• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESANTUNAN TINDAK DIREKTIF PADA TUTURAN ANAK DAN ORANG TUA DI DESA NGRANCANG, NGAWI Kesantunan Tindak Direktif Pada Tuturan Anak Dan Orang Tua Di Desa Ngrancang, Ngawi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KESANTUNAN TINDAK DIREKTIF PADA TUTURAN ANAK DAN ORANG TUA DI DESA NGRANCANG, NGAWI Kesantunan Tindak Direktif Pada Tuturan Anak Dan Orang Tua Di Desa Ngrancang, Ngawi."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

KESANTUNAN TINDAK DIREKTIF PADA TUTURAN ANAK

DAN ORANG TUA DI DESA NGRANCANG, NGAWI

NASKAH PUBLIKASI

Untuk memenuhi sebagai persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh:

DEWI CAHYA NINGSIH A 310100112

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)
(3)

ABSTRAK

KESANTUNAN TINDAK DIREKTIF PADA TUTURAN ANAK DAN ORANG TUA DI DESA NGRANCANG, NGAWI

Dewi Cahya Ningsih, A 310100112, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2014.

Penelitian ini memiliki 3 tujuan. (1) Mendeskripsikan bentuk kesantunan tindak direktif pada tuturan anak di Desa Ngrancang, Ngawi. (2) Mendeskripsikan bentuk kesantunan tindak direktif pada tuturan orang tua di Desa Ngrancang, Ngawi. (3) Mendeskripsikan skala kesantunan tindak direktif pada tuturan anak dan orang tua di Desa Ngrancang, Ngawi. Objek penelitian berupa kesantunan tindak direktif pada tuturan anak dan orang tua di Desa Ngrancang Ngawi. Data dalam penelitian ini berupa data lisan dan tertulis. Sumber data dalam penelitian ini adalah data secara lisan atau wawancara dari anak remaja yang berusia 12-15 tahun dan orang tua di Desa Ngrancang Ngawi. Pengumpulan data menggunakan metode simak dan cakap. Analisis data menggunakan metode padan intralingual. Simpulan terdiri dari 3 hal yang perlu disampaikan. (1) Bentuk kesantunan tindak direktif pada tuturan anak kepada orang tuanya di Desa Ngrancang, Ngawi ada 11 (sebelas) bentuk tuturan tindak direktif yaitu 23 meminta, 2 memerintah, 1 menasehati, 2 menegur, 6 mengajak, 2 memperingatkan, 2 menyarankan, 1 mengintrogasi, 1 melarang, 1 membujuk, 1 mengancam dan 1 mempersilahkan. (2) Bentuk kesantunan tindak direktif pada tuturan orang tua kepada anaknya di Desa Ngrancang, Ngawi ada 6 (enam) bentuk tuturan tindak tutur direktif yaitu 1 meminta, 6 memerintah, 3 menasehati, 2 menyarankan, 3 mengintrogasi dan 1 memarahi. (3) Skala kesantunan tindak direktif pada tuturan anak dan orang tua di Desa Ngrancang, Ngawi ada 5 skala kesantunan tindak, yaitu skala kerugian dan keuntungan (cost-benefit scale), skala pilihan (optionality scale), skala ketidaklangsungan (inderectness scale), skala keotoritasan (anthority scale), dan skala jarak sosial (social distance).

(4)

A. PENDAHULUAN

Seorang anak mempunyai kewajiban untuk selalu sopan dan hormat kepada orang tua. Artinya ketika anak bertutur dengan orang tua maka kesantuan (sopanan) bahasa yang digunakan menjadi hal yang harus dan wajib untuk dilaksanakan. Seperti halnya ketika seorang anak memohon, meminta, menyarankan, dan seterusnya kepada orang tuanya agar melakukan tindakan yang diinginkan. Tentunya untuk memberikan dedikasi yang baik kepada anak, orang tua dalam bertutur juga harus sopan.

Berdasarkan uraian diatas permasalahan yang muncul adalah tuturan direktif anak dan orang tua ketika berkomunikasi atau bertutur. Bertutur atau komunikasi tentunya juga perlu diperhatikan terjadinya kerjasama dan juga prinsip kesopanan yang terjadi pada anak dan orang tua. Permasalahannya dalam bertutur direktif seorang anak, bahasa yang digunakan sering tidak memenuhi prinsip kesopanan yang harus diperhatikan dalam komunikasi. Hal inilah yang menjadi latar belakang untuk mengkaji dan meneliti kesantunan tindak dengan judul “Kesantunan Tindak Direktif pada Tuturan Anak dan Orang Tua di Desa Ngrancang, Ngawi”.

Penelitian ini memiliki 3 tujuan. (1) Mendeskripsikan bentuk kesantunan tindak direktif pada tuturan anak di Desa Ngrancang, Ngawi. (2) Mendeskripsikan bentuk kesantunan tindak direktif pada tuturan orang tua di Desa Ngrancang, Ngawi. (3) Mendeskripsikan skala kesantunan tindak direktif pada tuturan anak dan orang tua di Desa Ngrancang, Ngawi.

B. METODE PENELITIAN

(5)

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak dan metode cakap. Metode simak merupakan metode yang digunakan dalam penyediaan data dengan cara peneliti melakukan penyimakan penggunaan bahasa (Mahsun 2011: 92).

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Bentuk Kesantunan Tindak Direktif pada Tuturan Anak di Desa Ngrancang, Ngawi

a. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Meminta

Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 23 tuturan bentuk kesantunan tindak direktif anak dalam meminta.

1) Nadia Abibita (15 tahun) Konteks tuturan:

Tuturan dituturkan anak untuk meminta doa restu agar lulus dalam ujian nasional.

Bentuk tuturan:

O1 : bu saya minta doa restu semoga saya lulus ujian nasional. O2 : iya belajar yang rajin.

Data 1) di atas merupakan bentuk kesantunan direktif anak pada orang tua untuk meminta doa agar keinginannya tercapai. Konteks situasi pada data 1) menggambarkan keadaan pada saat berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara O1 dan O2. Dari konteks situasi tersebut, terlihat bahwa O1 sebagai anak menggunakan tindak tutur direktif meminta O2 untuk memberikan doa. Tindak tutur direktif meminta yang dituturkan O1 dilatarbelakangi oleh keinginan O1 agar berhasil dalam ujian nasional melalui doa restu yang diberikan oleh O2 sebagai ibunya. Dari data 1) tersebut terlihat bahwa penutur menggunakan bahasa yang santun untuk mengungkapkan permintaan doa kepada mitra tutur.

b. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Memerintah

Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 7 tuturan bentuk kesantunan tindak direktif anak dalam memerintah.

(6)

Tuturan ini dituturkan pada saat seorang anak memerintahkan ibunya untuk mencucikan bajunya, selanjutnya ibunya menyuruhnya mengajak adiknya dahulu.

Bentuk tuturan:

O1 : ibu, cucikan baju saya!

O2 : iya, tetapi adiknya diajak dulu. O1 : iya-iya bu.

Tuturan data 1) dituturkan anak pada saat ibunya sedang mengajak adik. Bentuk kesantunan direktif memerintah yang dilakukan oleh anak adalah pada tuturan ibu, cucikan baju saya!. Dari tuturan tersebut menunjukkan O1 sebagai anak memerintah O2 sebagai ibu untuk mencucikan bajunya. Data 1) terlihat penutur menggunakan bahasa yang kurang santun terhadap mitra tutur, seharusnya penutur menggunakan kata “tolong” guna memperhalus tuturan perintah yang disampaikan penutur.

c. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Menasehati

Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 1 tuturan bentuk kesantunan tindak direktif anak dalam menasehati.

1) Aprilia (15 tahun) Konteks tuturan:

Tuturan ini menuturkan seorang anak yang menasehati ibunya pada saat akan pergi ke warung memakai babydol.

Bentuk tuturan:

O1 : mau kemana buk?

O2 : ke warung bentar, ada apa?

O1 : masak ke warung pakai babydol, gak sopan buk!

(7)

d. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Menegur

Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 2 tuturan bentuk kesantunan tindak direktif anak dalam menegur.

1) Nadia Abibita (15 tahun) Konteks tuturan:

Tuturan dituturkan anak kepada ibunya agar tidak berbicara terlalu keras karena kasihan melihatnya adiknya sedang tidur.

Bentuk tuturan:

O1 : ibu kalau berbicara jangan keras-keras. O2 : kenaapa?

O1 : kasihan adiknya sedang tidur.

Tuturan data 1) terjadi ketika adik penutur sedang tidur. Penutur menegur mitratutur untuk tidak berbicara keras. Tuturan tersebut merupakan bentuk kesantunan direktif menegur yang mengandung arti bahwa penutur menegur mitra tutur untuk tidak berbicara terlalu keras dengan maksud agar adiknya yang sedang tidur tidak terbangun.

e. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Mengajak

Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 6 tuturan bentuk kesantunan tindak direktif anak dalam mengajak.

1) Riski (12 tahun) Konteks tuturan:

Tuturan ini menuturkan seorang anak yang mengajak ibunya untuk mengantarkan penutur ke TPA.

Bentuk tuturan:

O1 : ibu besok saya mau TPA anterin y bu. O2 : iya besok tak anterin.

(8)

f. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Memperingatkan

Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 2 tuturan bentuk kesantunan tindak direktif anak dalam memperingatkan.

1) lfi (15 tahun) Konteks tuturan:

Tuturan ini dituturkan seorang anak kepada ibunya untuk memperingatkan membawa nasi.

Bentuk tuturan:

O1 : ibu, besuk saya mau bawa nasi, besuk ingatkan ya bu! O2 : iya

Tuturan penutur pada data 1) yang menunjukkan kesantunan tindak direktif memperingatkan yaitu pada tuturan ibu, besuk saya mau bawa nasi, besuk ingatkan ya bu!. Tuturan tersebut menunjukkan bahwa penutur memberikan peringatan kepada mitra tutur untuk mengingatkan agar penutur besuk membawa nasi.

g. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Menyarankan

Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 2 tuturan bentuk kesantunan tindak direktif anak dalam menyarankan.

1) Eko Saputra (15 tahun) Konteks tuturan:

Tuturan ini dituturkan pada saat seorang anak menyarankan bapaknya untuk naik motor ke apotik.

Bentuk tuturan:

O1 : mau kemana pak? O2 : ke apotik

O1 : daripada jalan kaki mending naik motor

Tuturan data 1) terjadi pada saat mitra tutur hendak pergi ke apotik. Penutur menyarankan kepada mitra tutur untuk pergi ke apotik mengendarai motor. Tuturan tersebut merupakan tindak tutur direktif menyarankan yang diwujudkan dalam tuturan berita dan mempunyai maksud menyarankan kepada mitra tutur untuk mengendarai motor. Tindak tutur O1 dianggap santun dengan berkata daripada jalan kaki mending naik motor.

h. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Mengintrogasi

(9)

1) Kiki Ratnasari (14 tahun) Konteks tuturan:

Tuturan ini menuturkan seorang anak yang bertanya kepada ibunya apakah berkata bohong.

Bentuk tuturan: O1 : buk, darimana ? O2 : dari rumahe budhe.

O1 : aku tadi kesana kok gak ada? Bohong ya?

Tuturan pada data 1) terjadi pada saat mitra tutur pulang dari rumah budhe. Tindak tutur tersebut O1 sebagai anak mengintrogasi ibunya mengapa ibunya tidak ada di rumah budhe dengan tuturan aku tadi kesana kok gak ada? Bohong ya?. Klausa Bohong ya? Merupakan penanda lingual tindak tutur mengintrogasi karena lingual tersebut menuntut mitra tutur untuk menjawab dan mengungkapkan apa yang ditanyakan oleh penutur, yaitu apakah ibunya tadi ke rumah budhe. Dari tindak tutur O1, terbukti kalau O1 menanyakan ibunya mengapa tadi tidak berada di rumah budhe ketika penutur ke rumah budhe dengan bahasa yang kurang santun, seharusnya penutur mengatakan “maaf bu, tadi aku ke rumah budhe tapi kenapa ibu tidak di rumahnya budhe?”.

i. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Melarang

Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 1 tuturan bentuk kesantunan tindak direktif anak dalam melarang.

1) Ardian (15 tahun) Konteks tuturan:

Tuturan ini dituturkan pada saat seorang anak melarang bapaknya untuk minum teh manis

Bentuk tuturan:

O1 : bapak jangan minum teh manis! O2 : kenapa?

O1 : bapak kan kena diabetes.

(10)

bahasa yang kurang santun, seharusnya penutur mengatakan “maaf pak, bapak jangan terlalu banyak minum teh manis”.

j. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Membujuk

Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 1 tuturan bentuk kesantunan tindak direktif anak dalam membujuk.

1) Riski Andreas (15 tahun) Konteks tuturan:

Tuturan ini menuturkan bujukan anak terhadap ibunya yang mengatakan bahwa baru sekali pulang terlambat.

Bentuk tuturan:

O2 : jam segini kok baru pulang sekolah, darimana?

O1 : maaf buk, tadi diajak main kerumah teman, halah sekali ini aja buk.

Tuturan O1 pada data 1) menunjukkan tindak tutur direktif membujuk yaitu dengan tuturan maaf buk, tadi diajak main kerumah teman, halah sekali ini aja buk. Tujuan O1 mengucapkan tuturan tersebut yaitu O1 bermaksud memerintahkan secara halus O2 untuk melakukan sesuatu. Tuturan O1 yang menunjukkan tindak tutur direktif membujuk tersebut dapat diartikan O1 membujuk O2 untuk memaafkannya karena baru sekali pulang terlambat. Penggunaan seruan “halah sekali ini aja buk” bertujuan memperhalus tuturan yang bermaksud memaafkan penutur. Dari tindak tutur O1, terbukti kalau O1 membujuk ibunya untuk memaafkannya dengan bahasa yang santun dengan ditandai pengunaan kata “maaf” pada awal tuturan. k. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Mengancam

Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 1 tuturan bentuk kesantunan tindak direktif anak dalam mengancam.

1) Randa (15 tahun) Konteks tuturan:

Tuturan ini menuturkan ancaman seorang anak terhadap ibunya jika tidak dibelikan sepeda motor.

Bentuk tuturan:

O1 : buk, belikan sepeda motor! O2 : enggak punya uang.

O1 : kalau enggak di belikan aku enggak pulang rumah

(11)

mengancam yang diwujudkan dalam tuturan berita dan mempunyai arti mengancam agar mitra tutur membelikan sepeda motor, jika tidak dibelikan maka penutur tidak akan pulang ke rumah. Dari tuturan tersebut terbukti bahwa penutur menggunakan bahasa yang kurang santun ketika meminta dibelikan sepeda motor dengan nada ancaman. l. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Mempersilahkan

Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 1 tuturan bentuk kesantunan tindak direktif anak dalam mempersilahkan.

1) Anggraina (15 tahun) Konteks tuturan:

Tuturan ini dituturkan seorang anak yang mempersilahkan bapaknya untuk meminum kopi.

Bentuk tuturan:

O1 : bapak, ini kopinya, monggo diminum! O2 : ya,taruh situ dulu.

Tindak tutur pada data 1) tersebut terjadi ketika penutur memberikan minum kopi kepada mitra tutur dan mempersilahkan mitra tutur tersebut untuk minum kopi. Klausa “monggo diminum” merupakan penanda lingual tindak tutur mempersilahkan bapaknya untuk minum kopi. Dari tuturan tersebut terbukti bahwa penutur meminta mitra tutur untuk meminum kopi dengan bahasa yang santun. 2. Bentuk Kesantunan Tindak Direktif pada Tuturan Orang Tua di Desa

Ngrancang, Ngawi

a. Kesantunan Tindak Direktif Orang Tua dalam Meminta

Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 1 tuturan bentuk kesantunan tindak direktif orang tua dalam meminta.

1) Trias Kusuma M. (13 tahun) Konteks tuturan:

Tuturan ini menuturkan permintaan seorang ibu untuk membelikan bakso jika anaknya menang.

Bentuk tuturan:

O1 : Ibu, saya besuk lomba nyanyi di Ngawi doakan supaya mendapatkan juara satu ya !

O2 : Amin, kalau menang ibu belikan bakso.

(12)

didoakan agar menang dalam lomba menyanyi. Tuturan data 1) dianggap santun karena O2 sebagai orang tua dengan kedudukan sosial yang lebih tinggi meminta O1 untuk membelikan bakso jika menang setelah O2 mendoakan kemenangan anaknya.

b. Kesantunan Tindak Direktif Orang Tua dalam Memerintah

Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 6 tuturan bentuk kesantunan tindak direktif orang tua dalam meminta.

1) Warsini (43 tahun) Konteks tuturan:

Tuturan ini menuturkan seorang ibu kepada anaknya untuk mencuci piring.

Bentuk tuturan:

O1 : ibu,besuk belikan sepatu ya! O2 : iya,cuci piring dulu.

O1 : iya bu.

Data 1) merupakan bentuk tuturan direktif memerintah. Tuturan dituturkan ibu pada saat anaknya meminta dibelikan sepatu. Maksud O2 memerintah O1 mencuci piring adalah sebagai imbalan jika ingin dibelikan sepatu. Data 1) terlihat penutur sebagai orang yang kedudukan sosialnya lebih tinggi menggunakan bahasa yang santun terhadap mitra tutur.

c. Kesantunan Tindak Direktif Orang Tua dalam Menasehati

Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 3 tuturan bentuk kesantunan tindak direktif orang tua dalam menasehati.

1) Rahmadhani N. (35 tahun) Konteks tuturan:

Tuturan juga menuturkan orang tua (ibu) menasehati anaknya agar belajar yang rajin.

Bentuk tuturan:

O1 : bu saya minta doa restu semoga saya lulus ujian nasional. O2 : iya belajar yang rajin.

O1 : iya bu.

(13)

belajar yang rajin. Tuturan tersebut menggunakan bahasa direktif yang santun dengan mendoakan anaknya agar lulus ujian nasional.

d. Kesantunan Tindak Direktif Orang Tua dalam Menyarankan

Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 2 tuturan bentuk kesantunan tindak direktif orang tua dalam menyarankan.

1) Sumiatun (32 tahun) Konteks tuturan:

Tuturan ini menuturkan saran dari ibu kepada anaknya untuk mencoba mencari buku di atas meja atau lemari.

Bentuk tuturan:

O1 : buk, lihat buku geografiku dak? O2 : enggak tau, kenapa?

O1 : tak cari-cari enggak ada,tolong carikan buk! O2 : coba lihat di atas meja atau lemari

O1 : udah buk,ini udah ketemu di dalam tas.

Tuturan data 1) terjadi pada saat O1 mencari buku geografi yang hilang. O2 menyarankan kepada O1 untuk mencari di atas meja atau lemari. Tuturan tersebut merupakan tindak tutur direktif menyarankan yang diwujudkan dalam tuturan berita dan mempunyai maksud menyarankan kepada O1 untuk mencari di ats meja atau lemari. Tindak tutur O1 dianggap santun dengan berkata coba lihat di atas meja atau lemari.

e. Kesantunan Tindak Direktif Orang Tua dalam Mengintrogasi

Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 3 tuturan bentuk kesantunan tindak direktif orang tua dalam mengintrogasi.

1) Yayuk (35 tahun) Konteks tuturan:

Tuturan ini menuturkan seorang ibu yang bertanya kepada anaknya apakah sudah mengerjakan PR.

Bentuk tuturan:

O1 : bu, aku mau main ketempat Lia. O2 : Udah mengerjakan PR?

O1 : belum, ntar malem.

(14)

tutur O2, terbukti kalau O2 menanyakan anaknya apakah sudah mengerjakan PR dengan bahasa yang santun sehingga O1 tidak merasa tersinggung.

f. Kesantunan Tindak Direktif Orang Tua dalam Memarahi

Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 1 tuturan bentuk kesantunan tindak direktif orang tua dalam mengintrogasi.

1) Suparno (43 tahun) Konteks tuturan:

Tuturan ini juga menuturkan kekesalan bapak terhadap anaknya yang meminta dipijat.

Bentuk tuturan:

O1 : tolong pijitin tanganku dong pak!

O2 : tadi mau dipijitin gak mau, sekarang malah nyuruh.

Tuturan pada data 1) terjadi pada saat O1 meminta tolong untuk memijit tangannya. O2 sebagai orang tua memarahi anaknya karena sebelumnya O2 sudah menawarkan untuk memijit tetapi O1 tidak mau. Klausa tadi mau dipijitin gak mau, sekarang malah nyuruh merupakan penanda lingual tindak tutur memarahi karena lingual tersebut menunjukkan penutur merasa kesal dan kecewa degan mitra tutur yang meminta untuk dipijat. Dari tindak tutur O2, terbukti kalau O2 memarahi anaknya dengan bahasa yang santun.

3. Skala Kesantunan Tindak Direktif pada Tuturan Anak dan Orang Tua di Desa Ngrancang, Ngawi

a. Skala kerugian dan keuntungan (cost-benefit scale)

Skala ini menunjuk kepada besar kecilnya keuntungan dan kerugian yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Semakin tuturan tersebut merugikan diri penutur, akan dianggap santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu menguntungkan penutur akan dianggap tidak santunlah tuturan itu. Data (1)

Subjek: O1: Serayu Aprilia (15 tahun) O2: Sri Ningsih (45 tahun) Konteks Tuturan:

Tuturan dituturkan anak saat meminta uang untuk membayar buku. Bentuk Tuturan:

O1 : ibu saya minta uang! O2 : buat apa. Berapa?

(15)

Subjek: O1: Ardian (15 tahun) O2: Suparman (42 tahun) Konteks Tuturan:

Tuturan ini dituturkan pada saat seorang anak melarang bapaknya untuk minum teh manis

Bentuk Tuturan:

O1 : bapak jangan minum teh manis! O2 : kenapa?

O1 : bapak kan kena diabetes.

Berdasarkan skala keuntungan dan kerugian (cost-benefit scale), tuturan pada data (2) memiliki keuntungan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan data tuturan (1). Hal tersebut terbukti dengan tuturan (1) yang diucapkan oleh O1 (penutur) “ibu saya minta uang!”. Dalam tuturan data (1) tersebut, O1 (penutur) melakukan tuturan direktif yang dapat menguntungkan O1 (penutur), O1 meminta O2 (mitra tutur) untuk memberikan uang kepada O1 tanpa memperhatikan untuk rugi O2 yang belum tentu setuju dengan permintaan O1. O1 hanya memperhatikan keuntungannya saja.

Berbeda dengan data (1), data (2) dianggap lebih santun. Hal itu terbukti dengan tuturan data (2) “bapak jangan minum teh manis!” yang diucapkan oleh O1 (penutur), tuturan direktif tersebut dapat menguntungkan O2 (mitra tutur), O1 menyuruh O2 dengan memperhatikan keuntungan O2 (mitra tutur). O1 menyuruh O2 untuk tidak minum es teh manis agar penyakit diabetesnya tidak kambuh, tuturan tersebut jelas menunjukkan bahwa O1 memberikan keuntungan kepada O2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tuturan pada data (1) merupakan tuturan yang kurang santun dibandingkan tuturan pada data (2).

b. Skala pilihan (optionality scale)

Skala pilihan menunjuk pada banyak sedikitnya pilihan yang disampaikan oleh penutur. Semakin banyaknya pilihan yang diberikan oleh penutur, maka akan semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, apabila semakin sedikit pilihan, maka makna semakin tidak santunlah tuturan itu. Dalam skala pilihan atau optional scale ini peneliti membandingkan tuturan satu dengan tuturan yang lain guna mempermudah perbandingan antara data yang santun dan tidak santun. Data (1)

(16)

Konteks Tuturan:

Tuturan ini menuturkan ibunya yang menasehati anaknya untuk menabung sedikit-sedikit.

Bentuk Tuturan:

O1 : ibu, belikan HP ya ! O2 : HPnu kemana? O1 : Rusak bu.

O2 : Uang sakunya ditabung sedikit-sedikit nanti ibu kasih tambahan. O1 : Ok bu!

Data (2)

Subjek: O1: Eko Saputra (15 tahun) O2: Suparlan (48 tahun) Konteks Tuturan:

Tuturan ini dituturkan pada saat seorang anak menyarankan bapaknya untuk naik motor ke apotik.

Bentuk Tuturan: O1 : mau kemana pak? O2 : ke apotik

O1 : daripada jalan kaki mending naik motor

Berdasarkan skala pilihan (optionality scale), tuturan pada data (2) memiliki kesantunan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tuturan pada data (1). Hal ini terbukti dengan tuturan data (2) “daripada jalan kaki mending naik motor” yang diungkapkan oleh O1 (penutur) kepada O2 (mitra tutur). Pilihan yang diberikan O1 pada data (2) memberikan kelonggaran kepada O2 (mitra tutur) untuk mencari pilihan lain sebelum mengendarai motor. Sedangkan pada data (1) tuturan yang diucapkan O2 (penutur) “Uang sakunya ditabung sedikit-sedikit nanti ibu kasih tambahan” menunjukkan bahwa tidak terdapat pilihan yang dilakukan O2 (penutur) kepada O1 (mitra tutur), sehingga O1 harus mengikuti apa yang dikatakan oleh O2 kepadanya. Hal ini yang membedakan tuturan kedua data tersebut, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tuturan pada data (2) lebih santun dibandingkan tuturan data (1).

c. Skala ketidaklangsungan (inderectness scale)

Skala ketidaklangsungan menunjuk pada peringkat langsung atau tidak langsungnya sebuah tuturan. Semakin langsung sebuah tuturan, maka semakin tidak santunlah tuturan itu. Sebaliknya, semakin tidak langsung sebuah tuturan, maka semakin santulah tuturan itu. Data (1)

(17)

Konteks Tuturan:

Tuturan tersebut menuturkan ajakan anak kepada ibunya untuk pergi ke pasar membeli seragam sekolah.

Bentuk Tuturan:

O1 : ibu seragam sekolah sudah rusak, besok minggu ke pasar ya buk beli kain.

O2 : iya Data (2)

Subjek: O1: Alfi (15 tahun) O2: Warsini (43 tahun) Konteks Tuturan:

Tuturan ini menuturkan seorang ibu kepada anaknya untuk mencuci piring

Bentuk Tuturan:

O1 : ibu,besuk belikan sepatu ya! O2 : iya,cuci piring dulu.

O1 : iya bu.

Berdasarkan skala ketidaklangsungan (inderectness scale), tuturan pada data (1) memiliki kesantunan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tuturan pada data (2). Hal tersebut terbukti dengan tuturan yang disampaikan pada data (1) “ibu seragam sekolah sudah rusak, besok minggu ke pasar ya buk beli kain” yang diucapkan oleh O1 (penutur) terdapat ketidaklangsungan tuturan yang disampaikan oleh O1 kepada O2 (mitra tutur). Pada tuturan data (1) memberikan pengertian kepada O2 (mitra tutur) secara tidak langsung untuk membelikan kain ke pasar untuk menggantikan seragam yang sudah rusak. Sedangkan pada data (2), tuturan yang diucapkan O2

iya, cuci piring dulu” menunjukkan kelangsungan O2 menyuruh O1

untuk mencuci piring dahulu sebelum permintaan O1 untuk dibelikan kain dikabulkan, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tuturan pada data (1) lebih santun dibandingkan tuturan data (2).

d. Skala keotoritasan (anthority scale)

Skala keotoritasan (anthority scale) merupakan skala yang asimetris, artinya seseorang yang memiliki otoritas atau kekuasaan dapat menggunakan bentuk sapaan yang akrab kepada orang lain, tetapi orang yang disapa akan menjawab dengan bentuk sapaan yang terhormat.

Data (1)

(18)

Konteks Tuturan:

Tuturan anak dituturkan kepada ibunya untuk meminta membelikan jilbab buat sekolah

Bentuk Tuturan:

O1 : ibu, besuk belikan jilbab

O2 : Jilbab buat apa? jilbabmu aja sudah banyak.

O1 : Buat sekolah bu,soalnya jilbabnya kelunturan celana levis. O2 : Iya,besuk tak anter.

Data (2)

Subjek: O1: Riski Andreas (15 tahun) O2: Rumiyati (42 tahun) Konteks Tuturan:

Tuturan ini juga menuturkan bujukan anak terhadap ibunya yang mengatakan bahwa baru sekali pulang terlambat.

Bentuk Tuturan:

O2 : jam segini kok baru pulang sekolah, darimana?

O1 : maaf buk, tadi diajak main kerumah teman, halah sekali ini aja buk.

Berdasarkan skala keotoritasan (anthority scale), tuturan pada data (2) memiliki kesantunan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tuturan pada data (1). Hal tersebut terbukti dengan tuturan yang disampaikan pada data (2) “maaf buk, tadi diajak main kerumah teman, halah sekali ini aja buk” yang diucapkan oleh O1 (penutur) menunjukkan adanya sebuah rasa hormat O1 terhadap O2 sebagai orang tua. Pada tuturan data (2) O1 meminta maaf kepada O2 karena O1 pulang terlambat. O1 menggunakan sapaan “buk” kepada O2, karena O1 memiliki kedudukan di bawah O2 yaitu sebagai anak dari O2. Sedangkan pada tuturan data (1) “Jilbab buat apa? jilbabmu aja sudah banyak” yang diucapkan oleh O2 terhadap O1 menunjukkan keotoritasan O2 terhadap anaknya. O2 memarahi O1 yang minta dibelikan jilbab karena O2 menganggap O1 sudah memiliki banyak jilbab. O2 menambahkan akhiran “–mu” diakhir kata jilbab karena O2 memiliki kedudukan yang lebih tinggi yaitu sebagai orang tua. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tuturan pada data (2) lebih santun dibandingkan tuturan data (1).

e. Skala jarak sosial (social distance)

(19)

Data (1)

Subjek: O1: Randa (15 tahun) O2: Kasiti (49 tahun) Konteks Tuturan:

Tuturan ini juga menuturkan ancaman seorang anak terhadap ibunya jika tidak dibelikan sepeda motor.

Bentuk Tuturan:

O1 : buk, belikan sepeda motor! O2 : enggak punya uang.

O1 : kalau enggak di belikan aku enggak pulang rumah Data (2)

Subjek: O1: Anggraina (15 tahun) O2: Suwarno (40 tahun) Konteks Tuturan:

Tuturan ini dituturkan seorang anak yang mempersilahkan bapaknya untuk meminum kopi.

Bentuk Tuturan:

O1 : bapak, ini kopinya, monggo diminum! O2 : ya, taruh situ dulu.

Berdasarkan skala jarak (social distance scale), tuturan pada data (2) memiliki kesantunan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tuturan pada data (1). Hal tersebut terbukti dengan tuturan pada data (2) “bapak, ini kopinya, monggo diminum!” yang diucapkan oleh O1 (penutur) menunjukkan bahwa O1 menggunakan ragam bahasa yang santun dan ramah sebagai wujud keakraban dan faktor usia kepada O2 (mitra tutur) sebagai orang tua penutur. O1 menggunakan sapaan “bapak” dan kata “monggo” menunjukkan rasa hormat terhadap O2 sebagai orang tua. Sedangkan pada data (1) “kalau enggak di belikan aku enggak pulang rumah” yang diucapkan oleh O1 menunjukkan bahwa O1 menggunakan ragam bahasa yang kurang santun dan nada ancaman terhadap O2, padahal O2 memiliki usia yang lebih tua dan kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan O1. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tuturan pada data (2) lebih santun dibandingkan dengan tuturan data (1).

4. Penelitian yang Berhubungan dengan Penelitian Sebelumnya

(20)

menarik untuk diperhatikan dan dipahami ketika kesantunan diasosiasikan dengan tindak tutur tersebut adalah tindak direktif. Yule (2006) menyebutkan jenis tindak tutur direktif menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi: perintah, pemesanan, permohonan, pemberian saran, dan bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, bentuk kesantunan tindak direktif pada tuturan anak kepada orang tuanya di Desa Ngrancang, Ngawi ada 11 (sebelas) bentuk tuturan. Kesebelas bentuk tuturan kesantunan tindak direktif tersebut adalah 23 tuturan tindak tutur direktif meminta, 7 tuturan tindak tutur direktif memerintah, 1 tuturan tindak tutur direktif menasehati, 2 tuturan tindak tutur direktif menegur, 6 tuturan tindak tutur direktif mengajak, 2 tuturan tindak tutur direktif memperingatkan, 2 tuturan tindak tutur direktif menyarankan, 1 tuturan tindak tutur direktif mengintrogasi, 1 tuturan tindak tutur direktif melarang, 1 tuturan tindak tutur direktif membujuk, 1 tuturan tindak tutur direktif mengancam dan 1 tuturan tindak tutur direktif mempersilahkan. Dari kesebelas bentuk kesantunan tindak direktif pada tuturan anak kepada orang tua tersebut, tindak tutur direktif meminta muncul lebih banyak daripada tindak tutur direktif lainnya yaitu sebanyak 23 tuturan.

Hasil penelitian juga menunjukkan bentuk kesantunan tindak direktif pada tuturan orang tua kepada anaknya di Desa Ngrancang, Ngawi ada 6 (enam) bentuk tuturan. Keenam bentuk kesantunan tindak direktif tersebut adalah 1 tuturan tindak tutur direktif meminta, 6 tuturan tindak tutur direktif memerintah, 3 tuturan tindak tutur direktif menasehati, 2 tuturan tindak tutur direktif menyarankan, 3 tuturan tindak tutur direktif mengintrogasi dan 1 tuturan tindak tutur direktif memarahi. Dari kesebelas bentuk kesantunan tindak direktif pada tuturan orang tua kepada anak tersebut, tindak tutur direktif memerintah muncul lebih banyak daripada tindak tutur direktif lainnya yaitu sebanyak 6 tuturan.

(21)

Bagaluang Kota Padang adalah tindak tutur direktif permintaan. Penelitian yang dilakukan oleh Firdaus dkk. memiliki persamaan penelitian tentang tindak turut direktif. Perbedaan penelitian ini terletak pada objek penelitian. Keunikan penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini adalah tindak tutur direktif meminta yang muncul lebih banyak daripada tindak tutur direktif lainnya pada tuturan anak kepada orang tuanya.

Kesantunan adalah alat yang digunakan untuk mewujudkan pribadi yang baik dalam melakukan suatu interaksi menggunakan bahasa verbal maupun nonverbal dengan menjaga muka pelaku tutur. Skala pengukur tingkat kesantunan yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah skala pengukur kesantunan tindak dari Leech (Rahardi, 2005) yaitu skala kerugian dan keuntungan (cost-benefit scale), skala pilihan (optionality scale), skala ketidaklangsungan (inderectness scale), skala keotoritasan (anthority scale) dan skala jarak sosial (social distance).

Pemakaian kesopanan bahasa dalam berkomunikasi dapat dipandang sebagai suatu usaha menghindari adanya konflik antara penutur dan mitra tutur, disamping itu juga dimaksudkan untuk menjalin hubungan yang mesra dalam kegiatan berkomunikasi. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan 5 skala kesantunan tindak, yaitu: skala kerugian dan keuntungan (cost-benefit scale), skala pilihan (optionality scale), skala ketidaklangsungan (inderectness scale), skala keotoritasan (anthority scale), dan skala jarak sosial (social distance). Dari skala tersebut skala kerugian dan keuntungan (cost-benefit scale), skala pilihan (optionality scale), skala ketidaklangsungan (inderectness scale) terlihat paling menonjol dibandingkan dengan skala lainnya.

(22)

persamaan penelitian tentang tindak turut direktif. Perbedaan penelitian ini terletak pada objek penelitian. Keunikan dari penelitian ini adalah adanya beberapa penutur yang melanggar skala kesantunan dengan menggunakan bahasa yang kurang sopan terhadap mitra tutur.

Tingkat kesantunan tuturan direktif orang tua di desa Ngrancang, Ngawi cenderung santun dalam bertutur dengan anaknya, walaupun masih ada tuturan anak yang melanggar kesantunan dengan tuturan yang kurang sopan. Tingkat kesantunan tuturan orang tua dapat diukur santun atau tidak santunnya dari perasaan anaknya, karena anak adalah orang yang menerima tuturan tersebut. Tuturan yang tidak santun digunakan oleh orang tua jika tidak sesuai atau anak tidak mengindahkan perintah orang tuanya. Orang tua memiliki kekuasaan atas anaknya termasuk meminta anaknya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Tetapi jika tuturan orang tua diucapkan secara tidak santun, maka anak juga dapat merespon dengan tidak santun.

D. SIMPULAN

Bentuk kesantunan tindak direktif pada tuturan anak kepada orang tuanya di Desa Ngrancang, Ngawi ada 11 (sebelas) bentuk tuturan tindak tutur direktif yaitu 23 meminta, 2 memerintah, 1 menasehati, 2 menegur, 6 mengajak, 2 memperingatkan, 2 menyarankan, 1 mengintrogasi, 1 melarang, 1 membujuk, 1 mengancam dan 1 mempersilahkan.

Bentuk kesantunan tindak direktif pada tuturan orang tua kepada anaknya di Desa Ngrancang, Ngawi ada 6 (enam) bentuk tuturan tindak tutur direktif yaitu 1 meminta, 6 memerintah, 3 menasehati, 2 menyarankan, 3 mengintrogasi dan 1 memarahi.

Skala kesantunan tindak direktif pada tuturan anak dan orang tua di Desa Ngrancang, Ngawi ada 5 skala kesantunan tindak, yaitu skala kerugian dan keuntungan (cost-benefit scale), skala pilihan (optionality scale), skala ketidaklangsungan (inderectness scale), skala keotoritasan (anthority scale), dan skala jarak sosial (social distance).

E. DAFTAR PUSTAKA

(23)

Mahsun. 2011. Metode Penelitian Bahasa: tahapan strategi, metode, dan tekniknya. Edisi revisi. Jakarta: PT. Rajagrafindo persada

Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga

Rendiyanto. 2012. “Analisis Tindak Tutur Direktif Antara Guru Murid di MTs Sunan Kalijaga Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri”. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berdasarkan hasil analisis data mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio , Loan to Deposit Ratio, Non Performing Loan , dan Biaya Operasional terhadap Return On Assets

langsung menggunakan perspektif agama lain, tetapi lebih kepada perspektif bidang kajian tertentu mengenai studi agama-agama, dimana konsep tersebut merupakan

Hasonlóképpen, mivel az aktívabb hitelezési tevékenység normál gazdasági körül- mények között magasabb jövedelmezőséget jelent, ezért azzal a hipotézissel élünk, hogy

Dari hasil tabel diatas dapat dilihat bahwa secara keseluruhan pengelolaan sumber daya manusia pada sektor formal lebih baik dibandingkan dengan sektor informal, selain

Untuk Pengelola Jasa Wisata Pengelola jasa wisata sebaiknya dapat mengimplementasikan dan fokus pada faktor-faktor reputasi destinasi wisata yang paling dominan yaitu

Membentuk peraturan daerah yang res- ponsif merupakan suatu keharusan dalam rangka mengatur dan menyelenggarakan otonomi daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah