• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Tinggi, sebuah kualitas yang berjalan di luar afiliasi agama tertentu, yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Tinggi, sebuah kualitas yang berjalan di luar afiliasi agama tertentu, yang"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Konsep Spiritual

2.1.1 Definisi Spiritual

Spiritual adalah hubungan transenden antara manusia dengan yang Maha Tinggi, sebuah kualitas yang berjalan di luar afiliasi agama tertentu, yang berjuang keras untuk mendapatkan penghormatan, kekaguman, inspirasi, dan yang memberi jawaban tentang sesuatu yang tidak terbatas. Spiritual dapat juga didefinisikan sebagai dimensi integral dari kesehatan dan kesejahteraan setiap manusia (Skokan dan Bader, dalam Stenley, 2008). Spiritualitas adalah konsep dua dimensi vertikal dan horizontal. Dimensi vertikal mewakili hubungan dengan Tuhan, dan dimensi horizontal mewakili hubungan dengan orang lain. Spiritual digambarkan sebagai sumber kekuatan dan harapan. Maslow mendefinisikan spiritualitas sebagai sebuah tahapan aktualisasi diri seseorang berlimpah dengan kreativitas, institusi, keceriaan, sukacita, kasih, kedamaian, toleransi, kerendah-hatian, serta memiliki tujuan hidup yang jelas. Menurut Maslow, pengalaman spiritual adalah puncak tertinggi manusia. Bahkan Maslow menyatakan bahwa pengalaman spiritual telah melewati hierarki kebutuhan manusia.

Spiritual mecakup aspek non fisik dan immaterial dari keberadaan seseorang manusia. Ia dilengkapi dengan energi, inti jiwa, dan bagian-bagian yang lain akan tetap bereksistensi setelah terpisah dari tubuh. Seluruh gambaran tentang kesehatan mencakup komponen fisik, mental dan spiritual. Seseorang menganut

(2)

keyakinan keagamaan atau tidak, ia dapat menghayati hidup dan menyelidiki pengaruh spiritualitasnya untuk kesehatan (Young, 2007).

2.1.2 Elemen-Elemen Pokok Spiritual

Pusat hubungan antara diri sendiri, sesama dan Tuhan selalu menjadi perhatian utama dalam diskusi tentang spiritual dan juga menjadi tema utama dalam pelbagai macam literatur.

1. Diri sendiri, jiwa seseorang dan daya jiwa merupakan hal yang fundamental dan eksplorasi atau penyelidikan spiritual.

2. Sesama, hubungan seseorang dengan sesama sama pentingnya dengan diri sendiri. Kebutuhan untuk menjadi anggota masyarakat dan kesaling terhubungan telah lama diakui sebagai bagian pokok pengalaman manusiawi.

3. Tuhan, pemahaman tentang Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan secara tradisional dipahami dalam kerangka hidup keagamaan. Akan tetapi, dewasaini telah dikembangkan secara lebih luas dan tidak terbatas. Tuhan dipahami sebagai daya yang menyatukan, prinsip hidup atau hakikat hidup. Kodrat Tuhan mungkin mengambil pelbagai macam bentuk dan mempunyai makna yang berbeda bagi satu orang dengan orang lain. Manusia mengalami Tuhan dalam banyak cara seperti dalam relasi, alam, musik, seni, dan hewan peliharaan. Misalnya merawat bayi atau menyiangi tanaman dan merawat binatang dapat memberi perasaan puas akan diri sendiri serta kebahagian sejati (Young, 2007).

(3)

2.1.3Karakteristik Spiritualitas

Terdapat beberapa karakteristik spiritualitas yang meliputi hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan alam, hubungan dengan orang lain dan hubungan dengan Tuhan.

a. Hubungan dengan Diri Sendiri.

Maksudnya adalah kekuatan dari dalam diri sendiri dan self reliance. Hal ini meliputi pengetahuan diri yakni siapa diri, apa yang akan dilakukan, dan sikap percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan atau masa depan, ketenangan pikiran, harmoni atau keselarasan dengan diri sendiri (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995). Jiwa seseorang dan daya jiwa merupakan hal yang menjadi fundamental dalam eksplorasi atau penyelidikan spiritualitas (Young, 2007).

b. Hubungan dengan Alam

Harmoni yang menggambarkan hubungan dengan seseorang dengan alam yang meliputi minat dan ketertarikan terhadap tanaman, pohon, margasatwa dan iklim, kesenangan dan keinginan menikmati pemandangan alam, melakukan meditasi, yoga, reatret serta melindungi alam (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).

c. Hubungan dengan Orang Lain

Hubungan dengan orang lain lahir dari kebutuhan akan keadilan dan kebaikan, menghargai kelemahan dan kepekaan orang lain, rasa takut akan kesepian, keinginan dihargai dan diperhatikan, dan sebagainya. Hubungan seseorang dengan sesama sama pentingnya dengan diri

(4)

sendiri. Kebutuhan untuk menjadi anggota masyarakat dan kesalingtergantungan telah lama diakui sebagai bagian pokok pengalaman manusiawi (Young, 2007).

d. Hubungan dengan Tuhan

Pemahaman tentang Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan secara tradisional dipahami dalam rangka hidup keagamaan. Akan tetapi, dewasa ini telah dikembangkan secara lebih luas dan tidak terbatas. Tuhan dipahami sebagai daya yang menyatukan, prinsip hidup dan hakikat hidup. Kodrat Tuhan mungkin mengambil pelbagai macam bentuk dan mempunyai makna yang berbeda bagi satu orang dengan yang lain (Young, 2007).

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritual

Menurut Taylor (1997) dan Craven & Hirnle (1996) dalam Young (2007), faktor-faktor mempengaruhi Spiritual seseorang adalah :

a. Tahap perkembangan

Spiritual berhubungan dengan kekuasaan non material, seseorang harus memiliki beberapa kemampuaan berfukir abstrak sebelum mulai mengerti spiritual dan menggali suatu hubungan dengan yang Maha Kuasa. Hal ini bukan berarti bahwa spiritual tidak memiliki makna bagi seseorang.

b. Peran keluarga dalam perkembangan spiritual individu.

Tidak begitu banyak yangdiajarka keluarga tentang Tuhan dan agama, tapi individu belajar tentang Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari

(5)

tingkah laku keluarganya. Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan dunia pertama dimanaindividu mempunyai pandangan, pengalaman terhadap dunia yang yangdiwarnai oleh pengalaman keluarganya.

c. Latar belakang etnik dan budaya

Sikap, keyakinan dan nlai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama, termaksuk nilai moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan keagamaan.

d. Pengalaman hidup sebelumnya

Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi spiritual seseorang dan sebaliknya juga mempengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual pengalaman tersebut. Peristiwa dalam kehidupan seseorangdianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada manusia yang menguji imannya. e. Krisis dan perubahan

Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang. Krisis sering dialami ketika sesorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan dan kematian, khususnya pada pasien dengan penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual yang bersifat fiskal dan emosional.

(6)

f. Terpisah dari ikatan spiritual

Menderita sakit terutama yang bersifat kronik, sering kali membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah, antara lain tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman dekat yang bisa memberikan dukungan setiap saat diinginkan .

g. Isu moral terkait dengan terapi

Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk menunjukkan kebesaran-Nya, walaupun ada juga agama yang menolak intervensi pengobatan.

2.1.5 Dimensi Spiritual

Dimensi spiritual dibedakan menjadi tiga dimensi yaitu :

1. Dimensi psikologis (jiwa) mencakup kesadaran diri (self consciousness) dan identitas diri (self identity). Inilah aspek kepribadian yang berhubungan dengan masalah interaksi antarmanusia (dan berkaitan dengan emosi seperti rasa duka cita, rasa kehilangan, dan rasa bersalah) dan dialami jauh di lubuk jiwa (Young, 2007).

2. Dimensi fisik (tubuh) merupakan kesadaran akan alam (world conscions). Aspek inilah yang memungkinkan seseorang merasa, melihat, mendengar, membau, meraba, dan disentuh orang lain (Young, 2007).

3. Dimensi rohani (spirit) dideskripsikan sebagai daya yang menyatukan dalam diri manusia, mengintegrasikan, dan mengatasi dimensi lainnya. Dimensi ini juga diberikan seabagai kesadaran akan Tuhan (God-

(7)

cosciousness) atau berkaiatan dengan kedawatan atau nilai-nilai mutlak. Dimensi ini menyangkut makna hidup, pemahaman manusia akan iman, dan berhubungan intim pribadi manusia dengan Tuhan (Young, 2007) . 2.1.6 Perkembangan Spiritual Lansia

Pertumbuhan spiritual mencakup perkembangan identitas, penciptaan dan pemeliharaan relasi yang bermakna dengan orang lain dan ilahi, menghargai alam, dan mengembangkan suatau kesadaran transendetal. Perkembangan spiritual berawal sejak dini: “Berawal dengan tangisan bayi saat dilahirkan, jiwa manusia rindu akan kebersatuan” (Young, 2007)

Tujuan-tujuan spiritual anak, remaja, dan dewasa awal berpusat pada pencapaian keterampilan dan pengetahuan yang mengarahkan mereka pada produktivitas dan mencapai tujuan-tujuan pribadi mereka. Paruh kedua dari kehidupan mereka mencakup perjalan spiritual yang berbeda. Spiritualitas pada paruh kedua kehidupan mencakup kemampuan berfikir abstrak, toleransi terhadap ambiguitas dan pertentangan, mengalami fleksibilitas emosional, dan komitmen terhadap nilai-nilai universal yang sejati. Meski demikian, tak seorang pun dapat mencapai tingkat integrasi dengan diri mereka sendiri, dengan orang lain, atau dengan alam, atau mencapai transendensi (Young, 2007).

Tugas-tugas perkembangan masa lanjut usia mencakup penemuan makna dan kepenuhan di dalam hidup dan menjelajahi aspek-aspek positif dari kehidupan. Tugas-tugas perkembangan mencakup hal-hal berikut (Young, 2007)

1. Pengakuan dan penerimaan keterbatasan-keterbatasan diri. 2. Merencanakan untuk mengatur hidup yang aman.

(8)

3. Mewujudkan gaya hidup sehat.

4. Melanjutkan relasi hangat dengan keluarga dan teman-teman.

5. Menghadapi realitas tak terelakan dari kematian dan kematian dari orang yang dicintai.

Teoritikus perkembangan psikososial Erik Erikson menyebutkan tugas-tugas perkembangan pada tahap kehidupan ini sebagai integritas ego versus keputusasaan. Tugas-tugas ini mencakup intgrasi dari semua elemen masa lalu dan penerimaan bahwa hanya hidup semacam inilah yang mesti dihidupi. Tujuan pada tahap ini adalah kemampuan untuk melihat kembali hidup secara penuh makna dan memuaskan. Aspek-aspek positif dari hidup perlu dijelajahi dengan orang-orang perlu melihat kontribusi mereka bagi orang lain dan lingkungan sekitar mereka. Jika orang gagal untuk mencapai tugas ini, mereka akan menghadapi perasaan sis-sis dan tanpa pengharapan bahwa mereka telah gagal menyelesaikan apa yang mereka inginkan di dalam kehidupan. Kemarahan, kedengkian, dan perasaan ketidakmampuan dan tak berharga dapat muncul (Young, 2007).

James Fowler, yang memgembangkan tahapan perkembangan spiritual dari orang dewasa sebagai proses universal iman (Young, 2007). Fase ini menghadirkan titik puncak dari seluruh karya dari tahap iman sebelumnya dan diwujudkan dengan perasaan akan cinta dan keadilan yng absolut bagi semua orang. Bagi seorang individu pada tahap ini adalah seseorang yang “dapat mengorbankan dirinya sendiri untuk memenuhi

(9)

kebutuhan orang lain”. Tahap ini sulit untuk dicapai dan hanya sedikit orang yang pernah mencapainya. Seseorang yang sungguh berada pada tahap ini menjawab otoritas lebih daripada yang dikenal oleh dunia dan sering terlihat sebagai pribadi subvertif (Young, 2007).

2.2 Lansia

2.2.1 Definisi Lansia

Lansia atau lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari enam puluh tahun (UU No. 13 Tahun 1998). Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus-menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Depkes RI, 2001).

Penuan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu.teori-teori yang menjelaskan bagaimana dan mengapa penuaan terjadi biasanya dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu teori biologis dan psikososial. Penelitian yang terlibat dengan jalur biologi telah memusatkan perhatian pada indikator yang dapat dilihat dengan jelas pada proses penuaan, banyak pada tingkat seluler, sedangkan ahli teori psikososial mencoba untuk menjelaskan bagaimana psoses tersebut dipandang dalam kaitan dengan kepribadian dan perilaku (Stanley, 2007).

(10)

a. Teori biologis

Teori biologi mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan, termaksuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan kematian. Perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekular dan seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan tubuh untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit. Seiring dengan berkembangnya kemampuan kita untuk menyelidiki komponen-komponen yang kecil dan sangat kecil, suatu pemahaman tentang hubungan hal-hal yang mempengaruhi penuaan ataupun tentang penyebab penuaan yang sebelumnya tidak diketahui, sekarang telah mengalami peningkatan. Walaupun bukan merupakan suatu definisi penuaan, tetapi lima karakteristik penuaan telah dapat diidentifikasikan oleh para ahli. Teori biologis juga mencoba untuk menjelaskan mengapa orang mengalami penuaan dengan cara yang berbeda dari waktu ke waktu dan faktor apa yang mempengaruhi umur panjang, perlawanan terhadap organisme, dan kematian atau perubahan seluler. Suatu pemahaman tentang perspektif biologi dapat memberikan pengetahuan pada perawat tentang faktor risiko spesifik dihubungkan dengan penuaan dan bagaimana orang dapat dibantu untuk meminimalkan atau mehindari risiko dan memaksimalkan kesehatan (Stanley, 2007).

(11)

b. Teori genetika

Teori sebab-akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama dipengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik. Menurut teori genetika, penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau struktur jaringan. Dengan kata lain, peruban rentang hidup dan panjang usiatelah ditentukan sebelumnya. Teori genetika terdiri dari teori asam deokrisibonukleat (DNA), teori ketepatan dan kesalahan, mutasi somatik, dan teori glikogen. Teori-teori ini menyatakan bahwa proses replikasi pada tingkatan seluler menjadi tidak teratur karena adanya informasi yang tidak sesuai yang diberikan dari inti sel. Molekul DNA menjadi saling bersilangan (crosslink) dengan unsur yang lain sehingga mengubah informasi genetik. Adanya crosslink ini mengakibatkan kesalahan pada tingkat seluler yang akhirnya menyebabkan sistem dan organ tubuh gagal untuk berfungsi. Bukti yang mendukung teori-teori ini termaksuk perkembangan radikal bebas, kolagen, dan Lipofusin. Selain itu, peningkatan frekuensi kanker dan penyakit autoimun yang dihuubungkan dengan bertambahnya umur menyatakan bahwa mutasi atau kesalahan terjadi pada tingkat molekular dan seluler (stanley, 2007).

(12)

2.2.2 Batasan-Batasan Lanjut Usia

Mengenai kapankah orang disebut lanjut usia, sulit dijawab secara memuaskan. Dibawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur.

a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, lanjut usia meliputi :

1. Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45-59 tahun 2. Lanjut usia (elderly) adalah usia antara 60-74 tahun.

3. Lanjut usia tua (old) adalah usia antara 75-90 tahun. 4. Usia sangat tua (very old) adalah usia diatas 90 tahun. b. Menurut Prof.Dr. Koesoemanto Setyonegoro

1. Usia dewasa muda (elderly adulhood) = 18/20-25 tahun. 2. Usia dewasa penuh (middle years) = 25-60/65 tahun. 3. Usia lanjut (geriatric age)= >65/70 tahun, terbagi:

- Untuk umur 70-75 tahun (young old) - Untuk umur 75-80 tahun (old) - Untuk umur >80 tahun (very old) 2.2.3 Klasifikasi Lansia

Klasifikasi lansia menurut Depkes RI, 2003 dalam Maryam (2008) ada lima klasifikasi yaitu sebagai berikut:

1. Pralansia (prasenalis)

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun. 2. Lansia

(13)

3. Lansia resiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

4. Lansia potensial

Lansia yang mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.

5. Lansia yang tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada orang lain.

2.2.4 Karakteristik Lansia

Lansia memiliki karakteristik (Maryam, 2008) sebagai berikut.

1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang Kesehatan).

2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritua, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.

3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi 2.2.5 Tipe Lansia

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000). Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.

(14)

1. Tipe arif bijaksana

Karya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

2. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

3. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.

4. Tipe pasrah

Menerima dan menunggub nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.

5. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

2.3 Penyakit Kronis

2.3.1 Definisi Penyakit Kronis

Penyakit kronis adalah penyakit yang membutuhkan waktu yang cukup lama, tidak terjadi secara tiba-tiba atau spontan, dan biasanya tidak dapat disembuhkan secara sempurna. Penyakit kronik ini sangat erat hubunganya deangan terhadap adanya kecacatan dan timbulnya kematian (Adelman & Daly,

(15)

2001). Sedangkan menurut Barrow (1996) penyakit kronis merupakan suatu penyakit yang cukup lama dan penyebabnya tidak dapat diketahui secara jelas dan penyebabnya tidak dapat diketahui secara jelas dan umumnya penyembuah tidak dapat diketahui secara jelas dan umumnya penyembuhan tidak dapat dilakukan tujuannya hanya untuk mengontrol, menjaga supaya tidak terjadi komplikasi, dan rehabilitasi. Penyakit kronik juga merupakan suatu kondisi yang berhubungan dengan terganggunya fungsi kehidupan sehari-hari yang dialami selama tiga bulan atau lebih dalam setahun yang disebabkan oleh karena mendapat perawatan atau pengobatan di rumah sakit selama tiga puluh hari atau lebih dalam setahun (Christianson dkk, 1998).

2.3.2 Kategori Penyakit Kronis

Menurut Conrad (1987, dikutip dari christianson dkk, 1998) ada beberapa kategori penyakit kronis yaitu:

Lived with illness. Pada ketegori ini individu diharuskan beradaptasi dan mempelajari kondisi penyakitnya selama hidup, dan biasanya mereka tidak mengalami kehidupan yang mengancam. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah diadetes, asma, asthritis dan epilepsi.

Mortal illness. Pada kategori ini secara jelas individu kehidupannya terancam dan individu yang menderita penyakit ini hanya bisa merasakan gejala-gejala dari penyakitnya dan mengancam kematian. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah kanker dan penyakit kardiovaskuler.

At risk illness. Kategori penyakit ini sangat berbeda dengan dua kategori sebelumnya. Pada ketegori ini tidak menekankan pada penyakitnya tetapipada

(16)

resiko penyakitnya. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah hipertensi, dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan hereditas.

2.3.3 Fase-Fase Penyakit Kronis

Ada sembilan fase dalam penyakit kronis yaitu

Fase pre trajectory. Individu beresiko terhadap penyakit kronis karena fakto-faktor genetik atau perilaku yang meningkatkan ketahanan sesorang terhadap penyakit kronis.

Fase trajectory. Adanya gejala-gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis. Fase ini sering tidak jelas karena gejala sedang dievaluasi dan pemeriksaan diagnostic sering dilakukan.

Fase stabil. Terjadi ketika gejala-gejala dan perjalanan penyakit terkontrol.

Fase tidak stabil. Adanya ketidakstabilan dari penyakit kronis, kekambuhan gejala-gejala dari penyakit.

Fase akut. Ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan tidak dapat pulih atau komplikasiyang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk menanganinya.

Fase krisis. Ditandai dengan situasi kritis atau mengancam jiwa yang membutuhkan pengobatan atau perawatan kedaruratan.

Fase pulih. Pulih kembali pada cara hidup yang diterima dalam batasan yang dibebani oleh penyakit kronis.

(17)

Fase penurunan. Terjadi ketika perjalanan penyakit berkembang dan disertai dengan peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan dalam mengatasi gejala-gejala.

Fase kematian. Ditandai denganpenurunan bertahap atau cepat fungsi tubuh dan penghentian hubungan individual (smeltzer & Bare, 2001)

2.4 Panti Sosial

Tujuan pelayanan ini adalah memberi arah dan memudahkan petugas dalam memberikan pelayanan sosial, kesehatan, dan perawatan lanjut usia, serta meningkatkan mutu pelayanan bagi lanjut usia. Tujuan pelayanannya adalah :

1. Terpenuhinya kebutuhan lansia yang mencakup biologis, psikologis,sosial dan spiritual.

2. Memperpanjang usia harapan hidup dan masa produktivitas lansia.

3. Terwujudnya kesejahteraan sosial lansia yang diliputi rasa tenang,tentram, bahagiadan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Tugas pelayanan meliputi:

1. Memberi pelayanan sosial kepada lansia yang meliputi pemenuhan kebutuhan hidup,pembinaan fisik,mental, dan sosia, memberi pengetahuan serta bimbingan keterampilan dalam mengisi kehidupan yang bermakna. 2. Memberi pengertian pada keluarga lanjut usia, masyarakat untuk mau dan

mampu menerima,merawat dan memenuhi kebutuhan lansia.

fungsi pelayanan dapat berupa pusat pelayanan sosial lanjut usia, pusat informasi pelayanan sosial lanjut usia, pusat pengembangan pelayanan sosial lanjut usia, dan pusat pemberdayaan lanjut usia. Sasaran pelayanan ini adalah

(18)

lanjut usai potensial, yaitu lanjut usia yang berusia 60 tahun keatas, masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan jasa. Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang berusia 60 tahun keatas, tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada orang lain, keluarga lanjut usia, masyarakat, kelompok, dan organisasi sosial (Fatimah, 2010).

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis data penelitian yang telah dilakukan tentang Pengaruh susunan lamina komposit berpenguat serat E-glass dan serat Carbon terhadap kekuatan tarik

perubahan keempat ini adalah Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden

Banyak metoda yang bisa digunakan sebagai pendekatan penentuan tarif tersebut, e.g Metoda Besar Keuntungan Biaya Operasi Kendaraan (BKBOK), Kemauan Membayar (Willingness To Pay

Assume that we have 4 bytes of hexadecimal data: 25H, 62H, 3FH, and 52H.(a) Find the checksum byte, (b) perform the checksum operation to ensure data integrity, and (c) if the

kode etik dapat meningkatkan kredibilitas suatu perusahaan ,karena etika telah dijadikan sebagai coporate culture..dengan adanya kode etik secara internemua karyawan

Dan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, perilaku yang dimunculkan akan berbeda dalam menghadapi sesuatu, untuk melakukan kebutuhan secara riligius membutuhkan niat

Tulisan ini hendak memberikan legal problem solving terhadap permasalahan penumpukan perkara pidana di Indonesia yang hingga saat ini belum mampu terpecahkan,

Oleh karena itu informasi tentang kesehatan gigi merupakan bagian dari kesehatan secara keseluruhan yang tidak bisa dipisahkan dan penting dalam menunjang kualitas