• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS. dikembangkan lagi oleh David Richardo. Menurut Ricardo alasan utama yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS. dikembangkan lagi oleh David Richardo. Menurut Ricardo alasan utama yang"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

20 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pengertian Perdagangan Internasional

Teori perdagangan bebas pernah disampaikan oleh Adam Smith dan dikembangkan lagi oleh David Richardo. Menurut Ricardo alasan utama yang mendorong kegiatan perdagangan internasional adalah adanya perbedaan keunggulan komparatif antarnegara dalam memproduksi suatu komoditas, negara akan mengekspor komoditas yang dihasilkan lebih murah dan mengimpor komoditas yang dihasilkan lebih mahal dalam penggunaan sumber daya (Salvatore, 2014). Selain itu, melalui kegiatan ekspor maka diperoleh pendapatan berupa devisa dan dengan kegiatan impor didapatkan bahan baku dan barang modal sebagai input/faktor produksi ataupun untuk kebutuhan lain yang diperlukan dalam pembangunan (Taufik, 2014). Menurut Nopirin (2016) perdagangan internasional (luar negeri) sering timbul karena adanya perbedaan harga barang atau jasa di berbagai negara.

Negara satu dengan negara lain dalam menghasilkan suatu jenis barang atau jasa tertentu akan berbeda ongkos produksinya yang kemudian akan menimbulkan perbedaan pula pada harga hasil produksinya. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan dalam jumlah, jenis, kualitas serta cara-cara mengkombinasi berbagai faktor produksi seperti upah, biaya modal, sewa tanah, biaya bahan baku serta efisiensi dalam proses produksi. Perbedaan inilah yang kemudian disebutkan oleh

(2)

21

Nopirin menjadi pangkal timbulnya perdagangan antar negara. Perbedaan harga ternyata bukan hanya ditimbulkan oleh adanya perbedaan ongkos produksi, tetapi juga karena perbedaan dalam pendapatan dan selera.

Beberapa teori menerangkan tentang timbulnya perdagangan internasional yang pada dasarnya adalah :

1) Teori Klasik

a) Kemanfaatan Absolut (Absolute Advantage)

Teori ini lebih mendasarkan pada besaran variabel riil bukan pada moneter sehingga sering dikenal dengan teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Variabel riil yang disebutkan misalnya adalah variabel tenaga kerja yang digunakan untuk mengukur besarnya nilai suatu barang. Tingginya nilai suatu barang menunjukkan bahwa tenaga kerja yang digunakan adalah banyak. Teori ini dikenalkan oleh Adam Smith dalam menerangkan teori nilai tenaga kerja (labor theory of value) yang mempunyai dua manfaat yakni: memungkinkan dengan secara sederhana menjelaskan tentang spesialisasi dan keuntungan dari pertukaran, serta keuntungan kedua adalah prinsip teori ini tetap dan tidak bisa ditinggalkan kendati pada teori-teori modern tidak menggunakan teori nilai tenaga kerja.

b) Kemanfaatan relatif (Comparative Advantage)

Teori ini diperkenalkan oleh J.S. Mill yang menyebutkan bahwa suatu negara akan melakukan ekspor jika memiliki comparative advantage terbesar atau biaya dalam menghasilkan suatu barang lebih murah, dan akan melakukan impor jika memiliki comparatrive disadvantage yakni mengimpor barang yang jika dihasilkan sendiri biaya yang dikeluarkan lebih besar. Teori ini menekankan bahwa nilai suatu

(3)

22

barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang digunakan dalam memproduksi barang tersebut. Semakin banyak tenaga kerja semakin mahal barang tersebut. Kelebihan teori ini dibandingkan teori keunggulan absolut adalah dapat menerangkan berapa nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran perdagangan.

c) Biaya relatif (Comparative Cost)

Dikembangkan oleh David Ricardo dimana teori ini menjelaskan tentang nilai/value suatu barang tergantung pada banyaknya faktor produksi yaitu jumlah tenaga kerja yang digunakan didalam proses menghasilkan barang tersebut. Antarnegara akan melakukan kegiatan ekspor impor jika masing-masing negara memiliki comparative cost yang paling kecil.

2) Teori Modern a) Faktor Proporsi

Teori yang lebih modern dikemukakan oleh Hecksher dan Ohlin ini menyatakan bahwa perbedaan dalam opportunity cost suatu negara dengan negara lain karena adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi yang dimiliki. Proporsi faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh suatu negara berbeda-beda, sehingga menimbulkan perbedaan relatif harga-harga di berbagai negara. Menurut Heckser-Ohlin suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Dasar dari keunggulan komparatif adalah:

(4)

23

 Faktor intensity, yaitu teknologi yang digunakan dalam proses produksi apakah labor intensity (proporsi relatif dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu proses) atau capital intensity (pendekatan modal yang digunakan).

b) Kesamaan Harga Faktor Produksi (Factor Price Equalization)

Inti dari teori ini menjelaskan bahwa perdagangan bebas cenderung mengakibatkan harga faktor-faktor produksi sama di berbagai negara.

c) Teori Permintaan dan Penawaran

Teori ini pada prinsipnya menyebutkan perdagangan antara dua negara timbul karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran (Nopirin, 2016).

2.1.2 Pengertian Ekspor

Ekspor adalah kegiatan menjual barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri dengan tujuan ke luar negeri (Mankiw, 2013:184). Suatu negara dapat meng-ekspor barang produksinya ke negara lain apabila barang tersebut diperlukan negara lain dan mereka tidak dapat memproduksinya atau tingkat produksinya tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Ekspor akan memperluas pasar barang-barang buatan dalam negeri dan ini memungkinkan perusahaan-perusahaan dalam negeri mengembangkan kegiatannya (Sukirno, 2015).

Suatu produk dapat menjadi suatu komoditas ekspor apabila harga pasar untuk komoditas tersebut lebih mahal dari pada biaya untuk memanen atau memburunya (Aristides dkk, 2016). Pelaksanaan ekspor bisa juga dikatakan sebagai hasil dari kegiatan perusahaan internasional (Jalali, 2012). Sukirno (2001) menyebutkan faktor-faktor yang menentukan ekspor adalah:

(5)

24 1) Keadaan ekonomi negara lain

Besarnya pasar barang di luar negeri ditentukan oleh pendapatan penduduk serta kemajuan yang pesat di negara yang bersangkutan dimana akan meningkatkan ekspor negara tersebut.

2) Proteksi di negara-negara lain

Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu negara. 3) Kurs valuta asing

Peningkatan kurs mata uang negara pengimpor terhadap mata uang negara pengekspor dapat meningkatkan daya beli negara pengimpor yang mengakibatkan nilai ekspor negara meningkat.

Komoditas ekspor suatu negara dapat dibedakan berdasarkan sektor yang diperdagangkan ke pasar dunia. Kemenperin, Kemendag, dan BPS membedakan komoditas yang di ekspor-impor oleh Indonesia berdasarkan sektor, yakni:

1) Ekspor Migas

Ekspor migas merupakan komoditas ekspor yang berasal dari hasil turunan minyak bumi dan gas alam. Minyak bumi adalah cairan kental berwarna coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar berada di lapisan atas dari beberapa area di kerak bumi. Minyak bumi diambil dari sumur minyak di pertambangan-pertambangan minyak. Lokasi sumur-sumur minyak ini didapatkan setelah melalui proses studi geologi, analisis sedimen, karakter, dan struktur sumber serta dari berbagai macam studi lainnya. Gas alam atau istilahnya gas alam cair dikenal sebagai Liquefied Natural Gas merupakan gas alam yang telah diproses untuk menghilangkan ketidakmurnian dan hidrokarbon berat yang kemudian

(6)

25

dikondensasi menjadi cairan (Nehen, 2012:148-153). Komoditas ekspor sektor migas dibedakan menjadi: (i) pertambangan; dan (ii) industri pengolahan.

2) Ekspor Nonmigas

Ekspor nonmigas merupakan komoditas ekspor yang berasal dari selain hasil turunan minyak bumi dan gas alam. BPS dan Kemendag mengklasifikasikan ekspor nonmigas ke dalam beberapa subsektor diantaranya: (i) pertanian meliputi buah-buahan, biji coklat, biji kopi, udang, rempah-rempah, teh, ikan dan hasil perikanan lainnya, sayur-sayuran, damar dan getah damar, karet alam, bahan nabati, tembakau, serta hasil pertanian lainnya; (ii) Hasil industri meliputi minyak sawit, tekstil dan produk tekstil, peralatan listrik, alat ukur dan optik, produk logam dasar, kertas dan barang dari kertas, makanan olahan, alas kaki, damar tiruan (bahan plastik), furnitur, kapal laut dan sejenisnya, bahan kertas, suku cadang mesin, asam berlemak, komputer dan bagiannya, sabun mandi dan cuci, minyak atsiri dan lainnya, gelas dan barang dari gelas, pupuk, perlengkapan dari olah raga, produk keramik, makanan ternak, margarin dan lemak lainnya, produk farmasi, barang dari logam mulia, kulit dan barang dari kulit, preparat pembasmi kuman, pesawat udara dan bagiannya, bahan celup organik sintetik, semen, kendaraan bermotor roda 2 dan 3, barang anyaman, rotan olahan, peti kemas, gliserol dan larutan alkali, serta hasil industri lainnya; (iii) Hasil pertambangan meliputi batubara, biji tembaga, biji nikel, bauksit, granit, serta hasil pertambangan lainnya, (iv) barang dagangan lainnya terdiri dari barang seni dan barang lainnya (Bank Indonesia, 2017)

(7)

26 2.1.3 Pengertian Harga

Sukirno dalam bukunya Mikroekonomi Teori Pengantar (2016) menyebutkan adanya interaksi antara penjual dan pembeli di pasar akan menentukan tingkat harga barang dan jumlah barang yang akan diperjualbelikan. Teori permintaan menerangkan tentang sifat dari permintaan para pembeli terhadap suatu barang, sedangkan teori penawaran sebaliknya, menerangkan sifat penjual dalam menawarkan barang yang dijualnya. Dengan mempertemukan permintaan oleh pembeli dan penawaran oleh penjual maka akan dapat diketahui harga keseimbangan atau harga pasar dan jumlah barang yang diperjualbelikan. Harga pasar atau ekuilibrium merupakan harga yang diterima penjual untuk sejumlah kuantitas penawaran tertentu, dan harga yang bersedia dibayar oleh pembeli untuk sejumlah kuantitas permintaan tertentu.

Teori permintaan menerangkan tengtang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga. Dalam hukum permintaan dijelaskan sifat hubungan antara permintaan suatu barang dengan tingkat harganya. Hukum permintaan menyebutkan bahwa semakin rendah harga suatu barang maka semakin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Hukum permintaan tersebut didasarkan pada alasan yang pertama bahwa kenaikan harga menyebabkan para pembeli mencari barang lain yang dapat digunakan sebagai pengganti terhadap barang yang mengalami kenaikan, sebaliknya, apabila harga turun maka orang mengurangi pembelian terhadap barang lain yang sama jenisnya dan menambah pembelian terhadap barang yang mengalami penurunan harga atau dalam hal ini konsumen bersikap rasional sesuai prinsip ekonomi. Alasan kedua, kenaikan harga

(8)

27

menyebabkan pendapatan riil para pembeli berkurang. Pendapatan yang merosot memaksa para pembeli untuk mengurangi pembeliannya terhadap berbagai jenis barang, dan terutama barang yang mengalami kenaikan harga. Perminatan konsumen atau masyarakat pada umumnya terhadap suatu barang ditentukan oleh banyak faktor, akan tetapi yang terpenting adalah :

1) Harga barang itu sendiri

2) Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut 3) Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat 4) Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat

5) Cita rasa masyarakat 6) Jumlah penduduk

7) Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang.

Teori penawaran adalah teori yang menyatakan suatu hubungan antara harga dengan jumlah barang yang ditawarkan. Harga penawaran pada dasarnya menjelaskan semakin tinggi harga suatu barang, maka akan semakin banyak jumlah barang yang akan ditawarkan oleh penjual. Begitu sebaliknya, semakin rendah harga suatu barang maka akan semakin sedikit jumlah barang yang akan ditawarkan. Ada beberapa faktor sampai dimana keinginan seorang penjual mau menawarkan barangnya pada berbagai macam tingkat harga, antara lain:

1) Harga barang itu sendiri 2) Harga barang-barang lain

3) Ongkos atau biaya produksi untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan mentah

(9)

28 4) Tujuan-tujuan perusahaan penjual tersebut 5) Teknologi yang digunakan

Harga suatu barang merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan apakah suatu barang akan diimpor atau diekspor. Barang-barang dalam negeri yang dapat dijual dengan harga yang relatif murah akan menaikkan ekspor dan apabila harganya naik maka ekspornya akan berkurang. Pengurangan harga barang impor akan menambah jumlah impor, dan sebaliknya, kenaikan harga barang impor akan mengurangi impor. Dengan demikian perubahan harga-harga barang ekspor dan impor akan menyebabkan perubahan dalam penawaran dan permintaan ke atas mata uang negara tersebut (Sukirno, 2015:75-85).

2.1.4 Pengertian Kurs

Nilai tukar atau kurs mata uang asing menunjukkan harga atau nilai mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain atau dapat didefinisikan juga sebagai jumlah mata uang dalam negeri yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing (Sukirno, 2015:397). Kurs valuta asing merupakan faktor penting dalam perdagangan internasional untuk mengetahui apakah barang-barang yang berasal dari negara lain lebih murah ataukah lebih mahal dari barang-barang yang dihasilkan di dalam negeri. Semakin tinggi harga mata uang asing, semakin sedikit permintaan ke atas mata uang tersebut begitu juga sebaliknya semakin rendah harga mata uang asing, semakin banyak permintaan atas mata uang tersebut.

Nilai tukar dibedakan menjadi dua yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal menunjukkan harga relatif mata uang dari dua negara,

(10)

29

sedangkan nilai tukar riil menunjukkan harga relatif barang dari dua negara. Nilai tukar riil ini juga menunjukkan tingkat ukuran (rate) suatu barang dapat diperdagangkan antarnegara atau juga biasa dikenal sebagai nisbah perdagangan (term of trade). Jika nilai tukar riil tinggi berarti harga produk luar negeri relatif murah dan harga produk domestik relatif mahal (Herlambang, dkk, 2002).

Perubahan dalam permintaan dan penawaran mata uang suatu negara akan menyebabkan perubahan dalam kurs nilai tukar dimana hal ini disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kurs:

1) Perubahan dalam cita rasa masyarakat

Selera masyarakat akan mempengaruhi pola konsumsi mereka. Perubahan cita rasa atau selera di masyarakat akan mengubah pola konsumsi mereka terhadap barang-barang yang diproduksi di dalam negeri ataupun dari barang yang diimpor. Perbaikan kualitas barang-barang dalam negeri khususnya dalam menentukan harga menyebabkan keinginan mengimpor berkurang dan bahkan dapat menyebabkan kegiatan ekspor bertambah besar. Perubahan-perubahan semacam ini kemudian akan mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing.

2) Perubahan harga barang ekspor dan impor

Harga suatu barang merupakan salah satu faktor terpenting dalam menentukan apakah suatu barang tersebut perlu diekspor atau diimpor. Barang-barang komoditas dalam negeri yang dapat dijual dengan harga yang relatif murah akan menaikkan ekspor dan apabila harganya naik maka ekspornya akan berkurang. Pengurangan harga barang impor akan menambah jumlah impor, dan

(11)

30

sebaliknya, kenaikan harga barang impor akan mengurangi impor. Dengan demikian perubahan harga-harga barang ekspor dan impor akan menyebabkan perubahan dalam penawaran dan permintaan ke atas mata uang negara tersebut. 3) Kenaikan harga umum (inflasi)

Inflasi sangat besar pengaruhnya terhadap kurs pertukaran valuta asing. Inflasi yang terjadi pada umumnya akan cenderung menurunkan nilai suatu nilai tukar mata uang asing. Hal ini karena adanya efek inflasi seperti : (i) inflasi akan membuat harga-harga barang di dalam negeri lebih mahal dari harga-harga di luar negeri dan oleh sebab itu inflasi memiliki kecenderungan menambah impor, keadaan demikian akan menimbulkan permintaan mata uang asing bertambah dalam artian terjadi apresiasi terhadap mata uang dalam negeri (ii) disisi lain inflasi juga menyebabkan harga-harga barang ekspor menjadi lebih mahal, oleh karena itu ekspor akan menurun, dengan demikian penawaran mata uang asing berkurang maka harga valuta asing akan bertambah atau mata uang dalam negeri terdepresiasi.

4) Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi

Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi sangat penting peranannya dalam mempengaruhi aliran modal. Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang rendah cenderung menimbulkan modal dalam negeri mengalir ke luar negeri. Sedangkan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang tinggi akan membuat modal luar negeri masuk ke negara yang bersangkutan. Apabila lebih banyak modal mengalir ke suatu negara, permintaan ke atas mata uangnya bertambah, maka nilai mata uang negara tersebut akan bertambah. Nilai

(12)

31

mata uang suatu negara akan mengalami kemerosotan bila lebih banyak modal dari dalam negeri dilarikan ke luar negeri karena suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang lebih tinggi di negara-negara lain.

5) Pertumbuhan ekonomi

Efek yang akan diakibatkan oleh suatu kemajuan ekonomi terhadap nilai mata uangnya tergantung kepada corak pertumbuhan ekonomi yang berlaku. Apabila kemajuan itu terutama diakibatkan oleh perkembangan ekspor, maka permintaan ke atas mata uang negara itu bertambah lebih cepat dari penawarannya dan oleh karenanya nilai mata uang negara tersebut akan naik. Apabila kemajuan tersebut menyebabkan impor berkembang lebih cepat dari ekspor, penawaran mata uang negara itu lebih cepat bertambah dari permintaannya dan oleh karenanya nilai mata uang negara tersebut akan merosot (Sukirno, 2015).

2.1.5 Pengertian Inflasi

Nehen (2016) menjelaskan dalam keadaan sehari-hari, nilai rupiah (dalam negeri) ditentukan oleh daya beli. Nilai rupiah yang turun terhadap barang dan jasa pada umumnya (bukan hanya satu barang) dikatakan bahwa harga barang dan jasa mengalami kenaikan, keadaan demikian ini disebut dengan inflasi. Menurut Sukirno (2001) inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi berbeda dari satu periode ke periode lainnya sama pula berbeda dari satu negara dengan negara yang lain. Inflasi yang bertambah serius cenderung mengurangi investasi yang produktif, mengurangi ekspor dan menaikkan impor.

(13)

32

Kenaikan harga-harga (inflasi) menimbulkan efek yang buruk pula terhadap perdagangan. Kenaikan harga menyebabkan barang-barang negara itu tidak dapat bersaing di pasar internasional, maka ekspor akan menurun. Sebaliknya, harga-harga produksi dalam negeri yang semakin tinggi sebagai akibat inflasi menyebabkan barang-barang impor menjadi relatif murah, maka lebih banyak impor akan dilakukan. Ekspor yang menurun dan diikuti pula oleh impor yang bertambah menyebabkan ketidakseimbangan dalam dalam aliran mata uang asing. Kedudukan neraca pembayaran akan memburuk.

Boediono (2011) menyebutkan ada berbagai cara untuk menggolongkan macam inflasi. Penggolongan pertama didasarkan atas parah tidaknya inflasi tersebut. Adapun pembagiannya sebagai berikut:

1) Inflasi ringan (dibawah 10% setahun) 2) Inflasi sedang (antara 10-30 % setahun) 3) Inflasi berat (antara 30-100% setahun) 4) Hiperinflasi (diatas 100% setahun)

Penggolongan yang kedua adalah atas dasar sebab musabab awal dari inflasi. Atas dasar ini inflasi dibedakan menjadi:

1) Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat. Inflasi semacam ini disebut demand inflation.

2) Inflasi yang timbul karena kenaikan ongkos produksi. Inflasi semacam ini disebut cost inflation.

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah indeks harga konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan

(14)

33

pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Penentuan barang dan jasa dalam keranjang IHK dilakukan atas dasar survei biaya hidup (SBH) yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik, kemudian BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang atau jasa di setiap kota (Bank Indonesia, 2018).

2.2 Kerangka Konseptual

Indonesia secara geografis adalah negara kepulauan dengan wilayah lautan yang lebih besar daripada wilayah daratan, hal ini menjadikan Indonesia memiliki berbagai macam potensi sumber daya menguntungkan yang bisa dimanfaatkan untuk menjaga keutuhan persatuan bangsa (BIG, 2017). Pertumbuhan yang cepat dari ekspor nonmigas adalah dasar dari kesuksesan Indonesia dalam menjaga stabilitas ekonomi makro setelah berakhirnya pendapatan efek “boom minyak” pada pertengahan 1980-an (Athukorala, 2006). Sektor nonmigas terus meningkatkan peranannya sebagai komoditas unggulan ekspor Indonesia. Sektor perikanan Indonesia merupakan komoditas potensial yang dapat memberikan nilai tambah pada perdagangan internasional. Beberapa faktor yang mendorong dan mempengaruhi kegiatan perdagangan internasional dalam hal ini ekspor perlu diperhatikan lebih jauh lagi.

Dalam perdagangan internasional, volume ekspor menggambarkan jumlah barang yang ditawarkan. Semakin tinggi harga ekspor suatu barang, maka volume ekspor untuk barang tersebut semakin tinggi. Sebaliknya semakin rendah harga ekspor suatu barang maka semakin sedikit volume ekspor dari barang yang

(15)

34

bersangkutan, jadi terdapat hubungan yang positif antara volume barang dengan harga ekspor suatu barang. Harga di pasar internasional yang tinggi lebih diinginkan karena produsen dapat mengekspor dan mendapat keuntungan yang lebih (Tveteraas, 2015). Penelitian Agus Yuda Permana (2016) menjelaskan bahwa jika harga di pasar dunia (dalam penelitiannya tentang impor buah) lebih tinggi dari harga domestik maka Indonesia sebagai negara yang memproduksi buah akan melakukan ekspor. Menurut penelitian Yudiarosa (2009) dengan judul Analisis Ekspor Ikan Tuna Indonesia menyebutkan harga ekspor ikan tuna berpengaruh nyata dan positif terhadap ekspor ikan tuna Indonesia. Penelitian Dian Kartika Dewi (2015) dan Penelitian Kurniawati, dkk (2016) menyatakan bahwa Harga menjadi variabel dominan yang mempengaruhi ekspor kepiting dan tembakau.

Mankiw (2006) menggunakan model Mundell Fleming menjelaskan hubungan antara nilai tukar (kurs) dengan volume perdagangan internasional (ekspor netto) dalam perekonomian terbuka kecil dan mobilitas modal sempurna. Model Mundell Fleming menunjukkan bahwa depresiasi atau apresiasi nilai mata uang akan mengakibatkan perubahan terhadap ekspor maupun impor. Hubungan nilai tukar dengan net eskpor pada ide Mundell–Flemming adalah negatif. Ketika nilai tukar tinggi maka barang-barang domestik menjadi relatif lebih mahal kondisi ini mendorong masyarakat luar negeri membeli barang domestik dalam jumlah yang lebih sedikit. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Ginting (2013); Mejaya, dkk (2016); Adam, et al (2017); Serenis (2012) menunjukkan nilai tukar memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap ekspor Indonesia. Penelitian Senadza (2018) menyebutkan antara nilai tukar dan ekspor memiliki

(16)

35

hubungan negatif dalam jangka pendek namun positif dalam jangka panjang. Hal ini menunjukkan semakin kuatnya nilai tukar (apresiasi) akan menyebabkan semakin menurunnya ekspor Indonesia. Nilai tukar yang rendah akan menyebabkan nilai riil aset masyarakat rendah sehingga mengurangi permintaan domestik (Sarungu, 2013) sehingga melemahnya nilai tukar akan menarik pembeli dari luar negeri atau dalam hal ini importir (Pangestu, 2015). Namun berbeda dari penelitian Shah (2012); penelitian Emmei Juliantari (2015) dan penelitian Amalia (2013) nilai tukar memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap ekspor. Penelitian Yoga (2015) menyebutkan kurs berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor Indonesia serta menjadi variabel dominan.

Inflasi menyebabkan harga-harga barang ekspor menjadi lebih mahal, oleh karena itu inflasi berkecenderungan mengurangi ekspor (Sukirno, 2015:402). Penelitian Susi Eka Yanti (2016) menyebutkan inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai ekspor pakaian jadi Indonesia tahun 1995-2014. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Gururaj, et al. (2016) tentang analisis dari faktor-faktor yang mempengaruhi performa ekspor di India menghasilkan kesimpulan bahwa inflasi memiliki pengaruh secara negatif signifikan terhadap ekspor India. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, Yolanda (2017) dan Naseem (2018) menyebutkan inflasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor.

(17)

36 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pokok masalah dan kajian pustaka yang telah diuraikan, maka penulis mengemukakan hipotesis sebagai berikut:

1) Harga di pasar dunia, kurs, dan inflasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap ekspor ikan cakalang beku dari Indonesia ke pasar Jepang.

2) Harga di pasar dunia, kurs dan inflasi secara parsial berpengaruh dan signifikan terhadap ekspor ikan cakalang beku dari Indonesia ke pasar Jepang.

Kurs Rupiah/USD (X2)

Harga Ikan Cakalang Beku di Pasar Dunia

(X1)

Ekspor Ikan Cakalang Beku Indonesia ke Pasar

Jepang (Y)

Inflasi yang terjadi di Indonesia

(X3)

Keterangan:

: Simultan : Parsial

Referensi

Dokumen terkait

ME mengundang pasangan suami istri yang ingin menghangatkan kembali relasi suami istri dan belum pernah bergabung dalam ME untuk mengikuti Week-end yang akan diadakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik ligasi duktus biliaris pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan sebagai hewan model sirosis hati (Cirrhosis

Dalam menciptakan suatu karya koreografi pendidikan membutuhkan waktu yang cukup lama, melalui proses pemilihan tokoh sesuai dengan karakter yang akan dibawakan,

Penelitian ini terdiri dari 7 perlakuan yaitu ekstrak segar tanaman daun nimba, ekstrak segar tanaman daun tephorisa, ekstrak segar daun mahoni, ekstrak

Komponen kriteria pendidikan yang bermutu, antara lain: (1) materi pelajaran dirasakan manfaatnya oleh peserta didik baik dirasakan langsung maupun dikemudian, memberi

Sebagai seorang ketua Sekretariat kongres Maria Ullfah dengan tegas mengatakan kepada organisasi perempuan yang masuk ke dalam Gerakan Massa untuk memilih Kongres

Perkembangan SI dengan adanya SI lokal ini maka anggota SI secara keseluruhan bertambah. 22 Maka dilihat dari aspek inilah dibentuklah CSI, seperti yang sudah

Faktor lain yang berpengaruh pada penelitian ini adalah proporsi perempuan yang lebih besar pada kelompok obes yang mengalami resistensi insulin, sehingga tidak