• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit

Salah satu jenis padat industri kelapa sawit yaitu tandan kosong kelapa sawit (TKS). Tempurung kelapa sawit termasuk juga limbah padat hasil pengolahan kelapa sawit. Limbah mempunyai ciri khas pada komposisinya. Komponen terbesar dalam limbah padat adalah selulosa, disamping komponen lain meskipun lebih kecil seperti abu, hemiselulosa, dan lignin.

Limbah padat yang dihasilkan oleh industri pengolahan kelapa sawit terdiri atas tandan kosong kelapa sawit (20-23 %), serat (10-12 %), dan tempurung/cangkang (7-9 %). Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk kompos dengan proses fermentasi dan dimanfaatkan kembali untuk pemupukan kelapa sawit itu sendiri. Penggunaan pupuk tandan kosong kelapa sawit dapat menghemat penggunaan pupuk kalium hingga 20%. 1 ton tandan kosong kelapa sawit dapat menghasilkan 230 kg kompos. (Hanum, 2009)

Selain itu tandan kosong kelapa sawit mengandung 45 % selulosa dan 26 % hemiselulose. Tingginya kadar selulose pada polisakarida tersebut dapat di hidrolisis menjadi gula sederhana dan selanjutnya difermentasi menjadi bioetanol. Bioetanol ini dapat digunakan sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan dan dapat di perbaharui dengan cepat. 1 ton tandan kosong kelapa sawit dapat menghasilkan 120 liter bioetanol.

Tandan kosong kelapa sawit juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pulp untuk pembuatan kertas. Selain itu dapat dimanfaatkan untuk pembuatan sabun dan media budidaya jamur, sehingga dapat menambah pendapatan dan mengurangi limbah padat. (Simanungkalit, 2012)

(2)

5

Gamabar 2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit

Tabel 2.l Komposisi Kimiawi Tandan Kosong Kelapa Sawit

Komposisi Kadar (%)

Abu 15

Selulose 40

Lignin 21

Hemiselose 24

Kandungan nutrisi kompos tandan kosong kelapa sawit: C 35%, N 2,34%, C/N 15, P 0,31%, K 5,53%, Ca 1,46%, Mg 0,96%, dan Air 52%. Kompos TKKS dapat diaplikasikan untuk berbagai tanaman sebagai pupuk organik, baik secara tunggal maupun dikombinasikan dengan pupuk kimia (Widiastuti dan Panji, 2007).

2.1.1 Pemanfaatan Tandan Kosong di Perkebunan Kelapa Sawit

Kebutuhan hara yang besar untuk mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman kelapa sawit menjadikan anggaran untuk pemupukan menjadi besar, selain itu pengolahan perkebunan kelapa sawit dewasa ini diharuskan memperhatikan kelestarian lingkungan dan trend isu global perusahaan modern menuju zero waste. Salah satu langkah untuk menuju pengolahan zero waste adalah pemanfaatan limbah kelapa sawit berupa tandan kosong kelapa sawit (TKS) sebagai sumber hara K dan digunakan sebagai bahan pembenah tanah baik untuk perkebunan maupun pertanian.

(3)

6

Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dapat dimanfaatkan sebagai kompos yang memiliki kandungan unsur hara yang terbilang lengkap karena mengandung unsur hara makro dan mikro, namun jumlahnya relatif kecil dan bervariasi tergantung dari bahan baku, proses pembuatan, bahan tambahan, tingkat kematangan dan cara penyimpanan. Kualitas kompos tersebut dapat ditingkatkan dengan penambahan mikroorganisme yang bersifat menguntungkan (Simamora dan Salundik, 2006)

2.1.2 TKKS untuk Pupuk Organik

Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23% dari jumlah pemanfaatan limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik juga akan memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi. (Andayani 2009) 2.2 Aplikasi kompos TKKS pada Kelapa Sawit TM

Penggunaan areal-areal yang bergelombang dan berbukit, membawa dampak pada permasalahan topografi dan tingkat kesuburan tanah yang rendah akibat seringnya tanah tersebut mengalami erosi. Tindakan-tindakan konservasi sangat perlu dilakukan untuk menjaga kesuburan tanah dan kelangsungan usaha perkebunan itu sendiri. Salah satu tindakan konservasi yang dapat dilakukan adalah dengan aplikasi bahan pembenah tanah berupa bahan organik. Kompos TKS merupakan salah satu bahan organik yang bahan bakunya tersedia cukup banyak pada pengelolaan perkebunan kelapa sawit. Selain dapat memperbaiki sifat fisik tanah terutama berperan dalam memperbaiki struktur tanah, kompos TKS juga memiliki kandungan hara yang dapat mendukung pertumbuhan dan perkemba-ngan tanaman. Kompos TKS yang halus mempunyai kandungan hara C sebesar 35,1%, N2,34%, C/N 15%, p0,31%, K 5,53%, Ca 1,46%, dan Mg 0,96%. Hasil sementara menunjukkan bahwa aplikasi 80 % pupuk standar + 15 ton kompos TKS/ha cenderung menaikkan jumlah tandan. Sedangkan perlakuan pupuk standar 90

(4)

7

% + kompos 20 ton/ha dapat meninggkat rerata berat tandan. (Andayani, 2009)

2.3 Proses Pengompoosan

Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyimpulkan bahwa pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan microorganisme agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Mikrobia tersebut adalah bakteri, fungi dan jasad renik lainnya.

Kunci membuat kompos yang bagus meliputi: rasio karbon/ nitrogen, adanya bahan mikroorganisme, tingkat kelembapan, tingkat oksigen, dan ukuran partikel. Dari kedua pendapat tersebut faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan adalah hampir sama.

Laju dekomposisi bahan organik dipengaruhi beberapa faktor seperti ukuran partikel bahan kompos , kelembaban, aerasi, komposisi bahan, nisbah C/N dan ketersediaan mikroorganisme perombak. (Wahyuni, 2008)

2.3.1 Metode Aerob

Proses pengomposan metode aerob berlangsung menurut reaksi berikut. Bahan organik + O₂ + nutrien kompos + sel baru + CO₂ + H₂O + NH₃ + SO4²ˉ + energi

Pada proses ini sekitar 60-80% C organik dibebaskan menjadi CO₂. Penurunan kadar air dapat terjadi selama proses pengkomposan dengan terbentuknya uap air sehingga akan mengakibatkan terjadinya penyusutan volume sampah. Aktivitas mikroorganisme pengurai dalam mengoksidasi senyawa C menjadi CO₂ akan membebaskan sejumlah energi berupa panas pada tumpukan kompos. Jika terdapat cukup senyawa C yang mudah terdegradasi (gula, Karbohidrat, selulosa, dan hemiselulosa) dalam tumpukan yang teraerasi dan terisolasi dengan baik, peningkatan temperatur akan terjadi dalam beberapa hari.

(5)

8

Keuntungan pengomposan metode aerob antara lain meliputi :

a. Waktu pengomposan dapat berlangsung 10-20 kali lebih singkat dibandingkan metode anaerob.

b. Tidak menghasilkan bau tidak sedap.

c. Kompos yang dihasilkan higienis (bebas dari mikroorganisme patogen dan benih gulma) dengan adanya panas hasil samping dekomposisi aerob yang mampu membunuh patogen dan hama, mencegah inkubasi serangga serta memecah senyawa organik toksik. (Mulyani, 2014).

2.3.2 Metode Anaerob

Proses pengomposan metode ini berlangsung dalam kondisi konsentrasi O₂ kurang dari 15%. Di alam, proses anaerob terjadi secara spontan ketika persediaan O₂ dalam tumpukan sampah organik menipis. Bakteri yang berperan dalam proses ini adalah bakteri obligatanaerob.

Proses berlangsung dengan reaksi sebagai berikut.

Bahan organik + H₂O + nutrien → kompos + sel baru + CO₂ + CH4 + NH₃ + H₂S + energi

Bahan baku pada metode pengkomposan ini sebaiknya dilumat hancur menyerupai bubur dengan jenis bahan baku yang tidak begitu bervariasi umtuk menghindarkan shockbagi mikroorganisme. Kondisi optimum proses ini yang memungkinkan bakteri penghasil metana bekerja dengan baik adalah pH 7-7,2, temperatur 50-55° C, dan nisbah C;N:P bahan baku 150:50:1. Proses anaerob tidak diinginkan karena akan menghasilkan bau tak sedap akibat terbentuknya asam-asam organik (asam asetat, asam butiran, asam valerat, puttrecine), NH₃ dalam jumlah signifikan, dan H₂S. Kondisi anaerob juga akan menghasilkan phytotoxic (senyawa yang bersifat toksis bagi pertumbuhan tanaman). Waktu pengomposan juga dapat berkisar antara 1,5-2 bulan. (Mulyani, 2014).

(6)

9 2.3.3 Perbandingan C/N

Perbandingan C/N bahan organik (bahan baku kompos) merupakan faktor terpenting dalam laju pengomposan. Proses pengomposan akan berjalan baik jika imbangan C/N bahan organik yang dikomposkan sekitar 25-35. Imbangan C/N yang terlalu tinggi menyebabkan proses pengomposan berlangsung lambat. Keadaan ini disebabkan mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan kekurangan nitrogen (N). Sementara itu, perbandingan yang terlalu rendah akan menyebabkan kehilangan nitrogen dalam bentuk amonia yang selanjutnya akan teroksidasi.

Selama ini kendala utama dalam pengomposan TKS adalah proses perombakannya secara alami yang lambat sekali. Ada beberapa cara untuk mempercepat proses pengomposan baik secara fisik, kimia maupun biologi. Secara biologi dengan menambahkan Mikroorganisme Selulolitik (MOS) yang berkemampuan tinggi dalam merombak TKS seperti jamur, bakteri dan aktinomicetes. Pemberian MOS sebagai aktivator dalam mempercepat dekomposisi TKS akan berdampak positif terhadap lingkungan, siklus hara dan produksi pertanian.

2.4 Amandemen

2.4.1 Kotoran Ayam

Pupuk kandang merupakan kotoran padat dan cair dari hewan ternak yang tercampur dengan sisa makanan. Nilai pupuk kandang ditentukan oleh sumber, cara penanganannya dan harga hara yang ditambahkan. Selain itu juga ditentukan oleh komposisi pupuk yang tergantung dari jenis, umur, keadaan individu hewan dan jenis makanan yang dikonsumsi hewan.

Pupuk kandang memiliki beberapa sifat yang lebih baik dari pupuk alam yang lainnya antara lain :

- Merupakan humus yang dapat menjaga/mempertahankan struktur tanah - Sebagai sumber hara N, P, dan K yang amat penting bagi pertumbuhan

dan perkembangan tanaman - Menaikkan daya menahan air

(7)

10

- Banyak mengandung mikroorganisme yang dapat mensintesa senyawa-senyawa tertentu sehingga berguna bagi tanaman.

Penambahan pupuk kandang kedalam tanah dapat menjaga stabilitas agregat dan pori-pori makro yang dibutuhkan untuk infiltrasi sehingga mengurangi run off dan erosi. Pupuk kandang yang dapat digunakan antara lain adalah kotoran ayam. Dibandingkan dengan pupuk kandang lainnya kotoran ayam paling kaya akan unsur hara. Didalam kotoran ayam terkandung unsur-unsur hara seperti N, P, dan K. Kadar N, P, dan K yang terdapat dalam Pupuk Kandang.

Tabel 2.2 Kadar N,P,K yang terdapat dalam pupuk kandang

Unsur (%) Kotoran Ayam Kotoran Sapi Kotoran Kuda Kotoran Domba Nitrogen (N) 1,70 0,29 0,44 0,55 Phospor (P2O5) 1,90 0,17 0,17 0,31 Kalium (K2O) 1,50 0,35 0,14 0,15

Dari Tabel 2.4. dapat terlihat bahwa pupuk kotoran ayam memiliki sumber kalium terbesar dibandingkan dengan pupuk kandang yang lain yaitu sebesar 1,50%

Selain itu, dalam pupuk kandang kotoran ayam juga mengandung unsur mikro seperti seng (Zn), tembaga (Cu), besi (Fe), molybdenum (Mo). Pupuk kandang kotoran ayam lebih cepat matang nya daripada pupuk kandang jenis lainnya.

Kelembaban yang rendah memperkecil mineralisasinya dan mempersempit depresi nitrat dalam tanah sehingga ketersediaan unsur hara yang didapat dalam kotoran ayam lebih cepat diserap daripada pupuk kandang lainnya. Pupuk kandang kotoran ayam juga dikategorikan berkualitas tinggi dan lebih cepat tersedia dibandingkan dengan pupuk kandang yang lain serta

(8)

11

merupakan pupuk kandang terkaya, mengandung bahan organik, Nitrogen, Fosfor, Kalium tersedia lebih besar, Pupuk kandang kotoran ayam merupakan pupuk organik yang cepat terdekomposisi sehingga biasanya direkomendasikan untuk tanaman yang berumur pendek termasuk tanaman kentang.

2.4.2 Kotoran Sapi

Kotoran ternak yang tercampur sisa-sisa pakan merupakan bahan organik yang bisa digunakan petani sebagai pupuk kandang. Namun demikian, ketersediaan pupuk ini belum dapat memenuhi kebutuhan, karena memperoleh pupuk kandang dalam jumlah besar, lebih-lebih yang sudah masak, sangatlah sukar. Kotoran sapi merupakan bahan yang baik untuk kompos karena relatif tidak terpolusi logam berat dan antibiotik. Kandungan fosfor yang rendah pada pupuk kandang dapat dipenuhi dari sumber lain. Prinsip pembuatan kompos adalah penguraian limbah organik menjadi pupuk organik melalui aktivitas mikroorganisme. Ada beberapa alasan mengapa bahan organik seperti kotoran sapi perlu dikomposkan sebelum dimanfaatkan sebagai pupuk antara lain :

- Kotoran sapi tidak selalu tersedia pada saat diperlukan, sehingga pembuatan kompos merupakan cara penyimpanan bahan organik sebelum digunakan sebagai pupuk.

- Struktur bahan organik segar sangat kasar dan daya ikatnya terhadap air kecil, sehingga bila langsung dibenamkan akan mengakibatkan tanah menjadi sangat rendah.

2.4.3 Mikroorganisme Solulotik (MoS)

Mikroorganisme selulotik secara alami sangat umum dijumpai pada tanah-tanah pertanian, hutan, pada rabuk atau jaringan tanaman yg membususk. Mikroorganisme ini terdiri dari berbagai kelompok bakteri mesopilik aerobic seperti Callulomonas sp, Cytophaga sp; bakteri thermopilik (Basidiomisetes); jamur bermifalen (Chaetomium sp, Aspergillus sp, Humicola sp) dan aktinomisetes (Nocardia sp, Streptomyces sp).

(9)

12

Mikroorganisme selulolitik seperti jamur, bakteri dan aktinomicetes banyak ditemukan pada tanah-tanah pertanian, hutan dan jaringan hewan atau tumbuhan yang membusuk. Beberapa diantaranya diketahui bahwa penambahan inokulasi pada pembuatan kompos adalah bagian dari usaha untuk mempercepat pengomposan. (Nurmayani, 2007).

Selama proses dekomposisi mikroorganisme memerlukan sumber karbon untuk membentuk sel-sel baru serta memerlukan nitrogen untuk mensintesis protein. Agar keperluan karbon dan nitrogen ini dapat terpenuhi secara seimbang maka nilai C/N campuran bahan kompos harus berada pada kisaran yang tepat. Bahan organik terdiri dari berbagai macam jaringan tanaman bervariasi nisbah C/Nnya. Tingkat C/N yang optimum adalah antara 20-25 (1,4-1,7%N) ideal untuk dekomposisi maksimum karena tidak akan terjadi pembebasan nitrogen dari sisa-sisa organik melebihi dari jumlah yang diutuhkan untuk sintesis mikroba.

Apabila nisbah C/N terlalu tinggi maka dekomposisi akan memerlukan waktu

yang lama. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah

mencampur/menambah dengan bahan yang mempunyai karbon rendah dan nitrogen tinggi. Ketersediaan nitrogen merupakan faktor kritis yang nyata berpengaruh terhadap kecepatan dekomposisi selulosa dan kapasitas mineralisasi nitrogen. Diperhitungkan kira-kira 1 unit nitrogen diperlukan untuk 35 unit selulosa dioksidasi. Diperhitungkan bahwah sel mikroorganisme mengandung 5-7% nitrogen dari berat kering, 30-60% bagian jaringan aktif sel disintesa selama dekomposisi aerobik.

2.4.4 Stardec

Stardec berisi beberapa mikroba yang berperan dalam penguraian atau dekomposisi limbah organik hingga dapat menjadi kompos.

Mikroba tersebut adalah mikroba lignolitik, mikroba selulotik, mikroba proteolitik, mikroba lipolitik, mikroba aminolitik, dan mikroba fiksasi

(10)

13

nitrogen non-simbiotik. Berikut adalah peran dari beberapa mikroba yang berada dalam Stardec.

a. Mikroba lignolitik berperan dalam meguraikan ikatan lignoselulosa dan lignin. Lignin ini kemudian diuraikan lagi menjadi derivat lignin yang lebih sederhana sehingga mampu mengikat NH4+.

b. Mikroba selulotik akan mengeluarkan enzim selulosa yang dapat menghidrolisis selulosa menjadi selobiosa. Selobiosa dihidrolisis lagi menjadi D-glukosa dan akhirnya difermentasi sehingga menghasilkan asam laktat, etanol, CO2, dan amonia.

c. Mikroba proteolitik akan mengeluarkan enzim protease yang dapat merombak protein menjadi beberapapolipeptida, lalu menjadi peptida sederhana, dan menjadi asam amino bebas, CO2, dan air.

d. Mikroba lipolitik akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.

e. Mikroba aminolitik akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile fatty acids dan keto acids yang kemudian menjadi asam amino.

f. Mikroba (bakteri) fiksasi nitrogen non-simbiosis diperkirakan dapat mengikat 5-20 g nitrogen dari 1.000 g bahan organik yang dirombak.

(11)

14 2.4.5 Effective Microorganisms 4 (EM4)

Jumlah mirkroorganisme fermentasi di dalam EM4 sangat banyak, sekitar 80 genus. Mikroorganisme tersebut dipilih yang dapat bekerja secara efektif

dalam memfermentasikan bahan organik. Dari sekian banyak

mikroorganisme, ada lima golongan utama yang terkandung di dalam EM4, yaitu bakteri fotosintetic, Lactobacillus sp., Streptomyces sp., ragi (yeast), Actinomycetes

Gambar 2.3 EM4 (Efective Mikroorganisme) a. Bakteri sotosintetik

Bakteri ini merupakan bakteri bebas yang dapat mensintesis senyawa nitrogen, gula, dan subtansi biaktif lainnya. Hasil metabolit yang diproduksidapat diserap secara langsung oleh tanaman dan tersedia sebagai substrat untuk perkembangbiakan mikroorganisme yang menguntungkan b. Lactobacillus sp. (bakteri asam laktat)

Lactobacillus sp. merupakan bakteri yang memproduksi asam laktat sebagai hasil penguraian gula dan karbohidrat lain. Bakteri ini bekerja sama dengan bakteri fotosintesis dan ragi dalam melakukan penguraian. Asam laktat merupakan bahan sterilisasi yang kuat dan dapat menekan mikroorganisme berbahaya dan dapat menguraikan bahan organik dengan cepat.

(12)

15 c. Streptomyces sp.

Streptomyces sp. mengeluarkan enzim streptomisin yang bersifat racun terhadap hama dan penyakit yang merugikan.

d. Ragi/yrast

Ragi memproduksi substansi yang berguna bagi tanaman dengan cara fermentasi. Substansi bioaktifyang dihasilkan oleh ragi berguna untuk pertumbuhan sel dan pembenahan akar. Ragi ini juga berperan dalam perkembangbiakan atau pembelahan mikroorganisme menguntungkan lain seperti Actinomycetes dan bakteri asam laktat.

e. Actinomycetes

Actinomycetes merupakan organisme peralihan anara bakteri dan jamur yang mengambil asam amino dab zat serupa yang diproduksi bakteri fotosintesis dan mengubahnya menjadi antibiotik untuk mengendalikan pantogen. Selain itu organisme ini menekan jamur dan bakteri berbahaya dengan cara menghancurkan khitin, yaitu zat ensesial untuk pertumbuhan yang dimiliki jamur dan bakteri berbahaya tersebut. Actinomycetes juga dapat menciptakan kondisi yang baik bagi perkembangan mikroorganisme lain.

2.4.6 Effective Mikroorganisme

Dalam pembuatan EM4 buatan di perlukan beberapa alat dan bahan untuk membuatnya.

Bahan – bahan yang digunakan :  Susu sapi

 Isi usus ayam (yang dibutuhkan adalah bakteri dalam usus)  ¼ kg terasi udang

 1 kg gula pasir  1 kg bekatul (dedak)  1 buah nenas

(13)

16 Alat –alat :

 Panci  Kompor

 Blender (untuk menghaluskan nenas) Cara pembuatan :

Terasi, gula pasir, bekatul, nenas (yang dihaluskan dengan blender) dimasak agar bakteri lain yang tidak diperlukan mati. Setelah mendidih, hasil adonannya didinginkan kemudian ditambahkan susu, isi usus ayam lalu ditutup rapat. Setelah 12 jam timbul gelembung-gelembung. Bila sudah siap jadi akan menjadi kental/lengket. Perlu diperhatikan susu jangan yang sudah basi karena kemampuan bakteri sudah berkurang, sedangkan kegunaan nenas adalah untuk menghilangkan bau hasil proses bakteri.

2.4.7 Faktor yang mempengaruhi proses dekomposisi

Ternyata dalam membuat pupuk kompos harus memperhatikan beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi proses penguraian limbah organik menjadi kompos oleh bakteri (Warsidi, 2010)

Ada 10 faktor yang mempengaruhi proses berlangsungnya pengomposan. Faktor-faktor tersebut yaitu:

1. Rasio C/N

Rasio C/N (Karbon dan Nitrogen) yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C (Karbon) sebagai sumber energi dan menggunakan N (Nitrogen) untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup karbon tunkuk energi dan nitrogen untuk sintesis protein.

2. Ukuran Partikel

Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas

(14)

17

permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.

3. Aerasi

Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondosi yang cukup oksigen (aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara uang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kelembaban. Apabila aerasi terhambat, akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.

4. Porositas

Porositas adalah ruang di antara partukel di dalam tumpukan kompos.Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplai oksigen untuk proses pengomposan.

5. Kelembaban

Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40-60% adalah kisaran optimum untuk metabilisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan apabila di atas 60% maka volume udara akan berkurang dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.

6. Temperatur/Suhu

Panas dihasilkan dari aktivitas (fermentasi) mikroba (yang menghasilkan energi berupa kalor/panas). Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur, semakin banyak

(15)

18

konsumsi oksigen dan semakin cepat pula proses dekomposisi. Temperatur yang berkisar antara 30-60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. 7. pH

Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar.Tingkat keasaman (pH) yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati normal.

8. Kandungan Hara

Kandungan P (Phosphor) dan K (Kalium) juga penting dalam proses pengomposan dan biasanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pembentukan kompos. 9. Kandungan Bahan Berbahaya

Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam seperti Mg, Cu, Zn, Ni, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk dalam kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.

10. Lama Pengomposan

Lama waktu pengomposan bergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun.

Gambar

Tabel 2.l Komposisi Kimiawi Tandan Kosong Kelapa Sawit
Tabel 2.2 Kadar N,P,K yang terdapat dalam pupuk kandang  Unsur (%)  Kotoran  Ayam  Kotoran Sapi  Kotoran Kuda  Kotoran Domba  Nitrogen (N)  1,70  0,29  0,44  0,55  Phospor (P 2 O 5 )  1,90  0,17  0,17  0,31  Kalium (K2O)  1,50  0,35  0,14  0,15
Gambar 2.2 Stardec
Gambar 2.3 EM4 (Efective Mikroorganisme)  a.  Bakteri sotosintetik

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui permintaan kompos dari tandan kosong kelapa sawit oleh perusahan perkebunan kelapa sawit dan menganalisis pengaruh harga kompos

Pemilihan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebagai bahan baku papan partikel, karena berdasarkan dari segi sifat fisika dan kimia tandan kosong kelapa sawit sangat potensial untuk

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui permintaan kompos dari tandan kosong kelapa sawit oleh perusahan perkebunan kelapa sawit dan menganalisis pengaruh harga kompos

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui permintaan kompos dari tandan kosong kelapa sawit oleh perusahan perkebunan kelapa sawit dan menganalisis pengaruh harga kompos

Padahal tandan kosong kelapa sawit berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan dasar yang lebih berguna dalam proses industri lainnya, salah satunya serat TKKS tersebut dimanfaatkan

Pengolahan TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) menjadi pupuk organik K menjadi salah satu alternatif pemanfaatan limbah TKKS yang menumpuk dan secara ekonomis sebagai suplai unsur

Pada tahap pre nursery, peran unsur hara makro dan mikro sangat penting, Unsur hara makro dibutuhkan dalam jumlah banyak, sedangkan unsur hara mikro

Rataan jumlah klorofil kelapa sawit belum menghasilkan dengan pemberian berbagai dosis kompos tandan kosong kelapa sawit TKKS Kompos TKKS Jumlah klorofil 0 kg/pohon 34.90c