• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEREK. Pemberian tanda pada barang sebagai merek bukanlah fenomena baru. Zaman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEREK. Pemberian tanda pada barang sebagai merek bukanlah fenomena baru. Zaman"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MEREK

A. Sejarah Hak Merek

Pemberian tanda pada barang sebagai merek bukanlah fenomena baru. Zaman prasejarah dan setelah sejarah ditulis telah membuktikan hal ini. Para pemburu pada zaman itu telah memberi tanda atau ukir-ukiran pada senjata buruan mereka sebagai bukti kepemilikan. Pembuat tembikar pada masa Yunani dan Romawi kuno telah memberi identitas dengan memberi tanda pada dasar pot ketika masih basah, yang akan menimbulkan relief ketika kering. Hal lain lagi adalah menuliskan nama diri pada beberapa barang, seperti pada pahatan batu yang dimaksudkan sebagai identifikasi pembuatnya. Pada abad pertengahan, penggunaan tanda-tanda seperti cap pada hewan ternak juga sudah dilakukan. Para pedagang Eropa pada abad itu juga telah menggunakan merek dagang untuk meyakinkan konsumen dan memberi perlindungan hukum terhadap produsen. Jauh setelah Revolusi Industri banyak muncul merek-merek baru seperti Levi’s sekitar tahun 1830, Coca Cola tahun 1886, dan lain sebagainya.31

Pada zaman modern seperti saat ini merek bisa menjadi aset bagi pemiliknya, karena dapat mendatangkan keuntungan dan dijadikan sarana promosi bagi usahanya. Bagi sebagian masyarakat merek adalah gaya hidup. Artinya merek dapat dijadikan sarana untuk menunjukkan bahwa seseorang tidak ketinggal jaman, dan selalu mengikuti mode yang sedang trend. Pada perkembangannya merek juga menjadi citra. Orang-orang yang menggunakan merek-merek tertentu merasa lebih percaya diri. Misalnya rokok merek Dji

Sam Soe melambangkan sifat kejantanan. Mobil bermerek Lexus melambangkan kemapanan.

31 M. Yahya Harahap. 1996. Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Bandung: Citra Aditya Bakti, hal 29

(2)

Atau seseorang yang menggunakan pulpen Mount Blanc melambangkan status eksekutif, dan lain-lain.32

Di samping itu merek dapat mewakili sebuah obyek. Misalnya orang yang mau membeli deterjen menyebut ”mau membeli Rinso”, walau merek Attack yang dibelinya. Penyebutan kata Rinso ditujukan kepada deterjen dan bukan merek itu sendiri. Honda dianggap mewakili sepeda motor; Sasa untuk penyedap makanan; Odorono untuk deodorant. Dan, Aqua untuk air minum mineral.33

Pada awalnya merek digunakan oleh manusia untuk dibutuhkan secara fisik kepada benda dengan maksud untuk menunjukkan asal usul atau pada kepemilikannya. Perkembangan merek yang pertama kali adalah dipisahkannya merek menurut fungsinya yang spesifik. Fungsi merek sebagai tanda untuk menghubungkan produk tertentu dengan sumbernya sekaligus dipakai karena bisa membedakan dari penghasil barang lainnya.

Pada abad pertengahan sebelum revolusi industri, merek telah dikenal dalam berbagai bentuk atau istilah sebagai tanda pengenal untuk membedakan milik seseorang dengan milik orang lain. Didahului oleh peranan para Gilda yang memberikan tanda pengenal atas hasil kerajinan tangannya dalam rangka pengawasan barang hasil pekerjaan anggota Gilda sejawat, yang akhirnya menimbulkan temuan atau cara mudah memasarkan barang. Di Inggris, merek mulai dikenal dari bentuk tanda resmi (hallmark) sebagai suatu sistem tanda resmi tukang emas, tukang perak dan alat-alat pemotong yang terus dipakai secara efektif bisa membedakan dari penghasil barang sejenis lainnya.34

Persoalan merek sebenarnya bukan hal baru bagi Indonesia. Dalam sejarah perundang-undangan merek, dapat diketahui bahwa pada masa kolonial Belanda berlaku

Reglemen Industriele Eigendom (RIE) yang dimuat dalam Staatblad 1912 Nomor 545 jo

32

Prasetyo Hadi Purwandoko, Merek Suatu Telaah Singkat. Makalah. Disampaikan dalam Pelatihan HaKI bagi Mahasiswa dan Dosen UNS yang memiliki Karya Inovatif tanggal 1-2 Juli 1999

33 Prasetyo Hadi Purwandoko, 1999, Merek dan Perlindungan Hukumnya. Harian Umum Pos Kita Solo

5 Oktober 1999

34

(3)

Staatblad 1913 Nomor 214. Pada masa penjajahan Jepang, dikeluarkan peraturan merek, yang disebut Osamu Seire Nomor 30 tentang Pendaftaran cap dagang yang mulai berlaku tanggal 1 bulan 9 Syowa (tahun Jepang 2603. Setelah Indonesia Merdeka (17 Agustus 1945), peraturan tersebut masih diberlakukan berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Selanjutnya, sejak era kebijakan ekonomi terbuka pada Tahun 1961 diberlakukan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan yang menggantikan peraturan warisan kolonial Belanda yang sudah dianggap tidak memadai, meskipun Undang-Undang tersebut pada dasarnya mempunyai banyak kesamaan dengan produk hukum kolonial Belanda tersebut.35

Perkembangan selanjutnya, Undang-Undang Merek telah mengalami perubahan, baik diganti maupun direvisi karena nilainya sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan. Pada akhirnya, pada tahun 2001 diundangkanlah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Undang-Undang Merek ini merupakan hukum yang mengatur perlindungan merek di Indonesia. Undang-Undang tersebut merupakan produk hukum terbaru di bidang merek sebagai respon untuk menyesuaikan perlindungan merek di Indonesia dengan standar internasional yang termuat dalam Pasal 15 Perjanjian TRIPs sebagai pengganti UU sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 14 tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek.

Berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, dinyatakan bahwa Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, ataupun kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Kebutuhan akan perlindungan hukum atas merek semakin berkembang dengan pesatnya orang-orang yang melakukan peniruan, terlebih pula setelah dunia perdagangan

35

(4)

semakin maju serta alat transportasi yang semakin baik, juga dengan dilakukannya promosi maka wilayah pemasaran barang-barang menjadi luas. Keadaan seperti itu menambah pentingnya merek sebagai alat untuk membedakan asal-usul barang kualitasnya, dan untuk menghindarkan peniruan. Pada gilirannya perluasan pasar seperti itu juga memerlukan penyesuaian dalam sistem perlindungan hukum terhadap merek yang digunakan pada produk yang diperdagangkan.36

Berkembangnya perdagangan barang antar negara akibat dari perluasan pasar menyebabkan pemasaran dari suatu produk melewati batas-batas negara. Keadaan ini mengakibatkan adanya kebutuhan untuk perlindungan merek secara internasional. Tahun 1883 di Paris dibentuk suatu konvensi mengenai hak milik perindustrian yang kemudian menjadi tonggak sejarah dimulainya perkembangan perlindungan merek secara internasional.37

Pengaturan hukum merek di Indonesia pertama kali pada saat dikeluarkannya Undang-undang Hak Milik Perindustrian pada masa sebelum kemerdekaan yaitu dalam

“Reglement Industrieele Eigendom Kolonien”, Stb 545 Tahun 1912. Sistem yang dianut Reglement Industrieele Eigendom Kolonien adalah deklaratif. Sistem deklaratif tidak

menerbitkan hak, tetapi hanya memberikan sangkaan hukum (rechtsvermoeden) atau

presemption iuris yaitu bahwa pihak yang mereknya terdaftar adalah pihak yang berhak atas

merek dan sebagai pemakai pertama dari merek yang didaftarkan. Pendaftaran merek hanya digunakan untuk memudahkan pembuktian bahwa pihak pendaftar diduga sebagai pemakai pertama dari merek yang didaftarkan.

38

36

Djumhana, Muhammad, Djubaidillah, R, Hak Milik Intelektual, Sejarah Teori Dan Prakteknya Di

Indonesia, Bandung, 1997, hal. 160 37

http://renaisans-unibo.blogspot.com/2009/03/aspek-perlindungan-hukum-terhadap-merek.html

diakseskan tanggal 7 November 2010

38 Venantia Sri Hadiarianti. Konsep Dasar Pemberian Hak dan Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Gloria Yuris Vol 8, No. 2, 2008, hlm 6

(5)

Sistem deklaratif masih digunakan dalam UU No. 21 Tahun 1961 tentang merek sebagai pengganti Reglement tersebut. Secara keseluruhan UUM No. 21 Tahun 1961 dianggap tidak dapat memberikan perlindungan hukum yang memadai kepada pemilik atau pemegang merek yang sah dan perlindungan hukum terhadap konsumen. Hal itu dimulai pada awal tahun 70-an ketika kasus yang terkenal tentang merek TANCHO yang terjadi antara pengusaha lokal Cina dengan pengusaha asing Jepang (Putusan perkara merek TANCHO Reg. No. 677/K/SIP/1972 tanggal 13 Desember 1972). Walaupun untuk menutupi kekurangan Undang-Undang merek itu telah ditetapkan Keputusan Menteri Kehakiman dan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Pada tahun 1992 UUM No. 21 Tahun 1961 diganti dengan UUM No. 19 Tahun 1992 tentang merek yang mulai berlaku efektif tanggal 1 April 1993. UUM No. 19 Tahun 1992 tidak lagi menggunakan sistem deklaratif tetapi sistem konstitutif. Sistim ini mendasarkan pada sistem pendaftaran yaitu bahwa pendaftaran atas merek merupakan bukti adanya hak atas merek tersebut. Siapa yang pertama mendaftarkan dialah yang berhak atas merek dan secara eksklusif dapat menggunakan merek tersebut.

Walaupun UUM No. 19 dianggap telah cukup memberikan kepastian hukum bagi perlindungan produsen dan konsumen, tetapi oleh pemerintah Indonesia direvisi lagi dengan ditetapkannya UUM No. 14 Tahun 1997 tentang perubahan UUM No. 19 Tahun1992 tentang merek, yang kemudian diganti lagi dengan UUM No. 15 Tahun 2001 tentang merek. Penolakan permohonan diberitahukan secara tertulis kepada pemohon atau kuasanya disertai alasannya. Pemohon atau kuasanya dapat menyampaikan keberatan atau tanggapan disertai alasannya paling lambat tiga puluh hari sejak tanggal penerimaan surat pemberitahuan penolakan. Merek ditolak jika mempunyai persamaan dengan merek lain, mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal, mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis. Kecuali dengan

(6)

izin nama orang terkenal, nama/singkatan, nama/bendera/lambang/simbol negara atau lembaga, serta tanda/cap/stempel resmi pemerintah.

B. Jenis dan Fungsi Merek

Merek merupakan tanda. Tanda yang memberi kepribadian atau pengindividualisasian kepada barang-barang. Memberi kepribadian atau pengindividualisasian, dalam arti memberi tanda yang khusus, yang mempunyai daya pembeda (distincti venees) atas barang dengan cara bermacam-macam, antara lain dengan mencetak tanda yang bersangkutan pada barang atau dikaitkan pada barang itu, dengan mengantungkan pelat tanda khusus tersebut.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftarkan atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Syarat suatu merek berdasarkan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek adalah:

a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum.

b. Tidak memiliki daya pembeda. c. Tidak menjadikan milik umum; atau

d. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

Permohonan merek dapat ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut (Pasal 6 (1) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek):

a. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis.

(7)

b. Mempunyai persamaan pada pokonya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis.

c. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah di kenal.

Selain itu permohonan pengajuan merek juga dapat ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut (Pasal 6 (3) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek): 1) Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang

dimiliki orang lain, kecuali atas dasar persetujuan tertulis dari yang berhak.

2) Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem Negara atau lambang nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

3) Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh Negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. Daya pembedaan (distinctivenees), merupakan unsur yang utama seperti halnya pada paten, kebaharuan (novelty) merupakan unsur pokok dan untuk hak cipta, urisinalitas (originality) menjadi unsur utama, maka untuk merek yang menjadi unsur paling penting adalah daya pembeda (distinctivenees).

Tidak terdapat daya pembeda jika, merek tersebut mengandung persamaan pada keseluruhannya, atau pada pokoknya dengan merek lain. Persamaan pada pokoknya dari pada merek, dilihat merek itu secara keseluruhan, apakah wujudnya atau bunyinya yang mempunyai kemiripan, seperti pada gambar banteng dengan gambar sapi, bunyi sandoz dengan santos. Demikian pula kemiripan dalam arti seperti gambar kuda terbang dengan kata kuda terbang. Juga tidak terdapat daya pembeda, jika merek itu dibuat terlalu rumit dengan mencantumkan berbagai tanda, atau dibuat terlalu sederhana seperti, dengan mencantumkan sebuah titik, sebuah angka atau huruf.

(8)

Ada 2 (dua) jenis merek yang disebutkan dalam undang-undang merek yaitu : a) Merek dagang

b) Merek jasa

Pengertian mengenai merek dagang (trade mark) disebutkan dalam pasal 1 ayat (2) UUM No. 15 Tahun 2001 yaitu:

“Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya”.

Pengertian mengenai merek jasa (service mark) disebutkan dalam pasal 1 ayat (3) UUM No. 15 Tahun 2001, yaitu :

“Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa sejenis lainnya”.

Selain itu disebutkan juga pengertian mengenai merek kolektif (collective mark) yang terdapat dalam pasal 1 ayat (4) UUM No. 15 Tahun 2001, yaitu:

“Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya”. Merek memiliki beberapa fungsi yang melekat padanya dengan melihat pada obyek yang dilindunginya, merek memiliki fungsi sebagai pembeda untuk barang atau jasa yang sejenis diproduksi oleh suatu perusahaan. Jadi merek digunakan sebagai tanda pengenal asal barang dan jasa yang sekaligus berfungsi untuk menghubungkan barang dan jasa yang bersangkutan dengan produsennya.

Merek juga memberikan jaminan kualitas dari barang dan jasa yang bersangkutan, dimana hal itu sangat bermanfaat bagi perlindungan pemilik merek dan konsumen. Dengan adanya jaminan kualitas dari produsen, upaya untuk mempromosikan dan memasarkan barang dan jasa kepada konsumen akan berjalan dengan baik. Di pasaran luar negeri, merek seringkali merupakan satu-satunya cara untuk menciptakan dan mempertahankan “goodwill”

(9)

di mata konsumen. Goodwill atas merek yang telah diperoleh produsen akan memberikan keuntungan yang besar bagi produsen terutama dalam memperluas pasaran.39

Fungsi merek sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek adalah sebagai alat pembeda barang atau jasa. Berkenaan dengan hal tersebut merek dilihat dari daya pembedanya dibagi dalam dua kategori, yaitu kategori pertama adalah merek yang lemah daya pembedanya karena sifatnya yang deskriptif, dan kategori kedua adalah merek yang kuat daya pembedanya karena merupakan hasil imajinasi.

Fungsi utama merek (terjemahan umum dalam bahasa Inggrisnya adalah trademark,

brand, atau logo) adalah untuk membedakan suatu produk barang atau jasa, atau pihak

pembuat/penyedianya. Merek mengisyaratkan asal-usul suatu produk (barang/jasa) sekaligus pemiliknya. Hukum menyatakan merek sebagai property atau sesuatu yang menjadi milik eksklusif pihak tertentu, dan melarang semua orang lain untuk memanfaatkannya, kecuali atas izin pemilik.40 Dengan demikian, merek berfungsi juga sebagai suatu tanda pengenal dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa yang sejenis. Pada umumnya, suatu produk barang dan jasa tersebut dibuat oleh seseorang atau badan hukum dengan diberi suatu tanda tertentu, yang berfungsi sebagai pembeda dengan produk barang dan jasa lainnya yang sejenis. Tanda tertentu di sini merupakan tanda pengenal bagi produk barang dan jasa yang bersangkutan, yang lazimnya disebut dengan merek. Wujudnya dapat berupa suatu gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut.41

Merek juga dapat berfungsi merangsang pertumbuhan industri dan perdagangan yang sehat dan menguntungkan semua pihak. Diakui oleh Commercial Advisory Foundation in

Indonesia (CAFI) bahwa masalah paten dan trademark di Indonesia memegang peranan yang

39

Maulana, Insan Budi, 1999, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia Dari Masa Ke Masa, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 33

40

Munandar, Haris dan Sally Sitanggang, Mengenal HAKI, Hak Kekayaan Intelektual Hak

Cipta,Paten, Merek, dan seluk-beluknya, Jakarta, Erlangga,esensi , 2009, hal.50 41

Putra, Ida Bagus Wyasa, Aspek-aspek Hukum Perdata Internasional dalam Transaksi Bisnis

(10)

penting di dalam ekonomi Indonesia, terutama berkenaan dengan berkembangnya usaha-usaha industri dalam rangka penanaman modal.42

perlindungan dan jaminan mutu barang kepada konsumen. Selanjutnya, merek juga bermanfaat sebagai sarana promosi (means of trade promotion) dan reklame bagi produsen atau pengusaha-pengusaha yang memperdagangkan barang atau jasa yang bersangkutan. Di pasaran luar negeri, merek-merek sering kali adalah satu-satunya cara untuk menciptakan dan mempertahankan “goodwill” di mata konsumen. Merek tersebut adalah simbol dengan mana pihak pedagang memperluas pasarannya di luar negeri dan juga mempertahankan pasaran tersebut. Goodwill atas merek adalah sesuatu yang tidak ternilai dalam memperluas pasaran.

Oleh karena itu, merek bermanfaat dalam memberikan jaminan nilai atau kualitas dari barang dan jasa yang bersangkutan. Hal tersebut tidak hanya berguna bagi produsen pemilik merek tersebut, tetapi juga memberikan

Berdasarkan fungsi dan manfaat inilah maka diperlukan perlindungan hukum terhadap produk Hak Merek, ada 3 (tiga) hal yaitu43

1. Untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi para penemu merek, pemilik merek, atau pemegang hak merek;

:

2. Untuk mencegah terjadinya pelanggaran dan kejahatan atas Hak atas Merek sehingga keadilan hukum dapat diberikan kepada pihak yang berhak;

3. Untuk memberi manfaat kepada masyarakat agar masyarakat lebih terdorong untuk membuat dan mengurus pendaftaran merek usaha mereka.

C. Hak Atas Merek

Suatu merek mempunyai hubungan yang erat dengan perusahaan yang menghasilkan atau mengedarkan barang-barang yang memakai merek itu. Oleh karena itu suatu merek tidak dapat berlaku tanpa adanya perusahaannya dan merek itu akan hapus dengan hapusnya

42 Ibid, hal 24 43

Hariyani, Iswi, Prosedur Mengurus HAKI yang Benar, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2010, hal.89

(11)

perusahaan yang bersangkutan. Sebaliknya apabila perusahaannya berpindah tangan kepada pihak lain, maka hak atas merek itu beralih bersama-sama dengan perusahaannya kepada pemilik yang baru.

Menurut Undang-Undang Merek tahun 1961 maka diadakan pembedaan antara apa yang di namakan “Factory Mark” atau “merek perusahaan” dan “merek perniagaan” (trademark). Pembedaan dari dua macam merek ini sesungguhnya menunjuk pada perusahaan manakah yang menggunakan merek yang bersangkutan: Pabrik atau Factory, disatu pihak atau Perusahaan Dagang (Trade Enterprise) yang memperdagangkan barang-barang dengan merek yang bersangkutan di lain pihak. Merek perusahaan digunakan untuk membedakan barang-barang hasil dari suatu pabrik (perusahaan). Merek perniagaan adalah merek untuk membedakan barang-barang dagang seseorang, barang-barang perniagaan (trade). Dengan lain perkataan merek perniagaan ini digunakan oleh suatu perusahaan dagang (handels

inrichting, trade enterprise).44

Yang berhak atas sesuatu merek dengan demikian adalah:

1. Orang yang mempunyai barang-barang tersebut, karena ia memiliki suatu perusahaan yang menghasilkan barang-barang itu (pabrik).

2. Suatu perusahaan dagang, suatu badan usaha, yang memperdagangkan barang-barang dengan merek bersangkutan.45

Dari penjelasan diatas maka dapat diketahui bahwa subyek hak atas merek merupakan pemilik atau pemegang hak atas merek terhadap barang-barang yang diproduksinya, sehingga dalam hal ini pemilik atau pemegang hak atas merek mempunyai hak khusus atau hak eksklusif untuk mendaftarkan mereknya ke Direktorat Jenderal HAKI dan menggunakan mereknya dan mendapatkan pengakuan atas mereknya. Pemilik atau pemegang hak atas

44

http://amadeaeninette.tumblr.com/post/502739093/legal-system diakseskan tanggal 4 November 2010

45 Imam Syahputra, et.al.. 1997. Hukum Merek Baru Indonesia : Seluk Beluk Tanya Jawab. Jakarta:

(12)

merek juga mendapat perlindungan atau kepastian hukum atas merek-mereknya. Apabila terjadi pelanggaran merek, pemilik atau pemegang hak atas merek dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga serta menuntut ganti rugi terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Mereknya. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, Pemilik Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai kesamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis.

Menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, Hak Atas Merek adalah hak eksklusif yang di berikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Kecuali secara tegas dinyatakan lain, yang dimaksud dengan pihak dalam pasal ini dan pasal-pasal selanjutnya dalam Undang-undang ini adalah seseorang, beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum.

Hak khusus memakai merek ini yang berfungsi seperti suatu monopoli, hanya berlaku untuk barang atau jasa tertentu. Oleh karena suatu merek memberi hak khusus atau hak mutlak pada yang bersangkutan, maka hak itu dapat dipertahankan terhadap siapapun. Hak atas merek diberikan kepada pemilik merek yang beritikad baik. Pemakaiannya meliputi pula barang atau jasa.

Sesuai dengan ketentuan bahwa hak merek itu diberikan pengakuannya oleh Negara, maka pendaftaran atas mereknya merupakan suatu keharusan apabila ia menghendaki agar menurut hukum dipandang sah sebagai orang yang berhak atas merek. Bagi orang yang mendaftarkan mereknya terdapat suatu kepastian hukum bahwa dialah yang berhak atas

(13)

merek itu. Sebaliknya bagi pihak lain yang mencoba akan mempergunakan merek yang sama atas barang atau jasa lainnya yang sejenis oleh Kantor Merek akan ditolak pendaftarannya.

Pengertian mengenai hak atas merek diberikan menurut pasal 3 Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 yang menyatakan bahwa hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

Hak khusus memakai merek ini yang berfungsi seperti suatu monopoli, hanya berlaku untuk barang atau jasa tertentu. Oleh karena itu suatu merek memberi hak khusus atau hak mutlak kepada pemilik merek, maka hak atas merek itu dapat dipertahankan kepada siapapun. Hak atas merek diberikan kepada pemilik merek dagang atau jasa yang beritikad baik.

Sesuai dengan ketentuan bahwa hak merek itu diberikan pengakuannya oleh negara, maka pendaftaran atas merek miliknya, merupakan suatu keharusan apabila pemilik merek menghendaki agar menurut hukum dipandang sebagai orang yang berhak atas suatu merek. Bagi orang yang mendaftarkan mereknya terdapat suatu kepastian hukum bahwa dialah yang berhak atas merek tersebut. Dan bagi pihak lain harus menghormati hak tersebut, apabila mencoba akan mempergunakan merek yang sama atas barang atau jasa lain yang sejenis oleh Direktorat Jenderal akan ditolak pendaftarannya.46

Memperhatikan ketentuan pasal 3 Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001, pengertian hak khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek meliputi jangkauan : 1) Menciptakan hak tunggal (sole or single right)

46

Ridwan Khairandi. 1999. “Perlindungan Hukum Merek Terkenal di Indonesia”. Makalah. Disampaikan dalam Seminar Nasional Perlindungan Hukum Merek dalam Era Persaingan Global, kerjasama Fakultas Hukum UII, Yayasan Klinik HaKI Jakarta, dan JETRO, 3 Maret 1999. Yogyakarta: Faklutas Hukum UII.

(14)

Hukum atau Undang-Undang memberi hak tersendiri kepada pemilik merek. Hak itu terpisah dan berdiri sendiri secara utuh tanpa campur tangan pihak lain.

2) Mewujudkan hak monopoli (monopoly right)

Siapapun dilarang meniru, memakai, dan mempergunakan dalam perdagangan barang dan jasa tanpa izin pemilik merek.

3) Memberi hak paling unggul kepada pemilik merek (superior right)

Hak superior merupakan hak yang diberikan doktrin hak paling unggul bagi pendaftar pertama. Oleh karena itu, pemegang hak khusus atas suatu merek mengungguli merek orang lain untuk dilindungi.

D. Merek Yang Dapat Dan Tidak Dapat Didaftar

Dalam pasal 4 Undang-Undang Merek menyatakan bahwa: “Merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik”. Pemohon yang beriktikad baik adalah Pemohon yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apa pun untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran Merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen.

Selanjutnya Pasal 5 Undang-Undang Merek menyatakan bahwa: “Merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini:

2) bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;

3) tidak memiliki daya pembeda; 4) telah menjadi milik umum; atau

5) merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya”.

(15)

Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 mengatur secara tegas mengenai merek-merek yang tidak dapat didaftarkan. Ada dua dasar alasan bagi Direkorat Jenderal menolak setiap permohonan pendaftaran merek yaitu penolakan secara absolut dan penolakan secara relatif. Penolakan permohonan pendaftaran secara absolut apabila ada unsur-unsur yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek. Unsur-unsur yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek menurut pasal 5 UUM No. 15 Tahun 2001 adalah sebagai berikut :

a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum.

Jika tanda-tanda atau kata-kata yang terdapat dalam sesuatu yang diperkenankan sebagai merek dapat menyinggung atau melanggar perasaan, kesopanan, ketentraman atau keagamaan, baik dari khalayak umumnya maupun suatu golongan masyarakat tertentu, maka dapat dilarang tanda-tanda tersebut sebagai merek. Misalnya tulisan “ALLAH” atau “Muhammmad” dalam huruf arab dilarang didaftarkan sebagai merek.

b. Tidak memiliki daya pembeda

Pencapaian tujuan penggunaan merek sebagai tanda tidak akan tercapai apabila pihak lain atau konsumen tidak dapat membedakan merek yang satu dengan merek yang lain. Misalnya dalam perkara “KAMPAK” vs “RAJA KAMPAK” (putusan Mahkamah Agung RI No. 178/K/SIP/1973 tanggal 9 April 1973) dimana merek KAMPAK dan lukisan kampak mempunyai persamaan pada pokoknya dengn RAJA KAMPAK dan lukisan mahkota diatas gambar dua kampak yang bersilang.

c. Telah menjadi milik umum

Tanda-tanda tertentu yang sudah terkenal dan dimiliki oleh masyarakat luas juga tidak dapat didaftarkan sebagai merek.

d. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran

(16)

Tanda-tanda tertentu yang hanya menunjukkan keterangan atau berkaitan dengan produk tentunya tidak dapat berfungsi efektif sebagai merek. Tanda-tanda ini dapat mengacaukan pikiran masyarakat kalau digunakan sebagai merek karena juga digunakan umum untuk menunjukkan keterangan atau berkaitan dengan produk lain.

Sedangkan penolakan pendaftaran merek secara relatif sangat tergantung pada kemampuan dan pengetahuan pemeriksa merek. Pasal 6 Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 mengatur ketentuan tersebut yang menyatakan sebagai berikut:

1. Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut :

a. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis. b. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang

sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis.

c. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal.

2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat pula diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut : a. Merupakan atau menyamai nama orang terkenal, foto atau nama badan hukum yang

dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak.

b. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem Negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

(17)

c. Merupakan tiruan atau mempunyai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh Negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

Jika suatu pendaftaran merek ditolak berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dan pasal 6 Undang-Undang Merek, maka pendaftar masih bisa minta banding kepada komisi banding. Komisi banding adalah badan khusus yang independen dan berada di lingkungan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Peraturan perundang-undangan yang mengatur Komisi Banding Merek secara khusus yaitu Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1995 tentang Komisi Banding Merek. Tugas dan wewenang komisi banding merek adalah memeriksa dan memutus permohonan banding atas keputusan penolakan permohonan pendaftaran.47

Pengajuan banding harus beralasan dengan menguraikan hal-hal yag menjadi keberatan terhadap dasar dan pertimbangan Direktorat Jenderal. Adapun tata cara pengajuan permohonan banding tersebut yaitu :

a. Diajukan oleh pihak yang permohonan pendaftaran mereknya ditolak berdasarkan pertimbangan mengenai hal-hal yang bersifat substantif.

b. Bila dilakukan melalui kuasa maka permintaan banding tersebut wajib dilengkapi dengan surat kuasa khusus.

c. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohon atau kuasanya kepada komisi banding merek, dengan tembusan yang disampaikan kepada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya.

d. Diajukan dalam jangka waktu tidak boleh lebih dari 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Penolakan Permohonan.48

47

Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata. 1998. Himpunan Keputusan Merek Dagang. Bandung: Alumni

48 Murawi Effendi. 1999. “Pengalaman Kepolisian dalam Penyidikan Pelanggaran Hak Merek”.

(18)

Pemeriksaan banding dilakukan terhadap berkas permohonan banding yang telah diajukan kepada Sekretariat Komisi Banding dan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal penerimaan permohonan banding, komisi banding akan memberikan keputusannya. Keputusan komisi banding merek yang mengabulkan permohonan banding, Direktorat Jenderal akan melaksanakan pengumuman kecuali terhadap permohonan yang telah diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Apabila permohonan banding ditolak, pemohon atau kuasanya dapat mengajukan gugatan atas putusan penolakan permohonan banding kepada Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya keputusan penolakan tersebut, dimana terhadap putusan Pengadilan Niaga hanya dapat diajukan kasasi.49

E. Jangka Waktu Perlindungan Merek

Menurut pasal 8 UUM No. 15 Tahun 2001, merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran merek yang bersangkutan.

Pemilik merek dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu perlindungan untuk jangka waktu yang sama, biasanya Direktorat Jenderal tidak lagi melakukan penelitian (examination) atas merek tersebut pada saat pemilik merek mengajukan perpanjangan untuk perlindungan. Prosedur permohonan perpanjangan waktu dilakukan secara tertulis oleh pemilik merek, atau kuasanya dalam jangka waktu tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi merek terdaftar tersebut.

Permohonan perpanjangan jangka waktu perlindungan ini dapat disetujui jika merek yang bersangkutan masih dipakai pada barang atau jasa sebagaimana diproduksi dan diperdagangkan oleh pemilik merek atau kuasanya.

kerjasama Fakultas Hukum UII, Yayasan Klinik HaKI Jakarta, dan JETRO, 3 Maret 1999. Yogyakarta: Faklutas Hukum UII

49 Saidin, 1997, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), PT. Raja

(19)

Permohonan perpanjangan waktu perlindungan merek terdaftar juga dapat ditolak, yaitu dengan pemberitahuan secara tertulis kepada pemilik atau kuasanya dengan menyebutkan alasannya. Alasan penolakan itu antara lain karena telah melewati atau kurang dari jangka waktu yang ditetapkan untuk pengajuan kembali, tidak membayar biaya pengajuan, merek tersebut sudah tidak dipakai pada barang atau jasa sebagaimana disebut dalam sertifikat merek atau karena barang atau jasa tersebut sudah tidak diproduksi dan diperdagangkan lagi.50

Merek yang telah terdaftar memiliki perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuuh) tahun dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan permohonan merek bersangkutan. Atas permohan pemilik merek, jangka waktu perlindungan merek terdaftar dapat diperpanjang setiap kali untuk jangka waktu yang sama.

Permohonan perpanjangan pendaftaran merek dapat diajukan secara tertulis oleh pemilik merek atau kuasanya secepat-cepatnya 12 (dua belas) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi merek terdaftar tersebut sampai dengan hari terakhir masa berlakunya perlindungan hukum terhadap pendaftaran tersebut.

Pasal 28 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek mengatur mengenai jangka waktu perlindungan merek terdaftar, yang menyatakan bahwa merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu dapat diperpanjang, sedangkan pada Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, pemilik merek terdaftar setiap kali dapat mengajukan permohonan perpanjangan untuk jangka waktu yang sama dengan ketentuan merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa sebagaimana disebut dalam Sertifikat Merek tersebut dan barang atau jasa dimaksud masih diproduksi dan diperdagangkan, sebagaimana yang termuat dalam Pasal 35 ayat (2) dan (3) Undang-Undang

50 Muhammad, Abdulkadir, 2001, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, PT. Citra Aditya

(20)

Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, bahwa permohonan perpanjangan diajukan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual secara tertulis oleh pemilik merek atau kuasanya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi merek terdaftar yang bersangkutan. Permohonan perpanjangan jangka waktu perlindungan merek terdaftar dapat pula ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila permohonannya tidak memenuhi ketentuan di atas. Perpanjangan jangka waktu perlindungan merek terdaftar dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek dan juga diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya.

Sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek, Pemilik merek sebagai pemegang hak atas merek akan mendapatkan keuntungan yaitu berupa perlindungan hukum, sebagaimana tertuang dalam: 1) Pasal 28 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek mengatur mengenai

jangka waktu perlindungan merek terdaftar, yang menyatakan bahwa merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang. Merek dapat terus diperpanjang untuk periode 10 (sepuluh) tahun berikutnya, sepanjang jangka waktu tersebut terus diperpanjang sebelum periode perlindungan berakhir dan sepanjang merek tersebut terus dipergunakan dalam perdagangan barang dan jasa, perpanjangan merek terus dapat dilakukan tanpa ada batasan waktu.

2) Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, pemilik merek terdaftar setiap kali dapat mengajukan permohonan perpanjangan untuk jangka waktu yang sama dengan ketentuan merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa sebagaimana disebut dalam Sertifikat Merek tersebut dan barang atau jasa dimaksud masih diproduksi dan diperdagangkan. Permohonan perpanjangan diajukan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual secara tertulis oleh pemilik merek atau

(21)

kuasanya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi merek terdaftar yang bersangkutan (Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek).

3) Dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga, yaitu gugatan secara perdata maupun pidana. Hal ini merupakan konsekuensi adanya perlindungan hukum hak atas merek, yaitu sebagaimana yang termuat dalam Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

F. Pengalihan Hak Atas Merek

Dalam Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001, masalah pengalihan hak atas merek yang ini diatur dalam BAB V Bagian Pertama yang mengatur pengalihan hak atas merek terdaftar. Pasal 40 menjelaskan cara-cara untuk mengalihkan hak atas suatu merek terdaftar, yaitu melalui :

a. Pewarisan b. Wasiat c. Hibah

d. Perjanjian atau

e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Pengalihan hak atas merek wajib dimintakan pencatatan kepada Direktorat Jenderal untuk dicatat dalam Daftar Umum Merek dengan disertai dokumen-dokumen yang membuktikannya. Pengalihan hak mempunyai kekuatan hukum terhadap pihak ketiga hanya bila telah tercatat dalam Daftar Umum Merek. Pengalihan atas merek dapat disertai dengan pengalihan nama baik atau reputasi atau lain-lainnya yang terkait dengan merek tersebut.

Pengalihan hak atas merek salah satunya dapat dilakukan berdasarkan lisensi merek. Pemilik merek terdaftar berhak memberikan lisensi kepada orang lain dengan perjanjian

(22)

menggunakan mereknya baik untuk sebagian ataupun seluruh jenis barang atau jasa termasuk dalam satu kelas untuk memperoleh manfaat ekonomi.

Perjanjian lisensi wajib didaftarkan pada Direktorat Jenderal atau dicatat dalam Daftar Umum Merek serta diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Perlisensian merek melalui suatu perjanjian pada dasarnya hanya bersifat pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi suatu merek dalam jangka waktu dan dengan syarat tertentu pula.51

Merek terdaftar tidak digunakan selama 3 tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Ditjen HaKI, seperti: larangan impor, larangan yang berkaitan izin bagi peredaran yang menggunakan merek yang bersangkutan atau keputusan dari pihak yang berwenang yang bersifat sementara, atau larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Merek digunakan untuk jenis barang atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya, termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan pendaftarannya. Selain merek dapat dihapuskan, merek juga dapat dibatalkan berdasarkan putusan Pengadilan Niaga yang berkekuatan hukum tetap atas gugatan pihak yang berkepentingan dengan alasan berdasarkan pasal 4, pasal 5 dan pasal 6 Undang-Undang Merek.

Pengalihan hak atas Merek terdaftar dapat disertai dengan pengalihan nama baik, reputasi, atau lain-lainnya yang terkait dengan Merek tersebut. Hak atas Merek Jasa terdaftar yang tidak dapat dipisahkan dari kemampuan, kualitas, atau keterampilan pribadi pemberi jasa yang bersangkutan dapat dialihkan dengan ketentuan harus ada jaminan terhadap kualitas pemberian jasa. Pengalihan hak atas Merek terdaftar hanya dicatat oleh Direktorat Jenderal

51 Mulyadi, Kartini dan Gunawan Widjaya, 2003, Kebendaan Pada Umumnya, Persada Media, Bogor,

(23)

apabila disertai pernyataan tertulis dari penerima pengalihan bahwa Merek tersebut akan digunakan bagi perdagangan barang dan/atau jasa.

Adapun, persyaratan Pencatatan Pengalihan Hak atas Merek Terdaftar adalah sebagai berikut:

1. Surat Kuasa dan Surat Pernyataan Pemohon Pencatatan Hak; 2. Fotokopi KTP para pihak;

3. Fotokopi Akte Perjanjian Pemindahan Hak, dengan legalisir notaris; 4. Fotokopi Sertifikat merek-merek yang dialihkan kepemilikannya;

5. Fotokopi Akte Pendirian para pihak (khusus perusahaan), dengan legalisir notaris; 6. Fotokopi NPWP para pihak (khusus perusahaan), dengan legalisir notaris.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui pengaruh rasio profitabilitas yang terdiri atas Return on Assets (ROA), Return On Equity (ROE) dan Earnings Per Share (EPS) secara simultan

Mulai dari kurikulum sampai pada sistem penyelenggaraannya mengalami perubahan, misalnya dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) kemudian menjadi Kurikulum

Perbedaan hasil belajar ini, terlihat dari nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa dengan model pembelajaran TGT lebih tinggi dibandingkan dengan nilai

Penelitian rating kriteria Green building pada Gedung Dekanat Fakultas Peternakan pada Gedung Dekanat Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya sebagai objek studi

Penelitian ini bertujuan menganalisis penerapan PSAK 109 (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) tantang Akuntansi Zakat, Infak dan Sedekah yang di terapkan pada

Dalam penelitian pengembangan buku ajar matematika diskrit interaktif ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengelompokkan ke tiga tahapan dalam

Lokasi observasi untuk pelaksanaan implementasi pendidikan siaga bencana adalah di wilayah Kabupaten Malang Selatan tepatnya di desa Sitiarjo karena terletak di pesisir

Pada pengecoran pelat beton yang tipis, vibrator boleh dimasukan ke dalam beton secara miring dalam hal ini vibrator akan menyentuh besi tulangan, tetapi harus