• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II MEREK DAN KEGIATAN PERDAGANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II MEREK DAN KEGIATAN PERDAGANGAN"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

MEREK DAN KEGIATAN PERDAGANGAN

A. Pengertian Merek

Pada umumnya, suatu produk barang dan jasa yang dibuat oleh seseorang atau badan hukum diberi suatu tanda tertentu yang berfungsi sebagai pembeda dengan produk barang maupun jasa lainnya yang sejenis. Tanda tertentu di sini merupakan tanda pengenal bagi produk barang dan jasa yang bersangkutan dan lazimnya disebut dengan merek. Wujudnya dapat berupa suatu gambar, nama, kata, huruf – huruf, angka – angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur – unsur tersebut.

Pada jaman sekarang ini, dengan semakin berkembangnya bidang industri dan perdagangan, peranan tanda pengenal berkaitan dengan hasil industri dan barang dagangan makin menjadi penting. Dengan adanya tanda pengenal atas barang – barang suatu hasil industri, maka tanda pengenal tersebut dapat berfungsi sebagai sebuah cara untuk mempermudah pemasaran atas barang – barang dagangan tersebut.13

13

Harsono Adisumarto, Hak Milik Intelektual; Khususnya Hak Cipta, CV. Akademika Pressindo, Jakarta, 1990. hal. 44 – 45.

Pengertian merek yang dipakai pada masa sekarang ini sedikit banyaknya diadopsi dari pengertian tentang merek menurut negara peserta Paris Convention, Terutama negara yang sedang berkembang, mereka lebih banyak mengadopsi pengertian merek dari model hukum untuk negara – negara berkembang.

(2)

Sedangkan menurut ketentuan yang berlaku dalam Pasal 1 angka 1 Undang – undang Merek Tahun 2001, menyebutkan bahwa merek merupakan tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf – huruf, angka – angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur – unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Dari rumusan tersebut, dapat kita ketahui bahwa adapun unsur – unsur dari sebuah merek adalah :

1. Tanda berupa gambar, nama, kata, huruf – huruf, angka – angka, susunan warna, atau kombinasi dari gambar, nama, kata, huruf – huruf, angka – angka, susunan warna tersebut.

2. Memiliki daya pembeda ( distinctive ) dengan merek lain sejenis. 3. Digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa yang sejenis.

Dengan demikian, merek merupakan suatu tanda pengenal dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa yang sejenis dan sekaligus merupakan jaminan mutunya bila dibandingkan dengan produk barang atau jasa sejenis yang dibuat oleh pihak lainnya. Merek tersebut bisa saja merupakan merek dagang maupun merek jasa. Merek dagang digunakan sebagai pembeda bagi barang – barang yang sejenis yang dibuat oleh perusahaan lain, sedangkan merek jasa diperuntukkan sebagai pembeda perdagangan jasa yang sejenis. Dengan melihat, membaca atau mendengar suatu merek, seseorang sudah dapat mengetahui secara persisisuatu barang atau jasa yang akan diperdagangkan oleh pembuatnya.

Masyarakat dapat memilih merek mana yang disukai dan jika mereka puas dengan suatu merek, mereka selanjutnya akan membeli atau memesan barang tersebut dengan menyebut mereknya saja. Dengan ungkapan lain, merek

(3)

membedakan barang – barang atau jasa yang sejenis itu dari macam mereknya. Merek tersebut tidak hanya berbeda dari merek yang lainnya bagi barang – barang atau jasa sejenis, tetapi harus ada daya pembeda antara kedua merek tersebut. Dalam hal ini merek barang atau jasa yang baik dengan merek tertentu dapat bersaing dengan barang atau jasa yang memakai merek lain.

Dengan menyimak rumusan pengertian merek yang disebutkan di atas, merek berfungsi sebagai pembeda dari produk barang atau jasa yang dibuat oleh seseorang atau badan hukum dengan produk barang atau jasa yang dibuat oleh seseorang atau badan hukum lain. Barang atau jasa yang dibuat seseorang atau badan hukum tersebut merupakan barang atau jasa yang sejenis, sehingga perlu diberi tanda pengenal untuk membedakannya. Sejenis di sini, bahwa barang atau jasa yang diperdagangkan itu harus termasuk dalam kelas barang atau jasa yang diperlukan pula, seperti : tembakau, barang – barang keperluan perokok, korek api yang termasuk dalam kelas barang yang sejenis, atau angkutan, pengemasan dan penyimpanan barang – barang, pengaturan perjalanan yang termasuk dalam kelas jasa yang sejenis.

Dari pihak produsen, merek yang digunakan untuk jaminan nilai hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas, kemudahan pemakaiannya atau hal – hal lain yang pada umumnya berkenaan dengan teknologinya. Sedangkan bagi para pedagang, merek digunakan untuk promosi barang – barang dagangannya guna mencari dan meluaskan pasaran. Dari pihak konsumen, merek diperlukan untuk mengadakan pilihan barang yang akan dibeli.14

(4)

Merek juga dapat berfungsi merangsang pertumbuhan industri dan perdagangan yang sehat dan menguntungkan semua pihak. Diakui oleh

Commercial Advisory Foundation in Indonesia ( CAFI ) bahwa masalah paten

dan trademark di Indonesia memegang peranan yang penting di dalam ekonomi Indonesia, terutama berkenaan dengan berkembangnya usaha – usaha industri dalam rangka penanaman modal. Realisasi dari pengaturan merek tersebut juga akan sangat penting bagi kemantapan perkembangan ekonomi jangka panjang. Juga merupakan sarana yang sangat diperlukan dalam menghadapi mekanisme pasar bebas yang akan dihadapi dalam globalisasi pasar internasional. Pamor Indonesia pun akan bertambah serta dianggap sebagai negara yang sudah cukup dewasa untuk turut serta dalam pergaulan antar bangsa – bangsa.15

B. Sejarah Hukum Merek

Sejarah merek di dunia dapat ditinjau dari beberapa zaman sebagai berikut:

1. Zaman purba

Pada masa Neolithikum (batu muda), manusia sudah mengenal tnda dalam kehidupan sehari-hari. Gambar bison dan makhluk lainnya yang terukir dalam dinding gua dapat dikatakan sebagai awal penggunaan tanda-tanda sebagai dasar pengertian dan pengidentifikasian suatu obyek materi budaya.

Pemakaian tanda sebagai identitas diperkirakan berlangsung sejak 400 tahun Sebelum Masehi dan berkembang luas pada masa imperium romawi

(5)

sebagai pengenal identitas. Ada tanda yang ditorehkan pada tubuh seseorang, misalnya : tanda nama dan nomor pada tubuh budak sebagai identitas kepemilikan budak. Tanda tersebut juga dikenal dengan tanda perorangan (personal mark).16

2. Zaman abad pertengahan

Pada abad pertengahan, negara di dunia yang pertama sekali menggunakan merek adalah Mesir, hal ini terlihat dari hewan ternak pada masa itu telah diberi tanda oleh pemiliknya (identity mark). Perkembangan lebih lanjut pada masa itu adalah merek akhirnya lebih banyak digunakan untuk tujuan keagamaan. Selain itu, merek “potter” ditemukan untuk membedakan pembuatnya (potter) dengan kapal tertentu. Zaman sekarang mungkin sulit kita golongkan potter ini sebagai merek tapi sudah banyak orang spesialis meneliti merek potter.

Metode-metode untuk membedakan atau identifikasi selanjutnya berkembang. “Proprietary mark” berbentuk simbol atau nama dipakai untuk barang untuk memampukan seseorang membedakan penguasaan bendanya dengan orang lain. Para tukang ukir kayu di Romawi Kuno membuat namanya, gambar unik atau inskripsi sederhana guna membedakan karyanya dari orang lain. Biarpun merek-merek ini membantu orang membedakan suatu barang tetapi sulit mengatakan itu adalah merek dengan daya beda dalam arti moderen. Simbol-simbol yang dipakai pada barang-barang pada zaman Romawi kuno dan negeri sekitar Laut Tengah punya ciri yang sama dengan merek sekarang ini. Karena di

(6)

wilayah ini dipandang kawasan paling aktif sirkulasi barangnya maka merek pun berkembang disini. Tetapi belum dikenal sistem kepemilikan atas merek.

Sedangkan di China, merek lebih dikenal berupa cap stempel atau tulisan dengan aksara mandarin pada alas atau bagian bawah porselin dan barang-barang antik lainnya. Tujuan penggunaan stempel atau aksara mandarin adalah untuk memperkenalkan pembuat dari suatu produk. Hal ini juga berlaku di negara Yunani pada masa yang hampir sama.

Di Kerajaan Babylonia dikenal tanda perorangan berupa “seal”. Kata seal dapat diartikan dengan materai atau segel yang berfungsi sebagai tanda tangan. Tanda perorangan juga pernah dipakai oleh para saudagar di lembah India untuk menunjukkan identitas barang dan petunjuk daerah asal barang di produksi.17

3. Zaman modern

Pada abad 10 lahir mereknya para pedagang (merchant mark), suatu tampilan simbol-simbol diantara para pedagang yang bentuknya sangat sederhana. Bisa cuma garis linear saja. Zaman pertengahan, para pengrajin dan pedagang gilda-gilda menempelkan suatu tanda pada barang untuk membedakan mutu barang gildanya dengan yang lain. Menumbuhkan kepercayaan pada gilda tertentu. Merek ini disebut “merek produksi” (production marks) yang digunakan untuk menghukum manufaktur yang mutu barangnya jelek di bawah standar yang ditentukan. Ini juga dimaksudkan mempertahankan monopoli oleh anggota gilda. Konsumen

(7)

juga tertolong karena bisa mengenali barang yang tidak bermutu, misalnya beratnya kurang, bahannya tidak bagus, barang kerajinannya jelek. Karena merek ini seperti memenuhi kewajiban tertentu ketimbang kepentingan diri sendiri, maka dikenal juga di Jerman dengan nama “merek polisi” (polizeizeichen) atau “merek tanggung jawab” (pflichtzeichen). Bukan saja dimaksudkan untuk membedakan asal usul barang tapi juga sebagai indikator mutu. Kalau merek moderen dimaksudkan memastikan mutu dan keunggulan barang tertentu maka merek tanggung jawab tersebut bertanggung jawab untuk membuka barang yang jelek dan rusak. Begitu suatu merek tanggung jwab sudah diakui maka dia tidak mudah digantikan. Perlu diketahui simbol-simbol ini tidak untuk kepentingan produksi pemilik merek tapi untuk gilda.

Pada abad 12, di perkotaan urban telah banyak tumbuh organisasi pengrajin atau syarikat perdagangan dan pengrajin yang dikenal dengan

compulsory mark atau police mark. Hal ini dikarenakan adanya pemaksaan

kepada para anggota untuk memakai merek pada barang yang diproduksi. Merek pada masa ini difokuskan terhadap pengawasan atau pemaksaan terhadap para anggota pengrajin untuk mematuhi standarisasi yang telah ditetapkan. Hal ini bertujuan untuk menjamin kecacatan yang terjadi pada barang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Penggunaan merek pada masa ini dapat diasosiasikan sebagai “Merek Kolektif”. Fungsi merek pada masa itu lebih dititikberatkan untuk mengidentifikasikan produsen atau asal geografi barang yang diproduksi. Merek lebih ditujukan untuk menghilangkan kegandaan orang atau wilayah yang memproduksi.

(8)

Pada awal abad 19, terdapat beberapa peristiwa penting dalam perkembangan merek di dunia, yakni :

a. Lahirnya Multiple Mark di Inggris

Perkembangan Hukum Merek di dunia dimulai dari belahan benua Eropa pada abad 20, tepatnya di Inggris. Revolusi Industri yang terjadi di negeri ini membuat perlu adanya perlindungan terhadap merek. Perlindungan merek pada awalnya merupakan langkah utama dari masyarakat Inggris untuk melawan peniruan. Kasus mengenai merek yang pertama sekali diselesaikan di Pengadilan Inggris adalah kasus Lord Hardwicke L.C. in Blanchard versus Hill pada tahun 1742, sedangkan peraturan mereka yang pertama dibuat ialah Merchandise

Marks Act pada tahun 1862. Sebelumnya Inggris, pada tahun 1857

telah mengadopsi sistem pendaftaran merek dari hukum Perancis.

Mechandise Marks Act ini kemudian dilengkapi dan diperbaharui pada

tahun 1887 dan terus berlaku sampai dibuatnya the Trade Description

Act tahun 1968. Selain itu, Inggris juga mempunyai undang – undang

merek lainnya yakni Trade Marks Registration Act tahun 1875, yang kemudian diperbaharui pada tahun 1876 dan tepatnya pada tahun 1877 digabungkan dalam Patents Design and Trade Marks pada tahun 1883. b. Uji sertifikasi di Jerman

Hukum pidana mulai dikembangkan untuk menghindarkan pemalsuan dan penipuan. Perlindungan hukum perdata pun mulai bekerja untuk perlindungan atas pemakaian merek tanpa izin yang disebut “infringer”. Pada masa ini, negara Jerman bahkan telah melakukan uji

(9)

sertifikasi kualitas atas barang-barang produksi mereka. Hal ini terus berkembang sampai pada awal abad ke-19, di mana pihak produsen menggunakan merek untuk kepentingan identifikasi merek spesifik.18 c. Perkembangan hukum merek di Amerika Serikat

Di Amerika Serikat, perkembangan Hukum Merek mulai berkembang sejak tahun 1915 dan lebih dikenal dengan Golden Age Merk. Pada masa itu pemasaran merek di Amerika Serikat ditangani oleh manajer spesialis fungsional dan eksekutif biro iklan. Manajemen merek dikembangkan dengan sistematis yang berbasis pengetahuan (institutif). Merek-merek terkenal dari Amerika Serikat pada masa itu mulai ditiru oleh produsen lain, sehingga hal ini menyebabkan pemerintahnya melakukan perubahan terhadap undang-undang merek dagang yang baru.

Selain itu pada tahun 1938 dikeluarkan Trade Marks Act, yang pada tahun 1984 atas rekomendasi dari the Mathys Departemental

Committee, Undang – undang ini diperbaharui dan memasukkan

sistem pendaftaran merek jasa.19

d. Lahirnya perlindungan merek secara internasional

Hal ini dirasakan penting karena selain barang, telah muncul produsen jasa yang menggunakan merek dagang. Selain itu, di masyarakat telah berkembang pola piker yang sensitif pada harga, di mana masyarakat sudah dapat membandingkan antara harga benda yang satu dengan benda yang lain.

18 Ibid, hal. 27. 19

(10)

Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan perdagangan barang dan jasa antar negara, maka diperlukan adanya pengaturan yang bersifat internasional yang mampu memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hukum di bidang merek. Pada tahun 1883 telah berhasil disepakati Paris Convention for the Protection of Industrial Property (dikenal dengan Paris Convention ), yang di dalamnya mengatur tentang perlindungan terhadap merek pula. Dalam Paris Convention ini, antara lain diatur mengenai syarat – syarat pendaftaran merek, termasuk merek – merek yang terkenal, kemandirian perlindungan merek yang sama di negara yang berbeda, perlindungan merek yang didaftarkan dalam salah satu negara peserta dalam negara lain selain negara peserta, merek – merek jasa (service mark), merek – merek gabungan ( Collective mark ) dan nama – nama dagang ( trade name ). Sebagai tindak lanjutnya lahirlah Trademark Registration Trety pada tahun 1973.

Konvensi ini pada awalnya hanya diratifikasi oleh 11 negara peserta, yakni : Belgia, Belanda, Guatemala, Italia, Belanda, Portugal, Salvador, Serbia, Spanyol dan Swiss. Pada tanggal 1 Januari 1979, konvensi ini telah diratifikasi oleh hampir 82 negara, termasuk Indonesia. Indonesia mulai meratifikasi hasil konvensi ini sesuai dengan Keputusan Presiden RI No. 24 Tahun 1979 yang kemudian diubah dengan Keputusan Presiden RI No. 15 Tahun 1997.

(11)

C. Pendaftaran Merek

Pendaftaran merek dapat diartikan dengan melisensikan merek suatu perusahaan pada Direktorat Jendral HaKI agar perusahaan tersebut mendapatkan hak eksklusif untuk menggunakan merek tersebut. Adapun pihak yang dapat mendaftarkan suatu merek, yaitu :

1. Orang (Persoon)

2. Badan Hukum (Recht Persoon)

3. Beberapa orang atau beberapa badan hukum yang mempunyai kepemilikan bersama.

Pendaftaran merek sangat berfungsi bagi pemilik merek tersebut, adapun manfaat dari pendaftaran merek, yaitu :

1. Sebagai alat bukti bagi pemilik yang berhak atas merek yang didaftarkan. 2. Sebagai dasar penolakan terhadap merek yang sama keseluruhan atau

sama pada pokoknya yang dimohonkan pendaftaran oleh orang lain untuk barang/jasa sejenis.

3. Sebagai dasar untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk barang/jasa sejenis.

Selain itu, adapun beberapa merek yang tidak dapat didaftarkan antara lain sebagai berikut :

1. Didaftarkan oleh pemohon yang tidak beritikad baik.

Adanya keinginan dari pihak pemohon untuk melakukan penipuan maupun plagiat terhadap hasil karya orang lain. Jika pendaftaran terhadap karya orang lain tentu hal ini akan merugikan pihak pencipta.

(12)

2. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas keagamaan, kesusilaan, atau ketertiban umum.

Tanda – tanda yang bertentangan dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku tidak dapat diterima sebagai merek karenanya tidak dapat didaftar. Hanya tanda – tanda yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku yang dapat diterima sebagai merek dan selanjutnya dapat didaftarkan. Demikian pula mengenai pemakaian tanda – tanda yang menurut pandangan umum maupun golongan masyarakat tertentu bertentangan dengan moralitas keagamaan, kesusilaan atau ketertiban umum, terutama tanda – tanda yang dapat menimbulkan kesalahpahaman di kalangan pembeli. Dalam pengertian bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum adalah apabila penggunaan tanda tersebut dapat menyinggung perasaan, kesopanan, ketentraman dan keagamaan dari khalayak umum atau dari golongan masyarakat tertentu, misalnya : penggunaan tanda yang merupakan atau menyerupai nama Allah dan Rasul-Nya.

3. Tidak memiliki daya pembeda.

Sesuai dengan sifat merek sebagai suatu tanda untuk membedakan produk barang atau jasa seseorang atau badan hukum dengan barang atau jasa sejenis orang lain atau badan hukum, maka tanda yang tidak memiliki daya pembeda tidak dapat diterima sebagai merek. Suatu tanda dianggap tidak memiliki daya pembeda apabila tanda tersebut terlalu sederhana, seperti : satu tanda garis atau satu tanda titik, ataupun terlalu rumit sehingga tidak jelas kemudian angka – angka dan huruf – huruf juga tidak

(13)

mempunyai daya pembedaan sebagai merek oleh karena lazim dipergunakan sebagai keterangan – keterangan mengenai barang yang bersangkutan.

4. Telah menjadi milik umum.

Tanda – tanda yang bersifat umum dan menjadi milik umum juga tidak dapat disebut sebagai merek, misalnya : tanda tengkorak di atas dua tulang yang bersilang, yang secara umum telah diketahui sebagai tanda bahaya. Tanda seperti itu adalah tanda yang bersifat umum dan telah menjadi milik umum sehingga selayaknya tidak dapat dijadikan sebagai suatu tanda tertentu untuk kepentingan pribadi seseorang. Demi kepentingan umum, tanda – tanda seperti itu harus dapat dipergunakan secara bebas di dalam masyarakat. Oleh karena itu, tanda – tanda yang demikian tidak dapat digunakan sebagai merek.

5. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. (Pasal 4 dan Pasal 5 UU Merek)20

Sebuah merek yang berisikan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang akan dimohonkan pendaftarannya juga tidak dapat diterima untuk didaftar sebagai merek, karena keterangan tersebut tidak mempunyai daya pembeda, misalnya : merek kopi atau gambar kopi untuk jenis barang kopi atau untuk produk kopi.

Menurut tinjauan penulis pada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai merek terdapat adanya 2 ( dua ) sistem pendaftaran merek yaitu :

.

20

(14)

1. Sistem Konstitutif ( atributif )

Dalam sistem ini, hak atas merek diperoleh melalui pendaftaran, artinya hak eksklusif atas sesuatu merek diberikan karena adanya pendaftaran (required by registration). Dengan kata lain adalah bahwa pada sistem konstitutif pendaftaran merek merupakan hal yang mutlak untuk dilakukan. Merek yang tidak didaftarkan, otomatis tidak akan mendapat perlindungan hukum.

Dengan sistem Konstitutif ini yang berhak atas sesuatu merek adalah pihak yang telah mendaftarkan mereknya. Pendaftaran merek itu menciptakan suatu hak atas merek tersebut, pihak yang mendaftarkan dialah satu – satunya yang berhak atas suatu merek dan pihak ketiga harus menghormati haknya pendaftar sebagai hak mutlak.21

2. Sistem Deklaratif

Pada sistem ini pendaftaran tidak merupakan suatu keharusan, jadi tidak ada wajib daftar merek. Pendaftaran hanya untuk pembuktian, bahwa pendaftaran merek adalah pemakai pertama dari merek yang bersangkutan. Pendaftaran ini bukanlah menerbitkan hak melainkan hanya memberikan dugaan atau sangkaan hukum ( rechtsvermoeden ) atau presemption iuris yaitu bahwa pihak yang mereknya terdaftar itu adalah pihak yang berhak atas merek tersebut dan sebagai pemakai pertama dari merek yang didaftarkan.22

Pada sistem deklaratif orang yang berhak atas merek bukanlah orang yang secara formal saja terdaftar mereknya, tetapi haruslah orang – orang yang 21

(15)

dengan sungguh-sungguh menggunakan atau memakai merek tersebut. Orang yang sungguh – sungguh memakai atau menggunakan merek tersebut tidak dapat menghentikan pemakaiannya oleh orang lain begitu saja, meskipun orang yang disebut terakhir ini kemudian mendaftarkan mereknya. Dalam sistem deklaratif orang yang tidak mendaftarkan mereknya tetap dilindungi. Adapun kelemahan dari sistem ini adalah kurang terjaminnya kepastian hukum karena orang yang telah mendaftarkan mereknya tetapi sewaktu – waktu masih dapat dibatalkan oleh pihak lain yang mengaku sebagai pihak pertama.23

Dengan Undang – undang Merek 2001, sistem pendaftaran merek diubah menjadi sistem konstitutif, berhubung sistem ini lebih menjamin kepastian hukum daripada sistem deklaratif. Dengan didaftarkannya sebuah merek pada Direktorat Jenderal HaKI, maka orang lain tidak dapat lagi menggugat atas merek yang telah

Undang – undang Merek 1961 menganut sistem deklaratif, hal ini dikarenakan luasnya wilayah Republik Indonesia yang pada waktu itu perhubungan dan komunikasi tidak semudah dan secepat sekarang, sehingga sistem deklaratif inilah yang kemudian dianggap sebagai sistem yang paling tepat untuk dianut dalam pendaftaran merek di Indonesia. Dengan sistem deklaratif ini, Kantor Pendaftaran Merek tidak diwajibkan menyelidiki secara saksama persyaratan atas merek yang dimohonkan pendaftarannya, berhubung pendaftaran hanya memberikan dugaan bahwa pendaftar adalah pemakai pertama atas merek terdaftar, artinya sepanjang tidak ada bantahan dari pihak lain, maka pendaftar yang bersangkutan dianggap sebagai pemakai pertamanya.

23

(16)

didaftarkan tersebut. Apalagi Undang – Undang Merek 2001 juga memberikan perlindungan kepada pemilik merek yang beritikad baik. Permohonan pendaftaran merek yang diajukan oleh pemohon yang beritikad buruk, mereknya tidak dapat didaftarkan. Demikian menurut ketentuan yang berlaku dalam Pasal 4 Undang – undang Merek 2001.

Adapun hal – hal yang harus dicantumkan dalam formulir permohonan pendaftaran merek tersebut sebagai berikut :

a. Tanggal, bulan dan tahun

b. Nama lengkap, kewarganegaraan dan alamat pemohon

c. Nama lengkap dan alamat kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa. Kuasa di sini haruslah seorang konsultan HaKI

d. Warna – warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur – unsur warna

e. Nama negara dan tanggal permintaan merek yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.

Menurut penjelasan yang ada, maka penulis menyimpulkan bahwa merek mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Memberikan jaminan kepada konsumen untuk membedakan satu produk dengan produk lainnya.

b. Membuat perusahaan dapat membedakan produk-produk yang mereka miliki.

c. Merupakan alat pemasaran dan dasar untuk membangun citra dan reputasi. d. Dapat dilisensikan/waralaba sehingga menjadi sumber penghasilan

(17)

e. Merupakan bagian penting dalam persetujuan waralaba. f. Dapat menjadi aset bisnis yang sangat berharga.

g. Mendorong perusahaan untuk berinvestasi dalam memelihara/menjaga atau meningkatkan kualitas produk.

h. Alat promosi yang sangat manjur. i. Jaminan atas mutu barang.

j. Merupakan hal yang sangat bermanfaat untuk menambah pendapatan.

D. Perlindungan Hukum atas Merek

Sebagaimana diketahui, bahwa dalam perlindungan hukum atas merek di Indonesia semula diatur dalam Reglement Industrieele Eigendom Kolonien tahun 1912, yang kemudian diperbaharui dan diganti dengan Undang – undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan ( dikenal dengan Undang – undang Merek 1961 ). Adapun pertimbangan tentang lahirnya Undang – undang Merek Tahun 1961 adalah untuk melindungi khalayak ramai dari tiruan barang – barang yang memakai suatu merek yang sudah dikenalnya sebagai merek barang-barang yang bermutu baik. Selain itu, Undang – undang Merek 1961 juga bermaksud melindungi pemakai pertama dari suatu merek di Indonesia.

Kedua undang – undang tersebut mempunyai banyak kesamaan. Perbedaannya salah satu terletak pada masa berlakunya merek, yaitu : 10 tahun menurut Undang – undang Merek 1961 dan jauh lebih pendek dari Reglement

Industrieele Eigendom Kolonien tahun 1912 yang masa berlakunya sampai 20

(18)

barang – barang dalam 35 jenis ( sesuai dengan klasifikasi internasional berdasarkan persetujuan pendaftaran merek di Nice, Perancis tahun 1957 yang kemudian diubah di Stockholm pada tahun 1967 dengan penambahan satu kelas yang disesuaikan dengan keadaan di Indonesia ). Penggolongan barang – barang ini tidak berlaku dalam Reglement Industrieele Eigendom Kolonien tahun 1912.24

1. Bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan bidang ekonomi pada khususnya, merek sebagai salah satu wujud karya intelektual, memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang dan jasa.

Selanjutnya pengaturan hukum mereka yang terdapat dalam Undang – undang Merek 1961, diperbaharui dan diganti lagi dengan Undang – undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek ( dikenal dengan Undang – undang Merek 1992 ), yang mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1993. Dengan berlakunya Undang – undang Merek 1992, Undang – undang Merek tahun 1961 dinyatakan tidak berlaku lagi. Pada prinsipnya Undang – undang Merek 1992 telah melakukan berbagai penyempurnaan dan perubahan terhadap hal – hal yang berkaitan dengan merek, guna disesuaikan dengan Paris Convention.

Adapun yang menjadi dasar pertimbangan dan tujuan dari pembentukan Undang – undang Merek 1992 tersebut adalah :

2. Bahwa dengan memperhatikan pentingnya peranan merek tersebut, diperlukan penyempurnaan pengaturan dan perlindungan hukum atas merek yang selama ini diatur oleh Undang – undang Merek 1961, karena

(19)

dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan.

Di samping itu, dasar pertimbangan lainnya dapat dijumpai dalam penjelasan Umum Undang – undang Merek 1992 yang antara lain mengatakan :

1. Materi dari Undang – undang Merek 1992 bertolak dari konsepsi merek yang tumbuh pada masa sekitar perang dunia kedua. Sebagai akibat perkembangan keadaan dan kebutuhan serta semakin majunya norma dan tatanan niaga menjadikan konsepsi merek yang tertuang dalam Undang – undang Merek 1961 tertinggal jauh. Hal ini semakin terasa pada saat komunikasi semakin maju dan pola perdagangan antar bangsa sudaj tidak terikat lagi pada batas – batas suatu negara. Keadaan ini menimbulkan salin ketergantungan antar bangsa, baik dalam hal kebutuhan, kemampuan maupun kemajuan teknologi yang semakin mendorong pertumbuhan dunia sebagai pasar bagi produk – produk mereka.

2. Perkembangan norma dan tatanan niaga itu sendiri telah menimbulkan persoalan baru yang memerlukan antisipasi yang harus diatur dalam suatu undang – undang.

Dengan demikian, berdasarkan atas pertimbangan seperti itulah, maka dipandang perlu untuk menyempurnakan pengaturan mengenai merek yang terdapat dalam Undang – undang Merek 1961 dalam suatu undang – undang. Apabila dibandingkan dengan dengan Undang – undang Merek 1961, Undang – undang Merek 1992 menunjukkan perbedaan – perbedaan antara lain :

(20)

Undang – undang Merek Nomor 1961, yang membatasi pada merek perusahaan dan merek perniagaan, yang dari segi obyeknya hanya mengacu pada hal yang sama yaitu merek dagang. Sedangkan merek jasa sama sekali tidak dijangkau. Dengan pemakaian judul merek dalam Undang – undang Merek 1992, lingkup merek mencakup merek dagang maupun merek jasa. Demikian pula aspek nama dagang yang pada dasarnya juga terwujud sebagai merek, telah pula ditampung pengertian merek lainnya seperti merek kolektif. Bahkan dalam perkembangan yang akan dating penggunaan istilah merek akan dapat pula menampung pengertian lain seperti : certification marks, associate marks, dan lain – lainnya.

b. Perubahan Sistem pendaftaran Merek

Sistem pendaftaran merek, berubah dari sistem deklaratif menjadi sistem konstitutif, berhubung sistem yang disebut terakhir lebih menjamin kepastian hukum daripada sistem deklaratif. Sistem deklaratif yang mendasarkan pada perlindungan hukum bagi mereka yang menggunakan merek terlebih dahulu, selain kurang menjamin kepastian hukum juga akan dapat menimbulkan persoalan dan hambatan dalam dunia usaha. Dalam Undang – undang Merek tahun 1992, penggunaan sistem konstitutif lebih menjamin kepastian hukum disertai dengan ketentuan – ketentuan yang menjamin segi – segi keadilan. Jaminan terhadap aspek keadilan dapat kita lihat pada pembentukan cabang – cabang kantor merek di daerah – daerah di Indonesia, pembentukan komisi banding merek dan juga memberikan kesempatan untuk mengajukan gugatan yang tidak terbatas melalui

(21)

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tetapi juga bisa melalui Pengadilan Negeri lainnya yang akan ditetapkan secara bertahap.

c. Pendaftaran Merek

Agar permintaan pendaftaran merek dapat berlangsung dengan tertib, pemeriksaannya tidak semata – mata dilakukan berdasarkan kelengkapan persyaratan formal saja, tetapi juga dilakukan pemeriksaan substantive. Selain itu dalam sistem yang baru diintroduksi adanya pengumuman permintaan pendaftaran suatu merek. Pengumuman tersebut bertujuan memberi kesempatan kepada masyarakat yang berkepentingan dengan permintaan pendaftaran merek mengajukan keberatannya. Dengan mekanisme semacam ini bukan saja problema yang timbul dari sistem deklaratif dapat teratasi, tetapi juga bisa menumbuhkan keikutsertaan masyarakat. Selanjutnya dipertegas pula kemungkinan penghapusan dan pembatasan merek yang telah didaftar berdasarkan alasan dan tata cara tertentu. Selain itu, diatur pula pendaftaran merek dengan menggunakan hak prioritas, berhubung kita telah menjadi negara peserta Paris

Convention, yang di dalamnya mengatur mengenai penggunaan hak

prioritas tersebut.

d. Pengalihan Merek dengan Lisensi

Berbeda dengan Undang – undang Merek 1961, Undang – undang Merek tahun 1992 tidak mengatur pengalihan hak atas merek berdasarkan lisensi. Sebaliknya, dalam Undang – undang Merek 1992 diatur pengalihan hak atas merek berdasarkan lisensi. Hal ini telah diatur dalam Pasal 44 sampai dengan pasal 50.

(22)

e. Ketentuan dan Sanksi Pidana

Selain itu, Undang – undang Merek 1992 mengatur juga sanksi pidana, baik untuk tindak pidana yang diklasifikasikan sebagai kejahatan maupun sebagai pelanggaran. Sementara dalam Undang – undang Merek 1961 hal tersebut belumlah diatur.

Perbedaan – perbedaan dengan Undang – undang Merek 1961 tersebut, sekaligus menunjukkan perluasan ruang lingkup yang diatur dalam Undang – undang Merek tahun 1992. Perluasan itu diperlukan dalam rangka memantapkan peranan merek sebagai sarana untuk lebih meningkatkan tata perdagangan barang dan jasa yang sehat serta bertanggung jawab.

Selang beberapa waktu kemudian, sama halnya dengan Undang – undang Hak Cipta dan Undang – undang Paten, Undang – undang Merek 1992 juga mengalami perubahan dan penyempurnaan. Perubahan dan penyempurnaan itu dituangkan dalam Undang – undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang perubahan atas Undang – undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Perubahan pada dasarnay disesuaikan dengan dengan Paris Convention dan juga merupakan penyempurnaan atas beberapa kekurangan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan praktik – praktik internasional.

Adapun dasar pertimbangan sekaligus yang merupakan latar belakang dan sekaligus tujuan pembentukan Undang – undang Merek 1992 tersebut, yaitu : a. Bahwa dengan adanya perkembangan kehidupan yang berlangsung cepat,

terutama di bidang perekonomian baik di tingkat nasional maupun internasional, pemberian perlindungan hukum yang semakin efektif terhadap HaKI, khususunya di bidang merek, perlu lebih ditingkatkan dalam rangka

(23)

mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan perdagangan dan penanaman modal yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan atas Undang – Undang Dasar 1945.

b. Bahwa dengan penerimaan dan keikiutsertaan Indonesia dalam persetujuan

Paris Convention yang merupakan bagian dari persetujuan pembentukan

WTO sebagaimana telah disahkan dengan Undang – undang Nomor 7 Tahun 1994, berlanjut dengan melaksanakan kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang – undangan nasional di bidang HaKI termasuk merek dengan persetujuan internasional tersebut.

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan–pertimbangan tersebut serta memperhatikan penilaian terhadap segala pengalaman, khususnya kekurangan selama pelaksanaan Undang – undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek, maka dipandang perlu untuk mengubah dan menyempurnakan beberapa ketentuan yang terdapat dalam Undang – undang Nomor 19 Tahun 1992 tersebut dengan Undang – undang.

Dengan latar dan pertimbangan di atas, maka secara umum bidang dan arah penyempurnaan yang dilakukan terhadap Undang – undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek, meliputi antara lain :

1. Penyempurnaan :

a. Tata cara pendaftaran merek

Berbeda dengan ketentuan sebelumnya, Undang – undang Merek 1997 menganut prinsip bahwa satu permintaan pendaftaran merek dapat juga

(24)

diajukan untuk lebih dari satu kelas barang atau jasa. Perubahan ini dilakukan terutama untuk menyederhanakan administrasi permintaan pendaftaran merek, Artinya : permintaan pendaftaran merek untuk lebih dari satu kelas tidak perlu diajukan masing – masing secara terpisah. Namun, kewajiban pembayaran biaya pendaftaran tetap dikenakan sesuai dengan jumlah kelas barang dan atau jasa yang dimintakan pendaftarannya.

Selain itu, permintaan pendaftaran merek yang menggunakan bahasa asing dan atau huruf latin atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia wajib disertai dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia, dalam huruf latin dan dalam angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia serta cara pengucapannya dalam ejaan latin. Hal ini diperlukan oleh Kantor Merek untuk dapat melakukan penilaian apakah pengucapan merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek orang lain yang telah didaftar untuk barang dan jasa yang sejenis.

b. Penghapusan merek terdaftar

Merek terdaftar dapat dihapuskan pendaftarannya dengan alasan tidak digunakan berturut – turut selama 3 ( tiga ) tahun atau lebih dalam perdagangan barang atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir. Akan tetapi Undang – undang Merek 1997 memberikan pengecualian terhadap ketentuan di atas apabila tidak dipakainya merek terdaftar itu di luar kehendaknya, seperti alasan larangan impor atau pembatasan – pembatasan lainnya yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

(25)

c. Perlindungan merek terkenal

Perlindungan terhadap merek terkenal didasarkan pada pertimbangan bahwa peniruan merek terkenal milik orang lain pada dasarnya dilandasi itikad yang tidak baik, terutama untuk mengambil kesempatan dari ketenaran merek orang lain, sehingga tidak seharrusnya mendapat perlindungan hukum. Berdasarkan Undang – undang Merek 1997, mekanisme perlindungan merek terkenal, selain melalui inisiatif pemilik merek, dapat pula ditempuh melalui penolakan oleh Kantor Merek terhadap permintaan pendaftaran merek yang sama pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal.

d. Sanksi pidana

Sanksi pidana pada dasarnya menyangkut rumusan dalam ketentuan pidana yang semula tertulis “setiap orang” diubah menjadi “barang siapa”. Perubahan ini dimaksudkan untuk menghindari penafsiran yang keliru bahwa pelanggaran oleh badan hukum tidak termasuk dalam tindakan yang diancam dengan sanksi pidana tersebut. Di samping itu, untuk konsistensi dengan lingkup perlindungan merek, yaiut terbatas pada barang dan atau jasa yang sejenis, dalam ketentuan pidana konsepsi ini dipertegas.

2. Penambahan :

Lingkup pengaturan perlindungan.

Selain perlindungan terhadap merek barang dan jasa, dalam Undang – undang Merek 1997 diatur pula perlindungan terhadap indikasi geografis yaitu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan

(26)

geografis termasuk faktor alam atau faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Di samping itu, diatur pula perlindungan terhadap indikasi asal yaitu tanda yang hamper sama dengan tanda yang dilindungi sebagai indikasi geografis, tetapi perlindungannya diberikan tanpa harus didaftarkan.

3. Perubahan :

Pengalihan merek jasa terdaftar.

Hak atas merek jasa terdaftar yang cara pemberian jasa dan hasilnya sangat erat kaitannya dengan kemampuan atau ketrampilan pribadi seseorang dapat dialihkan maupun dilusensikan kepada pihak lain dengan ketentuan harus disertai dengan jaminan kualitas dari pemilik merek tersebut. Semula pengalihan tersebut tidak dapat dilakukan. Selanjutnya dalam Undang – undang Merek 1997 ditentukan bahwa pengalihan merek untuk jasa serupa itu hanya dapat dilakukan apabila ada jaminan bahwa kualitas jasa yang diperdagangkan memang sama. Hal ini perlu dipertegas untuk menjaga dan melindungi kepentingan konsumen.

Pengaturan mengenai ketentuan merek ini kemudian juga mengalami perubahan yang menyeluruh yakni dengan disahkan Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ( Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4131 ), yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2001. Perubahan menyeluruh ini, selain dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan teknologi informasi dan transportasi yang telah menjadikan kegiatan di sektor perdagangan semakin meningkat secara pesat dan bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama serta

(27)

mempertahankan iklim persaingan usaha yang sehat, juga dimaksudkan untuk menampung beberapa aspek atau ketentuan dalam persetujuan Paris Convention yang bahkan belum ditampung dalam Undang – undang Merek 1997.

Setidaknya terdapat 3 ( tiga ) dasar pertimbangan yang merupakan latar belakang dan sekaligus tujuan yang mengiringi pembentukan Undang – undang Nomor 14 Tahun 2001 tersebut yakni :

a. Bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi – konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan merek menjadi sangat penting terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat.

b. Bahwa untuk hal tersebut, diperlukan pengaturan yang memadai tentang merek guna memberikan peningkatan layanan bagi masyarakat.

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada poin (a) dan (b) serta memeprhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang – undang Merek yang ada, dipandang perlu untuk mengganti Undang – undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah dengan Undang – undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang perubahan atas Undang – undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek.

Mengingat ruang lingkup perubahan serta untuk memudahkan masyarakat dalam penggunaannya, dengan Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 terciptalah pengaturan yang menyeluruh dalam satu naskah ( single text ) pengganti Undang – undang Merek yang lama. Dalam hal ini, ketentuan dalam Undang – undang Merek yang lama, yang substansinya tidak diubah, dituangkan kembali dalam Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 ini.

(28)

Secara umum, terdapat beberapa perbedaan yang menonjol dalam Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 bila dibandingkan dengan Undang – undang Merek yang lama, meliputi :

1. Proses penyelesaian permohonan :

Dalam Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 ini, pemeriksaan substantif dilakukan setelah permohonan dinyatakan memenuhi syarat secara administratif. Semula pemeriksaan substantif dilakukan setelah selesainya masa pengumuman tentang adanya permohonan. Dengan perubahan ini dimaksudkan agar dapat lebih cepat diketahui apakah permohonan tersebut disetujui atau ditolak dan memberi kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan terhadap permohonan yang telah disetujui untuk didaftar. Sekarang jangka waktu pengumuman dilaksanakan selama 3 ( tiga ) bulan, lebih singkat dari jangka waktu pengumuman berdasarkan Undang – undang Merek yang lama. Dengan dipersingkatnya jangka waktu pengumuman, secara keseluruhan akan dipersingkat pula jangka waktu permohonan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

2. Hak prioritas :

Berkenaan dengan Hak Prioritas, dalam Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 diatur bahwa apabila permohonan yang pertama kali, menimbulkan Hak Prioritas dalam jangka waktu 3 ( tiga ) bulan setelah berakhirnya Hak Prioritas, permohonan tersebut diproses seperti permohonan biasa tanpa menggunakan Hak Prioritas.

(29)

3. Penolakan permohonan :

Hal lain berkenaan dengan ditolaknya permohonan yang merupakan kerugian bagi pemohon. Untuk itu, perlu pengaturan yang dapat membantu pemohon untuk mengetahui lebih jelas alasan penolakan permohonannya dengan terlebih dahulu memberitahukan kepadanya bahwa permohonan akan ditolak. 4. Perlindungan indikasi geografis :

Selain perlindungan terhadap merek dagang dan merek jasa, dalam Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 ini diatur juga perlindungan terhadap indikasi geografis dan indikasi asal.

5. Penyelesaian sengketa merek :

Mengingat merek merupakan bagian dari kegiatan perekonomian atau dunia usaha, penyelesaian sengketa merek memerlukan badan peradilan khusus yaitu Pengadilan Niaga, sehingga diharapkan sengketa merek dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang relatif cepat. Sejalan dengan itu, juga diatur hukum acara khusus untuk menyelesaikan masalah sengketa merek seperti juga bidang HaKI lainnya.

Undang – undang Nomor15 Tahun 2001 ( selanjutnya disebut sebagai Undang –Undang Merek 2001 ), memuat 101 Pasal yang tersebar di 16 bab. Dengan demikian jumlah pasalnya tidak jauh berbeda dengan Undang – undang Merek yang lama yakni terdapat 98 Pasal yang tersebar dalam 13 bab. Di samping itu Undang – undang Merek 2001 juga dilengkapi dengan Penjelasan Umum dan Penjelasan Pasal demi Pasal yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Pasal – Pasal atau Batang Tubuh Undang – undang Merek 2001.

(30)

E. Jangka Waktu Perlindungan Merek Terdaftar

Dengan didaftarnya merek, pemiliknya akan mendapatkan hak atas merek yang dilindungi hukum. Dalam Pasal 3 Undang – undang Merek 2001 dinyatakan bahwa hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan ijin kepada pihak lain untuk menggunakannya.25 Kemudian Pasal 4 Undang-undang Merek 2001 menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Dengan demikian hak atas merek memberikan hak yang khusus kepada pemiliknya untuk menggunakan atau memanfaatkan merek terdaftarnya untuk barang dan jasa tertentu dalam jangka waktu tertentu pula.26

Dengan adanya hak eksklusif atau hak khusus tersebut, orang lain dilarang untuk menggunakan merek yang terdaftar untuk barang atau jasa yang sejenis, kecuali sebelumnya mendapat ijin dari pemilik merek terdaftar. Bila hal ini dilanggar, pengguna merek terdaftar tersebut dapat dituntut secara perdata maupun pidana oleh pemilik merek terdaftar.

Hak khusus memakai merek ini berfungsi seperti suatu monopoli, hanya berlaku untuk barang atau jasa tertentu karena suatu merek memberi hak khusus atau hak mutlak pada yang bersangkutan, hak itu dapat dipertahankan terhadap siapa pun. Tentunya hak atas merek ini hanya diberikan kepada pemilik yang beritikad baik. Pemilik merek yang beritikad buruk, mereknya tidak dapat didaftarkan. Pemakaian merek terdaftarnya bisa untuk produk barang atau jasa.

(31)

Pasal 28 Undang – undang Merek 2001, mengatur mengenai jangka waktu perlindungan merek terdaftar yang menyatakan bahwa merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 ( sepuluh ) tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu dapat diperpanjang.27

Permohonan perpanjangan jangka waktu perlindungan merek terdaftar dapat pula ditolak oleh Direktorat Jenderal HaKI apabila permohonannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku atau merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal milik orang lain. Jangka waktu perlindungan ini jauh lebih lama bila dibandingkan dengan Pasal 18 Paris

Convention yang hanya memberikan jangka waktu perlindungan terhadap merek

terdaftar selama 7 ( tujuh ) tahun dan setelah itu dapat diperbaharui lagi.

Pemilik merek terdaftar setiap kali dapat mengajukan permohonan perpanjangan untuk jangka waktu yang sama dengan ketentuan merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa dimaksud masih diproduksi dan diperdagangkan. Permohona perpanjangan diajukan kepada Direktorat Jenderal HaKI secara tertulis oleh pemilik merek atau kuasanya dalam jangka waktu 12 ( dua belas ) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi merek terdaftar yang bersangkutan. Hal ini tentu saja berbeda dengan Undang – undang Merek yang lama, di mana dalam Undang – undang Merek 2001ini, jangka waktu untuk mengajukan permohonan perpanjangan paling lama 12 ( dua belas ) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan merek tersebut sampai dengan tanggal berakhirnya perlindungan merek. Hal itu dimaksudkan sebagai kemudahan bagi pemilik merek.

27

(32)

Penolakan permohonan perpanjangan diberitahukan secara tertulis oleh Direktorat Jenderal HaKI kepada pemilik merek atau kuasanya dengan menyebutkan alasannya. Terhadap penolakan permohonan perpanjangan, pemilik merek atau kuasanya dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Niaga. Putusan Pengadilan Niaga dapat diajukan kasasi.

Perpanjangan jangka waktu perlindungan merek terdaftar dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek dan juga diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya. Setiap pemilik merek terdaftar juga dapat mengubah nama dan / atau alamatnya dengan mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal HaKI dan dikenai biaya untuk dicatat dalam Daftar Umum Merek dengan disertai salinan yang sah mengenai bukti perubahan tersebut. Perubahan nama dan / atau alamat pemilik merek terdaftar yang telah dicatat oleh Direktorat Jenderal HaKI tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

Referensi

Dokumen terkait

Pakan alternatif yang diberikan pada percobaan adalah gula pasir, gula jawa, remahan roti, nasi putih, dan kue lapis, diduga kelima sumber makanan ini

Penelitian rating kriteria Green building pada Gedung Dekanat Fakultas Peternakan pada Gedung Dekanat Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya sebagai objek studi

ü Dalam satu periode (dari kiri ke kanan), EI semakin besar karena jari-jari atom semakin kecil sehingga gaya tarik inti terhadap elektron terluar semakin besar/kuat.

Penelitian berjudul Koreografi iANFU Karya Dwi Surni Cahyaningsingsih, membahas tentang bentuk sajian, proses penciptaan, dan estetika feminisme.. Analisis koreografi

Jenis penelitian ini adalah survai deskriptif, yang bertujuan mengetahui kandungan sisa klor dan Candida albicans serta keluhan kesehatan mahasiswa Fakultas Ilmu

menggunakan kalimat yang sederhana 85% Sangat valid Persentase Nilai Rata-Rata 92% Sangat valid Tabel 4.12 menjelaskan bahwa pada validitas bahasa didapatkan persentase

Bidang Perindustrian mempunyai tugas pokok melakukan penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, pelaksanaan, dan pengendalian di bidang perindustrian, yang meliputi

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia serta rahmat dan hidayah-Nya, atas petunjuk dan bimbingan yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang