• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Joshua Caesar Maloma NIM : 110200459

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 1 7

(2)

Sejak berlakunya otonomi daerah, maka setiap daerah diberikan kewenangan dalam mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan guna meningkatkan pelayanan, pemberdayaan serta peningkatan daya saing daerah.

Salah satu sumber pendapatan daerah sebagaimana yang tercantum dalam UU Pemerintah Daerah berasal dari pajak, yang dimana Pajak Hiburan termasuk kedalam salah satu Pajak Daerah. Bagi daerah, pajak merupakan bukti nyata peran aktif masyarakat dalam membiayai jalannya pemerintahan dan pembangunan daerahnya. Pemungutan ini juga harus dapat dipahami oleh masyarakat sebagai sumber pendapatan yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahtraan di daerah termasuk Kota Medan.

Adapun permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah Bagaimana Tinjauan umum tentang Kota Medan mengenai Pemungutan Pajak, Penetapan Kewajiban Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Hiburan serta bagaimana Sanksi Administrasi Bagi Wajib Pajak Yang Tidak Membayar Pajak Hiburan Berdasarkan Perda Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011

Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis normative) yang dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library research). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data-data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer seperti menganalisis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Dan bahan hukum sekunder seperti buku-buku, serta berbagai majalah, literatur, artikel, dan internet yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini.

Hasil penelitian ataupun kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam proses Pemungutan Pajak khususnya di Kota Medan yang berwenang melakukan tugas tersebut adalah Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan, pemungutan Pajak Hiburan di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait serta Sanksi Administrasi apabila tidak membayar pajak Hiburan dapat kita lihat berdasarkan Perda Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 tepatnya di Pasal 13.

Kata Kunci : Pajak Daerah, Pajak Hiburan, Sanksi Administrasi, Kota Medan .

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

*** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(3)

segala anugerah dan kesempatan yang telah diberikan olehNya mulai dari masa perkuliahan sampai dengan tahapan penyelesaian skripsi seperti sekarang ini di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini diberi judul “SANKSI ADMINISTRASI BAGI WAJIB PAJAK YANG TIDAK MEMBAYAR PAJAK BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN”.

Sungguh suatu hal yang luar biasa dimana akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktu yang diharapkan. Skripsi adalah merupakan salah satu unsur yang sangat penting sebagai pemenuhan nilai-nilai tugas dalam mencapai gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum di Universitas ataupun perguruan tinggi manapun di seluruh Nusantara, termasuk pula di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, tidak lupa penulis ingin mengucapkan terima kasih atas jasa-jasa dari nama-nama yang disebutkan di bawah ini. Beliau-beliau tersebut merupakan panutan dan juga motivasi yang mendukung penulis dari awal masa perkuliahan hingga sekarang sampai selesainya skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

(4)

2. Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan berharga yang telah diberikan untuk dapat menyelesaikan studi Strata-1 di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan waktu yang telah diberikan sehingga dapat menyelesaikan studi Strata-1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan baik.

4. Dr. Saidin, SH., M.Hum, selaku Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, beserta staf dan jajarannya, atas segala bimbingan dan kemudahan-kemudahan yang diberikan selama ini, sehingga penulis pada akhirnya dapat menyelesaikan studi Strata-1 ini dengan baik.

5. Puspa Melati, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, beserta staf dan jajarannya.

6. Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, beserta staf dan jajarannya.

7. Suria Ningsih, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara atas bimbingan dan pengetahuan yang telah diberikan mulai dari masa-masa perkuliahan di Departemen yang beliau pimpin sampai sekarang ini.

(5)

9. Amsali.S.Sembiring, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II, atas ilmu dan pengajaran serta bimbingan yang telah diberikan, tidak saja dalam masa penulisan skripsi ini, tetapi juga sejak dalam masa-masa perkuliahan.

10. Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tanpa bisa penulis sebut lagi satu per satu, dengan segala kerendahan hati dan tidak mengurangi rasa hormat bagi beliau-beliau, atas jasa-jasanya dalam mengasuh dan memberikan ilmu dan bimbingan serta nasehat yang sangat berarti mulai dari Semester I sampai dengan sekarang ini.

11. Kepada Ayahanda Ir. Robert Evanggela Haratua Siringo-ringo dan Ibunda Dahlia Purnama, yang selalu memberikan motivasi, bimbingan moril, serta inspirasi kepada penulis, dan yang telah sabar dan ikhlas membesarkan penulis, sehingga penulis dapat menjadi seperti sekarang ini, dan orang yang selalu menjadi penyemangat bagi penulis.

12. Kepada abang tercinta Jordan Simson Caesar Rio Sirino-ringo yang menjadi penyemangat penulis.

13. Kepada Opung Pandapotan Bosar, Namboru dan Amang Boru Nadia saya tercinta yang menjadi Penyemangat Penulis.

14. Kepada Pacar saya yang tersayang Meliana Magdalena Verera Silalahi yang selalu Memberikan semangat kepada penulis.

(6)

memberikan dorongan kepada Penulis

16. Kepada Sahabat-sahabat terbaik saya Dinda Anwar, Nurul Hasnita, Boy Sihombing, Ponco, Zikry, Leo, Mike dan teman-teman lain yang selalu memberikan dorongan kepada penulis.

17. Kepada Adek-Adek saya INFAKUM Stambuk 013 Aca, Aris, Ibal, Mager, Atus, Kevin, Raka, Audi, Nuel, Nando, Cris, Bogor, Hari, Sukri dan Feby yang selalu memberikan dorongan kepada Penulis.

18. Kepada sahabat dan adek terbaik penulis Stambuk 012 William Hutabarat, Reza Pepayoza dan Fery Lesmana Sembiring di Fakultas Hukum USU yang selalu memberi dukungan kepada saya.

19. Kepada teman-teman Vespa Sumatera saya Bang Icoy, Apis, Rizky, Kibo dan Majik yang selalu memberikan dorongan kepada Penulis.

20. Kepada teman-teman Etnomusikologi USU saya Bang Ivan, Beni Purba, Bang Fredy Purba, Bang Fuat, Bang Muek, dan Ajis yang selalu memberikan dorongan kepada saya.

21. Kepada teman-teman saya Komunitas BMC Baringin Manalu, Tino Sihite, Agus, Tibol, Eka, Hengky, Lasmen dan Lae Ombe yang selalu memberikan dorongan kepada Penulis.

22. Kepada teman-teman saya di kampus ITM, Nomensen, Darma Agung, UISU, UMSU, Harapan, dan LP3I yang selalu memberikan dorongan kepada saya.

(7)

sekali lagi penulis ucapkan terima kasih. Semoga karya ini sedikit banyak juga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2017 Hormat penulis,

Joshua Caesar Maloma NIM. 110200459

(8)

DAFTAR ISI ... vii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan ... 9

D. Keaslian Penulisan... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 10

F. Metode Penelitian ... 19

G. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG KOTA MEDAN A. Petugas yang berwenang melakukan Pemungutan Pajak di Kota Medan ... 23

B. Struktur Dinas Pendapatan Daerah di kota Medan ... 27

BAB III : PENETAPAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR PAJAK HIBURAN A. Pengertian Umum tentang Pajak Hiburan ... 37

B. Tinjaun Umum tentang Pelaksanaan Pembayaran Pajak Hiburan ... 40

C. Prosedur Pembayaran Pajak yang dilakukan Wajib Pajak dalam membayar Pajak Hiburan ... 50 BAB IV : SANKSI ADMINISTRASI BAGI WAJIB PAJAK YANG

TIDAK MEMBAYAR PAJAK HIBURAN

BERDASARKAN PERDA KOTA MEDAN NOMOR 7 TAHUN 2011

(9)

Kota Medan Apabila Wajib Pajak tidak Membayar Pajak Hiburan ... 63 C. Sanksi Administrasi Bagi Wajib Pajak Yang Tidak

Membayar Pajak Hiburan Di Kota Medan Berdasarkan Perda Nomor 7 Tahun 2011 ... 69 BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 76 B. Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA

(10)

A. Latar Belakang

Pasal 18 UUD’45 menyebutkan bahwa Negara Indonesia dibagi menjadi daerah kecil dan besar bersifat otonom maupun administratif. Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas. Daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah yang bersifat otonom memerlukan pembiayaan yang berkelanjutan. Pemerintah Daerah berusaha mengembangkan dan meningkatkan perannya dalam bidang ekonomi dan keuangan, dalam rangka meningkatkan daya guna penyelenggaraan pemerintah baik melalui birokrasi pemerintah, pembangunan, serta pelayanan kepada masyarakat. Pemberlakuan otonomi daerah pada kabupaten atau kota merupakan kebijakan yang harus disambut dengan positif karena dapat meningkatkan potensi dan daya saing masing-masing daerah.

Sejak berlakunya otonomi daerah, maka setiap daerah diberikan kewenangan dalam mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan guna meningkatkan pelayanan, pemberdayaan serta peningkatan daya saing daerah.

Untuk menjalankan wewenang tersebut, maka setiap daerah memerlukan sumber daya yang tidak sedikit jumlahnya, diantara sumber daya yang diperlukan tersebut adalah sumber daya manusia dan sumber daya ekonomi. Dalam hal sumber daya

(11)

ekonomi, pemerintah pusat secara jelas memaparkan sumber Pendapatan daerah.

Sumber pendapatan tersebut nantinya akan dipergunakan oleh masing masing daerah untuk membiayai kewenangan dan tugas yang telah diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah, juga dapat mengurangi ketergantungan keuangan setiap daerah kepada pemerintah pusat. Pasal 285 Ayat (1) UU Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas:

a. Pendapatan Asli Daerah meliputi:

1) pajak daerah;

2) retribusi daerah;

3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

4) lain-lain Pajak Asli Daerah yang sah;

b. pendapatan transfer; dan

c. lain-lain pendapatan Daerah yang sah;

Salah satu sumber pendapatan daerah sebagaimana yang tercantum dalam UU Pemerintah Daerah berasal dari pajak. Secara umum pajak merupakan komponen penerimaan negara yang paling besar dan sangat berpengaruh dalam membiayai pembangunan. Hal ini dikarenakan pajak dapat dikenakan dan bahkan dipaksakan kepada semua warga negara. Namun penarikan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat harus memenuhi syarat, yaitu harus ditetapkan dengan Undang-Undang atau peraturan lainnya, dapat dipaksakan,

(12)

mempunyai kepastian hukum, dan adanya jaminan kejujuran dan integritas dari petugas pemungut pajak yang ditunjuk untuk pemerintah serta jaminan bahwa pungutan tersebut akan dikembalikan lagi kepada masyarakat.

Kuswanto mengemukakan bahwa pada tahun 1993 pemerintah melaksanakan reformasi pajak. Sistem pajak baru dikembangkan dengan pergantian mendasar dari sistem pajak lama. Sistem pajak baru lebih disederhanakan dibandingkan dengan sistem pajak yang lama. Sawyer mengatakan “One of the oldest maxims of taxations is Adam Smith’s ‘economy in operation’. Essentially this provides that a tax should be devised in such a manner so as both to take out and to keep out of the pockets of the people as little as possible over and above what it brings into the treasury of the state”. (Salah satu prinsip perpajakan tertua adalah prinsip ekonomi operasional milik Adam Smith.

Prinsip ini menyatakan bahwa pajak harus dirancang sedemikian rupa sehingga baik untuk mengambil sedikit lebih dari milik wajib pajak dari apa yang dibawa pada kas negara). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah Kota Medan dapat segera mengembangkan semua potensi yang ada khususnya dari sektor pajak, guna meningkatkan pendapatan daerah. Pajak daerah dapat dibedakan antara pajak daerah propinsi dan pajak daerah kabupaten/kota.

Pemerintah pusat secara tegas telah mengklasifikasikan kewenangan memungut pajak yakni Pajak Pusat dan Pajak Daerah yang selanjutnya pajak daerah dibagi lagi menjadi dua sebagaimana tercantum dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Hal ini

(13)

dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antara pemungut pajak pusat yang dilakukan oleh Departemen Keuangan yang dalam hal ini adalah Direktorat Jendral Pajak dan pemungut pajak daerah yang diserahkan kepada pemeritah daerah masing-masing dalam hal ini dilakukan oleh Dinas Pendapatan Kota/Daerah. Bagi daerah, pajak merupakan bukti nyata peran aktif masyarakat dalam membiayai jalannya pemerintahan dan pembangunan daerahnya.

Pemungutan ini juga harus dapat dipahami oleh masyarakat sebagai sumber pendapatan yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahtraan di daerah termasuk Kota Medan. Maka untuk lebih mempertegas lagi mengenai peraturan pajak daerah Pemerintah Kota Medan membuat Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan.

Pajak pada mulanya merupakan upeti (pemberian secara cuma-Cuma tetapi sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan dan harus dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat). Ketika itu, rakyat memberikan upetinya kepada raja atau penguasa dalam bentuk natura, berupa padi, ternak atau hasil tanaman lainnya seperti pisang, kelapa dan lain-lain. Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk keperluan /kepentingan raja atau penguasa setempat.1

Pajak dipungut oleh negara untuk dipergunakan menjalankan tugas rutin, dan pembangunan yang memerlukan biaya. Disamping itu pajak tidak hanya

1 Wirawasan B. Ilyas dan Ricahrd Burton, Hukum Pajak (Jakarta: Salemba Empat, 2010) hal 1

(14)

berfungsi sebagai alat mengatur perekonomian. Kebijakan dalam bidang perpajakan yang efektif dapat berperan untuk menjaga keseimbangan ekonomi dan inflasi. Kebijakan dalam bidang perpajakan tersebut mempunyai peranan penting dalam keadilan sosial,alokasi sumber-sumber,distribusi pendapatan dan akumulasi modal,lebih dari itu, kebijakan perpajakan tersebut, dapat berperan untuk mendidik rakyat berkesadaran politik dan bernegara adalah kerelaan berkorban untuk kepentigan negara, salah satunya adalah kerelaan membayar pajak.

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pajak dipungut dari warga Negara Indonesia dan menjadi salah satu kewajiban yang dapat dipaksakan penagihanya.Pembangunan nasional Indonesia pada dasarnya dilakukan oleh masyarakat bersama-sama pemerintah. Oleh karena itu peran masyarakat dalam pembiayaan pembangunan harus terus ditumbuhkan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kewajibanya membayar pajak.2

Salah satu jenis pajak daerah adalah pajak hiburan. Pada Perda Pemerintah Daerah diatur bahwa ada beberapa jenis pajak hiburan, yaitu:

a. tontonan film;

b. pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana;

c. kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya;

2 Haula Rosiana, Pengantar Ilmu Pajak (Kebijakan dan Implementasi di Indonesia (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012) hal 1.

(15)

d. pameran;

e. diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya;

f. sirkus, akrobat, dan sulap;

g. permainan bilyar, golf dan bowling;

h. pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan;

i. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center);

dan

j. pertandingan olahraga

Pajak hiburan merupakan salah satu pajak yang berkonstribusi besar pada pendapatan pajak daerah salah satunya jenis pagelaran musik modern. Hal ini dikarenakan pengenaan tarif pajak jenis ini sebesar 35% dari jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburan.

Tata cara pemungutan pajak hiburan yaitu wajib pajak atau penyelenggara hiburan membayar sendiri kewajiban perpajakan dengan menggunakan SPTPD, SKPDKB, dan/atau SKPDKBT sebagaimana yang diatur dalam Perda Pemerintah Daerah. Dalam pelaksanaan pemungutan dan penagihan pajak hiburan tersebut harus sesuai dengan peraturan perundang undangan yang ada. Namun dalam proses pelaksanaan pemungutan dan penagihan pajak seringkali terdapat penyimpangan tidak terkecuali pada pemungutan dan penagihan pajak hiburan jenis pagelaran musik.

(16)

Salah satu faktor terjadinya penyimpangan pada proses pemungutan pajak hiburan jenis ini adalah adanya perbedaan harga pejualan tiket sebelum dan pada saat hari terselenggaranya acara tersebut. Maka pengawasan dari pemungut pajak sangat dibutuhkan agar tidak terjadi penyimpangan pada proses pemungutan pajak yang mengakibatkan kerugian keuangan daerah.

Kesadaran wajib pajak hiburan dapat dipengaruhi oleh tarif pajak hiburan yang ditetapkan oleh pemerintah. Apabila tarif pajak yang ditetapkan oleh pemerintah terlalu tinggi, maka hal tersebut akan mempengaruhi kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak. Selain dipengaruhi oleh tarif pajak hiburan, kesadaran wajib pajak hiburan juga dipengaruhi oleh kualitas pelayanan yang diberikan oleh petugas pengelola pajak. Hal tersebut dapat dimengerti apabila kualitas pelayanan yang diberikan oleh petugas pajak baik dan menyenangkan, maka hal tersebut dapat meningkatkan minat dan kesadaran penyelanggara hiburan untuk membayar pajak. Hal senada juga diungkapkan oleh Setyawan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak pribadi dalam membayar pajak penghasilan adalah pemahaman sistem Self Assessment, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, pelayanan informasi perpajakan, persepsi wajib pajak terhadap sanksi perpajakan.

Dengan pemahaman yang mendalam terhadap sistem ini diharapkan akan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak, melalui pendidikan diharapkan dapat mendorong individu ke arah yang positif dan mampu menghasilkan pola pikir yang positif yang selanjutnya akan dapat memberikan

(17)

pengaruh positif sebagai pendorong untuk melaksanakan kewajiban membayar pajak.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk menulis skripsi ini dengan judul “Sanksi Administrasi Bagi Wajib Pajak Yang Tidak Membayar Pajak Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas serta sesuai dengan judul skripsi ini, yaitu: “Sanksi Administrasi Bagi Wajib Pajak Yang Tidak Membayar Pajak Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan”, maka beberapa permasalahan yang akan dibahas penulis, antara lain:

1. Bagaimana Tinjauan umum tentang Kota Medan mengenai Pemungutan Pajak ?

2. Bagaimana Penetapan Kewajiban Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Hiburan ?

3. Bagaimana Sanksi Administrasi Bagi Wajib Pajak Yang Tidak Membayar Pajak Hiburan Berdasarkan Perda Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 ?

(18)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Untuk Mengetahui Tinjauan Umum tentang Kota Medan mengenai Pemungutan Pajak

2. Untuk Mengetahui Penetapan Kewajiban Wajib Pajak dalam membayar Pajak Hiburan

3. Untuk Mengetahui Sanksi Administrasi Bagi Wajib Pajak Yang Tidak Membayar Pajak Hiburan Berdasarkan Perda Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan teknologi baik di dalam ilmu hukum ataupun dan beberapa ilmu terkait lainnya.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Wajib Pajak yang memiliki tempat hiburan dalam membayar Pajak Hiburan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Medan

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini dilakukan dengan melakukan pengamatan dan penelitian yang dilakukan oleh penelitian sendiri. Adapun pembuatan skripsi ini tidak merupakan

(19)

duplikasi atau bentuk plagiat dari hasil penelitian lain. Serta proses pembuatan skripsi ini saya selaku penulisnya mengacu dan memasukkan beberapa kutipan- kutipan dari buku-buku referensi dimana untuk melengkapi skripsi ini. Saya selaku peneliti dan penulis bertanggungjawab terhadap hal-hal pembuatan skripsi ini kepada pihak manapun

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan Terhadap Pajak Secara Umum dan Pajak Hiburan

Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan dasar hukum pungutan pajak di indonesia yang berbunyi “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.8 Beberapa pendapat sarjana tentang pengertian pajak antara lain : P.J.A Adriani (diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelengarakan pemerintahan”

Pengertian pajak juga di kemukakan oleh Anderson yang mengemukakan bahwa :“tax is a compulsory contributon, levied by the state (in the broad sense) upon persons property income and privileges for purposes of defraying the expences of government (pajak adalah pembayaran yang bersifat memaksa kepada

(20)

negara yang dibebankan pada pendapatan kekayaan seseorang yang diutamakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah”

Muhammad Djafar Saidi mengemukakan bahwa sebelum amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), ketentuan mengenai pajak diatur pada Pasal 23 Ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “segala pajak untuk keperluan negara harus berdasarkan undangundang”. Ketentuan ini mengandung asas legalitas yang meletakkan kewenangan pada negara untuk memungut pajak kalau negara membutuhkannya, tetapi dengan syarat harus berdasarkan UndangUndang.

Setelah amandemen UUD 1945, ternyata sumber hukum keberadaan hukum pajak mengalami perubahan yang sangat prinsipil. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yang menegaskan “pajak dan pungutan yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang undang”. Pasal 23A UUD NRI 1945 pada hakikatnya tetap memuat asas legalitas yang bermula dari Pasal 23 Ayat (2) UUD 1945. Sekalipun demikian, perubahan yang prinsipil karena bukan hanya mengenai sumber hukum pajak melainkan pungutan yang bersifat memaksa harus pula diatur dengan Undang-Undang.3

Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 yang telah diubah beberapa kali, terakhir dengan perubahan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atasUndang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya

3 Adrian Sutedi. Hukum Pajak dan Retribusi Daerah. (Bogor: Graha Indonesia, 2008), hal 55

(21)

disebut UU KUTCP) menyebutkan bahwa Pajak adalah konstribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Selain menurut Undang-Undang, ada juga pendapat beberapa sarjana ahli di bidang perpajakan, diantaranya :

a. Prof.Dr.PJA. Adriani, mengemukakan bahwa Pajak adalah iuran pada negara (yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas pemerintah

b. Prof.Dr.MJH. Smeeths, mengemukakan bahwa Pajak adalah prestasi pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal individual, maksudnya adalah membiayai pengeluaran pemerintah.

c. Dr.Soeparman Soemahamidjaya, memberikan defenisi bahwa Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma norma hukum guna menutup 14 biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahtraan umum.

d. Prof.Dr.Rochmat Soemitro, mengemukakan bahwa Pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan Undang-Undang

(22)

(dapat dipaksakan) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.

Muhammad Djafar Saidi mengemukakan bahwa secara hukum pajak dapat dilakukan penggolongan berdasarkan kebutuhan negara dalam membiayai pemerintahan dan pembangunan masa kini dan mendatang. Mengingat pajak merupakan sumber pendapatan negara maupun daerah, penggolongannya perlu dilakukan berdasarkan sifat-sifat maupun ciri-iri yang dimilikinya. Sebagaimana dikatakan oleh Munawir (1985:16) bicara penggolongan dapat didasarkn atas sifat-sifat maupun ciri ciri tertentu yang terdapat dalam masing masing pajak.

Dari definisi-definisi tersebut di atas, mengemukakan beberapa unsur pokok dalam perpajakan, yakni :4

a. Iuran atau pungutan

Dilihat dari segi arah arus dana pajak, jika arah datangnya pajak berasal dari wajib pajak, maka pajak disebut sebagai iuran sedangkan arah datangnya kegiatan untuk mewujudkan pajak tersebut berasal dari pemerintah, maka pajak sebagai pungutan.

b. Pajak dipungut

Berdasarkan undang-undang salah satu karakteristik pokok dari pajak adalah bahwa pemungutannya harus berdasarkan undang-undang. Hal ini disebabkan karena pada hakekatnya pajak adalah beban yang harus dipikul oleh rakyat banyak, sehingga dalam perumusan tentang

4 R Santoso Brotodiharjo. Pengatar Ilmu Hukum Pajak. (Bandung: Rafika Aditama 2003), hal 23

(23)

macam, jenis dan berat ringan nyata arif pajak itu, rakyat harus ikut serta menentukan dan menyetujui, melalui wakil-wakilnya di Parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat.

c. Pajak dapat dipaksakan fiskus mendapat wewenang dari undang- undang untuk memaksa wajib pajak supaya mematuhi melaksanakan kewajiban perpajakannya. Kekuasaan tersebut dapat dilihat dengan adanya ketentuan sanksi-sanksi administratif maupun sanksi pidana fiskal dalam UndangUndang Perpajakan, khususnya dalam Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009. Fiskus juga mendapatkan wewenang dari undang-undang untuk mengadakan tindakan memaksa Wajib Pajak dalam bentuk penyitaan harta, baik harta tetap maupun harta bergerak. Bahkan dalam sejarah hukum pajak di Indonesia dikenal adanya lembaga sandera atau gijzeling, yakni Wajib Pajak yang pada dasarnya mampu membayar pajak, akan tetapi selalu menghindar dengan berbagai dalih untuk tidak membayar pajak, maka fiskus dapat menyandera wajib pajak yang bersangkutan dalam memasukkannya ke dalam kurungan.

d. Tidak menerima atau memperoleh kontraprestasi secara langsung ciri khas utama dari pajak adalah Wajib Pajak yang membayar pajak tidak menerima atau memperoleh jasa timbal balik atau kontra prestasi dari Pemerintah (without receipt of special benefit of equal value; without reference to special benefit conferred). Jika seorang wajib pajak

(24)

membayar pajak penghasilan, maka fiskus tidak akan memberi apapun kepadanya sebagai jasa timbalbalik.

e. Untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah pajak itu dipergunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah dalam menjalankan pemerintah. Dana yang diterima dari pemungutan pajak dalam pengertian/definisi-definisi pajak tidak pernah ditujukan untuk sesuatu pengeluaran yang khusus.

Apabila kriteria-kriteria tersebut dijadikan patokan untuk megetahui penggolongan pajak, berdasarkan penggolongannya ternyata pajak terdiri dari:5

a. Pajak dalam arti luas dan pajak dalam arti sempit.

b. Pajak pusat dan pajak daerah.

c. Pajak objektif dan pajak subjektif.

d. Pajak langsung dan pajak tidak langsung.

Pajak dalam arti luas adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, termasuk bea meterai, bea masuk dan cukai, dan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan.

Sementara itu, pajak dalam arti sempit adalah pajak yang dipungut oleh pemeritah pusat (tanpa bea meterai, bea masuk dan cukai) dan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan dibidang pajak daerah.

5 Erly Suandi, Hukum Pajak, empat, edisi 5 (Bandung: Salemba, 2011) hal 8.

(25)

Pajak pusat adalah pajak yang diadakan oleh pemerintah pusat serta penagihannya dilakukan oleh pejabat pajak yang ditugasi mengelola pajak-pajak pusat. Objek pajak pusat relatif tidak terbatas, pusat harus teliti dalam menentukan objek pajak yang dapat dikenakan pajak. Sedangkan pajak daerah adalah pajak yang didakan oleh pemerintah daerah serta penagihannya dilakukan oleh pejabat pajak yang ditugasi mengelola pajak-pajak daerah. Selanjutnya pajak daerah terbagi atas pajak daerah provinsi dan pajak daerah kabupaten/kota.6

Pajak objektif adalah pajak yang penagihannya bergantung pada objek yang dikenakan pajak dengan berpatokan pada keadaan, perbuaan atau kejadian yang terjadi saat itu. Sementara pajak subjektif adalah pajak yang penagihannya bergantung pada subjek yang dikenakan pajak dengan terkait keadaan diri wajib pajak yang dapat memengaruhi besar kecilnya jumlah pajak yang wajib bayar.

Pajak langsung adalah pajak yang penagihannya dilakukan secara berkala berdasarkan perbuatan hukum yang dilakukan oleh pejabat pajak menerbitkan surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, dan surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan. Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak yang penagihannya dilakukan secara tidak berkala dan pada umumnya tidak berdasarkan surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, dan surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan.

Dalam Pasal 1 Angka 10 UU PDRD dijelaskan bahwa Pajak Daerah adalah konstribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau

6 Tunggul Anshari Setia Negara, Pengantar Hukum pajak, Edisi satu (Malang: Alumni, 2006), hal 5

(26)

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarya kemakmuran rakyat.

Pada Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU PDRD dicantumkan bahwa pajak daerah terbagi atas:7

(1) Pajak Daerah Provinsi

a. Pajak kendaraan Bermotor;

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

d. Pajak Air Permukaan; dan e. Pajak Rokok;

(2) Pajak Daerah Kabupaten/Kota

a. Pajak Hotel;

b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan;

d. Pajak Reklame;

e. Pajak Peneranangan Jalan;

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

g. Pajak Parkir;

h. Pajak Air Tanah;

7Undang-Undang Republik Indonesia , Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pustaka Yustisi, 2010 hal 11

(27)

i. Pajak Sarang Burung Walet;

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Selain itu, Pajak Hiburan dapat pula diartikan sebagai pungutan daerah atas penyelenggaraan hiburan. Dalam pemungutan Pajak Hiburan terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui.

terminologi tersebut antara lain:8

a. Hiburan adalah semua jenis pertunjukkan, permainan, permainan ketangkasan, dan atas keramaian dengan nama dan bentuk apa pun, yang ditontotn atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga.

b. Penyelenggara hiburan adalah orang pribadi atau badan yang bertindak baik untuk atas namanya sendiri atau badan yang bertindak baik untuk atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya dalam menyelenggarakan suatu hiburan.

c. Penonton atau pengunjung adalah setiap orang yang menghadiri suatu hiburan untuk melihat dan atau mendengar atau menikmatinya atau menggunakan fasilitas yang disediakan oleh penyelenggara hiburan, kecuali penyelenggara, karyawan, artis (para pemain), dan petugas yang menghadiri untuk melakukan tugas pengawasan.

8 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan, Pasal 1 angka 8

(28)

d. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima dalam bentuk apa pun untuk harga pengganti yang diminta atau seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukar atas pemakaian dan atau pembelian jasa hiburan serta fasilitas penunjangnya termasuk pula semua tambahan dengan nama apa pun juga yang dilakukan oleh wajib pajak yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan hiburan. Termasuk dalam pengertian pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima, termasuk yang akan diterima, antara lain pembayaran yang dilakukan tidak secara tunai.

e. Tanda masuk adalah semua tanda atua alat atau cara yang sah dengan nama dan dalam bentuk aapa pun yang dapat digunakan untuk menonton, menggunakan fasilitas, atau menikmati hiburan. Tanda atau alat atau cara yang sah adalah berupa tanda masuk yang dilegalsasu oleh Dinas Pendapatan Daerah Hiburan/Kota. Termasuk tanda masuk di sini adalah tanda masuk dalam bentuk dan dengan nama apa pun, misalnya karcis, tiket undangan, kartu langganan, kartu anggota (membership), dan sejenisnya.

f. Harga tanda masuk, selanjutnya disingkat HTM, adalah bayaran nilai uang yang tercantum pada tanda masuk yang harus dibayar oleh penonton atau pengunjung.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Dalam pembahasan masalah, penulis sangat memerlukan data dan keterangan yang akan dijadikan bahan analisis. Metode penelitian yang

(29)

dipergunakan dalam penyusunan skrispsi ini adalah metode yuridis normatif.

Metode yuridis normatif9 yaitu dalam menjawab permasalahan digunakan sudut pandang hukum berdasarkan peraturan hukum yang berlaku, untuk selanjutnya dihubungkan dengan kenyataan di lapangan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Serta mencari bahan dan informasi yang berhubungan dengan materi penelitian ini melalui berbagai peraturan perundang-undangan Karya Tulis Ilmiah yang berupa makalah, skripsi, buku-buku, koran, majalah, situs internet yang menyajikan informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.10

2. Sumber Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penelusuran kepustakaan (librari research) untuk memperoleh data atau bahan hukum primer, bahan hukum sekunder.

Bahan hukum primer dapat berupa peraturan perundangan nasional, yang berkaitan dengan Sanksi Administrasi bagi Wajib Pajak yang tidak membayar Pajak Hiburan.

Bahan hukum sekunder berupa data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan dokumentasi, yang merupakan hasil dari penelitian dan pengolahan orang lain yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku dan dokumentasi.

3. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data

9 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum. (Jakarta: Raja Grafindo Persada. Cetakan Keempat, 2002), hal. 43.

10 Zaimul Bahri, Struktur dalam Metode Penelitian Hukum. (Bandung: Angkasa. 1996), hal. 68.

(30)

Prosedur pengumpulan dan pengambilan data yang digunakan penulis dalam penulisan karya ilmiah ini adalah studi kepustakaan (library research), yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagi literatur yang relevan dengan permasalahan skripsi ini seperti buku-buku, makalah, artikel dan berita yang diperoleh penukis dari internet yang bertujuan untuk mencari atau memperoleh teori-teori atau bahan-bahan yang berkenaan dengan Pajak Hiburan

4. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan penulis dalam penulisan skripsi ini dengan cara kualitatif, yaitu menganalisis melalui data lalu diolah dalam pendapat atau tanggapan dan data-data sekunder yang diperoleh dari pustaka kemudian dianalisis sehingga diperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Dalam melakukan pembahasan skripsi ini, penulis membagi dalam lima bab. Tata urutan sistematikanya sebagai berikut:

Bab I : Terdiri dari pendahuluan yang meliputi latar belakang, dimana penulis melihat bahwa pemungutan pajak hiburan bagi Wajib Pajak sangatlah penting, diikuti dengan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metodologi penelitian dan yang terakhir sistematika pembahasan.

(31)

BAB II : Merupakan Tinjauan Umum tentang pemungutan Pajak di Kota Medan. Sub bagiannya terdiri dari Struktur Kota Medan, Petugas yang berwenang melakukan Pemungutan Pajak di Kota Medan dan Struktur Dinas Perpajakan di kota Medan

BAB III : Penetapan Kewajiban Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Hiburan sub bagiannya terdiri dari Pengertian Umum tentang Pajak Hiburan, Tinjaun Umum tentang Pelaksanaan Pembayaran Pajak Hiburan dan Prosedur Pembayaran Pajak yang dilakukan Wajib Pajak dalam membayar Pajak Hiburan BAB IV : Merupakan Sanksi Administrasi bagi Wajib Pajak yang

tidak membayar Pajak Hiburan yang sub bagiannya terdiri dari Wewenang Dinas Perpajakan Kota Medan dalam Pelaksanaan Pemungutan Pajak Hiburan, Proses Hukum yang dilakukan Dinas Perpajakan Kota Medan Apabila Wajib Pajak tidak Membayar Pajak Hiburan, dan Sanksi Administrasi Bagi Wajib Pajak Yang Tidak Membayar Pajak Hiburan Di Kota Medan Berdasarkan Perda Nomor 7 Tahun 2011

BAB V : Merupakan suatu penutup. Disini berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran dari penulis yang mana guna membantu dalam penyelesaian suatu permasalahan yang ada dalam obyek penelitian.

(32)

A. Petugas yang berwenang melakukan Pemungutan Pajak di Kota Medan

Pemungutan pajak tidak boleh dilakukan oleh Negara sebelum ada hukum yang mengaturnya karena Negara Indonesia adalah Negara hukum. Pemungutan pajak oleh Negara tanpa memiliki dasar hukum yang sah, berarti Negara melalui pejabat pajak melakukan perampasan dan bahkan merupakan perampokan bagi kekayaan warganya sebagai wajib pajak.

Pengaturan pajak, pada awalnya, diatur dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa segala pajak untuk keperluan Negara harus berdasarkan undang-undang. Setelah UUD 1945 diamandemen, Pasal 23 ayat (2) diganti UUD 1945 diganti dengan Pasal 23A UUD 1945 yang menegaskn bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang. Ketentuan ini secara tegas memisahkan antara pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa. Termasuk dalam pengertian pungutan lain yang bersifat memaksa adalah retibusi, iuran, dan sebagainya.11

Pasal 23A UUD 1945 merupakan dasar konstitusional bagi Negara untuk memungut pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa kepada warganya, termasuk warga Negara asing, yang menerima atau memperoleh penghasilan dari

11 R Santoso Brotodiharjo. Pengatar Ilmu Hukum Pajak. (Bandung: Rafika Aditama 2003), hal 2 9 Ibid

(33)

Indonesia, atau memiliki, menguasai, atau memanfaatkan segala objek pajak yang berada di Indonesia.

Dalam pemungutan pajak terdapat asas bahwa yang berwenang melakukan pemungutan pajak adalah Negara dan tidak boleh dilimpahkan kepada pihak swasta. Hanya pemerintah saja, termasuk aparatnya selaku wakil Negara, yang berwenang melakukan pemungutan pajak. Pihak swasta tidak diperkenankan atau dilarang melakukan pemungutan pajak karena masalah pajak melibatkan rakyat sebagai wajib pajak untuk menyerahkan sebagian kekayaannya kepada Negara sehingga tidak ada ketentuan hukum yang berlaku yang membolehkan pihak swasta melakukan pemungutan pajak. 12

Namun demikian, pemungutan pajak tidak selalu dilakukan oleh petugas pajak, sepanjang Undang-undang pajak memberikan kekhususan kepada orang pribadi tau badan untuk memungut pajak seperti halnya yang terjadi pada pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang dilakukan oleh aparat pemerintah daerah di lingkungan Departemen Dalam Negeri. Demikian halnya dengan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilakukan oleh pemotong atau pemungut yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Berdasarkan uraian di atas Pajak di Negara Indonesia terdiri dari berbagai jenis. Berdasarkan pihak yang memungut, pajak dibagi menjadi pajak negara dan pajak daerah. Di Negara Indonesia, yang mempunyai hak memungut pajak adalah pemerintah pusat dan pemerintah yang mempunyai kedudukan sebagai

12Adrian Sutedi. Hukum Pajak dan Retribusi Daerah. (Bogor: Graha Indonesia, 2008), hal 55

(34)

pemerintah daerah otonom.. Oleh karena itu, terjadi penggolongan pajak menjadi pajak negara yang meliputi jenis-jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan pajak daerah yang meliputi jenis-jenis pajak yang dipungut pemerintah daerah. Hal ini mencerminkan adanya dua instansi yang berhak memungut pajak, satu diantaranya adalah departemen keuangan sebagai satu –satunya departemen yang ditunjuk untuk mengelola pajak negara.13

Pajak daerah adalah jenis pajak yang tidak dipungut oleh pemerintah pusat, tetapi dipungut oleh pemrintah daerah. Jenis-jenis pajak daerah ada yang benar merupakan pajak daerah, tetapi ada yang berasal dari pajak pusat yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan diserahkan kepada pemerintah daerah baik dari pemerintah pusat ataupun dari pemerintah daerah atasanya. Pemungutan pajak daerah dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah.

Di Negara Indonesia, yang mempunyai hak memungut pajak adalah pemerintah pusat dan pemerintah yang mempunyai kedudukan sebagai pemerintah daerah otonom.. Oleh karena itu, terjadi penggolongan pajak menjadi pajak negara yang meliputi jenis-jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan pajak daerah yang meliputi jenis-jenis pajak yang dipungut pemerintah daerah. Hal ini mencerminkan adanya dua instansi yang berhak memungut pajak, satu diantaranya adalah departemen keuangan sebagai satu –satunya departemen yang ditunjuk untuk mengelola pajak negara. Secara operasional, Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai merupakan dua instansi yang ditugaskan mengelola perpajakan. Perbedaan diantara keduanya yaitu

13 http://ilmuef.blogspot.co.id/2016/02/instansi-yang-berwenang-dalam.html

(35)

Direktorat Jenderal Pajak ditugaskan mengelola pajak umum termasuk pajak peredaran yang diganti dengan pajak penjualan serta pengganti berikutnya, yaitu pajak pertambahan nilai. Pada tingkat daerah, pemungutan pajak tersebut diwakili oleh kantor Pelayanan Pajak dan Pelayanan PBB.

Pajak daerah adalah jenis pajak yang tidak dipungut oleh pemerintah pusat, tetapi dipungut oleh pemrintah daerah. Jenis-jenis pajak daerah ada yang benar merupakan pajak daerah, tetapi ada yang berasal dari pajak pusat yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan diserahkan kepada pemerintah daerah baik dari pemerintah pusat ataupun dari pemerintah daerah atasanya. Pemungutan pajak daerah dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). Karena adanya pajak daerah tingkat I dan tingkat II, maka dispenda juga meliputi dispenda tingkat I dan dispenda tingkat II.14

Hakekatnya penagihan pajak melekat dalam instansi pemungutan pajak yang mempunyai fungsi pemeriksaan dan fungsi penagihan pajak. Dimana kegiatan penagihan pajak sebagai proses akhir dari kegiatan pemungutan dalam rangka terjaminnya penerimaan pajak oleh wajib pajak yang harus dilaksanakan dengan efektif. Berjalannya kegiatan penagihan pajak merupakan bukti kemampuan Dinas Pendapatan Daerah untuk memasukkan pajak ke kas daerah.

Penagihan pajak melalui sistem pemungutan yang berbeda dan saling melengkapi, harus dilakukan secara efektif dengan biaya penagihan sekecil mungkin.

Penyampaian surat teguran atau surat pemberitahuan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajak merupakan langkah awal yang harus dilakukan sebelum

14 R Santoso Brotodiharjo. Pengatar Ilmu Hukum Pajak. (Bandung: Rafika Aditama 2003), hal 2

(36)

dilakukan tindakan penagihan dengan surat paksa. Pemungutan Pajak Hiburan yang dikelola oleh kantor pendapatan daerah. Namun belum ada tindakan tegas yang dilakukan, wajib pajak tidak melaporkan dan memungut Pajak Hiburan karena wajib pajak yang telat atau tidak melaporkan dan membayar pajak air bawah tanah belum memahami pentingnya membayar Pajak Hiburan.

Jadi jika ada wajib pajak yang belum membayar pajak hiburan maka Dispenda membuat surat teguran jika tidak digubris oleh wajib pajak maka petugas kita yang datang ke wajib pajak tersebut untuk menagih.seperti yang saya bilang tadi istilahnya jemput bola. Sebagaimana dalam Perda diatur bahwa wajib pajak yang tidak membayar pajak setelah jatuh tempo pembayaran dilakukan penagihan dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (SPTPD). Kegiatan administrasi penerbitan SPTPD baru dapat dilakukan dalam hal SKPD yang tidak dibayar oleh wajib pajak selambat lambatnya 15 hari setelah berakhirnya masa pajak. Tetapi dari yang terjadi di lapangan banyak wajib pajak yang membayar pajaknya tidak setiap bulan, tetapi ada yang membayar langsung 3 bulan kedepannya. Dengan pembayaran seperti itu pelaksanaan penagihan pajak tidak optimal, karena tidak terpasangnya meteran air maka hanya memakai taksiran saja. Dengan taksiran yang diperkirakan atau yang ditentukan oleh petugas pendapatan daerah.

B. Struktur Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan

Dinas Pendapatan Kota Medan dahulu hanya satu unit kerja yang kecil yaitu Sub-Bagian Penerimaan pada bagian keuangan dengan tugas pokoknya mengelola bidang penerimaan/pendapatan daerah. Mengingat pada saat itu potensi

(37)

pajak maupun retribusi daerah di kota medan belum begitu banyak, maka dalam sub-bagian penerimaan tidak terdapat seksi atau urusan.

Dengan peningkatan perkembangan pembangunan dan laju pertumbuhan penduduk serta Potensi Pajak/Retribusi Daerah Kota Medan, maka melalui Peraturan daerah Kota Medan, Sub-Bagian tersebut di atas ditingkatkan menjadi bagian dengan nama bagian IX yang tugas pokoknya mengelola penerimaan dan pendapatan daerah. Bagian IX tersebut terdiri dari beberapa seksi dengan pola pendekatan secara sektoral pungutan daerah.

Pada tahun 1978 berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor : KUPD-7, tahun 1978, tentang penyeragaman Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kotamadya di seluruh Indonesia, maka pemerintah Kota Medan menetapkan Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 1978 tentang Struktur Organisasi dinas Pendapatan daerah Kotamadya Medan sebagaimana dimaksudkan dalam Instruksi Mendagri dimaksud. Struktur Organisasi dinas Pendapatan daerah yang baru ini dipimpin oleh seorang Kepala dinas yang terdiri dari 1 (satu). Bagian Tata Usaha, dengan 3 (tiga) Urusan dan 4 (empat) seksi dengan masing-masing seksi terdiri dari 3 (tiga) subseksi.

Seiring dengan meningkatnya pembangunan dan pertumbuhan wajib pajak/retribusi daerah, struktur Organisasi Dinas Pendapatan selama ini dibentuk

(38)

dengan membagi pekerjaan berdasarkan sektor jenis pungutan maka pola tersebut perlu dirubah secara fungsional.15

Dengan keputusan Menteri dalam Negeri Nomor 973-442, tahun 1988, tanggal 26 Mei 1988 tentang sistem dan prosedur Perpajakan/Retribusi daerah dan Pendapatan daerah lainnya serta Pajak Bumi dan Bangunan di 99 Kabupaten/Kota dan surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 061/1861/PUOD, tanggal 2 Mei 1988 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan Nomor 12 Tahun 1978 tentang Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Medan menjadi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 16 Tahun 1990 tentang susunan Organisasi dan Tata Kerja dinas Pendapatan Kotamadya Daerah TK.II Medan.

Dalam perkembangan selanjutnya dengan keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah nomor 50 Tahun 2000, tentang Pedoman susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten/Kota, maka Pemerintah Kota Medan membentuk Organisasi dan Tata Kerja dinas-dinas daerah dilingkungan Pemerintah Kota Medan sebagaimana diatur dan ditetapkan dalam Peraturan daerah Kota Medan Nomor 4 tahun 2001, sehingga Peraturan daerah Kotamadya Daerah TK II Medan Nomor 16 tahun 1990 dinyatakan tidak berlaku dan diganti dengan SK. Walikota Medan Nomor 25 tahun 2002 tentang Susunan Organisasi Dinas Pendapatan daerah Kota Medan.

15 H. Siswanto Sunarno, 2012, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h.5

(39)

Sebagai unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang pungutan pajak, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya. Dinas Pendapatan daerah di pimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah, terdiri dari 1 (satu). Bagian Tata Usaha dengan 4 (empat) sub bagian dan 5 (lima) Sub Dinas dengan masing-masing 4 (empat) seksi serta kelompok jabatan fungsional.

Adapun yang memimpin Dinas Pendapatan sejak Bagian IX/Pendapatan sampai dengan saat ini adalah :

1. Aminuddin Yusuf 2. Achmad Purba

3. Drs. Mahluddin Lubis 4. Drs. H. Bahauddin Nasution 5. Drs. H. Amansyah Nasution 6. Drs. H. A. Daim Siregar 7. Drs. H. Azwar S.Msi

8 Drs. H. Basyrul Kamali, MM 9. Drs. H. Ramli, MM

10. Drs. H. Dzulmi Eldin S,Msi 11. Lahum SH,MM

12. Drs. H, Randiman Tarigan, MAP

(40)

13. Drs. H. Syahrul Harahap, MAP 14. Drs. M. Husni SE, Msi

Dinas merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah, yang dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.

Dinas Pendapatan Daerah mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian urusan pemerintahan daerah di bidang pendapatan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Dinas Pendapatan Daerah menyelenggarakan fungsi :

a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pendapatan, b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidangpendapatan,

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pendapatan, d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2003 khusus untuk Dinas Pendapatan Kota Medan telah ditetapkan Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendapatan Kota Medan Beserta Struktur Organisasi melalui Surat Keputusan Walikota Nomor : 1 Tahun 2010 Tentang Tugas Pokok Dan Fungsi Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan.

(41)

Adapun Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Kota Medan adalah sebagai berikut:

1) Kepala Dinas

2) Bagian Tata Usaha, terdiri dari :

a. Sub Bagian Umum.

b. Sub Bagian Keuangan.

c. Sub Bagian Kepegawaian.

d. Sub Bagian Perlengkapan.

3) Sub Dinas Program terdiri dari:

a. Seksi Penyusunan Program.

b. Seksi Pemantauan dan Pengendalian.

c. Seksi Pengembanga Pendapatan d. Seksi Evaluasi dan Pelaporan.

4) Sub Dinas Pendataan Dan Penetapan, terdiri dari :

a. Seksi Pendataan Dan Pendaftaran.

b. Seksi Seksi Penetapan.

c. Seksi Pengolahan Data Dan Informasi.

d. d. Seksi Penerimaan

5) Sub Dinas Penagihan, terdiri dari:

a. Seksi Pembukuan Dan Verifikasi.

(42)

b. Seksi Penagihan Dan Perhitungan.

c. Seksi Retribusi.dan Pemindahbukuan.

d. Seksi Pertimbangan dan Keberatan.

6) Sub Dinas Bagi Hasil Pendapatan, terdiri dari:

a. Seksi Bagi Hasil Pajak.

b. Seksi Bagi Hasil Bukan Pajak.

c. Seksi Penatausahaan Bagi Hasil Pendapatan Pajak dan Non Pajak.

d. Seksi Peraturan Perundang-Undangan Dan Pengkajian Pendapatan.

7) Sub Dinas Retribusi dan Pendapatan lain - lain terdiri dari :

a. Seksi Penatausahaan Retribusi dan Pendapatan Lain - Lain b. Seksi Penerimaan Lain – Lain

c. Seksi Penerimaan BUMD dan Pendapatan Lain – Lain.

d. Seksi Legalisasi Pembukuan Surat – Surat Berharga.

8) Seksi Penerimaan Unit Pelaksana Teknis (UPT).

9) Kelompok Jabatan Fungsional.

Peta Jabatan Perda kota Medan No. 3 tahun 2009

Tanggal 11 Februari 2013

Kepala Dinas : M. Husni, SE, M.Si (19680705 199503 1 002)

(43)

Sekretaris : Drs. Muazzad Zein

Kasubbag Keuangan : Delisah, S.Sos

Kasubbag Umum : Fitriati Hasibuan

Kasubbag Peny. Program : Ilham Nur, SE

Bidang Pendataan dan Penetapan Kepala Bidang : Drs. Nawawi

Kasi. Pendataan dan Pendaftaran : Benny Sinomba Siregar, SE

Kasi. Pemeriksaan : Linda Mora, SSTP

Kasi. Penetapan : Ali Fitri Harahap, SE

Kasi. Pengolahan Data dan Informasi : Popy Maya Syafira, SP. MM

Bidang Penagihan

Kepala Bidang : Hj. Yusdarliana, S.Sos

Kasi. Pembukuan dan Verifikasi : Hardy Faisal Siregar, S.Sos

Kasi. Penagihan dan Perhitungan : Sutan Partahi P, SH

Kasi. Pertimbangan dan Restitusi : Syahruddin Siregar, SE

Bidang Bagi Hasil Pendapatan Kepala Bidang : Zakaria, S.Kom, MM

Kasi. Bagi Hasil Pajak : Azhar M. Tanjung, S.Sos

Kasi. Bagi Hasil Bukan Pajak : Mutiara F.A. Manullang, SSTP

Kasi. Penata Usahaan Bagi Hasil : M. Amri Harahap, S.Sos

(44)

Kasi. Peraturan Perundang-undangan dan Pengkajian Pendapatan : A.

Untung Lubis, S.Sos

Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah Kepala Bidang : Drs. H. Empani Lubis

Kasi. Pengembangan Pajak : T. Dahrisan, SE

Kasi. Pengembangan Retribusi : Yuni Firbriyanti, S.Sos

Kasi. Pengembangan Pendapatan Lain-lain : Wan Azmi, AP, MAP

Unit Pelaksana Teknis (UPT)

Kepala UPT I : Edral Hasyim Harahap,S.Sos Kasubag TU : Yafrialdi

Kepala UPT II : M. Hadeli Sundhana, SE, Msi Kasubag TU : Ronald F.I. Tarigan, SE

Kepala UPT III : Hasanal Haris Harahap, SSTP Kasubag TU : Khairunsyah, SH

Kepala UPT IV : Andi Yan Wahyudi, S.Sos, MAP Kasubag TU : Respawan Lubis

Kepala UPT V : Sofyan Effendi Hasibuan, SE Kasubag TU : Drs. Hardi Putra

Kepala UPT VI : Kiky Zulfikar, S.Sos, Msi

(45)

Kasubag TU : Muhammad Amsar, SE, MM Kepala UPT VII : Satria Rizal

Kasubag TU : Deddy Wilistyan, SE

(46)

PAJAK HIBURAN A. Pengertian Umum tentang Pajak Hiburan

Pengertian dari pendapatan daerah adalah segala sesuatu yang menjadi hak daerah dan dapat diakui sebagai penambahan nilai kekayaan murni pada periode tahun anggaran yang bersangkutan. Sumber pendapatan daerah secara luas dapat diartikan tidak hanya penerimaan yang berasal dari Pemerintah Pusat, yang dalam prakteknya dapat berbentuk bagi hasil pungut pusat atau bntuan/subsidi langsung kepada daerah untuk keperluan tertentu.16

Berdasarkan Undang-Undang No.32 Tahun 2004, Sumber pendapatan Daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan. Berikut inivadalah uraiannya secara berurutan

a. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber- sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari:

1) Pajak Daerah 2) Retribusi Daerah

16 A. Siagian, 1985, Pajak Daerah Sebagai Sumber Keuangan Daerah, Institut Ilmu Pemerintah, Jakarta, h. 64.

(47)

3) Laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

5) Dana Perimbangan Menurut Pasal 1 Undang-undang No.33 Tahun 2004, pengertian dari Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Dana Perimbangan terdiri atas:17

1) Dana Bagi Hasil, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berdasarkan angka presentase yang dialokasikan kepada daerah yang mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

2) Dana Alokasi Umum, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi

3) Dana Alokasi Khusus, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan kepada daerah-daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas sosial.

Pemungutan Pajak Hiburan di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak

17 Mardiasmo, 2009, Perpajakan Edisi Revisi 2009 – Ed.XVI. Andi, Yogyakarta, h. 12.

(48)

yang terkait. Dasar hukum pemungutan pajak hiburan pada suatu Hiburan atau kota adalah sebagaimana di bawah:

1. Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

2. Undang-Undang No.34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

3. Peraturan Pemerintah No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

4. Peraturan Daerah Kota Medan No. 7 Tahun 2011 tentang Pajak Hiburan Pasal 2 ayat (1) Setiap penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran dikenakan pajak dengan nama Pajak Hiburan.

Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Termasuk objek pajak hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :

a. tontonan film;

b. pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana;

c. kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya;

d. pameran;

e. diskotik, karaoke, klub malam dan sejenisnya;

f. sirkus, akrobat, dan sulap;

g. permainan bilyar, golf, bowling;

h. pacuan kuda, kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan;

(49)

i. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan

j. Pertandingan olah raga.

Tidak termasuk dalam objek pajak hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran, seperti hiburan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat, kegiatan keagamaan dan sejenisnya. Pasal 3 ayat (1) Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan. Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.

B. Tinjaun Umum tentang Pelaksanaan Pembayaran Pajak Hiburan Pelaksanaan merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu badan atau wadah secara berencana, teratur dan terarah guna mencapai tujuan yang diharapkan. 18

Implementasi atau pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya mulai dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan.

Pengertian Implementasi atau Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha- usaha yang dilaksanakan Implementasi adalah suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas

18 Ekhardi. Definisi Pelaksanaan .www.ekhardhi.blogspot.com. Di unduh pada 26 Desember 2016

(50)

pengambilan keputusan, langkah yang strategis maupun operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang ditetepkan semula.

Dari pengertian yang dikemukakan di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya pelaksanaan suatu program yang telah ditetapkan oleh pemerintah harus sejalan dengan kondisi yang ada, baik itu di lapangan maupun di luar lapangan. Yang mana dalam kegiatannya melibatkan beberapa unsur disertai dengan usaha-usaha dan didukung oleh alat-alat penunjang. Selain itu perlu adanya batasan waktu dan penentuan tata cara pelaksanaan. Berhasil tidaknya proses inplementasi, faktor-faktor yang merupakan syarat terpenting berhasilnya suatu proses implementasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses implementasi atau pelaksanaan tersebut adalah:19

a. Komunikasi,

Merupakan suatu program yang dapat dilaksanakan dengan baik apabila jelas bagi para pelaksana. Hal ini menyangkut proses penyampaian informasi, kejelasan informasi dan konsistensi informasi yang disampaikan.

b. Resouces (sumber daya),

Dalam hal ini maliputi empat komponen yaitu terpenuhinya jumlah staf dan kualitas mutu, informasi yang diperlukan guna pengambilan keputusan

19 Ibid. hlm.46

(51)

atau kewenangan yang cukup guna melaksanakan tugas sebagai tanggung jawab dan fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan.

c. Disposisi,

Sikap dan komitmen daripada pelaksanaan terhadap program khususnya dari mereka yang menjadi implemetasi program khususnya dari mereka yang menjadi implementer program

d. Struktur birokrasi.

Yaitu SOP (Standar Operating Procedures). Yang mengatur tata aliran dalam pelaksanaan program. Jika hal ini tidak sulit dalam mencapai hasil yang memuaskan, karena penyelesaian masalah-masalah akan memerlukan penanganan dan penyelesaian khusus tanpa pola yang baku.

Keempat faktor di atas, dipandang mempengaruhi keberhasilan suatu proses implementasi, namun juga adanya keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor yang satu dengan faktor yang lain. Selain itu dalam proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yang penting dan mutlak yaitu :

a. Adanya program (kebijaksanaan) yang dilaksanakan.

b. Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan manfaat dari program perubahan dan peningkatan,

c. Unsur pelaksana baik organisasi maupun perorangan yang bertanggungjawab dalam pengelolaan pelaksana dan pengawasan dari proses implementasi tersebut.

(52)

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas hukum antara lain : 1. Faktor Kaidah Hukum

Didalam teori-teori ilhum hukum, dapat dibedakan tiga macam hal mengenai berlakunya hukum sebagai kaidah. Hal itu diungkapkan sebagai berikut:

a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan.

b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif. Artinya, kaidah dimaksud dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan) atau kaidah itu berlaku karena adanya pengakuan dari masyarakat.

c. Kaidah hukum berlaku secara filosofis, yaitu sesuai denga cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.

Kalau dikaji secara mendalam, agar hukum itu berfungsi maka setiap kaidah hukum harus memenuhi ketiga macam unsur diatas, sebab bila kaidah hukum hanya berlaku secara yuridis, ada kemungkinan kaidah itu merupakan kaidah mati. Kalau hanya berlaku secara sosiologis dalam arti teori kekuasaan, maka kaidah itu menjadi aturan pemaksa. Dan apabila hanya berlaku secara filosofis, kemungkinannya kaidah itu hanya merupakan hukum yang dicita-citakan.

Referensi

Dokumen terkait

UU Penanaman Modal tidak membedakan hak dan kewajiban antara penanaman modal yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Oleh karena itu orang/badan hukum

Agar sasaran tersebut dapat tercapai maka program yang diambil adalah melengkapi sarana dan prasarana di setiap obyek tempat rekreasi dan olahraga, sosialisasi yang intensif

Berdasarkan hukum Adat Batak Toba, masing-masing anak kandung menurut hukum waris ada perbedaan antara anak laki-laki dengan anak perempuan karena perempuan bukan

Dari uraian yang telah disebutkan di atas, maka jelaslah bahwa peralihan hak milik (penyerahan) dalam perjanjian beli sewa baru dapat beralih atau sudah diserahkannya oleh

1) Penerima kuasa asuransi jiwa syariah mengisi daftar pertanyaan pada Formulir klaim meninggal dunia/kematian dan surat keterangan dokter dengan benar sesuai dengan

Perbankan syariah juga menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkan kepada pengelola wakaf (nazir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif). Dengan

Upaya yang dilakukan dengan adanya penerbitan bilyet giro kosong adalah dengan mengajukan kepada Bank Indonesia agar penerbit nasabah biro yang bersangkutan dimasukkan

Penelitian yang dilakukan dalam disertasi ini dimaksudkan untuk mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan penerapan prinsip kehati-hatian (prudential) dan didukung oleh