• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata-kata Kunci: Jalan tol, tarif, golongan kendaraan. Abstract - Kaji Ulang Penentuan Tarif dan Sistem Penggolongan Kendaraan Jalan Tol di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kata-kata Kunci: Jalan tol, tarif, golongan kendaraan. Abstract - Kaji Ulang Penentuan Tarif dan Sistem Penggolongan Kendaraan Jalan Tol di Indonesia"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak

Salah satu parameter investasi jalan tol adalah terkait dengan besarnya tarif tol yang akan dikenakan. Banyak metoda yang bisa digunakan sebagai pendekatan penentuan tarif tersebut, e.g Metoda Besar Keuntungan Biaya Operasi Kendaraan (BKBOK), Kemauan Membayar (Willingness To Pay atau WTP) ataupun juga Kemampuan Membayar (Ability To Pay atau ATP) dll. Sejalan dengan perubahan-perubahan kondisi yang terjadi, besaran tarif yang diperoleh dari metoda-metoda tsb seyogyanya dicek dan dievaluasi secara berkala. Hal ini juga sekaligus dikaitkan dengan aspek penggolongan tarif menurut klasifikasi kendaraan dan pengaruhnya terhadap pergerakan dan ruang yang diperlukan, maupun terhadap kerusakan yang ditimbulkan pada perkerasan. Untuk itu diperlukan suatu kajian untuk meninjau kesesuaian tarif dan penggolongan tersebut pada kondisi saat ini. Tulisan ini mengulas cara penetapan tarif dan penggolongan tersebut berikut usulan-usulan yang diajukan berbagai pihak. Akhirnya keputusan pemerintah dan rekomendasi tindak lanjut diberikan pada akhir tulisan.

Kata-kata Kunci: Jalan tol, tarif, golongan kendaraan.

Abstract

One of the toll investment parameters is related to the tariff applied. Many methods could be used to calculate that tariff, e.g Vehicle Operating Cost and Time Saving, Willingness To Pay or WTP and Ability To Pay or ATP etc. In accordance with the latest condition, the tariff determined from those methods should be checked and evaluated regularly. This should be also related to vehicle classification aspects and their impact on space required and damaging effect to pavement. Therefore, it is required to study the suitability of tariff determination in existing condition. This paper discusses the tariff and vehicle classification including the suggestion proposed by some parties. The government final decision and recommendation are given at the end of this paper.

Keywords: Toll road, tariff, vehicle classification.

Kaji Ulang Penentuan Tarif dan Sistem Penggolongan Kendaraan Jalan Tol

di Indonesia

Rudy Hermawan

Kelompok Keahlian/Kepakaran Rekayasa Transportasi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha No.10 Bandung 40132, E-mail: ruherkar@yahoo.com

Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil

1. Pendahuluan

Dalam upaya mempercepat peningkatan kehidupan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, maka pemerintah mencanangkan melakukan pembangunan infrastruktur, diantaranya jalan, untuk mendukung percepatan peningkatan aktivitas perekonomian dengan skala yang relatif cukup besar.

Sebagai bagian dari pembangunan infrastruktur jalan, pemerintah telah mentargetkan dilaksanakannya pembangunan jaringan jalan tol sepanjang 1150 km dalam kurun waktu 5 tahun (BPJT, 2007).

Untuk bisa mewujudkan target, maka Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) yang ditugaskan memproses pelaksanakan pembangunan, kini sedang giat melakukan persiapan pelelangan ruas-ruas jalan tol

dengan melibatkan para investor, baik dari dalam maupun luar negeri.

(2)

jauh lagi dengan pengaruh yang ditimbulkan dari berbagai kelas kendaraan tersebut, baik terhadap pergerakan dan ruang yang diperlukan, maupun terhadap kerusakan yang ditimbulkan pada perkerasan. Untuk itu diperlukan suatu kajian untuk meninjau kesesuaian tarif pada kondisi saat ini.

Berdasarkan kondisi di atas dan mulai terakumulasinya pengalaman penerapan tarif selama ini, maka saat ini dirasakan perlu untuk meninjau kembali kebijakan dasar perhitungan tarif, terutama terkait dengan aspek pengembalian investasi di satu pihak, dengan kemampuan membayar masyarakat dihubungkan dengan keuntungan yang diperoleh dengan melewati jalan tol tersebut, agar pembangunan jalan tol yang dicanangkan pemerintah dapat terselenggara dengan sebaik-baiknya.

2. Maksud dan Tujuan

Seperti diuraikan sebelumnya, maksud tulisan ini pada dasarnya adalah untuk memberikan gambaran tentang dasar penentuan tarif dan kecocokan pemakaiannya untuk jalan tol di Indonesia, ditinjau dari segi pengembalian investasi dan kemampuan membayar masyarakat serta ditinjau dari aspek kebijakan, teoritis serta pelaksanaan penerapannya di lapangan. Rumusan dari kajian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan pengembangan jalan tol selanjutnya di Indonesia.

Secara spesifik tujuan dari kaji ulang ini adalah untuk memberikan dasar terhadap kesesuaian metoda penentuan tarif tol yang digunakan selama ini beserta klasifikasi jenis kendaraan yang digunakan dan merekomendasikan tindak lanjutnya.

3. Ruang Lingkup Pembahasan

Kaji ulang ini pertama membahas metoda penetapan tarif tol yang berlaku saat ini sesuai dengan metodologi yang dianut, baik dari segi teoritis maupun kepraktisan pelaksanaan.

Pembahasan terutama dikaitkan dengan kajian teoritis tentang dasar penentuan tarif dan kemudian dihubungkan dengan masalah kondisi beban dan perilaku lalu lintas terhadap kinerja perkerasan dan kapasitas jalan, daya beli masyarakat dan besar biaya operasi kendaraan maupun nilai waktu pengguna serta kinerja jalan tol yang ada sekarang.

Selain itu, pembahasan dikaitkan dengan pengalaman dan dasar penerapan tarif, seperti cara penggolongan kelas lalu lintas di berbagai kasus dan masalah kesesuaiannya serta terkait dengan masalah daya beli/ kemampuan masyarakat, pelayanan yang diinginkan, serta formulasi perhitungannya. Pembahasan juga dikaitkan dengan masalah keadilan bagi semua pihak, baik secara teknis maupun secara ekonomis.

4. Dasar Penentuan Tarif Tol

4. 1 Tinjauan teoritis

Menurut pengertian umum, tarif ialah biaya atau ongkos yang dibayarkan untuk mendapatkan barang atau jasa. Jadi dalam hal ini tarif tol adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh pengguna jalan tol untuk membayar jasa pelayanan (dalam hal ini jasa pemakaian) jalan tol dan karenanya mendapatkan keuntungan akibat dari penerimaan jasa tersebut.

Pada dasarnya, jalan tol dibangun dengan maksud untuk mengurangi Biaya Operasi Kendaraan yang disebabkan mungkin oleh panjang jalan lebih pendek serta kecepatan rata-rata kendaraan yang lebih tinggi sehingga terjadi penghematan waktu

Dilain pihak, pendapatan tol digunakan untuk pengembalian investasi, operasi dan pemeliharaan, serta untuk pengembangan jalan tol lebih lanjut. Untuk itu maka dilakukan perhitungan tarif tol berdasarkan kemampuan bayar pengguna jalan, besar keuntungan biaya operasi kendaraan, dan kelayakan investasi.

Pemberlakuan tarif tol ditetapkan bersamaan dengan penetapan pengoperasian jalan sebagai jalan tol. Evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali berdasarkan tarif lama yang dise-suaikan dengan pengaruh inflasi sesuai dengan formula (UU No. 38/2004 pasal 48 ayat (3), PP 15/2005 pasal 68 ayat (1)

Tarif Baru = tarif lama (1 + inflasi) (1)

Inflasi dihitung berdasarkan perubahan indeks harga konsumen (IHK) Regional yang ditetapkan oleh Biro Pusat Statistik.

Inflasi = [IHKi - IHKo] / IHKo (2)

dimana :

IHK = Indeks Harga Konsumen berdasarkan perhitungan BPS

IHKi = Indeks harga konsumen saat pengusulan IHKo = Indeks harga konsumen tarif tol awal

IHK meliputi 7 Kelompok

1. Makanan

2. Makanan jadi, Minuman 3. Perumahan

4. Sandang 5. Kesehatan

(3)

Jumlah Komoditi yang diukur meliputi 281 Komoditi dan survey IHK ini biasanya dilakukan setiap bulan oleh Biro Pusat Statistik (BPS).

Pemberlakuan tarif tol awal dan penyesuaian tarif tol ditetapkan oleh Menteri (UU No. 38/2004 pasal 48 ayat (4)) berdasarkan 3 pendekatan, yaitu:

1. Besar Keuntungan Biaya Operasi Kendaraan (BKBOK) adalah selisih biaya operasi kendaraan dan nilai waktu pada jalan tol dan lintas alternatifnya (maksimum 70 %).

2. Kemampuan/Kemauan Bayar Pengguna Jalan (Ability/Willingness to Pay) adalah kemampuan atau kemauan calon pengguna jalan tol di wilayah jalan tol yg bersangkutan untuk menggunakan dan membayar tol.

3. Kelayakan Investasi dihitung berdasarkan pada taksiran transparan dan akurat dari semua biaya selama jangka waktu perjanjian pengusahaan, yang memungkinkan Badan usaha memperoleh keuntungan yang memadai atas investasinya.

Biaya Operasi Kendaraan apabila melewati jalan tol akan lebih rendah dibandingkan melewati jalan non tol, karena panjang jalan tol mungkin dapat lebih pendek dibandingkan dengan jalan non tol dan kecepatan rata-rata di jalan tol lebih cepat dibandingkan di jalan non tol atau waktu tempuh di jalan tol lebih sebentar dibandingkan dengan di jalan non tol

Besar Keuntungan Biaya Operasi Kendaraan (BKBOK) dihitung dengan formula:

BKBOK = [(BOKnt * Dnt) - (BOKt * Dt)] + [(Dnt/Vnt - Dt/Vt) * Tv] (3)

dimana,

BOKnt = Biaya operasi kendaraan di jalan non tol BOKt = Biaya operasi kendaraan di jalan tol Dnt = Panjang jalan non tol

Dt = Panjang jalan tol

Vnt = Kecepatan rata-rata di jalan non tol Vt = Kecepatan rata-rata di jalan tol Tv = Nilai waktu (Time value)

BOK kendaraan sendiri dapat dihitung dengan model/ formula tertentu yang merupakan fungsi dari kecepatan kendaraan tersebut dikaitkan dengan konsumsi bahan bakar, kebutuhan suku cadang, pelumas, upah awak kendaraan.

Sementara Kemampuan Membayar, atau Ability to Pay (ATP) ditentukan melalui kajian atas pola pengeluaran individu, khususnya pengguna, dalam mengkonsumsi pelayanan jalan tol. Dalam hal ini ATP akan

dipenga-ruhi oleh besarnya pendapatan, kebutuhan dan biaya transportasi, serta tujuan dan intensitas perjalanan dan juga pengeluaran lain dari pengguna tersebut.

Selain ATP, parameter lain yang sering dijadikan dasar penentuan tarif ini adalah Kemauan Membayar, atau Willingness To Pay (WTP) yang ditentukan melalui kajian atas kesediaan individu, khususnya pengguna, membayar jasa pelayanan jalan tol. Idealnya besaran tarif ini sama dengan ATP dan sama juga dengan WTP, namun dapat juga ditemui kasus dimana tarif lebih kecil dari ATP atau WTP, sehingga sebenarnya tariff tersebut dapat dinaikkan. Dilain pihak, tarif juga dapat lebih tinggi dari ATP atau WTP dan dalam kasus ini maka harus dilakukan subsidi agar tarif tersebut dapat diturunkan.

Akhirnya, parameter BKBOK dan ATP/WTP tadi, dikaitkan dengan biaya investasi beserta biaya operasi dan pemeliharaan serta lamanya periode konsesi yang diberikan dan volume lalu lintas yang akan mengguna-kan serta tingkat keuntungan yang wajar yang diberi-kan pada investor (dicermindiberi-kan dalam tingkat IRR yang diharapkan dan biasanya sekitar 2% diatas suku bunga bank) akan menghasilkan suatu besaran tarif tertentu.

4.2 Beberapa kemungkinan pertimbangan di masa depan

Sejalan dengan perkembangan yang terjadi, yang diantaranya terkait dengan tingkat kemacetan di beberapa ruas jalan tol tertentu yang semakin parah, maka mulai dipikirkan untuk menerapkan tarif yang bervariasi dan dikaitkan dengan waktu penggunaan jalan tol itu sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan insentif dan disinsentif pemakaian jalan tol, agar pemakaiannya bisa terdistribusi sedemikian rupa sehingga tidak membuat kemacetan pada saat tertentu.

Contoh yang sederhana dari sistem pentarifan baru itu adalah dengan membedakan tarif penggunaan jalan tol di waktu sibuk dan tidak sibuk, misalnya waktu siang dengan malam. Hal ini sebenarnya sudah lazim digunakan di berbagai negara lain.

Contoh yang lebih ekstrim adalah dengan memberlakukan tarif yang dinamis dan dapat berubah dari waktu ke waktu disesuaikan dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang menggunakan jalan tol tersebut pada suatu waktu tertentu. Cara ini, yang sebenarnya merupakan metoda untuk mengelola tingkat kepadatan lalu lintas di suatu jalan, atau biasa dikenali sebagai congestion/road pricing, sejak lama di terapkan misalnya di Singapura.

(4)

terutama dikaitkan dengan sistem sosial budaya bangsa dan juga kesiapan sistem dan teknologi yang diperlukan.

5. Pe ng g ol ong a n

Ke nda ra a n

da n

Pembobotan Tarif

5.1 Klasifikasi dan penggolongan kendaraan

Pada dasarnya jenis kendaraan yang beroperasi di Indonesia dapat diklasifikasikan kedalam 12 golongan, termasuk sepeda motor dan kendaraan tidak bermotor, seperti diperlihatkan dalam Tabel 1, yaitu : Kendaraan ringan, Truk/Bus Sedang, Bus Besar, Truk Berat, Truk dan Trailer dengan berbagai konfigurasi sumbu, serta Sepeda Motor dan Kendaraan tidak bermotor.

Dalam penetapan tarif tol untuk kendaraan yang berbe-da, dilakukan penggolongan kendaraan berdasarkan

karakteristik kendaraan (kecuali Sepeda Motor dan Kendaraan Tidak Bermotor dikeluarkan dari klasifikasi tersebut, karena kendaraan jenis tersebut tidak diperke-nankan lewat di jalan tol).

Diwaktu yang lalu, penggolongan kendaraan ini dida-sarkan pada besarnya BKBOK untuk masing-masing kendaraan yang akhirnya disederhanakan dengan cara membagi golongan kendaraan tersebut kedalam 3 golongan, yaitu Gol. I, IIA dan IIB (lihat Gambar 1 untuk rincian masing-masing golongan kendaraan) dengan perbandingan atau komposisi tarif 1 : 1.5 : 2. Namun demikian, tidak di semua ruas jalan tol yang sudah beroperasi perbandingan tersebut diberlakukan. Hal ini terkait dengan penetapan tarif di masa lalu yang masih belum terlalu jelas proses dan metodologinya dan lebih berdasarkan pertimbangan atau kebijakan pemerintah saja.

Tabel 1. Golongan dan kelompok jenis kendaraan

Gambar 1. Penggolongan kendaraan di jalan tol

 

Bemo dll  Sedan dll Angkot dll

Bis Mikro

(L - 300 dll)  Pick Up Bis Truk 2 as4 roda Truk 2 as6 roda Truk 3 As  Truk 4 As Trailer

Kendaraan Bermotor

Kendaraan Penumpang Kendaraan Angkutan Barang II B

(5)

Akhir-akhir ini disadari bahwa untuk mendapatkan perbandingan yang lebih adil, seyogyanya perbandingan tersebut mengikut sertakan dampak kendaraan tersebut pada kebutuhan ruang yang diperlukan, serta kerusakan yang ditimbulkan pada struktur perkerasan. Dampak kebutuhan ruang tersebut biasanya dinyatakan dengan ekivalensinya terhadap mobil penumpang (atau EMP), sementara kerusakan pada struktur perkerasan biasanya dinyatakan dengan Vehicle Damaging Factor (atau VDF).

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997) besarnya angka EMP ini untuk Bus dan Truk Sedang di jalan tol dan daerah datar adalah berkisar antara 1.6 – 1.7, sementara untuk Truk Besar adalah 2.5.

Sementara VDF biasanya dihitung dengan formula sbb :

Untuk sumbu tunggal VDF = [P/8.16]4 (4) Untuk sumbu ganda VDF = 0.086 [P/8.16]4 (5) Untuk sumbu tripel VDF = 0.053 [P/8.16]4 (6)

Dimana P = Beban gandar kendaraan (ton)

5.2 Kajian Penggolongan dan pembobotan tarif kendaraan

Berdasarkan hasil penelitian Wibowo (2006), dengan studi kasus di Jalan Tol Jakarta-Cikampek dan kendaraan bus sebagai kendaraan acuan, maka pada kondisi beban rata-rata, beban normal dan beban berlebih, didapatkan bahwa pengaruh beban sumbu kendaraan pada kondisi beban rata-rata dan beban normal untuk Golongan IIA dan Golongan IIB adalah 1 : 2, sementara untuk kondisi beban berlebih perbandingannya adalah 2 : 4.

Dilain pihak, hasil penelitian Kristianto (2006) dari PT Marga Mandala Sakti (MMS) dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum (Puslitbang PU) di tahun 2006 dengan studi kasus di Jalan Tol Tangerang – Merak serta dengan mempertimbangkan faktor kerusakan jalan akibat beban (VDF), Besar Keuntungan Biaya Operasi Kendaraan (BKBOK) dan Kemampuan Membayar (Ability To Pay) pengguna, mendapatkan hasil perbandingan untuk Golongan I : IIA : IIB sebesar 1 : 2 : 5.3 seperti terlihat pada Tabel 2.

Penelitian lebih lanjut oleh Direktorat Jenderal Bina Marga tahun 2007 dengan mempertimbangkan Beban Sumbu Kendaraan (Equivalent Standard Axle ESA), Ekivalensi Mobil Penumpang (EMP), Beban, Kecepatan dan Efisiensi Ekonomi menghasilkan usulan untuk merevisi penggolongan kendaraan ini menjadi 5 golongan, dengan perbandingan atau komposisi tarif antara Gol. 1 : 2 : 3 : 4 : 5 ini adalah 1 : 1.5 : 2 : 2.5 : 3 seperti diperlihatkan pada Tabel 3.

Dibagian lain, Asosiasi Tol Indonesia (ATI) mengajukan usulan juga, berdasarkan laporan kajian dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pekerjaan Umum, yang dilandasi oleh pertimbangan penggunaan ruang dan waktu jalan tol oleh kendaraan (dicerminkan oleh EMP) dan perusakan perkerasan akibat lintasan kendaraan (dicerminkan oleh VDF). Dalam hal ini EMP dikaitkan juga dengan Biaya Investasi Awal (Initial Cost), sementara VDP dikaitkan dengan Maintenance Cost. Sebagai hasilnya komposisi tarif untuk Golongan I s/d V yang diusulkan tersebut adalah 1 : 2.03 : 3.72 : 4.18 : 4.67 yang diperlihatkan pada Table 4.

Tabel 2. Penggolongan kendaraan dan pembobotan tarif menurut PT. Marga Mandala Sakti

Gol Asal Kendaraan Bobot

Asal

Usulan PT Marga Mandala Sakti

I Kendaraan ringan (Sedan, Mobil penumpang,)

Bus kecil, Truk Sedang

1.0 1.0

I I Kendaraan ringan (Sedan, Mobil

penumpang,) Bus Sedang

1.0 1.0

IIA II Bus besar dan Truk Sedang 1.5 1.5

IIB III Truk 2 sumbu 2.0 2.0

IV Truk 3 & 4 sumbu 2.0 2.5

V Truk Gandeng, Trailer 1, 2 & 3 sumbu 2.0 3.0

(6)

Lebih lanjut lagi, Badan Pengatur Jalan Tol juga melakukan kajian serupa dengan berdasarkan pada pertimbangan EMP, Berat Total Kendaraan dan VDF serta menggunakan Bus besar sebagai pembanding, didapatkan komposisi tarif seperti yang diperlihatkan di Tabel 5 untuk Golongan I s/d V adalah 1 : 1.68 : 2.38 : 3.04 : 3.31.

Kalau disarikan, maka usulan penggolongan kendaraan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6 (dengan sedikit perubahan pada jenis-jenis kendaraannya).

Terlepas dari metodologi berbagai kajian tersebut yang didasarkan pada studi kasus di ruas-ruas jalan tol yang berbeda dan kondisinya juga tidak sama sehingga hasilnya pasti tidak sama, maka terlihat bahwa hampir semua kajian sepakat untuk memecah dan memberi bobot yang lebih besar untuk Golongan IIB, menjadi Golongan III, IV dan V dengan bobot antara 3 sampai 5.

Dari berbagai kajian dan usulan tersebut, akhirnya pemerintah memutuskan untuk mengadopsi usulan dari Bina Marga (dengan sedikit modifikasi yaitu menggolongkan Bus besar kedalam Golongan I ) yang terlihat dan dapat dianggap sebagai usulan yang relatif paling ringan dan mungkin bisa lebih diterima masyarakat karena tidak terlalu drastis perubahannya. Dalam hal ini modifikasi dilakukan dengan memasukkan kendaraan bus kedalam katagori Golongan I, mengingat dampaknya terhadap biaya penumpang dan dibandingkan terhadap efisiensi ruang pemakaian jalan, sekaligus untuk mendorong

Gol Asal Gol. wagon, Opelet, Suburban, Kombi, Mini bus, pikup, mikro truk, mobil hantaran dan Bus kecil

Tabel 4. Penggolongan kendaraan dan pembobotan tarif menurut ATI

penggunaan angkutan umum yang bisa memuat banyak penumpang.

6. Kesimpulan

Dalam penentuan tarif jalan tol, yang dimasa sekarang didasarkan pada BKBOK, ATP/WTP dan pengembalian investasi, maka untuk masa mendatang mungkin mulai perlu untuk mempertimbangkan variasi menurut waktu atau tingkat kemacetan lalu lintas di jalan tol yang bersangkutan.

Dilain pihak, dalam penentuan penggolongan kendaraan, pada masa lalu faktor yang dipertimbangkan lebih banyak ditujukan pada aspek Besar Keuntungan Biaya Operasi Kendaraan (BKBOK) yang diperoleh oleh berbagai jenis kendaraan, sehingga ada beberapa faktor yang kelihatannya tidak terlalu diperhatikan, yaitu dampak dari ukuran dan manuver kendaraan dalam lalu lintas, serta besarnya kerusakan yang dialami struktur perkerasan akibat pembebanan yang berbeda. Untuk itu, peninjauan kembali terhadap hal tersebut menjadi diperlukan.

Selanjutnya, dalam kajian-kajian yang dilakukan, maka faktor ekivalensi mobil penumpang dan dampak kerusakan terhadap perkerasan turut dipertimbangkan. Namun, ternyata dilihat dari dampaknya yang sangat kecil terhadap kerusakan jalan, maka kendaraan pembanding yang digunakan untuk faktor ini di beberapa studi adalah Bus.

Tabel 5 Penggolongan kendaraan dan pembobotan tarif menurut BPJT

Gol Asal Gol.

Baru

Kendaraan Bobot

Asal

Usulan BPJT

I I Kendaraan ringan (Sedan, Mobil penumpang,) Bus

kecil dan Sedang

1.0 1,0

IIA II Truk 2 As 1.5 1.68

IIB III Truk 3 As 2.0 2.38

IV Truk 4 As dan Gandengan 2.0 3.04

(7)

Dibagian lain, mengingat adanya ketidak konsistenan penentuan bobot golongan ini dimasa lalu, penerapan kebijakan baru yang mengaturnya sekarang tidak dapat dilakukan secara drastis karena akan mempengaruhi secara sosial dan psikologis masyarakat, khususnya pengguna yang akan terkena dampak perubahan tersebut.

Berdasarkan kajian yang dilakukan berbagai studi, maka pemerintah akhirnya menentukan kebijakan penggolongan kendaraan yang baru. Namun demikian, pengajuan usulan kebijakan yang baru ini juga semuanya didasarkan pada studi kasus di ruas jalan tol tertentu, sehingga sebenarnya belum tentu mencerminkan semua kondisi jalan tol yang ada.

Untuk itu, maka pengkajian ini mungkin harus dilakukan secara reguler dan lebih menyeluruh dan sebagai konsekuensinya dapat pula dilakukan revisi untuk penyempurnaan kebijakan yang terkait dengan sistem pentarifan dan penggolongan kendaraan tersebut.

Daftar Pustaka

Asosiasi Tol Indonesia (ATI), 2007, Laporan Kajian Penyesuaian Golongan Kendaraan untuk Pentarifan Jalan Tol.

Bina Marga, 2007, Usulan Penyesuaian Tarif Tol Berdasarkan Kontribusi terhadap Kerusakan Jalan

Badan Pengatur Jalan Tol, 2007, Kajian Pola Pentarifan dan Penggolongan Kendaraan

Kristianto, 2006, Kerusakan dan Solusi Akibat Beban Lebih pada Jalan Tol (Studi Kasus Jalan Tol Tangerang-Merak), Makalah pada Workshop Nasional Departemen Pekerjaan Umum

(8)

Gambar

Tabel 1. Golongan dan kelompok jenis kendaraan
Tabel 2. Penggolongan kendaraan dan pembobotan tarif menurut  PT. Marga Mandala Sakti
Tabel 4. Penggolongan kendaraan dan pembobotan tarif menurut ATI

Referensi

Dokumen terkait

Maksud dan tujuan penyusunan Tugas Akhir ini adalah untuk mengevaluasi tarif tol berdasarkan Biaya Operasi Kendaraan ( BOK ) ketiga bagian jalan tol, yaitu Seksi A, Seksi B, Seksi

Metoda analitis dalam perencanaan tebal overlay mempunyai beberapa keuntungan yaitu dapat digunakan untuk menganalisis berbagai variasi pembebanan untuk mendapatkan hasil yang