• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNGJAWAB HUKUM DALAM PENERBITAN BILYET SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN HUTANG

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

MHD. ISWANDA AKBARY GINTING NIM : 120200347

DEPARTEMEN HUKUM HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 1 7

(2)

TANGGUNGJAWAB HUKUM DALAM PENERBITAN BILYET SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN HUTANG

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

MHD. ISWANDA AKBARY GINTING NIM : 120200347

DEPARTEMEN HUKUM HUKUM EKONOMI

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Prof. Bismar Nasution, SH.MH NIP. 195603291986011001

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.MH Tri Murti Lubis, SH.MH NIP. 195603291986011001 NIP. 198612122014042001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 1 7

(3)

ABSTRAK

TANGGUNGJAWAB HUKUM DALAM PENERBITAN BILYET SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN HUTANG

Mhd. Iswanda Akbary Ginting*

Bismar Nasution**

Tri Murti Lubis**

Penggunaan bilyet giro sebagai salah satu alat pembayaran dalam praktek semula timbul atas kepercayaan untuk melayani amanat nasabahnya yang mempunyai simpanan giro pada bank tersebut, yang melakukan penarikan dengan bentuk yang tidak berdasarkan peraturan-peraturan tertentu. Sifatnya hanya merupakan perintah pemindahbukuan dari penerbit kepada bank untuk kepentingan penerima bilyet giro. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah bagaimana prosedur dan syarat-syarat penerbitan bilyet giro dan bilyet giro kosong, bagaimana kedudukan bilyet giro sebagai alat pembayaran hutang dan hambatan yang timbul dalam penggunaan bilyet giro serta cara mengatasinya, bagaimana tanggung jawab penerbit bilyet giro terhadap bilyet giro yang diterbitkan. Metode pendekatan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pengumpulan data melalui data skunder.

Metode analisis yang dipakai adalah kualitatif, dan penyajian datanya dalam bentuk laporan tertulis secara ilmiah. Bilyet giro hanya dapat digunakan untuk pemindahbukuan saja dan tidak dapat diuangkan secara tunaimaka dirasa lebih aman, sehingga masyarakat cenderung untuk menyukainya, namun dalam kenyataannya bilyet giro yang diharapkan dapat memenuhi fungsinya sebagai alat pembayaran giral yang praktis, efisien, dan aman belum dapat diwujudkan sepenuhnya. Hal ini disebabkan dengan adanya hambatan-hambatan didalam penggunaan bilyet giro, khususnya dalam kaitannya dengan tanggung jawab penerbit bilyet giro terhadap bilyet giro yang diterbitkannya, seperti adanya penerbitan bilyet giro kosong, pembatalan bilyet giro dan kemungkinan dapat diperalihkannya bilyet giro. Perjanjian penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran dalam transaksi jual beli dilakukan antara penerbit, bank dan penerima atau penarik dana. Hubungan hukum penerbit dan penerima didahului adanya perikatan dasar yaitu adanya perjanjian seperti jual beli, sewa menyewa, selanjutnya penerbit wajib menyediakan sejumlah dana seperti yang tertera dalam bilyet giro. Tanggung jawab penerbit bilyet giro terhadap bilyet giro yang diterbitkan adalah menyediakan dana yang cukup pada hari pembayaran (biro gilyet efektif), bersedia mematuhi perintah (konfirmasi) dari bank tertarik untuk segera menyediakan dana yang cukup

Kata Kunci : Tanggungjawab, Bilyet Giro, Hutang.

.

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

*** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehariban Allah Swt karena dengan karunia-Nya telah memberikan kesehatan, kekuatan dan ketekunan pada penulis sehingga mampu dan berhasil menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul :

"Tanggungjawab Hukum Dalam Penerbitan Bilyet Sebagai Alat Pembayaran Hutang”.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari terdapatnya kekurangan, namun demikian dengan berlapang dada penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang menaruh perhatian terhadap skripsi ini.

Demi terwujudnya penyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah dengan ikhlas dalam memberikan bantuan untuk memperoleh bahan-bahan yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum USU Medan

2. Bapak Dr. OK. Saidin, SH.M.Hum sebagai Wakil Dekan I FH. USU Medan 3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH.M.Hum sebagai Wakil Dekan II FH. USU

Medan.

(5)

4. Bapak Drs Jelly Leviza, SH.M.Hum sebagai Wakil Dekan III FH. USU Medan

5. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.MH sebagai Ketua Departemen Hukum Ekonomi sekaligus sebagai Pembimbing I .

6. Ibu Tri Murti Lubis, SH.MH selaku Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan pembuatan skripsi.

7. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.

8. Terima kasih yang sebesar-besarnya dari penulis kepada ayahanda dan Ibunda yang dengan susah payah membesarkan, mendidik dan membiayai pendidikan penulis.

9. Seluruh Almamater Fakultas Hukum USU yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan kalian

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini. Semoga ilmu yang penulis telah peroleh selama ini dapat bermakna dan berkah bagi penulis dalam hal penulis ingin menggapai cita-cita.

Medan, Juni 2017

Penulis

MHD. ISWANDA AKBARY GINTING

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI. ... vi

BAB I : P E N D A H U L U A N... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

F. Metode Penelitian... 14

G. Sistematika Penulisan... 16

BAB II : PENERBITAN BILYET GIRO DAN BILYET GIRO KOSONG ... 17

A. Pengaturan Bilyet Giro sebagai Surat Berharga... 17

B. Latar Belakang Digunakannya Bilyet Giro Sebagai Alat Pembayaran ... 27

C. Kedudukan Penerbit Bilyet Giro ... 33

BAB III : BILYET GIRO SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN HUTANG ... 43

A. Kedudukan Bilyet Giro Sebagai Alat Pembayaran Hutang .... 43

B. Faktor Penyebab Penerbitan Bilyet Giro Kosong Sebagai Alat Pembayaran Hutang ... 55

C. Hambatan dalam Penggunaan Bilyet Giro sebagai Alat Pembayaran Hutang ... 64

(7)

BAB IV : TANGGUNG JAWAB PENERBIT BILYET TERHADAP

BILYET GIRO YANG DITERBITKAN ... 74

A. Tanggung Jawab Penerbit Bilyet dalam Hal Penerbitan Bilyet Giro dalam Pembayaran Hutang ... 74

B. Akibat Hukum Wanprestasi dalam Penggunaan Bilyet Giro Sebagai Alat Pembayaran Hutang ... 80

C. Penyelesaian Sengketa Penggunaan Bilyet Giro Sebagai Alat Pembayaran Hutang ... 88

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 93 LAMPIRAN

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan tehnologi dunia demikian pesatnya meliputi juga sektor perdagangan. Hal ini terlihat bahwa masyarakat menghendaki segala sesuatu bersifat praktis dan aman serta dapat dipertanggungjawabkan, khususnya dalam lalu lintas pembayaran.

Prakteknya dalam lalu lintas perdagangan, sering sekali pembayaran terhadap suatu transaksi jual beli tidak dilakukan dengan uang tunai, akan tetapi dilakukan dengan uang giral, yaitu dengan menerbitkan surat berharga, yang salah satunya adalah bilyet giro. Lalu lintas pembayaran melalui rekening bank merupakan kebutuhan masyarakat, yang semakin penting dewasa ini. Pelaksanaan lalu lintas perdagangan membutuhkan jasa bank yang akan menata laksanakan atau membukukan rekening tersebut.

Penggunaan surat berharga dalam kegiatan bisnis makin lama makin berkembang hampir semua pelaku bisnis menggunakan alat pembayaran tersebut, termasuk kegiatan bisnis sehari-hari yang dilakukan masyarakat umum.1 Menurut Imam Prayoga Suryohadibroto dan Djoko Prakoso mengatakan bahwa surat berharga adalah akta-akta atau alat-alat bukti yang menurut kehendak dari penerbitnya atau ketentuan undang-undang dipergunakan semata-mata sebagai upaya bukti diri (legitimasi), akta-akta mana diperlukan untuk menagih.2

1 Joni Emirzon, Hukum Surat-Surat Berharga dan Perkembangannya di Indonesia (Jakarta Ghalia Indonesia, 2002), hlm.3

2 Imam Prayoga Suryohadibroto dan Djoko Prakoso., Surat Berharga Alat Pembayaran Dalam Masyarakat Modern (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), hlm.5.

(9)

Surat berharga adalah surat tanda bukti pembayaran hutang yang dapat dilakukan dengan cara memperhatikan selembar surat yang berisi keterangan berupa perintah dan janji penerbit kepada siapa saja yang berhak terhadap surat tersebut. Sedangkan fungsi pokok surat berharga adalah alat bayar, selain surat berharga berfungsi sebagai alat bayar, juga mempunyai beberapa fungsi yaitu:

1. Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi) 2. Alat memindahkan hak tagih

3. Alat pembayaran 4. Pembawa hak

5. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjualkan dengan mudah atau sederhana). 3

Bilyet giro adalah salah satu bentuk surat berharga yang berisikan perintah nasabah yang telah distandarisasi bentuknya kepada bank yang bersangkutan untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada penerima yang namanya disebutkan pada bank yang sama atau bank lain. Bilyet giro merupakan surat berharga yang tidak mendapat pengaturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), sebab bilyet giro adalah surat berharga yang tumbuh dalam praktek karena adanya tuntutan kebutuhan dalam lalu lintas pembayaran secara giral.4

Emmy Pangaribuan Simanjuntak menyebutkan bilyet giro adalah surat perintah nasabah yang telah distandar bentuknya kepada bank penyimpan dana untuk memindah bukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau pada bank yang lain.5

3 Ibid, hlm.14.

4 Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang tentang Surat-Surat Berharga (Bandung : Alumni, 2004), hlm. 176.

5 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Dagang, Surat-Surat Berharga (Yogyakarta : FH. UGM, 2005), hlm.189.

(10)

Berdasarkan pengertian di atas bahwa pihak bank tersangkut hanya akan membayar atau memindah dana dari rekening penerbit kepada rekening penerima, apabila dana (funds) si penerbit telah cukup tersedia pada bank tersangkut. Untuk itu maka penerbit berkewajiban untuk mengisi dana pada rekening di bank tersangkut sebelum tanggal efektif dari bilyet giro tersebut.

Bilyet giro dalam lalu lintas pembayaran tidak kalah banyaknya jika dibandingkan dengan surat-surat berharga lainnya seperti surat wesel dan surat cek, serta pemakaiannya semakin berkembang di dalam masyarakat. Mengingat pentingnya dan manfaat bilyet giro sebagai sarana pembayaran perbankan maka untuk menghindari pemakaian bilyet giro yang berbeda-beda persyaratannya sehingga dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan seperti pemalsuan dan untuk memudahkan pengawasan maka Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/10/DASP/2000 yang telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/17/DASP/2002 sebagaimana telah diubah dengan perubahan yang kedua No. 8/17/DASP/2006 dan diubah terakhir dengan Surat Edaran No. 8/33/DASP/2006 tentang perubahan ketiga perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong, hal itu disebabkan bilyet giro merupakan suatu surat berharga yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, sehingga dikalangan para ahli ada yang menggolongkannya sebagai surat berharga dan ada yang menyatakan bahwa bilyet giro tidak tergolong sebagai surat berharga.6

6 Anggi Febriando, Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Bilyet Giro Dalam Hal Penerbitan Bilyet Giro Kosong http://hukum.studentjournal/hukum/article, diakses 02 Januari 2017 pukul 20.00 Wib

(11)

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/33/PBI/2002 tidak ada mengatur sanksi yang tegas dalam penggunaan bilyet giro. Hal ini mengakibatkan ketidak pastian kedudukan para pihak yang terlibat didalamnya, sedangkan penggunaan bilyet giro jelas sangat diperlukan untuk alasan di atas dan untuk melancarkan mekanisme sistim pembayaran didalam semua sektor perekonomian.

Secara fungsional bilyet giro merupakan sarana yang paling efektif dan efisien bagi nasabah bank, terutama bagi mereka yang bergerak dibidang perdagangan. Di dalam melaksanakan lalu lintas perdagangan antar mitra usaha tidak perlu membawa sejumlah uang, untuk melakukan suatu transaksi cukup dengan menulis sejumlah uang di atas bilyet giro, maka transaksipun dapat dilakukan dengan mudah, cepat, dan aman. Di lain pihak pemerintah juga dapat mengatur volume sirkulasi uang giral dan uang kartal dalam masyarakat.

Penggunaan bilyet giro dalam praktek semula timbul atas kepercayaan untuk melayani amanat nasabahnya yang mempunyai simpanan giro pada bank tersebut, yang melakukan penarikan dengan bentuk yang tidak berdasarkan peraturan-peraturan tertentu. Sifatnya hanya merupakan perintah pemindahbukuan dari penerbit kepada bank untuk kepentingan penerima bilyet giro. Karena hanya dapat digunakan untuk pemindahbukuan saja dan tidak dapat diuangkan (tunai) maka dirasa lebih aman, sehingga masyarakat cenderung untuk menyukainya.7

Pihak yang menarik atau menerbitkan bilyet giro adalah pihak yang harus membayar di dalam transaksi perdagangan. Menarik atau menerbitkan bilyet giro mengandung pengertian bahwa penebit itu memerintahkan banknya dimana ia

(12)

menjadi nasabah untuk memindahbukukan sejumlah uang dari rekeningnya ke dalam rekening orang lain (si penagih) yang disebut namanya. Pihak penerima bilyet giro itu disebut pemegang atau penerima, sedangkan Bank sebagai pihak yang diperintah melakukan pemindahbukuan, dari sudut pandangan hukum surat berharga dapat disebut tersangkut. Pembayaran bilyet giro oleh Bank tidak dapat dilakukan dengan uang tunai dan tidak dapat dipindah tangankan dengan endosemen, jadi bilyet giro tidak dapat diperdagangkan.

Bilyet giro juga bisa dibatalkan apabila sudah dibayarkan, yaitu penarikan kembali dari perintah pemindahbukuan dari penerbit ditujukan kepada bank. Hal yang dapat mengganggu kedudukan bank dalam hal pembatalan bilyet giro adalah apabila pembatalan itu terlambat datangnya. Bilyet giro dapat dibatalkan oleh penerbitnya sepanjang waktu penerimaan pemberitahuan tertulis oleh bank yang bersangkutan, amanat dalam bilyet giro itu belum dilaksanakan.8

Seseorang yang menerima bilyet giro dan ternyata dananya tidak cukup atau kosong, maka terhadap penarik ini dikenakan sanksi. Penarikan tesebut dilakukan 3 kali berturut-turut dalam jangka waktu 6 bulan, maka penarik tersebut dapat dimasukkan ke dalam daftar hitam dari Bank Indonesia, sehingga tidak akan diterima lagi sebagai nasabah pada Bank di seluruh Indonesia.9

Seperti halnya dengan cek, pada bilyet giro juga dikenal dengan bilyet giro kosong. Cek/bilyet giro kosong ialah cek/bilyet giro yang tidak dapat diuangkan karena uang yang disimpan di Bank yang dimaksudkan tidak mencukupi. Jika

7 Felix Oentoeng Subagjo, Permasalahan Seputar Hukum Bisnis Cek & Bilyet Giro Perkembangan dan Permasalahan Di Praktek, (Jakarta : Gitama Jaya, 2007), hlm.16

8 Ibid, hlm 191

9 Ibid, hlm.22

(13)

saldo rekening yang bersangkutan tidak mencukupi, maka bilyet giro tersebut harus ditolak sebagai bilyet giro kosong.

Prakteknya bilyet giro yang diharapkan dapat memenuhi fungsinya sebagai alat pembayaran giral yang praktis, efisien, dan aman belum dapat diwujudkan sepenuhnya. Hal ini disebabkan dengan adanya hambatan-hambatan didalam penggunaan bilyet giro, khususnya dalam kaitannya dengan tanggung jawab penerbit bilyet giro terhadap bilyet giro yang diterbitkannya, seperti adanya penerbitan bilyet giro kosong, pembatalan bilyet giro dan kemungkinan dapat diperalihkannya bilyet giro. Dengan adanya masalah-masalah tersebut, maka dapat menimbulkan kerugian pada masyarakat maupun pihak bank sendiri, yang akibatnya dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap bilyet giro khususnya dan terhadap bank pada umumnya.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka judul skripsi ini diberi judul

“Tanggungjawab Hukum Dalam Penerbitan Bilyet Sebagai Alat Pembayaran Hutang”.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur dan syarat-syarat penerbitan bilyet giro dan bilyet giro kosong ?

2. Bagaimana kedudukan bilyet giro sebagai alat pembayaran hutang dan hambatan yang timbul dalam penggunaan bilyet giro serta cara mengatasinya?

3. Bagaimana tanggung jawab penerbit bilyet giro terhadap bilyet giro yang diterbitkan sebagai alat pembayaran ?

(14)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Untuk mengetahui pengawasan prosedur dan syarat-syarat penerbitan bilyet giro dan bilyet giro kosong.

b. Untuk mengetahui kedudukan bilyet giro sebagai alat pembayaran hutang dan hambatan yang timbul dalam penggunaan bilyet giro serta cara mengatasinya.

c. Untuk mengetahui tanggung jawab penerbit bilyet giro terhadap bilyet giro yang diterbitkan sebagai alat pembayaran.

Adapun manfaat penulisan dalam skripsi ini adalah:

1. Secara teoritis untuk menambah dan memperluas wawasan ilmu pengetahuan dan memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum khususnya tentang tanggungjawab hukum dalam penerbitan bilyet sebagai alat pembayaran hutang.

2. Secara praktis memberikan informasi kepada masyarakat tentang tanggungjawab hukum dalam penerbitan bilyet sebagai alat pembayaran hutang.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “Tanggungjawab Hukum Dalam Penerbitan Bilyet Sebagai Alat Pembayaran Hutang ". Di dalam penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan tanggungjawab hukum dalam penerbitan bilyet sebagai alat pembayaran hutang, baik melalui

(15)

literatur yang diperoleh dari perpustakaan maupun media cetak maupun elektronik dan disamping itu juga diadakan penelitian.

Sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini dilakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Ada beberapa judul skripsi yang memiliki sedikit kesamaan dengan judul skripsi ini yaitu :

1. Gordon Daniel H Manurung, NIM : 070200296 dengan judul skripsi : Tanggung Jawab Penerbit Bilyet Giro Kosong Di Bank Sumut Cabang Utama Medan. Permasalahan dalam skripsi ini adalah :

a. Bagaimanakah tanggung jawab nasabah PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dalam hal penerbitan bilyet giro kosong ?

b. Bagaimanakah peranPT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dalam hal penerbitan bilyet giro kosong ?

c. Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dalam hal adanya penerbitan bilyet giro kosong ?

2. Monica Sari Kristine Tarigan, NIM. 100200412 dengan judul skripsi : Penggunaan Bilyet Giro Sebagai Alat Pembayaran Dalam Transaksi Jual Beli (Studi Pada Bank Sumut KCP Simalingkar). Permasalahan dalam skripsi ini adalah :

a. Bagaimana perjanjian penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran dalam transaksi jual beli di Bank Sumut KCP Simalingkar ?

(16)

b. Bagaimana akibat hukum wanprestasi dalam penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran dalam transaksi jual beli di Bank Sumut KCP Simalingkar ?

c. Bagaimana penyelesaian sengketa penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran dalam transaksi jual beli di Bank Sumut KCP Simalingkar ? Penulis menyatakan bahwa tulisan ini tidak sama dengan tulisan yang lain, dan dapat dikatakan bahwa penulisan ini adalah asli. Penulis juga melakukan penelusuran melalui media internet, dan tidak ada judul yang sama persis dengan skripsi ini. Dan sekalipun ada, hal itu di luar sepengetahuan penulis dan tentu saja substansinya berbeda dengan skripsi ini. Karena pembahasan yang dibuat penulis ini merupakan asli hasil olah pikir penulis sendiri dan setiap pengutipan dari berbagai referensi untuk mendukung penulisan ini pasti dicantumkan sumbernya.

Oleh karena itu, keaslian penulisan ini dapat dijamin dan dipertanggungjawabkan oleh penulis.

E. Tinjauan Pustaka

Istilah bilyet giro berasal dari kata “bilyet” dari bahasa Belanda artinya surat, dan kata giro juga berasal dari bahasa Belanda yang artinya simpanan nasabah pada bank yang pengambilannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau dengan pemindah bukuan. Jadi bilyet giro itu adalah “surat perintah pemindah bukuan mana berfungsi sebagai pembayaran, karena itu bilyet giro adalah alat pembayaran sehingga termasuk juga surat berharga”.10

10 Abudlkadir Muhammad, Op.Cit, hlm. 177

(17)

Pembayaran dengan cara pemindahbukuan (bilyet giro) lazim dikenal dengan pembayaran secara giral. Pembayaran suatu transaksi perdagangan dipandang sudah lunas atau bilamana pemindah bukuan yang dimaksud di dalam bilyet giro sudah selesai dilaksanakan oleh bank.

Orang yang menarik atau meneribitkan suatu bilyet giro adalah pihak yang harus membayar di dalam transaksi pembayaran. Menarik atau menerbitkan bilyet giro mengandung pengertian bahwa penerbit itu memerintahkan bank dimana ia menjadi nasabahnya untuk memindah bukukan seumlah uang dari rekeningnya ke dalam rekening orang lain (penagih), yang disebutkan namanya.

Pihak yang menerima bilyet giro itu disebut dengan pemegang atau penerima, sedangkan bank sebagai pihak yang diperintahkan melakukan pemindah bukuan, dari sudut pandangan hukum surat berharga dapat disebut tersangkut. Pembayaran bilyet giro bank tidak dapat dilakukan dengan secara tunai dan tidak dapat dipindah-tangankan dengan endosemen. Jadi tidak dapat diperdagangkan.

Pembayaran dengan bilyet giro tidak dilakukan dengan uang tunai dan tidak dapat diperalihkan secara endosemen serta tidak dapat diperdagangkan, maka diantara para sarjana ada yang menganggap bahwa bilyet giro sebagai surat berharga dan sebaliknya ada yang menganggap bukan sebagai surat berharga.

Bilyet giro adalah perwujudan dari suatu transaksi perdagangan yang harus dibayar. Nilai yang harus dibayar menurut transaksi diperjanjikan dibayar melalui suatu bilyet giro. Dengan demikian nilai bilyet giro itu harus sama dengan nilai

(18)

dari transaksi. Jadi syarat pertama telah dipenuhi bagi bilyet giro sebagai surat berharga. 11

Mengenai syarat kedua yaitu bahwa surat berharga tersebut sebagai surat bukti hutang yang dapat diperalihkan atau diperdagangkan, tidak dipenuhi oleh bilyet giro. Bilyet giro tidak dapat diperalihkan atau memindah tangankan bilyet giro tersebut dengan endosemen, dan nama pihak yang harus menerima pemindah yang diperintahkan dalam bilyet giro itu harus disebut dalam bilyet giro, bahkan jika dianggap perlu juga dapat dicantumkan alamat penerima bilyet giro. Dengan demikian walaupun bilyet giro hanya memenuhi satu syarat sebagai surat berharga namun bilyet giro sudah dapat dikatakan surat berharga.

Tirtaamidjaya, menyebukkan bilyet giro tidak dapat dipergunakan untuk mengambil uang tunai di bank, tidak dapat diperdagangkan, tidak dapat dipindah tangankan dan sewaktu-waktu sebelum jatuh temponya dapat dibatalkan. Inilah sebenarnya sifat-sifat bilyet giro yang menyimpang atau bertentangan dengan surat berharga sehingga dengan demikian bilyet giro tidak tergolong sebagai surat berharga, tetapi karena di dalam prakteknya sering kali dianggap sebagai atau seperti surat berharga, maka bilyet giro disebut sebagai quasi surat berharga (surat berharga pura-pura).12

Apabila diamati sepucuk surat bilyet giro dalam bentuk yang sederhana, maka dikenal beberapa personal bilyet giro, yakni orang atau pihak-pihak yang terlibat dalam lalu lintas pembayaran dengan bilyet giro, yang terdiri atas :

1. Bank, yaitu pihak yang melaksanakan perintah atau amanat dari penerbit yang menguasai dana untuk kepentingan sipenerima.

11 Tirtaamidjaya, Pokok-Pokok Hukum Perniagaan (Jakarta : Djambatan, 2011), hlm. 93

12 Ibid, hlm. 103

(19)

2. Penerbit, yaitu pihak atau orang yang menerbitkan atau mengeluarkan bilyet giro.

3. Penerima, yaitu pihak atau orang yang menerima pemindah bukukan (booking transfer) dari penerbit, yang dilaksanakan oleh bank tertarik atau tersangkut. 13

Berdasarkan hal di atas, tentunya dapat diketahui, bahwa bank berkewajiban untuk memindah bukukan dana dari rekening penerbit kerekening penerima atau dengan kata lain banklah yang diperintahkan untuk membayar. Hal ini karena adanya perjanjian lebih dahulu antara pihak-pihak, perjanjian mana menerbitkan kewajiban untuk membayar sejumlah uang, sebab tidak mungkin bank akan mau membayar begitu saja tanpa adanya perjanjian dengan penerbit bilyet giro tersebut. Tentu ada hubungan antara mereka yang merupakan hubungan hukum dimana bank wajib membayar kepada penerbit atau dengan kata lain bahwa dalam hubungan hukum mereka itu, bank berkedudukan sebagai debitur dan penerbit sebagai kreditur terhadap bank. Penerbitan bilyet giro itulah yang berfungsi sebagai pelaksanaan kewajiban membayar itu. Dengan demikian perjanjian itu adalah merupakan perikatan dasar yang menjadi dasar terbitnya bilyet giro itu sendiri.14

Pihak ketiga atau tersangkut tidak mau membayar ketika bilyet giro itu ditunjukkan kepadanya. Hal ini tidak terlepas dari hubungan hukum antara penerbit bilyet giro dengan bank tersangkut yang sama sekali berbeda dengan hubungan antara penerbit dan pemegang bilyet giro itu. Hubungan hukum itu tidak perlu diketahui oleh pemegang, pokoknya pemegang jaminan akan

13 Achmad Anwari, Apakah Bilyet Giro Itu (Seri Mengenal Bank 2) (Jakarta : Balai Aksara, 2001), hlm.27.

14 Ibid, hlm.27.

(20)

memperoleh pembayaran, maka penerbitlah yang akan melaksanakan pembayaran dan dialah yang bertanggung jawab atas pembayaran tersebut.

Diterbitkannya suatu bilyet giro atas nama seseorang pemegang berarti melakukan pembayaran dari suatu transaksi, misalnya transaksi jual beli yang sebelumnya telah ada diantara penerbit dan pemegang. Jadi penerbitan bilyet giro itu adalah karena suatu sebab dan sebab ini adalah transaksi tadi. Di dalam transaksi jual beli itu telah disepakati bersama antara pembeli dan penjual bahwa pembayaran atas transaksi akan dilakukan dengan bilyet giro. Nilai dari transaksi itulah yang harus dibayar dengan cara menerbitkan bilyet giro. Dengan demikian jelas bahwa nilai dari transaksi itu harus diwujudkan secara sama jumlahnya pada bilyet giro. Dengan perkataan lain, bahwa nilai dari bilyet giro itu adalah sama dengan nilai perikatan dasarnya.

Pihak yang diperintah memindah bukukan dari rekening penerbit ke rekening pemegang ialah bank. Perintah inipun bukanlah asal perintah tanpa suatu alasan. Bank hanya akan mau melaksanakan perintah itu apabila dana untuk itu sudah tersedia dalam bentuk giro yang dimasukkan dalam rekening giro nasabah (penerbit). Giro ini sewaktu-waktu dapat diambil dengan cara menerbitkan bilyet giro, cek dan wesel. Dana itu tidak boleh dalam bentuk lain seperti misalnya deposito, tabanas, taska dan lain-lain.15

Proses terjadinya perikatan dasar dan tersangkutnya pihak ketiga dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Pembeli akan membayar harga barang yang dibelinya dengan menerbitkan bilyet giro sejumlah harga barang itu. Dalam surat bilyet giro tersebut pembeli memerintahkan kepada pihak ketiga yaitu bank untuk membayar sejumlah uang kepada penjual yang sama jumlahnya dengan harga barang pembelian itu.

15 Felix Oentoeng Subagjo, Op.Cit, hlm.22.

(21)

2. Pembeli sebagai penerbit bilyet giro, sebelumnya sudah mempunyai dana yang disimpan di bank, dana mana setiap saat penerbit memerlukannya dapat diambil. Apabila pemegang bilyet giro itu menunjukkan bilyet giro tersebut kepada bank, bank pasti melaksanakan amanat penerbit atas beban rekening penerbit karena dana memang tersedia. 16

Tersedianya dana, maka tidak mungkin bank tersangkut akan menolak pembayaran. Bank baru akan menolak bilyet giro apabila dana tidak mencukupi atau tidak tersedia, dalam hal ini penerbit masih tetap akan bertanggung jawab atas hutang itu.

F. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang mengarah kepada penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang bertitik tolak dari pemasalahan dengan melihat kenyataan yang terjadi di lapangan, kemudian menghubungkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tujuan dari penelitian deskriptif adalah menghasilkan gambaran yang akurat tentang sebuah kelompok, menggambarkan sebuah proses atau hubungan, menggunakan informasi dasar dari suatu hubungan teknik dengan definisi tentang penelitian ini dan berusaha menggambarkan secara lengkap17 yaitu tentang tanggungjawab hukum dalam penerbitan bilyet sebagai alat pembayaran hutang.

2. Sumber Data

Sumber penelitian yang dipergunakan bersumber dari data sekunder. Data sekunder yakni dengan melakukan pengumpulan referensi yang berkaitan dengan objek atau materi penelitian yang meliputi:

16 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Op.Cit¸ hlm. 81.

(22)

a. Bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, dalam penelitian ini dipergunakan yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perbankan, Peraturan No.8/29/PBI/2006 Tentang Daftar Hitam Nasional Penerbit Cek/Giro Bilyet Kosong, Surat Edaran Bank Indonesia No.

4/437/UPPB/PbB tanggal 16 mei 1975 mengenai pelaksanaan dewan moneter No 53/1962, Surat Edaran Bank Indonesia no 2/10/DASP tanggal 8 juni 2000 tentang tata usaha cek atau bilyet giro kosong, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No 28/32/Dir tanggal 4 juli 1995 Tentang Bilyet Giro serta Surat Edaran Bank Indonesia No 4/670/UPPB/PbP tanggal 24 Januari tahun 1972.

b. Bahan hukum sekunder yaitu berupa buku bacaan yang relevan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tertier yaitu berupa kamus hukum dan kamus umum bahasa Indonesia.

3. Alat Pengumpul Data

Mengingat penelitian ini adalah penelitian yang bersifat yuridis normatif yang memusatkan perhatian pada data sekunder, maka pengumpulan data utama ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan dan studi dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian.

4. Analisis Data

Data yang terkumpul tersebut akan dianalisa dengan seksama dengan menggunakan analisis kualitatif atau dijabarkan dengan kalimat. Analisis kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

17 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Perkasa,

(23)

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.18 Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti.

Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat atau kepercayaan orang yang diteliti dan kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka.

G. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan, yang menjadi sub bab terdiri dari, yaitu Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan, Sistematika Penulisan

BAB II : Penerbitan Bilyet Giro Dan Bilyet Giro Kosong meliputi : Pengaturan Bilyet Giro sebagai Surat Berharga, Latar Belakang Digunakannya Bilyet Giro Sebagai Alat Pembayaran, Kedudukan Penerbit Bilyet Giro.

BAB III Bilyet Giro Sebagai Alat Pembayaran Hutang meliputi : Kedudukan Bilyet Sebagai Alat Pembayaran Hutang, Faktor Penyebab Penerbitan Bilyet Giro Kosong Sebagai Alat Pembayaran Hutang, Hambatan dalam Penggunaan Bilyet Giro sebagai Alat Pembayaran Hutang.

BAB IV Tanggung Jawab Penerbit Bilyet Terhadap Bilyet Giro Yang Diterbitkan meliputi : Tanggung Jawab Penerbit Bilyet dalam Hal Penerbitan Bilyet Giro dalam Pembayaran Hutang, Akibat Hukum Wanprestasi dalam Penggunaan Bilyet Giro Sebagai Alat Pembayaran Hutang, Penyelesaian Sengketa Penggunaan Bilyet Giro Sebagai Alat Pembayaran Hutang.

BAB V Kesimpulan dan Saran.

2003), hlm.16.

18 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 4

(24)

BAB II

PENERBITAN BILYET GIRO DAN BILYET GIRO KOSONG

A. Pengaturan Bilyet Giro sebagai Surat Berharga

Salah satu klausula dalam suatu transaksi dagang tidak lepas dari masalah pembayaran. Pembayaran dalam hukum perdata merupan salah satu unsur yang menyebaban suatu perikatan itu berlahir. “Secara umum pembayaran dalam suatu perikatan perdata adalah penyerahan prestasi, atau yang lebih sempit adalah penyerahan suatu sejumlah uang sebagai kewajiban pembeli sesuai dengan harga barang yang telah disepakati”.19

Surat-surat yang mengandung nilai uang dalam dunia bisnis disebut dengan surat berharga. Djoko Imbawani Atmadjaja mengatakan bahawa istilah

“surat berharga itu terpakai untu surat-surat yang bersifat seperti uang tunai, jadi yang dapat dipakai untuk alat pmbayaran. Ini artinya pula bahwa surat berharga dapat diperdagangkan dan dapat diuangkan sewaktu-waktu dengan uang tunai”.20

Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang.21 Tetapi pembayaran di sini tidak menggunakan mata uang melainkan dengan alat pembayaran lain yaitu surat berharga. Dari definisi yang dikemukakan di atas, maka dapat diketahui bahwa surat berharga pada dasarnya adalah suatu surat yang diterbitkan oleh penerbitnya sebagai pelaksanaan prestasi yang berupa pembayaran sejumlah uang dari suatu perikatan yang terjadi sebelummya.

19 Djoko Imbawani Atmadjaja. Hukum Dagang Indonesia (Sejarah, Pengertian, Dan Prinsip-Prinsip Hukum Dagang), (Malang : Setara Press, 2005), hlm. 246

20 Ibid, hlm.247

21 Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005), hlm. 71

(25)

Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang. Pembayaran tersebut tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain. Alat bayar itu berupa surat yang di dalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga, atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut.22

Surat berharga adalah surat bukti tuntutan hutang, pembawa hak dan mudah dijualbelikan. Hal ini mengandung beberapa unsur, seperti:

1. Surat bukti tuntutan hutang ialah perikatan yang harus ditunaikan oleh penandatangan akta, sebaliknya penerima akta itu mempunyai hak menuntut kepada orang yang menandatangani akta tersebut.

2. Pembawa hak ialah pemegang hak untuk menuntut sesuatu kepada debitur yang berarti bahwa hak tersebut melekat pada akta surat berharga, seolah-olah menjadi satu atau senyawa.

3. Mudah diperjual belikan yakni agar surat berharga itu mudah diperjualbelikan, maka harus diberi bentuk kepada pengganti (aan order) atau bentuk kepada pembawa (aan toonder).23

Diterbitkannya surat berharga tersebut, pemegang surat berharga tersebut memperoleh hak dengan jalan menunjukkan dan menyerahkan surat berharga tersebut kepada pihak ketiga yang berkewajiban memenuhi hak yang tertera atau termaksud pada surat berharga tersebut. Pihak ketiga tersebut tidak mempunyai kewajiban untuk menyelidiki apakah orang yang memegang surat berharga tersebut memang orang yang benar-benar berhak atau tidak. Surat berharga tersebut adalah sudah merupakan bukti atau dalam hukum bisnis disebut surat legitimasi.

Fungsi utama dari surat berharga adalah:

22 Imam Prayogo, Suryohadibroto dan Djoko Prakoso, Op.Cit., hlm.24.

23 H. M. N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta : Djambatan, 1990), hlm 5

(26)

1. Sebagai alat pembayaran (alat tukar uang)

2. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjualbelikan dengan mudah/sederhana)

3. Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi).24

Surat berharga sebagai surat legitimasi adalah merupakan surat bukti diri bagi pemegangnya sebagai orang yang berhak atas tagihan yang tersebut didalam surat berharga tersebut tanpa ada halangan atau sangkaan dari pihak manapun.25 Cara mengetahui bahwa surat berharga tersebut adalah surat legitimasi adalah dengan cara membaca klausul/ketentuan yang terdapat pada surat berharga tersebut. Klausul tersebut yang menentukan siapa yang berhak atas surat berharga tersebut, karena pada dasarnya siapapun yang menguasai surat berharga tersebut dialah yang mempunyai hak atas surat berharga tersebut.26

Penyerahan atau peralihan surat berharga tidak semua sah menurut hukum, karena penyerahan tersebut harus memenuhi syarat-syarat. Penyerahan harus berdasarkan suatu hak atas hak yang sudah dan dilakukan oleh orang yang berhak.

Karena sifat surat berharga tersebut adalah legitimasi, maka bila kemungkinan debitur membayar kepada pemegang yang tidak berhak, dalam hal ini Undang- Undang tidak memberikan perlindungan. Undang-undang hanya memberikan perlindungan kepada orang yang jujur, baik orang tersebut debitur atau kreditur.

Pihak yang beritikad tidak baik (buruk), misalkan pembayar mengetahui atau patut mengetahui bahwa surat berharga yang disodorkan kepadanya untuk

24 Moch. Chidir Ali dan Mashudi, Surat Berharga-Cek, Wesel dan Giro Bilyet, (Bandung : Mandar Maju, 2003), hlm. 48

25 Ibid, hlm 49.

26 Ibid, hlm.50.

(27)

memperoleh pembayaran itu ternyata berasal dari perbuatan yang tidak halal atau tidak sah. Maka sipembayar diharuskan meneliti perintah dalam surat berharga tersebut, apabila tidak maka dia dikatakan melakukan keteledoran yang besar dan hak tersebut merupakan tanggung jawab si pembayar dengan cara harus melakukan pembayaran (sekali lagi) kepada pihak yang benar-benar berhak.27

Pemegang surat berharga secara formal adalah orang yang mempunyai hak tagih yang sah, tanpa mengesampingkan kebenaran materilnya. Pihak debitur tidak diwajibkan meneliti status hukum dari pemegang surat berharga tersebut, tetapi wajib meneliti syarat-syarat yang terdapat pada surat berharga yang disodorkan kepadanya ketika meminta pembayaran.28

Alat pembayaran tersebut biasa disebut dengan surat berharga. Surat berharga mempunyai sifat aman artinya tidak setiap orang yang tidak berhak dapat menggunakan surat berharga itu, karena pembayaran dengan surat berharga memerlukan cara-cara tertentu. Sedangkan jika menggunakan mata uang dalam jumlah besar, banyak kemungkinannya timbul bahaya atau kerugian, misalnya pencurian, perampokan dan lain-lain.

Dikatakan surat berharga karena surat tersebut mempunyai nilai uang atau dapat ditukar dengan sejumlah uang atau apa yang tersebut dalam surat itu dapat dinilai atau dtukar dengan uang. Surat-surat itu berupa cek, wesel, bilyet giro, saham, obligasi, konosemen dan lain-lain. Pembahasan akan dibatasi pada surat berharga yang sering dipakai dalam melakukan transaksi dalam lingkup usaha jasa

27 Ibid.

28 Iwan Bayu aji, Penggunaan Bilyet Giro dalam Lalulintas Pembayaran, Makalah disajikan dalam Seminar Kajian Konstruksi Hukum Instrumen Pembayaran Giral di Indonesia.

Oleh Tim PSS/PSPN. Jakarta, 12 Desember 2004

(28)

perhotelan, yaitu cek, travel cheque, kartukredit, voucher dan guarantee letter, maupun bilyet giro.29

Menurut SK Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tahun 1995, yang dimaksud dengan bilyet giro adalah surat perintah nasabah yang telah distandadisir/dibakukan bentuknya kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebut namanya pada bank yang sama atau berlainan.

Berdasarkan definisi ini dapat diketahui unsur-unsur bilyet giro, yaitu:

1. Bahwa bentuk bilyet giro telah dibakukan/diseragamkan dengan keluarnya SE BI No. 4/670 tahun 1972. 2. Pembayaran dengan bilyet giro merupakan pembayaran secara pemindahbukuan dari bank penyimpan dana milik penerbit kepada bank penerima dana milik pihak lain yang namanya disebut dalam bilyet giro ini.

2. Bilyet giro tidak dapat dibayar secara tunai dan hanya dapat dibayarkan kepada orang yang namanya sudah tercantum dalam bilyet giro tersebut, sekalipun bank penerima dana dapat bank yang sama maupun bank yang berbeda.

3. Pembayaran dengan bilyet giro, antara pihak pembayar sebagai penerbit dan pihak penerima masing-masing harus sebagai nasabah suatu bank, baik bank sejenis maupun berbeda, bilyet giro juga dapat dialihkan kepada orang lain.30

Para pihak yang terlibat dalam peredaran bilyet giro adalah:

1. Penerbit, yaitu pihak yang telah menerbitkan bilyet giro. Penerbit harus mempunyai rekening giro pada suatu bank (disebut bank tertarik).

2. Bank tertarik, yaitu bank yang mempunyai dana di bawah pengawasannya guna kepentingan penarik.

3. Pemegang, yaitu pihak yang memegang bilyet giro pada saat menawarkan di bank tertarik.31

Dasar hukum pengaturan bilyet giro adalah sebagai berikut:

1. Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998:

“Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan

29 Imam Prayogo, Suryohadibroto dan Djoko Prakoso, Op.Cit, hlm. 40

30 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Op.Cit, hlm .64.

31 Ibid, hlm. 65.

(29)

mengunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan”.

2. Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/670/UPPB/Pb tanggal 24 Januari 1972 yang disempurnakan dengan:

a. Surat Keputusan Direksi No. 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 b. Surat Edaran No. 28/32/UPG tanggal 4 Juli 1995

c. Surat Edaran No. 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 d. Surat Edaran Bank Indonesia No. SE 12/8/UPPB tentang cek/bilyet giro kosong tanggal 9 Agustus 1979.

Sama halnya dengan surat-surat berharga lainnya, maka bilyet giro juga harus ada syarat formalnya. Adapun syarat-syarat formal dalam bilyet giro antara lain:

1. Nama dan nomor bilyet giro.

Nama dan nomor seri bilyet giro harus tercantum dalam bilyet giro.

Nomor seri bilyet giro berguna untuk memudahkan kontrol bagi bank apakah bilyet giro yang diserahkan kepada pemilik dana sudah diterbitkan sebagai mestinya dan sudah diterima.

2. Nama bank tertarik

Nama bank tertarik harus tercantum dalam bilyet giro. Hal ini menunjukkan bahwa penerbit adalah tersebut di mana dana sudah tersedia paling lambat pada saat amanat itu berlaku.

3. Perintah tanpa syarat pemindahbukuan

Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk memindahbukukan dana atas beban rekening penerbit. Dana tersebut harus tersedia cukup pada saat berlakunya amanat yang terkandung dalam bilyet giro itu. Perintah pemindahbukan itu harus tanpa syarat, artinya perintah pemindahbukuan itu tidak boleh diikuti dengan syarat.

4. Nama dan nomor rekening pemegang

Pemegang adalah pihak yang memperoleh pemindahbukuan dana sebagaimana diperintahkan oleh penerbit kepada bank tertarik. Agar dana dapat dipindahbukukan maka nomor dan nama rekening pemegang harus tertulis.

5. Nama bank penerima

Bank penerima adalah bank yang menatausahakan rekening pemegang.

Bank penerima ini ada dua kemungkinannya, yaitu bank tertarik sendiri

(30)

atau bank lain. Jika bank bank tertarik berarti pemindahbukuan itu hanya terjadi antar rekening nasabah pada bank yang sama. Tetapi apabila bank penerima itu bank lain, maka pemindahbukuan itu terjadi antar rekening dan antar bank, dan pemindahbukuannya melalui lembaga kliri.

6. Jumlah dana yang dipindahkan

Jumlah dana yang dipindahkan ditulis dalam bentuk angka maupun huruf selengkap-lengkapnya. Dalam hukum wesel dan cek ada ketentuan, jika terdapat seleisih antara yang ditulis dalam angka dan yang ditulis dalam huruf yang dipakai adalah yang ditulis dalam huruf.

Demikian juga dalam bilyet giro ketentuan Pasal 8 Ayat (1) Surat Keputusan Direksi bank Indonesia No. 28/32/Kep/Dir tahun1995 tentang Bilyet Giro. Alasannya adalah kemungkinan perubahan tulisan dalam huruf lebih sulit dibandingkan dengan perubahan angka.

7. Tempat dan tanggal penarikan

Tempat ini penting untuk mengetahui dimana perbuatan itu dilakukan.

Tempat penarikan biasanya juga tempat dilakukan pembayaran yaitu penyerahan bilyet giro kepada pemegang. Penyebutan tanggal penarikan juga penting sehubungan dengan tanggal efektif. Jika tanggal efektif tidak disebutkan, maka tanggal efektif adalah tanggal penarikan.

8. Tanda tangan penerbit

Tanda tangan penerbit diikuti dengan nama jelas dan/atau dilengkapi dengan persyaratan pembukaan rekening. Tanda tangan penerbit adalah mutlak adanya guna menentukan bahwa penerbit terikat dengan perbuatan hukum pemindahbukuan dana sebagai pemenuhan perjanjian (perikatan dasar) antara penerbit dan pemegang bilyet giro.

9. Tanggal efektif

Pencantuman tanggal efektif merupakan syarat alternatif, artinya boleh dicantumkan dan boleh tidak dicantumkan.Namun jika dicantumkan maka tanggal efektif harus dalam tenggang waktu penawaran.Jika tidak dicantumkan maka tanggal efektif sama dengan tanggal penarikan.

Dalam angka IV Surat Edaran Bank Indonesia nomor 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 menentukan bahwa bank tertarik wajib menolak apabila suatu bilyet giro tidak memenuhi persyaratan formal tersebut. 32 Berdasarkan Ketentuan No. 1 SEBI No. 4/670/UPPB/PbB tahun 1972 mengenai pengertian bilyet giro telah memberikan gambaran bahwa bilyet giro tidak dapat dialihkan atau dipindahtangankan dari tangan ke tangan maupun melalui endosemen.33 Ketentuan ini juga ditegaskan dengan pernyataan yang

32 Moch. Chidir Ali dan Mashudi, Op.Cit, hlm. 19

33 SEBI No. 4/670/UPPB/PbB tahun 1972 Tentang Bilyet Giro

(31)

terdapat pada bagian belakang lembaran bilyet giro yang memuat kata-kata

“endosemen/penyerahan tidak diakui”, dengan demikian jelas bahwa bilyet giro tidak dapat dialihkan. Tentunya kita sudah mengetahui bahwa endosemen adalah suatu pernyataan memperalihkan suatu hak menagih atas surat piutang dari orang yang disebut dalam surat sebagai berhak menagih kepada penggantinya.34

Apabila surat perniagaan tersebut mudah pengalihannya, yang mana cukup dilakukan dengan penyerahan fisik dari surat perniagaan atau dengan endorsement maka surat tersebut tergolong ke dalam surat berharga, sedangkan apabila sulit pengalihannya harus secara cessie, maka surat tersebut tergolong ke dalam surat yang berharga. Di samping itu, dari syarat formil bilyet giro tercermin bahwa pemindahbukuan pada bilyet giro dilakukan atas nama, hal ini tercantum dalam syarat formil yang mengharuskan agar dicantumkannya nama pihak yang harus menerima pemindahbukuan dana dan jika perlu beserta alamatnya.35

Pembayaran bilyet giro dilakukan atas nama, bukan atas unjuk, artinya hanya yang namanya tercantum di dalam bilyet giro itu sebagai penerima yang berhak menerima pembayaran melalui pemindahbukuan. Selain itu, pada syarat formil bilyet giro menyebutkan bahwa harus tercantum nama bank di mana penerima bilyet giro mempunyai rekening giro, sepanjang nama bank/penerima diketahui oleh penerbit. Syarat ini boleh tidak dicantumkan dengan anggapan bahwa penerbit menyetujui dananya dipindahkan ke bank mana saja atas nama penerima.36

34 M. Bahsan, Giro dan Bilyet Giro Perbankan Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 39

35 Ibid.

36 Ibid

(32)

Prakteknya, kedua ketentuan di atas telah memberikan celah bagi para pengguna bilyet giro untuk mengalihkan bilyet giro ini. Pengalihan bilyet giro ini hanya dimungkinkan apabila nama penerima dan namabank di mana pihak penerima mempunyai rekening belum dicantumkan dalam bilyet giro tersebut.37

Prakteknya bilyet giro sengaja diterbitkan oleh penerbit dengan tidak mencantumkan nama penerima dan nama bank penerima memelihara rekening gironya. Apabila kondisi ini terjadi, maka ini memungkinkan pihak yang pertama menerima bilyet giro dari penerbit untuk mengalihkan bilyet giro ini kepada pihak lain dan biasanya pihak yang mengalihkan bilyet giro ini membubuhkan tandatangan dan cap/stempel pada bagian belakang bilyet giro tersebut yang membenarkan bahwa bilyet giro itu berasal dari dia dan dia akan bertanggung jawab terhadap pihak yang menerima pengalihan apabila terjadi sesuatu hal yang menghambat pembayaran terhadap bilyet giro tersebut misalnya terjadi bilyet giro kosong.38

Setelah terjadi pengalihan ini, pengalihan berikut masih dimungkinkan sepanjang nama penerima dan nama bank penerima pada bilyet giro tersebut belum terisi, namun biasanya pengalihan hanya terjadi sekali saja karena pada dasarnya pengalihan dalam bilyet giro adalah tidak diperkenankan dan biasanya pengalihan hanya terjadi di antara orang-orang yang sudah kenal dekat atau saling percaya.39

37 Siswanto http://Materi Hukkum Surat Berharga com/ diakses pada tanggal 03 Januari 2017.

38 Ibid

39 Ibid.

(33)

Apabila penerima terakhir bilyet giro ini hendak menuntut pembayaran terhadap bilyet giro yang diterimanya, maka penerima ini baru mencantumkan namanya dan nama bank yang akan menerima dana pemindahbukuan dalam bilyet giro ini. Dalam hal ini, bank tertarik tidak perlu melakukan pengecekan apakah pengisian bilyet giro dilakukan oleh penerbit sendiri atau orang lain, karena telah ada ketentuan yang membenarkan pengisian bilyet giro oleh orang lain selain dari pada penerbit sendiri.40

Bilyet giro itu tetap sah adanya walaupun pengisiannya dilakukan oleh orang lain selain penerbit asalkan terdapat tandatangan yang sah dari penerbit dalam bilyet giro tersebut dan apabila terdapat pengisian yang sifatnya merupakan suatu perubahan amanat, maka perubahan itu haruslah disahkan oleh penerbit yang bersangkutan yang ditandai dengan adanya tanda tangan sah dari penerbit di dekat penulisan perubahan tersebut.41

Perlu diperhatikan bahwa terdapat kelemahan untuk mendeteksi kebenaran pihak yang melakukan pengalihan karena dalam pengalihan tidak ada keharusan untuk mencantumkan identitas dari pihak pengalih seperti Kartu Tanda Penduduk, sehingga tidak ada dasar specimen untuk pencocokan tanda tangan. Dan hal ini akan menyulitkan apabila timbul permasalahan di kemudian hari. Hal inilah yang menyebabkan pengalihan hanya sering terjadi diantara orang-orang yang telah saling percaya.42

40 Ibid.

41 Abdul Marhainis Hay, Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta : Pradnya Pramita, 1995), hlm. 18

42 Ibid.

(34)

B. Latar Belakang Digunakannya Bilyet Giro Sebagai Alat Pembayaran Terbitnya surat berharga dilatarbelakangi oleh transaksi misalnya antara penjual dan pembeli yang telah mengadakan kesepakatan bahwa dalam melaksanakan pembayaran akan dibayar tidak secara tunai, melainkan dengan menerbitkan surat berharga. Jadi surat berharga yang diterbitkan oleh pembeli sebagai penerbit itu, mempunyai nilai atau harga sebesar yang diperjanjikan dalam transaksi yang telah mereka adakan sebelumnya.

Timbulnya kewajiban membayar dengan menerbitkan surat berharga karena adanya perjanjian terlebih dahulu di antara para pihak, yang mana perjanjian tersebut disebut perikatan dasar. Tanpa adanya perikatan dasar tidak mungkin diterbitkan surat berharga.

Terbitnya bilyet giro oleh penerbit, maka pemegangnya diserahi hak untuk memperoleh pembayaran dengan jalan menunjukkan dan menyerahkan surat itu kepada pihak ketiga tersebut. Dengan kata lain pemegang surat itu mempunyai hak tagih atas sejumlah uang tersebut di dalamnya. Hak tagih itu kemudian dapat pula diperalihkan kepada pemegang berikutnya dengan mudah atau sederhana, baik dengan cara penyerahan suratnya dari tangan ke tangan, maupun dengan cara membuat suatu pernyataan atau akta pada surat itu kemudian suratnya diserahkan kepada pemegang berikutnya itu. Apabila seseorang menerima sepucuk surat berharga, maka dia memperoleh hak tagih sejumlah uang yang tersebut di dalam surat berharga tersebut. Dengan kata lain surat berharga tersebut dapat dipindahtangankan.43

43 Ibid., hlm. 20.

(35)

Bagi pemegang, surat itu merupakan bukti bahwa dialah sebagai orang yang berhak atas tagihan yang tersebut di dalamnya. Apabila ia datang kepada pihak ketiga (pihak yang diperintahkan untuk membayar), cukup dengan menunjukkan dan menyerahkan suratnya saja tanpa ada formalitas lain. Bagi pihak yang diperintahkan akan melakukan pembayaran tanpa ada kewajiban menyelidiki apakah pemegang itu adalah orang yang berhak sesungguhnya atau tidak.

Berdasarkan dari uraian di atas bahwa fungsi surat berharga yaitu:

1. Sebagai alat pembayaran atau pemindahbukuan 2. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih 3. Sebagai surat bukti diri suatu hak tagih.44

Latar belakang digunakannya bilyet giro sebagai alat pembayaran dalam praktek perdagangan adalah:

1. Lebih aman penggunaannya.

Bilyet giro yang telah diisi lengkap nama dan bank penerimadana tidak dapat digunakan oleh orang lain, seandainya hilang,dicuri, atau lepas dari kekuasaan pemiliknya. Selain itu, bilyet girotidak dapat dibayar dengan uang tunai, tidak dapatdipindahtangankan secara endosemen.

2. Pelaksanaan amanat sampai pada tujuan

Bilyet Giro yang telah diisi lengkap tidak dapat diedarkan danamanat pemindahbukuan itu hanya untuk orang yang dimaksudsehingga rekening yang dipindahkan hanya untuk orang tersebutsebagaimana yang dimaksudkan.

3. Amanat dapat dibatalkan

Penerbitan Bilyet Giro dapat dibatalkan setiap waktu apabilaamanat belum dilaksanakan oleh bank.Hal ini dipergunakan sebagaiupaya apabila pihak lawan tidak jujur.

4. Peran Pemerintah (Bank Indonesia)

Dorongan dan anjuran yang terus menerus untuk menggunakanBilyet Giro melalui peningkatan jasa-jasa perbankan/peningkatanpelayanan mengingat penggunaan Bilyet Giro sangatmempengaruhi peredaran

44 Imam Prayogo, Suryohadibroto dan Djoko Prakoso, Op.Cit, hlm.77

(36)

uang kartal serta dapat digunakansebagai sarana pemupukan dana untuk biaya pembangunan.45

Penggunaan sistem uang giral khusunya bilyet giro di Indonesia sangat diperlukan sekali berhubungan Indonesia sekarang ini sedang dalam taraf pembangunan di bidang ekonomi, sehingga untuk menambah gairah perdagangan dalam masyarakat perlu diadakan pembimbingan kearah giral minded karena dengan menggunakan uang giral akan mempermudah sistem pembayaran dalam suatu transaksi.

Awalnya bilyet giro yang belum dikenal kurang disenangi, tetapi secara perlahan perekonomian semakin stabil, orang semakin suka menggunakan uang giral (bilyet giro). Hal ini dikalangan para nasabah sendiri menyatakan bahwa bilyet giro sekarang ini jauh lebih baik antara lain tanggal bisa mundur, adalah alasan untuk menolak, tidak bisa diambil tunai (harus dikliringkan) dan ada sanksi hukumnya.46

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dalam lalu lintas pembayaran dengan surat berharga, ternyata bilyet giro tersebut lebih banyak digunakan oleh para nasabah bank dibandingkan dengan surat cek. Beberapa faktor pendorong lainnya yakni sebagai berikut:

1. Bebas Bea Materai

Bilyet giro termasuk surat berharga jangka pendek. Tenggang waktu penawaran adalah 70 hari terhitung sejak tanggal penerbitannya. karena tidak dapat dibayar dengan uang tunai, maka ia dibebaskan dari beban bea materai dapat dibaca dalam klausula yang tertulis pada bilyet giro yang berbunyi " bilyet giro (beban bea materai)".

2. Lebih Aman penggunaannya

Bilyet giro telah diisi lengkap nama dan bank penerima tidak dapat diuangkan oleh orang lain, seandainya hilang, dicuri, atau lepas dari kekuasaan pemiliknya. Bilyet Giro tidak dapat dibayar dengan uang

45 Ibid, hlm.75

46 M. Bahsan, Op.Cit, hlm. 62.

(37)

tunai, tidak dapat dipindah tangankan secara endosemen ataupun penyerahan nyata dari tangan ke tangan, kecuali penyerahan dari penerbit kepada penerima.

3. Kewajiban Penyediaan dana

Pada bilyet giro penyediaan dana oleh penerbit baru timbul pada saat tanggal efektifnya tiba, Sebelumnya itu masih ada kesempatan bagi penerbit untuk berusaha mencari dana. Pengajuan bilyet giro sebelum tanggal efekktif akan ditolak oleh bank tanpa memperhatikan apakah dananya cukup atau tidak.

4. Pelaksanaan amanat sampai pada tujuannya

Bilyet Giro yang telah diisi lengkap oleh penerbit dapat mengetahui segera bahwa dananya sudah dipindahbukukan kedalam rekening orang yang ditujunyan yang berkedudukan sebagai penerima.

5. Dapat dibatalkan

Bilyet Giro dapat dibatalkan oleh penerbitnya sepanjang waktu amanat dalam bilyet giro itu belum dilaksanakan oleh banyak yang bersangkutan. Merupakan senjata bagi penerbit yang menghadapi pihak lawannya yang tidak jujur atau melakukan wanprestasi.

6. Anjuran Bank lndonesia

Bagi para nasabah bank atau pemilik rekening giro di Bank dianjurkan oleh Bank Indonesia supaya disamping menggunakan surat cek juga menggunakan bilyet giro yaitu alat bayar dengan pemindahbukukan.

Hal ini ada pengaruhnya terhadap peredaran uang kartal. 47

Penggunaan bilyet giro rnempunyai bentuk khusus dibandingkan dengan surat berharga lainnya, dalam hal ini bilyet giro tidak setiap saat atau sewaktu- waktu dapat diperlihatkan kepada Bank untuk memindahbukukan. Dalam bilyet giro di kenal dua macam tanggal yaitu tanggal penerbitan dan tanggal efektif, sebelumnya tanggal efektif tiba bilyet giro sudah dapat diedarkan sebagai alat pembayaran kredit. Pada tenggang waktu 70 hari, penerima bilyet giro mempunyai kesempatan untuk menawarkan pada Bank guna memindahbukukan sejumlah dana.

Lembaga hukum endosemen tidak dikenal dalam bilyet giro, hal ini disebutkan bahwa bilyet giro hanya memberi hak menagih atas sejumlah dana yang disebutkan dalam bilyet giro kepada penerima yang namanya tercantum

(38)

dalam bilyet giro. Dengan demikian, penerima pembayaran dengan pemindahbukuan di sini hanya orang yang disebutkan namanya dalam bilyet giro.

Apabila nama si penerima tidak tercantum dalam bilyet giro maka surat tersebut harus ditolak.

Bilyet giro itu diterbitkan karena adanya perikatan dasar. “Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan nama pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.48 Pihak yang berhak menuntut sesuatu, dinamakan kreditur atau si-berpiutang, sedangkan pihak yang berkewajiban untuk memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau si-berpiutang.

Hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan dan perjanjian adalah sumber perikatan, disamping sumber-sumber lainnya. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan itu memang paling banyak di terbitkan oleh suatu perjanjian, tetapi ada juga sumber-sumber lain yang melahirkan perikatan.

Sumber-sumber ini tercakup dengan nama undang-undang. Jadi ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan ada perikatan yang lahir dari undang-undang.49

Apabila masing-masing pihak hanya ada satu orang, sedangakan sesuatu yang dapat dituntut hanya berupa satu hal dan penuntutan ini dapat dilakukan seketika maka perikatan ini merupakan bentuk yang paling sederhana. Perikatan dalam bentuk yang paling sederhana ini dinamakan perikatan murni.

47 Imam Prayogo, Suryohadibroto dan Djoko Prakoso, Op.Cit, hlm.76

48 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Intermasa, 2002), hlm.1.

49 Ibid, hlm.3

(39)

Diterbitkannya suatu bilyet giro atas nama seseorang pemegang berarti melakukan pembayaran dari suatu transaksi, misalnya transaksi jual beli yang sebelumnya telah ada diantara penerbit dan pemegang. Jadi penerbitan bilyet giro itu adalah karena suatu sebab dan sebab ini adalah transaksi tadi. Di dalam transaksi jual beli itu telah disepakati bersama antara pembeli dan penjual bahwa pembayaran atas transaksi akan dilakukan dengan bilyet giro.

Nilai dari transaksi itulah yang harus dibayar dengan cara menerbitkan bilyet giro. Dengan demikian jelas bahwa nilai dari transaksi itu harus diwujudkan secara sama jumlahnya pada bilyet giro. Dengan perkataan lain, bahwa nilai dari bilyet giro itu adalah sama dengan nilai perikatan dasarnya.

Pihak yang diperintah memindah bukukan dari rekening penerbit ke rekening pemegang ialah bank. Perintah inipun bukanlah asal perintah tanpa suatu alasan. Bank hanya akan mau melaksanakan perintah itu apabila dana untuk itu sudah tersedia dalam bentuk giro yang dimasukkan dalam rekening giro nasabah (penerbit). Giro ini sewaktu-waktu dapat diambil dengan cara menerbitkan bilyet giro, cek dan wesel. Dana itu tidak boleh dalam bentuk lain seperti misalnya deposito, tabanas, taska dan lain-lain.50

Proses terjadinya perikatan dasar dan tersangkutnya pihak ketiga dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Pembeli akan membayar harga barang yang dibelinya dengan menerbitkan bilyet giro sejumlah harga barang itu. Dalam surat bilyet giro tersebut pembeli memerintahkan kepada pihak ketiga yaitu bank untuk membayar sejumlah uang kepada penjual yang sama jumlahnya dengan harga barang pembelian itu.

50 Imam Prayogo, Suryohadibroto dan Djoko Prakoso, Op.Cit, hlm.81.

(40)

2. Pembeli sebagai penerbit bilyet giro, sebelumnya sudah mempunyai dana yang disimpan di bank, dana mana setiap saat penerbit memerlukannya dapat diambil. Apabila pemegang bilyet giro itu menunjukkan bilyet giro tersebut kepada bank, bank pasti melaksanakan amanat penerbit atas beban rekening penerbit karena dana memang tersedia.51

Tersedianya dana, maka tidak mungkin bank tersangkut akan menolak pembayaran. Bank baru akan menolak bilyet giro apabila dana tidak mencukupi atau tidak tersedia, dalam hal ini penerbit masih tetap akan bertanggung jawab atas hutang itu.

C. Kedudukan Penerbit Bilyet Giro.

Digunakannya bilyet giro sebagai alat pembayaran, adalah timbul sebagai akibat dari adanya suatu perjanjian dasar atau pokok antara penerbit dengan penerima bilyet giro, misalnya jual beli, sewa-menyewa, hutang-piutang dan lain sebagainya. Dalam suatu perjanjian jual beli, antara penjual dan pembeli disepakati bahwa pembeli tidak membayar dengan uang tunai tetapi dengan menggunakan bilyet giro. Pembeli menerbitkan sebuah giro sebagai alat pembayaran atas barang-barang yang telah dibelinya.Untuk itu kewajiban penerbit selanjutnya adalah menyediakan dana atas bilyet giro yang telah diterbitkannya.

Pada saat penerbit menerbitkan bilyet giro tersebut, mungkian saja bahwa ia tidak mempunyai dana yang cukup pada rekeningnya untuk memenuhi bilyet giro tersebut. Penerbit mempunyai kewajiban untuk mencukupi dana sampai tiba saat amanat pemindahbukuan dalam bilyet giro itu berlaku efektif.52

51 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Op.Cit¸ hlm. 81.

52 Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 86

Referensi

Dokumen terkait

dibidang pasar modal, perusahaan penanaman modal berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, sedang untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perintah

Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kewenangan lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) terdapat dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Selain pembatasaan yang harus dipatuhi dalam melakukan setiap tindakan, pedoman dalam pelaksanaan diskresi bagi petugas kepolisian juga terdapat dalam Pasal 18 ayat (2) bahwa

1) Penerima kuasa asuransi jiwa syariah mengisi daftar pertanyaan pada Formulir klaim meninggal dunia/kematian dan surat keterangan dokter dengan benar sesuai dengan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas serta sesuai dengan judul skripsi ini, yaitu: “Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Penggunaan Dan Pertanggungjawaban

Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa pengaturan perundang-undangan nasional yang relevan dengan pemberantasan illegal fishing oleh Nelayan Asing di Zona

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji pengaruh desentralisasi fiskal dan fiscal stress terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota se-Propinsi Aceh, baik

Penelitian yang dilakukan dalam disertasi ini dimaksudkan untuk mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan penerapan prinsip kehati-hatian (prudential) dan didukung oleh