk-lekuk inilah yang mengilhami Kapten Sachse untuk mencetuskan nama Hollandia di atas nama aslinya Numbay. Numbay ganti nama sampai 4 kali yaitu; Hollandia-Kotabaru-Sukarnopura-Jayapura, yang sekarang dipakai adalah “JAYAPURA”.

Dilihat dari sejak adanya pemerintahan di Kota Jayapura (1910) maka Kota Jayapura pada tahun 2005 ini telah berusia 97 tahun, namun bila ditinjau dari sejak kembalinya kepangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia maka Kota Jayapura baru berusia 44 tahun, bahkan jika diukur dari lahirnya sebagai Daerah Otonom sendiri (UU No.6/1993) usianya baru 14 tahun. Suatu usia yang tidak lagi muda apabila dilihat dari aspek pertumbuhan dan perkembangan manusia. Dan sejak saat itu pulalah pembangunan masyarakat Kota Jayapura mulai bergerak dan merangkak searah dengan perkembangan Provinsi Papua.

Pada kurun waktu tersebut, telah banyak perubahan yang terjadi di Kota Jayapura. Sebagai Ibukota Provinsi dan sekaligus sebagai wilayah yang lebih dahulu bergeliat membangun, maka sudah sepantasnya lebih dahulu melangkah, meskipun kurang terencana, tumbuh alami bagaikan tumbuhan yang berkembang sesuai habitatnya dan kebutuhannya.

Pusat Pemerintahan Hindia Belanda yang pertama tahun 1892 adalah di Sairire dekat perbatasan Papua New Guinea tetapi karena diserang oleh penduduk lokal kemudian ditutup pada tahun 1900. Tuan J.M.Dumas seorang pedagang membuka pekerjaannya di Pulau Debi. Pada tahun 1903 Prof.A.Wichman dkk (Bangsa Jerman) datang ke Pulau Debi untuk mengadakan penelitian Etnografi, Flora dan Fauna, hal ini menjadi cikal bakal pemerintahan di tempat tersebut. Pada tahun 1908, Pemerintah Nederland

India membuka Posthouder di Pulau Debi dan menempatkan petugasnya di sana yaitu P.Wiindhouwer. Pada tanggal 7 Maret 1910 setelah Kapten Sachse datang maka pusat pemerintahan beralih ke Imbi (Kota Jayapura sekarang). Pada tahun 1944 pusat pemerintahan dipindah ke Abepura, dan selanjutnya pada tahun 1958 pusat pemerintahan Kota Jayapura secara berangsur-angsur pindah ke arah APO (Army Post Office) dan berbagai aktifitas berkembang kemudian menyusuri kelandaian pantai kearah utara yaitu : DOK II, DOK VIII, DOK IX. Pada tahun 1970 kemudian berkembang ke Angkasapura ke arah Selatan dan ke arah Barat berkembang ke Entrop, Kotaraja dan Abepura serta Waena.

Tuntutan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa berimbas pula pada kehidupan di Kota ini. Dimana pada awal reformasi terdapat adanya tuntutan dari beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebagai akibat dari adanya ketimpangan pembangunan antar daerah dan antar wilayah. Untuk menjawab hal tersebut, maka lahirlah undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Undang – undang ini dikeluarkan agar Pemerintah Provinsi Papua dapat mengejar ketertinggalannya dari daerah lainnya di Indonesia.

Sejalan dengan sistim pembangunan secara Nasional, pelaksanaan pembangunan di Kota Jayapura sejak 1994 didukung oleh dokumen perencanaan yang bernuansa top down, karena lebih merupakan kebijakan pemerintah baik itu pusat maupun daerah yang kurang memberikan ruang keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholders) didalamnya. Oleh karenanya dokumen perencanaan tersebut seperti Pola Dasar Pembangunan Daerah Perda Nomor : 9 Tahun 1998, Repelita Daerah SK Walikotamadya KDH Tingkat II Jayapura Nomor : 50 Tahun 1996 dan Rencana Strategis Pembangunan Daerah SK Walikota Jayapura Nomor : 9 Tahun 2001 kurang membumi atau tersosialisasi kepada seluruh komponen masyarakat.

Regulasi terbaru dikeluarkan oleh Pemerintah yaitu Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), yang mengamanatkan disusunnya perencanaan jangka panjang yang melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders). Bersama seluruh komponen masyarakat disusunlah citra masa depan yang diinginkan, yang dituangkan ke dalam visi, misi dan arah pembangunan jangka panjang untuk 20 tahun ke depan.

(2)

B. PENGERTIAN

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Jayapura adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah yang merupakan kesepakatan berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) terhadap citra masa depan yang dicita-citakan, yang tertuang dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan Kota Jayapura untuk masa 20 Tahun ke depan yang mencakup kurun waktu mulai tahun 2005 hingga 2025.

C. MAKSUD DAN TUJUAN

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025 selanjutnya disebut RPJP Daerah Kota Jayapura adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025, ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan pembangunan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) yang ada di wilayah Kota Jayapura didalam mewujudkan cita-cita sesuai dengan visi, misi dan arah pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh masing-masing pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif dan melengkapi satu dengan lainnya didalam satu pola sikap dan pola tindak.

Tujuan penyusunan dokumen RPJP Daerah Kota Jayapura adalah :

1. Sebagai dokumen perencanaan milik seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) di Kota Jayapura yang dijadikan pedoman dalam pembangunan daerah;

2. Sebagai dokumen utama bagi calon Kepala Daerah dalam menyusun rencana kebijakan pembangunan daerah pada masa pencalonan dan apabila nantinya terpilih sebagai Kepala Daerah.

3. Merupakan gambaran masa depan yang ingin dicapai oleh seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) yang ada di Kota Jayapura;

4. Merupakan wujud tanggung jawab seluruh masyarakat untuk secara bersama-sama mencapai cita-cita masa depan.

D. LANDASAN

Landasan Idiil RPJP Daerah Kota Jayapura adalah Pancasila dan Landasan Konstitusional adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan Landasan Operasionalnya meliputi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pembangunan nasional dan daerah, yaitu :

1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/2001 Tentang Visi Indonesia Masa Depan;

2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1993 Tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Jayapura;

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara; 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004Tentang Perbendaharaan Negara; 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional;

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah; 7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

8. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua;

9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

E. TATA URUT

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Jayapura Tahun 2005 – 2025 disusun dalam tata urut sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan Bab II : Kondisi Umum

Bab III : Visi dan Misi Pembangunan Kota Jayapura Tahun 2005 – 2025 Bab IV : Arah Tahapan dan Perioritas Pembangunan Jangka Panjang

Tahun 2005-2025 Bab V : Penutup

(3)

BAB II GAMBARAN UMUM

A. KONDISI SAAT INI

1. KONDISI GEOGRAFIS

Topografi Kota Jayapura cukup bervariasi mulai dari datar (flat), rolling (berbukit-bukit) hingga lembah. 84,87% dari luas wilayah dikategorikan sebagai kawasan non budidaya, hal ini disebabkan dominasi perbukitan sangat menonjol dengan kemiringan lereng (slope) dari 30-60 %. Pada bagian tepi pantai di bagian timur (Entrop) dan Abepura, bagian barat (Base G) terdiri dari rawa-rawa tipe A (selalu tergenang air), pada bagian selatan sebagian hutan lindung dengan ketinggian antara 1 m hingga 700 m dpl (Dari permukaan laut) dan hanya ±40% lahan yang layak huni (budidaya) dan hamparan itu sebagian besar di Distrik Muara Tami yang merupakan wilayah perbatasan dengan Negara Papua New Guinea. Penyebaran morfologi yang terbentuk atas topografi lahan, yaitu: (a). Morfologi Dataran (0-15%)

Dengan luas 51.700 ha. Kemiringan 0-8% terdiri dari dataran pantai, rawa dan, dataran alluvial yang disusun oleh endapan pantai seperti kerikil, pasir dan Lumpur.

(b). Morfologi Bergelombang sampai Berbukit (15%-40%)

Dengan luas 25.380 Ha, penyebaran hampir di seluruh wilayah dengan luas yang bervariasi. Karakteristik kemiringan lereng 8-30% yang disusun oleh batuan sedimen dan metamorf.

(c). Morfologi Terjal (>40%)

Dengan luas 16.920 Ha, terletak di bagian barat wilayah Kota Jayapura. Kemiringan lereng berkisar 30-60% disusun oleh batuan metamorf dan batuan sedimen.

Distrik Muara Tami memiliki lahan datar yang cukup besar (25.062 Ha) sedangkan Distrik Abepura memiliki lahan yang memiliki kemiringan lebih besar dari 40% yaitu 7.840 Ha.

Iklim di Kota Jayapura adalah tropis basah. Suhu udara rata-rata berkisa 300 C dengan suhu udara minimum berkisar 290 C dan suhu udara

maksimum 31,80 C. Curah hujan bervariasi antara 45-255 mm/tahun

dengan hari hujan rata-rata antara 148-175 hari hujan/tahun. Kelembaban udara bervariasi antara 79%-81%. Menurut pencatatan Badan Meteorologi dan Geofisika wilayah V Jayapura Tahun 2005 suhu udara rata-rata 23,0o

-32,2o C. Kelembaban udara berkisar antara 77-83 persen, sedang curah

hujan tertinggi pada bulan Maret 2005 yaitu 500 mm dan terendah bulan Desember 2005 yaitu 100 mm.

Penggunaan Lahan di Kota Jayapura didominasi oleh hutan sekunder sampai primer. Kawasan ini memiliki fungsi lindung dan fungsi budidaya. Kawasan permukiman merupakan penggunaan lahan yang dominan pada kawasan budidaya dengan luas 8.537,28 Ha, sedangkan hutan yang belum difungsikan dengan luas 68.891,20 Ha merupakan lahan yang dominan yang berada di kawasan lindung.

2. KONDISI DEMOGRAFI

Kota Jayapura yang adalah juga sebagai Ibukota Provinsi Papua menjadi salah satu faktor utama terjadinya arus urbanisasi dan arus migrasi penduduk dari luar daerah yang cukup tinggi. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri karena selain Ibukota Provinsi juga merupakan pusat pemerintahan, menjadi kota pendidikan, jasa perdagangan, juga menjadi kota transit dari daerah kabupaten disekitarnya termasuk dari pegunungan tengah. Kondisi ini menjadi pemicu cukup tingginya laju pertumbuhan penduduk 4,10 % pertahun.

Jumlah penduduk Kota Jayapura pada tahun 2005 adalah 210.679 jiwa yang tersebar 4 (empat) Distrik yaitu Distrik Jayapura Utara, Distrik Jayapura Selatan, Distrik Abepura dan Distrik Muara Tami. Kepadatan penduduk Kota Jayapura tertinggi terdapat pada Distrik Jayapura Selatan dengan kepadatan 1.257 org/Km2 selanjutnya Distrik Jayapura Utara 1.170 org/Km2 sedangkan Distrik Abepura memiliki kepadatan 317 org/Km2 dan Distrik Muara Tami yang mempunyai daerah rata dan lantai dengan kepadatan 17 org/Km2. Kota Jayapura mempunyai 7 pulau.

(4)

3. KONDISI ADMINISTRATIF

Secara administratif, Kota Jayapura memiliki wilayah seluas 940 km2.

Kota Jayapura terletak di bagian utara Provinsi Papua pada 1028’17, 26” –

3058’0,82” Lintang Selatan dan 137034’10,6” – 14100’8,22” Bujur Timur.

Kota Jayapura terdiri dari 4 (empat) Distrik yaitu Distrik Jayapura Utara dengan Ibukota Tanjung Ria, Distrik Jayapura Selatan dengan Ibukota Entrop, Distrik Abepura dengan Ibukota Asano, dan Distrik Muara Tami dengan Ibukota Skouw Mabo. Distrik Jayapura Utara mempunyai 7 kelurahan dan 1 kampung, Distrik Jayapura Selatan mempunyai 8 kelurahan dan 2 kampung, Distrik Abepura mempunyai 5 kelurahan dan 3 kampung, serta Distrik Muara Tami mempunyai 2 kelurahan dan 6 kampung. Total kelurahan di Kota Jayapura sejumlah 25 dan total kampung 14.

Batas-batas wilayah Kota Jayapura adalah sebagai berikut :  Sebelah Utara : Lautan Pasifik

 Sebelah Selatan : Kabupaten Keerom  Sebelah Timur : Negara Papua New Guinea  Sebelah Barat : Kabupaten Jayapura

Distrik Muara Tami merupakan distrik yang memiliki luas wilayah terbesar yaitu 66,67 % dari luas total Kota Jayapura sedangkan Distrik Jayapura Utara merupakan distrik yang memiliki luas lahan terkecil di Kota Jayapura (5,43%).

4. KONDISI PEMBANGUNAN

a). BIDANG PENDIDIKAN, SOSIAL DAN BUDAYA

Anak sebagai generasi penerus, perlu mendapat pendidikan dan perhatian serius baik secara mental, spritual, dan sosial. Hal ini penting mengingat usia dini merupakan masa pembentukan dasar-dasar keperibadian yang akan menentukan kecerdasan anak dikemudian hari.

Jumlah anak yang mengeyam pendidikan di Kota Jayapura dari tahun ketahun terus meningkat dapat kita lihat pada tahun 2005 untuk tingkat Taman Kanak-Kanak berjumlah 3.766 orang, Sekolah Dasar mencapai 29.027 orang, Sekolah Menengah Pertama berjumlah 11.763

orang, Sekolah Menengah Atas berjumlah 7.723 orang, dan Sekolah Menengah Kejuruan berjumlah 4.163 orang.

Jumlah sekolah di Kota Jayapura adalah TK/RA Negeri 2 unit, Swasta 41 unit, SD/MI/SDLB, Negeri 52 unit, swasta 33 unit, SMP/MTS/SMPLB negeri 12 unit, swasta 22 unit, SMA/MA negeri 6 unit, swasta 7 unit sedangkan SMK negeri 7 unit, swasta 2 unit dengan jumlah keseluruhan sebanyak 194 unit.

Angka Partisipasi Kasar (APK) pada jenjang SD/sederajat pada tahun 2005 sebesar 97.22 %, sedangkan Angka Partisipasi Murni (APM) sebesar 97,22 % pada jenjang SMP / sederajat nilai APK sebesar 98,11%, sedangkan APM sebesar 87,71%, sementara APK pada jenjang SMA / sederajat sebesar 95,66%, dan APM sebesar 80,10%

Peningkatan kualitas kelulusan murid tidak lepas dari peran tenaga guru yang memadai. Tenaga pendidik meningkat tajam dari 1.905 Orang pada tahun 2002 menjadi 3.363 orang pada tahun 2005, rasio guru dan murid tahun 2002 1:26:31 menjadi 1:14.52 tahun 2005 artinya 1 orang guru melayani anak murid sebanyak 14,52 orang. Jumlah guru SD lebih dominan jika dibandingkan dengan dengan Guru SMP, SMA/SMK, dan terjadi pertumbuhan yang cukup signifikan dari tahun 2003 S/d. 2005. Ini disebabkan adanya pengangkatan guru di lingkungan Pemerintah Kota Jayapura pada tahun 2004 dan 2005, disamping mutasi masuk yang terjadi karena penyatuan keluarga dan mengikuti suami karena tugas kedinasan. Dengan penambahan guru PNS maupun Guru bantu telah membantu mengurangi permasalahan kekurangan guru di sekolah-sekolah di Kota Jayapura terutama guru eksakta. Penambahan guru yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Jayapura masih terus dilakukan mengingat kebutuhan guru di kota masih diperlukan.

Jumlah Sekolah setara Paket A,B, dan C tersebar pada 4 Distrik dan dengan jumlah murid sebanyak 1.191 orang. Sekolah setara paket A,B, dan C dibuka guna menunjang masyarakat yang belum mampu mengenyam pendidikan atau putus sekolah akibat permasalahan sosial dan ekonomi. Selain Paket dibuka program Pemberantasan Buta Aksara Fungsional (PBAF) pada 4 Distrik dengan jumlah peserta sebanyak 3.200 orang. Jumlah penduduk yang masih alami buta aksara

(5)

sebanyak yang akan ditangani secara bertahap hingga tahun 2010 Kota Jayapura bebas dari buta aksara.

Pada tahun 2005 jumlah Pusat Kegiatan Belajar Mandiri (PKBM) ada 7 buah. Dengan adanya PKBM di Kota Jayapura, semakin membuka kesempatan bagi masyarakat yang tidak beruntung yang putus sekolah untuk kembali memperoleh pendidikan. Selain itu PKBM yang ada bukan saja memberikan ilmu dan pengetahuan pada mereka tetapi juga pada pembelajaran model paket setara, ini dibekali juga dengan berbagai ketrampilan yang dapat digunakan sebagai bekal hidup (vocational skill).

Distrik Jayapura Utara terdapat 3 (tiga) Pusat Kegiatan Belajar Mandiri yaitu Mahardika berlokasi di Dok VIII kali, Anafri Berkarya di Jl. Gurabesi, dan Yegar Sahaduta di Dok IX. Distrik Jayapura Selatan terdapat 2 (dua) Pusat Kegiatan Belajar Mandiri diantaranya Harapan berlokasi di Argapura Pantai, dan Tunas Harapan. Distrik Abepura terdapat 1 (satu) Pusat Kegiatan Belajar Mandiri yaitu Pancaran Kasih berlokasi di Waena. Serta Distrik Muara Tami dengan 1 (satu) Pusat Kegiatan Belajar Mandiri yaitu Suka Maju berlokasi di Koya Barat.

b). KESEHATAN DAN GIZI

Derajat kesehatan masyarakat di Kota Jayapura telah mengalami kemajuan yang bermakna. Hal ini ditandai dengan menurunnya angka kematian bayi (AKB), dari 35 (1997) menjadi 20 per 1.000 kelahiran hidup (2005) dan angka kematian ibu melahirkan (AKI) dari 231 (1997) menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup (2005). Meskipun sudah menurun, namun bila dibandingkan dengan beberapa daerah lain, maka angka-angka tersebut masih belum menggembirakan. Umur Harapan Hidup (UHH) waktu lahir dalam 10 tahun terakhir cenderung meningkat dari 62 tahun pada (1992) menjadi 67 tahun (2006). AKB, AKI, dan UHH tersebut masih terdapat ketimpangan, terutama diwilayah pedesaan/kampung, serta penduduk dengan strata ekonomi dan pendidikan rendah.

Prevalensi gizi kurang pada balita juga mengalami penurunan dari 15,2 % (2004) menjadi 13,9 % (2025). Sedangkan Prevalensi gizi buruk telah mengalami penurunan yang cukup signifikan menjadi 1 %

pada tahun 2005. Meskipun dari beberapa daerah lain saat ini kasus gizi buruk sedikit merebak, namun Pemerintah Kota Jayapura bertekad untuk lebih memprioritaskan penanggulangan gizi buruk ditahun-tahun mendatang.

Penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan balita, seperti ISPA, Diare, Tetanus Neonatorum dan penyakit kelahiran, lebih sering terjadi pada penduduk yang kurang mampu. Penyakit lain yang banyak diderita oleh penduduk miskin adalah penyakit Tuberkulosis Paru, Malaria dan HIV/AIDS. Rendahnya status kesehatan penduduk miskin terutama disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap pelayanan kesehatan karena kendala geografis dan kendala biaya (cost barrier) .

Perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat merupakan salah satu faktor penting untuk mendukung peningkatan status kesehatan penduduk. Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat dapat dilihat dari kebiasaan merokok, rendahnya pemberian air susu ibu (ASI) esklusif, tingginya prevalensi gizi kurang dan gizi lebih pada balita, serta kecenderungan meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS, penderita penyalahgunaan, Narkotika, Psikotropika, zat adiktif (NAPZA) dan kematian akibat kecelakaan. Selain itu, masih rendahnya kondisi kesehatan lingkungan juga berpengaruh tehadap derajat kesehatan masyarakat. Pada tahun 2005, perentase rumah tangga yang mempunyai akses tarhadap air yang layak untuk dikonsumsi mencapai 61,8 %, dan akses rumah tangga terhadap sanitasi dasar baru mencapai 61,4 %. Kesehatan lingkungan yang merupakan kegiatan lintas sektor belum dikelola dalam suatu sistem kesehaan wilayah.

Saat ini disetiap Distrik telah ada paling sedikit sebuah Puskesmas. Bahkan beberapa distrik terdapat 2 atau 3 Puskesmas, data tahun 2005 terdapat 9 Puskesmas, 18 Puskesmas Pembantu, dan 9 Puskesmas Keliling. Di wilayah Kota Jayapura terdapat 6 rumah sakit milik pemerintah dan swasta. Permasalahan yang dirasakan tentang sarana kesehatan tersebut adalah rekruitment pelaporan, mengingat sarana tersebut bukan milik Pemda Kota Jayapura. Namun demikian upaya pelayanan kesehatan bagi masyarakat Kota Jayapura dirasakan sangat terbantu dengan kehadiran rumah sakit di wilayah Kota Jayapura.

(6)

Beberapa kemajuan pembangunan kesehatan di Kota Jayapura dapat dilihat dari indikator meningkatnya Visit Rate (Jumlah Kunjungan) ke fasilitas pelayanan kesehatan baik Puskesmas maupun rumah sakit, meningkatnya sarana pelayanan kesehatan dengan kemampuan gawat darurat dengan mengoptimalkan fungsi Puskesmas perawatan Koya Barat dan pelayanan UGD 24 jam Puskesmas Imbi dan Waena, lebih intensifnya pelaksanaan pengobatan masal / cuma-cuma serta terbentuknya 5 kampung siaga.

Pembiayaan kesehatan perkapita di Kota Jayapura berada diperingkat menengah bila dibandingkan dengan daerah lainnya. Selama 5 tahun terakhir, rata-rata pembiayaan kesehatan sebesar 4,20 % dari PDB. Hal tersebut sudah mendekati anjuran WHO yakni minimal 5 % dari PDB. Rata-rata pembiayaan kesehatan setiap tahun mencapai rata-rata 15 % dari APBD namun demikian kontribusi masyarakat dan swasta dalam pembiayaan kesehatan belum dapat diukur.

Kondisi sumber daya manusia kesehatan di Kota Jayapura saat ini cukup memadai, baik kuantitas maupun kualitasnya. Jumlah tenaga kesehatan meningkat dari 358 pada tahun 2000 menjadi 362 tahun 2005. Rasio SDM kesehatan telah meningkat dan variasi antar daerah semakin datar atau merata. Permasalahan besar tentang SDM kesehatan yang dirasakan adalah kurang efisien dan kurang efektif dalam menanggulangi permasalahan kesehatan, serta kemampuan dalam perancanaan pada umumnya masih lemah. Distribusi tenaga kesehatan hampir merata, hal ini akan tetap diupayakan agara tidak terjadi ketimpangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan/kampung.

c). EKONOMI DAN DUNIA USAHA

Kondisi pembangunan perekonomian di Kota Jayapura terus mengalami pertumbuhan yang cukup significant. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan PDRB atas dasar hanya berlaku dan harga konstan, maupun berdasarkan sektor primer, sekunder dan tersier dengan rata-rata pertumbuhan tahun 2005 sebesar 8.53%. Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dan situasi keamanan Kota Jayapura yang kondusif. Ditambahkan lagi bahwa adanya penurunan laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2005 diprediksi akibat pengaruh kegiatan politik di Tanah Papua secara umum dan Pilkada

langsung di Kota Jayapura, sehingga para pelaku ekonomi menggunakan siasat “wait and see” dalam menjalankan usahanya.

Kebijakan pembangunan pada bidang ekonomi dikonsentrasikan pada pembangunan ekonomi daerah dan pengurangan kemiskinan yang bertumpu pada ekonomi kerakyatan yang ditunjang dengan peningkatan perbaikan fasilitas/utilitas perkotaan dan perdesaan serta pembangunan yang berwawasan lingkungan guna terwujudnya Kota Jayapura sebagai Kota Perdagangan dan Jasa dengan tetap memperhatikan dan membudayakan pembangunan berwawasan lingkungan dan pengendalian implementasi rencana tata wilayah.

Kebijakan pembangunan pada sektor Industri adalah mewujudkan industri rumah tangga, kecil dan menengah yang tangguh, maju, mandiri yang akan berperan sebagai motor penggerak dalam perekonomian Kota Jayapura yang berbasis pada Ekonomi Kerakyatan. Pertumbuhan Unit usaha industri mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, perlu diberikan ruang dan peluang terhadap berkembangnya usaha perdagangan baik yang berskala kecil, menengah dan besar melalui pemberian kemudahan dalam kepengurusan SIUP dan penerbitan tanda daftar perusahaan sebagai upaya pengembangan usaha daerah menciptakan mekanisme pasar dan lingkungan strategis yang meliputi lingkungan lokal, regional, nasional dan global. Sebagai wujud dari kebijakan, pembinaan dan pemberian kemudahan dalam kepengurusan SIUP terbukti bahwa dari tahun ke tahun tumbuh usaha-usaha perdagangan baik yang berskala usaha kecil, menengah maupun besar.

Koperasi sebagai badan usaha bersama perlu didorong agar mampu berperan dan berfungsi serta memiliki daya saing, keunggulan, jaringan pemasaran, profesionalisme, manajemen, kemampuan mengadaptasi pasar, kemampuan menanggung jawab dan keterampilan anggotanya. Sejalan dengan upaya pengembangan koperasi juga dilakukan pengembangan pengusaha kecil dan Menengah, yang difokuskan pada pengembangan kewirausahaan, kemampuan dan keterampilan teknis usaha, penguasaan teknologi, dukungan permodalan serta berbagai langkah penciptaan iklim

(7)

kondusif diantaranya pengembangan lembaga-lembaga konsultasi dan penyediaan informasi promosi dagang dan kemitraan usaha.

Pembangunan pertanian dalam arti luas diharapkan agar mampu menunjang pendapatan dan kesejahteraan petani. Pemerintah Kota Jayapura tetap memberikan perhatian yang serius terhadap peningkatan kesejahteraan petani maupun memperkuat ketahanan pangan. Pemanfaatan bendungan Muara Tami akan dioptimalkan guna mendukung pembangunan pertanian secara luas di Kota Jayapura. Saat ini potensi lahan pertanian yang 4000 ha, akan digarap secara bertahap untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan di Kota Jayapura. Oleh karena itu, arah kebijakan pembangunan pertanian Kota Jayapura pada sub sektor tanaman pangan meliputi usaha-usaha intensifikasi dan ekstensifikasi, meningkatkan pola usaha tani yang menetap dan berorientasi pada organisasi, meningkatkan mutu dan keanekaragaman produk primer menjadi produk bernilai tambah melalui agroindustri.

Sedangkan untuk sub sektor kehutanan/perkebunan diarahkan untuk memanfaatkan hutan secara optimal, peningkatan, pengelolaan hutan secara kebijaksana dengan menjaga keseimbangan alam sekitar, meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengembangan pengusahaan hutan yang berkelanjutan dan pemulihan lahan-lahan kritis terutama di daerah DAS dan Sub DAS, serta meningkatkan kemampuan aparat kehutanan yang profesional.

Dibidang peternakan diarahkan untuk meningkatkan populasi ternak unggas dan ternak produksi daging dan telur melalui usaha-usaha diversifikasi, intersifikasi dan ekstensifikasi ternak dengan dukungan IPTEK yang maju, menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha melalui pengembangan agroindustri bahan asal hewan, mengembangkan penangkar-penangkar bibit ternak di pedesaan melalui pola usaha pusat pembibitan ternak di kampung dan memperbesar kemampuan pasokan kebutuhan ternak bagi masyarakat Kota Jayapura serta meningkatkan pelayanan di bidang pemotongan ternak melalui sarana Rumah Potong Hewan (RPH).

Usaha Pertambangan dan Energi diutamakan kepada pembinaan pemberdayaan rakyat dalam kaitannya dengan lingkungan hidup, khususnya pada kegiatan pendulanagan emas liar serta

pengendalian eksploitasi Bahan Galian Golongan C, sehingga kegiatan eksploitasinya tidak mengancam kelestarian lingkungan hidup. Pada sektor Pertambangan Rakyat Kegiatan yang dilaksanakan adalah memberikan bimbingan, arahan dan pengawasan kepada masyarakat berkaiatan aturan yang berhubungan dengan penambangan bahan galian golongan C dan pengelolaan perijinan penambanagan bahan galian golongan C selain itu juga memberikan pengertian akan bahayanya penambangan batu seperti di daerah Nafri dan Angkasapura serta pendulangan emas di daerah Polimak dan Buper Waena.

Potensi pariwisata di Kota Jayapura cukup besar, karena memiliki berbagai tempat yang dapat dijadikan tujuan wisata serta memiliki jenis wisata yang bervariasi. Sumbangan sektor ini dari tahun ke tahun menunjukkan kenaikan, hal ini ditandai dengan penyediaan sarana dan prasarana pendukung kepariwisataan terus bertambah. Namun saat ini pengelolaan kepariwisataan belum optimal, sehingga harapan untuk menjadikan Kota Jayapura sebagai daerah tujuan wisata belum menunjukkan hasil yang signifikan. Saat ini baru menjadi daerah transit wisata di Provinsi Papua. Oleh karenanya pelibatan seluruh stakeholders kepariwisataan terus digalakkan guna menjadikan Kota Jayapura sebagai daerah tujuan wisata.

d). INFRASTRUKTUR DAN TATA RUANG

Secara umum panjang jalan di Kota Jayapura menurut statusnya tidak mengalami perubahan masih sama keadaanya dari tahun 2003. Kondisi jalan dalam keadaan baik menurun dari 330, 54 Km menjadi 326,54 Km. Namun panjang permukaan jalan beraspal semakin bertambah dari 280,92 Km menjadi 281,62 Km.

Fasilitas listrik yang tersedia adalah Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) milik PT PLN yang terletak di Yarmooch dan Waena. Jumlah pembangkit listrik di Kota Jayapura pada tahun 2004 sebesar 25 unit yaitu di Waena 1 unit pembangkit listrik dan Yarmooch 24 unit pembangkit listrik dengan total daya terpasang 45.397. Penggunaan listrik terbesar adalah rumah tangga sebesar 58,53% dan sektor lainnya sebesar 41,47 % meskipun demikian kondisi kemampuan PLTD

(8)

tersebut sangat terbatas sehingga seringkali dilakukan pemadaman secara bergilir di seluruh Kota Jayapura.

Jaringan telekomunikasi telah terlayani baik oleh PT. Telkom maupun operator seluler berupa Indosat dan Telkomsel. Jumlah kapasitas sentral di Kota Jayapura sejumlah 4 STO dengan kapasitas terpasang 19.301 SST.

Kebutuhan air bersih sebagian besar dilayani oleh PDAM yang merupakan Perusahaan Daerah Kabupaten Jayapura. Sumber air baku yang digunakan oleh PDAM di Kota Jayapura untuk daerah pelayanannya berasal dari 6 (enam) sungai, yaitu: Sungai Anafre, Apo/Bhayangkara, Kloofkamp/Ajen, Entrop, Kampwolker dan Kujabu dengan kapasitas terpasang 941 Ltr/det. Jumlah intake yang ada pada sumber-sumber air tersebut sebanyak 20 unit. Bangunan pengambil air baku umumnya terbuat dari beton dan dibuat pada jaman Belanda. Namun sebagian sumber air apabila musim kemarau menjadi kering karena rusaknya kawasan sumber air akibat pembukaan

lahan oleh warga masyarakat. Disamping itu sungai-sungai tersebut di atas, sumber potensial lain

yang dapat dikembangkan adalah Danau Sentani yang memiliki debit rata-rata 12 m3/det.

Pelayanan persampahan di Kota Jayapura belum mencapai target dan harapan masyarakat, karena hanya mencapai 50 % tingkat pelayanannya, terutama diperkotaan seperti Distrik Jayapura utara, Distrik Jayapura Selatan, dan Distrik Abepura. Sedangkan wilayah distrik Muara Tami belum tersentuh sama sekali. Pelayanan jaringan persampahan meliputi kawasan perumahan, pasar, pertokoan, hotel dan restoran, fasilitas umum dan lain sebagainya. Kapasitas sampah di Kota Jayapura mencapai 294 m3/hari. Sarana persampahan disediakan

oleh Pemerintah Daerah dan Swadaya masyarakat berupa Tempat Pembuangan Sementara (TPS), keranjang, gerobak, bak kontainer dan fasilitas lainnya yang ditempatkan pada lokasi yang mudah dijangkau masyarakat serta mudah diangkut oleh petugas kebersihan.yang ditempatkan pada daerah yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Pengangkutan sampah diangkut oleh armada truck dump truck dan Arm Roll yang sudah ditetapkan sesuai dengan daerah pelayanan. Sarana atau armada tersebut dioperasikan dan dikendalikan oleh Dinas Kebersihan dan Pemakaman Kota Jayapura. Tempat Pembuangan

sampah di Kota Jayapura adalah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kampung Nafri. Volume pembuangan sampah di TPA Nafri mencapai 15 truck atau 75 m3/hari.

Secara umum prasarana drainase yang ada di Kota Jayapura terdiri dari saluran primer, sekunder dan tersier. Sistem drainase meliputi drainase buatan dan alami, yang menggunakan sistem campuran yaitu saluran air limbah dan saluran air hujan yang dijadikan satu. Saluran seperti ini memerlukan dimensi saluran yang lebih besar dibanding sistem drainase terpisah. Panjang jaringan drainase perkotaan Jayapura saat ini ± 194.760 M, terdiri dan saluran primer, sekunder dan tersier. Saluran drainase di pusat Kota terdiri dari saluran tertutup dan saluran terbuka. Konstruksi saluran dibangun secara permanen yaitu dengan pasangan batu, dan lainnya berupa saluran tanah yaitu saluran alami dan saluran buatan. Saluran alami ini umumnya berfungsi sebagai pembuangan utama baik primer maupun sekunder dengan kondisi beragam. Saluran sekunder/tersier merupakan saluran /drainase yang ada di perkotaan termasuk di daerah permukiman.

e). SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

Sumber daya alam dan lingkungan hidup memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pembangunan dan sekaligus, sebagai penopang sistem kehidupan. Adapun jasa-jasa lingkungan meliputi keanekaragaman hayati, penyerapan karbon, pengaturan air secara alamiah, keindahan alam, dan udara bersih merupakan penopang kehidupan manusia. Namun pengelolaan sumber daya alam tersebut masih belum berkelanjutan dan masih mengabaikan kelestarian fungsi lingkungan hidup sehingga daya dukung lingkungan menurun dan ketersediaan sumber daya alam menipis. Menurunnya daya dukung dan ketersediaan sumber daya alam juga terjadi karena kemampuan iptek yang rendah sehingga tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan penduduk.

Kondisi sumber daya hutan saat ini sudah pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan akibat meningkatnya praktik pembalakan liar (illegal logging) dan penyeludupan kayu, meningkatnya tuntutan atas lahan dan sumber daya hutan yang tidak pada tempatnya, meluasnya

(9)

perambahan dan konversi hutan alam, serta meningkatnya penambangan resmi maupun tanpa izin.

Sumber daya kelautan di Kota Jayapura belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini karena beberapa hal, antara lain,

a. Ketersediaan modal usaha dan sarana yang terbatas;

b. Adanya keterbatasan kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola sumber daya kelautan;

c. Belum adanya dukungan riset dan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan.

d. Adanya konflik dalam pemanfaatan ruang di laut;

e. Belum adanya sinkronisasi program yang terpadu antar Kota-Provinsi-Pusat;

f. Belum adanya jaminan keamanan dan keselamatan di laut; Pencemaran air, udara dan tanah juga masih belum tertangani secara tepat karena laju aktivitas pembangunan tidak diimbangi dengan aspek kelestarian fungsi lingkungan. Keberadaan masyarakat adat dengan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam juga belum diadvokasi dan diarahkan secara terpadu sebagai bagian integral dari proses pembangunan. Kearifan lokal sangat diperlukan untuk menjamin persediaan sumber daya alam dan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Pembangunan yang semakin pesat telah mengakibatkan peningkatan konflik kepentingan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam. Untuk itu, kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara tepat akan dapat mendorong perilaku masyarakat untuk menerapkan prinsip – prinsip pembangunan berkelanjutan dalam 20 tahun mendatang agar Kota Jayapura tidak mengalami krisis sumber daya alam, khususnya krisis energi, krisis air dan krisis pangan.

f). APARATUR DAN KELEMBAGAAN

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, transparan, dan bertanggungjawab, dilakukan pengawasan

hukum, pengawasan politik, dan pengawasan sosial. Dimasa lalu, penempatan aparatur pemerintah sebagai salah satu pilar kekuasaan politik telah mendatangkan dilema ketika terjadi reformasi dan perubahan kekuasaan politik. Hal ini terjadi karena sudah sejak lama aparatur pemerintah berada dalam posisi yang tidak netral, kurang memiliki pola pengembangan karir yang jelas berbasis pada profesionalitas dan kompetensi. Dengan kata lain, telah terjadi perubahan normatif dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di satu pihak, realokasi dan redistribusi aparatur perlu menggunakan pertimbangan manajerial, di lain pihak sulit mengabaikan pertimbangan non manajerial (sosial, psikologis dan kemanusiaan). Bila semata menggunakan pertimbangan manajerial, maka akan terjadi rasionalisasi besar-besaran dan potensial menimbulkan gejolak sosial. Bila dominan diwarnai pertimbangan non manajerial menimbulkan dampak inefisiensi serta ketidaksesuaian antara struktur organisasi, jumlah aparatur dan beban kerja. Kondisi dilematis tersebut semakin nampak ketika daerah diberi kebebasan untuk menentukan jenis dan jumlah unit organisasi berdasarkan kemampuan, kebutuhan dan beban kerja sebagaimana dimaksud PP. No. 84 Tahun 2000. Secara faktual kombinasi pertimbangan manajerial dan non manajerial dalam penempatan aparatur sulit dielakkan. Hal ini semakin mencolok ketika muncul PP. No. 8 Tahun 2003 sebagai revisi PP. No. 84 Tahun 2000 dimana di dalamnya memberi banyak pembatasan terhadap jumlah dan jenis unit organisasi, daerah mengalami kesulitan bahkan bereaksi melakukan protes, penundaan bahkan penolakan. Terjadinya perubahan dari UU. No. 22 Tahun 1999 ke UU. No. 32 Tahun 2004 membuka harapan baru bagi daerah dalam mengatasi situasi dilematis.

Pembangunan yang diselenggarakan sebelum era reformasi memiliki penekanan yang sudah cukup besar pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs) masyarakat. Kondisi masa lalu masih menunjukkan adanya banyak kelemahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, misalnya diskriminasi layanan, dan keterbatasan cakupan layanan. Setelah era reformasi, penyelenggaraan pelayanan dasar semakin mendapat perhatian dalam pelaksanaan pembangunan, seperti: pendidikan, kesehatan, fasilitas umum, dan lain-lain. Beberapa langkah perubahan yang dilakukan dalam rangka peningkatan pelayanan umum setelah dan selama era reformasi antara lain: pembentukan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) sejak tahun 1998,

(10)

aplikasi Standar Pelayanan Minimal melalui Bulan Layanan Publik pada tahun 2003, dan pada tahun 2004 ditingkatkan menjadi Tahun Peningkatan Pelayanan Publik; dimana disertai dengan pengadaan sarana pengaduan dan hot line service dengan memanfaatakan teknologi dan informasi.

Tantangan utama yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Semarang terkait dengan pelayanan publik adalah semakin meningkatnya tuntutan publik akan sistem manajemen pemerintahan yang menekankan pada kualitas pelayanan publik, yang memperhatikan pengutamaan hak-hak publik melalui optimalisasi penggunaan teknologi dan informasi. Telah terjadi perubahan yang sangat mendasar dalam peranan pemerintah (institusi birokrasi) dalam penyelenggaraan pembangunan, dari peran negara yang sangat dominan menjadi peran negara yang semakin berkurang; sejalan dengan semakin besarnya peran yang dimainkan oleh komponen masyarakat sipil dan swasta/pengusaha. Penyelenggaraan pemerintahan ini sangat ditentukan keberhasilannya oleh institusi birokrasi pemerintah. Pembentukan birokrasi pemerintah (dalam hal ini perangkat pemerintah daerah), sebelum era otonomi daerah (2001) sangat diwarnai dengan nuansa sentralistik (menekankan pada physical structure), dimana semuanya ditentukan oleh Pusat, setelah tahun 2001 kelembagaan pemerintah daerah semakin memperhatikan nuansa lokal (menekankan pada logical structure). Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, telah banyak diaplikasikan hasil-hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, disertai dengan adanya berbagai penelitian dan pengembangan untuk mengatasi berbagai permasalahan strategis daerah secara terarah dan berkelanjutan.

g). POLITIK DAN HUKUM

Pembangunan bidang hukum telah berkembang begitu pesat, dimana dahulu hanya berperan sebagai alat kepentingan politik dalam penyelenggaraan pemerintahan menjadi semakin besar peranannya dalam pengaturan kehidupan bernegara dan bermasyarakat sejalan dengan berkembangnya dinamika penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik. Berbagai permasalahan yang ditemukan

selama ini terkait dengan aspek hukum adalah masih lemahnya kinerja penegakkan hukum daerah terhadap berbagai pelanggaran yang terjadi, masih perlu ditingkatkannya kualitas dan kuantitas produk hukum daerah, serta belum berkembangnya budaya/kesadaran hukum masyarakat. Tantangan pembangunan hukum pada masa yang akan datang adalah jaminan akan kepastian, rasa keadilan dan perlindungan hukum. Hal ini sejalan dengan semakin besarnya tuntutan untuk membentuk tata peraturan daerah yang baik disertai dengan peningkatan kinerja lembaga dan aparatur hukum serta peningkatan kesadaran hukum masyarakat.

h). KEAMANAN DAN KETERTIBAN

Pada era masa lalu, penyelenggara pemerintahan (penguasa) menggunakan keamanan dan ketertiban masyarakat sebagai salah satu prasyarat utama (dikenal dengan istilah stabilitas) untuk keberhasilan pelaksanaan pembangunan; sebagai dampaknya, tingkat kriminalitas cenderung rendah. Pada era reformasi cenderung terjadi peningkatan gangguan kriminalitas karena besarnya dampak krisis multi dimensi berupa tingginya angka pengangguran, kemiskinan dan faktor ekonomi lainnya.

Upaya untuk mempertahankan keamanan dan ketertiban daerah telah memberikan kontribusi bagi pembentukan NKRI dan penyelenggaraan pembangunan dalam upaya pencapaian cita-cita Negara, seperti yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. dalam perjalanan sejarah dan dalam setiap dinamika arah kebijakan politik Negara dan pekembangan politik daerah, sistem pertahanan rakyat semesta terbukti telah menjadi sistem yang mampu menegakkan kedaulatan NKRI serta mejaga keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa.

Sejalan dengan gejolak demokratisasi di Indonesia, terjadi juga gejolak untuk melakukan pemisahan diri sebagai sebuah bangsa. Dinamika ini dicermati oleh Pemerintah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentangOtonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Kebijakan Otonomi Khusus ini telah mampu

(11)

merendam gejolak yang terjadi, sehingga kondisi keamanan dan ketertiban di daerah khususnya Kota Jayapura dapat lebih baik.

Saat ini kondisi keamanan dan ketertiban di Kota Jayapura dapat terjaga dengan baik, karena adanya kerjasama antar semua komponen masyarakat yang ada di Kota Jayapura dengan Pemerintah dan TNI/POLRI. Untuk menjamin keamanan dan ketertiban yang kondusif ini, maka Pemerintah Kota Jayapura senantiasa membangun dialog dengan masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh perempuan) dengan pihak TNI/POLRI.

B. PERMASALAHAN DAN TANTANGAN 1. PENDIDIKAN, SOSIAL DAN BUDAYA

Sesuai dengan data terakhir pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Kota Jayapura mengalami kekurangan tenaga pengajar pada tingkat SMP, SMA,dan SMK jika dibandingkan dengan guru SD, selain itu belum meratanya kesempatan memperoleh pendidikan bagi masyarakat Kota Jayapura terutama masyarakat ekonomi lemah. Keadaan ini dapat diukur dari jumlah peserta didik Sekolah Setara Paket A, B dan C sebesar 1.191 orang dan PBAF sebesar 370 orang pada Tahun 2005. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang belum memadai dan merata dalam meningkatkan kualitas lulusan.

Tantangan yang dihadapi pembangunan pendidikan adalah penyediaan pelayanan pendidikan yang berkualitas untuk meningkatkan jumlah proporsi penduduk yang menyelesaikan pendidikan dasar sampai ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, penurunan jumlah penduduk yang buta aksara, serta menurunkan kesenjangan tingkat pendidikan yang cukup tinggi antar kelompok masyarakat, termasuk antar penduduk kaya dan penduduk miskin, antar penduduk perkotaan, dan penduduk perkampungan, antar penduduk Asli Papua dan Non Papua antara jenis kelamin. Oleh sebab itu tantangan pada 20 tahun mendatang adalah bagaimana mencerdaskan mayarakat Kota Jayapura secara merata dalam kedudukannya antar kelompok masyarakat, yakni antar penduduk kaya dan penduduk miskin, antar penduduk perkotaan, dan penduduk perkampungan, antar penduduk Asli Papua dan Non Papua antara jenis kelamin, sehingga dapat bersaing terutama menghadapi tuntutan dunia global melalui penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang merata,

dan menyentuh ke seluruh masyarakat Kota Jayapura, yang dibarengi dengan penyediaan tenaga pengajar serta memberikan kemudahan belajar bagi masyarakat.

Kualitas hidup dan peran perempuan dan anak di berbagai bidang masih rendah. Hal itu, antara lain, di tandai oleh rendahnya angka indeks pembangunan gender (IPG) dan tingginya tingkat kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak; serta kurang memadainya kesejahteraan, partisipasi, dan perlindungan anak. Dengan demikian, tantangan di bidang pembangunan perempuan dan anak adalah meningkatkan kualitas dan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan; menurunkan tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi terhadap perempauan dan anak, serta meingkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak. Sementara itu, pembagunan dalam bidang kepemudaan yaitu meningkatkan budaya dan prestasi olaharaga, menurunkan beban pemasalahan kesejahteran sosial yang semakin beragam dan meningkat akibat terjadinya berbagai krisis sosial, seperti semakin menipisnya nilai budaya dan agama; menurunkan akses dan gejala sosial sebagai dampk dari disparitas kondisi sosial ekonomi masyarakat serta meningkatnya pemenuhan kebutuhan sosial dasar masyarakat.

Derasnya arus globalisasi yang didorong oleh kemajuan teknologi dan komunikasi dan informasi sangat berimbas pada hampir segala bentuk sendi kehidupan masyarakat menjadi tantangan di Kota Jayapura, yaitu bagaimana kemajuan ini dapat dimanfaatkan secara positif dengan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas teknologi dan komunikasi untuk dapat meningkatkan kualitas kehidupan, selain harus mempertahankan jati diri sekaligus memanfatkannya untuk pengembangan tolerasi terhadap keanekaragaman budaya dan peningkatan daya saing melalui penerapan nilai–nilai Pancasila dan penerapan nilai-nilai Universal, karena hakekatnya pembangunan manusia pada intinya adalah pembangunan manusia seutuhnya. Tantangan yang di hadapi dalam pembangunan agama adalah mengaplikasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, mewujudkan kerukunan intern dan antar umat beragama, serta memberikan rasa aman dan perlindungan dalam menjalankan ajaran agamanya masing-masing.

(12)

Keragaman budaya merupakan suatu modal dasar yang tidak ternilai, khususnya di Kota Jayapura yang menjadi permasalahan adalah kurangnya pengembangan budaya lokal khas Port Numbay baik adat istiadat, bahasa dan seni yang memiliki 14 karakter dari 14 Kampung/suku. Tantangan pada 20 tahun kedepan bagaimana memberikan dorongan kepada masyarakat lokal untuk menghargai dan melestarikan budayanya sehingga dapat dijadikan salah satu obyek daya tarik wisata yang memiliki nilai jual.

2. KESEHATAN DAN GIZI

Kemampuan Manajemen Kesehatan di Kota Jayapura di berbagai tingkat Administrasi cukup baik, namun demikian sistem informasi, hukum dan IPTEK kesehatan masih perlu di tingkatkan. Potensi masyarakat baik berupa organisasi, upaya, tenaga, dana, sarana, teknologi maupun mekanisme pengambilan keputusan belum optimal upaya pemberdayaan masyarakat masih mengganggap masyarakat sebagai obyek dan kegiatannya masih berupa bantuan kemanusiaan (charty) yang bersifat mendesak (emergency) pergerakan (mobilisasi) yang baru bersifat sementara dan masih pada tahap pengembangan. Peran serta masyarakat di bidang kesehatan yang ada saat ini antara lain: Posyandu, Polindes, TOGA, dan Pos Upaya Kesehatan Kerja, yang keberadaannya saat ini sangat perlu ditingkatkan. Globalisasi merupakan tantangan, masalah, dan sekaligus potensi untuk pembangunan Kota Jayapura berwawasan kesehatan di masa mendatang. Mobilitas penduduk dan arus informasi yang begitu cepat, sehingga batas wilayah dan batas Provinsi menjadi sangat tipis. Yang berdampak positif dan sekaligus juga berdampak negatif bagi pembangunan kesehatan. Kesemuanya ini perlu diantisipasi secara serius dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

Kecenderungan meningkatnya kriminalitas, peredaran NAPZA, peracikan jamu dan obat kuat, miras dan milo semakin merajalela. Kemiskinan, pengangguran, dan permasalahan sosial lainnya sangat berpengaruh terhadap lajunya pembangunan berwawasan kesehatan. Kemudahan transporatasi, komunikasi dan penyebarluasan informasi berpengaruh juga terhadap penyalahgunaan narkotika, obat psikotropika dan zat adiktif lainnya, penyebaran penyakit, perilaku seks bebas, serta gaya hidup tidak sehat lainnya. Transisi demografi telah dapat diprediksi sebagai dampak dari pembangunan di Kota Jayapura, baik dalam bidang

ekonomi, keluarga berencana dan kesehatan serta gizi. Pada piramida kependudukan, terjadi perubahan kecenderungan mengecilnya jumlah penduduk usia muda/balita dan meningkatnya jumlah segmen angkatan kerja. Tetapi nampaknya segmen penduduk usia muda yang seharusnya mengecil ternyata justru cenderung meningkat. Akibatnya masalah-masalah yang berhubungan dengan usia muda akan tetap muncul. Dimensi lain dari transisi demografi adalah meningkatnya urbanisasi, migrasi dan pengangguran.

Tantangan untuk mewujudkan masyarakat yang sehat pada 20 Tahun kedepan adalah meningkatkan kapasitas pelayanan kesehatan dan penyediaan paramedis, sarana dan prasarana serta memberikan perhatian serius terhadap masyarakat tidak mampu/miskin, pengobatan gratis, dan perbaikan sanitasi lingkungan.

3. EKONOMI DAN DUNIA USAHA

Pembangunan Ekonomi diarahkan untuk mewujudkan Kota Jayapura sebagai Kota Perdagangan dan Jasa. Arah tersebut telah ditandai dengan upaya konkrit Pemerintah Kota mengembangkan pusat-pusat ekonomi baik melalui pembangunan pasar tradisional dan rencana pembangunan pasar modern serta memberi kemudahan bagi investor untuk berinvestasi di Kota Jayapura. Pada 20 tahun kedepan diharapkan pasar tradisional dan modern dapat saling bersinergi, saling menghidupi dan dapat mengembangkan usaha ekonomi mikro.

Salah satu yang menjadi beban bahwa meskipun di Kota Jayapura saat ini telah menghasilkan berbagai kemajuan sektor industri dengan capaian 808 unit usaha, dengan nilai investasi sebesar Rp. 25.446.141.000,00 (dua puluh lima milyar empat ratus empat puluh enam juta seratus empat puluh satu ribu rupiah) namun masih jauh dari cita-cita untuk mewujudkan perekonomian yang tangguh dan mensejahterakan seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, tentangan besar memajukan perekonomian 20 tahun mendatang adalah menigkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan berkualitas secara berkelanjutan untuk mewujudkan secara nyata peningkatan kesejahteran sekaligus mengurangi ketertinggalan dari daerah –daerah di luar Papau yang lebih maju.

(13)

Kesenjangan antara masyarakat papua dan non papua. Basis kekuatan ekonomi yang masih banyak digerakkan oleh masyarakat non papua. Sesuai amanat otsus perlu ada perlakuan khusus sehinga terdapat pemerataan dan keseimbangan pemanfaatan pembangunan bidang ekonomi

Kemajuan ekonomi perlu di dukung oleh kemampuan suatu daerah di dalam mengembangkan potensi dirinya untuk mewujudkan kemandirian. Oleh sebab itu, pembangunan ekonomi tersebut adalah mengurangi ketergantungan ekonomi dari pengaruh luar, tetapi tetap berdaya saing, khususnya bagi masyarakat Asli Papua perlu pembinaan dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan sehinga terdapat adanya pemerataan dan keseimbangan dalam pemanfaatan pembangunan bidang ekonomi.

Tantangan utama kemajuan ekonomi adalah mengembangkan aktivitas perekonomian yang di dukung oleh penguasaan dan penerapan teknologi serta peningkatan produktivitas SDM, mengembangkan kelembagaan ekonomi yang efisien yang menerapkan praktik terbaik dan prisip-prinsip pemerintahan yang baik, serta terus memacu dan mendorong pertumbuhan investasi daerah.

Pemecahan masalah kemiskinan perlu didasarkan pada pemahaman suara masyarakat miskin dan adanya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar secara bertahap, yang hak sosial, dan budaya, ekonomi, politik. Tantangan yang di hadapi, antara lain, yaitu kurang pemahaman terhadap hak-hak dasar masyarakat miskin, kurangnya keberpihakan dalam perencanan dan penganggaran, lemahnya sinergi dan kordinasi kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam berbagai upaya penanggulangan kemiskinan. Rendahnya partisipasi dan terbatasnya akses masyarakat miskin terutama perempuan dalam pengambilan keputusan baik dalam keluarga maupun masyarakat, serta keterbatasan pemahaman dalam mengembangkan potensi daerah berpenduduk miskin padahal investasi daerah miskin di pedesaan dan daerah kumuh perkotan dalam bukti empiris dapat menghasilkan atau mengembangkan potensi bagi sentra kegiatan ekonomi.

Pada era Otonomi Khusus Papua menuntut adanya keberpihakan pemberdayaan ekonomi masyarakat asli Papua. Tantangan kita pada 20

tahun mendatang adalah bagaimana memberdayakan masyarakat asli papua yang ada di Kota Jayapura untuk mampu bersaing dan mendapatkan kedudukan yang setara dalam bidang ekeonomi dengan masyarakat non papua.

4. INFRASTRUKTUR DAN TATA RUANG

Peningkatan pelayanan infrastruktur kota menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh Kota Jayapura dalam rangka mengantisipasi perkembangan kota yang semakin pesat. Penyediaan dan pemerataan jaringan infrastruktur akan mendorong percepatan pembangunan Kota Jayapura.

Pembangunan jembatan penghubung Hamadi-Holtekamp akan mengatasi kesenjangan perkembangan bagian barat dan timur kota. Selain itu, diperlukan jalan alternatif yang dapat menghubungkan Kota Jayapura dan Sentani selain jalan utama yang ada saat ini dalam rangka meningkatkan mobilitas dari pusat kota ke bagian hinterland kota. Penyediaan air bersih yang merata akan membantu peningkatan kualitas kesehatan penduduk kota. Krisis energi harus segera diatasi dengan penyediaan pembangkit tenaga listrik baru. Pengembangan pelabuhan Yos Sudarso dan pelabuhan APO penting untuk segera ditindaklanjuti dalam rangka mengantisipasi tingkat mobilitas penduduk regional

Perkembangan fisik perkotaan yang sangat cepat, terutama di kawasan lereng terjal akan berdampak pada meningkatnya resiko banjir dan tanah longsor. Penanganan masalah drainase dalam rangka mencegah bencana seperti banjir dan tanah longsor harus disusun dalam suatu rencana dan aksi penanganan bencana secara komprehensif dari hulu hingga hilir. Penegakan kebijakan pengamanan kawasan lindung dan kawasan kritis serta pembangunan infrastruktur drainase harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan secara keseluruhan.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dimasa datang, maka diperlukan suatu jaringan irigasi yang fungsional dan mampu mendukung produktivitas kawasan pertanian di Distrik Muara Tami. Selain itu, optimasi fungsi jaringan irigasi akan mengurangi terjadinya perubahan guna lahan produktif menjadi guna lahan perkotaan yang akan berdampak pada menurunnya kestabilan pangan Kota Jayapura.

(14)

Kota Jayapura memerlukan TPA alternatif untuk mengantisipasi produksi sampah di masa depan. Penanganan sampah dan limbah harus dilakukan secara menyeluruh dari pusat produksi sampah dan limbah hingga ke pembuangan akhir.

Pengaturan tata ruang sesuai peruntukan merupakan tantangan pada masa yang akan datang. Penataan ruang di Kota Jayapura memerlukan jaminan konsistensi antara perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian tata ruang. Penataan ruang yang baik adalah arahan bagi lokasi kegiatan, batasan kemampuan lahan dan daya dukung lingkungan dan kerentanan terhadap bencana alam, serta efisiensi dan sinkronisasi pemanfaatan ruang dalam jangka panjang.Dalam rangka tercapainya tata ruang yang efisien dan berkelanjutan, maka penegakan regulasi tata ruang yang tegas dan konsisten mutlak diperlukan tujuan utama dalam masa duapuluh tahun mendatang.

Kesenjangan antara wilayah bagian barat dan utara dengan bagian timur wilayah Kota Jayapura harus dikurangi dalam rangka meningkatkan pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh bagian wilayah kota. Pengurangan kesenjangan yang menjadi focus adalah kesenjangan pembangunan dan kualitas hidup antara kedua bagian wilayah Kota Jayapura. Pengalihan tumpuan perkembangan kota ke arah timur Kota akan mengurangi beban di bagian kota yang sudah bertumbuh dan mengurangi terjadinya pelanggaran rencana tata ruang wilayah Kota Jayapura.

Secara eksternal, Kota Jayapura dihadapkan pada tantangan perkembangan pada tingkat regional, nasional dan internasional. Posisi Kota Jayapura sebagai pusat kegiatan nasional (PKN) berimplikasi pada program-program pembangunan wilayah Kota agar serasi dan selaras dengan program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Papua. Selain itu, Kota Jayapura sebagai kawasan perbatasan antar Negara memiliki nilai strategis nasional. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi adalah bagaimana mendayagunakan potensi dan peluang keunggulan Kota Jayapura dalam rangka mendukung daya dukung nasional.

5. SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

Berdasarkan kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup di Kota Jayapura saat ini memerlukan perhatian secara dini melalui kebijakan dan tindakan yang tepat untuk menghindari ancaman berupa krisis energi, krisis air dan krisis pangan serta kerusakan lingkungan. Hal ini menjadi tantangan serius baik daerah maupun nasional yang perlu diwaspadai agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan masyarakat yaitu meningkatnya konflik kepentingan, menurunnya laju pertumbuhan ekonomi dan menurunnya derajat kesehatan masyarakat.

Kelangkaan ketersediaan energi terus terjadi karena ketergantungan yang sangat besar terhadap sumber energi tak terbarukan berupa minyak bumi dan umur produktif (life time) mesin pembangkit. Tantangan utama dalam penyediaan energi adalah memperbanyak infrastruktur energi untuk memudahkan layanan kepada masyarakat; serta mengurangi ketergantungan terhadap minyak dan meningkatkan kontribusi gas, serta energi terbarukan seperti biogas, biomassa, energi matahari, energi arus dan energi angin.

Peningkatan jumlah penduduk dan pembangunan daerah yang semakin pesat menuntut penyediaan lahan yang semakin luas. Kondisi ini menjadi ancaman bagi keberadaan hutan yang berdampak pada terganggunya keseimbangan tata air. Memburuknya kondisi hutan akibat deforestasi yang meningkat pesat dan berkurangnya penutupan lahan di wilayah daerah aliran sungai (DAS) menyebabkan menurunnya ketersediaan air yang mengancam turunnya debit sungai pada musim kemarau serta berkurangnya pasokan air untuk pertanian.

Di lain pihak, meningkatnya jumlah penduduk yang pesat menyebabkan kemampuan penyediaan pangan semakin terbatas. Hal itu disebabkan oleh meningkatnya konversi lahan sawah dan lahan pertanian produktif lainnya, rendahnya peningkatan produktivitas hasil pertanian dan menurunnya kondisi jaringan irigasi dan prasarana irigasi. Selain itu, praktik perambahan hutan dan ladang berpindah yang terjadi di Kota Jayapura juga mengancam kelestarian sumber daya alam dan keberlanjutan sistem produksi pertanian.

Meningkatnya pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh laju pertumbuhan penduduk yang terkonsentrasi di wilayah perkotaan, perubahan gaya hidup yang konsumtif, serta rendahnya kesadaran masyarakat perlu ditangani secara berkelanjutan. Kemajuan transportasi

(15)

dan industrialisasi, pencemaran sungai dan tanah oleh industri, pertanian dan rumah tangga memberi dampak negatif yang mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan sistem lingkungan secara keseluruhan dalam menyangga kehidupan manusia. Keberlanjutan pembangunan dalam jangka panjang juga menghadapi tantangan akan adanya perubahan iklim dan pemanasan global yang berdampak pada aktifitas dan kehidupan manusia. Sementara itu, pemanfaatan keanekaragaman hayati belum maksimal, mestinya pengembangan nilai tambah kekayaan keanekaragaman hayati dapat menjadi alternatif sumber daya pembangunan yang dapat dinikmati, baik oleh generasi sekarang maupun mendatang, sehingga dapat membangun daya saing khususnya di Kota Jayapura.

6. APARATUR DAN KELEMBAGAAN

Tantangan utama yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Jayapura terkait dengan pelayanan publik adalah semakin meningkatnya tuntutan publik akan sistem manajemen pemerintahan yang menekankan pada kualitas pelayanan publik, yang memperhatikan pengutamaan hak-hak publik melalui optimalisasi penggunaan teknologi dan informasi. Telah terjadi perubahan yang sangat mendasar dalam peranan pemerintah (institusi birokrasi) dalam penyelenggaraan pembangunan, dari peran pemerintah yang sangat dominan menjadi peran pemerintah yang semakin berkurang, sejalan dengan semakin besarnya peran yang dimainkan oleh komponen masyarakat sipil dan swasta/pengusaha. Penyelenggaraan pemerintahan ini sangat ditentukan keberhasilannya oleh institusi birokrasi pemerintah.

Pembentukan birokrasi pemerintah (perangkat pemerintah daerah), sebelum era otonomi sangat diwarnai dengan nuansa sentralistik (menekankan pada physical structure), dimana semuanya ditentukan oleh pusat, setelah tahun 2001 kelembagaan pemerintah daerah semakin memperhatikan nuansa lokal (menekankan pada logical structure).

Tantangan kedepan terkait dengan aspek kelembagaan pemerintah ini adalah kelembagaan pemerintah daerah semakin dituntut untuk dapat memberikan kinerja yang terbaik dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan public, yang dapat selalu mengantisipasi dan mengakomodasi dampak positif perubahan dari berbagai aspek, seperti desentralisasi, demokratisasi, globalisasi, teknologi dan informasi. Perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi sejalan dengan perubahan peradaban dan budaya manusia, yang berdampak positif dan

negatif bagi kehidupan manusia, termasuk bagi pelaksanaan pembangunan daerah. Tantangan utama yang dihadapi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi adalah semakin derasnya arus globalisasi yang berdampak pada perubahan paradigma sistem dan mekanisme pemerintahan, institusi dan aparatur harus semakin tanggap dan mampu dalam menyiapkan dan mengaplikasi berbagai hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta hasil-hasil penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik.

7. POLITIK DAN HUKUM

Tantangan pembangunan politik mendatang adalah menjaga proses konsolidasi demokrasi secara berkelanjutan dengan melaksanakan reformasi struktur politik, menyempurnakan proses politik, dan mengembangkan budaya politik yang lebih demokratis agar demokrasi berjalan bersamaan dan berkelanjutan sehingga sasaran tercapainya demokrasi yang bersifat procedural dan subtansial dapat tercapai. Tantangan lain yang dihadapi adalah kondisi stabilitas politik lokal yang menuntut adanya perlakuan hak-hak dasar orang Papua dalam rangka implementasi otonomi khusus di Tanah Papua dan khususnya di Kota Jayapura.

Konsolidasi demokrasi memerlukan pelaksana kebijakan yang reformis didalam pemerintahan dan memerlukan dukungan birokrasi yang syarat profesionalisme, kredibilitas dan kapasitas, serta eviensisi dan efektifitas. Di samping itu, salah satu tantagan demokrasi terbesar adalah masih belum kuatnya masyarakat sipil, baik dari segi ekonomi maupun pendidikan. Oleh karena itu, dalam kurun dua puluh tahun kedepan, pendidikan politik akan merupakan alat transformasi sosial menuju demokrasi.

Masih lemahnya penegakan hukum terhadap berbagai yang ditandai dengan adanya pelanggaran yang terjadi, baik terhadap produk hukum nasional maupun produk hukum daerah dan rendahnya kesadaran hukum masyarakat. Tantangan Pembangunan bidang hukum adalah memberikan jaminan kepastian hukum dan penegakan melalui penegakan hukum oleh aparat penegak hukum, peningkatan kualitas penyusunan produk hukum daerah yang memenuhi standar berdasarkan Undang-undng Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan serta mendorong dan menumbuhkan kesadaran hukum masyarkat.

(16)

Kebebasan demokrasi juga diperhadapkan pada tantangan bagaimana melembagakan kebebesan pers/media masa.akses masyarakat terhadap informasi yang bebas dan terbuka, dalam banyak hal akan lebih memudahkan control atas pemenuhan kepentingan publk. Peran media masa yang bebas sangat menentukan dalam proses menemukan, mencegah, mempublikasikan berbagai bentuk penyelewengan kekuasan dan korupsi.

Pembangunan bidang hukum telah berkembang begitu pesat, dimana dahulu hanya berperan sebagai alat kepentingan politik dalam penyelenggaraan pemerintahan menjadi semakin besar peranannya dalam pengaturan kehidupan bernegara dan bermasyarakat sejalan dengan berkembangnya dinamika penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik. Selama lima tahun terakhir (2000-2005) telah dihasilkan berbagai produk legislasi daerah (khususnya Perda) sebanyak 9 (sembilan) buah Perda yang berupa Perda baru maupun revisi atas Perda lama yang sudah tidak sesuai dengan kondisi dinamika penyelenggaraan pemerintahan. Berbagai permasalahan yang ditemukan selama ini terkait dengan aspek hukum adalah masih lemahnya kinerja penegakkan hukum daerah terhadap berbagai pelanggaran yang terjadi, masih perlu ditingkatkannya kualitas dan kuantitas produk hukum daerah, serta belum berkembangnya budaya/kesadaran hukum masyarakat. Tantangan pembangunan hukum pada masa yang akan datang adalah jaminan akan kepastian, rasa keadilan dan perlindungan hukum. Hal ini sejalan dengan semakin besarnya tuntutan untuk membentuk tata peraturan daerah yang baik disertai dengan peningkatan kinerja lembaga dan aparatur hukum serta peningkatan kesadaran hukum masyarakat.

Tantangan kedepan didalam mewujudkan penegakan dan penataan sistim hukum di Kota Jayapura adalah mewujudkan dan menjamin tegaknya supremasi hukum dan HAM berdasarkan kedilan dan kebenaran. Mewujudkan penegakan produk hukum melalui perwujudan aparatur Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) serta meningkatkan kualitas penyusunan produk hukum yang memenuhi standar sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

8. KEAMANAN DAN KETERTIBAN

Integritas nasional yang sudah berhasil diwujudkan setelah melalui proses yang sangat panjang dan kompleks menjadi sebuah masalah yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia sekarang ini. Tantangan terhadap integritas nasional ini dapat terjadi karena ketidakpuasan akan pelayanan Pemerintah, kebijakan yang tidak atau kurang berpihak kepada masyarakat, lambannya proses penyelenggaraan pembangunan dan lainnya yang pada gilirannya dapat menciptakan berbagai intrik politik ataupun bentuk konflik di daerah.

Kerja sama yang harmonis antara Pemerintah Daerah dengan Aparatur TNI harus terbina dalam rangka pengamanan kawasan perbatasan dengan Negara Papua New Guinea (PNG) yang senantiasa dapat merongrong, memecah belah baik secara langsung maupun tidak langsung kondisi stabilitas keamanan yang kondusif.

Kota Jayapura memiliki penduduk yang sangat Heterogen, baik suku, adat istiadat, kebiasaan maupun karakter. Keberagaman tersebut memiliki potensi, baik potensi mempererat juga sekaligus dapat berpotensi perpecahan. Kita bersyukur jika selama ini kerukunan antar suku, adat dan budaya dapat terbina dengan baik.

Permasalahan sosial yang sering muncul dan berakibat meresahkan masyarakat adalah kebiasaan sebagian masyarakat mengkonsumsi minuman keras beralkohol, menghisap aibon, dll yang dapat menimbulkan kekerasan, penganiayaan, pemerkosaan dan bahkan pembunuhan. Permasalahan lain adalah ketidaktaatan masyarakat terhadap peraturan daerah yang bisa berujung pemaksaan dari pihak pemerintah guna menegakkan aturan. Permasalahan lainnya adalah klaim kepemilikan tanah adat/ulayat yang seharusnya tidak boleh terjadi jika status kemilikan telah jelas sesuai ketentuan dan kepemilikan adat/ulayat. Oleh karenanya, yang menjadi tantangan selama 20 tahun kedepan di Kota Jayapura adalah pemerintah menata pranata-pranata sosial, melalui penataan sistem dan produk peraturan daerah, pendekatan-pendekatan Sosio Cultural, merangkul semua unsur tokoh adat, agama dan tokoh masyarakat agar tercipta suasana yang lebih kondusif dalam upaya penyelenggaraan pembangunan.

(17)

C. MODAL DASAR

1. Secara geografis letak Wilayah Kota Jayapura berbatasan dengan Wilayah Kabupaten Jayapura dan Wilayah Kabupaten Keerom, berbatasan juga dengan Samudera Pasifik serta berbatasan dengan Negara Papua New Guinea, dan Kota Jayapura sebagai Ibukota Provinsi Papua dan Pusat Pendidikan, maka Kota Jayapura sangat strategis bagi kepentingan Provinsi Papua, kepentingan Nasional maupun Internasional. Secara ekosistem kondisi alamiah Kota Jayapura sangat khas karena posisinya yang berada di dekat khatulistiwa dengan cuaca, iklim tropis yang merupakan aset atau sumber daya yang besar bagi Kota Jayapura. Disamping keberadaannya yang strategis Kota Jayapura berada pula pada kawasan lindung provinsi. 2. Kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang terdapat di darat, laut,

dan dirgantara terbatas jumlahnya sehingga pendaya-gunaanya harus dilakukan secara bertanggung jawab untuk kemakmuran rakyat.

3. Penduduk dalam jumlah yang cukup besar dengan budaya sangat beragam merupakan sumber daya potensial produktif bagi pembangunan daerah Kota Jayapura.

Perkembangan pendidikan politik yang telah melalui reformasi telah memberikan perubahan yang mendasar bagi demokratisasi di bidang politik dan ekonomi serta desentralisasi dibidang pemerintahan dan pengelolaan pembangunan.

4. Topografi Kota Jayapura merupakan keunikan tersendiri dengan lingkungan pantai yang sangat potensial untuk dijadikan obyek wisata.

BAB III

VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2005 –2025

A. VISI

Berdasarkan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai saat ini, mengenali permasalahan dan tantangan yang dihadapi serta memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi pembangunan daerah yang ingin dicapai pada periode 2005-2025 adalah :

“MASYARAKAT KOTA JAYAPURA YANG BERIMAN, MAJU, MANDIRI DAN SEJAHTERA “

Makna dari visi pembangunan daerah yang akan dicapai pada tahun 2025 adalah terwujudnya suatu masyarakat Kota Jayapura yang :

1. BERIMAN, mengandung makna bahwa setiap warga Kota Jayapura dijamin kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agamanya dan kepercayaannya masing-masing, sehingga pada diri setiap warga kota tumbuh kesadaran untuk takut dan taat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Harapan yang dibangun bahwa semua komponen bangsa (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) di kota Jayapura didalam berpikir dan bertindak senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai keagamaan, sehingga mempunyai nilai dunia dan akhirat.

BERIMAN juga mengandung makna akronim dari Bersih, Indah, Manusiawi, Aman dan Nyaman. Bersih – bebas dari sampah yang berserakan, Indah – seluruh sudut kota enak dipandang mata, Manusiawi – tidak semena-mena di dalam melakukan aktivitas pembangunan, Aman – setiap masyarakat maupun tamu dari luar kota merasa aman dalam menjalankan aktivitasnya, Nyaman – mendiami Kota Jayapura terasa luas dan tidak ada kesan sempit.

2. MAJU, mengandung makna bahwa kemajuan suatu daerah dapat dinilai berdasarkan berbagai ukuran. Ditinjau dari indikator ekonomi, kemajuan suatu daerah diukur dari tingkat kemakmurannya yang tercermin pada tingkat pendapatan dan pendistribusiannya. Daerah yang maju juga umumnya adalah daerah yang sektor industri, perdagangan dan jasa telah

Referensi

Dokumen terkait

Sebagian orang gemar sekali memelihara hewan, baik itu hanya untuk sekedar hobi maupun berbisnis (berniaga). Salah satu hewan kesayangan yang banyak diminati untuk

tangan memakai sabun dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya di dalam setiap keluarga Indonesia. Peluncuran kampanye yang dilaksanakan di lapangan Gedung

Pengelolaan risiko kredit dalam Bank juga dilakukan dengan melakukan proses analisa kredit atas potensi risiko yang timbul melalui proses Compliant Internal

Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Komisi Penanggulangan AIDS Kota Semarang perlu meningkatkan intensitas kegiatan sosialisasi kepada masyarakat Kota Semarang

Yang menjadi perhatian utama dalam toksikologi forensik bukanlah keluaran aspek hukum dari investigasi secara toksikologi, namun mengenai teknologi dan teknik dalam memperoleh

Modul ini dikembangkan dengan tujuan agar mahasiswa mengerti, memahami masalah Penggunaan Obat yang Rasional ( POR ); memahami dan berkemampuan cara mengidentifikasi masalah POR;

Pada multifragmentary complex fracture tidak terdapat kontak antara fragmen proksimal dan distal setelah dilakukan reposisi. Complex spiral fracture terdapat dua atau

Skripsi yang berjudul “ANALISIS EFEKTIVITAS DAN DAMPAK KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA DI