• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS UU NOMOR 15 TAHUN 2001 TERHADAP SENGKETA MEREK DI INDONESIA

(Studi Putusan Mahkamah Agung No. 264/K/PDT.SUS-HKI/2015 Jo Putusan Pengadilan Negeri No. 99/Pdt.Sus-Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

GERALDI PAMUNGKAS NIM : 110200533

DEPARTEMEN HUKUM PERDATA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 1 6

(2)

TINJAUAN YURIDIS UU NOMOR 15 TAHUN 2001 TERHADAP SENGKETA MEREK DI INDONESIA

(Studi Putusan Mahkamah Agung No. 264/K/PDT.SUS-HKI/2015 Jo Putusan Pengadilan Negeri No. 99/Pdt.Sus-Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

GERALDI PAMUNGKAS NIM : 110200533

DEPARTEMEN HUKUM PERDATA

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Prof. Dr. H. Hasim Purba, SH.M.Hum NIP. 196603031985081001

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. OK Saidin, SH.M.Hum. Syamsul Rizal, SH.M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 1 6

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, Rahmad dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis persembahkan kepada kedua orang tua, sehigga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS UU NOMOR 15 TAHUN 2001 TERHADAP SENGKETA MEREK DI INDONESIA (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 264/K/PDT.SUS-HKI/2015 Jo Putusan Pengadilan Negeri No. 99/Pdt.Sus-Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst)

. Setelah sekian lama akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan Pendidikan Program S-1 pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari sebagai manusia biasa tidak akan pernah luput dari kesalahan, kekurangan dan kekhilafan, baik dalam pikiran maupun perbuatan. Berkat bimbingan dari Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara baik secara langsung maupun secara tidak langsung dalam mengasuh serta membimbing penulis sejak masuk bangku kuliah hingga akhir penulisan skripsi ini, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan ini izinkanlah penulis mengucapkan rasa hormat dan terimakasih setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Terimakasih penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

2. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5.

Bapak Prof. Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan.

6.

Bapak Dr. OK. Saidin, SH., MH selaku Dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Universitas Sumatera Utara

7.

Bapak Syamsul Rizal, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8.

Seluruh staf dan pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.

9. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang penulis sayangi, yang selalu mendukung dan bertanya “ sudah sampai mana bang skripsinya?” juga tidak hentinya mendoakan penulis , dan yang telah banyak memberikan dukungan moril, materil, serta kasih sayang mereka yang tidak pernah putus sampai sekarang dan selamanya.

(5)

10. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada adik –adik penulis yang juga telah banyak memberikan dukungan moril, semangat, dan doa kepada penulis.

11.

Terima kasih juga kepada Melissa Ayu Romauli Silalahi untuk segala bantuan,, motivasi, doa, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

12.

Buat teman-teman stambuk 011, Eben, Gio, Bob, Daniel, Fredick, Nano, Benny, Fachri, Reno, Boy, Paulus dan yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas dukungan dan motivasinya sehingga terselesaikan skripsi ini.

13.

Untuk teman-teman KKN sekaligus adik-adik dari penulis Ajad, Ryan (aseng), Epay, Apis, Ogan, Lana, Oji Batak, Rana, Andre, Arnold, Fathur, dan yang lainnya yang tidak bias penulis sebutkan satu persatu, atas dukungan kepada penulis.

14.

Untuk abang dan kakak senior penulis dikampus, penulis mengucapkan terimakasih atas motivasi dan dukungannya selama menjalani perkuliahaan.

15.

Untuk adik junior penulis di kampus, penulis juga mengucapkan terimakasih untuk dukungannya selama proses pengerjaan skripsi ini.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita lakukan mendapatkan Balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis memohon maaf kepada

(6)

Bapak atau Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.

Medan, Juli 2016 Penulis,

Geraldi Pamungkas 1102005533

(7)

ABSTRAK

Geraldi Pamungkas*

OK Saidin**

Syamsul Rizal**

Merek merupakan salah satu komponen hak kekayaan intelektual yang perlu mendapat perhatian khusus. Pelanggaran atau perilaku menyimpang dibidang merek akan selalu terjadi. Hal ini berkaitan dengan perilaku bisnis yang curang yang menghendaki persaingan (competitive) dan berorientasi keuntungan (profit oriented), sehingga membuka potensi aktivitas bisnis yang curang atau melanggar hukum, dan motivasi seseorang melakukan pelanggaran merek terutama adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan di dalam praktek bisnisnya..

Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar pemecahan permasalahan yang dikemukakan. Data yang dipergunakan adalah data sekunder dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian kepustakaan (Library Research) dan analisis data yang digunakan adalah data kualitatif.

Dasar dan pertimbangan majelis hakim dalam memberikan putusan pada sengketa perdata khusus hak kekayaan intelektual merek dagang “IKEA” di Mahkamah Agung adalah terbukti bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 61 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, maka merek yang tidak digunakan oleh pemiliknya selama 3 (tiga) tahun berturut turut dapat dihapus dari Daftar Umum Merek. Penyelesaian sengketa merek dengan kondisi terdaftarnya dua merek yang sama dalam kelas yang sama di Direktorat Jenderal HKI menurut UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek diselesaikan dengan menggunakan jalur litigasi. Akibat hukum lahirnya putusan MA No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015 Jo/ Putusan PN. No. 99/Pdt.Sus-Merek/2013/PN.

Niaga.Jkt.Pst, maka permintaan pendaftaran merek "ikea" oleh Penggugat untuk Kelas 20 yang telah diterima pendaftarannya oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan Nomor Agenda D002013061337 dan untuk Kelas 21 yang telah diterima pendaftarannya oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan Nomor Agenda D002013061336 adalah sah.

.

Kata Kunci : Sengketa, Merek, Putusan Mahkamah Agung.

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

*** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI. ... vi

BAB I : P E N D A H U L U A N... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Keaslian Penulisan ... 9

F. Metode Penelitian ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG MEREK ... 15

A. Pengertian dan Dasar Hukum Merek ... 15

B. Pembagian dan Pengelompokan Merek ... 18

C. Persyaratan Merek ... 22

D. Prosedur Pendaftaran Merek di Indonesia ... 31

E. Penghapusan dan Pembatalan Merek ... 46

F. Berakhirnya Merek... 51

BAB III : PENYELESAIAN SENGKETA MEREK MENURUT UU NOMOR 15 TAHUN 200 ... 56

A. Pengertian Sengketa Merek... 56

B. Lembaga yang Menyelesaikan Sengketa Merek ... 59

C. Upaya-Upaya dalam Penyelesaian Sengketa Merek ... 67

(9)

BAB IV : TINJAUAN YURIDIS UU NO. 15 TAHUN 2001 TERHADAP SENGKETA MEREK DI INDONESIA (STUDI KASUS PUTUSAN MA NOMOR 264 K/Pdt.Sus- HKI/2015 Jo/ Putusan PN. No. 99/Pdt.Sus-Merek/2013/

PN. Niaga.Jkt.Pst) ... 72

A. Dasar dan Pertimbangan Majelis Hakim dalam Memberikan Putusan Pada Sengketa Perdata Khusus Hak Kekayaan Intelektual Merek Dagang “IKEA” di Mahkamah Agung ... 72

B. Penyelesaian Sengketa Merek dengan Kondisi Terdaftarnya Dua Merek yang Sama dalam Kelas yang Sama di Direktorat Jenderal HKI Menurut UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek ... 83

C. Akibat Hukum Lahirnya Putusan MA No. 264 K/Pdt.Sus- HKI/2015 Jo/ Putusan PN. No. 99/Pdt.Sus-Merek/2013/PN. Niaga.Jkt.Pst ... 88

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97 LAMPIRAN

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan dibidang teknologi informasi dan telekomunikasi mendorong arus globalisasi di bidang industri dan perdagangan. Dengan kemudahan sarana informasi dan telekomunikasi yang ada, perdagangan antar negara dapat dilakukan langsung dari belakang meja, menembus batas-batas negara, membuat siapapun bebas melakukan transaksi dengan mitranya di seluruh dunia sehingga secara tidak langsung kemajuan di bidang telekomunikasi tersebut telah menjadikan dunia sebagai suatu pasar tunggal bersama.

Persaingan usaha menuntut masing-masing pelaku untuk menciptakan inovasi yang lebih kreatif dan memiliki daya jual yang tinggi agar tetap eksis di dalam dunia usaha. Diperlukan juga kemampuan untuk membaca pasar, yaitu terkait pemilihan merek dagang, kualitas benda atau jasa yang ditawarkan dan profesionalitas dalam memuaskan pembeli atau pelanggannya. Tidak hanya itu, para pelaku usaha juga harus memiliki pemahaman terkait hak dan kewajibannya sebagai pelaku usaha yang diimplementasikan dari perundang-undangan yang berlaku.

Era perdagangan global, kendala dalam dunia usaha adalah bahwa dunia usaha tidak mengenal batas (borderless), maksudnya pengakuan atas suatu merek barang atau jenis usaha di suatu negara dapat diklaim di negara lain tanpa sepengetahuan pemegang merek yang sah. Oleh karena itu, atas segala ide dan kreativitas harus dilindungi oleh hukum yang tegas.

(11)

Perjalanan menuju perdagangan bebas saat ini, aspek Hak Kekayaan Intelektual, akan memegang peranan yang sangat penting dalam perdagangan internasional. Hak Kekayaan Intelektual adalah hak yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia yang berupa temuan, karya, kreasi atau ciptaan di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Karya ini dihasilkan atas kemampuan intelektual melalui olah pikir, daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan tenaga, waktu dan biaya untuk menghasilkan sesuatu yang baru yang berguna untuk manusia. Secara umum Hak Kekayaan Intelektual terbagi dalam dua kategori yaitu: Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Hak Kekayaan Industri meliputi Paten, Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan Varietas Tanaman.1

Perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual sangat diperlukan.

Sebagai konsekuensi dari keikutsertaan Indonesia sebagai anggota WTO (World Trade Organization), Indonesia terikat untuk menyesuaikan segala peraturan perundangannya di bidang hak kekayaan intelektual dengan standar TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights).2 Hukum diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan yang timbul terkait dengan hak kekayaan intelektual. Hukum harus dapat memberikan perlindungan bagi karya intelektual sehingga dapat mendorong masyarakat untuk mengembangkan daya kreasinya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang akhirnya bermuara pada tujuan berhasilnya perlindungan hak kekayaan intelektual.

1Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 16.

2Ibid, hlm. 26.

(12)

Hak kekayaan intelektual dalam perkembangannya mengalami berbagai permasalahan atau sengketa. Indonesia sebagai salah satu Negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia juga tak luput dari permasalahan ini. Hal itu dibuktikan dengan telah beberapa kalinya Indonesia masuk dalam kategori negara yang perlu diawasi dalam masalah pelanggaran HAKI. Sengketa yang sering timbul dapat berupa penggunaan merek secara tanpa hak dan pelanggaran Hak Cipta.

Merek sebagai salah satu bentuk Hak Kekayaan Intelektual (HKI) telah digunakan ratusan tahun yang lalu dan mempunyai peran penting, karena merek merupakan salah satu upaya strategis untuk mempromosikan usaha kepada masyarakat luas. Merek menjadikan objek usaha dikenal dan mudah diingat dengan objek usaha lain baik yang sejenis atau berbeda sama sekali jenisnya.

Dengan merek, produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnya serta keterjaminan bahwa produk itu asli (original), karena kadangkala yang membuat suatu barang atau jasa diminati oleh masyarakat bukanlah kualitas atau kepuasan menikmati barang atau jasa, tetapi pada nilai prestise yang dirasakan oleh pengguna merek tersebut.

Apabila suatu merek telah menjadi terkenal, tentu hal ini menjadikan merek tersebut sebagai aset atau kekayaan perusahaan yang sangat penting nilainya. Peranan merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat dengan menjadi pembeda dari suatu produk yang dihasilkan oleh perusahaan.

(13)

Menurut Tim Lindsey, sebuah merek dapat menjadi kekayaan yang sangat berharga secara komersial.3 Merek suatu perusahaan seringkali lebih bernilai dibanding aset riil perusahaan.4 Perusahaan dengan merek besar memiliki aset besar. Bagaimanapun juga merek adalah aset jangka panjang, dan perusahaaan dapat meraup keuntungan darinya selama bertahun-tahun, bagaikan seorang bintang film atau politisi yang hidup dari reputasi mereka bertahun-tahun lamanya.5

Pemahaman terkait merek sebagai implementasi peraturan perundang- undangan terkait merek sudah diatur dalam Undang-undang Merek, yaitu Undang-undang No. 21 Tahun 1961, diubah dengan Undang-undang No 19 Tahun 1992, sebagaimana diubah dengan Undang-undang No. 14 Tahun 1997, dan saat ini telah diubah dengan Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001. Faktor berubahnya pengaturan merek karena kurang memberikan kepastian hukum juga menimbulkan persoalan dan hambatan dalam dunia usaha. Selain itu, tidak terlepas dari alasan globalisasi perdagangan dunia, dibutuhkan pengaturan yang lebih meluas namun mendalam serta mampu memberikan perlindungan bagi masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pembangunan dan mencapai tujuan nasional.

Salah satu perubahan yang terjadi dari revisi Undang-undang Merek adalah terkait sistem pemberian hak, pada awalnya Undang-undang Merek menganut sistem deklaratif atau first to use yaitu perlindungan hukum bagi pihak

3 Edy Damian, et all, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, PT Alumni, Bandung, 2005, hlm. 131.

4 Ibid.

5 David Arnold, Pedoman Manajemen Merek, PT Kentindo Soho, Surabaya, 1996, hlm.

5.

(14)

yang menggunakan merek terlebih dahulu, kemudian berubah menjadi sistem konstitutif atau first to file yaitu perlindungan hukum diberikan kepada pihak yang dengan itikad baik mendaftarkan mereknya ke kantor pendafataran merek di Direktorat Jenderal HKI (Ditjen HKI). Hal lain yang disempurnakan adalah terkait penyelesaian permohonan pendaftaran merek yang tidak hanya melalui pemeriksaan substantif juga harus memenuhi syarat administratif, sehingga dapat diketahui dengan cepat apakah permohonan tersebut disetujui atau ditolak.

Terkait penyelesaian sengketa merek, sanksinya dipertegas selain sanksi pembayaran ganti rugi juga ada sanksi pidana. Jaminan terhadap aspek keadilan nampak pula dalam pelimpahan kewenangan penyelesaian sengketa merek yang pada mulanya berada dalam kewenangan absolut Pengadilan Negeri, dengan adanya revisi Undang-undang Merek kewenangan absolut penyelesaian sengketa merek terletak pada Pengadilan Niaga. Tujuannya adalah agar penyelesaiannya dapat berjalan dengan cepat sehingga tidak menghambat kegiatan usahanya.

Perlindungan hukum atas suatu merek yang dimiliki oleh seseorang perlu diberikan oleh negara kepada pemiliknya yang sah secara tepat, karena hak atas merek memiliki potensi yang besar untuk menciptakan sengketa.6 Bagi pemilik merek yang telah terdaftar secara sah, jika terjadi pemalsuan terhadap mereknya dapat mengurangi pemasukan, karena volume penjualan menurun atau bilamana barang yang diproduksi si pemalsu merek tidak memadai kualitasnya, sehingga pada akhirnya nama baik dari merek itu yang akan tercemar, begitu juga konsumen akan kehilangan kepercayaan atas kualitas barang yang dibelinya.7

6 OC. Kaligis, Teori dan Praktik Hukum Merek Indonesia, Alumni, Bandung , 2008, hlm.

19.

7 Ibid. hlm. 20.

(15)

Seiring dengan semakin ketatnya persaingan di dunia bisnis sehingga sangatlah mungkin terjadi sengketa diantara para pelaku bisnis. Salah satu kasus sengketa merek yang cukup menarik perhatian adalah kasus sengketa antara

“ikea” dengan “IKEA”. Keunikannya adalah kasus ini tidak hanya menyangkut aspek perdata namun juga menyangkut aspek pidana. Gugatan yang diajukan oleh pihak PT. Ratania Khatulistiwa (pemegang hak atas merek “ikea”) ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat merupakan tindakan guna menghindari tuntutan pidana dari pihak Inter IKEA System B.V (pemegang hak atas merek “IKEA”).

Banyaknya pembajakan terhadap merek-merek terkenal tersebut sudah barang tentu menimbulkan suatu kerugian yang bukan saja dialami oleh para pemilik merek itu sendiri, tapi juga oleh negara yang kehilangan potensi pemasukan pajak dari barang-barang yang diperdagangkan tersebut, dan terlebih lagi hal itu juga ikut menambah citra buruk Indonesia dalam masalah perlindungan HAKI khususnya dalam perlindungan merek terdaftar dimata dunia international. Karena sengketa di bidang merek dapat mengganggu kegiatan perekonomian baik secara regional maupun Internasional, maka diperlukan adanya suatu mekanisme pengendalian yang berupa cara-cara ataupun mekanisme penyelesaian sengketa.

Melindungi hak atas merek yang merupakan bagian dari hak atas kekayaan intelektual, Indonesia memiliki pengaturan tentang hak atas merek yaitu Undang- undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang dibentuk dengan dasar pemikiran atau pertimbangan bahwa dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia dan juga

(16)

yang merupakan konsekuensi masuknya Indonesia menjadi anggota konvensi internasional tentang TRIPS’s, mengingat juga peranan merek saat ini menjadi sangat penting terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat dan berdasarkan hal tersebut diperlukan peraturan yang memadai tentang merek guna memberikan peningkatan layanan masyarakat.8

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam dan menuangkannya dalam suatu penelitian hukum mengenai penyelesaian sengketa di bidang merek menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2001. Judul penulisan hukum ini adalah “TINJAUAN YURIDIS UU NOMOR 15 TAHUN 2001 TERHADAP SENGKETA MEREK DI INDONESIA (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 264/K/PDT.SUS-HKI/2015 Jo Putusan Pengadilan Negeri No. 99/Pdt.Sus-Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst)”

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian sebelumnya, penulisan skripsi ini akan membahas permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana dasar dan pertimbangan Majelis Hakim dalam memberikan putusan pada sengketa perdata khusus Hak Kekayaan Intelektual Merek Dagang “IKEA” di MA

2. Bagaimana penyelesaian sengketa merek dengan kondisi terdaftarnya dua merek yang sama dalam kelas yang sama di Direktorat Jenderal HKI Menurut UU No.15 tahun 2001 tentang merek (Studi Putusan MA)

8 Ahmadi Miru, Hukum Merek, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm 4.

(17)

3. Bagaimana akibat hukum lahirnya putusan MA No. 264/K/Pdt.Sus-HKI/2015 Jo putusan PN No. 99/Pdt.Sus-Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan memahami dasar –dasar dan pertimbangan hakim dalam memberikan putusan untuk sengketa merekdalam kelas yang sama.

2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana tahapan penyelesaian sengketa merek menurut UU No.15 Tahun 2001.

3. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana akibat hukum yang timbul dari putusan yang diberikan oleh hakim.

D. Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Secara Teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta menambah wawasan khususnya di bidang ilmu hukum baik dalam konteks teori dan asas- asas hukum, serta memperdalam mengenai aspek hukum terhadap penggunaan merek di Indonesia yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

2. Secara praktis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih dan bahan masukan terhadap perkembangan hukum positif dan memberikan sumbangan pemikiran untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan Kementerian Hukum dan

(18)

HAM dalam hal peningkatan pemeriksaan suatu merek yang hendak didaftarkan oleh pelaku usaha, serta dapat menjadi masukan bagi aparat penegak hukum dan bagi pencari keadilan dalam rangka menemukan kepastian hukum khususnya mengenai sengketa merek.

E. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul: TinjauanYuridis UU No. 15 Tahun 2001 terhadap sengketa Merek di Indonesia (studi kasus putusan MA No. 264/K/Pdt.Sus- HKI/2015 Jo putusan PN No. 99/Pdt.Sus-Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst) adalah judul yang belum pernah dibahas oleh pihak manapun dan belum pernah dipublikasikan di media manapun. Berdasarkan penelusuran perpustakaan dan hasil-hasil pembahasan skripsi yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan ternyata belum pernah dilakukan pembahasan skripsi yang berjudul di atas dan ini adalah murni hasil penelitian dan pemikiran dalam rangka melengkapi tugas memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

F. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini terdiri dari:

1. Sifat/Jenis Penelitian

Untuk menghasilkan karya tulis ilmiah yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka harus didukung dengan fakta-fakta/

dalil-dalil yang akurat yang diperoleh dari suatu penelitian. Penelitian pada 12

(19)

dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap sesuatu objek yang mudah terpegang di tangan.9

Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina, serta mengembangkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang merupakan kekuatan pemikiran, pengetahuan manusia senantiasa dapat diperiksa dan ditelaah secara kritis, akan berkembang terus atas dasar penelitian-penelitian yang dilakukan oleh pengasuh-pengasuhnya. Hal itu terutama disebabkan oleh karena penggunaan ilmu pengetahuan bertujuan agar manusia lebih mengetahui dan mendalami.10

Metode merupakan suatu penelitian yang dilakukan oleh manusia, merupakan logika dari penelitian ilmiah, studi terhadap prosedur dan teknik penelitian, maupun sistem dari prosedur dan teknik penelitian.11 Sifat atau jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yaitu melakukan penelusuran terhadap normanorma hukum serta berbagai literatur yang berkaitan dengan aspek hukum terhadap kesamaan merek yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, kemudian didukung dengan studi putusan terhadap putusan Mahkamah Agung No.

264/K/PDT.SUS-HKI/2015 Jo Putusan Pengadilan Negeri No. 99/Pdt.Sus- Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst.

9 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 27.

10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1984, hlm. 30.

11 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hlm.

27.

(20)

2. Bahan Hukum

Materi dalam skripsi ini diambil dari data sekunder. Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya.12 Adapun data sekunder yang dimaksud adalah:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah dokumen-dokumen hukum yang mengikat dan diterapkan oleh pihak yang berwenang seperti peraturan perundangundangan.

Dalam penulisan skripsi ini antara lain menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1993 tentang Kelas Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek, Putusan Mahkamah Agung No. 264/K/PDT.SUS-HKI/2015 Jo Putusan Pengadilan Negeri No.

99/Pdt.Sus-Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst serta bahan hukum primer lainnya yang terkait dengan pembahasan skripsi ini.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian terkait dengan merek, seperti, buku-buku, jurnal-jurnal, serta karya tulis ilmiah lainnya maupun tulisan-tulisan yang terdapat pada website yang terpercaya yang mengulas tentang praktik mengenai penggunaan merek dan hal lainnya yang

12Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2006, hlm. 30.

(21)

berkaitan dengan pembahasan pada skripsi ini sebagai bahan acuan di dalam penulisan skripsi ini.

c. Bahan Hukum Tersier

d. Bahan hukum tersier yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, kamus bahasa umum, kamus hukum, serta bahanbahan hukum di luar bidang hukum yang relevan dan dapat digunakan untuk melengkapi data di dalam penulisan skripsi ini.

3. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah melalui metode studi pustaka (library research) yang merupakan pengumpulan data-data yang dilakukan melalui literatur atau dari sumber bacaan buku-buku, peraturan perundang-undangan, karya ilmiah, dan bahan bacaan lain yang terkait dengan penulisan skripsi ini, yang semua itu dimaksudkan untuk memperolah data-data atau bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian.

4. Analisis Data

Penelitian yang dilakukan penulis dalam skripsi ini termasuk dalam penelitian hukum normatif. Pengelolaan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akandibahas.

analisis data dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, memilih kaidah-kaidah hukum yang sesuai dengan penelitian, menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep pasal

(22)

yang ada, serta menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif dan induktif kualitatif. Dengan spesifikasi demikian, diharapkan penulisan skripsi ini dapat mendeskripsikan mengenai aspek hukum terhadap kesamaan merek yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan permasalahan yang diteliti.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar membuat sistematika secara teratur dalam bagian-bagian yang semuanya saling berhubungan satu sama lain, maka penulis membaginya ke dalam beberapa bab dan diantara bab-bab terdiri pula atas sub bab.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan. Dalam bab ini akan membahas mengenai Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

Bab II Tinjauan Umum Tentang Merek. Dalam bab ini akan membahas mengenai Pengertian dan Dasar Hukum Merek, Jenis-Jenis Merek, Persyaratan Merek, Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Merek, Penghapusan dan Pembatalan Merek, dan Berakhirnya Perlindungan Merek.

Bab III Penyelesaian Sengketa Merek Menurut Uu No 15 Tahun 2001.

Dalam bab ini akan membahas mengenai Pengertian Sengketa Merek, Lembaga yang Menyelesaikan Sengketa Merek, dan Upaya-upaya Dalam Penyelesaian Sengketa Merek.

(23)

Bab IV TinjauanYuridis UU No. 15 Tahun 2001 terhadap sengketa Merek di Indonesia (studi kasus putusan MA No. 264/K/Pdt.Sus-HKI/2015 Jo putusan PN No. 99/Pdt.Sus-Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst). Dalam bab ini akan membahas mengenai Dasar dan Pertimbangan Majelis Hakim dalam Memberikan Putusan Pada Sengketa Perdata Khusus Hak Kekayaan Intelektual Merek Dagang “IKEA”

di MA, Penyelesaian Sengketa Merek dengan Kondisi Terdaftarnya Dua Merek yang Sama dalam Kelas yang Sama di Direktorat Jenderal HKI Menurut UU No.15 tahun 2001 tentang merek (Studi Putusan MA), Akibat Hukum Lahirnya Putusan MA No. 264/K/Pdt.Sus-HKI/2015 Jo putusan PN No. 99/Pdt.Sus- Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst.

Bab V Kesimpulan dan Saran. Dalam bab ini akan membahas mengenai Kesimpulan dan Saran dari penulis yang diperoleh dari penulisan skripsi ini.

(24)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MEREK

A. Pengertian dan Dasar Hukum Merek

Hak kekayaan intelektual merupakan hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak atau hasil dari pekerjaan pemikiran manusia yang menalar.13 Hak kekayaan intelektual (Intellectual Property Rights) dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang lahir karena kemampun intelektual manusia.

Konsepsi mengenai hak kekayaan intelektual didasarkan kepada pemikiran bahwa hasil kreasi dari pekerjaan dengan menggunakan kemampuan intelektual berupa gagasan yang diwujudkan secara konkret, kemudian diperbanyak secara luas sehingga mempunyai nilai ekonomis, karena terlibat dalam aktivitas komersial. Terciptnya invensi-invensi baru di bidang teknologi, pada ahkhirnya akan meningkatkan taraf hidup masyarakat karena invensi yang telah dihasilkan memiliki manfaat secara ekonomis.14

Hak kekayaan intelektual terdiri dari beberapa jenis yang dapat digolongkan dalam kelompok hak cipta (Copy Rights) dan hak kekayaan Perindustrian (Industrial Property Rights).15 Hak cipta dibagi 2 yaitu hak cipta dan hak yang berkaitan atau sepadan dengan hak cipta (neighbouring rights).

Sedangkan hak kekayaan perindustrian dapat dibagi menjadi : 16

13 OK Saidin, Op.Cit, hlm.9

14 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2003, hlm.23

15 Redaksi, Indonesia Perlu Perhatikan Hak Milik Intelektual, Kompas, Jakarta, 19 Pebruari 2014, hal.1, diakses dari www.kompa.co.id, diakses tanggal 8 Juni Desember 2016 Pukul 09.00 Wib.

16 Ok. Saidin, Op.Cit, hlm.16

(25)

1. Hak Cipta (copy right) 2. Paten (patent)

3. Merek (trade mark)

4. Rahasia Dagang (trade secret) 5. Desain Industri (industrial design)

6. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (integrated circuit design)

7. Penemuan Varietas Baru Tanaman (New Varities of plants protection)

Awalnya merek hanyalah sebuah tanda agar konsumen/pengguna barang dan jasa dapat membedakan produk barang/jasa satu dengan yang lainnya.

Dengan merek konsumen/pengguna lebih mudah untuk mengingat sesuatu yang dibutuhkan dan dengancepat dapat menentukan dan mengambil keputusan barang atau jasa apa yang akan dibelinya. Dalam perkembangannya dimasa sekarang peran merek berubah, Merek bukansekedar tanda, melainkan gaya hidup (lifestyle).17

David A. Aaker, mengatakan “ Nothing ismore emotional than a brand whitin an organization”.18 David memberikan penekanan pada pentingnya merek bagi sebuah bisnis maupun organisasi.19

Menurut Undang-undang No. 15 tahun 2001 merek adalah Tanda-tanda yang berupa gambar, nama, kata huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam perdagangan barang atau jasa.

17 Santosa Sembiring, Hak Kekayaan Intelektual Dalam Peraturan Perundang-undangan, Yrama Widya, Bandung, 2007, hlm.17.

18 Venantia Sri Hadinianti, Hak kekayaan Intelektual: Merek dan Merek Terkenal ,http://www.atmajaya.ac.id/content . diakses tanggal 8 Juni Desember 2016 Pukul 09.00 Wib.

19 Ibid

(26)

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diketahui bahwa merek tidak hanya berupa gambar-gambar saja namun juga berupa kata-kata dan angka-angka serta berupa susunan warna-warna saja atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut namun harus mempunyai daya pembeda dari yang lain dan harus digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Mengenai pengertian merek ini masih banyak orang berpendapat bahwa sebenarnya merek hanya berupa kata-kata atau gambar-gambar tertentu saja dan tidak boleh berupa gabungan atau kombinasi dari unsur-unsur yang ada, untuk hal ini sering didengar pendapat dari orang-orang awam (kurang mengerti) apa itu sebenarnya yang disebut dengan merek. Sedangkan untuk pengertian Hak Merek, Pasal 3 Undang-undang No. 15 tahun 2001 menyebutkan bahwa Hak Merek adalah “Hak atas merek adalah eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada pihak lain untuk menggunakannya”.

Hakekatnya merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Merek juga adalah merupakan bagian dari kegiatan perekonomian dunia usaha, maka untuk penyelesaian suatu sengketa mengenai merek diperlakukan badan peradilan merek yang lebih cocok dengan dunia usaha, yaitu Pengadilan

(27)

Niaga sebagai bidang yang termasuk commercial courts agar penyelesaian dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat.20

Ketentuan yang diterangkan dalam perjanjian TRIP’S (Trade Related Aspects of Intellectual property rights) sebagaimana disesuaikan dengan Undang- Undang Merek menyatakan :

Pemilik dari merek yang terdaftar akan mempunyai hak eksklusif untuk melarang pihak ketiga, yang tidak mempunyai persetujuan dari padanya, untuk memakai merek yang sama atau serupa untuk barang-barang atau jasa yang adalah sama atau menyerupai dengan barang-barang dan jasa- jasa untuk mana merek dagang bersangkutan telah didaftarkan.21

B. Pembagian dan Pengelompokan Merek

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek ada mengatur tentang jenis-jenis merek, yaitu sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 dan 3. Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek menyebutkan: Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang-barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

Merek Dagang harus dibedakan dari Merek Jasa, karena Merek Dagang hanya untuk barang-barang yang diperdagangkan sehingga dapat dibedakan barang tersebut dari yang lainnya meskipun jenisnya sama sehingga dapat diketahui perusahaan mana atau siapa yang memproduksi barang tersebut yang akan berbeda dengan merek perusahaan lain yang juga memproduksi barang-barang

20 Insan Budi Maulana, Perlindungan Merek Terkenal Di Indonesia dari Masa ke Masa, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm.51

21 Sudargo Gautama, Hak Milik Intelektual Indonesia dan Perjanjian Internasional TRIPS, GATT, Putaran Uruguay (1994) Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004. hlm., 19

(28)

dengan jenis yang sama, misalnya sebuah perusahaan “X” memproduksi semen dengan merek “Tiga Roda” akan berbeda dengan semen yang diproduksi oleh perusahaan “Z” yang mempunyai Merek Dagang “Padang”, meskipun dalam hal ini barang yang diproduksi oleh kedua perusahaan tersebut adalah sejenis namun Merek Dagangnya berbeda satu sama lain.

Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek menyebutkan merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

Meskipun jasa ini juga harus mempunyai daya pembeda dengan Merek Jasa yang dipunyai oleh perusahaan lain atau orang lain meskipun jasa yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut adalah sejenis, misalnya service mobil dengan Merek Jasa “Arjuna” meskipun dalam hal ini jasa yang dihasilkan kedua perusahaan tersebut adalah sama-sama berupa service mobil.

Sesuai dengan apa yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, maka jenis-jenis merek yaitu merek dagang dan merek jasa. Pasal 1 butir 4 ada menyebutkan tentang merek kolektif. Khusus untuk merek kolektif sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai jenis merek yang baru oleh karena merek kolektif ini sebenarnya juga terdiri dari merek dagang dan jasa. Hanya saja merek kolektif ini pemakaiannya digunakan secara kolektif.

Pengklasifikasian merek semacam ini kelihatannya diambil alih dari Konvensi Paris yang dimuat dalam Pasal 6 sexies.22

22 OK. Saidin, Op.Cit, hlm. 346.

(29)

Sebenarnya pengakuan terhadap merek jasa belum begitu lama.

Perkembangan yang ditandai dari Konvensi Nice atau dikenal dengan The Nice Convention of the International Classification of Good and Service for the Purposes of the Registration of Mark (1957). Mulai dari Konvensi Nice, maka pengakuan untuk pendaftaran merek jasa kemudian berkembang di beberapa Negara lainnya. Di Indonesia, pendaftaran merek jasa baru dapat dilakukan mulai tahun 1992, yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek.

Semua negara yang mengatur adanya pendaftaran untuk merek jasa, pada dasarnya akan melandaskan daripada klasifikasi jasa yang ditetapkan dalam Konvensi Nice, terdiri sebanyak 8 kelas yang meliputi :

1. Kelas 36 : Insurance and Financial 2. Kelas 37 : Construction and Repair 3. Kelas 38 : Communication

4. Kelas 39 : Transportation and Storage 5. Kelas 40 : Material Treatment

6. Kelas 41 : Educational and Entertainment 7. Kelas 42 : Miscellaneous.23

Berbeda dengan produk sebagai sesuatu yang dibuat di pabrik, merek dipercaya menjadi motif pendorong konsumen memilih suatu produk, karena merek bukan hanya apa yang tercetak di dalam produk (kemasannya), melainkan

23 Muhamad Djumhana, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 76.

(30)

juga merek termasuk yang ada di dalam hati konsumen dan bagaimana konsumen mengasosiasikannya.

R.M. Suryodiningrat mengklasifikasikan merek dalam tiga jenis, yaitu : 1. Merek kata yang terdiri dari kata-kata saja. Misalnya : Good Year, Dunlop,

sebagai merek untuk ban mobil dan ban sepeda.

2. Merek lukisan adalah merek yang terdiri dari lukisan saja yang tidak pernah, setidak-tidaknya jarang sekali dipergunakan.

3. Merek kombinasi kata dan lukisan, banyak sekali dipergunakan. Misalnya : rokok putih merek “Escort” yang terdiri dari lukisan iring-iringan kapal laut dengan tulisan dibawahnya “Escort”. Teh wangi merek “Pendawa” yang terdiri dari lukisan wayang kulit pendawa dengan perkataan dibawahnya

“Pendawa Lima”24

R. Soekardono mengemukakan pendapatnya bahwa, tentang bentuk atau wujud dari merek itu undang-undang tidak memerintahkan apa-apa, melainkan harus berdaya pembeda, yang diwujudkan dengan:

1. Cara yang oleh siapa pun mudah dapat dilihat (beel mark) 2. Merek dengan perkataan (word mark)

3. Kombinasi dari merek atas penglihatan dan merek perkataan.25

Selain jenis merek sebagaimana ditentukan diatas ada juga pengklasifikasian lain yang didasarkan kepada bentuk atau wujudnya. Bentuk dan wujud itu menurut Suryatin dimaksudkan untuk membedakannya dari barang

24 R.M Suryodiningrat, Aneka Milik Perindustrian, Tarsito, Bandung, 2001, hlm.15.

25 R.Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid I, Dian Rakyat, Jakarta, 2001, hlm.165.

(31)

sejenis milik orang lain. Oleh karena adanya pembedaan itu, maka terdapat beberapa jenis merek yaitu :

1. Merek lukisan (beel mark) 2. Merek kata (word mark) 3. Merek bentuk (form mark)

4. Merek bunyi-bunyian (klank mark) 5. Merek judul (title mark)

R. Suryatin berpendapat bahwa jenis merek yang paling baik untuk Indonesia adalah merek lukisan. Adapun jenis merek lainnya, terutama merek judul kurang tepat untuk indonesia, mengingat bahwa abjad Indonesia tidak mengenal huruf ph, sh. Dalam hal ini merek kata dapat juga menyesatkan masyarakat banyak umpamanya: “Sphinx” dapat ditulis secara fonetis (menurut pendengaran), menjadi “Sfinks” atau “Svinks”.26

Selain itu saat ini juga dikenal merek dalam bentuk tiga dimensi (three dimensional trademark) seperti merek pada produk minuman Coca-Cola dan Kentucky Fried Chicken. Di inggris perusahaan Coca-Cola telah mendaftarkan bentuk botol merek sebagai suatu merek.27 Menurut acuan selama ini gambaran produk yang dipresentasikan oleh bentuk, ukuran dan warna tidak dapat dikategorikan sebagai merek.

C. Persyaratan Merek

Adapun syarat mutlak suatu merek yang harus dipenuhi oleh setiap orang ataupun badan hukum yang ingin memakai suatu merek, agar supaya merek itu

26 Suryatin, Hukum Dagang I dan II , Pradnya Paramita, Jakarta, 2000, hlm. 87

27 OK.Saidin.Op.Cit, hlm. 347-348

(32)

dapat diterima dan dipakai sebagai merek atau cap dagang adalah bahwa merek itu harus mempunyai daya pembedaan yang cukup. Dengan lain perkataan, tanda yang dipakai ini haruslah sedemikian rupa, sehingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang hasil produksi suatu perusahaan atau barang perniagaan (perdagangan) atau jasa dari produksi seseorang dengan barang-barang atau jasa yang diproduksi oleh orang lain. Karena adanya merek itu barang-barang atau jasa diproduksi menjadi dapat dibedakan.28

Soedargo Gautama mengemukakan bahwa:

Untuk mempunyai daya pembedaan, maka adalah syarat mutlak bahwa merek bersangkutan ini harus dapat memberikan penentuan atau individulisering daripada barang bersangkutan. Pihak ketiga akan melihat juga dan dapat membedakan karena adanya merek ini, barang-barang hasil produksi seorang dari pada hasil produksi orang lain.29

Soedargo Gautama mengemukakan pula bahwa:

Merek ini harus merupakan suatu tanda. Tanda ini dapat dicantumkan pada barang bersangkutan atau bungkusan dari barang itu. Jika suatu barang hasil produksi suatu perusahaan tidak mempunyai kekuatan pembedaan dianggap sebagai tidak cukup mempunyai kekuatan pembedaan dan karenanya bukan merupakan merek. Misalnya, bentuk, warna, ataun ciri lain dari barang atau pembungkusnuya. Bungkus yang khas atau warna, warna dari sepotong sabun atau doos, tube dan botol. Semua ini tidak cukup mempunyai daya pembedaan untuk dianggap sebagai suatu merek, tetapi dalam praktiknya kita saksikan bahwa warna-warna tertentu yang dipakai dengan suatu kombinasi yang khusus dapat dianggap sebagai suatu merek.30

Mengenai syarat-syarat membuat merek di dalam Undang-Undang Nomor No.15 Tahun 2001 ternyata tidak dengan tegas disebutkan secara terperinci. Meskipun demikian untuk dapat membuat merek sesuai dengan

28 OK. Saidin, Op. Cit., hlm.348

29 Soedargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, Alumni, Bandung, 2007, hlm. 34 30 Ibid, hlm. 34.

(33)

maksud undang-undang perlu dihubungkan dengan syarat-syarat pendaftaran merek karena suatu merek akan mendapat perlindungan hukum jika merek itu didaftarkan.31

Orang yang membuat merek atau pemilik merek syaratnya wajib beritikad baik.32 Merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Pemohon yang baik adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen. Dalam kehidupan sehari-hari pihak yang jujur (beritikad baik) patut memperoleh perlindungan hukum sedangkan pihak yang beritikad tidak baik (te kwader trouw) tidak perlu mendapat perlindungan hukum tanpa mengabaikan atau mengurangi arti pentingnya hal-hal sebagaimana diatur oleh Pasal 549 KUH Perdata.33

Pentingnya pemilik merek beritikad baik ditetapkan sebagai salah satu syarat pendaftaran merek, tujuannya untuk mencari kepastian hukum mengenai siapa yang sesungguhnya orang yang menjadi pemilik merek. Dalam sistem konstitutif dimaksudkan supaya negara tidak keliru memberikan hak atas merek kepada orang yang tidak berhak menerimanya.

Ketentuan Undang-Undang Nomor No.15 Tahun 2001mengatur lebih

31 Gatot Supramono, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia, Rhinneka Cipta, Jakarta, 2006, hlm. 16

32 Ibid, hlm. 17

33 Ibid, hlm.18

(34)

lanjut apa saja yang tidak dapat dijadikan suatu merek atau yang tidak dapat didaftarkan sebagai suatu merek.

Menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor No.15 Tahun 2001, merek tidak dapat didaftarkan apabila mengandung salah satu unsur di bawah ini:

1. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.

2. Tidak memiliki daya pembeda 3. Telah menjadi milik umum

4. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

Keempat unsur di atas diatur dalam ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor No.15 Tahun 2001 dianggap cukup dapat mewakili ketentuan merek yang tidak dapat didaftar dalam UUM Tahun 1961 dan UUM Tahun 1992 jo.

UUM Tahun 1997.34 Adapun masing-masing unsur di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Termasuk dalam pengertian bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum adalah apabila penggunaan tanda tersebut dapat menyinggung perasaan, kesopanan, ketentraman, atau keagamaan dari khalayak umum atau dari golongan masyarakat tertentu.

Di dalam UUM Tahun 1961 dan UUM Tahun 1992 jo. UUM Tahun 1997 tidak terdapat tentang unsur “hal yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan moralitas agama” ini. Unsur tersebut

34 Ibid, hlm. 20.

(35)

baru ada atau diatur dalam UUM Tahun 2001. Unsur-unsur tersebut sebenarnya sudah termasuk ke dalam unsur bertentangan dengan ketertiban umum. Jadi kalau sebuah merek bertentangan dengan peraturan perundang- undangan atau bertentangan dengan moralitas agama waktu itu tergolong bertentangan dengan ketertiban umum.35

Jadi ketentuan dalam UUM Tahun 2001 sebenarnya hanya ingin merinci jelas saja.36 Sejalan dengan itu, dikemukakan oleh Sudargo Gautama yang menyatakan bahwa tanda-tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum tidak dapat diterima sebagai merek. Dalam merek bersangkutan tidak boleh terdapat lukisan-lukisan atau kata-kata yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik dan ketertiban umum.37

2. Kemudian tentang merek yang tidak memiliki daya pembeda sebagaimana yang pernah disinggung sebelumnya adalah merek yang bentuknyan terlalu sederhana seperti satu tanda titik atau satu tanda garis, atau bentuknya terlalu rumit sehingga menjadi tidak jelas untuk dapat membedakan apakah tanda tersebut tanda atau bukan.

Selanjutnya mengenai merek yang mengandung unsur telah menjadi milik umum, yang mana bentuk merek berupa tanda yang telah menjadi milik umum sehingga akan membingungkan masyarakat apabila tanda tersebut adalah merek. Salah satu contohnya adalah gambar tengkorak di atas dua tulang bersilang, pada umumnya masyarakat telah mengetahui bahwa gambar tersebut sebagai tanda bahaya. Tanda seperti itu merupakan tanda yang

35 Ibid, hlm.20

36 Ibid.

37 OK. Saidin , Op. Cit., hlm.

(36)

bersifat umum dan telah menjadi milik umum.

3. Untuk merek yang merupakan keterangan atau yang berkaitan dengan barang atau jasa yang diperdagangkan, karena akan terkesan tanda tersebut bukan merek melainkan sebagai keterangan produk bersangkutan. Misalnya merek bentuk tulisan KOPI atau gambar MANIS untuk yang berupa gula, ini juga tidak diperbolehkan karena merupakan keterangan dari produk tersebut yang memiliki rasa manis.38

Selanjutnya Pasal 6 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 memuat juga ketentuan mengenai penolakan pendaftaran merek, yaitu :

1. Merek mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis.

2. Merek mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis.

3. Merek mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal.

Sesuai dengan fungsi merek sebagai tanda pembeda, maka seyogianya antara merek yang dimiliki oleh seseorang tidak boleh sama dengan merek yang dimiliki oleh orang lain.39 Persamaan itu tidak saja sama secara keseluruhan, tetapi memiliki persamaan secara prinsip. Sama secara keseluruhan berarti merek

38 Gatot Supramono, Op. Cit., hlm. 21

39 OK. Saidin, Op.Cit, hlm. 359

(37)

tersebut secara totalitas ditiru.40 Persamaan pada keseluruhannya yaitu persamaan keseluruhan elemen. Dengan perkataan lain, merek yang direproduksi oleh orang lain tanpa izin.41 Agar suatu merek dapat disebut copy atau reproduksi merek dari pihak lain sehingga dapat dikualifikasikan mengandung persamaan secara keseluruhan, harus memenuhi syarat-syarat berikut:42

1. Ada persamaan elemen secara keseluruhan;

2. Persamaan jenis atau produksi kelas barang atau jasa.

3. Persamaan wilayah dan segmen pasar.

4. Persamaan cara dan perilaku pemakaian

5. Persamaan cara pemeliharaan. Misalnya, sebuah perusahaan memproduksi sepatu atau tas dengan merek Bonia, padahal perusahaan itu bukan pemegang merek (penerima lisensi) Bonia.43

Adapun yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penetapan, cara penulisan, atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek- merek tersebut.44

Akan tetapi ada juga pemakai merek yang menumpangkan popularitas produknya dengan merek yang sudah terkenal meskipun merek tersebut tidak

40 Ibid

41 Prasetsyo Hadi Purwandoko, Problematika Perlindungan Merek Di Indonesia.

http://prasetyohp.wordpress.com/problematika-perlindungan-Merek-di-indonesia, diakses pada tanggal 06 Juni 2016 Pukul 10.00Wib.

42 Ibid

43 OK. Saidin, Op.Cit, hlm. 359

44 Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a UUM No. 15 Tahun 2001

(38)

sama secaa keseluruhan. Misalnya penggunaan merek Bally untuk sepatu yang mendekati merek yang sudah terkenal Belly. Bentuk merek yang disebut terakhir ini oleh Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 disebut dengan persamaan pada pokoknya.45

Ada tiga bentuk pemakaian merek yang dapat dikategorikan persamaan pada pokoknya yakni:46

1. Kemiripan persamaan gambar.

2. Hampir mirip atau hampir sama susunan kata, warna, atau bunyi.

3. Faktor yang paling penting dalam doktrin ini, pemakaian merek menimbulkan kebingungan (actual confusion) atau menyesatkan (device) masyarakat/

konsumen. Seolah-olah merek tersebut dianggap sama sumber produksi dari sumber asal geografis dengan barang milik orang lain (likelyhood confusion).

Untuk persamaan pada pokoknya terhadap merek terkenal ini, tidak ditentukan persyaratan bahwa merek terkenal tersebut sudah terdaftar (di Indonesia). Hal ini berarti, walaupun merek terkenal tersebut tidak terdaftar di Indonesia, tetap saja dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001.

Di samping itu, permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila terdapat hal-hal sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 ayat (3) Undang- Undang No. 15 Tahun 2001:

1. Merek merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak.

2. Merek merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama,

45 OK. Saidin, Op.Cit, hlm. 360

46 Gatot Supramono, Op. Cit., hlm. 25.

(39)

bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

3. Merek merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

Alasan untuk melarang pemakaian dari tanda-tanda resmi kenegaraan/pemerintah, atau badan-badan internasional maupun badan resmi nasional, ialah karena pemakaian itu akan memberi kesan yang keliru bagi khalayak ramai. Seolah-olah merek-merek itu memang ada hubungannya dengan pemerintah atau badan-badan internasional maupun badan-badan internasional maupun resmi dari pemerintah itu. Makanya tidak dapat diperkenankan pemakaian dari tanda-tanda bersangkutan untuk menghindarkan salah paham dan kekeliruan itu.47

Untuk hal ini UUM No. 15 Tahun 2001 bahkan telah lebih tegas mengemukakan alasannya tentang hal ini. Alasannya adalah apabila diperbolehkan adanya pemakaian merek-merek atau tanda dengan persetujuan terlebih dahulu dari yang berhak, maka suatu pendirian yang mengandung pengakuan (impliciet) yang palsu akan tercipta dalam benak masyarakat, bahwa seolah-olah ada suatu hubungan antara barang-barang dengan merek bersangkutan dan organisasi yang benderanya, emblem-emblem atau namanya telah diproduksi atau ditiru itu.48

Apabila memerhatikan ketentuan tentang kriteria merek yang tidak dapat

47 Ibid, hlm. 354

48 Ibid

(40)

didaftar dan yang ditolak pendaftarannya, secara sederhana dapat dikatakan bahwa perbedaan utama antara kriteria merek yang tidak dapat didaftar dan yang ditolak pendaftarannya adalah terletak pada pihak yang dirugikan. Jika suatu merek kemungkinannya akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat secara umum, merek tersebut tidak dapat didaftarkan.

Sementara itu, apabila merek tersebut dapat merugikan pihak-pihak tertentu, merek tersebut ditolak pendaftarannya. Atau lebih sederhana lagi dapat dikatakan bahwa merek yang tidak dapat didaftarkan yaitu merek yang tidak layak dijadikan merek, sedangkan merek yang ditolak, yaitu merek yang akan merugikan pihak lain.49

D. Prosedur Pendaftaran Merek di Indonesia

Secara umum Hak Milik Intelektual dianggap lahir sejak dilakukan pendaftaran dan pengumuman atas hak-hak yang bersangkutan. Tetapi apabila dilihat dari macam-macam Hak Milik Intelektual tersebut, masing-masing terdapat kekhususannya.

Hak Merek dianggap telah lahir sejak didaftarkan di Kantor Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Sehubungan dengan itu, tujuan dari pendaftaran merek tersebut adalah selain untuk syarat lahirnya Hak Merek, juga sebagai perlindungan hukum terhadap merek yang telah didaftarkan tersebut, hal ini dilakukan untuk melindungi pemilik merek tersebut dari kecurangan- kecurangan yang mungkin timbul di dalam dunia usaha akibat perlakuan dari pemilik merek-merek yang tidak terdaftar secara jelas, dan untuk melindungi

49 Ibid

(41)

masyarakat pengguna barang dan jasa dari tindakan-tindakan curang tersebut dalam dunia perdagangan dan dunia usaha.

Merek-merek yang telah didaftarkan akan diumumkan kepada khalayak ramai untuk memenuhi asas publisitasnya dan hal ini wajib dilakukan guna memenuhi asas tesebut, karena kalau tidak maka Hak Merek tersebut bukanlah bagian dari Hak Milik Intelektual yang mana mempunyai azas publisitas. Hal ini dilakukan untuk melindungi pemilik sah dari merek tersebut bila ternyata pemohon pendaftaran tersebut bukanlah pemilik yang berhak atas merek yang bersangkutan.

Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 menganut sistem pendaftaran konstitutif sehingga menimbulkan hak apabila sudah didaftarkan oleh si pemilik.

Pendaftaran atas merek merupakan suatu keharusan. Berikut ini adalah prosedur pendaftaran merek yang diatur dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001.

Permohonan pendaftaran merek diatur dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 12 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Syarat dan tata cara permohonan pendaftaran merek kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual adalah diajukan secara tertulis.

Menurut Pasal 7 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek, permintaan pendaftaran merek diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

Surat permintaan pendaftaran merek mencantumkan : 1. Tanggal, bulan dan tahun;

2. Nama lengkap, kewarganegaraan dan alamat pemohon;

(42)

3. Nama lengkap dan alamat kuasa pabila permintaan pendaftaran merek diajukan melalui kuasa;

4. Macam warna, apabila merek yang dimintakan pendaftarannya menggunakan unsur warna.

5. Nama negara dan tanggal permintaan pendaftaran merek yang pertama kali, dalam hal permintaan pendaftaran diajukan dengan hak prioritas.50

Surat permintaan pendaftaran merek tersebut ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya. Dalam hal permintaan pendaftaran merek diajukan oleh lebih dari satu orang atau badan hukum yang secara bersama-sama berhak atas merek tersebut, nama orang-orang atau badan hukum yang mengajukan permintaan pendaftaran dicantumkan semuanya memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka. Sehubungan dengan hal tersebut maka permintaan pendaftaran tersebut ditandatangani oleh salah satu wakil badan hukum atau salah seorang yang berhak atas merek dengan melampirkan persetujuan tertulis dari orang atau badan hukum yang lainnya yang berhak. Apabila permintaan merek tersebut diajukan melalui kuasanya, maka surat kuasa untuk itu harus ditandatangani oleh semua yang berhak atas merek tersebut. Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya.

Pasal 8 Undang-undang No. 15 tahun 2001 menyebutkan sebagai berikut : 1. Permohonan untuk 2 (dua) kelas barang atau lebih dan/atau jasa dapat

diajukan dalam satu permohonan.

50 Edy Damian, Op.Cit, hlm.74

(43)

2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyebutkan jenis barang dan/atau jasa yang termasuk dalam kelas yang dimohonkan pendaftarannya.

3. Kelas barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Permohonan untuk dua kelas barang atau lebih dan/atau jasa dapat diajukan dalam satu permohonan, tetapi harus menyebutkan jenis barang dan/atau jasa yang termasuk dalam kelas yang dimohonkan pendaftarannya. Kelas barang atau jasa ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1993 yaitu:51

Tabel 1

Daftar Kelas Barang

No Kelas Barang Jenis-Jenis Barang

1 Kelas 1 Bahan kimia yang dipakai dalam industri, ilmu pengetahuan dan fotografi, maupun dalam pertanian, perkebunan, dan kehutanan; damar tiruan yang tidak diolah, plastik yang tidak diolah;

pupuk; komposisi bahan pemadam api, sediaan pelunak dan pematri; zat-zat kimia untuk mengawetkan makanan; zat-zat penyamaki perekat yang dipakai dalam industry.

2 Kelas 2 Cat-cat, pernis-pernis; lak-lak; bahan pencegah karat dan kelapukan kayu; bahan pewarna;

pembetsa/pengering; bahan mentah, damar alam;

logam dalam bentuk lembaran dan bubuk untuk para pelukis, penata dekor, pencetak dan seniman.

3 Kelas 3 Sediaan pemutih dan zat-zat lainnya untuk mencuci;

sediaan untuk membersihkan, mengkilatkan, membuang lemak dan menggosok; sabun-sabun;

wangi-wangi, minyak-minyak sari; kosmetik, losion rambut; bahan-bahan pemelihara gigi

4 Kelas 4 Minyak-minyak dan lemak-lemak untuk industri;

bahan pelumas; komposisi zat untuk menyerap,

51http://www.dreamid.com/doc/Daftar Klasifikasi Kelas Merek Barang dan Jasa.pdf.

diakses pada tanggal 06 Juni 2016 Pukul 10.00Wib..

Gambar

Tabel 2  Daftar Kelas Jasa

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan penanaman modal asing dalam sektor perkebunan dalam perspektif hukum di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman

dibidang pasar modal, perusahaan penanaman modal berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, sedang untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perintah

Pengurusan dan Pemberasan dalam Pailitnya Lembaga Keuangan Bank Kepailitan merupakan realisasi dari Pasal 1131-1132 KUHPerdata yang bertujuan untuk melindungi tindak

Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kewenangan lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) terdapat dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Bentuk gugatan perdata yang dapat dilakukan oleh pemegang merek diatur dalam Pasal 76 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek yang menyatakan bahwa pemilik

ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 73. Pasal 109 ini disebutkan dengan jelas segala jenis barang yang merupakan barang yang dilarang dalam kegiatan ekspor-impor akan

Hal ini tersimpul dalam pasal 3 Undang-Undang No.19 Tahun 1992 tentang Merek yang menyatakan: "Hak atas merek adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada pemilik merek yang

Upaya yang dilakukan dengan adanya penerbitan bilyet giro kosong adalah dengan mengajukan kepada Bank Indonesia agar penerbit nasabah biro yang bersangkutan dimasukkan