• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

ASPEK HUKUM ALIH TEKNOLOGI MELALUI KEGIATAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

M. SYAHRU RAMADHAN NIM : 130200093

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 1 8

(2)
(3)

ABSTRAK M. Syahru Ramadhan*

Bismar Nasution**

Detania Sukarja **

Era globalisasi memberikan dampak yang sangat besar bagi perkembangan perekonomian suatu negara, terutama kepada negara berkembang yang pada akhirnya menciptakan derajat keterbukaan ekonomi yang semakin tinggi di dunia dan menyebabkan banyak orang berlomba-lomba untuk menanamkan modalnya.

Penggunaan teknologi baru atau alih teknologi khususnya dalam bidang perindustrian harus mendapat pengaturan yang memadai sehingga dunia usaha akan terhindar dari peniruan teknologi lain. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah bagaimana pengaturan hukum tentang penanaman modal di Indonesia, mengapa alih teknologi diharuskan dalam hukum penanaman modal, bagaimanakah aspek hukum kontrak alih teknologi dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia

Metode pendekatan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dan spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis. Pengumpulan data melalui data primer dan data sekunder. Metode analisis yang dipakai adalah kualitatif, dan penyajian datanya dalam bentuk laporan tertulis secara ilmiah.

Pengaturan hukum tentang penanaman modal di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang bertujuan untuk lebih meningkatkan kegiatan penanaman modal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri untuk percepatan pembangunan dengan tetap meningkatkan perlindungan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, serta Koperasi dan berbagai sector strategis nasional serta meningkatkan daya saing ekonomi dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN dan dinamika globalisasi ekonomi. Alih teknologi diharuskan dalam hukum penanaman modal di Indonesia yang dilaksanakan melalui cara pelatihan dan peningkatan kemampuan tenaga kerja nasional. Alih teknologi diharuskan karena kebutuhan akan teknologi pada era industri saat ini harus segera dapat diatasi, khususnya dalam rangka mencapai kemandirian pembangunan nasional pada umumnya dan industrialisasi pada khususnya. Aspek hukum kontrak alih teknologi dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia belum memiliki regulasi yang jelas, sehingga alih teknologi hanya dipandang sebagai sebuah pilihan bagi investor bukan sebagi suatu kewajiban yang bersifat mengikat dan disertai dengan sanksi tegas.

Kata Kunci : Tumpang Tindih, Kewenangan, Penanaman Modal.

.

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I dan Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala anugerah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan skripsi ini guna melengkapi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini mengenai “ Aspek Hukum Alih Teknologi Melalui Kegiatan Penanaman Modal Asing ( PMA ) di Indonesia“.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempura, banyak kekurangan yang terdapat, baik yang terdapat dari isi meupun penyusunan kalimatnya yang disebabkan keterbatasan penulis. Oleh karena itu, Penulis mengharapak kritik dan saran yang bersifat membangun demi memperkaya materi yang berkaitan dengan skripsi ini.

Pada kesempatan ini Penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuannya secara moril maupun materil dalam proses penyelesaian skripsi ini kepada :

1. Prof.Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Saidin, S,H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Prof.Dr. Bismar Nasution,S.H.,M.H., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Pembimbing I yang telah banyak membantu dan memudahkan saya dalam mengajukan judul skripsi.

(5)

6. Ibu Dr. Detania Sukarja,S.H.,LLM, selaku dosen pembimbing II, terimakasih atas segala bantuannya, nasihat dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing Penulis selama masa perkuliahan.

8. Seluruh civitas Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Staff administrasi dan seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Orang Tua Penulis Drs. Amat Syafi’I dan Enita Caniago. Am.Keb. S.St yang selalu memberi dukungan dan motivasi serta doa buat penulis menyelesaikan skripsi ini

10. Rio Maulana Siddik, SH. Eryanza Firmanda, SH. Jaka Kelana, SH. Ahmad Zaky Mubaraq Lubis, SH. M. Maulana Akbar, SH. Regga Jhonindo, SH.

Sony Tambunan, SH, terimakasih atas segala semangat, motivasi, bantuan dan selalu menemani Penulis.

11. Mutiara Citra Kartini, SH., Fadilah Sandy, S.Kom, Seluruh Pemain dan Official GB.FC, terimakasih atas segala bantuan dan hiburan yang telah diberikan kepada Penulis.

12. Semua pihak yang telah membantu Penulis baik secara moril maupun materil yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu.

(6)

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada Penulis selama ini. Tiadalah sempurna suatu apapun dari karya manusia, karena kesempurnaan itu sesungguhnya adalah milik Sang Maha Sempurna itu sendiri. Oleh karena itu, kritik dan saran sangatlah penulis harapkan dari pembaca sekalian demi kebaikan dan kebenaran yang hakiki atas substansi yang terkandung dalam tulisan ilmiah ini. Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi kita semua. aamiin

Medan, Oktober 2018 Penulis

M. SYAHRU RAMADHAN

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penulisan ... 9

D. Manfaat Penulisan ... 9

E. Keaslian Penulisan ... 10

F. Tinjauan Pustaka ... 10

G. Metode Penelitian ... 13

H. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II : REZIM HUKUM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA ... 18

A. Sejarah Penanaman Modal di Indonesia ... 18

B. Tujuan dan Manfaat Kegiatan Penanaman Modal Asing dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia. ... 20

C. Kebijakan Umum Penanaman Modal Asing di Indonesia .. 25

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Penanaman Modal Asing ... 34

E. Pengaturan Kegiatan Penanaman Modal Asing ... 42

a. Perkembangan Pengaturan Penanaman Modal Asing di Indonesia ... 42

b. Ketentuan-Ketentuan dan Persyaratan Umum Penanaman Modal Asing di Indonesia ... 45

BAB III : ALIH TEKNOLOGI KEGIATAN PENANAMAN MODAL ASING ... 60

A. Alih Teknologi dalam Rangka Pengembangan Perindustrian Di Indonesia ... 60

(8)

B. Hambatan dalam Alih Teknologi dalam Penanaman

Modal Asing ... 65

C. Akibat Hukum Alih Teknologi dalam Kegiatan Penanaman Modal Asing. ... 70

D. Keharusan Alih Teknologi dalam Penanaman Modal Asing di Indonesia ... 74

BAB IV : ASPEK HUKUM ALIH TEKNOLOGI DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA ... 77

A. Mekanisme Pengalihan Teknologi dalam Penanaman Modal Asing ... 77

B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Alih Teknologi Penanaman Modal Asing ... 81

C. Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Asing di Indonesia ... 84

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Guna mempercepat pembangunan ekonomi ke arah stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, diperlukan permodalan terutama permodalan yang berasal dari proyek-proyek produktif karena apabila hanya mengharapkan permodalan dari bantuan luar negeri, hal tersebut sangatlah terbatas dan sangat bersifat hati- hati. Hal ini dikarenakan politik luar negeri negara kita tidaklah sama dengan politik luar negeri negara lainnya karena kepentingan suatu negara tentulah berbeda dengan negara lainnya. Faktor yang membedakan adalah letak geografis, kekayaan sumber-sumber alam, jumlah penduduk, sejarah perjuangan kemerdekaannya, kepentingan nasional untuk suatu masa tertentu, dan situasi politik internasional.1

Era globalisasi memberikan dampak yang sangat besar bagi perkembangan perekonomian suatu negara, terutama kepada negara berkembang. Meningkatnya perekonomian di banyak negara merupakan akibat dari adanya interdependensi yang pada akhirnya menciptakan derajat keterbukaan ekonomi yang semakin tinggi di dunia, yang terlihat pada adanya peningkatan arus barang, jasa, uang, dan modal.2

Permodalan yang diperlukan oleh negara Indonesia untuk pencapaian pembangunan ekonomi adalah dalam bentuk investasi dengan memanfaatkan,

1 Sentosa Sembiring, Hukum Investasi,(Bandung : Nuasa Aulia, 200999), hlm. 2

2Kartasapoetra, R.G. Kartasapoetra, S.H., A.G. Kartasapoetra, dan A. Setiadi, Manajemen Penanaman Modal Asing, Jakarta: Bina Aksara, Mei 1985), hlm. 5

(10)

pemupukan dan pemanfaat modal dalam negeri dan modal luar negeri (penanaman modal) secara maksimal yang terutama diarahkan kepada usaha- usaha rehabilitasi, perubahan, perluasan dan pembangunan baru di bidang produksi barang-barang dan jasa. Oleh karena itu, modal dari masyarakat umum dimobilisasi secara maksimal. Walaupun penanaman modal sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, namun tampaknya pengembangan investasi ke depan menghadapi tantangan eksternal yang tidak ringan.3

Seseorang dalam rangka meningkatkan atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk uang tunai (cash money), peralatan (enquipment), asset tidak bergerak, hak atas kekayaan intelektual, maupun keahlian akan melakukan suatu bentuk penanaman modal atau menginvestasikan modal tersebut.4 Dalam menanamkan modalnya, investor membutuhkan iklim investasi yang kondusif yang sekaligus dapat meningkatkan kegiatan ekonomi, baik berskala besar maupun kegiatan ekonomi kerakyatan, sehingga mendongkrak kemampuan pemerintah daerah, swasta dan masyarakat.5

Investasi yang ditanamkan oleh investor/usahawan mempunyai peranan yang sangat penting bagi masyarakat lokal karena investasi tersebut memberikan pengaruh dalam kehidupan masyarakat setempat maupun perekonomian suatu daerah tersebut.6 Oleh karena itu, kehadiran investor sangat dibutuhkan dalam

3 C.F.G.Sunarjati Hartono,, Beberapa Masalah Transnasional Dalam Penaman Modal Asing di Indonesia, (Bandung: Bina Tjipta, 2012), hlm. 21..

4 Ana Rokhmatussa dan Suratman, Hukum Investasi & Pasar Modal, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm. 3

5Yasan Tifa, Kerjasama Pemda dan Investor dalam Perekonomian Daerah, (http://keuda.kemendagri.go.id, diakses pada Senin, 27 Agustus 2018 Pukul 21.00 wib).

6 Salim dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2007), hlm. 377

(11)

mengelola potensi ekonomi yang ada. Kehadiran investor diharapkan dapat menggerakan roda perekonomian baik skala lokal maupun skala nasional. Investor akan datang dengan sendirinya, bila berbagai hal (kepastian hukum dan jaminan keamanan, kondisi infrastruktur pendukung, serta birokrasi yang simple, cepat, dan transparan), yang dibutuhkan telah tersedia untuk menjalankan investasi.

Sebab, keberadaan investasi yang ditanamkan oleh investor terutama modal asing, ternyata memberikan dampak positif di dalam pembangunan. 7

Dampak-dampak positif itu adalah sebagai berikut :8

1. Menciptakan lowongan kerja bagi penduduk negara tuan rumah sehingga mereka dapat meningkatkan penghasilan dan standar hidup mereka.

2. Menciptakan kesempatan penanaman modal bagi penduduk negara tuan rumah sehingga mereka dapat berbagi dari pendapatan perusahan- perusahaan baru.

3. Meningkatkan ekspor dari negara tuan rumah, mendatangkan penghasilan tambahan dari luar yang dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan bagi kepentingan penduduknya.

4. Menghasilkan pengalihan pelatihan teknis dan pengetahuan yang dapat digunakan oleh penduduk untuk mengembangkan perusahaan dan industri lain.

5. Memperluas potensi keswasembadaan negara tuan rumah dengan memproduksi barang setempat, untuk menggantikan barang impor.

6. Menghasilkan pendapatan pajak tambahan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, demi kepentingan penduduk negara tuan rumah.

7. Membuat sumber daya negara tuan rumah baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, agar lebih baik pemanfaatannya daripada semula.

Isu mengenai globalisasi ekonomi ini semakin marak setelah disetujui dan ditandatanganinya kesepakatan GATT-Putaran Uruguay oleh 122 Negara anggota di Marrakesh, Maroko pada tanggal 15 April 1994 (Marrakesh Meeting). Pada

7 Sentosa Sembiring, op.cit., hlm. 130

8 Salim dan Budi Sutrisno, op.cit., hlm. 86

(12)

pertemuan tersebut disetujui pula perubahan nama GATT (General Agreement On Tariff And Trade) menjadi WTO (World Trade Organization) atau Organisasi Perdagangan Dunia. GATT (persetujuan umum mengenai tarif dan perdagangan) merupakan suatu kesepakatan perdagangan multilateral yang berlaku sejak tahun 1948 dengan tujuan utama diantaranya.

1. Liberalisasi perdagangan untuk meningkatkan jumlah perdagangan dunia sehingga produksi meningkat.

2. Memperjuangkan penurunan dan penghapusan hambatan-hambatan perdagangan baik dalam bentuk hambatan tarif bea masuk (tariff barrier) maupun hambatan lainnya (non tariff barrier).

3. Mengatur perdagangan jasa yang mencakup tentang hak kekayaan intelektual (intellectual property rights) dan investasi.9

Meningkatnya produksi diharapkan akan terjadi peningkatan investasi yang sekaligus akan menciptakan lapangan kerja dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Namun demikian, karena adanya kekhawatiran akan kegagalan perundingan GATT-Putaran Uruguay, maka negara- negara yang berada pada suatu kawasan dengan kesamaan potensi dan kebutuhan maupun hubungan geografis dan tradisional terdorong untuk membentuk kelompok atau kawasan perdagangan bebas (free trade area).10

Beberapa kawasan perdagangan bebas tersebut seperti:

1. AFTA (Asean Free Trade Area) yang mencakup negara-negara anggota ASEAN

2. NAFTA (North America Free Trade Area) yang mencakup Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko

3. APEC (Asia Pacific Economic Community) yang mencakup negara- negara di kawasan Asia Pasifik.

9 Syahmin Ak, Hukum Dagang Internasional dalam Kerangka Studi Analitik. (Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 35.

10 Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis. (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), hlm. 40.

(13)

4. Uni Eropa (European Union) yang mencakup negara-negara di kawasan Eropa Barat.11

Terbentuknya beberapa kawasan perdagangan bebas tersebut menyebabkan liberalisasi perdagangan akan berlangsung lebih cepat dari yang dijadwalkan oleh WTO yaitu mulai tahun 2010 untuk negara maju dan tahun 2020 untuk negara berkembang. Sementara itu, AFTA mulai diberlakukan secara efektif pada tanggal 1 Januari 2003 dan perdagangan bebas sesama negara anggota APEC mulai diberlakukan tahun 2005. Sebagai bagian dari tatanan perekonomian dunia, Indonesia yang menganut sistem ekonomi terbuka mau tidak mau harus ikut melaksanakan perdagangan bebas. Komitmen mengenai hal itu dimanifestasikan dalam bentuk keikutsertaan Indonesia dalam AFTA, APEC dan WTO.12

Kaitannya dengan sub sektor peridustrian, maka perindustrian di Indonesia sebagai bagian integral dari tatanan perekonomian nasional harus mampu memanfaatkan setiap peluang yang ada untuk mengembangkan teknologi industrinya dalam menjalankan kegiatan usaha dan mengatasi ancaman yang timbul dari era globalisasi tersebut. Hal ini sangat penting mengingat sekarang sektor perindustrian sudah menjadi salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional Indonesia.

Indonesia sebagai negara berkembang untuk mengembangkan pembangunannya agar dapat berhasil tidak harus dengan jalan menemukan atau menciptakan teknologi sendiri, tetapi akan lebih efesien apabila mengambil alih

11 Adi Sulistiyono, “Perdagangan Bebas dalam Kerangka AFTA, APEC dan WTO ”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 25 No. 1, tahun 2016.

12 Ibid.

(14)

teknologi dari negara lain yang sudah maju teknologinya melalui penanaman modal secara langsung maupun dengan jalan perjanjian lisensi sebagaimana diungkapkan Abdulkadir Muhammad bahwa untuk meningkatkan kemampuan di bidang IPTEK salah satunya dapat ditempuh dengan cara pengalihan teknologi dalam rangka penanaman modal.13

Kegiatan penanaman modal di Indonesia, baik berupa Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA) yang dilaksanakan dengan maksud untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional tersebut sudah berlangsung sejak lama dan berkembang terus menerus sampai sekarang hingga tanpa disadari sudah menjadi bagian penting bagi pertumbuhan perekonomian dan perkembangan hukum dalam mengatur permasalahan penanaman modal tersebut.

Penanaman modal asing memerlukan hukum dan konstitusi hukum yang kondusif, dalam hal ini kepastian hukum merupakan unsur yang sama pentingnya dengan stabilitas politik dan kesempatan ekonomi.14 Sementara itu pertumbuhan investasi penanaman modal sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal “(UU Penanaman Modal)”.15 bertujuan untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan ekonomi nasional ini bermaksud untuk mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia, dimana untuk merealisasikannya diperlukan peningkatan penanaman modal atau investasi untuk mengolah potensi ekonomi menjadi

13 Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual. (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2001), hlm.11

14 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal Di Indonesia. (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2007), hlm. 25.

15 Ibid., hlm. 26.

(15)

kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal dari dalam maupun dari pihak asing tersebut.16

Pengaturan hukum dalam bidang alih teknologi yang berkaitan dengan penanaman modal asing juga perlu diperhatikan dalam rangka untuk masuknya teknologi baru di Indonesia, apakah melalui kerjasama lisensi atau melalui penanaman modal asing secara langsung, dan apakah pemegang hak cipta berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi tersebut.17 Berdasarkan hal tersebut, maka perlu menjabarkan dengan tegas harus bagaimana mekanisme pengalihan teknologi dari pemilik teknologi asing kepada teknologi Indonesia, sehingga produksi suatu teknologi akan lebih meluas ke negera-negara berkembang.18

Hukum sebagai sarana pembaharuan sosial harus mampu untuk memberikan pengaturan terhadap perkembangan baru, untuk itu alih teknologi juga perlu diatur dengan hukum Indonesia agar jelas kepastian hukumnya bagi para pihak yang terkait.19 Sebagai negara berkembang yang menyadari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai peranan penting dalam mempercepat pembangunan sosial ekonomi nasional dan khususnya dalam memperlancar peningkatan produksi barang dan jasa dalam sektor industri serta masuknya teknologi asing yang tepat dari luar negeri ke dalam negeri dengan ketentuan- ketentuan, syarat-syarat dan harga yang menguntungkan bagi kepentingan

16 Ana Rokhmatussa dan Suratman, op.cit., hlm. 11.

17 Erman Rajagukguk, Hukum Investasi di Indonesia. (Jakarta:Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm.38.

18 Ibid, hlm.39.

19 Ibid, hlm.40.

(16)

nasional, berarti akan memperbesar peranan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dalam kehidupan perindustrian bangsa Indonesia.

Berdasarkan kategori di atas jelas terlihat bahwa penggunaan teknologi baru atau alih teknologi khususnya dalam bidang perindustrian harus mendapat pengaturan yang memadai sehingga dunia usaha akan terhindar dari peniruan teknologi lain, dan hal ini sejalan dengan persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan yang merupakan perjanjian perdagangan multilateral yang pada dasarnya bertujuan menciptakan perdagangan bebas, perlakuan yang sama dan membantu menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional guna mewujudkan kesejahteraan manusia. Hal ini juga sesuai dengan piagam Cerds yang menyatakan bahwa setiap negara memiliki hak untuk mendapat manfaat dari kemajuan dan perkembangan IPTEK negara lain untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan sosialnya.20

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka untuk mengkaji lebih dalam subtansi-subtansi dalam UU Penanaman Modal, maka tertarik untuk membahas mengenai aspek hukum alih teknologi melalui kegiatan penanaman modal asing di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dibatasi sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan hukum tentang penanaman modal di Indonesia ? 2. Mengapa alih teknologi diharuskan dalam hukum penanaman modal ?

20 Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar. (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 217

(17)

3. Bagaimanakah aspek hukum alih teknologi dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang penanaman modal di

Indonesia.

2. Untuk mengetahui alih teknologi diharuskan dalam hukum penanaman modal

3. Untuk mengetahui aspek hukum alih teknologi dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis, penulisan ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, khususnya ilmu hukum di bidang hukum alih teknologi dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia.

2. Secara praktis penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan atau pemikiran lebih lanjut untuk mengetahui dan memperoleh informasi tentang hukum alih teknologi dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia.serta dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat dan para pihak yang berperan untuk memberikan suatu informasi pemahaman tentang alih teknologi dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia.

(18)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang

“Aspek Hukum Alih Teknologi Melalui Kegiatan Penanaman Modal Asing Di Indonesia” belum pernah dilakukan penelitian. Dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah atau secara akademik.

Penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan alih teknologi dalam kegiatan investasi di Indonesia, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan maupun media cetak maupun elektronik dan disamping itu juga diadakan penelitian. Sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini dilakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Bila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini saya buat, maka hal itu menjadi tanggung jawab saya sendiri.

F. Tinjauan Pustaka

Istilah penanaman modal berasal dari bahasa latin, yaitu investire yang artinya memakai, sedangkan dalam bahasa inggris disebut dengan investment.

Dalam definisi penanaman modal dikonstruksikan sebagai sebuah kegiatan untuk penaikan sumber dana yang digunakan untuk pembelian barang modal dan barang modal itu akan dihasilkan.21

21 Ida Bagus Rahmadi Supanca, Kerangka Hukum &Kebijakan Investasi Lansung di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), hlm.1.

(19)

Penanaman modal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penempatan modal di badan usaha dengan cara membeli saham atau obligasi dari badan usaha tersebut.22 Sedangkan investasi adalah penanaman uang atau modal dari suatu perusahaan atau projek untuk tujuan memperoleh keuntungan.23

Menurut Pasal 1 angka 1 UU Penanaman Modal, bahwa penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal baik penanaman modal di dalam negeri maupun di luar negeri untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia.

Menurut Rancangan Perjanjian Multilateral tentang investasi (Multilateral Agreement on Investment) yang pada waktu itu sedang disiapkan oleh Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organization For Economic Cooperation and Development) memberikan pengertian investasi yang lebih luas. Dalam rancangan tersebut penanam modal (investment) diartikan sebagai suatu jenis aktiva yang memiliki atau dikendalikan secara langsung atau tidak langsung oleh suatu investor (every kind of asset owned or controlled, directly or indirectly, by an investor).24

Menurut Sadono Sukirno, investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian.25

22 Tim penyusun kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa-Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia , (Jakarta : Balai Pustaka, 2003), hlm. 895

23 Ibid, hlm 337.

24 N. Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Malang : Bayu Media Publishing, 2003), hlm. 4.

25 Sukirno, Pengantar Teori Ekonomi Makro, (Jakarta : Raja Grafindo, 2004), hlm. 36.

(20)

Menurut Ida Bagus Rahmadi Supancana, investasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan baik oleh orang pribadi (natural person) maupun badan hukum (juridical person), dalam upaya untuk meningkatkan dan atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk uang tunai (cash money), peralatan (equipment), asset tak bergerak, ha katas kekayaan intelektual, maupun keahlian.26

Investasi dibedakan menjadi investasi langsung dan investasi tidak langsung. Investasi langsung adalah investasi dimana investor berharap langsung memperoleh keuntungan atau kekayaan atas investasi yang dilakukannya.27 Contohnya pembelian saham, obligasi, sejumlah kekayaan riil atau mata uang langka dengan maksud untuk memelihara nilai atau atau memperoleh penghasilan.

Investasi langsung landasan hukumnya adalah UU Penanaman Modal. Investasi ini sering dikaitkan dengan keterlibatan pemilik modal secara langsung dalam kegiatan pengelolaan modal. Investasi tidak langsung adalah investasi yang dilakukan dalam suatu portofolio atau kelompok surat berharga atau kekayaan.28 Contohnya pembelian saham dari dan bersama (mutual fund), yaitu portofolio surat berharga yang dikeluarkan oleh berbagai perusahaan sehingga investor memiliki hak atas sebagian portofolio. Pada investasi tidak langsung, investor hanya menyediakan modal keuangan dan tidak terlibat dalam manajemen.29 Tujuan investor adalah bagaimana memperoleh hasil yang maksimal dengan rentan waktu yang tdak terlalu lama sudah bisa menikmati keuntungan.Landasan

26 Didik J. Rachbini, Arsitektur Hukum Investasi Indonesia, (Jakarta : Macanan Jaya Cemerlang, 2008), hlm. 11

27 Ibid.

28 Ibid., hlm. 13.

29 Ibid., hlm. 14.

(21)

hukum investasi tidak langsung adalah Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.30

Penanaman modal sangat penting artinya ditengah-tengah keterbatasan pemerintah dalam membiayai segala jenis kebutuhan pembangunan, untuk pemerintah merangsang partisipasi sektor swasta untuk menyukseskan program pembangunan nasional. Penanaman modal menjadi salah satu alternatif yang dianggap baik bagi pemerintah untuk memecahkan kesulitan modal dalam melancarkan pembangunan nasional. Penanaman Modal asing sangatlah dibutuhkan oleh bangsa Indonesia demi kemajuan negara Indonesia.

G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian

Pengelompokan jenis-jenis penelitian tergantung pada pedoman dari sudut pandang mana pengelompokan itu ditinjau. Ditinjau dari jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha menggambarkan sebuah kondisi/fenomena hukum dengan legalitas secara lebih mendalam/lengkap mengenai status sosial dan hubungan antar fenomena.31 Tujuan dari penelitian deskriptif adalah menghasilkan gambaran yang akurat tentang sebuah kelompok, menggambarkan sebuah proses atau hubungan, menggunakan informasi dasar dari suatu hubungan teknik dengan definisi tentang penelitian ini dan berusaha menggambarkan secara lengkap alih teknologi dalam kegiatan investasi di Indonesia.

30 Salim dan Budi Sutrisno, op.cit, hlm. 377

31 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum , (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm.105

(22)

Skripsi ini merupakan penelitian hukum yang normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian berupa inventarisasi perundang-undangan yang berlaku, berupaya mencari asas-asas atau dasar falsafah dari perundang-undangan tersebut atau penelitian yang berupa usaha penemuan hukum yang sesuai dengan suatu kasus tertentu.32

Penelitian hukum normatif pada skripsi ini didasarkan pada bahan hukum sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan analisa hukum ekonomi, serta pendelegasian wewenang antara pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, serta proses pelaksanaannya berdasarkan UU Penanaman Modal.

Metode pendekatan yuridis normatif dimaksudkan untuk menjelaskan dan memahami makna dan legalitas peraturan perundang-undangan33 yang mengatur tentang alih teknologi dalam kegiatan investasi di Indonesia.

2. Sumber Data

Data penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi serta pemikiran konseptual, baik berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.34 Data sekunder yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari :

1) Bahan hukum primer, terdiri dari bahan hukum dan ketentuan-ketentuan hukum positif termasuk peraturan perundang-undangan;

32Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 12.

33 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2003), hlm.16.

34Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Surabaya:

Bayumedia, 2006), hlm.192.

(23)

Adapun bahan hukum primer dalam penelitian skripisi ini adalah Penanaman Modal.

2) Bahan hukum sekunder atau sering dinamakan secondary data yang antara lain :

a) Kepustakaan/buku literatur yang berhubungan dengan alih teknologi dalam kegiatan investasi di Indonesia.

b) Data tertulis yang lain berupa karya ilmiah para sarjana.

c) Referensi-referensi yang relevan dengan alih teknologi dalam kegiatan investasi di Indonesia.

3) Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, Kamus umum dan lain sebagainya.

Bahan-bahan hukum sebagai kajian normatif sebagian besar dapat diperoleh melalui penelusuran terhadap berbagai dokumen hukum.35

3. Alat Pengumpul Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu studi pustaka dengan cara identifikasi isi. Alat pengumpulan data dengan mengindentifikasi isi dari data sekunder diperoleh dengan cara membaca, mengkaji, dan mempelajari bahan pustaka baik berupa peraturan perundang-undangan, artikel dari internet, makalah seminar nasional, jurnal, dokumen, dan data-data lain yang mempunyai kaitan dengan data penelitian ini.36

35 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum (Bandung: Mandar Maju, 2008), hlm. 98

36 Ibid., hlm. 100.

(24)

4. Analisis Data

Data yang dikumpulkan dapat dipertanggungjawabkan dan dapat menghasilkan jawaban yang tepat dari suatu permasalahan, maka perlu suatu teknik analisa data yang tepat. Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan.37

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini menggunakan pola pikir/logika induktif, yaitu pola pikir untuk menarik kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.38 Pengolahan dan analisis data bergantung pada jenis datanya. Pada penelitian hukum berjenis normatif, maka dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier tidak dapat lepas dari berbagai penafsiran hukum yang dikenal dalam ilmu hukum.39

F. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan, dengan sub bab terdiri dari, yaitu Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian Penelitian, Tinjauan Kepustakaan, Sistematika Penulisan.

Bab II : Rezim Hukum Penanaman Modal Di Indonesia meliputi : Sejarah Penanaman Modal di Indonesia, Tujuan dan Manfaat Kegiatan Penanaman Modal Asing dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia, Kebijakan Umum Penanaman Modal Asing di Indonesia, Faktor-

37 Bambang Sunggono, op.cit, hlm.18

38 Ibid., hlm. 21.

39 Ibid., hlm. 22.

(25)

Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Penanaman Modal Asing, Pengaturan Kegiatan Penanaman Modal Asing.

Bab III : Alih Teknologi Kegiatan Penanaman Modal Asing meliputi : Alih Teknologi dalam Rangka Pengembangan Perindustrian Di Indonesia, Hambatan dalam Alih Teknologi dalam Penanaman Modal Asing, Akibat Hukum Alih Teknologi dalam Kegiatan Penanaman Modal Asing, Keharusan Alih Teknologi dalam Penanaman Modal Asing di Indonesia.

BAB IV : Aspek Hukum Alih Teknologi Dalam Kegiatan Penanaman Modal Asing Di Indonesia meliputi : Mekanisme Pengalihan Teknologi dalam Penanaman Modal Asing, Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Alih Teknologi Penanaman Modal Asing, Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Asing di Indonesia..

BAB V : Kesimpulan dan saran terhadap hasil analisa dari bab-bab sebelumnya.

(26)

BAB II

REZIM HUKUM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA

A. Sejarah Penanaman Modal di Indonesia

Pembicaraan tentang sejarah perkembangan penanaman modal tidak lepas dari pembicaraan tentang gelombang atau periodisasi penanaman modal, yaitu periode kolonialisme kuno, dan pasca-kemerdekaan. Periode kolonialisme kuno dimulai pada abad ke-17 dan abad ke-18. Melalui kebijaksanaan pemerintah Hindia-Belanda yang memperkenankan masuknya modal asing dari Eropa untuk menanamkan modalnya dalam bidang pertambangan.40

Di samping itu, pemerintah Belanda juga mulai membuka tanah-tanah pertanian di Indonesia dengan mengeluarkan aturan pertanahan yang dikenal dengan “Agrarische Wet” pada tahun 1870.41 Dengan adanya peraturana ini, maka penanaman modal asing yang khususnya datang dari swasta Eropa dan mempunyai hubungan dekat dengan pemerintah Belanda diizinkan untuk melakukan usahanya di Indonesia, namun masih terbatas pada daerah-daerah pertanian tertentu yang tidak diusahakan oleh pemerintah Belanda untuk usaha perkebunan dengan pengawasan yang sangat ketat oleh pemerintah daerah jajahan. Sedangkan bidang usaha lain seperti pertambangan, perdagangan, dan sebagainya tetap dikuasai dan dijalankan oleh pemerintah Belanda.42

Berbagai perkembangan terjadi dengan variasi yang berbeda lewat masuknya penanaman modal asing swasta Eropa ke Hindia-Belanda diantaranya

40 Jochen Roppke, Perkembangan Ekonomi dan Perilaku Kegiatan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2006), hlm. 157

41 Ibid., hlm. 159.

42 Ibid., hlm. 160.

(27)

terjadi kenaikan produksi hasil bumi, adanya kewenangan bertindak bagi buruh untuk mendapatkan penghasilan meskipun kecil karena bekarja sebagai buruh upahan di perkebunan swasta asing. Hal itu berbanding terbalik dengan perkebunan yang dikelola oleh pemerintah kolonial Belanda dimana kondisi kerja buruh sangat memprihatinkan. Para buruh dipandang sebagai hewan kerja yang malas, lamban, dan pembohong.43

Pesatnya penanaman modal asing yang dilakukan oleh swasta Eropa di Hindia-Belanda menunjukan bahwa perekonomian Hindia-Belanda sudah mulai diperkenalkan dengan modal asing, oleh Boeke dalam buku Economics and Economic policy of Dual Societies disebut sebagai ekonomi yang bersifat dualistis.44

Pada periode pasca kemerdekaan secara yuridis Indonesia telah memulai babak baru dalam mengelola secara mandiri perekonomian negara guna melaksanakan pembangunan nasional, meskipun penanaman modal tetap mengalami kemandekan karena penjajahan Belanda dan lebih parah lagi pada masa penjajahan Jepang.45 Bahkan selama 17 tahun berikutnya Indonesia hanya menjadi negara pengimpor barang modal dan teknologi, tidak satupun dalam bentuk penanaman modal asing secara langsung.46 Sampai dengan tahun 1949 setelah Indonesia mendapatkan pengakuan kedaulatan dari Belanda, keadaan penanaman modal terutama asing yang masuk ke Indonesia masih tetap

43 Yahya A. Muhaimin, Bisnis dan Politik, (Jakarta: LP3ES, 2000), hlm. 56

44 Ibid., hlm.57.

45 Ibid., hlm.58.

46 Jochen Roppke, op.cit., hlm. 171.

(28)

mengalami kemandekan dan hanya penanaman modal asing warisan pemerintah Belanda saja yang sudah mulai kembali beroperasi.47

Pada tahun 1953 pemerintah menyusun suatu rencana Undang-Undang Penanaman Modal Asing (PMA) yang dirancang untuk berbagai persyaratan minimum sambil mendorong penanaman modal asing pada beberapa bidang usaha tertentu. Oleh Pauw dikemukakan bahwa undang-undang tersebut tidak banyak memberikan kemudahan, membatasi para penanam modal asing untuk bergerak pada beberapa bidang usaha tertentu diantaranya jasa pelayanan umum dan pertambangan, namun menguntungkan penanam modal dalam negeri pada beberapa bidang usaha yang biasanya dijalankan oleh orang Indonesia.48

Belum cukup dua tahun setelah berlakunya undang-undang tersebut, prospek masuknya penanaman modal asing dengan dibentuknya undang-undang tersebut menjadi sirna setelah pemerintah melakukan nasionalisasi perusahaan- perusahaan Belanda pada Desember tahun 1957. Sudah dapat diduga setelah tahun 1957 industri mengami stagnan seperti halnya seluruh sektor perekonomian nasional.49

2. Tujuan dan Manfaat Kegiatan Penanaman Modal dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia

Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui perbaikan koordinasi antara instansi Pemerintah Pusat dan

47 Yahya A. Muhaimin, op.cit., hlm. 60

48 Ibid., hlm.67.

49 Sentosa Sembiring, op.cit., hlm. 43.

(29)

Pemerintah Daerah, penciptaan birokrasi yang efesien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan perbaikan berbagai faktor penunjang tersebut, diharapkan realisasi penanaman modal akan membaik secara signifikan.

Tujuan penyelenggaraan penanaman modal tersebut hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain dengan perbaikan koordinasi antarinstansi pemerintah pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha.50

Menurut Yusnan, UU Penanaman Modal bertujuan untuk beberapa hal diantaranya :51

A. Sebagai bentuk kepastian terhadap berbagai ketidakpastian yang terkait dengan kegiatan investasi;

B. Untuk memperbaiki image investasi dalam negeri sehingga menjadikan Indonesia tidak hanya menjadi pasar bagi produk-produk asing tetapi tempat yang layak untuk melakukan investasi dan setidak-tidaknya dengan diterbitkannya Undang-undang ini terlihat ada respon positif yang ditunjukkan dari angka statistik persetujuan investasi dan realisasi investasi

50 Dhaniswara. K Harjono, Hukum Penanaman Modal: Tinjauan Terhadap Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Jakarta:Raja Grafindo Persada,2007), hlm 107

51 Sentosa Sembiring, op.cit., hlm 130

(30)

Menurut Pasal 3 ayat (2) UU Penanaman Modal bahwa tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara lain untuk:

a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;

b. Menciptakan lapangan kerja;

c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;

d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;

e. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional;

f. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;

g. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan

h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Penanaman modal berkembang sejalan dengan kebutuhan suatu negara dalam melaksanakan pembangunan nasional guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakatnya. Kegiatan penanaman modal juga terjadi sebagai konsekuensi berkembangnya kegiatan di bidang ekonomi dan perdagangan.

Upaya pembangunan ekonomi mensyaratkan adanya rangkaian investasi yang dilaksanakan secara bertahap. Pada setiap tahapnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat serta meletakan landasan yang kuat bagi pembangunan tahap berikutnya. Sebagaimana diungkapkan oleh N. Rosyidah Rakhmawati bahwa penanaman modal memiliki arti penting bagi pembangunan ekonomi yang pada dasarnya adalah untuk meningkatkan perekonomian nasional, yaitu untuk meningkatkan kesempatan kerja, meraih teknologi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.52

Berkaitan dengan tujuan penanaman modal Sumantoro menyatakan bahwa penanaman modal mempunyai peranan dan sumbangan penting dalam pembangunan. Pembangunan tersebut direncanakan oleh pemerintah yang di

52 N. Rosyidah Rakhmawati, op.cit., hlm 8

(31)

dalamnya juga diarahkan agar penanaman modal mempunyai peranan dalam pembangunan. Kegiatan penanaman modal diharapkan tidak berorientasi kepada motif mendapat keuntungan saja, melainkan juga diarahkan kepada pemenuhan tugas pembangunan pada umumnya. Jadi selayaknyalah penanaman modal diarakan pada serangkaian pengaturan oleh pemerintah untuk berperan serta dalam mencapai tujuan-tujuan pembangunan menurut prioritas yang tercantum dalam setiap rencana pembangunan, yang meliputi :53

3. Peningkatan produksi nasional/penggalian potensi-potensi ekonomi;

4. Penciptaan lapangan kerja;

5. Peningkatan peralatan hasil-hasil pembangunan/partisipasi masyarakat dalam pembangunan/kegiatan ekonomi dan pemerataan kegiatan pembangunan ke daerah.

Kemudian dari segi manfaat, ada dua keuntungan mengenai terselenggaranya penanaman modal bagi Indonesia yaitu :54

1. Meningkatnya pendapatan riil yang tercermin dari pada peningkatan upah gaji konsumen atau peningkatan penerimaan pemerintah.

2. Adanya manfaat-manfaat tidak langsung seperti diperkenalkannnya teknologi dan pengetahuan baru.

Hadirnya Investor dalam kegiatan penanaman modal di suatu negara diharapkan dapat membawa manfaat bagi pembangunan ekonomi di suatu negara, baik penanaman modal yang dilakukan oleh investor asing maupun investor dalam negeri. Namun beberapa literatur mencatat bahwa manfaat penanaman

53 Sumartono, Hukum Ekonomi, (Jakarta : UI Press, 2006), hlm 111

54 Nirwono, Ilmu Ekonomi untuk Kontek Indonesia, (Jakarta : LP3ES, 2001), hlm. 706

(32)

modal asing selalu menjadi pembahasan utama mengingat bahwa kegiatan penanaman modal asing berkaitan dengan masuknya modal asing ke dalam negeri.

Menurut Gunarto Suhardi, “Investasi langsung lebih baik jika dibandingkan dengan investasi portofolio karena investasi langsung lebih permanen.” Selain itu manfaat investasi langsung adalah sebagai berikut :55

1. Memberikan kesempatan kerja bagi penduduk 2. Mempunyai kekuatan penggandaan ekonomi lokal.

3. Memberikan residu baik berupa peralatan maupun alih teknologi.

4. Bila di produksi diekspor memberikan jalan atau jalur pemasaran yang dapat dirunut oleh pengusaha local di samping seketika memberikan tambahan devisa dan pajak bagi negara.

5. Lebih tahan terhadap fluktuasi bunga dan valuta asing.

6. Memberikan perlindungan politik dan keamanan wilayah karena baik investor berasal dari negara kuat niscaya bantuan keamanan juga akan diberikan.

Manfaat penanaman modal asing juga dikemukakan secara sistematis oleh William A. Fennel yang meliputi :56

1. Memberi modal kerja;

2. Mendatangkan keahlian, manajerial, ilmu pengetahuan, modal dan koneksi pasar;

3. Meningkatkan pendapatan uang asing melalui aktivitas ekspor oleh perusahaan multinasional (multinational enterprise atau MNE);

4. Penanaman modal asing tidak melahirkan utang baru;

55 Sentosa Sembiring, op.cit., hlm 8

56 Salim HS dan Budi Sutrisno, op.cit., hlm 87

(33)

5. Negara penerima tidak merisaukan atau menghadapi resiko ketika PMA yang masuk ke negerinya, ternyata tidak mendapatkan untung dari modal yang diterimanya;

6. Membantu upaya-upaya pembangunan kepada perekonomian negara- negara penerima;

6. Kebijakan Umum Penanaman Modal Asing di Indonesia Penandatanganan aturan main tentang perdagangan internasional oleh 117 negara, di antaranya Indonesiayang dikenal dengan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) menandai proses liberalisasi pasar ekonomi dunia yakni dengan pembebasan pasar akan menaikkan produktivitas produsen sehingga dapat menciptakan kemakmuran masyarakat. Hal tersebut telah mendorong lalu lintas perdagangan dunia yang tidak lagi mengenal batas-batas teritorial dan politik.

Pemilik modal dapat menanamkan modalnya di wilayah yang memberikan keuntungan kompetitif. Kondisi tersebut menuntut berbagai negara untuk membuka wilayahnya dengan tujuan memperlancar lalu lintas perdagangan dan modal dengan melakukan deregulasi berbagai aturan yang berpotensi menghambat masuknya arus barang dan modal serta pasar bebas (free market).57

Hal tersebut juga yang membuat pemerintah menetapkan UU Penanaman Modal yang di antaranya mengatur dengan jelas tentang Kebijakan dasar penanaman modal yaitu dalam Pasal 4 UU Penanaman Modal yang menyatakan bahwa :

57 Pheni Chalid, Keuangan Daerah, Investasi, dan Desentralisasi Tantangan dan Hambatan, (Jakarta : Mitra, 2005), hlm. 69-70

(34)

(1) Pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk:

a. Mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional; dan

b. Mempercepat peningkatan penanaman modal.

(2) Dalam menetapkan kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah:

a. Memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional;

b. Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

c. Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.

(3) Kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diwujudkan dalam bentuk Rencana Umum Penanaman Modal

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, yang menjadi alasan utama pemerintah dalam menetapkan kebijakan penanaman modal sesuai dengan yang telah diatur di dalam UU Penanaman Modal lebih beralasan kepada ketahanan dan pembangunan perekonomian nasional yakni untuk mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal dalam penguatan daya saing perekonomian nasional dan mempercepat peningkatan penanaman modal.58

Pemerintah dalam menetapkan kebijakan dasar harus memperhatikan beberapa prinsip, yaitu:59

1. Memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional, bahwa pemerintah tidak membedakan perlakuan terhadap penanam modal

58 Aminuddin Ilmar, Hukum Penamaman Modal Di Indonesia, (Jakarta : Kencana, Jakarta, 2005), hlm. 29.

59 I.G Ray Wijaya. Penanaman Modal. Pedoman Prosedur Mendirikan dan Menjalankan Perusahaan dalam Rangka PMA dan PMDN. (Jakarta: Pradnya paramita, 2000), hlm.44.

(35)

yang telah menanamkan modalnya di Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;

2. Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

3. Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi..

Mewujudkan hal tersebut, berdasarkan Pasal 27 UU Penanaman Modal, pemerintah mengoordinasi kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antarinstansi pemerintah, antara instansi pemerintah dengan Bank Indonesia antara instansi pemerintah dengan pemerintah daerah yang dilakukan oleh (BKPM).60 Pemerintah melakukan koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 UU Penanaman Modal bahwa :

(1) Pemerintah mengoordinasi kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antarinstansi Pemerintah, antarinstansi Pemerintah dengan Bank Indonesia, antarinstansi Pemerintah dengan pemerintah daerah, maupun antarpemerintah daerah.

(2) Koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal.

(3) Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh seorang kepala dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

(4) Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Pertimbangan ditunjuknya BKPM sebagai satu-satunya instansi pemerintah yang menangani kegiatan penanaman modal dalam rangka PMA dan

60 Indonesia, (Penanaman Modal), op.cit, 9 Pasal 27 hingga Pasal 29.

(36)

PMDN adalah dalam rangka meningkatkan efektivitas dalam menarik investor untuk melakukan investasi di Indonesia, selama ini pelaksanaan investasi memerlukan waktu yang panjang dan biaya yang besar. Oleh karena itu, dengan adanya pelayanan pada satu atap atau BKPM, diharapkan nantinya pelayanan terhadap investor akan menjadi lebih cepat dibandingkan pelaksanaan sebelumnya.61

Dalam melaksanakan koordinasi dengan Pemerintah Daerah, tentunya Pemerintahan Daerah harus mempunyai kebijakan dalam pelaksanaan penanaman modal. Kebijakan tersebut dilaksanakan pemerintah dengan cara memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional. Mencermati posisi daerah yang berhadapan dengan perkembangan pasar bebas yang tidak dapat dihindari, maka pemerintah juga telah membuat kebijakan sampai ke tingkat pemerintah daerah dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang di dalamnya juga diatur tentang wewenangnya dalam hubungan investasi.62

Keberadaan lembaga yang mengoordinasikan penanaman investasi di Indonesia mempunyai peranan yang sangat strategis karena dengan adanya lembaga tersebut akan menentukan tinggi rendahnya investasi yang diinvestasikan oleh investor, baik investasi asing maupun domestic, semakin baik pelayanan yang diberikan kepada investor, akan semakin banyak investor yang tertarik menanamkan investasinya di Indonesia.63

61 Hulman Panjaitan, Hukum Pananaman Modal Asing. (Jakarta : Indhill.Co, 2007), hlm.

81

62 Salim HS dan Budi Sutrisno, op.cit., hlm 228

63 55Ibid., hlm 227

(37)

Tugas dan fungsi BKPM ditentukan dalam Pasal 28 UU Penanaman Modal, yaitu:64

1. Melaksanakan tugas dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman modal;

2. Mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal;

3. Menetapkan norma, standard dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman modal;

4. Mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dengan memberdayakan badan usaha;

5. Menyusun peta penanaman modal Indonesia;

6. Mempromosikan penanaman modal;

7. Mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinanaan penanaman modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman modal;

8. Membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi penanam modal dalam menjalankan kegiatan penanaman modal;

9. Mengoordinasikan penanam modal dalam negeri yang menjalankan kegiatan penanaman modalnya diatur di luar wilayah Indonesia;

10. Mengoordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu; dan

64 Indonesia (Penanaman Modal), Undang-Undang Tentang Penanaman Modal, UU No.

25/2007 LN Tahun 2007 Nomor 67. Pasal 28 .

(38)

11. Melaksanakan pelayanan penanaman modal berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Sebagai tindak lanjut dari amanat UU Penanaman Modal tersebut, kepada Kepala BKPM diberikan wewenang untuk mengeluarkan berbagai peraturan dalam rangka mewujudkan iklim investasi yang kondusif sebagai bentuk penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu demi meningkatkan perekonomian di sector penanaman modal Indonesia, adapun beberapa Peraturan Kepala BKPM, antara lain:65

1. Peraturan Kepala BKPM Nomor 9 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pusat di Badan Koordinasi Penanaman Modal

2. Peraturan Kepala BKPM Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal

3. Peraturan Kepala BKPM Nomor 15 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan Penanaman Modal

4. Peraturan Kepala BKPM Nomor 16 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Fasilitas Penanaman Modal

5. Peraturan Kepala BKPM Nomor 17 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal

6. Peraturan Kepala BKPM Nomor 18 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala BKPM Nomor 8 Tahun 2015 tentang Tata Cara Permohonan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang Usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu;

65 Iman Sjahputra Tunggal, Peraturan Perundang-Undangan Penanaman Modal di Indonesia, (Jakarta : Harvindo, 2009), hlm. 18.

(39)

7. Peraturan Kepala BKPM Nomor 19 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2015 tentang Tata Cara Permohonan pemberian fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan, dan peraturan lainnya.

Apabila berbicara tentang kebijakan penanaman modal di Indonesia, tentu sangat erat kaitannya dengan bidang usaha yang tertutup dan tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal. Hal ini terjadi karena pada umumnya host country membatasi dan memberikan syarat terhadap suatu bidang usaha yang bisa ditanami modal asing yang disebut sebagai daftar negatif investasi (negative list), adapun bentuk pembatasan ini dapat berupa:66

1. Tertutup sama sekali untuk kegiatan investasi asing;

2. Terbuka dengan syarat joint enterprise (pembatasan komposisi pemilikan saham);

3. Terbuka dengan syarat khusus (kemitraan, syarat ketenagakerjaan, dan sebagainya).

Adapun prinsip-prinsip dasar yang digunakan dalam penentuan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Peryaratan Penyusunan Bidang Usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal adalah penyederhanaan, kepatuhan terhadap perjanjian atau komitmen internasional, transparansi, kepastian hukum, kesatuan wilayah Indonesia sebagai pasar tunggal.

66 Mahmul Siregar, Pengantar Hukum Investasi (Penanaman Modal), bahan Ajar Hukum Penanaman Modal, (Medan : Fakultas Hukum USU, 2009), hlm. 17

(40)

Pasal 12 ayat (3) UU Penanaman Modal mengatur bahwa Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya. Kriteria yang populer dengan sebutan K3LM berdasarkan Pasal 8 Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007, dirincikan sebagai berikut:

1. Memelihara tatanan hidup masyarakat;

2. Melindungi keaneka ragaman hayati;

3. Menjaga keseimbangan ekosistem;

4. Memelihara kelestarian hutan alam;

5. Mengawasi penggunaan Bahan Berbahaya Beracun (B3);

6. Menghindari pemalsuan dan mengawasi peredaran barang dan/atau jasa yang tidak direncanakan;

7. Menjaga kedaulatan negara; atau

8. Menjaga dan memelihara sumber daya terbatas.

Penetapan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, seta kerjasama dengan badan usaha yang ditunjuk pemerintah. Pasal 12 Perpres No. 76 tahun 2007 menegaskan bahwa bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan terdiri dari:

(41)

1. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan perlindungan dan pengembangan terhadap UMKMK yang hanya dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan kewajaran dan kelayakan ekonomi untuk melindungi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi (UMKM-K).

2. Bidang usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan terdiri atas bidang usaha yang tidak dicadangkan dan bidang usaha yang tidak dicadangkan dengan pertimbangan kelayakan bisnis.

3. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan kepemilikan modal untuk memberikan batasan kepemilikan bagi penanam modal asing.

4. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan lokasi tertentu untuk memberikan pembatasan wilayah administratif penanaman modal.

5. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan perizinan khusus dapat berupa apat berupa rekomendasi dari instansi/lembaga pemerintah atau non pemerintah yang memiliki kewenangan pengawasan terhadap suatu bidang usaha termasuk merujuk ketentuan peraturan perundangan yang menetapkan monopoli atau harus bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Negara, dalam bidang usaha tersebut.

Walaupun peraturan presiden telah menentukan pedoman penetapan kriteria bidang-bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan, namun penentuan bidang usaha untuk penanaman modal asing bersifat dinamis karena setiap waktu dapat berubah yang disesuaikan dengan kondisi bangsa dan negara.67

Ketentuan mengenai bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan penanaman modal saat ini diatur berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun

67 Salim HS dan Budi Sutrisno, op.cit, hlm 177

(42)

2014 tentang Daftar bidang usaha tertutup dan bidang usaha terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal yang sebelumnya diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010. Adapun pertimbangan berubahnya ketentuan tersebut adalah upaya penyesuaian dalam rangka pelaksanaan komitmen Indonesia dalam kerangka ASEAN melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN.68

7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Penanaman Modal Asing

Berbagai studi tentang penanaman modal asing menunjukkan bahwa motif suatu perusahaan menanamkan modalnya di suatu negara adalah mencari keuntungan.69 Berbagai literatur dikemukakan, bahwa ada berbagai faktor yang mempengaruhi investor asing ingin menanamkan modalnya di suatu negara. Para ahli pada umumnya berpendapat selain faktor biaya produksi di negaranya cukup mahal, juga ingin memperluas jaringan usaha. Menurut Sujud Margono, motif suatu perusahaan menanamkan modalnya di suatu negara didorong oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut dapat dibedakan ke dalam 2 (dua) kelompok yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor internal :

b. Prosedur penanaman modal

Umumnya para investor mengeluhkan prosedur penanaman modal yang tidak sederhana bahkan dianggap terbelit-belit atau terlalu birokratis.

Dengan adanya otonomi daerah yang jika tidak dilaksanakan sesuai

68 Iman Sjahputra Tunggal, Op.Cit., hlm 38.

69 Erman Rajagukguk, Hukum Investasi di Indonesia (Jakarta:UI Press, 2005), hlm 1

(43)

dengan konsep dasar pembentukannya akan menjadikan birokrasi menjadi semakin panjang tidak tercipta birokrasi yang mudah melalui one gate service atau stop service.70

c. Kondisi politik dan keamanan

Kondisi politik dan keamanan yang tidak menentu menimbulkan rasa khawatir pada diri investor. Hal ini dapat dimaklumi karena mereka membutuhkan jaminan keamanan terhadap modal dan jiwa mereka.

d. Kualitas kemampuan tenaga kerja

Faktor tenaga kerja menjadi salah satu pertimbangan penting karena tenaga kerja sangat terkait dengan kualitas produksi. Tenaga kerja Indonesia saat ini masih kurang memadai apabila dilihat dari segi kualitas/kemampuannya. Begitu pula dengan upah buruh, etos kerja, perilaku dan budaya para tenaga kerja.

e. Aspek perlindungan hukum dan kepastian hukum

UU Penanaman Modal, baik itu PMA maupun PMDN dirasa belum menjamin perlindungan dan kepastian hukum bagi para investor dengan baik. Hal ini terjadi karena sering berganti-ganti peraturan dan kurang sinkronnya satu aturan dengan aturan yang lainnya.

f. Hak kepemilikan tanah

Hak kepemilikan tanah ini pada umumnya sangat sulit diperoleh investor asing yang akan menanamkan modalnya di Indonesia. Adanya ketentuan tersebut karena terdapat kekhawatiran apabila investor asing diberikan hak

70 Ibid., hlm.9.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi kemudahan sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis ini yang berjudul “ ANALISIS HUKUM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

Agar sasaran tersebut dapat tercapai maka program yang diambil adalah melengkapi sarana dan prasarana di setiap obyek tempat rekreasi dan olahraga, sosialisasi yang intensif

Permasalah dari Tesis ini adalah” Analisis Hukum Terhadap Dakwaan Tindak Pidana Korupsi Oleh Jaksa Penuntut Umum (Studi Putusan Mahkamah Agung No.2642 K/Pid/2006)”, antara

1) Penerima kuasa asuransi jiwa syariah mengisi daftar pertanyaan pada Formulir klaim meninggal dunia/kematian dan surat keterangan dokter dengan benar sesuai dengan

Pemilihan forum arbitrase (choice of forum) dan hukum yang berlaku (choice of law). Para pihak bebas untuk menentukan sendiri pemilihan forum arbitrase dalam

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas serta sesuai dengan judul skripsi ini, yaitu: “Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Penggunaan Dan Pertanggungjawaban

Upaya yang dilakukan dengan adanya penerbitan bilyet giro kosong adalah dengan mengajukan kepada Bank Indonesia agar penerbit nasabah biro yang bersangkutan dimasukkan

Penelitian yang dilakukan dalam disertasi ini dimaksudkan untuk mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan penerapan prinsip kehati-hatian (prudential) dan didukung oleh