• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM ATAS PENGGUNA PERTAMA DALAM PENDAFTARAN MEREK DI INDONESIA

(Studi Putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor 03/Pdt.Sus- Merek/2015/PN.Niaga Medan)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

STEVEN SAMUEL MARPAUNG NIM : 120200060

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 2 0

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Rasa syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan penyertaannya, sehingga penulis dapat diberi kekuatan dan kemampuan untuk menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas juga agar memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun Judul skripsi ini adalah “ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM ATAS PENGGUNA PERTAMA DALAM PENDAFTARAN MEREK DI INDONESIA (Studi Putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor 03/Pdt.Sus-Merek/2015/PN.Niaga Medan)”. Skripsi ini akan membahas tentang pendaftaran merek di Indonesia khususnya mengenai perlindungan hukum yang akan didapatkan oleh pengguna pertama hak atas merek di Indonesia.

Penulis sadar akan banyaknya kekurangan pada saat skripsi ini disusun, sehingga masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis supaya menjadi perbaikan dikemudian hari.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan doa, semangat, dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini terutama Ibu, Kakak dan Abang. Penulis juga berterimakasih kepada pihak-pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung selama penulis menempuh perkuliahan khususnya kepada:

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Saidin, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum, selaku Wakil dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum, selaku wakil dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(4)

5. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.,M.H., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan memberikan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan;;

6. Ibu Tri Murti Lubis, SH.,M.H., selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Ibu Dr. Detania Sukarja, SH.,LLM selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan memberikan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan;

8. Seluruh Dosen dan Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selama ini telah banyak membimbing dan membantu penulis;

9. Teman-teman terdekat yang Penulis yang merupakan tempat untuk berbagi suka dan duka.

Medan, 15 September 2020 Penulis,

Steven Samuel Marpaung NIM 120200060

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAK ... v

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian ... 10

F. Tinjauan Pustaka ... 10

G. Metode Penelitian ... 15

H. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II : PERLINDUNGAN TERHADAP SUATU MEREK DALAM HAL TERJADI PENDAFTARAN SECARA ITIKAD TIDAK BAIK ... 20

A. Pendaftaran Merek dengan Itikad Baik dan Itikad Tidak Baik ... 20

B. Beberapa Kasus Pelanggaran Hukum Terhadap Hak Merek... 50

C. Implikasi Hukum Pendaftaran Merek Suatu Merek yang Didaftarkan dengan Itikad Tidak Baik ... 58

(6)

BAB III : PENYELESAIAN SENGKETA MEREK DENGAN KONDISI TERDAFTARNYA DUA MEREK YANG SAMA DALAM KELAS YANG SAMA DI

DIREKTORAT JENDERAL HKI MENURUT UU

MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS ... 71

A. Lembaga yang Menyelesaikan Sengketa Merek ... 71

B. Upaya-Upaya dalam Penyelesaian Sengketa Merek ... 83

C. Ketentuan Hukum Tentang Penyelesaian Sengketa Merek dalam Hal Terjadinya Pendaftaran 2 (Dua) Merek yang Sama dalam Kelas yang Sama ... 86

BAB IV : AKIBAT HUKUM LAHIRNYA PUTUSAN PENGADILAN NIAGA MEDAN NOMOR 03/PDT. SUS-MEREK/2015/PN.NIAGA MEDAN ... 96

A. Dasar dan Pertimbangan Majelis Hakim dalam Memberikan Putusan Pada Sengketa Perdata Khusus Hak Kekayaan Intelektual ... 96

B. Akibat Hukum Lahirnya Putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor : 03/Pdt.Sus-Merek/2015/PN.Niaga Medan ... 102

C. Pertimbangan Hakim Tentang Perlindungan Hukum Atas Pengguna Pertama dalam Pendaftaran Merek dalam Putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor 03/Pdt.Sus- Merek/2015/PN.Niaga Medan ... 107

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 114

A. Kesimpulan ... 114

B. Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA……….. 117

(7)

ABSTRAK

Merek merupakan salah satu komponen hak kekayaan intelektual yang perlu mendapat perhatian khusus. Pelanggaran atau perilaku menyimpang dibidang merek akan selalu terjadi. Hal ini berkaitan dengan perilaku bisnis yang curang yang menghendaki persaingan (competitive) dan berorientasi keuntungan (profit oriented), sehingga membuka potensi aktivitas bisnis yang curang atau melanggar hukum, dan motivasi seseorang melakukan pelanggaran merek terutama adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan di dalam praktek bisnisnya..

Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar pemecahan permasalahan yang dikemukakan. Data yang dipergunakan adalah data sekunder dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian kepustakaan (Library Research) dan analisis data yang digunakan adalah data kualitatif.

Implikasi hukum pendaftaran suatu merek yang didaftarkan dengan iktikad tidak baik adalah tidak mendapatkan perlindungan hukum dan dibatalkan pendaftarannya serta dicoret dai Daftar Umum Merek (DUM) karena perbuatan tersebut dikualifikasikan mengandung itikad tidak baik (bad faith) dan persaingan tidak sehat (unfair competition). Pendaftaran merek oleh Badan Hukum harus didaftarkan oleh Direktur atau orang yang dikuasakan. Pendaftaran merek milik Badan Hukum tidak boleh didaftarkan atas nama pribadi walaupun yang menandatanggani permohonan pendaftaran merek adalah seorang direktur, ia mewakili badan hukumnya bukan atas nama pribadi. Syarat dan ketentuan untuk mendaftarkan sebuah merek atas nama badan hukum tidak sulit. Ketentuan hukum tentang penyelesaian sengketa merek dalam hal terjadinya pendaftaran 2 (dua) merek yang sama dalam kelas yang sama diselesaikan secara litigasi adalah penyelesaian melalui lembaga pengadilan. Penyelesaian sengketa secara litigasi diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis sedangkan penyelesaian sengketa secara non litigasi merupakan penyelesaian sengketa diluar pengadilan, seperti melalui alternatif penyelesaian sengketa ataupun arbitrase. Pertimbangan hakim tentang status pendaftaran merek dengan iktikad tidak baik dalam putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor 01/2013/Merek/PN. Niaga Medan adalah suatu merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Hal tersebut yang menjadi dasar Penggugat untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga Medan. Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya bahwa Tergugat (Ng Tek Seng) dikatakan beritikad tidak baik karena tidak mendaftarkan merek yang sudah ada sebelumnya sehingga merek tersebut harus dibatalkan dari Daftar Umum Merek.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Pendaftaran Merek, Itikad Tidak Baik

v

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia pada dasarnya adalah makhluk ciptaan yang unik karena dikaruniakan akal pengetahuan beserta pemikiran yang tak terbatas terhadap sesuatu hal di kehidupan ini. Hal tersebut pada era globalisasi sekarang sudah menjadi salah satu sumber daya yang berasal dari sebuah hasil pemikiran manusia yang bebas dan ekspresif yang dinamakan hak kekayaan intelektual (selanjutnya disebut HKI).1

HKI adalah hak yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia yang berupa temuan, karya, kreasi atau ciptaan di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Karya ini dihasilkan atas kemampuan intelektual melalui olah pikir, daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan tenaga, waktu dan biaya untuk menghasilkan sesuatu yang baru yang berguna untuk manusia.

Secara umum HKI terbagi dalam dua kategori yaitu: Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Hak Kekayaan Industri meliputi Paten, Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan Varietas Tanaman.2

Merek yang adalah salah satu bagian dari wujud karya intelektual memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan perdagangan dan investasi yang terjadi pada

1 Muhammad Djumhana dan R.Djubaedilah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori, dan Praktiknya di Indonesia), (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2011), hlm. 17.

2OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 16.

(9)

perkembangan globalisasi sekarang ini.3 Demikian pentingnya peranan merek ini, maka terhadapnya dilekatkan perlindungan hukum, yakni sebagai objek terhadapnya terkait hak-hak perseorangan atau badan hukum.

Merek adalah sesuatu yang sering dijumpai baik pada barang dagangan maupun jasa, atau dikenal sebagai merek dagang dan merek jasa. Sebagaimana yang diketahui bahwa merek adalah unsur penting yang melekat pada suatu barang maupun jasa, merek adalah suatu unsur dasar pembeda antara satu barang dengan barang lainnya. Merek itu merupakan identitas bagi suatu barang ataupun jasa.4 Produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal produksinya, kualitasnya, dan keterjaminan bahwa produk itu original adalah dengan adanya merek.

Fungsi merek tidak hanya sekadar untuk membedakan suatu produk dengan produk yang lain, melainkan juga berfungsi sebagai aset perusahaan yang tidak ternilai harganya, khususnya untuk merek-merek yang berpredikat terkenal (wellknown marks).5 Memperkenalkan produksi suatu perusahaan, merek mempunyai peranan yang sangat penting bagi pemilik suatu produk. Hal ini disebabkan oleh fungsi merek itu sendiri untuk membedakan suatu barang dan/atau jasa dengan barang dan/atau jasa lainnya yang mempunyai kriteria dalam kelas barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi oleh perusahaan yang berbeda.6

3 Adrian Sutedi, Hak atas Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 91- 92.

4 Dwi Sri Rezki Astriani, Penghapusan Merek Terdaftar, (Bandung: PT Alummi, 2009), hlm. 2

5 OK. Sadikin, op.cit, hlm. 359

6 Muhammad Djumhana dan, R. Djubaedillah, op.cit, hlm. 169

(10)

Menurut Abdul Kadir Muhammad, menyebutkan merek dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa mempunyai fungsi sebagai berikut: 7

1. Tanda pengenal untuk membedakan produk perusahaan yang satu dengan produk perusahaan yang lain (product identity). Fungsi ini juga menghubungkan barang atau jasa dengan produsennya sebagai jaminan reputasi hasil usahanya ketika diperdagangkan.

2. Sarana promosi dagang (mean of trade promotion). Promosi tersebut dilakukan melalui iklan produsen atau pengusaha yang memperdagangkan barang atau jasa.

3. Jaminan atas mutu barang atau jasa (quality guarantee). Hal ini tidak hanya menguntungkan produsen Pemilik Merek saja, melainkan juga sebagai perlindungan jaminan mutu barang atau jasa kepada konsumen.

4. Penunjuk asal barang atau jasa yang dihasilkan (source of origin).

Merek merupakan tanda pengenal atau jasa yang menghubungkan barang atau jasa dengan produsen.

Merek merupakan alat untuk membedakan barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu perusahaan dengan maksud unrak menunjukkan ciri dan asal usulnya (indication of origin) suatu barang atau jasa yang sekaligus juga menjadi pembeda bagi barang-barang dan jasa-jasa yang lain.8 Pemberian merek terhadap barang dan jasa ini akan mempengaruhi citra suatu perusahaan di mata

7 Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung: Citra Aditya, 2001), hlm.45

8 Achmadi Miru, Hukum Merek (Cara Mudah Mempelajari Undang-Undang Merek), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.152

(11)

para konsumen, atau dapat dikatakan akan menaikkan citra perusahaan.9 Pemberian merek ini juga akan memberikan kualitas (mutu) dari barang dan jasa tersebut serta mencegah terjadinya peniruan. Merek memberikan nilai atau kualitas dari barang dan jasa yang bersangkutan.Hal ini tidak hanya berguna bagi produsen pemilik merek tersebut, tetapi juga memberikan jaminan dan perlindungan mutu barang dan jasa kepada konsumen.10

Merek sebagai salah satu bentuk HKI telah digunakan ratusan tahun yang lalu dan mempunyai peran penting, karena merek merupakan salah satu upaya strategis untuk mempromosikan usaha kepada masyarakat luas. Merek menjadikan objek usaha dikenal dan mudah diingat dengan objek usaha lain baik yang sejenis atau berbeda sama sekali jenisnya.11 Produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnya serta keterjaminan bahwa produk itu asli (original), karena kadangkala yang membuat suatu barang atau jasa diminati oleh masyarakat bukanlah kualitas atau kepuasan menikmati barang atau jasa, tetapi pada nilai prestise yang dirasakan oleh pengguna merek tersebut.12 Peranan merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat dengan menjadi pembeda dari suatu produk yang dihasilkan oleh perusahaan.

9 Haris Munandar, Mengenal HaKI, Hak Cipta Paten dan Merek Serta Seluk Beluknya, (Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 52

10 Ibid, hlm.53

11 Darmadi Durianto, Sugiarto, dan Tony Sitinjak, Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas Perilaku Merek, (Jakarta: Gramedia Utama Pustaka, 2011), hlm. 22.

12 Endang Purwaningsih. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan Lisensi. (Bandung:

Mandar Madju, 2012), hlm. 49.

(12)

Menurut Tim Lindsey, sebuah merek dapat menjadi kekayaan yang sangat berharga secara komersial.13 Merek suatu perusahaan seringkali lebih bernilai dibanding aset riil perusahaan.14 Perusahaan dengan merek besar memiliki aset besar. Bagaimanapun juga merek adalah aset jangka panjang, dan perusahaaan dapat meraup keuntungan darinya selama bertahun-tahun, bagaikan seorang bintang film atau politisi yang hidup dari reputasi mereka bertahun-tahun lamanya.15

Perlindungan hukum atas suatu merek yang dimiliki oleh seseorang perlu diberikan oleh negara kepada pemiliknya yang sah secara tepat, karena hak atas merek memiliki potensi yang besar untuk menciptakan sengketa.16 Bagi pemilik merek yang telah terdaftar secara sah, jika terjadi pemalsuan terhadap mereknya dapat mengurangi pemasukan, karena volume penjualan menurun atau bilamana barang yang diproduksi si pemalsu merek tidak memadai kualitasnya, sehingga pada akhirnya nama baik dari merek itu yang akan tercemar, begitu juga konsumen akan kehilangan kepercayaan atas kualitas barang yang dibelinya.17

Prakteknya dalam kehidupan dunia usaha sehari-hari dalam rangka mencapai pemasaran bagi produk usaha tidak jarang terjadi perbuatan melanggar hukum dan persaingan tidak sehat seperti peniruan, pemalsuan atau pemakaian merek tanpa hak terhadap merek-merek tertentu dan perbuatan-perbuatan tidak jujur lainnya yang merupakan perbuatan melawan hukum yang dapat

13 Edy Damian, et all, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, (Bandung: PT Alumni, 2005), hlm. 131.

14 Ibid.

15 David Arnold, Pedoman Manajemen Merek, (Surabaya: PT Kentindo Soho,2006), hlm. 5.

16 OC. Kaligis, Teori dan Praktik Hukum Merek Indonesia, (Bandung: Alumni, 2008), hlm. 19.

17 Ibid. hlm. 20.

(13)

menimbulkan kerugian. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan terhadap hak merek terdaftar sebagai bentuk usaha persaingan yang tidak jujur (unfair competition) itu antara lain berupa praktek peniruan merek dagang, serta praktek atau tindakan-tindakan yang dapat merugikan dengan memakai merek tanpa hak terutama terhadap merek oleh produsen yang tidak bertanggung jawab.18

Masalah unfair competition ini berkaitan erat dengan unsur itikad tidak baik. Bertitik tolak dari Pasal 77 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dan Indikasi Geografis (selanjutnya disebut UU Merek dan Indikasi Geografis) dinyatakan pengajuan gugatan pembatalan tanpa batas waktu jika terdapat unsur iktikad tidak baik dan/atau Merek yang bersangkutan bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Menurut Gatot Supramono disebutkan pembatalan merek dilakukan : 19 1. Berdasarkan alasan bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban

umum

2. Berdasarkan alasan "itikad tidak baik " (bad faith).

Setiap orang tahu, itikad tidak baik (bad faith) merupakan lawan kata dari itikad baik (good faith). Secara umum, jangkauan pengertian itikad tidak baik, meliputi perbuatan "penipuan" (fraud). Termasuk juga rangkaian yang menyesatkan (misleading) orang lain. Meliputi juga tingkah laku yang mengabaikan kewajiban hukum untuk mendapat keuntungan. Atau bisa juga

18 Citra Citrawinda Priapanjta, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia, (Jakarta: Biro Oktroi Rooseno, 2000), hlm. 50

19 Gatot Supramono, Pendaftaran Merek Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001, (Jakarta: Djambatan, 2005), hlm. 64

(14)

diartikan melakukan perbuatan yang tidak dibenarkan secara sadar untuk mencapai suatu tujuan yang tidak jujur (dishonesthy purpose).20

Setiap perbuatan peniruan, reproduksi, mengkopi, membajak atau membonceng kemasyuran merek orang lain, dianggap perbuatan : 21

1. Pemalsuan (fraud)

2. Penyesatan (deception,misleading)

3. Memakai merek orang lain tanpa hak (unauthorized use).

Setiap perbuatan pemalsuan, penyesatan atau memakai merek orang lain tanpa hak, secara harmonisasi dalam perlindungan merek, dikualifikasi sebagai : 22

1. Persaingan curang (unfair competition)

2. Serta dinyatakan sebagai perbuatan mencari kekayaan secara tidak jujur (unjust enrichment).

Melindungi hak atas merek yang merupakan bagian dari hak atas kekayaan intelektual, Indonesia memiliki pengaturan tentang hak atas merek yaitu UU Merek dan Indikasi Geografis yang dibentuk dengan dasar pemikiran atau pertimbangan bahwa dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi- konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia dan juga yang merupakan konsekuensi masuknya Indonesia menjadi anggota konvensi internasional tentang TRIPS‟s, mengingat juga peranan merek saat ini menjadi sangat penting terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat dan berdasarkan hal tersebut

20 Agus Riswandi, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo, 2005), hlm. 19

21 Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual (Perlindungan dan Dimensi Hukum di Indonesia), (Bandung: Alumni, 2003), hlm. 67

22 Ibid, hlm. 71

(15)

diperlukan peraturan yang memadai tentang merek guna memberikan peningkatan layanan masyarakat.23

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam dan menuangkannya dalam suatu penelitian hukum mengenai perlindungan hukum dalam bidang merek menurut UU Merek dan Indikasi Geografis. Judul penulisan hukum ini adalah “Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Atas Pengguna Pertama Dalam Pendaftaran Merek Di Indonesia (Studi Putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor 03/Pdt.Sus-Merek/2015/PN.Niaga Medan)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian sebelumnya, penelitian skripsi ini akan membahas permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana perlindungan terhadap suatu merek dalam hal terjadi pendaftaran secara itikad tidak baik ?

2. Bagaimana penyelesaian sengketa merek dengan kondisi terdaftarnya dua merek yang sama dalam kelas yang sama di Direktorat Jenderal HKI Menurut UU Merek dan Indikasi Geografis ?

3. Bagaimana akibat hukum lahirnya putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor 03/Pdt.Sus-Merek/2015/PN.Niaga Medan ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah:

23 Ahmadi Miru, op.cit, hlm 4.

(16)

1. Untuk mengetahui perlindungan terhadap suatu merek dalam hal terjadi pendaftaran secara itikad tidak baik

2. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa merek dengan kondisi terdaftarnya dua merek yang sama dalam kelas yang sama di Direktorat Jenderal HKI Menurut UU Merek dan Indikasi Geografis.

3. Untuk mengetahui akibat hukum lahirnya putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor 03/Pdt.Sus-Merek/2015/PN.Niaga Medan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis, penulisan ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, khususnya ilmu hukum di bidang hukum perlindungan hukum atas pengguna pertama dalam pendaftaran merek di Indonesia.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih dan bahan masukan terhadap perkembangan hukum positif dan memberikan sumbangan pemikiran untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan Kementerian Hukum dan HAM dalam hal peningkatan pemeriksaan suatu merek yang hendak didaftarkan oleh pelaku usaha, serta dapat menjadi masukan bagi aparat penegak hukum dan bagi pencari keadilan dalam rangka menemukan kepastian hukum khususnya mengenai sengketa merek.

E. Keaslian Penelitian

(17)

Skripsi ini berjudul : Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Atas Pengguna Pertama Dalam Pendaftaran Merek Di Indonesia (Studi Putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor 03/Pdt.Sus-Merek/2015/PN.Niaga Medan) adalah judul yang belum pernah dibahas oleh pihak manapun dan belum pernah dipublikasikan di media manapun.

Penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan perlindungan hukum atas pengguna pertama dalam pendaftaran merek di Indonesia, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan maupun media cetak maupun elektronik dan disamping itu juga diadakan penelitian. Sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini dilakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan penelusuran perpustakaan dan hasil-hasil pembahasan skripsi yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan ternyata belum pernah dilakukan pembahasan skripsi yang berjudul di atas dan ini adalah murni hasil penelitian dan pemikiran penulis.

F. Tinjauan Pustaka

Menurut Pasal 1 angka 1 UU Merek dan Indikasi Geografis, bahwa merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut

(18)

untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diketahui bahwa merek tidak hanya berupa gambar-gambar saja namun juga berupa kata-kata dan angka-angka serta berupa susunan warna-warna saja atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut namun harus mempunyai daya pembeda dari yang lain dan harus digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Mengenai pengertian merek ini masih banyak orang berpendapat bahwa sebenarnya merek hanya berupa kata-kata atau gambar-gambar tertentu saja dan tidak boleh berupa gabungan atau kombinasi dari unsur-unsur yang ada, untuk hal ini sering didengar pendapat dari orang-orang awam (kurang mengerti) apa itu sebenarnya yang disebut dengan merek. 24

Pengertian hak merek menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis menyebutkan bahwa hak merek adalah : “Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada pihak lain untuk menggunakannya”.

Hak merek adalah hak khusus yang dimiliki oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum yang diberikan oleh negara kepada

24 Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2011), hlm. 16

(19)

pemilik merek tersebut sejak didaftarkannya merek tersebut di Direktur Jenderal HKI.25

Lahirnya hak merek adalah melalui pendaftaran merek yang bersangkutan pada Direktur Jenderal HKI. 26 Merek terdaftar mendapatkan perlindungan selama 10 (sepuluh) tahun dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan permintaan pendaftaran merek yang bersangkutan.27 Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dari pendaftaran merek tersebut adalah selain untuk syarat lahirnya hak merek, juga sebagai perlindungan hukum terhadap merek yang telah didaftarkan tersebut, hal ini dilakukan untuk melindungi pemilik merek tersebut dari kecurangan- kecurangan yang mungkin timbul di dalam dunia usaha akibat perlakuan dari pemilik merek yang tidak terdaftar secara jelas, dan untuk melindungi masyarakat pengguna barang dan jasa dari tindakan-tindakan curang tersebut dalam dunia perdagangan dan dunia usaha.

Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, tetapi dalam manifestasinya bisa berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagian yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan.28

Menurut Satjipto Raharjo hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang

25Budi Agus Riswandi dan M. Syamsuddin., Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, (Bandung: Alumni, 2003), hlm.131.

26Abdulkadir Muhammad, op.cit, hlm.77.

27 Budi Agus Riswandi dan M. Syamsuddin, Op.Cit,. hlm. 133.

28 Lili Rasjidi dan I. B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 79

(20)

demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang.29

Merek juga adalah merupakan bagian dari kegiatan perekonomian dunia usaha, maka untuk penyelesaian suatu sengketa mengenai merek diperlakukan badan peradilan merek yang lebih cocok dengan dunia usaha, yaitu Pengadilan Niaga sebagai bidang yang termasuk commercial courts agar penyelesaian dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat. Supaya ada juga hukum acara khusus untuk penyelesaian masalah sengketa merek ini. 30

Ketentuan yang diterangkan dalam perjanjian TRIP‟S (Trade Related Aspects of Intellectual property rights) sebagaimana disesuaikan dengan Undang- Undang Merek menyatakan : pemilik dari merek yang terdaftar akan mempunyai hak eksklusif untuk melarang pihak ketiga, yang tidak mempunyai persetujuan dari padanya, untuk memakai merek yang sama atau serupa untuk barang-barang atau jasa yang adalah sama atau menyerupai dengan barang-barang dan jasa-jasa untuk mana merek dagang bersangkutan telah didaftarkan31

Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang-barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Merek dagang harus dibedakan dari merek jasa, karena merek dagang hanya untuk barang-barang yang diperdagangkan sehingga dapat dibedakan barang tersebut

29 Satjipto Rahardjo, Ilmu hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 53.

30 Sudargo Gautama, Hak Milik Intelektual Indonesia dan Perjanjian Internasional TRIPS, GATT, Putaran Uruguay (1994), (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1994), hlm. 19

31 Ibid., hlm. 20

(21)

dari yang lainnya meskipun jenisnya sama sehingga dapat diketahui perusahaan mana atau siapa yang memproduksi barang tersebut yang akan berbeda dengan merek perusahaan lain yang juga memproduksi barang-barang dengan jenis yang sama.32

Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.33 Meskipun jasa ini juga harus mempunyai daya pembeda dengan merek jasa yang dipunyai oleh perusahaan lain atau orang lain meskipun jasa yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut adalah sejenis, misalnya service mobil dengan merek jasa “Arjuna” meskipun dalam hal ini jasa yang dihasilkan kedua perusahaan tersebut adalah sama-sama berupa service mobil.

Merek yang digunakan atau diajukan untuk digunakan pada suatu barang, dengan maksud untuk menunjukkan atau menandakan bahwa terdapat hubungan dalam perdagangan antara barang yang diperdagangkan dengan orang yang memiliki hak atas merek sebagai pemilik (propietor) maupun pemakai terdaftar (registered user).34

Mengenai merek-merek yang tidak didaftarkan tentu saja tidak akan diberikan hak khusus kepada pemilik merek tersebut oleh negara meskipun sebenarnya merek yang bersangkutan telah lama atau dipunyainya sejak dahulu.

32 Eddy Damian, op.cit, hlm.43

33 Ibid, hlm. 44.

34 Taryana Soenandar, Hak Milik Intelektual di Negara-negara ASEAN, (Jakarta: Liberty, 2006), hlm. 95.

(22)

E. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian

Pengelompokan jenis-jenis penelitian tergantung pada pedoman dari sudut pandang mana pengelompokan itu ditinjau. Ditinjau dari jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha menggambarkan sebuah kondisi/fenomena hukum dengan legalitas secara lebih mendalam/lengkap mengenai status sosial dan hubungan antar fenomena.35 Tujuan dari penelitian deskriptif adalah menghasilkan gambaran yang akurat tentang sebuah kelompok dalam menggambarkan sebuah proses atau hubungan. 36

Metode pendekatan yuridis normatif yang dimaksudkan untuk menjelaskan dan memahami makna dan legalitas peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan hukum atas pengguna pertama dalam pendaftaran merek di Indonesia.

2. Sumber Data.

Data yang kemudian diharapkan dapat diperoleh di tempat penelitian maupun di luar penelitian adalah :

a. Data Primer

Data primer, adalah data yang diperoleh dari tangan pertama, dari sumber asalnya yang belum diolah dan diuraikan orang lain.37

b. Data Sekunder

35 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum , (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm.105

36 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2003), hlm.16.

37 Amiruddin dan Zainal Asikin,Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 118.

(23)

Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti yang sebelumnya telah diolah orang lain.38 Memperoleh data sekunder peneliti melakukan studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah penelitian terhadap bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan ini, sebagai bahan referensi untuk menunjang keberhasilan penelitian. Penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan bahan hukum dasar yang dalam (ilmu) penelitian digolongkan sebagai bahan hukum sekunder. Bahan hukum dapat diklasifikasikan ke dalam 3 golongan:39

1) Bahan hukum primer, terdiri dari bahan hukum dan ketentuan-ketentuan hukum positif termasuk peraturan perundang-undangan dan website.

Adapun bahan hukum primer dalam penelitian skripisi ini adalah:

a) Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis. LN No. 2016 NOMOR 252.

b) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia)

2) Bahan hukum sekunder atau sering dinamakan secondary data yang antara lain mencakup di dalamnya:

a) Kepustakaan/buku literatur yang berhubungan dengan perlindungan hukum atas pengguna pertama dalam pendaftaran merek di Indonesia.

b) Data tertulis yang lain berupa karya ilmiah para sarjana.

c) Referensi-referensi yang relevan dengan perlindungan hukum atas pengguna pertama dalam pendaftaran merek di Indonesia.

38 Ibid, hlm. 119.

39 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), hlm.14

(24)

3) Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ekslopedia, Kamus umum dan lain sebagainya.

Bahan-bahan hukum sebagai kajian normatif sebagian besar dapat diperoleh melalui penelusuran terhadap berbagai dokumen hukum.40

3. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data yang digunakan penulis adalah data primer yaitu wawancara. Alat pengumpul data digunakan dalam penelusuran data sekunder adalah studi dokumentasi atau melalui penelusuran literatur. Kegiatan yang akan dilakukan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu studi pustaka dengan cara identifikasi isi. Alat pengumpulan data dengan mengindentifikasi isi dari data sekunder diperoleh dengan cara membaca, mengkaji, dan mempelajari bahan pustaka baik berupa peraturan perundang-undangan, artikel dari internet, makalah seminar nasional, jurnal, dokumen, dan data-data lain yang mempunyai kaitan dengan data penelitian ini.

4. Analisis Data

Data yang dikumpulkan dapat dipertanggungjawabkan dan dapat menghasilkan jawaban yang tepat dari suatu permasalahan, maka perlu suatu

40 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum (Bandung: Mandar Maju, 2008), hlm. 98

(25)

teknik analisa data yang tepat. Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan.41

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini menggunakan pola pikir/logika induktif, yaitu pola pikir untuk menarik kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Pengolahan dan analisis data bergantung pada jenis datanya. Pada penelitian hukum berjenis normatif, maka dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier tidak dapat lepas dari berbagai penafsiran hukum yang dikenal dalam ilmu hukum.

F. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan, dengan sub bab terdiri dari, yaitu Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian Penelitian, Tinjauan Kepustakaan, Sistematika Penulisan.

Bab II : Perlindungan Terhadap Suatu Merek Dalam Hal Terjadi Pendaftaran Secara Itikad Tidak Baik meliputi : Pendaftaran Merek dengan Itikad Baik dan Itikad Tidak Baik, Beberapa Kasus Pendaftaran Merek dengan Itikad Tidak Baik , Implikasi Hukum Pendaftaran Merek Suatu Merek yang Didaftarkan dengan Itikad Tidak Baik.

Bab III : Penyelesaian Sengketa Merek Dengan Kondisi Terdaftarnya Dua Merek Yang Sama Dalam Kelas Yang Sama di Direktorat Jenderal HKI Menurut UU Merek dan Indikasi Geografis meliputi : Lembaga

41 Bambang Sunggono, op.cit, hlm.18

(26)

yang Menyelesaikan Sengketa Merek, Upaya-Upaya dalam Penyelesaian Sengketa Merek, Ketentuan Hukum Tentang Penyelesaian Sengketa Merek dalam Hal Terjadinya Pendaftaran 2 (Dua) Merek yang Sama dalam Kelas yang Sama.

BAB IV : Akibat Hukum Lahirnya Putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor 03/Pdt.Sus-Merek/2015/PN.Niaga Medan meliputi : Dasar dan Pertimbangan Majelis Hakim dalam Memberikan Putusan Pada Sengketa Perdata Khusus Hak Kekayaan Intelektual, Akibat Hukum Lahirnya Putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor : 03/Pdt.Sus- Merek/2015/PN.Niaga Medan, Pertimbangan Hakim Tentang Perlindungan Hukum Atas Pengguna Pertama dalam Pendaftaran Merek dalam Putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor 03/Pdt.Sus- Merek/2015/PN.Niaga Medan.

BAB V : Kesimpulan dan saran terhadap hasil analisa dari bab-bab sebelumnya.

(27)

BAB II

PERLINDUNGAN TERHADAP SUATU MEREK DALAM HAL TERJADI PENDAFTARAN SECARA ITIKAD TIDAK BAIK

A. Pendaftaran Merek dengan Itikad Baik dan Itikad Tidak Baik

Hak kekayaan intelektual merupakan hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak atau hasil dari pekerjaan pemikiran manusia yang menalar.42 Hak kekayaan intelektual (Intellectual Property Rights) dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang lahir karena kemampun intelektual manusia.

Konsepsi mengenai hak kekayaan intelektual didasarkan kepada pemikiran bahwa hasil kreasi dari pekerjaan dengan menggunakan kemampuan intelektual berupa gagasan yang diwujudkan secara konkret, kemudian diperbanyak secara luas sehingga mempunyai nilai ekonomis, karena terlibat dalam aktivitas komersial. Terciptnya invensi-invensi baru di bidang teknologi, pada ahkhirnya akan meningkatkan taraf hidup masyarakat karena invensi yang telah dihasilkan memiliki manfaat secara ekonomis.43

Hak kekayaan intelektual terdiri dari beberapa jenis yang dapat digolongkan dalam kelompok hak cipta (Copy Rights) dan hak kekayaan Perindustrian (Industrial Property Rights).44 Hak cipta dibagi 2 yaitu hak cipta dan hak yang berkaitan atau sepadan dengan hak cipta (neighbouring rights).

Sedangkan hak kekayaan perindustrian dapat dibagi menjadi : 45

42 OK Saidin, op.cit, hlm.9

43 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, op.cit, hlm.23

44 Iswi Hariyani, Prosedur Haki yang Benar Membahas Secara Runtut dan Detail Tentang Tata cara Mengurus Hak Atas Kekayaan Inteltual, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010), hlm.62.

45 Ok. Saidin, op.cit, hlm.16

(28)

1. Hak Cipta (copy right) 2. Paten (patent)

3. Merek (trade mark)

4. Rahasia Dagang (trade secret) 5. Desain Industri (industrial design)

6. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (integrated circuit design)

7. Penemuan Varietas Baru Tanaman (New Varities of plants protection).

Awalnya merek hanyalah sebuah tanda agar konsumen/pengguna barang dan jasa dapat membedakan produk barang/jasa satu dengan yang lainnya.

Dengan merek konsumen/pengguna lebih mudah untuk mengingat sesuatu yang dibutuhkan dan dengancepat dapat menentukan dan mengambil keputusan barang atau jasa apa yang akan dibelinya. Peran merek dalam perkembangannya dimasa sekarang berubah, merek bukan sekedar tanda, melainkan gaya hidup (lifestyle).46

David A. Aaker, mengatakan “ Nothing ismore emotional than a brand whitin an organization”.47 David memberikan penekanan pada pentingnya merek bagi sebuah bisnis maupun organisasi.48

Menurut Tim Lindsey menyebutkan, “sebuah merek dapat menjadi kekayaan yang sangat berharga secara komersial”.49 “Merek suatu perusahaan seringkali lebih bernilai dibanding aset riil perusahaan”.50 Menurut Undang-UU

46 Santosa Sembiring, Hak Kekayaan Intelektual Dalam Peraturan Perundang-undangan, Yrama Widya, Bandung, 2007, hlm.17.

47 Much. Nurachmad, Segala Tentang HAKI Indonesia, Buku Biru, Yogjakarta, 2012, hlm. 27

48 Ibid, hlm. 28

49 Edy Damian. op.cit, hlm. 131.

50 Ibid., hlma. 132.

(29)

Merek dan Indikasi Geografis, bahwa merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diketahui bahwa merek tidak hanya berupa gambar-gambar saja namun juga berupa kata-kata dan angka-angka serta berupa susunan warna-warna saja atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut namun harus mempunyai daya pembeda dari yang lain dan harus digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.51

Mengenai pengertian merek ini masih banyak orang berpendapat bahwa sebenarnya merek hanya berupa kata-kata atau gambar-gambar tertentu saja dan tidak boleh berupa gabungan atau kombinasi dari unsur-unsur yang ada, untuk hal ini sering didengar pendapat dari orang-orang awam (kurang mengerti) apa itu sebenarnya yang disebut dengan merek.52

Hakekatnya merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Merek juga adalah merupakan bagian dari kegiatan perekonomian dunia usaha, maka untuk penyelesaian suatu sengketa mengenai merek diperlakukan badan peradilan merek yang lebih cocok dengan dunia usaha, yaitu Pengadilan

51 Ibid., hlm. 133.

52 Budi Agus Riswandi dan M. Syamsuddin, op.cit, hlm.130.

(30)

Niaga sebagai bidang yang termasuk commercial courts agar penyelesaian dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat.53

Ketentuan yang diterangkan dalam perjanjian TRIP‟S (Trade Related Aspects of Intellectual property rights) sebagaimana disesuaikan dengan Undang- Undang Merek menyatakan pemilik dari merek yang terdaftar akan mempunyai hak eksklusif untuk melarang pihak ketiga, yang tidak mempunyai persetujuan dari padanya, untuk memakai merek yang sama atau serupa untuk barang-barang atau jasa yang adalah sama atau menyerupai dengan barang-barang dan jasa-jasa untuk mana merek dagang bersangkutan telah didaftarkan.54

UU Merek dan Indikasi Geografis, ada mengatur tentang jenis-jenis merek, yaitu sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 dan 3. Pasal 1 butir 2 UU Merek dan Indikasi Geografis menyebutkan: merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis lainnya.

Merek dagang harus dibedakan dari merek jasa, karena merek dagang hanya untuk barang-barang yang diperdagangkan sehingga dapat dibedakan barang tersebut dari yang lainnya meskipun jenisnya sama sehingga dapat diketahui perusahaan mana atau siapa yang memproduksi barang tersebut yang akan berbeda dengan merek perusahaan lain yang juga memproduksi barang- barang dengan jenis yang sama, misalnya sebuah perusahaan “X” memproduksi

53 Insan Budi Maulana, Perlindungan Merek Terkenal Di Indonesia dari Masa ke Masa, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), hlm.51.

54 Sudargo Gautama, op.cit. hlm. 19.

(31)

semen dengan merek “Tiga Roda” akan berbeda dengan semen yang diproduksi oleh perusahaan “Z” yang mempunyai Merek Dagang “Padang”, meskipun dalam hal ini barang yang diproduksi oleh kedua perusahaan tersebut adalah sejenis namun Merek Dagangnya berbeda satu sama lain.

Pasal 1 butir 3 UU Merek dan Indikasi Geografis menyebutkan merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa sejenis lainnya. Berdasarkan ketentuan di atas, maka merk jasa harus mempunyai daya pembeda dengan merek jasa yang dipunyai oleh perusahaan lain atau orang lain meskipun jasa yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut adalah sejenis, misalnya service mobil dengan merek jasa “Arjuna” meskipun dalam hal ini jasa yang dihasilkan kedua perusahaan tersebut adalah sama-sama berupa service mobil.

Sesuai dengan apa yang tercantum dalam UU Merek dan Indikasi Geografis, maka jenis-jenis merek yaitu merek dagang dan merek jasa. Pasal 1 butir 4 ada menyebutkan tentang merek kolektif yaitu merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannya yang akan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya. Khusus untuk merek kolektif sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai jenis merek yang baru oleh karena merek kolektif ini sebenarnya juga terdiri dari merek dagang dan jasa. Hanya saja merek kolektif ini pemakaiannya digunakan secara kolektif. Pengklasifikasian

(32)

merek semacam ini kelihatannya diambil alih dari Konvensi Paris yang dimuat dalam Pasal 6 sexies.55

Sebenarnya pengakuan terhadap merek jasa belum begitu lama.

Perkembangan yang ditandai dari Konvensi Nice atau dikenal dengan The Nice Convention of the International Classification of Good and Service for the Purposes of the Registration of Mark (1957). Mulai dari Konvensi Nice, maka pengakuan untuk pendaftaran merek jasa kemudian berkembang di beberapa Negara lainnya. Di Indonesia, pendaftaran merek jasa baru dapat dilakukan mulai tahun 1992, yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek.

Semua negara yang mengatur adanya pendaftaran untuk merek jasa, pada dasarnya akan melandaskan daripada klasifikasi jasa yang ditetapkan dalam Konvensi Nice, terdiri sebanyak 8 kelas yang meliputi : 56

1. Kelas 36 : Insurance and Financial 2. Kelas 37 : Construction and Repair 3. Kelas 38 : Communication

4. Kelas 39 : Transportation and Storage 5. Kelas 40 : Material Treatment

6. Kelas 41 : Educational and Entertainment 7. Kelas 42 : Miscellaneous.

Berbeda dengan produk sebagai sesuatu yang dibuat di pabrik, merek dipercaya menjadi motif pendorong konsumen memilih suatu produk, karena

55 OK. Saidin, op.cit, hlm. 346.

56 Muhamad Djumhana, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 76.

(33)

merek bukan hanya apa yang tercetak di dalam produk (kemasannya), melainkan juga merek termasuk yang ada di dalam hati konsumen dan bagaimana konsumen mengasosiasikannya.

R.M. Suryodiningrat mengklasifikasikan merek dalam tiga jenis, yaitu : 57 1. Merek kata yang terdiri dari kata-kata saja. Misalnya : Good Year,

Dunlop, sebagai merek untuk ban mobil dan ban sepeda.

2. Merek lukisan adalah merek yang terdiri dari lukisan saja yang tidak pernah, setidak-tidaknya jarang sekali dipergunakan.

3. Merek kombinasi kata dan lukisan, banyak sekali dipergunakan.

Misalnya : rokok putih merek “Escort” yang terdiri dari lukisan iring- iringan kapal laut dengan tulisan dibawahnya “Escort”. Teh wangi merek “Pendawa” yang terdiri dari lukisan wayang kulit pendawa dengan perkataan dibawahnya “Pendawa Lima”

R. Soekardono mengemukakan pendapatnya bahwa, tentang bentuk atau wujud dari merek itu undang-undang tidak memerintahkan apa-apa, melainkan harus berdaya pembeda, yang diwujudkan dengan: 58

1. Cara yang oleh siapa pun mudah dapat dilihat (beel mark) 2. Merek dengan perkataan (word mark)

3. Kombinasi dari merek atas penglihatan dan merek perkataan.

Selain jenis merek sebagaimana ditentukan diatas ada juga pengklasifikasian lain yang didasarkan kepada bentuk atau wujudnya. Bentuk dan wujud itu menurut Suryatin dimaksudkan untuk membedakannya dari barang

57 R.M Suryodiningrat, Aneka Milik Perindustrian, (Bandung: Tarsito, 2001), hlm.15.

58 Ibid, hlm.16.

(34)

sejenis milik orang lain. Oleh karena adanya pembedaan itu, maka terdapat beberapa jenis merek yaitu : 59

1. Merek lukisan (beel mark) 2. Merek kata (word mark) 3. Merek bentuk (form mark)

4. Merek bunyi-bunyian (klank mark) 5. Merek judul (title mark)

R. Suryatin berpendapat bahwa jenis merek yang paling baik untuk Indonesia adalah merek lukisan. Adapun jenis merek lainnya, terutama merek judul kurang tepat untuk indonesia, mengingat bahwa abjad Indonesia tidak mengenal huruf ph, sh. Dalam hal ini merek kata dapat juga menyesatkan masyarakat banyak umpamanya: “Sphinx” dapat ditulis secara fonetis (menurut pendengaran), menjadi “Sfinks” atau “Svinks”.60

Selain itu saat ini juga dikenal merek dalam bentuk tiga dimensi (three dimensional trademark) seperti merek pada produk minuman Coca-Cola dan Kentucky Fried Chicken. Di inggris perusahaan Coca-Cola telah mendaftarkan bentuk botol merek sebagai suatu merek.61 Menurut acuan selama ini gambaran produk yang dipresentasikan oleh bentuk, ukuran dan warna tidak dapat dikategorikan sebagai merek.

Syarat mutlak suatu merek yang harus dipenuhi oleh setiap orang ataupun badan hukum yang ingin memakai suatu merek, agar supaya merek itu dapat diterima dan dipakai sebagai merek atau cap dagang adalah bahwa merek itu

59 Ibid., hlm. 18.

60 Suryatin, Hukum Dagang I dan II , (Jakarta: Pradnya Paramita, 2000), hlm. 87

61 OK.Saidin.op.cit, hlm. 347

(35)

harus mempunyai daya pembedaan yang cukup. Dengan lain perkataan, tanda yang dipakai ini haruslah sedemikian rupa, sehingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang hasil produksi suatu perusahaan atau barang perniagaan (perdagangan) atau jasa dari produksi seseorang dengan barang-barang atau jasa yang diproduksi oleh orang lain. Karena adanya merek itu barang-barang atau jasa diproduksi menjadi dapat dibedakan.62

Soedargo Gautama mengemukakan bahwa untuk mempunyai daya pembedaan, maka adalah syarat mutlak bahwa merek bersangkutan ini harus dapat memberikan penentuan atau individulisering daripada barang bersangkutan. Pihak ketiga akan melihat juga dan dapat membedakan karena adanya merek ini, barang-barang hasil produksi seorang dari pada hasil produksi orang lain.63

Soedargo Gautama mengemukakan pula bahwa merek ini harus merupakan suatu tanda. Tanda ini dapat dicantumkan pada barang bersangkutan atau bungkusan dari barang itu. Jika suatu barang hasil produksi suatu perusahaan tidak mempunyai kekuatan pembedaan dianggap sebagai tidak cukup mempunyai kekuatan pembedaan dan karenanya bukan merupakan merek. Misalnya, bentuk, warna, ataun ciri lain dari barang atau pembungkusnuya. Bungkus yang khas atau warna, warna dari sepotong sabun atau doos, tube dan botol. Semua ini tidak cukup mempunyai daya pembedaan untuk dianggap sebagai suatu merek, tetapi dalam praktiknya kita saksikan bahwa warna-warna tertentu yang dipakai dengan suatu kombinasi yang khusus dapat dianggap sebagai suatu merek.64

Mengenai syarat-syarat membuat merek di dalam UU Merek dan Indikasi Geografis ternyata tidak dengan tegas disebutkan secara terperinci.

62 Ibid., hlm. 348

63 Soedargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, (Bandung: Alumni, 2007), hlm. 34

64 Ibid, hlm. 34.

(36)

Meskipun demikian untuk dapat membuat merek sesuai dengan maksud undang-undang perlu dihubungkan dengan syarat-syarat pendaftaran merek karena suatu merek akan mendapat perlindungan hukum jika merek itu didaftarkan.65

Orang yang membuat merek atau pemilik merek syaratnya wajib beritikad baik.Merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Pemohon yang baik adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen. Kehidupan sehari-hari pihak yang jujur (beritikad baik) patut memperoleh perlindungan hukum sedangkan pihak yang beritikad tidak baik (te kwader trouw) tidak perlu mendapat perlindungan hukum tanpa mengabaikan atau mengurangi arti pentingnya hal-hal sebagaimana diatur oleh Pasal 549 KUHPerdata.66

Pentingnya pemilik merek beritikad baik ditetapkan sebagai salah satu syarat pendaftaran merek, tujuannya untuk mencari kepastian hukum mengenai siapa yang sesungguhnya orang yang menjadi pemilik merek. Sistem konstitutif dimaksudkan supaya negara tidak keliru memberikan hak atas merek kepada orang yang tidak berhak menerimanya. 67

65 Gatot Supramono, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia, (Jakarta:

Rhinneka Cipta, 2006), hlm. 16.

66 Ibid, hlm.18.

67 Ibid, hlm.20.

(37)

Menurut Pasal 20 UU Merek dan Indikasi Geografis, merek tidak dapat didaftarkan apabila mengandung salah satu unsur di bawah ini:

1. Bertentangan dengan ideologi negara,peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;

2. Sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;

3. Memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;

4. Memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi;

5. Tidak memiliki daya pembeda; dan/atau

6. Merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum..

Menurut Gatot Supramono mengenai penolakan pendaftaran merek, yaitu apabila :68

1. Merek mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis.

2. Merek mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis.

3. Merek mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal.

Sesuai dengan fungsi merek sebagai tanda pembeda, maka seyogianya antara merek yang dimiliki oleh seseorang tidak boleh sama dengan merek yang

68 Ibid, hlm. 23.

(38)

dimiliki oleh orang lain.69 Persamaan itu tidak saja sama secara keseluruhan, tetapi memiliki persamaan secara prinsip. Sama secara keseluruhan berarti merek tersebut secara totalitas ditiru.70 Persamaan pada keseluruhannya yaitu persamaan keseluruhan elemen. Dengan perkataan lain, merek yang direproduksi oleh orang lain tanpa izin.71 Agar suatu merek dapat disebut copy atau reproduksi merek dari pihak lain sehingga dapat dikualifikasikan mengandung persamaan secara keseluruhan, harus memenuhi syarat-syarat berikut: 72

1. Ada persamaan elemen secara keseluruhan;

2. Persamaan jenis atau produksi kelas barang atau jasa.

3. Persamaan wilayah dan segmen pasar.

4. Persamaan cara dan perilaku pemakaian

5. Persamaan cara pemeliharaan. Misalnya, sebuah perusahaan memproduksi sepatu atau tas dengan merek Bonia, padahal perusahaan itu bukan pemegang merek (penerima lisensi) Bonia.

Persamaan yang dimaksud pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penetapan, cara penulisan, atau kombinasi antara unsur- unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut.73 Ada juga pemakai merek yang menumpangkan popularitas produknya dengan merek yang sudah terkenal meskipun merek tersebut tidak sama secaa keseluruhan. Misalnya penggunaan merek Bally untuk sepatu yang mendekati

69 OK. Saidin, op.cit, hlm. 359

70 Ibid

71 Abdulkadir Muhammad, op.cit, hlm. 75

72 OK. Saidin, op.cit, hlm. 359

73 Ibid.

(39)

merek yang sudah terkenal Belly. Bentuk merek yang disebut terakhir ini disebut dengan persamaan pada pokoknya.74

Tiga bentuk pemakaian merek yang dapat dikategorikan persamaan pada pokoknya yakni:75

1. Kemiripan persamaan gambar.

2. Hampir mirip atau hampir sama susunan kata, warna, atau bunyi.

3. Faktor yang paling penting dalam doktrin ini, pemakaian merek menimbulkan kebingungan (actual confusion) atau menyesatkan (device) masyarakat/ konsumen. Seolah-olah merek tersebut dianggap sama sumber produksi dari sumber asal geografis dengan barang milik orang lain (likelyhood confusion).

Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila terdapat hal-hal :

1. Merek merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak.

2. Merek merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

3. Merek merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali

74 Ibid, hlm. 360

75 Gatot Supramono, op. cit., hlm. 25.

(40)

atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

Alasan untuk melarang pemakaian dari tanda-tanda resmi kenegaraan/pemerintah, atau badan-badan internasional maupun badan resmi nasional, ialah karena pemakaian itu akan memberi kesan yang keliru bagi khalayak ramai. Seolah-olah merek-merek itu memang ada hubungannya dengan pemerintah atau badan-badan internasional maupun badan-badan internasional maupun resmi dari pemerintah itu, makanya tidak dapat diperkenankan pemakaian dari tanda-tanda bersangkutan untuk menghindarkan salah paham dan kekeliruan itu.76 UU Merek dan Indikasi Geografis telah lebih tegas mengemukakan alasannya tentang hal ini.

Memperhatikan ketentuan tentang kriteria merek yang tidak dapat didaftar dan yang ditolak pendaftarannya, secara sederhana dapat dikatakan bahwa perbedaan utama antara kriteria merek yang tidak dapat didaftar dan yang ditolak pendaftarannya adalah terletak pada pihak yang dirugikan. Merek kemungkinannya akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat secara umum, merek tersebut tidak dapat didaftarkan. Sementara itu, apabila merek tersebut dapat merugikan pihak-pihak tertentu, merek tersebut ditolak pendaftarannya.

Atau lebih sederhana lagi dapat dikatakan bahwa merek yang tidak dapat didaftarkan yaitu merek yang tidak layak dijadikan merek, sedangkan merek yang ditolak, yaitu merek yang akan merugikan pihak lain.77

Secara umum HKI dianggap lahir sejak dilakukan pendaftaran dan pengumuman atas hak-hak yang bersangkutan, tetapi apabila dilihat dari macam- macam HKI tersebut, masing-masing terdapat kekhususannya. Hak merek

76 Ibid, hlm. 354

77 Ibid

(41)

dianggap telah lahir sejak didaftarkan di Kantor Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Sehubungan dengan itu, tujuan dari pendaftaran merek tersebut adalah selain untuk syarat lahirnya Hak Merek, juga sebagai perlindungan hukum terhadap merek yang telah didaftarkan tersebut, hal ini dilakukan untuk melindungi pemilik merek tersebut dari kecurangan-kecurangan yang mungkin timbul di dalam dunia usaha akibat perlakuan dari pemilik merek-merek yang tidak terdaftar secara jelas, dan untuk melindungi masyarakat pengguna barang dan jasa dari tindakan-tindakan curang tersebut dalam dunia perdagangan dan dunia usaha.

Merek-merek yang telah didaftarkan akan diumumkan kepada khalayak ramai untuk memenuhi asas publisitasnya dan hal ini wajib dilakukan guna memenuhi asas tesebut, karena kalau tidak maka Hak merek tersebut bukanlah bagian dari HKI yang mana mempunyai azas publisitas. Hal ini dilakukan untuk melindungi pemilik sah dari merek tersebut bila ternyata pemohon pendaftaran tersebut bukanlah pemilik yang berhak atas merek yang bersangkutan.

UU Merek dan Indikasi Geografis menganut sistem pendaftaran konstitutif sehingga menimbulkan hak apabila sudah didaftarkan oleh si pemilik. Pendaftaran atas merek merupakan suatu keharusan. Berikut ini adalah prosedur pendaftaran merek yang diatur dalam UU Merek dan Indikasi Geografis. Permohonan pendaftaran merek diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 10 UU Merek dan Indikasi Geografis. Syarat dan tata cara permohonan pendaftaran merek kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual adalah diajukan secara tertulis.

Menurut Pasal 4 UU Merek dan Indikasi Geografis, bahwa permohonan pendaftaran merek diajukan oleh pemohon atau kuasanya kepada Menteri secara

(42)

elektronik atau non-elektronik dalam bahasa Indonesia. Permohonan harus mencantumkan:

1. Tanggal, bulan, dan tahun Permohonan;

2. Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;

3. Nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan diajukan melalui Kuasa;

4. Warna jika Merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur warna;

5. Nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; dan

6. Kelas barang dan/atau kelas jasa serta uraian jenis barang dan/atau jenis jasa.

Permohonan ditandatangani pemohon atau kuasanya dan permohonan dilampiri dengan label merek dan bukti pembayaran biaya. Biaya permohonan pendaftaran merek ditentukan per kelas barang dan/atau jasa. Dalam hal merek sebagaimana berupa bentuk 3 (tiga) dimensi, label merek yang dilampirkan dalam bentuk karakteristik dari merek tersebut dan dalam hal merek berupa suara, label merek yang dilampirkan berupa notasi dan rekaman suara. Permohonan wajib dilampiri dengan surat pernyataan kepemilikan merek yang dimohonkan pendaftarannya.

Pasal 5 UU Merek dan Indikasi Geografis, bahwa permohonan diajukan oleh lebih dan satu pemohon yang secara bersama-sama berhak atas merek tersebut, semua nama pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat pemohon. Permohonan ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas merek tersebut dengan melampirkan persetujuan

Gambar

Tabel 2  Daftar Kelas Jasa

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

1) Penerima kuasa asuransi jiwa syariah mengisi daftar pertanyaan pada Formulir klaim meninggal dunia/kematian dan surat keterangan dokter dengan benar sesuai dengan

1. Belum pernah dihukum atau residivis. Dengan maksud bahwa terdakwa sebelum melakukan tindak pidana, terdakwa tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang

Upaya yang dilakukan dengan adanya penerbitan bilyet giro kosong adalah dengan mengajukan kepada Bank Indonesia agar penerbit nasabah biro yang bersangkutan dimasukkan

Penerapan CSR harus dimulai dari komitmen dan pemahaman yang baik dari pihak pengusaha bahwa setiap perusahaan hendaknya mengembangkan kegiatan sosial yang bukan

Pemilihan forum arbitrase (choice of forum) dan hukum yang berlaku (choice of law). Para pihak bebas untuk menentukan sendiri pemilihan forum arbitrase dalam

Pasal 76 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, menyatakan bahwa pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang

Dan Keputusan Walikota Medan Nomor 9 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Daerah Kota Medan yang dimana dalam

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas serta sesuai dengan judul skripsi ini, yaitu: “Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Penggunaan Dan Pertanggungjawaban