TINJAUAN PUSTAKA
Kualitas Air dan Kesehatan Ikan
Studi mengenai penyebaran penyakit pada suatu populasi sangat membutuhkan pemahaman mengenai asosiasi atau hubungan-hubungan yang terjadi antara inang, agen dan lingkungan sekitarnya. Tingkat hubungan ini akan menentukan tingkat kerapatan ruang dan waktu kejadian infeksi penyakit, iklim akan sangat mempengaruhi daya hidup inang, vektor dan agen patogen, serta mempengaruhi secara langsung tingkat distribusi vektor (Thrusfield 1995). Agen patogen yang terlibat pada timbulnya penyakit pada ikan, tidak dapat bekerja sendiri untuk menimbulkan infeksi pada ikan, harus terdapat faktor predisposisi sebagai pemicu stres (stressor), ha1 ini dapat berupa perubahan kualitas air, toksin dan perubahan siklus hidup (Hanson & Grizzle 1985).
Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990, tentang pengendalian pencemaran air, mendefinisikan kualitas air adalah sifat air dan kandungan mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter (Anonim 1990), yaitu:
1. Parameter fisika (suhu; kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya.) 2. Parameter kimia (pH, oksigen terlarut, kadar logam d m sebagainya. j
3. Parameter biologi blankton, bakteri dan sebagainya.)
Kualitas air dalam suatu usaha akuakultur harus diperhatikan dengan seksama karena sangat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan, adapun beberapa parameter kualitas air yang sangat berpengaruh pada ikan adalah suhu, pH, oksigen terlarut, kesadahan, kadar NO2 dan kadar NH3 (Alabaster & Loyd
1980).
Suhu Air
Ikan adalah hewan ektoterm atau poikiloterm yang suhu tubuhnya tergantung pada suhu lingkungannya. Oleh karena itu suhu lingkungan sangat besar pengaruhnya bagi kesehatan ikan, terutama apabila suhu berada di luar ' kisaran suhu optimalnya.
Suhu air dipengaruhi oleh musim, letak geografis, ketinggian, sirkulasi udara, penutupan awan, adanya aliran dan kedalaman. Perubahan suhu akan berpengaruh secara langsung terhadap proses fisika, kimia dan biologi air. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, volatilisasi, dan akan mengakibatkan penurunan kadar kelarutan gas dalam air, seperti : 02, C02, N2, CH4 dan sebagainya. (Effendi 2000).
Kecepatan metabolisme ikan tergantung pada suhu air. Penurunan suhu air akan menyebabkan kecepatan metabolisme ikan akan menurun, demikian juga sebaliknya metabolisme ikan akan meningkat sejalan dengan peningkatan suhu air. Beberapa faktor lain seperti : sistem imun, proses penyembuhan penyakit dan proses pencemaan makanan juga sangat dipengaruhi oleh suhu air. Penurunan suhu akan menyebabkan daya tahan ikan menurun, sehingga ikan mudah terinfeksi oleh agen patogen (Langdon 1988).
pH (Derajat Keasaman)
Menurut Effendi (2000) pH atau derajat keasaman menggambarkan keberadaan ion hidrogen yang bersifat asam, konsentrasi ion hidrogen pada air murni netral adalah 1 x gll, sedangkan nilai disosiasi air (Kw) adalah 10-l4 pada suhu 25' C, sehingga nilai pH dapat digambarkan sesuai dengan reaksi sebagai berikut : 2 H 2 0 +========l) H30+ + OH- H 2 0 +========+ H+ + OH- [H']
+
[OH] = Kw ; KW = 10-l4 [ ~ ~ ] = ~ w / [ 0 ~ ~ = 1 0 ~ ~ ~ / 1 0 - ~ = 1 0 ~ ~ g / l ; O H - = l ~ - ~ g / l . p H = -Log lo [H'] = Log lo 1 / [H']Sehingga klasifikasi nilai pH air adalah :
p H = 7 : netral
7 < p H < 1 4 : basa / alkali
Tebbut (1 992) berpendapat bahwa pH hanya menggambarkan konsentrasi ion hidrogen, sedangkan Mackereth el a1 (1989) berpe~idapat banwa pH berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas, dalam ha1 ini pada pH < 5 alkalinitas
akan mencapai nol, sehingga semakin tinggi nilai pH akan menyebabkan nilai alkalinitas semakin meningkat dan akan semakin sedikit kadar karbondioksida bebas.
Toksisitas suatu senyawa kimia juga dipengaruhi oleh pH, senyawa amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan dengan pH rendah, bila pH meningkat maka jumlah amonium yang tak terionisasi (unionized) juga akan meningkat dan pada keadaan ini akan bersifat toksik (Tebbut 1992).
Biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH, dan rata-rata lebih menyukai kisaran pH 7 - 8,5
,
fenomena ini berkaitan dengan proses biokimiawi air sepertinitrifikasi yang dipengaruhi oleh pH, dimana proses nitrifikasi akan berakhir pada pH rendah (asam). Toksisitas logam juga akan meningkat pada pH rendah (Novotny & Olem 1994). Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabei 1. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan
Nilai pH
I
I
-Kelimpahan total biomasa dan produktivitas tak berubahI
Pengaruh
6,O - 6,5 -Keanekaragaman plankton dan benthos mengalami sedikit penurunan
I
.I
-Kelimpahan total biomasa dan produktivitas sedikit berubahI
I 5,s - 6,O
I
I
yang semakin besarI
-Keanekaragaman plankton dan benthos mengalami penurunan
5,O - 5,5
I
I
-Kelimpahan total biomasa zooplankton dan benthos menurunI
-Algae hijau berfilamen tampak pada zona litoral-Keanekaragaman plankton, perifiton dan benthos mengalami penurunan
I
I
-Algae hijau berfilamen tampak semakin banyak pada m n a litoralI
I
I
-Proses nitrifikasi terhambatI
I
I
yang besarI
I
-Kelimpahan total biomasa zooplankton dan benthos menurun -Algae hijau berfilamen tampak semakin banyak.
4,5 - 5,O
I
.I
:Proses nitrifikasi terhambatI
-Keanekaragaman plankton, perifiton dan benthos mengalami penurunan
I I I
Oksigen ~ e r l a r u t (Dissolve Oxygen)
Kadar oksigen terlarut di perairan alarni akan bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen akan semakin berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian dan berkurangnya tekanan atmosfer, semakin tinggi suatu tempat dari perrnukaan laut, maka tekanan atmosfer akan semakin rendah, yang mengakibatkan akan semakin sedikit oksigen yang terlarut dalam air. Kadar oksigen terlarut pada perairan tawar berkisar antara 15 mgll pada suhu 0' C dan 8 mgll pada suhu 25' C, sedangkan pada perairan laut berkisar antara 11 mgll pada suhu 0' C dan 7 mgll pada suhu 25' C. (Mc. Neely et a1 1979). Pengaruh perubahan suhu terhadap oksigen terlarut dapat dilihat pada Tabel 2. .
Tabel 2. Hubungan kadar oksigen terlarut dengan suhu air
Sumber : Cole, 1988
Kadar oksigen pada perairan alarni biasanya kurang dari 10 mgll. Sumber oksigen terlarut yang masuk ke dalam perairan alami berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer sekitar 35 % dan aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton, kadar oksigen di atmosfer biasanya berkisar pada angka 210 mg/l (Novotny & Olem 1994).
Suhu (O C) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Catatan : Suhu
e
c ) 14 - 15 16 17 18 19 20 2 1 22 23 24 25 26 2 7 tekanan udara Oksigen Terlarut ( m g ~ ~ ) 14,62 14,22 13,83 13,46 13,ll 12,77 12,45 12,14 11,84 1 1,56 1 1,29 1 1,03 10,78 10,54 pengukuran pada Oksigen Terlarut ( m g ~ ~ ) 10,3 1 10,08 9,87 9,66 9,47 9,28 9,09 8,9 1 8,74 8,58 8,42 8,26 8,11 7,97 760 mm Hg. Suhue
c) 2 8 2 9 30 3 1 32 33 3 4 3 5 36 37 3 8 39 40 Oksigen Terlarut (mcr/~) 7,83 7,69 7,56 7,43 7,30 7,18 7,OQ 6,95 6,84 6,73 6,62 6,s 1 6,4 1Kebutuhan oksigen terlarut tidak sama pada setiap jenis ikan, bahkan pada jenis ikan yang sama akan terdapat perbedaan, tergantung pada suhu air tempat hidupnya. Jika dalam perairan tidak terdapat senyawa beracun, maka kandungan oksigen minimum yang diperlukan adalah sekitar 2 mgll, dan kadar ini sudah cukup untuk memberikan kehidupan yang normal bagi organisme akuatik (Langdon 1 988).
Kesadahan
Kesadahan (hardness) adalah gambaran kation logam divalen (bervalensi
2), kation-kation ini dapat bereaksi dengan sabun dan membentuk endapan presipitat (presipitasi). Selain itu kation-kation ini dapat bereaksi dengan anion- anion yang terdapat di dalam air dan akan membentuk endapan atau karat pada barang logam. Tingkat kesadahan pada air tawar ditentukan oleh jurnlah kalsium dan magnesi-urn, dimana kalsium dan magnesium ini akan berikatan dengan anion penyusun sifat alkalinitas yaitu bikarbonat dan karbonat, sehingga kesadahan akan mempengaruhi stabilitas pH air (Effendi 2000). Kation dan anion penyusunnya dapat dilihat pada Tabel 3.
I I I
Sumber : Sawyer & Mc Carty, 1978
Tabel 3. Kation penyusun kesadahan dan anion penyusunnya
Klasifikasi kesadahan menurut Effendi (2000) didasarkan pada 2 hal, yaitu:
1. Berdasarkan ion logam, atau kesadahan kalsium dan kesadahan magnesium
2. Berdasarkan anion yang berasosiasi dengan ion logam, yait~i kesadahan karborlat dan kesadahan non-karbonat.
Nilai kesadahan total = kesadahan kalsium
+
kesadahan magnesium Kation Ca '+ Mg 2+ Anion HC03-so4'-
Sedangkan untuk mendapatkan kadar kalsium dan magnesium dari nilai kesadahan, menurut Cole (1 988) adalah sebagai berikut :
Kadar kalsium (mg / 1) = 0,4
x
kesadahan kalsiumKadar magnesium (mg/l) = 0,243 x kesadahan magnesium.
Air dengan kesadahan tinggi mempunyai kandungan kalsiurn, magnesium, karbonat dan sulfat yang tinggi, air jenis ini bila dipanaskan akan membentuk deposit kerak (Brown 1987). Tetapi kesadahan yang tinggi tidak memiliki pengaruh langsung pada kesehatan manusia, bahkan kesadahan tinggi dapat menghambat sifat toksik logam berat, dimana kalsium dan magnesium akan membentuk senyawa kompleks dengan logam berat. Timbal (Pb) dengan kadar 1 mg/l akan bersifat toksik pada ikan yang di air dengan kesadahan rendah (so# water), tetapi kadar timbal yang sama tidak mematikan ikan yang hidup di air dengan kesadahan 150 mg/l CaC03 (Tebbut 1992).
Air dengan nilai kesadahan kurang dari 120 mg/l CaC03, dan melebihi 500 mg/l CaC03 dianggap kurang baik bagi keperluan rumah tangga, pertanian dan industri. Air sadah (150 - 300 mg/l CaC03) disukai oleh organisme akuatik sebagai lingkungan hidupnya (Effendi 2000). Klasifikasi dalam penilaian nilai kesadahan dapat dilihat dalam Tabel 4.
Tabel 4. Klasifikasi nilai kesadahan air
I
Kesadahan (rngll CaCO3)/
Klasifikasi AirI
I
< 50I
Lunak (soft)I
I
50 - 150
I
Kadar Amonia (NH3)
Sumber arnonia di perairan adalah hasil penguraian nitrogen organik, yang berasal dari protein dan urea, dan nitrogen anorganik yang berasal dari dekomposisi bahan organik yang telah mati, seperti tumbuhan dan biota laut yang dilakuksn oleh mikroba melali~i proses amoriifikasi, dengar, reaksi.sebagai berikut:
Menengah (moderately hard) 150 - 300
> 300
Sadah (hard) Sangat sadah (very hard)
N organik
+
O2 3 NH3-N+
0 2 3 NO2-N+
0 2 3 NO3-NAmoniJikasi Nitr$kasi
Amonia dan bentuk garamnya sangat mudah larut dalam air dan akan membentuk ion amonium sebagai bentuk transisinya. Tinja yang berasal dari biota akuatik, reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah industri dan domestik merupakan sumber amonia yang lain (Effendi 2000).
Pada pH 7 atau kurang, sebagian besar amonia akan mengalami ionisasi dan pada pH yang lebih besar dari 7, amonia tak terionisasi dan bersifat toksik (Novotny Olem 1994). Avertebrata akuatik memiliki toleransi yang lebih tinggi terhadap toksisitas amonia bila dibandingkan dengan ikan, karena pada ikan kadar amonia yang terlalu tinggi akan mengakibatkan gangguan pada proses pengikatan oksigen oleh darah dan akan menyebabkan sufokasi (Effendi 2000).
Kadar amonia bebas pada perairan alami biasanya kurang dari 0,l mg/l (Mc Neely et al. 1979) dan kadar amonia bebas yang talc terionisasi (NH3) pada perairan tawar sebaiknya tidak melebihi 0,02 mg/l karena sifat toksiknya pada organisme akuatik. Pada kadar lebih dari 0,2 mg/l bersifat toksik bagi ikan (Sawyer & Mc Carty 1978). Konsentrasi pemaparan ammonia yang bersifat toksik bagi biota hewan air dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Toksisitas akut (L,D50 96 jam) amonia tak terionisasi pada organisme akuatik Spesies Oligochaeta Limnodrillus hoffmeisteri Gastropoda Lymnaea stagnalis Crustacea Gammarus pulex Asellus aquaticus Ephemeroptera (Mayfly)
Baetis rhodani (nymph) Trichoptera (Caddisfly)
Hydropsyche angust ipennis (larva) Chironomidae
C'hironornus riparzrs (larva)
Sumber : Moore, 199 1 96 jam (mg/l) 199 190 291 293 197 390 197
Amonia yang terukur di perairan adalah amonia total yang terdiri dari NH3 dan N H ~ + . ~ersentase amonia bebas akan meningkat sejalan dengan peningkatan pH dan suhu air. Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik akan meningkat dengan penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu (Boyd 1988). Hubungan ammonia bebas (NH3 ) terhadap ammonia total (dalam %) dapat dilihat pada
Tabel 6. Hubungan pH dan suhu terhadap kadar amonia total
Sumber : Boyd, 1988
Kadar Nitrit (NOz)
Kadar nitrit di perairan alami pada umumnya akan lebih rendah dari kadar nitrat, karena nitrit bersifat tidak stabil bila terdapat oksigen. Nitrit adalah be~ltuk peralihan antara arnonia dan nitrat (nitrifikasi), dan juga bentuk peralihan antara
nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi), denitrifikasi adalah reduksi nitrat oleh aktivitas mikroba yang berlangsung pada kondisi anaerob (Novotny & Olem
1 994).
Nitrit menggambarkan adanya proses biologis perubahan bahan organik dengan kadar oksigen terlarut sangat rendah. Kadar nitrit di perairan alami sekitar 0,001 mgll, dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mg/l (Anonim 1987). Namun demikian menurut Sawyer & Mc Carty (1 978) kadar nitrit jarang sekali melebihi
1 mg/l.
Sumber nitrit adalah limbah industri dan limbah domestik, kadar nitrit lebih dari 0,05 mg/l bersifat toksik bagi organisme akuatik yang sensitif. Nitrit lebih bersifai toksik dibandingkan nitrat terhadap hewan dan manusia, batas aman kadar nitrit pada air minum menurut WHO sebaiknya tidak melebihi 1 mg/l, karena konsumsi nitrit yang berlebihan akan menyebabkan terganggunya proses pengikatan oksigen oleh hemoglobin darah yang selanjutnya akan membentuk methemoglobin yang tidak mampu mengikat oksigen (Moore 1991).
Ikan Hias Golongan Tetra
Ikan-ikan yang akan dijadikan obyek pengamatan adalah jenis-jenis ikan tetra sebagai berikut:
1. Serpae tetra (Hyphessobrycon serpae atau Hyphessobrycon eques)
Serpae tetra dikenal juga dengan sebutan blood characin. Ikan ini berukuran maksimum 4 cm, dengan suhu berkisar 24
-
28°C dan pH 5,5 -73.
Ikan ini adalah ikan yang mudah dibudidayakan Adapun klasifikasi ikan serpae tetra adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum Chordata
Class Actinopterygii
Ordo Characiformes
Family C haracidae
Genus Hyplr esso brycon
Spesies Hyphessobrycon serpae atau serpae tetra dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Serpae tetra longfin (Hyphessobrycon serpae)
Sumber : (www.badmanstropica1fish.com).
2. Rossy Tetra (Hyphessobrycon bentosi)
Rossy tetra adalah kerabat dekat dari serpae tetra. Ikan ini berukuran maksimum 4 cm, dengan suhu bekisar 24 - 28°C dan pH 5,5 - 7,5. Ikan ini adalah
ikan yang mudah dibudidayakan
Klasifikasi ikan rossy tetra adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia Phylum Chordata Class Actinopterygii Ordo Characiformes Family Characidae Genus Hyphessobrycon
Spesies Hyphessobrycon bentosi
Spesies Hyphessobrycon bentosi atau rossy tetra dapat dilihat pada
Garnbar 2.
Gambar 2. Rossy tetra (Hyphessobrycon roseus)
3. Neon Tetra (Paracheirodon innesi)
Neon tetra adalah ikan kecil dengan warna yang sangat terang. Ikan ini jarang mencapai panjang lebih dari 4 cm. Ikan jenis tetra ini dinarnakan neon karena adanya garis yang memanjang dari mata sampai ekor yang berwarna biru kehijau-hijauan seperti neon.
Ikan neon tetra dapat hidup pada kisaran pH 6 6,5 dan suhu 22" - 24°C
.
Adapun klasifikasi ikan neon tetra adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia Phylum Chordata Class Actinopterygii Ordo Characiformes Famili Characidae Genus Paracheirodon
Spesies Paracheirodon innesi
Spesies Paracheirodon innesi atau Neon tetra dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3. Neon Tetra (Paracheirodon innesi)
Surnber: (htt~:iiwww.centralvets.com)
4. Red Nose Tetra (Hemigrammus bleheri)
Nama umumnya adalah red-nose tetra atau rummy-nose tetra. Ikan ini berasal dari benua Afrika dan meruipakan ikan yang mudah dibudidayakan. Ikan red nose tetra dapat hidup dengan baik pada kisaran pH 6 - 6,5 dan pada suhu
Klasifikasi ikan red nose tetra dapat dilihat di bawah ini :
Kingdom : Animalia
Phylum Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class Actinopterygii
Sub Class : Neopterygii
Ordo Characiformes
Famili Characidae
Genus Hemigrammus (Gill 1858)
Species Hemigrammus bleheri (GCry and Mahnert 1986) Spesies Hemigrammus bleheri atau red nose tetra dapat dilihat pa& Gambar 4.
Gambar 4. Red nose tetra (Hemigrammus bleheri)
Sumber : (www.research.arnnh.org)
5. Emperor Tetra (Nematobrycon palmery)
Narna lain dari ikan ini adalah rainbow tetra., ukuran ikan emperor tetra dewasa dapat mencapai 5 cm. Ikan ini dapat hidup dalam pH 5 - 7,8 dan pada kisaran suhu 23
-
27°C. Klasifikasi ikan emperor tetra dapat dilihat di bawah ini:Kingdom : Animalia
Phylum Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class Actinopterygii
Sub Class : Neopterygii
Genus Nematobiycon
Spesies Nematobrycon palmery.
Spesies Nematobiycon palmeiy atau emperor tetra dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5. Emperor tetra (Nematobrycon palmery) Sumber : (n~p:iifre~naquarium.ab~~t.com)
Penyakit-penyakit pada Ikan
1. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Menurut Wikipedia Indonesia tahun 2006, bakteri, berasal dari bahasa Latin bacterium (jamak, bacteria), yang berarti kelompok raksasa dari organisme hidup. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan kebanyakan uniselular (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana tanpa nukleuslinti sel, cytoskeleton, dan organelle lain seperti mitokondria dan kloroplas. Bakteri merupakan prokaryota, untuk membedakan mereka dengan organisme yang memiliki sel lebih kompleks, disebut eukaryota. Istilah "bakteri" telah diterapkan untuk semua prokaryote atau untuk kelompok besar mereka.
Bakteri adalah organisme yang paling berkelimpahan dari semua organisme yang ada. Mereka berada di mana-mana, di tanah, air, dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Banyak pathogen merupakan bakteri. Kebanyakan berukuran kecil, biasanya hanya berukuran 0,5-5 pm, meskipun ada jenis tertentu yang dapat mencapai diameter hingga 0,3 mm. Mereka umumnya memiliki dinding sel, seperti sel hewan dan jamur, tetapi dengan komposisi yang sangat berbeda (peptidoglycan).
Menurut Munday (1 988) ada dua cara penularan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, yaitu: secara vertikal dan secara horisontal. Cara vertikal, yaitu: penularan bakteri dari induk ke anak ikan melalui darah dan kemudian ke dalam
telur atau menempel di luar telur dengan cairan ovarium, seperti pada Aeromonas salmonicida. Sedangkan penularan secara horisontal, yaitu melalui kontak langsung antara ikan yang sakit dengan ikan yang tidak sakit, atau melalui medium air yang telah mengandung bakteri, seperti pada Vibrio sp., Aeromonas hydrophila dan Pseudomonas sp.
Virulensi bakteri dipengaruhi oleh banyak faktor. Bakteri-bakteri Gram negatif menghasilkan endotoksin yang dilepaskan ketika sel mati atau terdisintegrasi. Endotoksin ini adalah dinding sel bakteri yang tersusun atas komponen-komponen lipopolisakarida (terutama bagian lipid A). Untuk meningkatkan virulensi toksinnya, kebanyakan dari bakteri juga menghasilkan enzim ekstraseluler yang menyerang sel-sel ikan sehat (Anonim 2006b).
Pada Aeromonas hydrophila, faktor permukaan yang berhubungan dengan pili dari lapisan -5 asam liposakarida dan faktor enzim ekstra seluler yaitu siderophore untuk mengakuisisi besi dan mengatur eksoenzim dan eksotoksin, seperti anterotoksin, lipase dan protease, merupakan faktor yang berperan. Selain itu, peranan kualitas air dalam suatu mekanisme kejadian penyakit juga hams menjadi pertimbangan. Peranan dari faktor-faktor yang menentukan virulensi oleh bakteri patogenik itu, menjadi pertimbangan penting selama masa infeksi dan penularan untuk mengetahui etiologi penyakit (Anonim 2006b).
Tujuan utama suatu infeksi oleh bakteri adalah untuk menyerang sistim pertahanan inang. Pada saat bakteri dapat menyerang sistim imun dan menemukan tempat yang tepat, bakteri berkembang dengan cepat dan mengalahkan pertahanan inang, sehingga terjadilah penyakit.
2. Penyakit yang disebabkan oleh parasit
Semua ikan adalah inang potensial bagi parasit. Parasit dalam jumlah kecil adalah ha1 yang biasa dan mungkin hanya tidak berbahaya, namun semua parasit bisa bereproduksi dengan cepat dan dalam kondisi yang tepat dapat dengan cepat akan menjadi ancaman bagi ikan dalam kolam atau akuarium (Anonim 2006b).
Tipe parasit ada dua, yaitu: endoparasit dan ektoparasit. Endoparasit adalah parasit yang ditemukan di dalarn jaringan dan organ-organ dalzm, dan
jarang ditemukan pada ikan hias. Ektoparasit adalah parasit yang ditemukan pada bagian luar tubuh ikan seperti pada kulit, sirip dan insang.
Terbatasnya kontak antar ikan akan mencegah parasit berpindah ke inang yang baru. Namun dalam industri perikanan, dimana kepadatan ikan tinggi, ikan terus menerus melakukan kontak satu sama lain sehingga parasit juga terus menerus ditularkan antar ikan. Hal ini meningkatkan survival rate juvenil yang baru menetas dan simpanan kista di dalam kolam atau akuariurn.
Ektopzrasit dapat menyebabkan kerusakan pada integumen karena aktifitas makan dan atau perpindahan mereka yang terus menerus (karena mereka menempel menggunakan pengait). Iritasi yang disebabkan ektoparasit menyebabkan produksi lendir yang berlebihan sehingga menyebabkan masalah pernapasan apabila sudah mempengaruhi insang. Parasit golongan ektoparasit misalnya berbagai jenis monogenea ( Gyrodactylus spp., Dactylogyrus spp., Neobenedenia spp.) kutu ikan (Argulus sp.); sealice (Caligus sp., Lepeophtheirus salmonis), gill maggot (Ergasilus sp.); mites (Hydroacarus).
3. Penyakit yang disebabkan oleh jamur
Jamur adalah penyakit yang biasa ditemukan pada ikan. Kebanyakan infeksi fi~ngi melibatkan jamur air dari kelas Oomycetes. Jamur ini yang paling sering ditemukan adalah Saprolegnia sp., fungi yang berfilamen. Fungi ini makan dengan mensekresi enzim pencernaan diatas area disekitarnya. Enzim ini menghancurkan sel-sel jaringan sehingga memungkinkan bagi fungi untuk menyerap nutrien seperti protein dan karbohidrat. Saprolegnia sp. adalah appotrooph (yang biasanya memakan material organik mati seperti buangan ikan, sisa pakan dan lain-lain), tetapi saprolegnia merupakan parasit opertunis, yang bisa mengambil kesempatan untuk menginfeksi ikan-ikan yang stres. Jarnur bereproduksi dengan melepaskan sprora, jamur ini sangat tahan terhadap kekeringan dan serangan kimia sehingga spora Saprolegnia sp. biasanya ditemukan pada semua kolam dan tangki. Saprolegnia sp. adalah infeksi sekunder yang paling banyak ditemukan setelah terjadinya kerusaltan integurnen ikan (kulit dan insang) yang disebabkan oleh infeksi bakteri, para~it dan virus. Faktor pemicu lainnya termasuk polusi air dan padat penebaran yang tinggi. Walaupun jarang
terjadi, Saprolegnia sp. dapat menjadi patogen primer, terutama karena menurunnya suhu sehingga sistim imun menurun.
Sistim Regulasi Karantina Ikan
Pelaksanaan pengendalian tingkat penyebaran harna dan penyakit ikan karantina diatur dalarn Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : Kep.17lMed2003, tentang penetapan jenis-jenis hama dan penyakit ikan karantina, golongan, media pembawa dan sebarannya.
Jenis harna dan penyakit karantina yang ditetapkan meliputi : virus (18 spesies), bakteri (1 1 spesies), parasit (17 spesies) dan mikotik (5 spesies). Pemeriksaan untuk tindakan pencegahan dan penangkalan bagi penyakit ikan dan
organisme akuatik yang dilakukan di Balai Karantina Ikan di Bandara Soekarno- Hatta meliputi pemeriksaan fisik, gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.
Penemuan hama dan penyakit ikan di laboratorium akan didokumentasikan sebelu~n dilakukan tindakan karantina pada ikan atau organisme akuatik yang bersangkutan. Tindakan karantina dilaksanakan sesuai dengan :
1. Undang-Undang nomor 16 tahun 1992, tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan
.
2. Peraturan Pemerintah nomor 15 tahun 2002, tentang Karantina Ikan.
3. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor Kep.29lMen12002, tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Karantina Ikan.