• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM PIDANA AKIBAT KEALPAAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM (Analisis Putusan Nomor: 241/Pid.B/2019/PN.Mjl)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUKUM PIDANA AKIBAT KEALPAAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM (Analisis Putusan Nomor: 241/Pid.B/2019/PN.Mjl)"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM PIDANA AKIBAT KEALPAAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

(Analisis Putusan Nomor: 241/Pid.B/2019/PN.Mjl)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Ulpan Anggi Setio Budi NIM : 11140430000043

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2021 M / 1442

(2)

ii

Hukum Pidana Akibat Kealpaan Menurut Hukum Pidana Islam (Analisis Putusan Nomor: 241/Pid.B/2019/PN.Mjl)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

Ulpan Anggi Setio Budi NIM: 11140430000043

Pembimbing :

Mohamad Mujibur Rohman, M.A. NIP. 197604082007101001

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1442 H/2021

(3)
(4)

NIM

Tempat, Tanggal Lahir

Prograrn Stud i/Faku ltas

I 1 140430000043

Tangerang, 7 Mei 1997

Perbandingan Madzhabl Syariah dan Hukum

Dengan ini saya menyatakan bahr,va:

1.

Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar strata satu (Sl) di Universitas Islarn Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan

ini telah

saya

cantumkan sesuai dengan kenyataan yang berlaku

di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.

Jika kemudian hariterbukti hasil karya saya ini bukan hasil karyaasli saya

atalr merlrpakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima

sarrksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri(UIN) Syarif Hidayatullah .lakarta.

Tangerang, 25 Juli2021

ETEMI :

NEMPEL : te'3sego6

Ulpan Anggi Setio Budi

NIM. 1l140430000043

(5)

v

ABSTRAK

Ulpan Anggi Setio Budi, NIM 11140430000043, Hukum Pidana Akibat Kealpaan Menurut Hukum Pidana Islam (Analisis Putusan Nomor: 241/Pid.B/2019/PN.Mjl), Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1442 H/2021 M.

Dalam penulisan skripsi ini disini penulis membahas masalah Hukum Pidana Akibat Kealpaan Menurut Hukum Pidana Islam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan sanksi dalam tindak pidana kealpaan melukai orang lain dan keringanan sanksi karena adanya perdamaian menurut Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif.

Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif normatif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan perbandingan (comparative

approach), dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan

dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang-Undang-Undang, kitab-kitab fikih, Putusan Pengadilan Negeri Majalengka Nomor 241/PidB/2019/PN.MJL, dan literatur-literatur yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini.

Hasil penelitian Putusan Pengadilan Negeri Majalengka Nomor: 241/PID.B/2019/PN.MJL putusan Majelis Hakim berdasarkan Pasal 360 ayat (2) sudah tepat. Majelis Hakim menjatuhkan pidana yaitu 1 (satu) bulan 15 (lima belas) hari penjara dengan ketentuan terdakwa tetap ditahan dan dikurangi masa tahanan yang telah dijalani. Adapun keringan sanksi karena perdamaian, tindak pidana ini termasuk dalam delik biasa. Dalam delik biasa perdamaian tidak termasul hal yang meringankan, menurut ketentuan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Dalam Hukum Pidana Islam kasus ini termasuk jarimah qishash dan diyat kategori tindak pidana aljarhu alkhata jinayat bagian yang kelima

.

Hukuman pokoknya adalah diyat. Hukuman jinayat ini adalah hukumah. Hukumah dinisbahkan diyat jiwa nilai orang sebelum terluka 100 ekor unta, lalu setelah terluka misalnya 90 (Sembilan puluh) ekor unta, maka korban kehilangan nilai: 100-90= 10 (sepuluh). Hukumah dinisbahkan kepada diyat anggota badan yang terluka yaitu tangan, hukumah-nya adalah sepersepuluh diyat sebelah tangan, yaitu 1/10 × 10= 5 (lima) ekor unta. Hanafiyah dan Amir Syarifudin dalam tindak pidana ini hukumannya adalah ta.zir. Adapun keriganan sanksi karena perdamaian para ulama membolehkan shulh (perdamaian). Shulh atas diyat, tidak boleh lebih besar dari diyat, bisa termasuk riba. Sulh atas diyat dalam kasus ini pihak korban boleh meminta diyat hukumah diatas, namun tidak boleh lebih besar dari diyat yang ditentukan. Korban dapat imbalan lebih kecil atau sama. Pembayaran dapat dengan tunai atau hutang (angsuran).

Kata Kunci: Tindak Pidana, Kealpaan, Hukum Pidana Islam, Hukum Pidana Positif.

Pembimbing : Mohamad Mujibur Rohman, MA., Daftar Pustaka : Tahun 1972 s/d Tahun 2019

(6)

vi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan asing (terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan terutama bagi mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan beberapa istilah Arab yang belum dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup masih penggunaannya terbatas.

a. Padanan Aksara

Berikut ini adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin:

Huruf

Arab Huruf Latin Keterangan

ا Tidak dilambangkan

ب b be

ت t te

ث ts te dan es

ج j Je

ح h ha dengan garis bawah

خ kh ka dan ha د d de ذ dz de dan zet ر r Er ز z zet س s es

(7)

vii

ش sy es dan ye

ص s es dengan garis bawah

ض d de dengan garis bawah

ط t te dengan garis bawah

ظ z zet dengan garis bawah

ع koma terbalik di atas hadap

kanan غ gh ge dan ha ف f ef ق q Qo ك k ka ل l el م m em ن n en و w we ه h ha ء apostrop ي y ya b. Vokal

(8)

viii

Dalam bahasa Arab, vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia, memiliki vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal atau monoftong, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan ـــــَـــــ a fathah ـــــِـــــ i kasrah ـــــُـــــ u dammah

Sementara itu, untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut: Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan َي ـــــَـــــ ai a dan i و ـــــَـــــ au a dan u c. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal Latin

Keterangan

ــــَـا â a dengan topi diatas

ــــِـى î i dengan topi atas

ـــُــو û u dengan topi diatas

d. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf alif dan lam )لا), dialih aksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf

(9)

ix

syamsiyyah atau huruf qamariyyah. Misalnya: داهثجلإا = al-ijtihâd ةصخرلا

= al-rukhsah, bukan ar-rukhsah e. Tasydîd (Syaddah)

Dalam alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya: ةعفشلا = al-syuî

‘ah, tidak ditulis asy-syuf ‘ah

f. Ta Marbûtah

Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1) atau diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihasarakan menjadi huruf “t” (te) (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

1 ةعيرش syarî ‘ah

2 ةيملاسلإا ةعيرشلا al- syarî ‘ah al-islâmiyyah

3 بهاذملا ةنراقم Muqâranat al-madzâhib

g. Huruf Kapital

Walau dalam tulisan Arab tidak dikenal adanya huruf kapital, namun dalam transliterasi, huruf kapital ini tetap digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Perlu diperhatikan bahwa jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka huruf yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Misalnya, يراخبلا= al-Bukhâri, tidak ditulis al-Bukhâri.

Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal. Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kara nama

(10)

x

tersebut berasal dari bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

h. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism) atau huruf (harf), ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:

No Kata Arab Alih Aksara

1 تاروظحملا حيبت ةرورضلا al-darûrah tubîhu

almahzûrât

2 يملاسلإا داصتقلإا al-iqtisâd al-islâmî

3 هقفلا لوصأ usûl al-fiqh

4

ىف لصلأا ةحابلإا ءايشلأا

al-‘asl fi al-asyyâ’ alibâhah

(11)

xi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan izin Allah SWT, saya dapat menyelesaikan tugas akhir jurusan Perbandingan Madzhab, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya bersyukur dapat membuat skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliah ke zaman ilmiah seperti sekarang ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi, namun pada akhirnya selalu ada jalan kemudahan. Saya sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang terus mendukung, membantu serta memberikan masukan dalam proses saya menyelesaikan tugas akhir ini. Pada kesempatan yang berharga ini saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A., Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Siti Hanna, Lc., M.A., Ketua Program Studi Perbandingan Mazdhab. Bapak Hidayatullah S.H., M.H., Sekertaris Program Studi Perbandingan Madzhab.

4. Bapak Ahmad Bisyri Abdul Somad, M.A., selaku Dosen Penasehat Akademik.

5. Bapak Mohamad Mujibur Rohman, M.A., selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan skripsi ini.

6. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si., dan Bapak Qosim Arsadani, M.A., selaku penguji sidang skripsi yang telah mengarahkan serta memperbaiki penulisan skripsi ini.

(12)

xii

7. Seluruh staf pengajar atau dosen program studi Perbandingan Madzhab, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa hormat saya. Tidak lupa pula kepada pimpinan dan seluruh staff perpustakaan yang telah menyediakan fasilitas untuk keperluan studi kepustakaan, terutama perpustakaan fakultas Syariah dan Hukum.

8. Pimpinan Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan bahan-bahan pustka untuk kelancaran penulisan skripsi.

9. Ketua Pengadilan Negeri Majalengka yang telah membantu dalam mengumpulkan data peneliti sehingga dapat diselesaikannya skripsi. 10. Ayah dan Ibuku, Alm. Suheri Anton Sajali dan Lasmi, yang selalu

memberikan dukungan dari lisan, materil maupun doa, agar skripsi ini cepat selesai. Tugas akhir ini kupersembahkan untukmu Ayah semoga kau bahagia dan ditempatkan di syurga Allah, aamiin allohumma aamiin. Maafkan aku anakmu yang nakal ini, yang mempersembahkan skripsi ini setelah engkau tiada.

11. Adik kesayanganku Dandi Muhammad Ridwan. Yang selalu menjadi motivasi saya untuk menjadi kakak yang baik.

12. Dini Dzakiyyah Marwa, S.S., yang selalu memberikan semangat, mengingatkan, menasihati saya, dan mendoakan saya.

13. Sahabat-sahabat Dgreenty yang selalu menyemangati dan menghibur saya.

14. Teman-teman angkata 2014 program studi Perbandingan Madzhab dan seluruh pihak yang membantu dalam penulisan skripsi ini.

15. Sahabat-sahabat ITMM yang selalu menghibur Zein Yudha U

16. tama, S.H., Fahmi Pajrianto, S.H., Tio Handini, S.H., Andika Chastianto Sahputra S.Sos., Annisa Nur Aida, S.H., Almh. Husnia Laili, S.H., Ainun, S.H., Siti Sarah, S.H., Syah Gina Rahmi Lubis, S.H., Rani Widiastuti, S.H.,

(13)

xiii

17. Sahabat-sahabat seperjuangan tahun ini wisuda, tempat bertukar pikiran Charry Dwi Manfaat, S.H., Khalil Gibran Syaukani, S.H., Zein Hadi Lc., S.H., Zein Yudha Utama, S.H., Dimas Permadi, S.H., M. Angga Yudha, S.H., Arie Maulana, S.H., Sahrul Fauzi, S.H., Akbar Wijaya, S.H., yang selalu ada disaat saling membutuhkan, sahabat-sahabat saya diskusi kosan.

18. Teman-teman, adik-adik dan senior-senior Organisasi INADA CIPUTAT yang senantiasa memberikan dukungan bahkan dorongan dalam proses penulisan skripsi ini.

19. Sahabat-sahabat KKN 138 SAMUDERA Abdul Haizman, S.Ag., Alfiatun Jannah, S.Si., Luthfah Rahmanah S.H., Mella Anggraini S.E., Akhir kata semoga Allah SWT membalas semua kebaikan atas bantuan dan juga doa yang telah diberikan kepada penulis. Semoga kebaikan kalian menjadi berkah dan amal jariyah untuk kita semua. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi saya penulis serta pembaca pada umumnya. saya memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan dalam penulisan skripsi ini.

Tangerang, 17 Juni 2021

Ulpan Anggi Setio Budi NIM.11140430000043

(14)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

PEDOMAN LITERASI ... vi

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah ... 8

1. Identifikasi Masalah ... 8

2. Pembatasan Masalah ... 9

3. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1. Tujuan Penelitian ... 9

2. Manfaat Penelitian ... 10

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ... `10

E. Metode Penelitian ... 12

1. Jenis Penelitian ... 12

2. Sumber Data ... 12

3. Metode Pengumpulan Data ... 13

4. Tehnik Analisa Data ... 13

5. Tehnik Penulisan ... 13

(15)

xv

BAB II DESKRIPSI TENTANG SANKSI DAN KERINGANAN

SANKSI TINDAK PIDANA KEALPAAN MELUKAI ORANG LAIN

A. Tindak Pidana Kealpaan Menyebabkan Luka Menurut

Hukum Pidana Islam ... 15

1. Pengertian Tindak Pidana ... 15

2. Macam-Macam Tindak Pidana ... 17

3. Kealpaan Menurut Hukum Pidana Islam ... 19

4. Jarimah Kealpaan Menyebabkan Luka Menurut Hukum Pidana Islam ... 24

B. Tindak Pidana Kealpaan Menyebabkan Luka Menurut Hukum Pidana Positif ... 34

1. Pengertian Tindak Pidana ... 34

2. Macam-Macam Tindak Pidana ... 35

3. Kealpaan Menurut Hukum Pidana Positif ... 38

4. Tindak Pidana Kealpaan Menyebabkan Luka Menurut Hukum Pidana Positif ... 42

C. Gugurnya Hukuman Qishash ... 44

D. Dasar Pemberatan dan Peringanan Pidana ... 46

BAB III KASUS KEALPAAN MELUKAI ORANG LAIN DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MAJALENGKA NOMOR 241/PID.B/2019/PN.MJL A. Posisi Kasus ... 50

B. Pertimbangan Hakim ... 54

C. Putusan Hakim ... 56

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MAJALENGKA

NOMOR: 241/PID.B/2019/PN.MJL DALAM TINDAK PIDANA KEALPAAN MELUKAI ORANG LAIN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM POSITIF

(16)

xvi

A. Analisis Putusan Hakim Nomor: 241/PID.B/2019/PN.MJL

Menurut Hukum Pidana Islam ... 59

1. Analisis Sanksi Putusan Hakim Nomor: 241/PID.B/2019/ PN.MJL Menurut Hukum Pidana Islam ... 59

2. Analisis Keringanan Sanksi Karena Perdamaian Putusan Hakim Nomor: 241/PID.B/2019/PN.MJL Menurut Hukum Pidana Islam ... 70

B. Analisis Putusan Hakim Nomor: 241/PID.B/2019/PN.MJL Menurut Hukum Positif ... 73

1. Analisis Sanksi Putusan Hakim Nomor: 241/PID.B/2019/PN.MJL Menurut Hukum Positif ... 73

2. Analisis Keringanan Sanksi Karena Perdamaian Putusan Hakim Nomor: 241/PID.B/2019/PN.MJL Menurut Hukum Positif ... 84

BAB V PENUTUP ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Rekomendasi ... 94

1. Kepada Para Penegak Hukum dan Pemerintah ... 94

2. Kepada Masyarakat Luas ... 94

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi dengan tujuan agar mengisi memakmurkan hidup agar kehidupan ini sesuai dengan tata aturan dan hukum-hukum Allah SWT. Oleh karena itu tujuan tersebut berhasil dengan baik, maka sebagai kasih sayang Allah SWT terhadap manusia, Allah SWT menurunkan tata aturan dan hukum-hukum-Nya yang disampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. 1

Hukum Islam pada hakikatnya merupakan peraturan Allah SWT untuk kehidupan manusia. Peraturan tersebut dapat dilaksanakan dalam kehidupan nyata bila ada kesadaran dari umat Islam untuk mengamalkannya, yaitu melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits.2

Dalam hukum Islam pemrosesan suatu tindak pidana dilihat dari hukuman jarimahnya, karena dalam pembagian jarimah yang paling penting adalah pembagian yang ditinjau dari segi hukumnya.3 Jarimah terbagi kepada tiga bagian, yaitu jarimah hudud, jarimah qishsash dan diyat, dan jarimah ta’zir.

Jarimah hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had,

sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah:

َ و

َ لا

َ ح

َ د

َ

َ ه

َ و

َ

َ لا

َ ع

َ ق

َ و

َ ب

َ ة

َ

َ لا

َ م

َ ق

َ د

َ ر

َ ة

َ

ى لا ع تََ َلِلَّا ق ح

1 Ahmad Munif Suramaputra, Filsafat Hukum Islam AL-GHAZALI (Maslahah Mursalah

dan dengan Pembaharuan Hukum Islam), (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), h.,1.

2 Chuzaimah T. Yanggo, Problema Hukum Islam Kontemporer II, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), h., 76.

3 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), cet.1, h., ix.

(18)

Artinya: “Hukuman had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara dan merupakan hak Allah”.4

Oleh karena hukuman had itu merupakan hak Allah maka hukuman tersebut tidak bisa digugurkan oleh perseorangan (orang yang menjadi korban atau keluarganya) atau oleh masyarakat yang diwakili oleh negara.

Jarimah hudud terbagi menjadi tujuh macam, yaitu:

1. Jarimah zina, 2. Jarimah qadzaf,

3. Jarimah syurb al-khamr, 4. Jarimah pencurian, 5. Jarimah hirabah, 6. Jarimah riddah,

7. Jarimah pemberontakan

Sedangkan jarimah qishash dan diyat adalah jarimah yang diancam dengan hukuman qishash atau diyat. Baik qishash maupun diyat kedua-duanya adalah hukuman yang sudah ditentukan oleh syara’. Perbedaan dengan hukuman had adalah bahwa hukuman had merupakan hak Allah SWT, sedangkan qishash dan diyat merupakan hak manusia (hak individu). Disamping itu, perbedaan yang lain adalah karena hukuman qishash dan diyat merupakan hak manusia maka hukuman tersebut bisa dimaafkan atau digugurkan oleh korban atau keluarga.5

Pengertian qishash, sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah, yaitu:

ََة ب و ق ع لا وََة م ي َر ج لاَ ن ي بَ ةا وا س ملا

4 Abdul Qadir Audah, At-Tasyri Jinai Islami, Juz I, (Beirut: Dar Kitab Al-Arabi, 1998), h., 69.

(19)

3

Artinya: “Persamaan dan keseimbangan antara jarimah dan hukuman”.6

Jarimah qishash dan diyat ini hanya ada dua macam, yaitu pembunuhan

dan penganiayaan. Namun apabila diperluas, jumlahnya ada lima macam, yaitu:

1. Pembunuhan sengaja(

َ د

َ م

َ ع

َ لا

َ

َ ل

َ ت

َ ق

َ اَ ل

),

2. Pembunuhan menyerupai sengaja (

َ د

َ م

َ ع

َ لا

َ

َ ه

َ ب

ََش

َ

َ ل

َ ت

َ ق

َ اَ ل

), 3. Pembunuhan karena kesalahan (

َ أ ط خ لاَ ل ت ق ل ا

), 4. Penganiayaan sengaja (

َ د م ع لاَ

َ ح

َ ر

َ جل

َ ا

),

5. Penganiayaan tidak sengaja (

َ أَ طَ خَ لاََ حَ رَ جَ لَ ا

).7

Lalu jarimah ta’zir adalah jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir. Pengertian ta’zir menurut bahasa adalah ta’dib, artinya memberi pelajaran. Sedangkan pengertian ta’zir menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Al-Mawardi, yaitu:

َ تلا

َ ع

َ ح لاَا ه يَفَ ع ر ش تَ م لٍَب و ن ذَى ل عَ ب يَد أ تَ ر ي َز

ََد و د

Artinya: “Ta’zir adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang belum ditentukan hukumannya oleh syara”.8

Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa hukuman ta’zir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’, dan wewenang untuk menetapkannya diserahkan kepada ulil amri. Disamping itu, dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa ciri khas jarimah ta’zir adalah sebagai berikut: 1. Hukumannya tidak tertentu dan tidak terbatas. Artinya, hukuman tersebut

belum ditentukan oleh syara’ dan ada batas minimal dan maksimal. 2. Penentuan hukuman tersebut adalah hak penguasa (ulil amri).9

6 Muhammad Abu Zahrah, Jarimah wa ‘uqubah fi Fikih Islamiy, (Dar Al-Fikr Al-Arabi), h., 380.

7 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h., xi.

8 Abu Hasan Mawardi, Ahkam As-Sulthaniyah, (Mesir: Mushthafa Baby Al-Halaby, 1975), cet. 3, h., 219.

(20)

Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum

(rechstaat), bukan berdasarkan atas kekuasaan (machtaat). Hukum dihadirkan

untuk menciptakan keteraturan dengan mencegah atau mengatasi segala bentuk kekacauan.

Hukum pidana merupakan salah satu bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di masyarakat atau dalam suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan perbutatan-perbuatan mana yang dilarang yang disertai ancaman berupa nestapa atau penderitaan bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.10

Hakekat sanksi pidana adalah pembalasan, tujuan sanksi pidana adalah pelajaran baik ditujukan pada pelanggar hukum itu sendiri maupun pada seseorang yang mempunyai potensi untuk menjadi penjahat. Selain itu juga untuk melindungi masyarakat dari segala bentuk kejahatan dan pendidikan atau perbaikan bagi para penjahat.11

Masalah pelanggaran suatu tindak pidana tidak hanya dapat terjadi dengan adanya suatu kesengajaan dari pelaku, tetapi juga terdapat suatu tindak pidana yang terjadi karena adanya suatu sikap kurang hati-hati atau kealpaan dari si pelaku. Dalam hal kealpaan ini biasanya si pelaku tidak berniat untuk melakukan tindakan pidana, akan tetapi karena kurangnya kehati-hatian atau akibat kecerobohannya si pelaku akhirnya melakukan tindak pidana.12

Perbuatan yang dimaksud disini adalah perbuatan yang sama dalam penganiayaan, tidak dicantumkan secara konkret dalam rumusan-rumusan tindak pidana. Namun perbuatan ini harus benar-benar terwujud agar kejahatan ini benar-benar terjadi. Kejahatan ini merupakan kejahatan culpa,

9 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h., xii.

10 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h.,7.

11 Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Di Indonesia, cet. I (Jakarta: Pradya Paramita, 1986), h.,16.

12 Radius Affiando, 0806342996, Tindak Pidana Kealpaan Dalam Hukum Pidana

Indonesia: Suatu Tinjauan Juridis Kecelakaan Lalu Lintas di Jalur Transjakarta, Program

Studi Ilmu Hukum, Jurusan Program Kehususan Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan, Universitas Indonesia,2012, h.,1.

(21)

5

yakni kejahatan karena kesalahan atau kealpaan. Hanya ada satu ketentuan mengenai kejahatan terhadap tubuh dengan tidak sengaja yaitu dimuat dalam Pasal 360 KUHP.

Dalam rumusan tersebut ayat 1, terdapat unsur-unsur, yakni: 1. Ada perbuatan,

2. Karena kesalahan (kealpaannya)

3. Menimbulkan akibat orang luka-luka berat,

Dalam ayat ke-2, terdapat unsur-unsur sebagai berikut: 1. Ada perbuatan,

2. Karena kesalahan (kealpaannya), 3. Menimbulkan akibat:

a. Luka yang menimbulkan penyakit,

b. Halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu.13

Kealpaan atau kelalaian yang mengakibatkan kelukaan dalam hukum pidana Islam adalah dengan istilah al-jarhu al-khata atau penganiayaan tidak sengaja, yaitu kesalahan dalam berbuat sesuatu yang mengakibatkan lukanya seseorang.14

Ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa hukumannya adalah satu diyat penuh atau al-‘arsy (kurang dari satu diyat). Dalam tindak pidana seperti ini tidak ada hukuman pengganti.15

Namun ada suatu kasus dalam putusan nomor: 241/Pid.B/2019/PN.Mjl. Dalam putusan tersebut, terjadi penembakan yang dilakukan oleh anak bupati majalengka bernama Irfan Nur Alam terhadap seorang kontraktor asal bandung bernama Panji Pamungkas. Peristiwa itu terjadi saat Panji

13 Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, (Jakarta: Kencana Prenamedia Group, 2014). h., 104.

14 Rokhmadi, Hukum Pidana Islam, (Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015). h.,149.

15 Santoso, Topo, Asas-Asas Jukum Pidana Islam, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2016). h., 170.

(22)

Pamungkas dan 15 (lima belas) temannya mendatangi rumah Irfan Nur Alam ingin menagih terkait pembayaran uang proyek SPBU. Namun Irfan sedang dalam perjalanan pulang menuju Majalengka dari Bandung. Mengetahui hal tersebut Irfan menyuruh Panji dan teman-temannya bertemu ditempat lain. Pertemuan disepakati di Kawasan Ruko Taman Hana Sakura, Kecamatan Cigasong, Kabupaten Majalengka. Terjadi perkelahian antara teman-teman Irfan dan teman-teman panji. Melihat keadaan yang tidak kondusif, bermaksud ingin melerai Irfan menghampiri Panji membawa Pistol dan menembakkan pistol keudara untuk peringatan. Panji yang ketakutan ingin merebut pistol dari Irfan. Saat terjadi perebutan pistol Irfan tidak sengaja menembak tangan Panji, sehingga tangan Panji terluka. Panji pun langsung pergi ke rumah sakit dan melaporkan kejadian tersebut.16

Melalui proses hukum dan upaya hukum yang dilalui oleh Irfan Nur Alam dan kuasa hukumnya, pada tanggal 30 Desember 2019. Pengadilan Negeri Majalengka, Irfan Nur Alam dinyatakan bersalah karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara dan divonis hukum selama 1 (satu) bulan 15 (lima belas) hari. Putusan ini lebih ringan dari tuntutan penuntut umum, salah satu pertimbangan hakim yang meringankan karena telah adanya perdamaian antara terdakwa dengan pelapor.

Dalam delik biasa perkara tersebut dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari yang dirugikan (korban). Jadi, walaupun korban telah mencabut laporannya kepada pihak yang berwenang, penyidik tetap berkewajiban untuk memproses perkara tersebut. Sehingga proses hukum terhadap tersangka akan tetap berjalan walaupun seandainya pihak keluarga sudah memaafkan tersangka.

16 Jabar.Tribun News.com, Awal Mula Kasus Penembakan yang Mengantarkan Irfan Nur

Alam Anak Bupati Majalengka Ditahan Polisi,dalam

https://jabar.tribunnews.com/2019/11/16/awal-mula-kasus-penembakan-yang-mengantarkan-irfan-nur-alam-anak-bupati-majalengka-ditahan-polisi. Diakses pada tanggal 30 oktober 2020, Pukul 15.00.

(23)

7

Keikhlasan dari keluarga korban juga tidak dapat menjadi pertimbangan hakim. dalam memutus hukuman terdakwa menjadi ringan karena berat ringannya hukuman pidana yang dijatuhkan hakim kepada terdakwa, menurut ketentuan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009. Tentang Kekuasaan Kehakiman, hakimlah yang memperhatikan sifat baik dan jahat dari terdakwa.17

Dalam hukum pidana Islam kealpaan mengakibatkan luka secara tidak sengaja (al-jarhu al-khata) masuk dalam qishash. Dalam hukuman qishash terdapat keringanan hukuman dengan beberapa syarat. Hal yang menjadikan

qishash itu digugurkan dan akan digantikan dengan hukuman lain adalah:

1. Meninggalnya pelaku tindak pidana 2. Hilangnya tempat dilakukan qishash 3. Taubatnya pelaku tindak pidana 4. Perdamaian

5. Pengampunan 6. Diwarisnya qishash 7. Kadaluarsa18

Sesuai dengan firman Allah SWT Q.s, Al-Baqarah (2): ayat 178:

ا ه ي أَٰٓ ي

َ

َ يَذ لٱ

َ ن

آ

َ و ن م

َ يَفَ صا صَق ۡلٱَ م كۡي ل عَ بَت كَ ا

ٱ

َ لۡت ق ۡل

ى

َ ۖ

ََ ا

ََبَ ر حۡل

ا

ََدۡب ع ۡلٱَبَ دۡب عۡلٱ وَ َ ر حۡل

َ و

ا

َ ن ۡلۡ

َ ث

ََبَى

ا

َ ثن ۡلۡ

َۡنَمَ ه لَ يَف عَ ۡن م فَ ۚى

َ

َ ء ۡي شََهي َخ أ

َ

َ فا

ََ تَ ب

عا

َََب

ا

َ و رۡع مۡل

ََف

َ وَ

َ ا

ََبََهۡي لَإَ ءَٰٓا د

ََا

َ س ۡح

ا

ٍَن

َ يَف ۡخ تَ كَل ذَ ۖ

َ ف

َ

َ

ة م ۡح ر وَۡم كَ ب رَنَ م

َ بَى د ت ۡعٱَ َن م فَ

َ د ۡع

َ

ََل ذ

َ عَ ه ل فَ ك

َ ميَل أَ با ذ

17 Hukum Online.com, Bisakah Kasus Pidana DIselesaikan Lewat Cara Kekeluargaan, dalam https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt503aef1a96fc6/bisakah-kasus-pidana-

diselesaikan-lewat-cara-kekeluargaan/#:~:text=Adapun%20tindak%20pidana%20yang%20masih,keluarga%2C%20d an%20delik%20aduan%20lainnya. Diakses pada tanggal 30 oktober 2020, Pukul 20.55.

(24)

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.19

Jadi perdamaian dan keikhlasan dari pihak korban dapat meringankan hukuman tindak pidana dalam hukum pidana Islam.

Berdasarkan dari pemaparan yang penulis sampaikan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam penulisan skripsi dengan judul “Hukum

Pidana Akibat Kealpaan Menurut Hukum Pidana Islam (Analisis Putusan Nomor: 241/Pid.B/2019/PN.Mjl)”.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat beberapa permasalahan yang dapat penulis indentifikasikan antara lain sebagai berikut:

a. Klasifikasi kealpaan menurut hukum pidana Islam dan hukum pidana positif.

b. Peranan hukum sebagai kontrol sosial dan perlindungan terhadap masyarakat.

c. Sanksi kealpaan melukai orang lain menurut hukum pidana Islam dan hukum pidana positif.

d. Keringanan sanksi hukuman terhadap terpidana kealpaan karena adanya perdamaian menurut hukum pidana Islam dan hukum pidana positif.

19 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya Juz 1-30, (Jakarta: Departemen Agama, 1984). h., 27.

(25)

9

2. Pembatasan Masalah

Sehubungan dengan luasnya cakupan pembahasan dan permasalahan yang timbul dalam penelitian ini, maka penulis perlu membatasi masalah yang akan dibahas secara terperinci. Hal ini dimaksudkan agar pembahasannya tidak terlalu meluas dan sesuai dengan sasaran yang diharapkan penulis. Maka dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahannya pada sanksi dan keringanan sanksi hukuman terhadap terpidana kealpaan oleh Irfan Nur Alam karena adanya perdamaian menurut hukum pidana Islam dan hukum pidana positif.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana sanksi pidana kealpaan melukai orang lain menurut hukum pidana Islam dan hukum pidana positif?

b. Bagaimana keringanan sanksi hukuman pidana kealpaan melukai orang lain karena adanya perdamaian dalam putusan Nomor: 241/Pid.B/2019/PN.Mjl menurut hukum pidana Islam dan hukum pidana positif?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini ada beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh penulis, tujuan yang dimaksud adalah:

a. Secara umum:

1) Untuk mengetahui peranan hukum sebagai kontrol sosial untuk melindungi masyarakat dari kealpaan

2) Untuk mengetahui pandangan hukum pidana Islam dalam menyikapi persoalan keringanan sanksi hukuman terpidana kealpaan Irfan Nur Alam karena pemberian maaf dan perdamaian.

(26)

b. Secara khusus, yaitu memenuhi persyaratan formalitas dalam mendapatkan gelar akademik Sarjana Hukum strata 1 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah: a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan di bidang hukum dalam memahami tentang keringanan sanksi hukuman terpidana kealpaan karena adanya pemberian maaf dan perdamaian

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran kepada penegak hukum dan masyarakat mengenai permasalahan keringanan sanksi hukuman terpidana kealpaan Irfan Nur Alam karena adanya pemberian maaf dan perdamaian.

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Pada penulisan skripsi ini penulis sepenuhnya menggunakan studi review yaitu dengan melihat penelitian-penelitian yang pernah ditulis penulis sebelumnya guna dijadikan acuan dan rujukan. Penulis telah menemukan hasil penelitian diantaranya:

Skripsi yang ditulis pada tahun 2018 oleh Andika Bachtiar di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul Pertanggungjawaban Pidana Atas Kelalaian Lalu Lintas Yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa Orang Lain (Analisis Putusan Nomor: 27/Pid.Sus/2016/PT.PAL). Skripsi ini membahas mengenai pertimbangan dan penerapan hukum hakim dalam tindak pidana kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa dalam hukum pidana positif dan hukum pidana Islam

(27)

11

Perbedaan dari skripsi diatas dengan skripsi yang akan penulis lakukan adalah penulis membahas kelalaian yang menyebabkan luka dan membahas keringanan sanksi yang diberikan Hakim karena adanya perdamaian (shulh) menurut hukum pidana Islam dan hukum pidana positif.

Skripsi yang ditulis pada tahun 2008 oleh Sadath M. Nur di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Hakim PN. Subang Nomor: 234/Pid.N/PN. Subang Tentang Kelalaian Yang Menyebabkan Kematian. Skripsi ini membahas pertimbangan hukum oleh hakim dan kompensasi dalam pidana kelalaian yang menyebabkan kematian dalam hukum pidana positif dan hukum pidana Islam.

Perbedaan dari skripsi diatas dengan skripsi yang akan penulis lakukan adalah penulis membahas sanksi kelalaian yang menyebabkan luka dan keringanan sanksi hukuman pidana kelalaian yang menyebabkan luka karena perdamaian (shulh) menurut hukum pidana Islam dan hukum pidana positif.

Skripsi yang ditulis pada tahun 2019 oleh Saefudin Januar di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang yang berjudul Analisis Terhadap Mediasi Tindak Pidana Penganiayaan Di Kelurahan Proyonanggan Utara Kecamatan Batang Kabupaten Batang Menurut Hukum Positif dan Hukum Pidana Islam. Skripsi ini membahas penerapan mediasi melalui

Alternatif Dispute Resolution (ADR) dan hukum Pidana Islam.

Perbedaan dari skripsi diatas dengan skripsi yang akan penulis lakukan adalah fokus kasus yang berbeda yaitu tindak pidana kelalaian yang menyebabkan luka dan keringanan sanksi hukuman pidana kealpaan menyebabkan luka karena adanya perdamaian menurut hukum pidana Islam dan hukum pidana positif.

E. Metode Penelitian

(28)

Adapun jenis penelitian dalam skripsi ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif20, yaitu penelitian yang memuat deskripsi

tentang masalah yang diteliti berdasarkan bahan-bahan hukum tertulis. Sesuai dengan karakterisktik kajiannya, maka penelitian ini menggunakan metode kualitatif-normatif yaitu penelitian yang digunakan deskriptif analisis, yaitu mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif dan hukum Islam. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan perbandingan (comparative approach)21, yaitu

kegiatan untuk membandingkan hukum suatu negara dengan negara lain atau hukum dari waktu tertentu dengan hukum dari waktu yang lain yaitu hukum positif dan hukum Islam.

2. Sumber data

Sumber-sumber penelitian terdiri dari dua jenis sumber data diantaranya:

a. Data primer merupakan data yang bersifat autoritif artinya mempunyai otoritas. Dalam primer dalam hal ini terdiri dari Al-Qur’an, Al-Hadits, kaidah-kaidah Fiqh, pendapat Ulama terdahulu dan Kontemporer, Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasan Kehakiman, dan buku-buku.

b. Data sekunder merupakan bahan-bahan yang memberikan penjelasan dalam mengkaji data primer, yaitu data-data yang diperoleh dari buku-buku yang masih memiliki keterkaitan dengan pokok masalah yang akan diteliti.

3. Metode Pengumpulan Data

20 Fahmi Muhammad Ahmadi, Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010). Cet 1, h., 10.

21 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2016). h., 172.

(29)

13

Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi kepustakaan (library research)22, baik berupa buku, peraturan

perundan-undangan, majalah surat kabar, mengakses internet, dan sumber lainnya yang berkaitan secara langsung dengan objek yang diteliti. Data-data yang telah terkumpul diperiksa Kembali mengenai kelengkapan jawaban yang diterima kejelasannya, konsistensi jawaban atau informasi yang biasa disebut editing.

4. Teknik Analisi Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis data kualitatif untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Dengan menggunakan analisis ini penulis berusaha untuk mengklasifikasikan data-data yang telah diperoleh, disusun dan dideskripsikan.

5. Teknik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada buku pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab mempunyai sub bab sebagaimana standar pembuatan skripsi. Secara sistematis bab-bab tersebut terdiri dari:

BAB I merupakan pendahuluan yang menguraikan latar belakang

masalah, identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

22 Fahmi Muhammad Ahmadi, Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010). Cet.1, h., 10.

(30)

penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II merupakan pembahasan. Bagian pembahasan ini merupakan

tinjauan umum tentang pidana kealpaan, penganiayaan (Al-Jarhu), keringanan sanksi karena perdamaian dalam hukum pidana Islam dan hukum positif.

BAB III menguraikan posisi kasus, pertimbangan hakim dan putusan

hakim dalam kasus kealpaan penganiayaan Irfan Nur Alam No. 241/Pid.B/2019/PN.Mjl.

BAB IV merupakan pokok penelitian yang akan membahas analisis

penulis tentang putusan hakim dalam putusan No. 241/PidB/2019/PN.Mjl ditinjau dari hukum pidana Islam dan hukum positif.

BAB V merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan yang

menjawab rumusan masalah dan diakhiri dengan rekomendasi yang berguna untuk perbaikan dimasa akan datang.

(31)

15

BAB II

DESKRIPSI TENTANG SANKSI DAN KERINGANAN SANKSI TINDAK PIDANA KEALPAAN MELUKAI ORANG LAIN

A. Tindak Pidana Kealpaan Menyebabkan Luka Menurut Hukum Pidana Islam

1. Pengertian Tindak Pidana

Dalam hukum Islam, istilah hukum pidana disebut dengan fiqh jinayah. Secara etimologis, fiqh berasal dari kata “

َ ه ق ف ي

َ

َ هَق ف

” yang berarti

paham atau memahami ucapan secara baik.23 Sedangkan secara terminologis fiqh didefinisikan oleh Wahbah Al-Zuhaili, Abdul Karim Zaidan, dan Umar Sulaiman dengan mengutip definisi Syafi’i dan Al-Amidi, yaitu ilmu tentang hukum-hukum syariat yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil terperinci.

Kata hukum dalam definisi ini menjelaskan bahwa hal-hal yang berada di luar apa yang dimaksud dengan kata “hukum”, seperti zat tidak termasuk dalam pengertian fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syariat yang bersifat praktis dan merupakan hasil analisis seorang miujtahid terhadap dalil-dalil yang terperinci, baik yang terdapat Al-qur’an maupun hadis.

Adapun istilah jinayah, secara etimologis berasal dari kata -َىَن ج يَ–َ ن ج

َ اًي ن َج َ ََج و َ ن َ يا

ًَة yang berarti melakukan dosa. Louwis Ma’luf mengatakan, kata ى ن ج berarti َ ةا ن جَ جَ ٍنا جََ وَ هَ فَ اَ نًَبَ ذََ بَ كَ تَ رََا (melakukan dosa), pelakunya disebut ٍَنا ج, bentuk jamaknya َ ةا ن ج.24 Sedangkan secara terminologis, jinayah didefinisikan dengan semua perbuatan yang dilarang dan mengandung kemudharatan terhadap jiwa atau terhadap selain jiwa.

23 Ibrahim Anis, Abdul Halim Muntasir, dkk, Mu’jam Wasit, (Mesir: Dar Al-Ma’rif, 1972), h.,698.

24 Louwis Ma’luf, Al-Munjid fi Al-Lughah, Juz I, (Beirut: Jamiul Huquq, 1998), cet. XVII, h., 105.

(32)

Jinayah adalah sebuah tindakan atau perbuatan seseorang yang

mengancam keselamatan fisik dan tubuh manusia serta berpotensi menimbulkan kerugian pada harga diri dan harta kekayaan manusia sehingga Tindakan atau perbuatan itu dianggap haram untuk dilakukan bahkan pelakunya harus dikenakan sanksi hukum, baik diberikan di dunia maupun di akhirat.

َ ع ت

َ ر

َ يَم لَ س َ لْاََة ع َر شلاَىَفَ َمَئا ر جلاَ ف

ََبََة

َ أَ ن

َ ه

َ ح مَا

َ و ظ

َ شَ تا ر

َ ر

ََع

َ ي

َ ة

َ

َ ز

َ ج

َ ر

َ الل

َ

َ ع

َ ن

َ ه

َا

25

.ٍَرَ يََزَ عَ تََ وَ أََ ٍدَ حََب

Artinya: “Tindak pidana diartikan sebagai perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syarak yang diancam oleh Allah SWT dengan hukuman hudud atau ta’zir”

Dalam kata jinayah dan jarimah, mayoritas fuqaha menggunakan kata

jinayah hanya untuk perbuatan yang mengenai jiwa atau anggota badan

seseorang, seperti pembunuhan, penganiayaan, pemukulan dan penguguran kandungan. Ada pula sebagian fuqaha yang membatasi pemakaian kata jinayah kepada tindak pidana (jarimah) hudud dan

qishash.26

Bisa disimpulkan bahwa pengertian Fiqh Jinayah adalah ilmu tentang hukum-hukum syariat yang digali dan disimpulkan dari nash-nash keagamaan, baik Al-Qur’an maupun Hadits, tentang kriminalitas, baik berkaitan dengan keamanan jiwa maupun anggota badan atau menyangkut seluruh aspek pancajiwa syariat yang terdiri dari agama, jiwa, akal, kehormatan atau nasab dan harta kekayaan, maupun diluar pancajiwa syariat tersebut.27

2. Macam-Macam Tindak Pidana

25 Abdul Qadir Audah, At-Tasyri Al-Jinaiy Al-Islamiy, Juz I, (Beirut: Jamiul Huqq, 1998), h., 66.

26 Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Bab I, (Bogor: PT. Kharisma Ilmu, 2007), h., 66.

(33)

17

Adapun jenis-jenis tindak pidana (jarimah) ditinjau dari sisi berat-ringannya sanksi hukuman serta ditegaskan atau tidaknya dalam Al-Quran dan Hadist, jarimah dapat dibagi atas jarimah hudud, jarimah qishash dan

diyat, dan jarimah ta’zir.28

a. Jarimah Hudud

Secara etimologis, hudud yang merupakan jamak dari kata had yang berarti َ ع ن م لا (larangan, pencegahan). Sedangkan secara terminologis jarimah hudud yaitu perbuatan melanggar hukum, jenis, dan ancaman hukumannya ditentukan oleh nash, yaitu hukuman had (hak Allah). Hukuman had yang dimaksud tidak mempunyai batas terendah dan tertinggi dan tidak dihapuskan oleh perorangan (korban atau wakilnya) atau masyarakat yang mewakili

(ulil amri).29

Menurut istilah syara’ jarimah hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had, sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah adalah:

َ لا ع تََ َلِلَّا ق حَ ة ر د ق م لاَ ة ب و ق ع لاَ و هَ د ح لا و

ى

Artinya: “Hukuman had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara dan merupakan hak Allah”.30

Makna dari definisi had adalah hukuman yang telah ditentukan syariat dan hak Allah SWT. Dapat disimpulkan bahwa jarimah

hudud adalah jarimah atau perbuatan pidana yang telah ditentukan

bentuk dan batas hukumannya oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an dan merupakan hak Allah SWT. Jarimah Hudud dibagi menjadi

28 Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islan: Penegakan Syariat dalam Wacana

dan Agenda, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), Cet. 1, h., 22.

29 Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2004), h.,12.

(34)

tujuh macam, antara lain: jarimah zina, jarimah qadzaf, jarimah

syurbul khamr, jarimah pencurian, jarimah hirabah, jarimah riddah, dan jarimah al-bagyu (pemberontakan).31

b. Jarimah Qishash dan Diyat

Secara etimologis qishash berasal dari kata اًَصَ صَََق–ََ صَ قََ ي–ََ صَ ق yang berarti َ ه ع ب ت ت mengikuti, menelusuri jejak atau langkah. Kata Qashash

berasal dari bahasa Arab “Qaseha” berarti dia memutuskan, atau dia mengikuti jejak buruannya, dan karena ia bermakna sebagai hukum balas (yang adil) atau pembalas yang sama atas pembunuhan yang telah dilakukan. Adapun arti qishash secara terminologi adalah tindakan (sanksi hukum) kepada para pelaku persis seperti Tindakan yang dilakukan oleh pelaku tersebut (korban).32

Baik qishash maupun diyat adalah hukuman yang telah ditentukan batasannya, dan tidak mempunyai batas rendah atau batas tertinggi, tetapi menjadi hak perseorangan. Dalam hubungannya dengan qishash dan diyat adalah bahwa hukuman tersebut bisa dihapuskam atau dimaaafkan oleh korban atau keluarga korban.

Menurut Ahmad Hanafi, jarimah Qishash ada lima macam, yaitu: pembunuhan sengaja (al-qathlu al-‘amdu), pembunuhan semi sengaja (

al-qatlu syibhu al-‘amdu), pembunuhan tidak sengaja (al-qathlu khata), penganiayaan sengaja (al-jarhu-al-‘amdu), dan penganiayaan

tidak sengaja (al-jarhu khata).33 c. Jarimah Ta’zir

Ta’zir adalah bentuk mashdar dari kata َ ر َز ع يَ–َ ر ز ع yang secara

etimologis berarti َ ع ن م لا وَ د رلا, yaitu menolak dan mencegah. Akan tetapi menurut istilah ta’zir adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak

31 Mardani, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Kencana, 2019), h., 10. 32 Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2014), h.,4. 33 Mardani, Hukum Pidana Islam, h., 12.

(35)

19

pidana) yang belum ditentukan hukumannya oleh syara. Hukuman

ta’zir adalah hukuman yang belum ditentukan oleh syara, melainkan

diserahkan kepada Ulil Amri, baik penentunnya maupun pelaksanaannya.34

Dalam buku Fiqih Jinayah, pengarang Djajuli mengemukakan bahwa tindak pidana ta’zir terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: Tindak pidana hudud, atau qishash atau diyat yang syubhat atau tidak memenuhi syarat, namun sudah merupakan maksiat (misalnya percobaan pencurian, percobaan pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga dan pencuri aliran listrik). Tindak pidana pencurian yang ditentukan oleh Al-Qur’an dan Hadits, namun tidak ditentukan sanksinya (misalnya penghinaan, saksi palsu, tidak melaksanakan amanah dan menghina agama). Tindak pidana yang merugikan kepentingan umum atau merusak ketertiban masyarakat (pelanggaran lalu lintas, pemberantasan korupsi, dan lain-lain.35

3. Kealpaan Menurut Hukum Pidana Islam.

a. Pengertian Kealpaan Menurut Hukum Pidana Islam.

Kealpaan dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-khata yang berarti kekeliruan atau kesalahan36, sebagaimana firman Allah SWT

dalam Q.s, An-Nisa (4): ayat 92:

َ ن أَ ٍنَم ۡؤ مَلَ نا كَا م و

َ

َ خَ لََّإَاًنَم ۡؤ مَ ل ت ۡق ي

َ ط

ًَۚائ

َ

َ ن م و

َ

َ ل ت ق

َ

اًنَم ۡؤ م

َ

َ خ

ًَئ ط

ا

َ

َ ري َر ۡح ت ف

َ

ٍَة ب ق ر

َ

ٍَة نَم ۡؤ م

َ

َ و

َ ة يَد

َ

َ ة م ل س م

َ

ََٰٓ ى لَإ

َ

ََٰٓۦَهَل ۡه أ

َ

ََٰٓ لََّإ

َ

َ ن أ

َ

َ و ق د ص ي

َ نَإ فَ ۚا

َ

َ نَمَ نا ك

َ

َ ٍو د عَ ٍم ۡو ق

َ

َۡم ك ل

َ

َ و ه و

َ

َ نَم ۡؤ م

َ

َۡح ت ف

ٍَة ب ق رَ ري َر

َ

َ ٍة نَم ۡؤ م

َ

َ نَإ و

َ

َ نا ك

َ

َ ن َم

َ

َ ٍم ۡو ق

َ

َ ن ۡي ب

َ ق ثيَ مَم ه نۡي ب وَ ۡم ك

َ

َ ة يَد ف

َ

َ ة م ل س م

َ

ََٰٓ ى لَإ

َ

ۦَهَل ۡه أ

َ

َ ري َر ۡح ت و

َ

ٍَة ب ق ر

َ

َ ٍة نَم ۡؤ م

َ

َ ن م ف

َ

َۡم ل

َ

َۡد َج ي

َ

َ ما ي َص ف

َ

ََنۡي ر ۡه ش

ًَة ب ۡو تَ َنۡي عَبا ت ت مَ

َ

َ نَ م

َ

َ َ لِلّٱ

َ

َ نا ك و

َ

َ لِلّٱ

َ

ًَميَك حَاًميَل ع

اَ

٩٢

ََ

34 Mardani, Hukum Pidana Islam, h., 13.

35 Djazuli, Fiqih Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1997), h.,13.

36 Abdullah bin Nuh dan Umar Bakry, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1979), Cet. 4. h., 98.

(36)

Artinya: Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S An-Nisa (4): 92). 37

Al-khata menurut sebagian ahli tafsir diartikan sebagai suatu

perbuatan yang tidak layak akan timbul perbuatan itu dari dirinya (tidak berniat melakukan perbuatan tersebut). Kelalaian yang dimaksud adalah perbuatan yang tidak ada niat dan keinginan sedikitpun untuk berbuat melawan hukum, karena perbuatan tersebut timbul bukan karena faktor kesengajaan, akan tetapi timbul atas dasar ketidaksengajaan si pelaku.38

Al-khata menurut istilah adalah suatu perbuatan yang dimaafkan.

Dalam hal kekeliruan niat dan pengetahuan si pelaku sedikitpun tidak dipertimbangkan (tidak adanya maksud atau kehati-hatian) dalam berbuat dan sedikitpun tidak berdosa.39

37 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya Juz 1-30, (Jakarta: Departemen Agama, 1984). h., 93.

38 Imam Jalaludin Abdurrahman As-Suyuti dan Imam Jalaludin Al-Mhali, Tafsir Jalalain, (Jedah: Sanqaafurah), h.,84.

(37)

21

Menurut Abu Zahrah dalam karyanya yang berjudul ushul fiqih.

Al-khata adalah terjadi suatu perbuatan atau perkataan yang tidak

sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelakunya.40

Begitu pula, menurut Muslich mengatakan bahwa kelalaian

(al-khata) adalah terjadinya suatu perbuatan di luar kehendak pelaku,

tanpa maksud melawan hukum, perbuatannya tersebut terjadi karena kelalaiannya atau kurang hati-hati.41

b. Bentuk-Bentuk Kealpaan

Ahmad Wardi Muslich, membagi dua bentuk perbuatan yang terjadi akibat kelalaian (culpa), yaitu:

a. Pelaku sengaja melakukan perbuatan yang akhirnya menjadi jarimah, tetapi jarimah ini sama sekali tidak diniatkan, kekeliruan atau kelalaian ini ada dua macam, yaiu:

1) Keliru dalam perbuatan,

َل عَف لاَ يَفَ أ ط خ)

, contohnya seperti orang yang menembak burung tetapi pelurunya menyimpang mengenai orang.

2) Keliru dalam dugaan,

(

ََد ص ق لاَ يَف

َ أ ط خ

), contohnya seperti

seorang tantara yang menembak seseorang yang disangkanya anggota pasukan musuh, tetapi ternyata diteliti anggota pasukannya sendiri.

b. Pelaku tidak sengaja berbuat atau melakukan jarimah dan

jarimah yang terjadi tidak diniatkannya. Dalam jarimah

tersebut terjadi karena kelalaiannya atau ketidakhati-hatiannya. Dalam istilah para fuqaha disebut

“َ أ ط خلاَ ر ج مَ ةي َر ج”.

Seperti seseorang yang tidur di samping seorang bayi dan ia menindih bayi itu sampai mati. Dalam jarimah ini muslich membaginya menjadi dua, yaitu:

40 M. Abu Zahrah, Ushul Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), cet.8, h.,529.

41 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), cet.2, h.,77.

(38)

1) Jarimah sengaja jelas menunjukkan adanya kesengajaan berbuat jarimah, sedangkan dalam jarimah tidak sengaja

(culpa), keinginan untuk melanggar hukum tidak ada. Oleh

karenanya, hukuman untuk jarimah sengaja lebih berat dari pada jarimah tidak sengaja.

2) Jarimah sengaja hukuman tidak bisa dijatuhkan apabila unsur sengaja tidak terbukti. Sedangkan dalam jarimah tidak sengaja (culpa) hukuman dijatuhkan karena kelalaian pelaku atau ketidakhati-hatiannya.42

Hanafi dalam karyanya Asas-Asas Hukum Pidana Islam, membagi dua bentuk kekeliruan atau kelalaian, yaitu:

1) Al-khata fi asy-syakhsi keliru obyektif (kesalahan dalam sasaran) seseorang dengan perbuatan jarimah dengan maksud membunuh orang yang dituju, akan tetapi orang lain yang terkena. Jadi kekeliruan atas perbuatannya. Contoh: A menembak B dengan maksud ingin membunuhnya, tetapi B mengelak dan akhirnya mengenai C yang berada di dekat B. 2) Al-khata fisy-syakhsiyah keliru subyektif (kesalahan dalam

menilai orangnya) unsur ini dapat terjadi apabila seseorang membunuh orang lain yang disangkanya A, akan tetapi orang tersebut adalah B. disini letak kekeliruannya adalah sangka pelaku. Contoh: A membunuh B, dan A yakin itulah orangnya, ternyata setelah diamati bukan B yang mati, tetapi C.43

Para fuqaha berbeda pendapat. Segolongan para fuqaha mengadakan pemisahan tentang apa yang dikerjakannya sesuatu yang dilarang atau tidak. Kalau dilarang maka baik keliru pada perbuatannya atau keliru pada sangkaan tidak mempengaruhi adanya

42 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Pidana Islam, h., 23.

43 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), cet.6. h.,142.

(39)

23

pertanggungjawaban sebagai perbuatan sengaja. Akan tetapi kalau perbuatan tersebut tidak dilarang maka perbuatan tersebut mempengaruhi sifatnya pertanggungjawaban dan dianggap sebagai perbuatan tidak sengaja, karena perbuatan tersebut tidak dilarang, seperti hendak menembak binatang buruan, akan tetapi mengenai orang.

Golongan fuqaha kedua melakukan pemisahan antara keliru dalam perbuatan dengan keliru pada sangkaan pembuat. Kalau kekeliruan teletak pada perbuatan yang dikerjakannya. Kalau sangkaan pembuat, sedangkan perbuatan yang dikerjakan pembuat adalah haram, makai a dianggap sebagai sengaja.44

c. Kaidah-kaidah Kealpaan

Para ahli hukum Islam membuat dua kaidah umum untuk dasar pertimbangan terhadap perbuatan kelalaian (culpa), yaitu:

a. Seseorang melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh

syara’, atau atas keyakinan bahwa perbuatan itu tidak dilarang

oleh syara’, akan tetapi dari perbuatan-perbuatan yang mubah (halal) tersebut kemudian timbul akibat-akibat yang dilarang

syara’. Dalam hal ini berlaku asas culpa, yang terdiri dari:

1) Tidak adanya penelitian yang mendalam, 2) Tidak adanya kehati-hatian

Jika pelaku masih mungkin menghindari perbuatan itu, maka si pelaku dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakannya. Tetapi apabila dalam perbuatan tersebut tidak perlu mengadakan penghatian dan kehati-hatian, maka pelaku tersebut bebas dari pertanggungjawaban pidana, misalnya seseorang menggali sebuah sumur, dan sumur itu sudah dipagar untuk mencegah orang lain jatuh kedalamnya, kemudian ada

(40)

orang lain lompat kedalam sumur dengan bermaksud bunuh diri, maka pelaku (pembuat) sumur itu bebas dari pertanggungjawaban pidana.

b. Seseorang melakukan perbuatan yang memang perbuatannya dilarang oleh syara’ dan perbuatannya bukan karena terpaksa, tetapi sasarannya keliru, maka pelaku tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut, baik ada kemungkinan untuk berhati-hati maupun tidak. Contoh: A hendak membunuh B, karena salah membidik, tembakannya mengenai C sehingga C meninggal, maka A tetap dimintai pertanggungjawaban walaupun tidak melakukan perhatian yang mendalam terhadap akibat dari perbuatannya tersebut.45

4. Jarimah Kealpaan Menyebabkan Luka Menurut Hukum Pidana Islam

Kealpaan menyebabkan luka menurut hukum pidana Islam masuk dalam penganiayaan tidak sengaja. Penganiayaan dalam hukum pidana Islam disebut Al-Jarhu, menurut etimologi Al-Jarhu diambil dari fi’il

madly jaraha, yang berarti melukai atau mencederai. Al-Jarhu secara

terminologi sebagaimana diungkapkan oleh Ibn Mandzur Al-Ifriki dalam

Lisan Al-Arab adalah pukulan atau melukai yang adakalanya berbentuk

merusak anggota badan. Definisi yang lain, Al-Jarhu adalah perbuatan yang dilakukan seseorang dengan sengaja atau tidak sengaja untuk melukai atau mencederai orang lain.46

Ditinjau dari segi niat pelaku, tindak pidana Al-Jarhu atau tindak pidana selain jiwa dibagi menjadi dua bagian:

a. Tindak pidana atas selain jiwa atau pelukaan dengan sengaja

)دمعلاَحرجلا)

45 Abdul Qadir Al-audah, At-Tasyri Al-Jinaiy Al-Islamiy, Juz I, h., 105.

46 Fuad Thohari, Hadis Ahkam: Kajian Hadis-Hadis Hukum Pidana Islam (Hudud,

(41)

25

Pengertian tindak pidana atas selain jiwa atau pelukaan dengan sengaja, seperti dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah adalah

47

.ََنا و د ع لاََد ص قَبَ ل عَفلاَىَنا ج لاََه يَفَ د م ع تَا مَ و هَ د م ع لا ف

Artinya: perbuatan sengaja adalah setiap perbuatan di mana pelaku sengaja melakukan perbuatan dengan maksud melawan hukum. Dari definisi tersebut dapat diambil suatu asumsi bahwa dalam tindak pidana selain jiwa atau pelukaan dengan sengaja, pelaku sengaja melakukan perbuatan yang dilarang dengan maksud supaya perbuatannya itu mengenai dan menyakiti orang lain. Contoh, seseorang dengan sengaja melempar orang lain dengan batu, dengan maksud supaya batu itu mengenai badan atau kepalanya.48

Percenderaan terhadap anggota tubuh dengan sengaja (دمعلاَ حرجلا)

ini terbagi menjadi 4 kategori:

1) Pencenderaan terhadap anggota badan dengan memutuskan bagiannya secara terpisah sehingga mengakibatkan cacat serius, 2) Pencenderaan terhadap anggota badan dengan menghilangkan

fungsinya, misalnya membuat lumpuh atau tidak berdaya, 3) Pencenderaan yang berakibat luka terhadap anggota tubuh selain

kepala,

4) Pencenderaan yang berakibat luka terhadap kepala atau wajah.49 b. Tindak pidana atas selain jiwa dengan tidak sengaja atau kelukaan

dengan tidak sengaja atau tersalahَ(أطخلاَحرجلا)

Pengertian tindak pidana atas selain jiwa atau kelukaan dengan tidak sengaja atau tersalah menurut Wahbah Zuhaili adalah

50

.ََنا و د ع لاََد ص قَ ن و دَ ل عَف لاَىَنا ج لاََه يَفَ د م ع تَا مَ و هَ أ ط خ لا و

47 Abdul Al-Qadir Audah, At-Tasyri Al-Jinai Al-Islami, Juz II, h., 204. 48 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, cet.1, h., 180.

49 Fuad Thohari, Hadis Ahkam: Kajian Hadis-Hadis Hukum Pidana Islam (Hudud,

Qishash, dan Ta’zir), Cet. 1, h.,224.

50 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Aadillatuhu, Juz VI, (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1989), h.,331.

Referensi

Dokumen terkait

Challenge / Response Encryp<ng Token 45589 2 1 3 4 5 6 7 8 9 0 Enter Challenge / response Token Challenge Input the challenge, from popup window, in the token

menyeberang hingga mobil berhenti adalah … A.. Seorang anak menjatuhkan sebuah batu dari ketinggian 20 m. Satu detik kemudian ia melemparkan sebuah batu lain ke bawah. Anggap

PIHAK KEDUA bersama-sama dengan PIHAK PERTAMA wajib membuat laporan dan pertanggung jawaban yang tembusannya dikirimkan kepada BPKP selaku Tim Pendampingan (Quality Assurance)

Luaran dari pendidikan tinggi ini tentu akan memiliki daya saing yang tinggi, mampu menjadi agen perubahan (Musa-Oito, 2018: 89) karena mereka akan terpapar dengan

Sahabat penulis Findi Astri Larasati, Memes Wijayanti yang telah senantiasa memberikan doa, semangat dan bantua serta teman praktik kerja lapangan penulis Surya Deastrian

Berdasarkan dari uraian latar belakang yang telah disampaikan, maka dapat dirumuskan permasalahannya adalah “Apakah program berita Pojok Pitu JTV telah memberitakan

Penelitian ini menggunakan peneltian hukum empiris dan hasil penelitian menyatakan bahwa di masyarakat Dusun Waung Desa Sonoageng Kecamatan Prambon Kabupaten

Pedagang (sektor informal) yang sebagian menempati lahan pada elevasi di bawah 90 baik di tempat wisata Wonoharjo Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali maupun di