BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ubi Kayu
Ubi kayu (ketela pohon) atau Cassava sudah lama dikenal dan ditanam oleh penduduk di dunia. Hasil penelusuran para pakar botani dan pertanian menunjukkan bahwa tanaman ubi kayu berasal dari kawasan Amerika beriklim tropis. Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan sentrum (tempat asal) plasma nutfah tanaman ubi kayu adalah Brasil (Amerika Selatan). Penyebaran pertama kali ubi kayu terjadi, antara lain, ke Afrika, Madagaskar, India, Tiongkok, dan beberapa negara yang terkenal daerah pertaniannya. Dalam perkembangan selanjutnya, ubi kayu menyebar ke berbagai negara di dunia yang terletak pada posisi 300 Lintang Utara dan 300 Lintang Selatan.
Tanaman ubi kayu masuk ke wilayah Indonesia kurang lebih pada abad ke-18. Tepatnya pada tahun 1852, didatangkan plasma nutfah ubi kayu dari Suriname untuk dikoleksikan di Kebun Raya Bogor. Di Indonesia, ubi kayu dijadikan makanan pokok nomor tiga setelah padi dan jagung. Penyebaran tanaman ubi kayu meluas ke semua provinsi di Indonesia. Ubi kayu saat ini telah sudah digarap sebagai komoditas agroindustri, seperti produk tepung tapioka, industri fermentasi, dan berbagai industri makanan. Pasar potensial tepung tapioka antara lain Jepang dan Amerika Serikat. Tiap tahun kedua negara tersebut mengimpor ± 1 juta ton produk tepung, terdiri atas 750.000 ton tepung tapioka dan 250.000 ton tepung lainnya. Di samping tepung tapioka, ternyata produk gaplek, chips, dan pelet juga berpeluang untuk diekspor (Rukamana, 2002).
2.1.1. Taksonomi dan Morfologi
Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, tanaman singkong diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisio : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji) Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae (Biji berkeping dua) Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae Genus : Manihot
Species : Manihot esculenta Crantz sin. Manihot utilisima Phohl.
Bagian tubuh tanaman singkong terdiri atas batang, daun, bunga, dan umbi.
1. Batang
Batang tanaman singkong berkayu, beruas-ruas dengan ketinggian mencapai lebih dari 3 m. Warna batang bervariasi, ketika masih muda umumnya berwarna hijau dan setela tua menjadi keputihan, kelabu, atau hijau kelabu. Batang berlubang, berisi empelur berwarna putih, lunak, dengan struktur seperti gabus.
2. Daun
Susunan daun singkong berurat menjari dengan cangap 5-9 helai. Daun singkong, terutama yang masih muda mengandung racun sianida, namun demikian dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dan dapat menetralisir rasa pahit sayuran lain, misalnya daun pepaya dan kenikir.
3. Bunga
Bunga tanaman singkong berumah satu dengan penyerbukan silang sehingga jarang berbuah.
4. Umbi
Umbi yang terbentuk merupakan akar yang menggelembung dan berfungsi sebagai tempat penampung makanan cadangan. Bentuk umbi biasanya bulat
memanjang, terdiri atas: kulit luar tipis (ari) berwarna kecokelat-coklatan (kering); kulit dalam agak tebal berwarna keputih-putihan (basah); dan daging berwarna putih atau kuning (tergantung varietasnya) yang mengandung sianida dengan kadar berbeda (Suprapti, 2005).
2.2. Tepung Tapioka
Ubi kayu (Manihot Esculenta) dikenal melalui pengolahannya menjadi tapioka dan gaplek. Ubi kayu terdiri atas kulit luar 0,5-2 % dan kulit dalam antara 8-15 % dari bobot sebuah umbi. Sebagian besar umbi kayu terdiri atas karbohidrat, yang berkisar antara 30-36 % tergantung dari varietas dan umur panen. Pati merupakan bagian dari karbohidrat yang besarnya antara 64-72 % (Wijandi, 1976).
Tepung tapioka adalah pati dari umbi singkong yang dihaluskan dan dikeringkan. Tepung tapioka yang dibuat dari singkong berwarna putih atau kuning akan menghasilkan tepung berwarna putih lembut dan licin. Tepung tapioka memiliki beberapa keunggulan dinbandingkan dengan bahan bakunya (singkong), yaitu lebih tahan dalam penyimpanan dan kegunaannya lebih banyak. Selain itu, tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengental (thickener), bahan pemadat/pengisi (filler), bahan pengikat pada industri makanan olahan, dan dapat juga sebagai bahan penguat benang (warp seizing) pada industri tekstil. Dengan demikian, diharapkan dapat memberikan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup (Suprapti, 2005).
2.2.1. Proses Pembuatan Tepung Tapioka
Proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka dapat dibagi menjadi beberapa tahap : Pengolahan pendahuluan : pencucian, pengupasan, dan parutan.
Ekstraksi pati : penyaringan, pengendapan, dan pemurnian. Pengolahan penyelesaian : pengeringan dan pengepakan.
1. Pengupasan dan Pencucian
Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan menggunakan tangan memakai pisau dapur biasa, dapat pula memakai alat pencuci dan pengupas kulit yang digerakkan oleh motor (Tjokroadikoesoemo, 1986).
2. Pemarutan
Tujuan pemarutan singkong segar adalah memperkecil ukuran bahan baku agar lebih mudah dihancurkan dan diekstrak patinya. Pemarutan dengan mesin dilakukan secara langsung setelah perendaman singkong siap pakai tanpa penirisan terlebih dahulu.
3. Penghancuran
Singkong yang telah diparut segera dihancurkan dengan mesin penggiling. 4. Ekstraksi ( Pemisahan Sari Singkong)
Untuk memisahkan sari singkong (ekstraksi) mula-mula ditambahkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk, kemudian disaring. Kegiatan ekstraksi diulang 2-3 kali berturut-turut sampai cairan yang dihasilkan menjadi jernih. 5. Pengendapan I ( Pemisahan Air)
Filtrat dipindahkan ke dalam bak-bak pengendapan dan didiamkan beberapa saat agar pati yang terdapat dalam filtrat mengendap (aci basah) dan cairan yang ada di atas menjadi lebih jernih, kemudian cairan dipisahkan.
6. Pencucian Aci Basah
Untuk meningkatkan kualitas, aci basah perlu dicuci. Aci basah ditambah air bersih, diaduk hingga seluruhnya tercampur rata kemudian didiamkan. Selajutnya, cairan dipisahkan dari pati yang mengendap. Dengan pencucian ini, semakin banyak asam sianida (HCN) yang ikut terbuang sehingga kandungan HCN berkurang.
7. Pemutihan
Pemutihan dilakukan dengan menggunakan larutan garam setelah pencucian selesai.
Aci basah ditempatkan dalam wadah tempat pejemuran, kemudian dipindahkan ke dalam lengser untuk dioven agar kadar airnya dapat mencapai 10 %.
9. Penggilingan/Penghalusan Tepung
Aci yang sudah kering digiling dengan mesin atau ditumbuk dan diayak dengan saringan kain sutera atau sifon/paris yang berukuran 100 mesh (Suprapti, 2005).
2.2.2. Limbah Cair Industri Tepung Tapioka
Dalam proses produksinya, agroindustri menghasilkan limbah cair dalam jumlah banyak, yang pada akhirnya akan masuk ke suatu perairan (sungai, waduk, danau dan atau laut). Industri tapioka salah satu agroindustri yang menghasilkan limbah cair sebanyak 50-60 m3 per ton produk tepung (Manik, 2009).
Berdasarkan kadar kandungan unsur pecemar, limbah cair industri tapioka dibedakan menjadi tiga jenis yaitu limbah cair bekas cucian singkong berkulit (banyak mengandung lumpur); limbah cair dari proses pengendapan, kondisinya lebih kental dari limbah cair lainnya dan kandungan HCN tinggi; dan limbah cair dari proses perendaman aci dalam larutan garam (Suprapti, 2002).
Air buangan tapioka yang dibuang langsung ke lingkungan atau ke badan air akan menimbulkan pencemaran, yakni gangguan biota di air yang menimbulkan bau yang tidak enak (Waluyo, 2009).
2.3. Teknologi EM (Effective Microorganisms) untuk Pengolahan Limbah
Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme terpenting dalam sistem penanganan air limbah. Dalam air dan penanganan air limbah, bakteri penting karena beberapa jenis bersifat patogenik (menyebabkan penyakit) dan karena
kultur bakteri dapat digunakan untuk menghilangkan bahan organik dan mineral-mineral yang tidak diinginkan dari air limbah (Jenie, 1993).
Teknologi EM adalah teknologi yang memanfaatkan kultur campuran dari berbagai mikroorganisme menguntungkan seperti bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.), bakteri fotosintetik (Rhodopseumonas sp.), jamur fermentatif (Actinomycetes sp., Streptomyces sp.) dan ragi (yeast). Masing-masing mikroorganisme tersebut mempunyai kerja yang spesifik dan bekerjasama secara sinergis sehingga dapat memfermentasi limbah organik serta dapat mengurangi adanya pencemaran. Selain dapat menguraikan limbah organik, juga dapat menangkap gas yang menyebabkan bau (H2S, NHx, Methylmercaptan, dll). Teknologi EM ditemukan pertama kali oleh Prof. Dr. Teruo Higa dari Universitas Ryukyus, Okinawa, Jepang dan dikembangkan oleh Dr. Ir. I Gede Wididana di Indonesia (http://em4baliorganik.blogspot.com/2010/09/teknologi-em4-pengolahan-limbah.html?zx=95bea1bcbec2f36).
2.3.1. Degra Simba (Degradable Symbiosis Bacteria)
Degra Simba merupakan bio-processor untuk pengolahan limbah organik dari sektor perumahan, hotel, apartemen, rumah sakit, pabrik makanan olahan, restauran dan gedung perkantoran. Bagi perumahan Degra Simba digunakan untuk menguras WC tanpa sedot. Degra Simba mengandung mikroba probiotik yang aman bagi manusia dan lingkungan. Degra Simba mengandung bakteri pengurai Lactobacillus, Sacharomyces, Acetobacter, Bacillus. Adapun peran dari masing-masing bakteri dalam pengolahan limbah organik adalah sebagai berikut :
Lactobacillus berperan dalam proses pemecahan glukosa, asam amino dan
asam lemak yang terdapat di dalam limbah organik
Sacharomyces berperan dalam proses peragian sehingga bahan-bahan
organik cepat membusuk
Ba me De dipimpin (http://deg 2.4. Sian Glikosida nabati dan hidrogen dengan na dan apel, singkong. dhurin: g aseton sian Sianida s digunakan (reaktif). S biologi at hasil dari t acillus berp engendalika egra Simba oleh DR. I grasimbasol nida sianogenik n secara pot sianida. G ama senyaw dhurin pad Nama kimi glukosida p nohidrin. sebagai hid n dalam el Sianida tida au dengan tumpahan b peran sebag an mikroba p adalah pro Ir. I Nyoma usiwctanpa k merupaka tensial sang Glikosida sia wa yang berb da biji sorg ia bagi amig p-hidroksi-b drogen sian lektroplatin ak stabil da klorinasi. H bahan kimia gai pengha patogen oduk dari p an Pugeg A asedot.blogs an senyawa gat beracun anogenik j rbeda sepert ghum, dan gladin adala benzaldehida nida, atau ng, adalah alam air dan Hal ini mun a (Dean, 198 sil antibiot enelitian K Aryantha be spot.com/). yang terda karena dapa uga terdap ti amigladin linamarin p ah glukosid a sianohidr salah satu racun yan n dapat dih ngkin terjad 81). tik yang KPP Hayati ekerja sama apat dalam at terurai da at pada be n pada biji a pada kara ( da benzaldeh rin; linama u garamny ng bertinda hilangkan de di dalam ai berfungsi u ITB – Ban a dengan R bahan mak an mengelu erbagai tan almonds, ap (lima bean hida sianoh arin : gluk (Winarno,1 ya yang ba ak sangat dengan perla ir hanya se untuk ndung RSDH kanan arkan naman prikot ) dan hidrin; kosida 1992) anyak cepat akuan ebagai
Sianida dapat terbentuk sebagai sianida bebas, seperti HCN, dan di dalam bentuk persenyawaan garam seperti KCN dan NaCN. Kompleks sianida yang stabil terdapat dalam jumlah yang sedikit seperti K4Fe(CN)6. Pada proses pengolahan, umumnya sianida dioksidasi dengan klorin atau hipoklorit di dalam suasana basa. Oksidasi sebagian menjadi sianat (CNO-) biasanya tercapai pada pH antara 9-10.
NaCN + 2 NaOH + Cl2 ═════ NaCNO + 2 NaCl + H2O NaCN + NaCl ═════ NaCNO + NaCl
Sianat (CNO-) adalah kurang beracun bila dibandingkan dengan sianida dan akan dihidrolisis pada suasana asam (pH rendah) mejadi NH3 dan CO2. Jika klorin merupakan oksidator, maka banyaknya NaOH yang dibutuhkan akan lebih besar karena pada reaksi selanjutnya sianat dapat dioksidasi menjadi CO2 dan N2 oleh kelebihan klorin.
2 NaCNO + 3 Cl2 + 4 NaOH ════ N2 + 2 CO2 + 6 NaCl + 2 H2O (Sitorus, E. R, 1996)
2.5. Metode Analisa Untuk Penentuan Sianida
Untuk menentukan kadar sianida yang terdapat di dalam air dapat ditetapkan dengan beberapa metode antara lain :
- Metode Titrasi
- Metode Potensiometri secara elektroda ion selektif - Metode colorimetri secara spektrofotometri
2.5.1. Metode Titrasi
Titrasi lain dengan beberapa kepentingan praktis yang meliputi suatu ligan unidentat dan suatu ion logam adalah yang disebut titrasi Liebig dari sianida dengan perak nitrat. Dasar caranya adalah pembentukan ion kompleks yang sangat stabil Ag(CN)2-.
2 CN- + Ag+ Ag(CN)2
-Tetapan kesetimbangan untuk reaksi ini seperti tertulis kira-kira 1021, dan ini merupakan satu-satunya kompleks perak-sianida dengan stabilitas yang menyolok. Semula titik akhir didasarkan atas penampilan kekeruhan akibat pengendapan perak sianida, yang dapat dituliskan sebagai :
Ag+ + Ag(CN)2- ═════ 2 AgCN Ag2+ + Ag(CN)2- ═════ Ag[Ag(CN)2]
(Day & Underwood, 1980).
2.5.2. Metode Potensiometri Secara Elektroda Ion Selektif
Persamaan Nernst memberikan hubungan antara potensial relatif suatu elektroda dan konsentrasi spesies ioniknya yang sesuai dalam larutan. Dengan pengukuran potensial reversibel suatu elektroda, maka perhitungan aktivitas atau konsentrasi suatu komponen dapat dilakukan ( Khopkar, 2002 ).
Ion-selektif elektroda adalah salah satu dari beberapa metode yang dapat mengukur konsentrasi sianida bebas. Dalam metode ini, ion sianida dari larutan penyerap alkali yang diikuti dengan destilasi ditentukan perubahan potensialnya menggunakan elektroda ion-selektif CN- dan pengukur beda potensial (volt meter). Konsentrasi dari ion sianida dalam larutan penyerap ditentukan dari perbandingan dalam kurva kalibrasi standar dari sianida vs potensial (mV). Metode elektroda sianida lebih sensitif sedikit dalam hal pendetekasian dibandingkan metode kolorimetri. Rentang kalibrasi yang umum adalah antara 0,05 dan 10 mg/L (Dzombak, 2005).
2.5.3. Metode Kolorimetri Secara Spektrofotometri
Spektrofotometer merupakan instrumen yang digunakan dalam metode kolorimetri yang sangat penting dalam analisis kimia kuantitatif. Banyak kelebihan yang dimilikinya antara lain :
1) Dapat digunakan secara luas dalam berbagai pengukuran kuantitatif untuk senyawa-senyawa organik
2) Kepekaannya tinggi karena dapat mengukur dalam satuan ppm
3) Sangat selektif, bila suatu komponen X akan diperiksa dalam suatu campuran dengan mengetahui panjang gelombang maksimum hanya komponen X yang mengabsorbsi cahaya tersebut
4) Lebih teliti karena hanya mempunyai persen kesalahan 1-3 % bahkan mempunyai persen kesalahan 0,1 %
5) Mudah dan cepat, hal ini terutama sangat bermanfaat untuk pengukuran cuplikan dalam jumlah besar (Day & Underwood, 1983).
Apabila sinar polikromatis (sinar yang terdiri dari beberapa panjang gelombang) dilewatkan melalui suatu larutan, maka sinar dengan panjang gelombang yang lain dilewatkan dari larutan (Ewing, 1985).
Intensitas warna adalah salah satu faktor utama dalam penentuan konsentrasi suatu analit secara spektrofotometri. Pada analisa spektrokimia, spektrum radiasi elektromagnetik digunakan untuk menganalisa spesies kimia dan menelaah interaksinya dengan radiasi elektromagnetik. Radiasi dapat berinteraksi dengan spesies kimia, dan kita akan memperoleh informasi tentang spesies molekul zat tersebut, sehingga mengakibatkan beberapa panjang gelombang dari energi dapat diabsorbsi sedangkan panjang gelombang yang lain tidak ada (Strobel, 1973).