• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN TERTANGGUNG DALAM AKAD ASURANSI JIWA

SYARIAH PADA PT. ASURANSI ALLIANZ LIFE INDONESIA

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

MUHAMMAD MAULANA AKBAR NIM : 130200074

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 1 8

(2)
(3)

ABSTRAK

Muhammad Maulana Akbar*

Bismar Nasution**

Detania Sukarja **

Pelaksanaan perjanjian asuransi jiwa berdasarkan prinsip syariah memiliki perbedaan dengan perjanjian asuransi jiwa konvensional. Berbeda dengan asuransi konvensional, asuransi syariah harus beroperasional sesuai dengan prinsip syariat Islam dengan cara menghilangkan sama sekali kemungkinan terjadinya unsur- unsur gharar, maisir, dan riba. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah bagaimana peranan asuransi dalam pembangunan ekonomi, bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang polis dalam akad asuransi jiwa syariah pada PT. Asuransi Allianz Life Indonesia, bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diberikan PT. Asuransi Allianz Life Indonesia

Metode pendekatan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dan spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis. Pengumpulan data melalui data primer dan data sekunder. Metode analisis yang dipakai adalah kualitatif, dan penyajian datanya dalam bentuk laporan tertulis secara ilmiah.

Peranan asuransi dalam pembangunan ekonomi adalah sangat penting sebab pembangunan ekonomi memerlukan dukungan investasi dalam jumlah yang memadai, sehingga diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk mengerahkan dana investasi, khususnya yang bersumber dari tabungan masyarakat.

Perlindungan hukum bagi pemegang polis dalam akad asuransi jiwa syariah pada PT. Asuransi Allianz Life Indonesia diatur pada syarat-syarat khusus polis unit link konstribusi berkala Allianz Syariah yaitu cara pembayaran konstribusi dapat dilakukan secara tahunan, semesteran, kuartalan atau bulanan. Apabila dalam masa asurani peserta meninggal dunia, maka perusahaan akan membayarkan maslahat asuransi sebesar yang tercantum dalam data polis ditambah maslahat investasi berupa saldo nilai investasi yang ada dalam polis sampai dengan tanggal disetujuinya klaim. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan PT. Asuransi Allianz Life Indonesia terhadap proteksi tertanggung sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian, maka untuk peserta yang berusia di bawah 5 (lima) tahun, maslahat asuransi yang dibayarkan mengikuti ketentuan usia peserta pada saat meninggal dunia <= 1 tahun yang diterimanya 20%, usia 2 tahun 40%, usia 3 tahun 60%, usia 4 tahun 80% dan usia lebih dari 5 tahun diterima sebesar 100%.

. .

Kata Kunci : Hak dan Kewajiban, Tertanggung, Asuransi Jiwa.

.

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I dan Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt atas segala nikmat Islam dan nikmat kesempatan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul skripsi ini adalah

“Analisis Yuridis Terhadap Hak dan Kewajiban Tertanggung Dalam Akad Asuransi Jiwa Syariah Pada PT. Asuransi Allianz Life Indonesia”. Untuk penulisan skripsi ini penulis berupaya agar hasil dari penulisan skripsi ini bisa lebih baik seperti yang diharapkan, meskipun demikian penulisan ini masih terdapat kekurangan-kekurangan, karena manusia tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, semua saran dan kritik akan penulis terima dari siapa saja dalam rangka penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak sehingga dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara..

3. Ibu Puspa Melati, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Jelly Leviza S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

5. Prof. Bismar Nasution, SH.M.H selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi sekaligus sebagai Pembimbing I yang telah banyak membantu dan memudahkan saya dalam mengajukan judul skripsi.

6. Dr. Detania Sukarja, SH.LLM selaku dosen pembimbing II serta seluruh dosen di departemen Hukum Keperdataan yang telah banyak membantu berupa pikiran dan waktunya untuk memberikan pengarahan dan bimbingan kepada saya sehingga memudahkan saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Orang tua, yang telah mendoakan dan menyemangati saya dalam menyelesikan skripsi ini, serta seluruh keluarga dan para sahabat saya yang membantu saya dalam segala hal.

8. Aininda Radisti Fairuz, saya ucapkan berjuta-juta terima kasih yang selalu mendukung dari awal sampai akhir perjuangan ini.

Akhirnya kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini. Semoga ilmu yang penulis telah peroleh selama ini dapat bermakna dan berkah bagi penulis dalam hal penulis ingin menggapai cita-cita.

Medan, Agustus 2018 Penulis

Muhammad Maulana Akbar

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 7

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penulisan ... 9

F. Tinjauan Pustaka ... 10

G. Metode Penelitian... 14

H. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II : PERANAN ASURANSI DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI ... 19

A. Sejarah Asuransi dan Dasar Hukum Asuransi di Indonesia ... 19

B. Peran Penting Asuransi dalam Kegiatan Perekonomian ... 28

C. Jenis-Jenis Asuransi ... 35

BAB III : PENGATURAN ASURANSI SYARIAH DI INDONESIA . 38 A. Pengaturan Hukum Asuransi Jiwa Syariah ... 38 B. Penerapan Prinsip Syariah dalam Polis Asuransi Jiwa

(7)

Syariah ... 44

C. Penyelesaian Klaim dalam Polis Asuransi Jiwa Syariah ... 59

BAB IV : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG POLIS DALAM AKAD ASURANSI JIWA SYARIAH PADA PT. ASURANSI ALLIANZ LIFE INDONESIA ... 61

A. Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah Pada PT. Asuransi Allianz Life Indonesia ... 64

B. Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Tertanggung dalam Akad Asuransi Jiwa Syariah Pada PT. Asuransi Allianz Life Indonesia ... 74

C. Hambatan–Hambatan yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah dan Upaya Penyelesaian di PT. Asuransi Allianz Life Indonesia ... 82

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

A. Kesimpulan ... 93

B. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat sampai sekarang ini mempunyai resiko relatif lebih tinggi dibanding dengan waktu lampau karena kemajuan teknologi di segala bidang.

Kemajuan teknologi yang sedemikian rupa mempengaruhi kehidupan manusia, dan dapat menimbulkan resiko yang lebih luas.

Salah satu perangkat hukum bagi industri perasuransian yang merupakan salah satu unsur lembaga keuangan yang diharapkan dapat berperan dalam menanggulangi resiko yang dihadapi anggota masyarakat dan sekaligus salah satu lembaga penghimpun dana masyarakat. Dalam memperkuat pelaksanaan fungsi perusahaan perasuransian perlu diberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada pihak-pihak yang ingin berusaha di bidang perasuransian.1

Kehidupan dan kegiatan manusia pada umumnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifat hakiki yang dimaksud di sini adalah suatu sifat tidak kekal yang selalu menyertai kehidupan dan kegiatan manusia pada umumnya. Sifat tidak kekal dimaksud selalu meliputi dan menyertai manusia baik sebagai pribadi maupun dalam kelompok atau dalam bagian kelompok masyarakat dalam melaksanakan kegaiatan-kegiatannya.2 Keadaan yang tidak kekal yang merupakan sifat alamiah tersebut mengakibatkan

1Yudha Pandu, Peraturan Perundang-Undangan Asuransi Indonesia. (Jakarta: Karya Gemmilang, 2007), hlm. 41.

2 Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 43.

(9)

adanya suatu keadaan yang tidak dapat diramalkan lebih dahulu secara cepat, sehingga dengan demikian keadaan itu tidak akan pernah memberikan rasa pasti. 3

Merupakan fitrah bagi manusia bahwa dalam kehidupannya sejak lahir sampai akhir hidupnya selalu mengalami berbagai macam resiko. Manusia sering menderita kerugian akibat suatu peristiwa yang tidak diduga, misalnya rumah terbakar, barang-barangnya dicuri, mendapat kecelakaan dalam perjalanan.

Dengan demikian tidak seorangpun secara normal mengharapkan terjadinya peristiwa itu, karena orang yang normal menginsyafi jika peristiwa itu terjadi pasti menimbulkan kerugian.4

Manusia sebagai makhluk Tuhan, dianugerahi berbagai kelebihan.

Manusia sebagai makhluk yang memiliki sifat-sifat yang lebih dari makhluk lain.

Mencari upaya guna mengatasi rasa tidak aman tersebut. Manusia dengan akal budinya berupaya untuk menanggulangi rasa tidak aman tadi sehingga ia merasa aman.

Upaya untuk mengatur sifat alamiah yang berwujud sebagai suatu keadaan yang tidak pasti, antara lain dilakukan oleh manusia dengan cara menghindari atau melimpahkannya kepada pihak-pihak lain di luar dirinya sendiri dengan melakukan perjanjian asuransi.

Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (selanjutnya disebut UU Perasuransian) memberikan pengertian asuransi adalah perjanjian antara dua pihak yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis (tertanggung) yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh

3 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general): Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta : Gema Insani, 2014). hlm. 26

4 Ibid, hlm. 27

(10)

perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertangung karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti. Selain itu, penerimaan premi juga sebagai imbalan untuk memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung, atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

UU Perasuransian juga mengatur mengenai pelaksanaan asuransi berdasarkan prinsip syariah di Indonesia. Asuransi syariah merupakan bisnis dalam mengelola risiko agar dapat diminimalisir serendah mungkin. Risiko kerugian tersebut akan terasa ringan apabila ditanggung bersama-sama oleh semua peserta asuransi. Sebaliknya, apabila risiko kerugian hanya ditanggung sendiri, maka akan terasa sangat berat bagi pemilik risiko tersebut.5 Pengelolaan risiko dalam asuransi syariah harus didasarkan pada prinsip tolong menolong (ta’awun) dengan mekanisme saling menanggung risiko (sharing of risk) antar peserta dan perusahaan asuransi syariah.6

Pengertian asuransi syariah dalam Pasal 1 Angka 2 UU Perasuransian adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan asuransi syariah dan pemegang polis dan perjanjian diantara para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling

5 Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana Prenada Media, 2007), hlm. 193

6 A. Djazuli, dkk., Lembaga Perekonomian Umat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 121

(11)

menolong dan melindungi dengan cara yaitu pertama, memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadi suatu peristiwa yang tidak pasti. Kedua, memberikan pembayaran yang didasarkan kepada meninggalnya peserta atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya peserta dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.7 Berdasarkan pengertian asuransi syariah tersebut, menunjukkan adanya perbedaan antara konsep asuransi syariah dan asuransi konvensional, dimana pengelolaan kontribusi dalam asuransi syariah didasarkan pada prinsip syariah.

Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perasuransian berdasarkan pada fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah yaitu Majelis Ulama Indonesia (selanjutnya disebut MUI).8 Khusus untuk asuransi syariah telah diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Fatwa ini mengatur bahwa akad yang sesuai dengan prinsip syariah adalah akad yang tidak mengandung unsur penipuan (gharar), perjudian (maysir), riba, penganiayaan (zhulm), suap (risywah), barang haram dan maksiat. Selanjutnya, yang dimaksud akad adalah perjanjian tertulis yang memuat kesepakatan tertentu, beserta hak dan kewajiban para pihak sesuai

7 Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum syariah dalam Praktik: Upaya menghilangkan Gharar, Maisir, dan Riba, (Jakarta : Gema Insani, 2005), hlm. 26

8 Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian

(12)

prinsip syariah.9 Akad yang digunakan dalam asuransi syariah adalah akad tijarah dan/atau akad tabarru’.10

Asuransi syariah dalam tataran praktis telah diatur melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut OJK) Nomor 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah. Peraturan ini mengatur bahwa polis asuransi dan perjanjian reasuransi dengan prinsip syariah wajib mengandung akad tijarah dan akad tabarru’.11 Akad tijarah adalah akad antara peserta secara kolektif atau secara individu dan perusahaan dengan tujuan komersial.12 Sementara akad tabarru’ adalah akad hibah dalam bentuk pemberian dana dari satu peserta kepada dana tabarru’ untuk tujuan tolong-menolong diantara para peserta, yang tidak bersifat dan bukan untuk tujuan komersial.13 Akad tabarru’ wajib memuat sekurang-kurannya mengenai kesepakatan para peserta asuransi untuk saling tolong menolong, hak dan kewajiban peserta, cara dan waktu pembayaran kontribusi dan santunan atau klaim, ketentuan mengenai boleh atau tidaknya kontribusi ditarik kembali oleh peserta dalam hal terjadi

9 Pasal 1 Angka 30 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah

10 Fatwa DSN MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah

11 Pasal 54 Ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah.

12 Pasal 1 Angka 32 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah

13 Pasal 1 Angka 31 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah.

(13)

pembatalan oleh peserta, ketentuan mengenai alternatif dan presentase pembagian surplus underwriting.14

Ketentuan mengenai polis asuransi syariah juga diatur dalam Peraturan OJK Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi. Peraturan ini menyebutkan bahwa polis asuransi pada produk asuransi dengan prinsip syariah harus memuat ketentuan sebagai berikut :15

1. Jenis akad yang digunakan.

2. Hak dan kewajiban dan wewenang para pihak berdasarkan akad yang disepakati.

3. Besar kontribusi yang dialokasikan kedalam dana tabarru’, ujrah dan dana investasi.

4. Besar, waktu dan cara pembayaran bagi hasil investasi dalam hal produk asuransi menggunakan akad mudharabah atau mudharabah musytarakah.

5. Alokasi penggunaan surplus underwriting untuk dana tabarru, dana peserta, dan dana perusahaan.

6. Pemberian qardh oleh perusahaan dalam hal dana tabarru’ tidak cukup untuk membayar manfaat asuransi.

OJK dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan dimaksud dapat memerintakan perusahaan untuk memberhentikan pemasaran produk asuransi

14 Pasal 56 Ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah.

15 Pasal 12 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi.

(14)

tersebut,16 dan apabila tidak dipatuhi maka perusahaan juga dapat dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda, kewajiban bagi direksi untuk menjalani penilaian kemampuan dan kepatutan ulang, pembatasan kegiatan usaha dan pencabutan izin usaha.17 Berdasarkan hal tersebut, maka seluruh perusahaan asuransi berdasarkan prinsip syariah dan perusahaan asuransi konvensional yang membuka unit syariah harus mematuhi ketentuan mengenai polis atau akad dimaksud.

PT. Asuransi Allianz Life Indonesia adalah salah satu perusahaan asuransi yang bergerak di bidang usaha asuransi kerugian dengan prinsip syariah. Asuransi Allianz merupakan sebuah perusahaan asuransi untuk memberikan jaminan terhadap diri mereka hingga aset mereka dari resiko-resiko yang tidak terprediksi.

Allianz dan tenaga marketingnya telah terdaftar serta diawasi langsung oleh OJK.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, penulis tertarik untuk membahas pelaksanaan asuransi jiwa syariah sebagai suatu karya ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Hak dan Kewajiban Tertanggung Dalam Akad Asuransi Jiwa Syariah Pada PT. Asuransi Allianz Life Indonesia”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dibatasi sebagai berikut:

1. Bagaimana peranan asuransi dalam pembangunan ekonomi ?

16 Pasal 57 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi.

17 Pasal 60 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi

(15)

2. Bagaimanakah pengaturan asuransi syariah di Indonesia ?

3. Bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang polis dalam akad asuransi jiwa syariah pada PT. Asuransi Allianz Life Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui peranan asuransi dalam pembangunan ekonomi.

2. Untuk mengetahui pengaturan asuransi syariah di Indonesia

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pemegang polis dalam akad asuransi jiwa syariah pada PT. Asuransi Allianz Life Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis, penulisan ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, khususnya ilmu hukum di bidang hukum asuransi jiwa syariah.

2. Secara praktis:

a. Bagi masyarakat luas.

Memberitahukan kepada masyarakat dan melihat kenyataan di masyarakat apakah pelaku usaha asuransi sudah memenuhi hak dan kewajiban tertanggung dalam akad asuransi jiwa syariah

b. Bagi Pemerintah.

Pemerintah mendapatkan masukan guna meningkatkan pengawasan dan penegakkan atas pelaksanaan hukum asuransi jiwa syariah

(16)

c. Bagi pelaku usaha asuransi.

Pengusaha mendapatkan masukan untuk meningkatkan keamanan dan kepercayaan terhadap perusahaan miliknya, sehingga peserta asuransi jiwa syariah percaya dan loyal terhadap produknya.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang

“Analisis Yuridis Terhadap Hak dan Kewajiban Tertanggung Dalam Akad Asuransi Jiwa Syariah Pada PT. Asuransi Allianz Life Indonesia” belum pernah dilakukan penelitian.

Penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan Hak dan kewajiban tertanggung dalam akad asuransi jiwa syariah, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan maupun media cetak maupun elektronik dan disamping itu juga diadakan penelitian. Sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini dilakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Bila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini saya buat, maka hal itu menjadi tanggung jawab saya sendiri.

F. Tinjauan Pustaka

Perjanjian asuransi sebagai lembaga pengalihan dan pembagian resiko mempunyai kegunaan yang positif baik bagi masyarakat, perusahaan maupun bagi

(17)

pembangunan negara.18 Seseorang yang menutup perjanian asuransi akan merasa tentram sebab mendapat perlindungan dari kemungkinan tertimpa suatu kerugian.

Suatu perusahaan yang mengalihkan resikonya melalui perjanjian asuransi akan dapat meningkatkan usahanya dan berani menggalang tujuan yang lebih besar.

Asuransi merupakan suatu lembaga yang berkaitan dengan resiko, dalam hal ini adalah resiko murni. Berhubung adanya kebutuhan untuk mengatasi resiko, timbullah lembaga asuransi yang merupakan upaya untuk mengalihkan atau membagi resiko yang dihadapinya kepada/dengan orang lain.19

Asuransi dalam bahasa Arab disebut at-ta`min, penanggung disebut mu`ammin, sedangkan tertanggung disebut mu`amman lahu atau musta’min. At-Ta`min diambil dari kata amana memiliki arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut.20

Mohammad Muslehuddin menyebutkan pada awalnya asuransi adalah suatu kelompok yang bertujuan membentuk arisan untuk meringankan beban keuangan individu dan menghindari kesulitan pembiayaan.21

A.Abbas Salim menyebutkan bahwa asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti pengganti (subtitusi) keerugian-kerugian besar yang belum pasti.22 Orang bersedia

18 Man Suparman Sastrawidjaja, Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito Usaha Perasuransian, (Bandung: Alumni, 2008), hlm. 1.

19 Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, (Bandung: Alumni, 2002), hlm. 9.

20 Mahmud Yunus Daulay dan Nadlrah Naimi, Studi Islam, (Medan: Ratu Jaya, 2012), hlm. 140.

21 Mohammad Muslehuddin, Asuransi Dalam Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm.

3.

22 A. Abbas Salim, Dasar-Dasar Asuransi (Principles of Insurance), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 1.

(18)

membayar kerugian yang sedikit untuk masa sekarang agar bisa menghadapi kerugian-kerugian besar yang mungkin terjadi pada waktu mendatang.

Muhaimin Iqbal menyebutkan asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan resiko yang memenuhi ketentuan syariah, tolongan menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator.23

Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) dalam fatwanya tentang pedoman umum asuransi syariah, memberi defenisi tentang asuransi sebagai berikut:

asuransi syariah (ta`min, takaful, tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru` yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.24

Asuransi syariah bersifat saling melindungi dan tolong menolong yang disebut dengan “ta`awun”, yaitu prinsip hidup saling melindungi dan tolong menolong atas dasar ukhuwah islamiyah antara sesama anggota peserta Asuransi Syariah dalam menghadapi malapetaka (resiko).25

Konsep asuransi Islam berdasarkan konsep takaful yang merupakan perpaduan rasa tanggungjawab dan persaudaraan antara peserta. Untuk itu harus ada suatu persetujuan dari para peserta takaful untuk memberikan sumbangan keuangan sebagai derma (tabbaru) karena Allah semata dengan niat membantu sesame peserta yang tertimpa musibah.26

23 Muhaimin Iqbal, op.cit, hlm. 2

24 Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama , (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 238.

25 Ibid, hlm.143.

26 Ibid.

(19)

Islam menekankan aspek keadilan, suka sama suka dan kebersamaan menghadapi resiko dalam setiap usaha dan investasi yang dirintis. Aspek inilah yang menjadi tawaran konsep untuk menggantikan gharar, maysir dan riba yang selama ini terjadi di lembaga konvensional.27 Asuransi syariah berbeda dengan asuransi konvensional tidak hanya pada tataran kemasan, tetapi lebih mendalam lagi, yaitu dalam tataran konsep dan prinsip operasional. Berbeda dengan asuransi konvensional, asuransi syariah harus beroperasional sesuai dengan prinsip syariat Islam dengan cara menghilangkan sama sekali kemungkinan terjadinya unsur- unsur gharar, maisir, dan riba.

Pedoman Umum Asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (transaksi) yang sesuai dengan syariah, yaitu akad yang tidak mengandung maghrib; maysir (perjudian), gharar (penipuan) dan riba. Sifat mengutamakan kepertingan pribadi atau dorongan mendapatkan keuntungan semata-mata, dihilangkan seminimal mungkin dalam asuransi syariah. Akan tetapi ada pula yang menjadikan asuransi ajang spekulasi (maysir), yang menjadi asuransi sebagai akad jual beli atau tukar menukar (mu’awadlah) bukan akad saling tolong menolong (ta’awun’).

Secara etimologis perjanjian (dalam bahasa Arab diistilahkan dengan mu’ahadah iffifa, akad) atau kontrak adalah suatu perbuatan dimana seseorang

27 Ibid, hlm.144.

(20)

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seseorang lain atau lebih.28 Akad atau perjanjian ini haruslah memenuhi syariat yaitu ketentuan yang ditetapkan oleh Allah SWT yang dijelaskan oleh rasul-Nya, tentang pengaturan semua aspek kehidupan manusia dalam mencapai kehidupan yang baik, di dunia dan di akhrat kelak. Ketentuan syari’at terbatas dalam firman Allah dan sabda Rasul-Nya.29

Jumhur ulama mendefenisikan akad adalah pertalian antara ijab dan Kabul yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya.30 Akad adalah salah satu bentuk perbuatan hokum atau disebut dengan tasharruf yaitu segala sesuatu (perbuatan) yang bersumber dari kehendak seseorang dan syara’ menetapkan atasnya sejumlah akibat hukum (hak dan kewajiban.31

Akad yang digunakan adalah akad tijarah dan/atau akad tabarru’. Akad tijarah yang dimaksud adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersil, misalnya mudharabah, musyarakah, kafalah, wakalah, dan jua’lah.

Sedangkan akad tabarru’ adalah semua bentuk yang dilakukan untuk tujuan kebaikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersil. Dalam akad tabarru’, peserta memberikan derma dengan tujuan untuk membantu seseorang yang sedang dalam kesusahan yang sangat dianjurkan dalam syariat Islam.

Prinsip utama dalam asuransi syariah adalah ta’awanu ‘ala al birr wa al- taqwa (tolong-menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan al-

28 Chairumman Pasaribu dan Suhrawardi K Lubis. Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Grafindo Persada,2005), hlm. 1

29 Suparman Usman, Hukum Islam, Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), hlm.17.

30 Wirdyaningsih, op.cit, hlm.93

31 Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, . 2005), hlm. 48.

(21)

ta’min (rasa aman). Prinsip ini menjadikan para anggota atau peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan lainnya saling menjamin dan menanggung resiko. Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat dalam asuransi takaful adalah akad takaful (saling menanggung), bukan akad tabaduli (saling menukar) yang selama ini digunakan oleh asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan.

Asuransi syariah bersifat saling melindungi dan tolong menolong yang disebut dengan “ta`awun”, yaitu prinsip hidup saling melindungi dan tolong menolong atas dasar ukhuwah islamiyah antara sesama anggota peserta asuransi syariah dalam menghadapi malapetaka (resiko). Premi pada asuransi syariah adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta yang terdiri atas dana tabungan dan tabarru`.

E. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian

Pengelompokan jenis-jenis penelitian tergantung pada pedoman dari sudut pandang mana pengelompokan itu ditinjau. Ditinjau dari jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha menggambarkan sebuah kondisi/fenomena hukum dengan legalitas secara lebih mendalam/lengkap mengenai status sosial dan hubungan antar fenomena.32 Tujuan dari penelitian deskriptif adalah menghasilkan gambaran yang akurat tentang sebuah kelompok, menggambarkan sebuah proses atau hubungan, menggunakan informasi dasar dari suatu hubungan teknik dengan definisi tentang penelitian ini dan berusaha

32 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum , (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm.105

(22)

menggambarkan secara lengkap hak dan kewajiban tertanggung dalam akad asuransi jiwa syariah.

Metode pendekatan yuridis normatif dimaksudkan untuk menjelaskan dan memahami makna dan legalitas peraturan perundang-undangan33 yang mengatur tentang hak dan kewajiban tertanggung dalam akad asuransi jiwa syariah.

2. Sumber Data.

Data yang kemudian diharapkan dapat diperoleh di tempat penelitian maupun di luar penelitian adalah :

a. Data Primer

Data primer, adalah data yang diperoleh dari tangan pertama, dari sumber asalnya yang belum diolah dan diuraikan orang lain.34

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti yang sebelumnya telah diolah orang lain.35 Memperoleh data sekunder peneliti melakukan studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah penelitian terhadap bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan ini, sebagai bahan referensi untuk menunjang keberhasilan penelitian. Penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan bahan hukum dasar yang dalam (ilmu) penelitian digolongkan sebagai bahan hukum sekunder. Bahan hukum dapat diklasifikasikan ke dalam 3 golongan:36

33 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2003), hlm.16.

34 Amiruddin dan Zainal Asikin,Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 118.

35 Ibid, hlm. 119.

36 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), hlm.14

(23)

1) Bahan hukum primer, terdiri dari bahan hukum dan ketentuan-ketentuan hukum positif termasuk peraturan perundang-undangan dan website.

Adapun bahan hukum primer dalam penelitian skripisi ini adalah:

a) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian

b) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.52/DSN- MUI/X/2006 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah

2) Bahan hukum sekunder atau sering dinamakan secondary data yang antara lain mencakup di dalamnya:

a) Kepustakaan/buku literatur yang berhubungan dengan hak dan kewajiban tertanggung dalam akad asuransi jiwa syariah.

b) Data tertulis yang lain berupa karya ilmiah para sarjana.

c) Referensi-referensi yang relevan dengan hak dan kewajiban tertanggung dalam akad asuransi jiwa syariah.

3) Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ekslopedia, Kamus umum dan lain sebagainya.

Bahan-bahan hukum sebagai kajian normatif sebagian besar dapat diperoleh melalui penelusuran terhadap berbagai dokumen hukum.37

3. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data yang digunakan penulis adalah data primer yaitu wawancara. Alat pengumpul data digunakan dalam penelusuran data sekunder

37 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum (Bandung: Mandar Maju, 2008), hlm. 98

(24)

adalah studi dokumentasi atau melalui penelusuran literatur. Kegiatan yang akan dilakukan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu studi pustaka dengan cara identifikasi isi. Alat pengumpulan data dengan mengindentifikasi isi dari data sekunder diperoleh dengan cara membaca, mengkaji, dan mempelajari bahan pustaka baik berupa peraturan perundang-undangan, artikel dari internet, makalah seminar nasional, jurnal, dokumen, dan data-data lain yang mempunyai kaitan dengan data penelitian ini.

4. Analisis Data

Data yang dikumpulkan dapat dipertanggungjawabkan dan dapat menghasilkan jawaban yang tepat dari suatu permasalahan, maka perlu suatu teknik analisa data yang tepat. Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan.38

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini menggunakan pola pikir/logika induktif, yaitu pola pikir untuk menarik kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Pengolahan dan analisis data bergantung pada jenis datanya. Pada penelitian hukum berjenis normatif, maka dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier tidak dapat lepas dari berbagai penafsiran hukum yang dikenal dalam ilmu hukum.

F. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan, dengan sub bab terdiri dari, yaitu Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Metode

38 Bambang Sunggono, op.cit, hlm.18

(25)

Penelitian, Keaslian Penelitian, Tinjauan Kepustakaan, Sistematika Penulisan.

Bab II : Peranan Asuransi Dalam Pembangunan Ekonomi meliputi : Sejarah Asuransi dan Dasar Hukum Asuransi di Indonesia, Peran Penting Asuransi dalam Kegiatan Perekonomian, Jenis-Jenis Asuransi.

Bab III : Pengaturan Asuransi Syariah Di Indonesia meliputi : Pengaturan Hukum Asuransi Jiwa Syariah, Penerapan Prinsip Syariah dalam Polis Asuransi Jiwa Syariah, Penyelesaian Klaim dalam Polis Asuransi Jiwa Syariah.

BAB IV : Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Polis Dalam Akad Asuransi Jiwa Syariah pada PT. Asuransi Allianz Life Indonesia meliputi : Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah Pada PT. Asuransi Allianz Life Indonesia, Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Tertanggung dalam Akad Asuransi Jiwa Syariah Pada PT. Asuransi Allianz Life Indonesia, Hambatan–Hambatan yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah dan Upaya Penyelesaiannya di PT PT. Asuransi Allianz Life Indonesia.

BAB V : Kesimpulan dan saran terhadap hasil analisa dari bab-bab sebelumnya.

(26)

BAB II

PERANAN ASURANSI DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI

D. Sejarah Asuransi dan Dasar Hukum Asuransi di Indonesia

Asuransi merupakan salah satu dari buah peradaban manusia dan merupakan suatu hasil evaluasi kebutuhan manusia yang sangat hakiki ialah kebutuhan akan rasa aman dan terlindung, terhadap kemungkinan menderita kerugian. Asuransi merupakan buah pikiran dan akal budi manusia untuk mencapai suatu keadaan yang dapat memenuhi kebutuhannya, terutama sekali untuk kebutuhan-kebutuhannya yang haiki sifatnya antara lain rasa aman dan terlindung seperti yang dimaksud diatas. Hidup manusia itu selalu penuh dengan segala macam kemungkinan baik yang positif maupun sebaliknya, hal ini sudah merupakan suatu keadaan awal dari kehidupan itu sendiri.39

Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Seperti telah dimaklumi, bahwa dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini, manusia selalu dihadapkan kepada sesuatu yang tidak pasti, yang mungkin menguntungkan, tetapi mungkin pula sebaliknya. Manusia mengharapkan keamanan atas harta benda mereka, mengharapkan kesehatan dan kesejahteraan tidak kurang sesuatu apa pun, namun manusia hanya dapat berusaha, tetapi Tuhan Yang Maha Kuasa yang menentukan segalanya. Setiap insan tanpa kecuali di alam fana ini selalu menghadapi berbagai resiko yang merupakan sifat hakiki

39 Muhammad Abdulkhadir, Hukum Asuransi Indonesia, (Bandar Lampung: PT Citra Abdity Bakti. 2006), hlm..1.

(27)

manusia yang menunjukkan ketidakberdayaannya dibandingkan Sang Maha Pencipta. Kemungkinan menderita kerugian yang dimaksud sebagai resiko.40

Sri Rejeki Hartono, mengemukakan kemungkinan bahwa manusia akan menghadapi suatu kerugian atau suatu kehilangan sudah menjadi suatu masalah bagi setiap umat manusia tidak lagi bertempat tinggal di taman Firdaus (di mana segala kebutuhan hidup sudah tersedia) dan harus berusaha dengan tenaga dan pikirannya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, untuk memiliki harta kekayaan demi kelangsungan hidup. Dari sejak lahir sampai mati, setiap orang menghadapi suatu yang tidak pasti.41

Sesuai dengan sifatnya yang fana dan tidak kekal, kehidupan ini diliputi oleh ketidakpastian, semua yang ada dan yang terjadi pada hakikatnya tidak akan tetap pada suatu posisi yang sama. Ia akan bergerak ke arah dan kedudukan yang tidak dapat diketahui lebih dahulu sebelumnya. Keadaan tidak pasti inilah yang kemudian mendorong manusia untuk berdaya upaya untuk mengatasinya, antara lain, sebagaimana membuat keadaan tidak pasti tersebut menjadi suatu keadaan yang pasti.42

Asuransi yang merupakan buah peradaban manusia, diciptakan guna mengatasi kesulitan manusia termaksud diatas. Hal tersebut dimulai sebagai suatu gagasan untuk memperoleh proteksi terhadap rasa aman karena ketidakpastian yang selalu mengikutinya. Apabila kepastian sudah diperoleh maka manusia sudah merasa terlindung artinya ia sudah mendapatkan apa yang ia butuhkan ialah

40 Man S. Sastrawidjaja, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga,op.cit, hlm 1- 2.

41 Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hlm. 30

42 Ibid., hlm. 31

(28)

adanya proteksi. Asuransi yang dimulai sebagai suatu gagasan akan terpenuhinya kebutuhan akan adanya suatu proteksi termaksud di atas, tumbuh dan berkembang terus, sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia yang sejalan dengan tingkat perkembangan kebudayaan sehingga sampai pada tingkat kemajuan ekonomi tertentu serta sampai keadaan seperti sekarang ini.43

Meskipun demikian, tidak mudah untuk menentukan dengan pasti, kapan kegiatan-kegiatan asuransi itu diinformasikan sebagai suatu kegiatan dengan formalitas-formalitas tertentu. Disamping itu juga tidak mudah menentukan kapan kegiatan asuransi mulai diatur pula secara formal.44

Sejarah mencatat bahwa masuknya kegiatan asuransi di Indonesia mengikuti keberhasilan bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di negeri jajahannya yaitu Indonesia. Pada awalnya, kegiatan asuransi memiliki tujuan yang terbatas yaitu untuk melindungi kepentingan Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya yang melakukan kegiatan perdagangan dan perkebunan di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan jaminan terhadap keberlangsungan usahanya, tentu diperlukan adanya asuransi.45

Perkembangan kegiatan asuransi di Indonesia terbagi dalam 3 (tiga) kurun waktu yaitu masa penjajahan, masa setelah Perang Dunia II, dan masa setelah kemerdekaan. Pada masa penjajahan Belanda, dengan sistem monopoli yang diterapkan mengakibatkan perkembangan kegiatan asuransi terbatas pada kegiatan dagang dan kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya.

43 Ibid.

44 Ibid., hlm. 32.

45 R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Di Indonesia, (Jakarta : Intermasa, 1987), hlm. 2

(29)

Manfaat dan peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh masyarakat pribumi. Jenis asuransi yang paling berkembang pada waktu itu masih sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan pengangkutan.46

Pada masa penjajahan Jepang, kegiatan asuransi sama sekali tidak mengalami perkembangan. Selama terjadinya Perang Dunia II kegiatan perasuransian di Indonesia praktis terhenti, terutama karena ditutupnya perusahaan-perusahaan asuransi milik Belanda dan Inggris. Setelah Perang Dunia II berakhir, perusahaan-perusahaan asuransi Belanda dan Inggris kembali beroperasi di Indonesia dengan mendirikan suatu badan usaha asuransi kolektif yang bernama Bataviasche Verzekerings Unie (BVU). Setelah kemerdekaan RI, pemerintah melakukan nasionalisasi atas sejumlah asuransi termasuk Assurantie Maatshappij De Nederlandern, sebuah perusahaan asuransi umum milik kolonial Belanda dan Bloom Vander milik Inggris yang diubah menjadi PT. Umum Internasional Underwriters (UIU) dan PT. Asuransi Bendasraya.47

Kedua perusahaan hasil tindak lanjut nasionalisasi ini bertujuan untuk memberikan manfaat yang maksimal kepada masyarakat dan memperkokoh keamanan serta perekonomian negara. Adapun kebijakan nasionalisasi tersebut dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 86 tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui Keputusan Menteri

46 H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia & Hukum Pertanggungan, (Jakarta : Djambatan, 1990), hlm. 10

47 Abdul Muis, Bunga Rampai Hukum Dagang, (Medan : Fakultas Hukum USU, 1993), hlm. 24

(30)

Keuangan No.764/MK/IV/12/1972 tertanggal 9 Desember 1972, pemerintah Indonesia memutuskan untuk melakukan merger antara PT. Asuransi Bendasraya dan PT. Umum Internasional Underwriters (UIU) menjadi PT Asuransi Jasa Indonesia sebagai sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang usaha Asuransi Umum.48

Kemudian pada tahun 1953, berdirilah suatu perusahaan reasuransi profesional swasta bernama Maskapai Reasuransi Indonesia (Marein) yang disusul dengan berdirinya PT. Reasuransi Umum Indonesia (IndoRe) sebagai perusahaan reasuransi milik pemerintah. Pada awal pemerintahan Orde Baru, pemerintah Indonesia memberikan izin pengoperasian kembali kepada perusahaan-perusahaan asuransi asing, yang meninggalkan Indonesia ketika terjadinya aksi pembebasan Irian Barat (sekarang Papua) serta konfrontasi terhadap Malaysia. Akan tetapi, hal ini hanya terbatas pada 12 perusahaan asing dalam bidang asuransi umum, sedangkan perusahaan asuransi jiwa tetap dilarang beroperasi di Indonesia.49

Peristiwa penting lainnya yang terjadi dalam sejarah asuransi di Indonesia pada masa setelah kemerdekaan antara lain adalah diselenggarakannya Kongres Asuransi Nasional Seluruh Indonesia (KANSI) yang pertama pada tanggal 25-30 Nopember 1956 di Bogor. Kongres tersebut bertujuan untuk menyumbangkan pendapat yang bermanfaat bagi perekonomian nasional, mengatasi sistem perekonomian peninggalan kolonial, realisasi konkrit dari pembatalan Perjanjian

48Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan (Pokok-Pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran dan Jiwa), (Yogyakarta : Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1982), hlm. 72

49 Ibid., hlm. 73

(31)

Konferensi Meja Bundar (KMB) dan meningkatkan kesadaran berasuransi. Hasil Kongres tersebut melahirkan kesepakatan untuk mendirikan Dewan Asuransi Nasional (DAI) pada tanggal 01 Pebruari 1957. 50

Pada awalnya anggota DAI terbatas pada perusahaan-perusahaan nasional saja. Dinamika politik nasional membuat kegiatan DAI dibekukan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1963 dan aktif kembali pada 13 Juli 1967. Pada tahun 1971 DAI berubah menjadi organisasi tunggal bagi semua perusahaan asuransi dan reasuransi di Indonesia. Pada tahun 2002, DAI berubah menjadi Federasi Asosiasi Perasuransian Indonesia (FAPI) yang menaungi semua asosiasi usaha perasuransian di Indonesia menyusul pendirian Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Asosiasi Asuransi Jaminan Sosial Indonesia (AAJSI), Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), dan bergabungnya Asosiasi Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (ABAI) serta Asosiasi Adjuster Asuransi Indonesia (AAAI) ke dalam FAPI. Di samping itu, ke-6 anggota tersebut, Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia (AAMAI) dan Ikatan Eksekutif Asuransi Indonesia (ISEA) diterima sebagai anggota kehormatan. Pada Juli 2010, disebabkan adanya kendala dalam pengesahan Anggaran Dasar FAPI, nama FAPI diganti kembali menjadi Dewan Asuransi Indonesia (DAI).51

Pengertian asuransi beserta pengaturannya diatur dalam beberapa peraturan yang merupakan dasar hukum pelaksanaan asuransi di Indonesia, antara lain yaitu:

50 Ibid., hlm.

51 Junaedy Ganie, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), hlm 37.

(32)

1. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)

KUHDagang menentukan ada 2 (dua) cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku I bab 9 pasal 246-286 KUD Dagang yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur didalam KUHD maupun diluar KUHD. Kecuali jika secara khusus ditentukan lain. 52

Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 pasal 287- 308 KUHD dan Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal 592 -695 KUHD dengan rincian sebagai berikut :53

a. Asuransi Kebakaran pasal 287-298 KUHD.

b. Asuransi Hasil Pertanian pasal 299-301 KUHD.

c. Asuransi Jiwa pasal 308 KUHD.

d. Asuransi Pengangkutan Laut dan Perbudakan pasal 592-685 KUHD e. Asuransi Pengangkutan Darat, Sungai dan Perairan Pedalaman pasal

686-695 KUHD.

Pengaturan Asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan yang didasarkan pada perjanjian antara tertanggung dan penanggung. Perjanjian tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan penanggung secara timbal balik. Sebagai perjanjian khusus, Asuransi dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut Polis Asuransi. Pengaturan asuransi dalam KUHD meliputi substansi sebagai berikut:54

52 D. Sutanto, Ikhtisar Tentang Pengertian dan Perkembangan Asuransi Jiwa, (Jakarta : Yayasan Darmasiswa, 1995), hlm. 1

53 Muhammad Abdulkhadir, op.cit, hlm.18

54 Ibid., hlm. 19

(33)

a. Asas-asas asuransi.

b. Perjanjian asuransi.

c. Unsur-unsur asuransi.

d. Syarat-syarat (klausula) asuransi.

e. Jenis-jenis asuransi

2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian

KUHD yang mengutamakan pengaturan Asuransi dari segi keperdataan, maka Undang-Undang No 2 Tahun 1992 tentang Usaha Peransuransian Lembaran Negara Nomor 13 Tahun 1992 tanggal 11 Februari 1992 mengutamakan pengaturan Asuransi dari segi bisnis dan publik administratif, yang jika dilanggar mengakibatkan pengenaan sanksi pidana dan administratif. Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hukum perasuransian dan perusahaan yang berlaku. Dilihat segi publik administratif artinya kepentingan masyarakat dan negara tidak boleh dirugika. Jika hari ini dilanggar, maka pelangaran tersebut akan diancam dengan sanksi pidana dan administratif menurut UUP. Pelaksanaan UUP jo Undang-Undang No 2 Tahun 1992 diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelengaraan Usaha Perasuransian, Lembaran Negara No 120 Tahun 1992.

Disahkan UUP mengantikan Undang-Undang No 2 Tahun 1992 tentang Peransuransian. Secara umum, tardapat banyak perbedaan antara UUP dengan Undang-Undang No 2 Tahun 1992. Banyak ketentuan yang belum diatur didalam Undang-Undang Perasuransian yang lama. UUP memiliki 92 pasal yang terbagi didalam 18 bab. Dari segi subtansi UUP mengatur lebih lengkap dari undang undang yang lama. Perbedaan yang paling signifikan yaitu terlihat dari segi

(34)

pengawasan yang berpindah ahli dari menteri keuangan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).55

Sebelum lahirnya UUP, pembinaan dan pengawasan usaha Perasuransian dilaksanakan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. Tugas pembinaan dan pengawasan tersebut diemban oleh masyarakat yang berada dibawah kementerian keuangan, yaitu badan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan (Bapepam-LK). Usaha perasuransian termaksud dalam sektor jasa keuangan yang diatur dan diawasi oleh Bapepam-LK semenjak Undang-Undang No.2 Tahun 1992 berlaku dan melalui peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1992 tentang penyelengaraan usaha perasuransian. Setelah lahirnya UUP, pengaturan dan pengawasan perasuransian diemban oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Fungsi pengaturan dan pengawasan Otaritas Jasa Keuangan dalam hal Perasuransian meliputi perizinan usaha, tata kelola penyelenggaraan, pengantian pemilikan, penggabungan, dan peleburan, serta sampai pada pembubaran, likuidasi dan kepailitan. UUP mengatur lebih lengkap ruang lingkup kewenangan fungsi pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh OJK dibanding dengan Undang-Undang No.2 Tahun 1992. Dalam Undang-Undang yang lama, fungsi pembinaan dan pengawasan hanya meliputi kesehatan keuangan bagi perusahaan Asuransi Kerugian, perusahaan Asuransi Jiwa, perusahaan reasuransi dan meliputi penyelengaaan usaha. Berkaitan dengan fungsi pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh OJK yang diatur pada pasal 60 UUP, diantaranya adalah:56

55 Zulkarnain Sitompul, Konsepsi dan Transformasi Otaritas Jasa Keuangan, (Jakarta:

Gramedia, 2014), hlm. 345

56 Ibid, hlm.346.

(35)

a. Menetapkan peraturan perundang-undangan dibidang perasuransian.

b. Memberikan dan mencabut izin usaha perasuransian.

c. Menyetujui atau menolak memberikan pernyataan pendaftaran bagi konsultan aktuaria, akunta publik, penilaian, sampai mewajibkan perusahaan perasuransian menyampaikan pelaporan secara berkala

E. Peran Penting Asuransi dalam Kegiatan Perekonomian.

Asuransi memegang peranan penting dalam memberikan kepastian proteksi bagi manusia yang bersifat komersial maupun bukan komersial. Asuransi dapat memberikan proteksi terhadap kesehatan, pendidikan, hari tua, harta benda maupun kematian.57 Salah satu kebutuhan hidup yang tak kalah penting di era globalisasi ini adalah kebutuhan akan jasa asuransi. Hal inilah yang mendorong berkembang pesatnya perusahaan asuransi. Banyaknya penduduk yang khawatir akan jaminan keselamatan hidupnya. Berdasarkan kenyataan tersebut banyak bermunculan perusahaan-perusahaan asuransi yang menawarkan berbagai jenis polis.

Seorang manusia dalam suatu masyarakat sering menderita suatu kerugian karena akibat dari suatu peristiwa yang tidak terduga semula, misalnya mendapat kecelakaan dalam perjalanan di darat, di laut atau di udara. Kerugian ini hanya kecil sehingga dapat ditutup dengan uang simpanan, maka kerugian itu tidak begitu terasa. Lain halnya apabila uang simpanan tidak mencukupi untuk kerugian itu, maka orang akan betul-betul menderita. Jaminan-jaminan perlindungan terhadap keadaan-keadaan tersebut di atas sangat diperlukan oleh setiap

57 Gemala Dewi, op.cit, hlm. 8.

(36)

masyarakat yang ingin mengantisipasi apabila keadaan di luar dugaan yaitu risiko yang terjadi.58

Risiko tidak lain adalah beban kerugian yang diakibatkan karena suatu peristiwa di luar kesalahannya, misalkan : rumah seseorang terbakar sehingga pemiliknya mengalami kerugian. Inilah resiko yang harus ditanggung pemiliknya.

Risiko diartikan pula sebagai kerugian yang tidak pasti (uncertainty of financial loss); di dalamnya terdapat dua unsur, yaitu ketidakpastian dan kerugian.

Besarnya resiko ini dapat diukur dengan nilai barang yang mengalami peristiwa di luar kesalahan pemiliknya, resiko ini dapat dialihkan pada perusahaan asuransi kerugian dalam bentuk pembayaran klaim asuransi. Pengalihan resiko ini diimbangi dalam bentuk pembayaran premi pada perusahaan asuransi kerugian (penanggung) setiap bulan atau tahun., bergantung pada perjanjian yang tertuang dalam polis. Manfaat peralihan resiko inilah yang diperoleh konsumen (tertanggung).59

Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa dampak cukup besar bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Tingkat perkembangan ekonomi dunia dewasa ini ditandai dengan globalisasi di segala bidang yang diiringi pula oleh tingginya tingkat mobilitas penduduk, lalu lintas uang dan barang dalam arus perdagangan serta semakin pesatnya pertarungan bisnis. Di sisi lain beban tugas pemerintah semakin berat karena semakin tingginya tuntutan peningkatan kesejahteraan rakyat.

58 Mohammad Muslehuddin, op.cit, hlm. 38.

59 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 179.

(37)

Industri jasa yang paling banyak diatur lewat regulasi pemerintah adalah yang bergerak di bidang sektor jasa keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat, seperti pada perbankan dan asuransi. Salah satu yang semakin berkembang seiring dengan meningkatnya kemakmuran rakyat adalah perkembangan industri asuransi . Industri asuransi dewasa ini telah menjadi suatu bidang usaha atau bisnis yang menarik dan mempunyai peranan yang tidak kecil dalam kehidupan ekonomi maupun dalam pembangunan ekonomi terutama dalam bidang pendanaan.60

Perkembangan usaha asuransi tidak hanya memberi dampak positif pada pemegang polis, perusahaan asuransi dan mereka yang terlibat didalamnya, tetapi juga memberikan kenikmatan pada seluruh anggota masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada dana yang dikumpulkan oleh perusahaan asuransi melalui penarikan premi bagi pemegang polis yang oleh perusahaan asuransi akan di investasikan lebih lanjut di bidang bidang bisnis yang produktif.61 Investasi tersebut akan sangat berperan dalam meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Seiring dengan perkembangan bisnis asuransi yang semakin cepat maka perusahaan pun mulai meningkatkan layanannya dengan menciptakan layanan yang cepat, efisien dan efektif.

Peran industri asuransi dalam perekonomian Indonesia, tidak diragukan lagi sangat besar dan sangat luas. Asuransi dapat dikategorikan sebagai suatu produk yang dapat ditawarkan kepada konsumen. Mulyadi Nitisusatro menyebutkan bahwa sebuah produk dapat berupa apa saja yang dapat ditawarkan

60 Nurul Ichsan Hasan, Pengantar Asuransi Syariah, (Jakarta, Gaung Persada Press Group, 2014), hlm. 54.

61 Ibid, hlm. 55

(38)

kepada masyarakat, digunakan atau dikonsumsi dan dapat memenuhi kebutuhan atau keinginan masyarakat.62

Pengalihan resiko di dalam jasa asuransi, memberikan manfaat kepada masyarakat, perusahaan dan juga pembangunan negara. Hal tersebut tentunya semakin mendorong perkembangan bisnis asuransi.63 Perkembangan bisnis asuransi di Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat dan menjadi salah satu peluang bisnis yang menjanjikan. Sebagian besar masyarakat mengetahui bahwa asuransi bukan hanya untuk melindungi diri dari resiko yang akan dialami, tetapi juga sebagai investasi jangka panjang. Hal tersebut berbanding lurus dengan tingkat kesadaran masyarakat untuk berasuransi yang semakin besar.

Berbagai fenomena empiris yang terjadi, menunjukkan bahwa perkembangan industri asuransi di Indonesia masih sangat tergantung dengan pertumbuhan ekonomi, tetapi bukan berarti industri asuransi nasional tidak mampu memberikan kontribusi apapun dalam pembangunan perekonomian di Indonesia.64

Berbagai perusahaan asuransi kemudian berlomba-lomba menawarkan program dan produk asuransi baik bagi masyarakat maupun perusahaan, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat pertumbuhan bisnis asuransi jiwa di

62Mulyadi Nitisusatro, Asuransi dan Usaha Perasuransian di Indonesia, (Bandung : Alfabeta, 2013), hlm 3

63 Wirdyaningsih, op.cit, hlm. 39.

64Hendrisman Rahim, “Optimisme Pertumbuhan Asuransi Indonesia: Proyeksi Perkembangan Lima Tahun (2014-2018)”, (Jakarta : Jurnal Asuransi dan Manajemen Resiko.

Volume 1.Nomor 2, September 2013), hlm 3

(39)

Indonesia selama lima tahun terakhir tumbuh sekitar 30% (tiga puluh persen) setiap tahun.65

Berdasarkan Laporan Perasuransian tahun 2016, perusahaan asuransi di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Pertumbuhan tersebut ditunjukkan oleh peningkatan jumlah premi bruto industri asuransi pada tahun 2011 mencapai Rp.125,1 Triliun, atau mengalami peningkatan sebesar 17,5% dari tahun sebelumnya (2015) sebesar Rp.106,4 Triliun. Kontribusi terbesar premi bruto industri asuransi tahun 2010 berasal dari sektor asuransi kerugian dan reasuransi sebesar 25,6%, penyelenggara program asuransi PNS dan TNI/Polri sebesar 9,4% serta penyelenggara program asuransi sosial dan jaminan hari tua sebesar 4,6% (Laporan Perasuransian, 2016).66

Laporan perasuransian tersebut menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat menggunakan jasa perasuransian semakin meningkat, tidak hanya perorangan secara pribadi yang menggunakan jasa perasuransian, tetapi perusahaan juga yang menginginkan adanya pengalihan resiko terhadap usahanya agak tidak mengalami kerugian yang besar yang diakibatkan hal-hal diluar kendalinya.

Seiring dengan meningkatnya perkembangan asuransi di Indonesia tidak menjadikan lepas dari permasalahan di dalamnya. Menurut OJK setidaknya secara akumulasi Asuransi masih memegang porsi dominan dari banyaknya aduan yang

65Arif Budianto, Bisnis Asuransi Jiwa Tumbuh 30% Per Tahun (diakses dari http:/ekbis.sindonews.com, pada tanggal 02 Juni 2018)

66 Ibid.

(40)

mampir ke OJK.67 Berbagai alasan yang diadukan pemegang polis mulai dari pengajuan klaim hingga permasalahan keagenan. Terutama dalam transparansi klaim kepada nasabah.

Sejalan dengan banyaknya aduan tersebut, OJK mengungkapkan dalam majalah Edukasi Konsumen edisi Desember 2014 sebagaimana disimpulkan bahwa saat ini asuransi masih menjadi produk keuangan yang belum dipahami oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Oleh karena iu OJK banyak melakukan sosialisasi dan edukasi tentang pentingnya berasuransi dan OJK berharap insurance awareness masyarakat dapat meningkat.68

Secara umum manfaat asuransi bagi perekonomian dapat dijelaskan sebagai berikut :69

1. Transfer Risiko (Risk Transfer)

Penyedia asuransi menyediakan keamanan bagi individu dan perusahaan, serta memungkinkan mereka untuk mengambil aktivitas berisiko. Memiliki Asuransi berarti bahwa individu-individu dan bisnis-bisnis tidak perlu menjaga cadangan kas yang berlebihan untuk menjaga diri mereka terhadap risiko. Asuransi membebaskan mereka untuk mengeluarkan biaya dan berinvestasi. Hal ini secara tidak langsung meningkatkan iklim berinvestasi yang pada akhirnya memberi dampak positif bagi perekonomian secara keseluruhan.

67 Arif Wicaksono, “Aduan Ke OJK Didominasi Nasabah Asuransi”, (diakses dari http://bisniskeuangan.kompas.com, pada tanggal 02 Juni 2018)

68 Ibid.

69 Askrida, “Manfaat Asuransi Bagi Perekonomian”, (diakses melalui http://askrida.com, pada tanggal 02 Juni 2018)

(41)

2. Penilaian Berbasis Risiko (Risk Based Pricing)

Asuransi membantu untuk mengarahkan investasi dan mendorong peningkatan bisnis, dengan menunjukkan biaya-biaya riil dari resiko terhadap perusahaan individu dan industri-industri. Perusahaan asuransi menentukan tingkat premi yang merefleksikan kemungkinan kerugian, yang dihitung dengan melakukan perhitungan langsung berdasarkan pengumpulan risiko-risiko yang serupa atau dengan menghubungkan premi terhadap pengalaman klaim yang pernah terjadi sebelumnya. Jika premi merefleksikan risiko yang dihadapi perusahaan dengan benar, maka ada insentif untuk mengurangi risiko karena hal ini akan mengurangi hutang premi. Ketika harga asuransi meningkat, individu maupun perusahaan menghadapi insentif yang besar untuk memperbaiki perilakunya. Hal ini akhirnya juga memberi dampak yang menguntungkan pada perekonomian secara keseluruhan.

3. Fungsi Investasi (Investation Function)

Perusahaan asuransi membangun aset setelah menerima premi yang dibayar di muka. Dengan berinvestasi secara produktif, pihak asuransi dapat menghasilkan tingkat penghasilan yang memungkinkan mereka memberikan tingkat premi yang lebih rendah. Pihak asuransi bahkan dapat meningkatkan efisiensi dalam sistem keuangan dengan menjadi pihak penghubung keuangan, dimana mereka mengurangi biaya transaksi yang mempertemukan penyimpan dan peminjam. Pihak asuransi juga menghasilkan likuiditas dengan menggunakan pendapatan premi untuk menyediakan modal jangka panjang.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Secara umum HKI dianggap lahir sejak dilakukan pendaftaran dan pengumuman atas hak-hak yang bersangkutan, tetapi apabila dilihat dari macam- macam HKI tersebut,

Protokol Tambahan I dibentuk disebabkan karena metode peperangan yang digunakan oleh negara-negara telah berkembang, demikian pula aturan- aturan mengenai tata cara berperang ( code

Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kewenangan lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) terdapat dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Penerapan CSR harus dimulai dari komitmen dan pemahaman yang baik dari pihak pengusaha bahwa setiap perusahaan hendaknya mengembangkan kegiatan sosial yang bukan

Dan Keputusan Walikota Medan Nomor 9 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Daerah Kota Medan yang dimana dalam

Kendala dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Fakultas Hukum USU, Pelaksanaan Perda KTR di Kota Medan

Berdasarkan paparan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :“Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Pencurian

Adapun skripsi ini berjudul “Aspek Hukum Penolakan Rakyat China Terhadap Keputusan Arbitrase Internasional dalam Kasus Laut Cina Selatan.”Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi