• Tidak ada hasil yang ditemukan

This document has been created with TX Text Control Trial Version You can use this trial version for further 59 days.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "This document has been created with TX Text Control Trial Version You can use this trial version for further 59 days."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan industri, permintaan akan pemenuhan kebutuhan air bersih meningkat dengan pesat. Hingga saat ini, di Cekungan Airtanah (CAT) Bandung, air tanah masih menjadi andalan utama untuk memenuhi kebutuhan air bersih tersebut dibandingkan dengan sumber air lainnya. Karakteristik airtanah yang memiliki beberapa kelebihan, antara lain : sebarannya luas, kualitas relatif lebih baik, infrastruktur yang dibutuhkan lebih sederhana, pengaturan pemanfaatannya lebih mudah, dan harga/biaya untuk memperolehnya lebih murah, menjadi daya tarik tersendiri bagi sumberdaya ini. Di sisi lain ketidakberdayaan sumber daya air selain air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih domestik maupun industri, baik dari segi kualitas maupun kuantitas menjadi salah satu pemicu semakin tidak terkendalinya eksploitasi airtanah ini. Keadaan ini secara cepat menimbulkan kerusakan seperti penurunan muka air tanah, terbentuknya cekungan-cekungan air tanah kritis di beberapa wilayah, hingga dampak-dampak ikutan lainnya seperti penurunan muka tanah (landsubsidence), intrusi air laut dan intrusi poutan, serta terjadinya kelangkaan air tanah yang semakin luas.

Menurut Gunawan, 1997, dalam upaya mengantisipasi terjadinya dampak negatif sebagai akibat meningkatnya pemanfaatan airtanah, maka diperlukan adanya suatu kebijakan yang tidak hanya berbasis teknis, tetapi juga mencakup aspek ekonomis dan aspek lingkungan. Kebijakan yang mempertimbangkan aspek-aspek teknis, ekonomis dan lingkungan akan lebih fleksibel dalam pengalokasian sumberdaya air. Pertimbangan tersebut mencakup penyesuaian harga ekonomi air, pembenahan peraturan, serta pengaturan lembaga pengendali dan pengelola air tanah.

(2)

pemakaian air yang lebih efisien, namun juga akan menghimpun dana bagi pemeliharaan infrastruktur sumberdaya air, pembangunan fasilitas baru dan upaya-upaya konservasi airtanah lainnya. Akan tetapi karena alasan-alasan politis dan sosial, tarif pemakaian air harus ditetapkan begitu rupa sehingga tidak membebani para pengguna air untuk melanjutkan kehidupannya.

Penerapan tarif air yang proporsional, pemanfaatan teknologi yang efisien, serta peningkatan aktivitas konservasi sumberdaya air dapat meningkatkan ketersediaan air untuk lingkungan hidup manusia.

Salah satu upaya dari pemerintah dalam upaya penyediaan dana rehabilitasi airtanah ini adalah dengan menetapkan pajak pengambilan airtanah dengan NPA (Nilai Perolehan Air) sebagai dasar perhitungan. NPA merupakan suatu pendekatan terhadap nilai airtanah yang melibatkan berbagai komponen yang terkait dalam sistem airtanah. NPA terdiri dari komponen Harga Air Baku (HAB) yang penetapannya berdasarkan nilai ekstraksi airtanah (rupiah) dan komponen-komponen lain seperti komponen sumberdaya dan komponen kompensasi pemulihan.

Namun, kenyataannya saat ini harga air yang ditetapkan melalui pajak air tanah belum dapat memberikan perimbangan terhadap upaya konservasi airtanah yang optimal. Hal ini diperlihatkan dengan tetap tingginya penggunaan airtanah yang menunjukkan bahwa airtanah tetap menjadi pilihan bagi para pengguna air. Dari kenyataan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa penetapan kebijakan pajak airtanah dengan harga air tanah yang diberlakukan sekarang ini belum optimal terutama kontribusinya terhadap upaya pemulihan air tanah.

I.2 Perumusan Masalah

Permasalahan pokok dalam kajian pajak airtanah terhadap upaya pemulihan airtanah ini antara lain adalah :

(3)

Pertama, perkembangan kawasan industri dan pertumbuhan pemukiman yang

memanfaatkan airtanah sebagai alternatif utama untuk memenuhi kebutuhan airnya karena alasan ekonomis serta kemudahan untuk mendapatkannya dibandingkan dengan sumber air lainnya, menyebabkan eksploitasi airtanah melebihi kapasitas cadangan (situasi demikian disebut dengan penambangan

airtanah karena mengabaikan daya dukung akifernya). Hal ini menyebabkan

antara lain penurunan muka airtanah secara drastis di kawasan industri dan pemukiman yang mengakibatkan terjadinya kelangkaan airtanah.

Kedua, airtanah, dikenal oleh masyarakat luas sebagai “invaluable good” atau

barang bebas. Air tanah saat ini dihargai jauh di bawah harga/nilai yang seharusnya, bahkan di beberapa daerah tidak ada biaya/harga yang harus dibayarkan dari pengambilan airtanah. Biaya yang dibayarkan seringkali hanya dikaitkan dengan energi yang digunakan untuk memompa atau untuk konstruksi sumur dan sistem distribusi. Selama ini airtanah tidak diingat sebagai “long-term-value”. Di sisi lain usaha-usaha untuk memulihkan kondisi airtanah merupakan usaha-usaha yang memerlukan biaya yang tinggi (mahal) dan rumit.

Ketiga, penetapan harga air baku airtanah pada pajak airtanah melalui perhitungan

NPA sebagai salah satu upaya dari pemerintah dalam penyediaan dana untuk pemulihan airtanah, belum sesuai. Hal ini ditunjukkan dengan tetap digunakannya airtanah sebagai sumber air alternatif utama, karena airtanah tetap dinilai sebagai sumber air yang lebih ekonomis (murah) dibandingkan dengan sumber air lainnya, sehingga kerusakan airtanah tetap berlangsung dan semakin memburuk.

Keempat, perlu adanya kebijakan lain seiring dengan implementasi pajak airtanah

untuk mengubah perilaku konsumsi airtanah industri, sehingga ketersediaan airtanah khususnya di Cekungan Bandung dapat terjaga dan dapat mendukung pembangunan secara berkelanjutan.

(4)

Pokok-pokok permasalahan di atas secara hierarki saling terkait, masing-masing menyangkut persoalan teknis, lingkungan dan ekonomis. Di CAT Bandung, hasil rekaman selama satu dekade terakhir menunjukkan bahwa kualitas, kuantitas dan kontinuitas airtanah semakin merosot sebagai akibat pesatnya pengembangan kawasan kerja dan perambahan kawasan konservasi air.

Untuk menghindari kemungkinan terjadinya kelangkaan air tersebut diperlukan pemahaman tentang sebab-sebab yang dapat memunculkan permasalahan di atas serta pengetahuan tentang upaya-upaya pemulihan kondisi air tanah. Dalam prakteknya upaya-upaya pemulihan air tanah ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit (mahal). Dengan harga air tanah pada pajak air tanah yang ditetapkan melalui Nilai Perolehan Air (NPA) diharapkan tersedia biaya yang dibutuhkan dalam upaya pemulihan air tanah ini. Namun seberapa besar alokasi biaya dari pajak air tanah yang dapat digunakan sehingga upaya pemulihan air tanah dapat berjalan maksimal perlu diperhitungkan.

Berdasarkan hal tersebut, yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah :

1. Kaitan antara faktor-faktor dalam sistem pemulihan air tanah serta gambaran mengenai faktor-faktor yang menjadi penunjang dan kendala dalam sistem

yang menyebabkan upaya pemulihan airtanah tidak berjalan

optimal/terhambat;

2. Kontribusi pajak air tanah terhadap upaya pemulihan air tanah;

3. Bagaimanakah kebijakan pengelolaan air bawah tanah yang efektif, antara lain pengaturan pajak air tanah yang optimal serta kebijakan lainnya sehingga upaya pemulihan airtanah dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan.

I.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk membentuk model dan menganalisis hubungan antara harga air tanah dalam NPA (Nilai Perolehan Air) sebagai dasar

(5)

Adapun tujuannya adalah memperoleh kondisi optimal dari model sehingga upaya pemulihan airtanah dapat berjalan maksimal.

I.4 Ruang Lingkup Kajian

Lingkup kajian dalam tesis ini meliputi batas wilayah sistem airtanah di Cekungan Bandung yang mencakup Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi dan sebagian Kabupaten Sumedang, yaitu Kecamatan Tanjungsari, Cimanggung, dan Jatinangor. Cekungan Bandung merupakan suatu DAS (Sub DAS Citarum Hulu), dengan demikian akan memungkinkan untuk dihitung ketersediaan airnya. Sumber air yang diperhitungkan dalam tesis ini adalah sumber airtanah (airtanah dangkal dan airtanah dalam).

Sistem airtanah Cekungan Bandung tersebut akan ditinjau sebagai suatu sistem tempat di mana aktivitas pembangunan oleh manusia berlangsung dan berinteraksi dengan alam. Aktivitas pembangunan ini akan menimbulkan permintaan akan air, sehingga disain kebijakan suatu wilayah harus memperhitungkan ketersediaan air sebagai sumberdaya.

Dalam kondisi di mana telah terjadi kerusakan airtanah dan timbulnya zona-zona kritis di Cekungan Bandung, dibutuhkan suatu kebijakan pemulihan airtanah yang meliputi aspek teknis, ekonomis maupun lingkungan. Aspek ekonomis di antaranya adalah dengan memberikan harga yang sesuai terhadap airtanah, dalam hal ini pemerintah telah menetapkan harga airtanah melalui pajak airtanah. Dalam tesis ini sasaran penetapan pajak airtanah ini adalah industri pengguna airtanah.

I.5 Metodologi

Untuk memperoleh gambaran pola hubungan antara ketersediaan air tanah, upaya pemulihannya, serta nilai air tanah yang diberlakukan dan tingkat keberhasilan dari suatu skenario, digunakan suatu “tool” yang dapat mengintegrasikan

(6)

merupakan suatu metodologi yang erat hubungannya dengan pertanyaan-pertanyaan tentang tendensi-tendensi dinamika sistem-sistem yang kompleks, yaitu pola-pola tingkah laku yang dibangkitkan oleh sistem itu dengan bertambahnya waktu (Tasrif, 2006). Dengan demikian metoda system dynamics dinilai bisa digunakan untuk mengkaji skenario kebijakan pajak airtanah terhadap upaya pemulihan airtanah yang efisien dan optimal.

I.6 Sistematika Penulisan

Pada Bab I akan dikemukakan alasan dan hal-hal yang melatarbelakangi permasalahan yang dibahas dalam studi ini, maksud dan tujuan serta perumusan masalah. Di dalam Bab II akan dipaparkan permasalahan secara teoritis berdasarkan rujukan, referensi, serta hal-hal yang mendukung penelitian baik secara teoritis maupun berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan. Bab III menggambarkan keadaan umum wilayah studi yaitu Cekungan Air Tanah (CAT) Bandung dan keterkaitannya dengan keberadaan air. Bab IV memaparkan Metodologi yang digunakan dalam penelitian. Bab V memaparkan pemodelan keterkaitan sistem antara upaya pemulihan air tanah dengan NPA pada pajak airtanah di CAT Bandung dengan pendekatan system dynamics. Pemodelan yang dirancang pada Bab V kemudian disimulasikan dan dianalisis di Bab VI. Dalam simulasi ini diterapkan skenario-skenario kebijakan pengelolaan airtanah yang mungkin dilakukan. Kesimpulan dari keseluruhan pembahasan serta rekomendasi kebijakan akan disampaikan dalam Bab VII.

Referensi

Dokumen terkait

Pada kasus ini proses penyelesaian masalah kebidanan telah dilaksanakan pengkajian berupa pemeriksaan dan analisa data pada Ny “S” dengan kista ovarium di RSUD Labuang

DEVELOPMENT OF A SIMULINK MODEL TO INVESTIGATE CONTROL STRUCTURE, SAFETY, AND STABILITY OF A WATER BRAKE SYSTEM AT MAIN ENGINE IN HOUSE 5 LABORATORY.. MUHAMMAD TRI KURNIAWAN

Maka salah satu upaya untuk mewujudkan hal tersebut di atas adalah dengan menginformasikan dan mempublikasikan kekayaan potensi laut (laut sebagai sumber makanan baik hewani

Mu’ (2005) Taxonomy of ESL Writing Strategies investigated ESL writing strategies based on the synthesis of past research on writing strategies and four dominant theories:

merupakan buku yang menggunakan beberapa alat dan melibatkan anak sebagai pembaca awal. Biasanya pop-up book terdiri dari lipatan, goresan, tempelan, gambar

This marked increased in the number of renal allograft biopsies reported in recent years may be largely contributed by the marked increased in the number of

In the native kidney biopsy group, the three most common primary glomerulonephritis (GN) reported were focal segmental glomerulosclerosis (FSGS) (36%), minimal change disease

National Mental Health Registry (NMHR) would be addressing the first component of health information which is current services and clients; input regarding criteria for access