• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS RETRIBUSI TEMPAT REKREASI, OLAHRAGA DAN PENGINAPAN DI PULAU BANYAK

(Studi Kabupaten Aceh Singkil)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

NIM : 120200580 R. AHMAD DERAJAD

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 1 7

(2)

TINJAUAN YURIDIS RETRIBUSI TEMPAT REKREASI, OLAHRAGA DAN PENGINAPAN DI PULAU BANYAK

(Studi Kabupaten Aceh Singkil)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

2 0 1 7

R. AHMAD DERAJAD NIM : 120200580

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Suria Ningsih, SH.M.Hum NIP. 196002141987032002

Pembimbing I Pembimbing II

Suria Ningsih, SH.M.Hum Erna Herlinda, SH.M.Hum NIP. 196002141987032002 NIP.196705091993032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

(3)

ABSTRAK R. Ahmad Derajad *1

Suria Ningsih**2 Erna Herlinda***3

Daerah diberi hak untuk mendapatkan sumber keuangan guna mempercepat proses pembangunan bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Sebagai daerah otonom pemungutan retribusi menjadi kewenangan daerah.

Daerah otonom berhak mengatur urusan pemerintahaannya sendiri. Sejalan dengan meningkatnya pembangunan di Kabupaten Aceh Singkil maka semakin bertambah pula dana yang dibutuhkan oleh pemerintah daerah sehingga dibutuhkan suatu kerjasama antara pemerintah daerah dengan perangkat daerah untuk bisa menambah sumber pendapatan daerah. Kabupaten Aceh Singkil sebagai daerah otonom berhak mengatur urusan pemerintahannya sendiri yang dasar hukumnya dibuat dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda)/ Qanun Kabupaten Aceh Singkil Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Tempat Rekreasi, Olahraga dan Penginapan.

Adapun permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah bagaimana pengaturan retribusi di Kabupaten Aceh Singkil, bagaimanakah penerapan retribusi tempat rekreasi, olahraga dan penginapan di Pulau Banyak Kabupaten Aceh Singkil, bagaimanakah hambatan dalam pelaksanaan retribusi tempat rekreasi, olahraga dan penginapan di Pulau Banyak Kabupaten Aceh Singkil.

Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis normative) yang dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library research). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data-data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer seperti menganalisis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Dan bahan hukum sekunder seperti buku-buku, serta berbagai majalah, literatur, artikel, dan internet yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini.

Hasil penelitian ataupun kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam pelaksanaan retribusi tempat rekreasi, olahraga dan penginapan di Pulau Banyak Kabupaten Aceh Singkil terdapat beberapa hambatan seperti terbatasnya kualitas dan kuantitas personil pihak pelaksana, kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung tempat rekreasi dan olah raga, kurangnya promosi dan pemasaran obyek-obyek wisata, kurangnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan peraturan daerah, kurangnya kerjasama pihak pelaksana dengan instansi-instansi terkait, kurangnya tindakan pengawasan dan penyidikan terhadap pelanggaran di bidang retribusi daerah yang mengakibatkan kurang maksimalnya fungsi dari penggunaan dana Retribusi daerah.

Kata Kunci : Retribusi, Rekreasi, Olahraga dan Penginapan, Pulau Banyak.

.

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

*** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur terhadap Allah Swt karena dengan karunia-Nya telah memberikan kesehatan, kekuatan dan ketekunan pada penulis sehingga mampu dan berhasil menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul :

"TINJAUAN YURIDIS RETRIBUSI TEMPAT REKREASI, OLAHRAGA DAN PENGINAPAN DI PULAU BANYAK (STUDI KABUPATEN ACEH SINGKIL)”.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari terdapatnya kekurangan, namun demikian dengan berlapang dada penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang menaruh perhatian terhadap skripsi ini.

Demi terwujudnya penyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah dengan ikhlas dalam memberikan bantuan untuk memperoleh bahan-bahan yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum USU Medan

2. Bapak Dr. OK. Saidin, SH.M.Hum sebagai Wakil Dekan I FH. USU Medan

(5)

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH.M.Hum sebagai Wakil Dekan II FH. USU Medan.

4. Bapak Drs Jelly Leviza, SH.M.Hum sebagai Wakil Dekan III FH. USU Medan

5. Sinta Uli, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik, atas bimbingan, nasehat dan waktu yang telah diberikan mulai dari awal masa perkuliahan sampai sekarang ini.

6. Suria Ningsih, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara atas bimbingan dan pengetahuan yang telah diberikan mulai dari masa-masa perkuliahan di Departemen yang beliau pimpin sampai sekarang ini.

7. Ibu Suria Ningsih, SH.M.Hum dan Ibu Erna Herlinda, SH.M.Hum sebagai Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan pembuatan skripsi.

8. Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tanpa bisa penulis sebut lagi satu per satu, dengan segala kerendahan hati dan tidak mengurangi rasa hormat bagi beliau-beliau, atas jasa-jasanya dalam mengasuh dan memberikan ilmu dan bimbingan serta nasehat yang sangat berarti mulai dari Semester I sampai dengan sekarang ini.

9. Terima kasih buat Ayahanda Alm. H. Makmur Syahputra SH, M.M dan Ibunda Hj. Nurhalifah SH penulis yang senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis dengan do’a dan cinta kasih yang tiada henti.

(6)

10. Kepada abang dan kakakku tercinta R.M Adhie Putra SE dan Rizki S.Psi, M.Psi yang menjadi penyemangat penulis.

11. Kepada Sahabat-sahabat terbaik saya dan teman-teman lain yang selalu memberikan dorongan kepada penulis.

12. Kepada sahabat terbaik penulis di Grup E Stambuk 2012, yang sebagai teman di Fakultas Hukum USU

13. Kepada seluruh teman-teman stambuk 2012 dan teman-teman Jurusan Hukum Administrasi Negara 2012.

14. Seluruh Almamater Fakultas Hukum USU yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan kalian.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini. Semoga ilmu yang penulis telah peroleh selama ini dapat bermakna dan berkah bagi penulis dalam hal penulis ingin menggapai cita-cita.

Medan, Februari 2017 Penulis

R. AHMAD DERAJAD

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI. ... vi

BAB I : P E N D A H U L U A N ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penelitian ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II : PENGATURAN RETRIBUSI DI KABUPATEN ACEH SINGKIL ... 20

A. Tinjauan Umum Tentang Retribusi ... 20

B. Retribusi Sebagai Salah Satu Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Aceh Singkil ... 29

C. Dasar Hukum Pemungutan Retribusi Di Kabupaten Aceh Singkil ... 40

BAB III : PENERAPAN RETRIBUSI TEMPAT REKREASI, OLAHRAGA DAN PENGINAPAN DI PULAU BANYAK ... 49

A. Gambaran Umum Pulau Banyak ... 49

B. Proses Pemungutan Retribusi Tempat Rekreasi, Olahraga dan Penginapan di Pulau Banyak ... 53

C. Instansi yang Berwenang Mengelola Retribusi Tempat Rekreasi, Olahraga dan Penginapan ... 58

(8)

BAB IV : HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI TEMPAT REKREASI, OLAHRAGA DAN

PENGINAPAN ... 62

A. Hambatan dalam Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Tempat Rekreasi, Olahraga Dan Penginapan di Pulau Banyak 62 B. Upaya yang Dilakukan dalam Meningkatkan Penerimaan Retribusi Tempat Rekreasi, Olahraga Dan Penginapan di Pulau Banyak ... 71

C. Pengawasan dalam Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Tempat Rekreasi, Olahraga Dan Penginapan di Pulau Banyak 74 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81 LAMPIRAN

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan Negara Republik Indonesia adalah untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).4 Salah satu upaya pemerintah untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur yaitu dengan memungut pajak dan retribusi kepada masyarakat. Pasal 23 A UUD 1945 menyebutkan pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang.5

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

Pungutan lain yang dimaksud dalam pasal 23 A UUD 1945 adalah retribusi. Pungutan retribusi daerah yang berkembang selama ini didasarkan pada Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah. Berdasarkan perintah Pasal 23 A UUD 1945, maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai undang-undang organik.

6

4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

5 Pasal 23 AUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

6 Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-undang Pemerintahan daerah seiring berjalannya waktu mengalami banyak perubahan sampai pada yang terakhir Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintahan Daerah adalah

(10)

penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Otonomi daerah dilaksanakan dengan cara memberikan hak, wewenang dan kewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap tugas-tugas daerah harus dijamin kelancarannya untuk dapat berjalan dengan baik. Untuk dapat menjamin kelancaran tugas-tugas pemerintah daerah maka daerah harus mempunyai keuangan sendiri yang cukup kuat. Semakin kuat keuangan suatu daerah maka semakin besarlah kemampuannya dalam menyelenggarakan usaha-usahanya dalam memberikan kesejahteraan dan pelayanan umum kepada masyarakat.

Meningkatkan pendapatan daerah, pemerintah wajib menggali sumber- sumber pendapatan daerah baru agar pemerintah mempunyai persediaan dana yang cukup. Salah satu cara dengan mengadakan intensifikasi dan ekstensifikasi sumber pendapatan baru. Pelaksanaan pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat diperlukan penyediaan sumber-sumber pendapatan asli daerah yang hasilnya memadai. Hal tersebut bisa didapat dari peningkatan kinerja pemungutan, penyempurnaan dan penambahan jenis retribusi serta keleluasaan yang diberikan kepada daerah.

Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah yang dititip beratkan pada Daerah Kabupaten dan Kota, maka Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil berupaya

(11)

mengembangkan mekanisme pembiayaan dengan menggali berbagai bentuk pembiayaan yang potensial untuk menunjang pembangunan Daerah sekaligus untuk peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat termasuk penyediaan sarana dan prasarana tempat rekreasi dan olahraga.

Adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah maka daerah pun diberi kewenangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan secara optimal yang diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Daerah diberi hak untuk mendapatkan sumber keuangan guna mempercepat proses pembangunan bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat

Sebagai daerah otonom pemungutan retribusi menjadi kewenangan daerah.

Daerah otonom berhak mengatur urusan pemerintahaannya sendiri. Pasal 279 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan hubungan keuangan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah meliputi:

1. Pemberian sumber penerimaan daerah berupa pajak daerah dan retribusi daerah.

2. Pemberian dana bersumber dari perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.

3. Pemberian dana penyelenggaraan otonomi khusus untuk pemerintahan daerah tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang.

4. Pemberian pinjaman dan atau hibah, dana darurat, dan insentif (fiskal).7

Sejalan dengan meningkatnya pembangunan di Kabupaten Aceh Singkil maka semakin bertambah pula dana yang dibutuhkan oleh pemerintah daerah sehingga dibutuhkan suatu kerjasama antara pemerintah daerah dengan perangkat

7 Pasal 279 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

(12)

daerah untuk bisa menambah sumber pendapatan daerah. Kerjasama ini pun dilakukan agar daerah dapat tumbuh serasi dan mampu memecahkan masalah- masalah yang terdapat di wilayah dan daerah secara bersama-sama.

Kabupaten Aceh Singkil terbentuk karena telah memenuhi kriteria sebagai daerah otonom yaitu dilihat dari kemampuan ekonomi, potensi daerah, kondisi sosial budaya, kondisi sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lainnya. Hal ini dapat mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta memberikan kesempatan untuk memanfaatkan dan mengembangkan potensi daerah.

Kabupaten Aceh Singkil sebagai daerah otonom berhak mengatur urusan pemerintahannya sendiri yang dasar hukumnya dibuat dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) tentang retribusi daerah.

Retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.8

Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Di Kabupaten Aceh Singkil sebagai bukti perwujudan kemandirian daerah maka diperlukan sumber pembiayaan daerah

Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah, perlu dilakukan perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah dan pemberian diskresi dalam penetapan tarif.

8Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

(13)

yang sesuai dengan potensi daerah. Salah satu potensi daerah yang menjadi salah satu pendapatan asli daerah Kabupaten Aceh Singkil yaitu di bidang tempat rekreasi, olahraga dan penginapan yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011.

Guna mendukung proses pembangunan, pemerintah yang bekerjasama dengan perangkat daerah memerlukan suatu peraturan. Peraturan daerah yang ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan dari DPRD dibuat sebagai salah satu pedoman dalam menjalankan kinerjanya secara sempurna.

Peraturan daerah merupakan produk hukum dari pemerintah daerah. Keberadaan pemerintah daerah (otonom) adalah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yaitu untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangga daerahnya sendiri. Agar peraturan daerah dapat berfungsi dengan baik maka peraturan tersebut berdasarkan pada landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis. Sehubungan di Kabupaten Aceh Singkil ada salah satu produk hukum daerah yaitu peraturan daerah tentang retribusi tempat rekreasi, olahraga dan penginapan, maka segala hal yang mengatur tentang pemungutan retribusi tempat rekreasi olahraga dan penginapan berpedoman pada Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011. Perda tersebut digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pemungutan retribusi yang terjadi di lapangan.

Berdasarkan latar belakang di atas, dipilih judul tentang "Tinjauan Yuridis Retribusi Tempat Rekreasi, Olahraga Dan Penginapan Di Pulau Banyak (Studi Kabupaten Aceh Singkil)".

(14)

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan retribusi di Kabupaten Aceh Singkil ?

2. Bagaimanakah penerapan retribusi tempat rekreasi, olahraga dan penginapan di Pulau Banyak Kabupaten Aceh Singkil ?

3. Bagaimanakah hambatan dalam pelaksanaan retribusi tempat rekreasi, olahraga dan penginapan di Pulau Banyak Kabupaten Aceh Singkil ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaturan retribusi di Kabupaten Aceh Singkil.

2. Untuk mengetahui penerapan retribusi tempat rekreasi, olahraga dan penginapan di Pulau Banyak Kabupaten Aceh Singkil.

3. Untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan retribusi tempat rekreasi, olahraga dan penginapan di Pulau Banyak Kabupaten Aceh Singkil .

Adapun manfaat penulisan dalam skripsi ini adalah:

1. Secara teoritis untuk menambah dan memperluas wawasan ilmu pengetahuan dan memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum khususnya tentang penerapan retribusi tempat rekreasi, olahraga dan penginapan di Pulau Banyak Kabupaten Aceh Singkil.

(15)

2. Secara praktis :

a. Dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang berwenang sebagai bahan untuk menyusun kebijaksanaan khususnya yang berkaitan dengan retribusi tempat rekreasi, olahraga dan penginapan.

b. Untuk mempraktekkan teori penelitian (hukum) yang telah penulis dapatkan dibangku kuliah.

c. Untuk dapat memperluas pandangan, wawasan berpikir bagi segenap aktivitas akademi Universitas Sumatera Utara, khususnya mahasiswa fakultas hukum yang akan melakukan penelitian lebih lanjut tentang retribusi .

D. Keaslian Penulisan.

Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulisan skripsi terkait dengan judul : “Tinjauan Yuridis Retribusi Tempat Rekreasi, Olahraga Dan Penginapan Di Pulau Banyak (Studi Kabupaten Aceh Singkil)” belum pernah ditulis sebelumnya.

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya yang asli dan bukan merupakan hasil jiplakan dari skripsi orang lain. Skripsi ini dibuat berdasarkan hasil pemikiran sendiri, refrensi dari buku-buku, undang-undang, makalah-makalah, serta media elektronik yaitu internet dan juga mendapat bantuan dari berbagai pihak. Berdasarkan asas-asas

(16)

keilmuan yang rasional, jujur, dan terbuka, maka penelitian dan penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan.

Sejak bergulirnya era reformasi, maka seluruh tatanan penyelenggaraan negara dan pemerintahan di negara kita menjadi berubah. Dalam era reformasi ini penyelenggaraan lebih ditonjolkan, sebagai upaya untuk mewujudkan masyarakat madani (civil society).

Menurut Undang-Undang Otonomi daerah, dalam penyelenggaraan otonomi daerah, kepala daerah diberi kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta pemanfaatan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan. Dalam rangka desentralisasi disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia sesuai serahkan tersebut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Sehubungan dengan hal itu maka tidak seluruh biaya pembangunan daerah di tanggung oleh pemerintah pusat.

Daerah harus mampu menggali sumber pendapatan daerah (antara lain melalui pungutan-pungutan). Mengingat negara kita adalah negara yang berdasarkan hukum, maka setiap pungutan yang dilakukan oleh daerah harus didasarkan peraturan (dalam hal ini peraturan daerah). Sejak diberlakukan Undang-Undang Otonomi Daerah Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil telah mengeluarkan beberapa Perda termasuk didalamnya adalah perda-perda yang dijadikan dasar

(17)

pemasukan daerah, seperti perda tentang retribusi tempat rekreasi, olahraga dan penginapan.

Peraturan Daerah merupakan kebijakan Pemerintah Daerah, untuk itu harus digunakan kebijakan publik yang baik. Menurut Syamsi kebijakan yang tepat adalah kebijakan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat umum, namun tanpa mengorbankan wewenang yang dimiliki pemerintah, yakni kebijakan dalam keseimbangan yang optimal.9

Retribusi adalah pungutan yang dilakukan sehubungan dengan sesuatu jasa atau fasilitas yang diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata kepada pembayar. Retribusi merupakan pembayaran dari wajib retribusi kepada pemerintah karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh pemerintah bagi wajib retribusi secara perorangan atau dapat diartikan sebagai pemugutan pembayaran pemakaian karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah bagi yang berkepentingan karena jasa yang diberikan oleh pemerintah dan berdasarkan peraturan umum yang diberikan oleh pemerintah. Dapat ditarik kesimpulan bahwa Perda merupakan produk hukum yang dibuat oleh pemerintah daerah (gubernur/bupati/walikota) bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai payung hukum dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah di daerah, baik di daerah provinsi, kabupaten maupun kota.

Diharapkan melalui payung hukum ini, kebijakan pemerintah daerah akan lebih berpihak pada kepentingan masyarakat luas sehingga mutu kehidupan masyarakat lebih baik.

9 Ibnu Syamsi, Pokok-Pokok Kebijaksanaan, Perencanaan, Pemograman dan Penganggaran Pembangunan Tingkat Nasional dan Regional, (Jakarta : Rajawali, 1986), hlm. 79.

(18)

retribusi adalah iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan jasa balik langsung yang dapat ditunjuk.

Perda juga merupakan instrumen (sarana/alat) kebijakan publik karena pada dasarnya Perda adalah suatu keputusan yang mempunyai tujuan untuk memenuhi kepentingan masyarakat (public interest). Orientasnya adalah kepentingan publik, sehingga pada tataran konseptual kebijakan publik harus memiliki keberpihakan yang kuat terhadap kepentingan masyarakat dan berorientasi pada pelayanan kepentingan tersebut.10

Menurut High Heclo kebijakan (policy) adalah suatu arah kegiatan yang tertuju pada tercapainya beberapa tujuan. Selanjutnya dia mengatakan suatu kebijaksanaan akan lebih cocok dilihat sebagai suatu arah tindakan atau tidak dilakukannya suatu tindakan daripada sekedar sebagai suatu keputusan yang spesifik. Sedangkan Heinz Eulan dan Kenneth Prewitt memberikan definisi kebijakan dengan suatu perilaku dan dan berulangnya tindakan, baik oleh mereka yang membuatnya maupun oleh mereka yang harus mematuhinya.

Pemerintah sebagai lembaga yang berwenang untuk membuat keputusan yang berhubungan dengan kebijakan publik harus selalu memperhatikan kepentingan masyarakat.

11

Soenarko SD menyebutkan bahwa kebijaksanaan public tidaklah hanya catatan, pikiran atau pendapat dari pejabat negara yang memiliki rakyat, akan tetapi harus mencerminkan opini publik dengan porsi yang sama tercermin dalam

10 Fadillah Putra, Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 20

11 Solicchin Abdul Wahab, Analisis Kebijaksanaan dari formulasi ke Implementasi Kebijaksanan Negara, (Jakarta : Bumi Aksara,2001), hlm. 3

(19)

kebijaksanaan publik, setiap kebijaksanaan publik harus selalu berorientasi kepada kepentingan publik (public interest).12

1. Kleijn, kebijaksanaan sebagai tindakan secara sadar dan sistematis dengan mempergunakan sarana-sarana yang cocok dengan tujuan politik yang jelas sebagai sasaran yang dijalankan selangkah demi selangkah.

Penggunaan istilah kebijaksanaan (policy) masih ditemui adanya keragaman. Beberapa ahli mengemukakan pendapat tentang kebijaksanaan antara lain :

2. Kuypers, kebijaksanaan sebagai suatu susunan dari :

a. Tujuan-tujuan yang dipilih oleh administrator publik baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan kelompok.

b. Jalan-jalan dan sarana-sarana yang dipilih olehnya dan c. Saat-saat yang mereka pilih.

3. Priend, kebijaksanaan dan hakekatnya adalah suatu posisi yang sekali dinyatakan akan mempengaruhi keberhasilan yang akan dibuat dimasa yang akan datang.

4. James E. Anderson, kebijaksanaan adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu.13 Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan suatu pemahaman bahwa kebijakan/kebijaksanaan publik adalah merupakan suatu keputusan yang diputuskan dan dilaksanakan oleh pemerintah yang berwenang untuk mewujudkan kepentingan rakyat. Kebijakan pemerintah secara praktis dapat diperinci dalam beberapa kategori antara lain: policy demand (tuntutan kebijaksanaan), policy decisions (keputusan-keputusan kebijaksanaan), policy statement (pertanyaan kebijaksanaan), policy output (keluaran kebijaksanaan), policy out comes (hasil akhir kebijaksaan). Tuntutan kebijaksaan tuntutan atau desakan yang ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah yang dilakukan oleh aktor-aktor lain baik

12 Soenarko SD, Publik Policy Pengertian Pokok Untuk Memahami Dan Analisa Kebijaksanaan Pemerintah, (Surabaya : Airlangga University Press, 2001), hlm. 42

13 Ibid, hlm.13-14

(20)

swasta maupun kalangan pemerintah sendiri, untuk melakukan tindakan tertentu atau tidak melakukan tindakan terhadap suatu persoalan.

Keputusan kebijaksanaan adalah keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pejabat pemerintah yang dimasksudkan untuk memberikan keabsahan, kewenangan, atau memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijaksanaan negara termasuk di dalamnya membuat keputusan-keputusan untuk menciptakan ketentuan-ketentuan dasar atau menafsirkan terhadap undang-undang.

Pernyataan kebijaksanaan adalah pernyataan resmi atau penjelasan mengenai kebijaksanaan Negara. Termasuk dalam hal ini adalah Ketetapan- Ketetapan MPR, Keputusan Presiden, Peraturan Daerah. Keluaran kebijaksanaan adalah merupakan wujud dari kebijaksanaan Negara yang paling dapat dilihat dan dirasakan karena menyangkut hal-hal yang senyatanya dilakukn untuk merealisasikan apa yang telah digariskan dalam keputusan-keputusan. Secara singkat keluaran kebijaksanaan ini adalah menyangkut apa yang telah dikerjakan pemerintah.

Hasil akhir kebijaksanaan adalah akibat atau dampak yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat. Baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan sebagai suatu konsekuensi dari tindakan atau tidak dilakukannya suatu tindakan oleh pemerintah dalam masalah tertentu.14

Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses pengambilan kebijaksanaan pemerintah antara lain:15

14 Solichin Abdul Wahab, Op. Cit. hlm. 7-10

15 Irfan Islami, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hlm.58-70

(21)

1. Teori Inkrimental (Incremental Theory)

Teori Inkrimental diperkenalkan oleh Charles E. Lindblom dalam karyanya The Science of Mudding Through yang memandang kebijaksanaan Negara sebagai suatu kelanjutan kegiatan-kegiatan pemerintah dimasa lalu dengan hanya mengubahnya atau memodifikasinya sedikit-sedikit yang disesuaikan dengan kepentingan saat ini. Dalam hal ini karena para pembuat keputusan dipandang sebagai administrative man yang mempunyai keterbatasan- keterbatasan tentang waktu, pengetahuan, kecakapan, biaya, sistem dan sebagainya sehingga tidak mampu menganalisa semua nilai-nilai serta tujuan yang ada dalam masyarakat. Keseluruhan alternatif-alternatif kebijaksanaan beserta konsekuensi-konsekuensinya, menilai rasio biaya dan keuntungan secara detail dan seterusnya.

Keputusan dengan model Incremental sangat menekankan pada perumusan kebijaksanaan secara berkelanjutan yang dibuat tidak sekali untuk semua (once and for all) yang masih mengalami banyak kekurangan tenaga ahli dan dana serta memerlukan waktu yang cepat untuk mengejar ketertinggalan- ketertinggalan dalam perkembangan dan pembangunan sebagaimana dinyatakan Ralp Huitt (dalam Henry), “what is most feasible is incremental”, (apa yang paling memungkinkan untuk berhasil adalah incremental).

2. Teori Kelompok

Menurut David B. Truman dalam bukunya The Govermental Process menyebutkan bahwa interaksi diantara kelompok-kelompok adalah merupakan kenyataan politik. Individu-individu dengan kepentingan yang sama

(22)

meningkatkan baik secara formal maupun informal kedalam kelompok kepentingan yang dapat mengajukan dan memaksakan kepentingan-kepentingan kepeda pemerintah.

Pengertian kelompok kepentingan adalah suatu kelompok yang memiliki sikap yang sama yang mengajukan tuntutan-tuntutan terhadap kelompok lain di dalam masyarakat, kelompok kepentingan itu akan mempunyai arti politis kalau kelompok kepentingan itu mengajukan tuntutan terhadap pemerintah. Dalam teori kelompok kebijaksanaan pemerintah merupakan perimbangan (equilibrium) yang dicapai sebagi hasil perjuangan kelompok. Upaya untuk menjaga perimbangan tersebut maka peranan sistem politik adalah menengahi konflik yang terjadi diantara kelompok-kelompok tersebut dengan membuat aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat. Oleh sebab itu menjadi tugas sistem politik untuk mengadakan peraturan guna jalannya persaingan dan perjuangan antara kelompok masyarakat itu, mewujudkan kompromi tersebut dalam bentuk kebijakan pemerintah dan memaksakan berlakunya kebijakan itu pada semua pihak.

3. Teori Substantif dan Prosedural (Procedural and Substantive Theory)

Salah satu kategori model kebijaksanaan publik menurut James E.

Anderson dalam bukunya Public Policy Making adalah kategori substantive policies atau procedural policies. Hal yang menjadi tekanan dari substantive policy adalah adanya pokok masalah (subject matter) kebijaksanaan, sementara procedural policy merupakan kebijaksanaan tentang siapa atau pihak-pihak mana

(23)

saja yang terlibat dalam perumusan kebijaksanaan publik serta cara bagaimana kebijaksanaan publik tersebut diimplementasikan.

4. Teori Kelembagaan

Teori ini adalah peranan lembaga pemerintah, yang didasarkan pada tiga ciri pokok. Pertama, hanya pemerintahan yang dapat memberi kekuatan hukum pada setiap kebijakan yang diambil. Kedua, hanya pemerintah yang mempunyai kewenangan dan kekuatan untuk memberlakukan suatu kebijakan kepada seluruh rakyat. Ketiga, pemerintahlah yang dapat memaksakan berlakunya kebijakan pada masyarakat.

Teori untuk membahas kebijakan Pemerintah Daerah yang berupa Perda tempat rekreasi, olahraga dan penginapan adalah teori incremental dan kelembagaan, karena pembuatan Perda tempat rekreasi, olahraga dan penginapan ini meneruskan kebijakan-kebijakan pemerintah dahulu. Demikian halnya dalam implementasi kebijaksanaan tersebut tetap melibatkan unsur-unsur yang terlibat dalam merumuskan Perda tersebut, sehingga diharapkan dapat secara optimal di laksanakan di lapangan. Begitu juga pembuatan Perda Retribusi tempat rekreasi, olahraga dan penginapan disahkan oleh lembaga yang berwenang.

F. Metode Penelitian.

Sehubungan yang telah dikemukakan diatas sebelumnya, untuk melengkapi penulisan skripsi ini agara tujuan dapat terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, oleh karena itu adapun metode penelitian hukum yang digunakan dalam mengerjakan skrispsi ini meliputi :

(24)

1. Jenis Penelitian.

Dalam pembahasan masalah, penulis sangat memerlukan data dan keterangan yang akan dijadikan bahan analisis. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan skrispsi ini adalah metode yuridis normatif.

Metode yuridis normatif16 yaitu dalam menjawab permasalahan digunakan sudut pandang hukum berdasarkan peraturan hukum yang berlaku, untuk selanjutnya dihubungkan dengan kenyataan di lapangan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Serta mencari bahan dan informasi yang berhubungan dengan materi penelitian ini melalui berbagai peraturan perundang-undangan Karya Tulis Ilmiah yang berupa makalah, skripsi, buku-buku, koran, majalah, situs internet yang menyajikan informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.17 2. Sumber data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penelusuran kepustakaan (librari research) untuk memperoleh data atau bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

Bahan hukum primer dapat berupa peraturan perundangan nasional, yang berkaitan dengan Pemungutan Retribusi Tempat Rekreasi, Olahraga dan Penginapan Di Pulau Banyak Kabupaten Aceh Singkil.

Bahan hukum sekunder berupa data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan dokumentasi, yang merupakan hasil dari penelitian dan

16 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum. (Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Cetakan Keempat, 2002), hal. 43.

17 Zaimul Bahri, Struktur dalam Metode Penelitian Hukum. (Bandung: Angkasa. 1996), hal. 68.

(25)

pengolahan orang lain yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku dan dokumentasi.

Bahan hukum tersier berupa bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum yang dipergunakan oleh penulis adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum

.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yaitu dengan menginventarisir peraturan Perundang-undangan untuk dipelajari sebagai suatu kesatuan yang utuh dan dengan studi kepustakaan, internet browsing, telah artikel ilmiah, telaah karya ilmiah sarjana dan studi dokumen, termasuk di dalamnya karya tulis ilmiah maupun jurnal surat kabar. Metode pengumpulan data menggunakan Studi Kepustakaan yaitu teknik mengumpulkan data dengan jalan membaca dan mempelajari buku-buku kepustakaan yang berkaitan dengan materi penelitian, kemudian menyusun sebagai sajian data. Metode dokumentasi adalah salah satu cara pengumpulan data yang digunakan penulis dengan cara menelaah dokumen- dokumen pemerintah maupun non pemerintah yang berkaitan dengan penelitian ini.

Untuk melengkapi data peneliti juga menggunakan studi lapangan ke Dinas Pendapatan Kabupaten Aceh Singkil dengan melakukan wawanara dengan informan yaitu Staff di Dinas Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah Di bidang Pendapatan.

(26)

4. Analisis data

Data bahan-bahan hukum yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif tentang retribusi tempat rekreasi, olahraga dan penginapan. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara- cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). 18

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 (lima) bab sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN

Bab ini dimulai dengan mengemukakan : Latar Belakang Rumusan Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan ditutup dengan memberikan sistematikan dari penulisan skripsi ini.

BAB II PENGATURAN RETRIBUSI DI KABUPATEN ACEH SINGKIL Bab ini menguraikan mengenai : Tinjauan Umum Tentang Retribusi, Retribusi Sebagai Salah Satu Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Aceh Singkil, Dasar Hukum Pemungutan Retribusi di Kabupaten Aceh Singkil

BAB III PENERAPAN RETRIBUSI TEMPAT REKREASI, OLAHRAGA DAN PENGINAPAN DI PULAU BANYAK

Bab ini menguraikan mengenai: Gambaran Umum Pulau Banyak, Proses Pemungutan Retribusi Tempat Rekreasi, Olahraga dan

18 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), hlm 31

(27)

Penginapan di Pulau Banyak, Instansi yang Berwenang Mengelola Retribusi Tempat Rekreasi, Olahraga dan Penginapan.

BAB IV HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN RETRIBUSI TEMPAT REKREASI, OLAHRAGA DAN PENGINAPAN

Bab ini menguraikan mengenai : Hambatan dalam Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Tempat Rekreasi, Olahraga dan Penginapan di Pulau Banyak, Upaya yang dilakukan dalam Meningkatkan Penerimaan Retribusi Tempat Rekreasi, Olahraga dan Penginapan di Pulau Banyak, Pengawasan dalam Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Tempat Rekreasi, Olahraga dan Penginapan di Pulau Banyak

BAB IV PENUTUP

Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab. Seluruhnya yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini yang dilengkapi dengan saran-saran.

(28)

BAB II

PENGATURAN RETRIBUSI DI KABUPATEN ACEH SINGKIL A. Tinjauan Umum Tentang Retribusi

Pengertian retribusi secara umum adalah pembayaran-pembayaran pada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa negara.

Rochmat Sumitra mengatakan bahwa retribusi adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakain jasa atau kerena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung.19

Retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan. Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di Indonesia, saat ini penarikan retribusi hanya dapat dipungut oleh pemerintah daerah. Jadi retribusi yang dipungut di Indonesia dewasa ini adalah retribusi daerah.

Oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keluasaan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat.

Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan.

20

19 Rochmat Soemitro, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, (Bandung:

Eresco, 1974), hlm. 5

20 Marihot Pahala Siahaan , Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005), hlm 89

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah,

(29)

Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.21

Mahmudi mengatakan bahwa “Retribusi daerah merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah daerah kepada wajib retribusi atas pemanfaatan suatu jasa yang tertentu yang disediakan pemerintah”.22

Munawir menyatakan bahwa retribusi adalah adalah iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk, paksaan ini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah ia tidak akan dikenakan iuran tersebut.23

1. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Dari pendapat para ahli di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa retribusi daerah merupakan pungutan atas pemakaian atau manfaat yang diperoleh secara langsung oleh seseorang atau badan karena jasa yang nyata pemerintah daerah.

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapatkan jasa pekerjaan, atau usaha milik daerah yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan oleh daerah.

Beberapa pengertian istilah yang terkait dengan Retribusi Daerah menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 antara lain:

21 http://padjakdaerah.blogspot.co.id/2012/08/pengertian-pajak-daerah-dan-retribusi.html diakses tanggal 7 Januari 2017 Pukul 20.00 Wib.

22 Mahmudi, Manajemen Keuangan Daerah, (Jakarta :Penerbit Erlangga, 2010), hlm. 25

23 Munawir, Pokok-Pokok Perpajakan, (Jogjakarta: Liberty, 2005), hlm. 151

(30)

2. Jasa, adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan

3. Jasa Umum, adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

4. Jasa usaha, adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

5. Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan dan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, saran, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Demikian pula, dari pendapat-pendapat diatas dapat diikhtisarkan ciri-ciri pokok Retribusi Daerah sebagai berikut:

1. Retribusi dipungut oleh daerah,

2. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan Daerah yang langsung dapat ditunjuk.

3. Retribusi dapat dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan jasa yang disediakan daerah.

Termasuk golongan dan jenis retribusi daerah adalah:

(31)

1. Jenis-jenis retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah berdasarkan kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang.

2. Dengan peraturan daerah dapat ditetapkan jenis retribusi selain yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah sesuai dengan kewenangan otonominya.24

Retribusi dapat digolongkan atas tiga golongan, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu:

1. Retribusi Jasa Umum

Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan tau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis retribusi jasa umum antara lain; retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pelayanan kebersihan/persampahan, retribusi penggantian biaya cetak kartu penduduk dan akte catatan sipil dan lain-lain.

Dalam Pasal 109 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis retribusi ini dapat tidak dipungut apabila potensi penerimaannya kecil/dan atau atas kebijakan nasional/daerah untuk memberikan pelayanan secara cuma-cuma (Pasal 110 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan.25

Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum terdiri dari :

24Elmi, B. Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia. (Jakarta:UI-Press, 2002), hlm. 87

25 Ahmad Yani. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), hlm 63.

(32)

a. Retribusi pelayanan kesehatan

b. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan

c. Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil d. Retibusi pelayanan pemakaman dan penguburan mayat

e. Retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum f. Retribusi pelayanan pasar

g. Retribusi pengujian kendaraan bermotor

h. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran i. Retribusi penggantian cetak pata

j. Retribusi penguji kapal perikanan 2. Retribusi Jasa Usaha

Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Objek retribusi usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah menganut prinsip komersial meliputi:

a. Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah yang belum di manfaatkan secara optimal.

b. Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum memadai disediakan oleh pihak swasta.

Jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah : a. Retribusi pemakaian kekayaan daerah b. Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan c. Retribusi tempat pelanggan

(33)

d. Retribusi terminal

e. Retribusi tempat khusus parkir

f. Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa g. Retribusi penyedotan kakus

h. Retribusi rumah potong hewan i. Retribusi pelabuhan kapal

j. Retribusi tempat rekreasi dan olah raga k. Retribusi penyeberangan di atas air l. Retribusi pengilahan limbah cair

m. Retribusi penjualan produksi usaha daerah 3. Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan, atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumberdaya alam, sarana, prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Objeknya adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin orang pribadi atau badan yang dimaksd untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana atau fasilitas tertentu guna untuk melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

(34)

Retribusi perizinan tertentu untuk daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah.

Jenis retribusi perizinan tertentu terdiri dari : a. Retribusi izin mendirikan bangunan

b. Retribusi izin tempat penjualan minimum beralokasi c. Retribusi izin gangguan

d. Retribusi izin trayek

Selain jenis retribusi yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 sebagaimana disebutkan diatas, dengan peraturan daerah dapat ditetapkan jenis retribusi lainnnya misalnya adalah penerimaan negara bukan pajak yang telah diserahkan kepada daerah.

Berdasarkan pasal 18 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 terdiri dari : 1. Subjek Retribusi Umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Subjek retribusi jasa umum ini dapat merupakan wajib pajak retribusi jasa umum.

2. Subjek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan.

Subjek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa usaha.

3. Subjek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari Pemerintah Daerah, subjek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa perizinan tertentu.

Menurut Pasal 18 Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang di serahkan oleh pemerintah daerah. Tidak

(35)

semua yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu ysng menurut perkembangan sosial ekonomi layak di jadikan objek retribusi jasa tertentu tersebut dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu.

Obyek retribusi daerah terbagi atas :

1. Obyek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Pelayanan yang termasuk jasa umum antara lain pelayanan kesehatan, pelayanan sampah, pelayanan parkir, di tepi jalan umum dan pelayanan pasar.

2. Obyek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat disediakan oleh sektor swasta. Jasa ini antara lain retribusi terminal, retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan, retribusi tempat parkir.

3. Obyek Retribusi Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Perizinan tertentu antara lain retribusi izin mendirikan bangunan, izin tempat penjualan minuman beralkohol, izin gangguan, izin trayek

(36)

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001, besarnya retribusi yang tertuang oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara pengalihan tarif retribusi dengan tingkat pengunaan jasa.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan mempertahankan biaya penyedianaan jasa yang bersangkutan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. Dengan demikian daerah memiliki kewenangan untuk menetapkan prinsip dan sasaran yang akan dicapai. Dalam menetapkan retribusi jasa umum, seperti untuk bagian atau sama dengan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan dan membantu golongan masyarakat kurang mampu sesuai dengan jenis pelayanan yang dibedakan menurut jenis pelayanan dalam jasa yang bersangkutan dan golongan penggunaan jasa.

Prinsip dan sasaran dalam menetapkan besarnya tarif retribusi jasa usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta jenis yang beroperasional secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.

Biaya penyelenggaraan izin ini meliputi penerbitan izin di lapangan, penegakkan hukum, penata usahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.

Tarif retribusi di atas ditinjau paling lama 5 tahun sekali.

(37)

B. Retribusi Sebagai Salah Satu Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Aceh Singkil.

Retribusi daerah sebagaimana diharapkan menjadi salah satu Pendapatan Asli Daerah diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memanfaatkan kesejateraan masyarakat daerah Kabupaten/Kota diberi peluang untuk menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan, sepanjang memenusi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat.26

Masalah hubungan keuangan dan pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan daerah terus mengalami pasang surut. Terakhir dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, telah memberikan harapan baru mengenai otonomi yag luas sebagai daerah Kabupaten, pelimpahan tugas kepada Pemerintah Daerah dalam otonomi luas disertai dengan kelimpahan kewenangan dibidang keuangan. Salah satu indikator penting dari kewenangan di bidang keuangan adalah besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dalam sistem negara yang manapun di dunia ini, hampir tidak dijumpai kondisi dimana pengeluaran daerah dibiayai sepenuhnya oleh

Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yang dimaksud dengan Pendapatan Daerah adalah hal pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan.

26 Mardiasmo, Perpajakan, (Yogyakarta : Andi, 2000), hlm. 26

(38)

penerimaan asli daerah. Dalam bentuk kasus transfer dana daeri pusat merupakan sumber penerimaan daerah yang sangat penting.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang mendukung kemampuan keuangan daerah. Pendapatan Asli Daerah menjadi sangat penting, terutama dalam mendukung pelaksaan otonomi daerah, dimana kemampuan keuangan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah dijadikan salah satu variabel untuk mengukur kemampuan daerah guna melaksanakan tugas otonomi yang diserahkan atau yang telah diserahkan pemerintah pusat kepada daerah. Menurut UU No 33 Tahun 2004 sebagai pengganti UU No 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah, PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber- sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Pada dasarnya sumber pendapatan daerah terdiri dari :

1. Pendapatan Asli daerah 2. Dana Perimbangan 3. Pinjaman Daerah

4. Lain-lain PAD yang sah.

Pendapatan asli daerah terdiri dari pajak, retribusi, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah sepert laba, deviden dan penjualan saham milik daerah serta pinjaman lain-lain. Sektor pajak dan retribusi daerah merupakan sektor pendapatan asli daerah yang diterima secara rutin. Besarnya penerimaan dari sektor pajak dan retribusi daerah untuk setiap daerah berbeda-

(39)

beda, tergangtung pada potensi dan pengelolaan yang dilakukan daerah yang bersangkutan beberapa daerah pariwisata menikmati penerimaan PAD yang besar karena banyaknya aktivitas bisnis yang luas serta memiliki banyak jasa umum dan ini berbeda dengan daerah yang masih terpencil.

Agar pemerintah daerah mempunyai urusan rumah tangga sendiri, maka pemerintah daerah perlu meningkatkan pendapatan daerahnya melalui pemberdayaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari pajak, retribusi, dan lain-lain.27

1. Pajak daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Kekuasan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah pasal 6 ayat (1) PAD bersumber dari :

2. Retribusi daerah

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

4. Lain-lain PAD yang sah.

Ayat (2) Lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:

1. Hasil penjualan daerah yang tidak dipisahkan.

2. Jasa giro

3. Pendapatan bunga

4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

5. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jas oleh daerah.

27 Ibid, hlm.30

(40)

Untuk mewujudkan hal itu, seluruh organisasi pemerintah yang ada berperan penting dan bertanggung jawab sepenuhnya dalam mengupayakan peningkatan pendapatan pemerintah daerah. Meskipun demikian, organisasi atau dinas pemerintah yang secara langsung terkait dengan hal itu adalah dinas pendapatan daerah setempat yang mempunyai tugas pokok yakni menyelenggarakan pemungutan pendapatan daerah dan mengadakan koordinasi dengan intansi lain dalam perencanaan, pelaksaan, serta pengendalian pemungutan daerah.28

Keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah untuk mengelola mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan di daerah yang diwujudkan dalam APBD.

Keberadaan pendapatan asli daerah menjadi sangat esensial dengan pembentukan daerah-daerah otonomi. Mengenai kedudukan Pemerintah Asli Daerah sangat strategis dalam pelaksaan otonomi daerah.

29

Dari uraian pendapatan yang di kemukakan di atas menunjukan bahwa pendapatan asli daerah menempati kedudukan yang pokok dan penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Hal ini memperlihatkan bahwa menjalankan tugasnya, Dinas Pendapatan Daerah sebagai intansi pemerintah yang berhubungan langsung dengan pemungutan pendapatan daerah, perlu melakukan kerjasama dengan berbagai instansi atau dinas pemerintah lainnya.

28 Ibid, hlm.34

29 Tjanya Supriatna, Sistem Administrasi Pemerintah di Daerah, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001), hlm74.

(41)

Sesuai dengan pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000, Pemerintah Pusat yang secara fisik implementasinya itu berada di daerah, sehingga ada beberapa proyek Pemerintah Pusat yang dilaksanakan di daerah yang dibiayai oleh Pemerintah Pusat melalui APBN tetapi dana itu juga masuk yang dibiayai oleh Pemerintah Pusat melalui APBN tetapi dana itu juga masuk didalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pembiayaan pemerintah daerah dalam hubungannya dengan pembiayaan dari pemerintah pusat diatur sebagai urusan yang merupakan tugas Pemerintah Pusat di daerah dalam rangka dekonsentrasi dibiayai atas beban APBN.

Urusan yang merupakan tugas Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya, yang dilaksanakan dalam rangka tugas pembantuan, dibiayai oleh pemerintah pusat atas beban APBN atau oleh pemerintah daerah di atasnya atas beban APBD pihak yang menugaskan. Sepanjang potensi sumber keuangan daerah belum mencukupi, pemerintah pusat memberikan sejumlah sumbangan.

Dengan demikian bagi Pemerintah Daerah Kabupaten di samping mendapat bantuan dari Pemerintah Pusat juga mendapat limpahan dari provinsi tersebut juga berasal dari Pemerintah Pusat lewat APBN.

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Penyerahan atau Pelimpahan Kewenangan Pemerintah Pusat kepada Gubernur atau penyerahan kewenangan atau penugasan Pemerintah Pusat kepada Bupati diikuti dengan pembiayaannya.

Berdasarkan ketentuan hukum pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Penyerahan atau Pelimpahan Kewenangan Pemerintah Pusat

(42)

kepada Gubernur atau Bupati dapat dilakukan dalam rangka desentralisasi.

Dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Setiap penyerahan atau pelimpahan kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada daeraha dalam rangka desentralisasi dan dekonsetrasi disertai dengan pengalihan sumber daya manusia dan sarana serta pengalokasian anggaran yang diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan penyerahan dan pelimpahan kewenangan tersebut. Sementara itu penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka tugas pembantuan disertai pengalokasian anggaran.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, pemerintah pusat dan daerah merupakan satu kesatuan yang dapat dipisahkan dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Misi utama dari Undang-Undang tersbut bukan hanya pada keinginan untuk melimpahkan kewenangan yang lebih penting adalah keinginan untuk meningkatkan efiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya keuangan daerah dalam rangka meningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu semangan desentralisasi, demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas menjadi sangat dominan dalam mewarnai proses penyelenggaraan pemerintah pada umumnya proses pengelolaan keuangan daerah khususnya.

Secara khusus Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah menetapkan landasan yang jelas dalam penataan pengelolaan dan pertanggungjawaban

(43)

keuangan daerah, antara lain memberikan keleluasaan dalam menetapkan produk pengaturan, yaitu ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dengan Peraturan Daerah. Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah diatur dengan surat keputusan kepala daerah sesuai dengan peraturan daerah tersebut. Kepala daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada DPRD mengenaik pengelolaan keuangan daerah dan kinerja keuangan daerah dari segi efisiensi dan efektivitas keuangan. Laporan pertanggungjawaban keuangan daerah tersebut adalah dokumen daerah sehingga dapat diketahui oleh masyarakat.

Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. Sumber Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasiln pelaksanaan asas desentralisasi adalah adanya penyerahan sumber daya manusia dan perangkat fisiknya yang memadai untuk mendukung usaha yang diserahkan kepada daerah.

Masalahnya bukan jumlah dana yang memadai tetapi seberapa jauh daerah dalam menentukan penggunaan sumber dan menggali sumber dana di daerah

Dalam hubungan tersebut Tjanya Supriatna menegaskan bahwa dibutuhkan kebijaksanaan keuangan yang efektif yang mencangkup beberapa aspek yaitu :

(44)

1. Pembiayaan dalam rangka asas desentralisali dan dekonsentrasi serta tugas pembantuan.

2. Sumber Pendapatan Asli Daerah

3. Pengelolaan keuangan daerah dan peningkatan kemampuan aparatur di daerah dalam mengelola keuangan dan pendapatan daerah.30

Sumber dana atau keuangan yang memadai bagi organisasi yang mendapat pelimpahan tangungjawab merupakan isu kebijakan keuangan daerah yang menarik dalam rangka pengelolaan keuangan daerah serta berdaya guna dan berhasil guna. Mobilisasi keuangan daerah erat kaitannya dengan struktur peningkatan keuangan yang diserahkan pada penggalian potensi, investasi dan bantuan.

Keuangan Daerah adalah kemampuan pemerintah daerah untuk mengelola mulai dari merencankan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, dekonstrasi, dan tugas pembantuan di daerah yang diwujudkan dalam APBD.31

Berdasarkan asas desentralisasi, semua urusan pemerintah daerah baik mengenai pengeluaran belanja pegawai dan operasional daerah maupun mengenai proyek-proyek pembangunan daerah harus mempunyai penerimaan asli daerah harus dibiayai dari APBD. Tidak berarti bahwa pemerintahan daerah harus mempunyai penerimaan asli daerah yang mencukupi untuk untuk segala pengeluaran tersebut, akan tetapi dapat juga dari penerimaan daerah berupa berbagi hasil dari pemerintah pusat atau subsidi. Hanya saja jika pemerintah pusat memberi subsidi kepada daerah dalam rangka pelaksanaan asas ini, maka subsidi

30 Ibid, hlm 73.

31 Ibid, hlm 74.

(45)

tersebut harus bersifat beban (black grant), dimana pengunaan sepenuhnya diserahkan pada Pemerintah Daerah APBD.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, telah mendapatkan dasar-dasar pembiayaan Pemerintah Daerah sebagai berikut. Pertama, sesuai dengan pasal 4 UU No. 3 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, penyelenggaraan tugas daerah dalam melaksanaan desentralisasi dibiayai atas beban APBD. Kedua, penyelenggaraan tugas Pemerintah Pusat yang dilaksanakan oleh perangkat Daerah Provinsi dalam rangka pelakasaan dekonsentrasiatas beban APBN.

Penyelengaraan atau pelimpahan kewenangan Pemerintah Pusat kepada Gubernur atau Bupati/ Walikota dapat dilakukan dalam rangka desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Setiap penyerahan atau pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka desentralisasi dan dekonsentrasi disertai dengan pengalihan sumber daya manusia, dan sarana serta pengalokasian anggaran yang untuk kelancaran pelaksaan penyerahan kewenangan tersebut. Sementara itu, penguasaan dri Pemerinah Pusat kepada Daerah dalam rangka tugas pembantuan disertai pengalokasian anggaran.

Sebagai daerah otonom yang mempunyai hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri maka pendapatan daerah sangatlah penting dalam rangka pembiayaan urusan rumah tangga daerah. Dapat menggali sumber Pendapatan Asli Daerah dari :

(46)

1. Pajak Daerah

Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan sebagai badan hukum publik dalam rangka membeiayai rumah tangganya. Dengan kata lain pajak daerah adalah : pajak yang wewenang pungutannya ada pada daerah dan pembangunan daerah. Selain itu Davey mengemukakan pendapatnya tentang pajak daerah yaitu:

a. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah sendiri

b. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tapi pendapatan tarifnya dilakukan oleh Pemda.

c. Pajak yang dipungut atau ditetapkan oleh Pemda.

d. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi pungutannya kepada, dibagi hasilkan dengan atau dibebani pungutan tambahan (opsen) oleh Pemda. 32

Menurut Undang-Undang nomor 18 tahun 1997 disebutkan bahwa pajak daerah adalah, yang selanjutnya disebut pajak, yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembengunan daerah.

2. Retribusi Daerah

Pembayaran retribusi oleh masyarakat menurut Davey adalah:33

a. Dasar untuk mengenakan retribusi biasanya harus didasarkan pada total cost dari pada pelayanan-pelayanan yang disediakan.

32 KK. Davey, Pembiayaan Pemerintah Daerah Di Indonesia, (Jakarta: UI -Press, 2008), hlm. 68

33 Ibid, hlm.72

(47)

b. Dalam beberapa hal retribusi biasanya harus didasarkan pada kesinambungan harga jasa suatu pelayanan, yaitu atas dasar mencari keuntungan.

Ada beberapa ciri-ciri retribusi yaitu : a. Retibusi dipungut oleh negara

b. Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis c. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk

d. Retribusi yang dikenakan kepada setiap orang / badan yang menggunakan/

mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh negara 3. Hasil Perusahaan Daerah.

Hasil perusahaan daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan,sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan dareah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan kemamfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah

4. Lain-lain usaha yang sah

Lain-lain pendapatan daerah yang sah ialah pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusli daerah, pendapatan dinas- dinas. Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat yang pembuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan baik berupa

Referensi

Dokumen terkait

UU Penanaman Modal tidak membedakan hak dan kewajiban antara penanaman modal yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Oleh karena itu orang/badan hukum

Berdasarkan hukum Adat Batak Toba, masing-masing anak kandung menurut hukum waris ada perbedaan antara anak laki-laki dengan anak perempuan karena perempuan bukan

Penerapan CSR harus dimulai dari komitmen dan pemahaman yang baik dari pihak pengusaha bahwa setiap perusahaan hendaknya mengembangkan kegiatan sosial yang bukan

Pasal 76 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, menyatakan bahwa pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang

Dan Keputusan Walikota Medan Nomor 9 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Daerah Kota Medan yang dimana dalam

1. Belum pernah dihukum atau residivis. Dengan maksud bahwa terdakwa sebelum melakukan tindak pidana, terdakwa tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang

Kendala dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Fakultas Hukum USU, Pelaksanaan Perda KTR di Kota Medan

Berdasarkan paparan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :“Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Pencurian