• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN SISA MAKANAN , KONTRIBUSI ZAT GIZI DAN BIAYA MAKAN PASIEN RAWAT INAP Gambaran Sisa Makanan, Kontribusi Zat Gizi Dan Biaya Makan Pasien Rawat Inap Di RSUD Salatiga.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "GAMBARAN SISA MAKANAN , KONTRIBUSI ZAT GIZI DAN BIAYA MAKAN PASIEN RAWAT INAP Gambaran Sisa Makanan, Kontribusi Zat Gizi Dan Biaya Makan Pasien Rawat Inap Di RSUD Salatiga."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN SISA MAKANAN , KONTRIBUSI ZAT GIZI DAN BIAYA MAKAN PASIEN RAWAT INAP

DI RSUD SALATIGA

NASKAH PUBLIKASI

Disusun oleh :

OKTAVIANI FADILAH J310 111 005

PROGRAM STUDI SI GIZI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

(2)

Surat Persetujuan Artikel Publikasi Ilmiah

Yang bertanda tangan di bawah ini pembimbing Karya Tulis Ilmiah:

Nama : Endang Nur W., M.Si.

NIK : 717

Telah membaca dan mencermati artikel publikasi ilmiah, yang merupakan ringkasan Karya Tulis Ilmiah dari mahasiswa:

Nama : Oktaviani Fadilah

NIM : J 310 111 005

Program Studi : S 1 Gizi

Judul Skripsi : GAMBARAN SISA MAKANAN, KONTRIBUSI ZAT GIZI DAN BIAYA MAKAN PASIEN RAWAT INAP DI RSUD SALATIGA

Naskah artikel tersebut, layak dan dapat disetujui untuk dipublikasikan. Demikian persetujuan dibuat, semoga dapat dipergunakan seperlunya.

Surakarta, Nopember 2013

Pembimbing

Endang Nur W., M.Si.

(3)

GAMBARAN SISA MAKANAN , KONTRIBUSI ZAT GIZI DAN BIAYA MAKAN PASIEN RAWAT INAP DI RSUD SALATIGA

Oktaviani Fadilah* Endang Nur W* Eni Purwani***

ABSTRAK

Pendahuluan: Keberhasilan suatu pelayanan gizi ruang rawat inap dapat dievaluasi dengan pengamatan sisa makanan. Banyaknya sisa makanan pasien di rumah sakit merupakan petunjuk bahwa asupan zat gizi pasien sebagai penunjang untuk sembuh akan tidak terpenuhi. Dampak lain adanya sisa makanan yaitu ke arah pencitraan, konsumen terhadap pelayanan gizi. Hasil observasi menunjukkan bahwa di RSUD Salatiga masih ditemukan adanya sisa makanan yang tidak dikonsumsi pasien.

Tujuan: Mengetahui besar sisa makanan, zat gizi dan biaya yang terbuang pada sisa makanan.

Metode penelitan: Jenis penelitian adalah diskriptif kualitatif, data sisa makanan diambil dengan pengamatan menggunakan metode Comstock, data pasien tidak menghabiskan makanan diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner. Hasil : Rata-rata sisa makanan dalam periode 1 siklus menu, mempunyai pola yang sama yaitu sisa makanan paling banyak terdapat pada waktu makan pagi dengan jenis hidangan sayur 48% serta bubur 46%. Persentase nilai gizi sisa makanan paling besar terdapat pada karbohidrat 40,89%. Biaya sisa makanan paling besar berada pada lauk hewani dan biaya sisa makanan dalam periode 1 siklus menu sebesar Rp 48.119,97.

Kesimpulan : Sisa makanan terbesar dari satu siklus menu berada pada waktu makan pagi.

Saran: Perlu adanya variasi menu untuk menghindari kebosanan.

Kata Kunci : Sisa makanan, zat gizi dan biaya

PENDAHULUAN

Penyelenggaraan makanan di rumah sakit melibatkan input, proses dan output, dengan tujuan untuk menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Input meliputi dana atau biaya, sarana dan prasarana, tenaga kerja, metode yang dipakai, dan peralatan. Proses meliputi perencanaan anggaran belanja bahan makanan, perencanaan menu, perhitungan kebutuhan bahan makanan, pembelian bahan makanan, penerimaan makanan, penyediaan bahan makanan, teknik persiapan bahan makanan, pengaturan

pemasakan atau pengolahan makanan dan cara pelayanan serta distribusi makanan. Output meliputi kualitas makanan dan tingkat kepuasan pasien. Kualitas makanan yang baik diharapkan akan mengurangi sisa makanan di rumah sakit (Depkes RI, 2013 ).

(4)

memperlama pro ses penyembuhan (Moehyi,1999).

Makanan yang tidak habis dikonsumsi merupakan salah satu data kuantitatif yang bisa digunakan untuk evaluasi apakah program pendidikan gizi sudah efektif dan diet yang diterima pasien sudah memadai atau belum.

Hal tersebut merupakan indikator penting dari pemanfaatan sumberdaya dan persepsi konsumen terhadap penyelenggaraan makanan (Mukrie,1990).

Sejak tanggal 1 juni 2012 Instalasi Gizi RSUD Salatiga telah memberlakukan menu baru yang disesuaikan dengan tarif Perda dan Perwali No 027-05/109/2012 dengan pola menu yang sama untuk semua kelas, dalam hal menu maupun bentuk. Perbedannya terletak pada porsi yang diberikan, pada kelas III mendapat lauk hewani setengah porsi lebih kecil dibandingkan kelas VIP, kelas I dan kelas II.

Rahmawati dkk (2012) melaporkan bahwa masih terdapat sisa makanan di Bangsal kelas III RSUD Salatiga yaitu sisa nasi 43,86%, sayur 40%, lauk nabati 34,74%,dan lauk hewani 28,41%. Penulis juga melakukan observasi selama tiga hari di Bangsal Cempaka, Mawar dan Dahlia RSUD Salatiga,dan menemukan bahwa sisa makanan pasien masih tinggi, yaitu bubur 50 % dan sayur 75 % pada waktu makan pagi, sedangkan Standar Pelayanan Minimal menejemen di Instalasi Gizi, sisa makanan pasien yang ditetapkan adalah 25%.

Penelitian yang dilakukan oleh Djamaluddin (2002) di RSUP DR.Sardjito Yogyakarta, menunjukkan bahwa rata-rata persentase sisa makanan berdasarkan waktu makan, menunjukkan sisa makan paling banyak terdapat pada makan pagi yaitu sisa nasi sebanyak 23,1%, lauk hewani 10,96%, lauk nabati 21,8%,dan sayur 25,33%. Indikator keberhasilan penyelenggaraan makanan pasien, apabila sisa

makanan tidak lebih dari 25%. Makanan yang tidak dihabiskan pasien akan terbuang sebagai sampah. Hal ini akan berdampak pada konsumen yaitu tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi dan banyak zat gizi yang terbuang, sehingga biaya yang telah dikeluarkan pasien tidak sebanding dengan jumlah makanan yang dikonsumsinya. Biaya makan merupakan komponen mayoritas dari manajemen keuangan rumah sakit, dan merupakan tantangan bagi manajemen untuk dapat mengendalikannya dalam mencapai standar kualitas makanan yang tinggi. Analisis biaya makan memberikan informasi tentang biaya, proses sekaligus produk makanan yang dihasilkan. Informasi ini berguna dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian penyelenggaraan makanan dan penetapan tarif makan rawat inap. Akibat tidak dilakukannya analisis biaya makan di rumah sakit, maka tidak diketahui apakah dana yang tersedia sesuai dengan dana yang digunakan (Akmal, 2005).

Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang besar makanan yang tersisa, kontribusi zat gizi serta biaya yang terbuang dari sisa makanan pasien di Rumah Sakit Umum Salatiga.

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui besar sisa makanan, nilai gizi dan biaya yang terbuang pada sisa makanan.

TINJAUAN PUSTAKA

(5)

Pelayanan gizi rumah sakit dikelompokkan dalam empat kegiatan pokok, yaitu kegiatan pengadaan makanan, produksi dan distribusi, pelayanan gizi di ruang rawat inap, penyuluhan atau konsultasi dan rujukan gizi, serta kegiatan penelitian dan pengembangan gizi terapan. Pengelompokan kegiatan diatas berbeda untuk setiap kelas rumah sakit tergantung dari besar instalasi gizi, serta luas pelayanan kesehatan yang diberikan, serta beban kerja yang ditetapkan (Depkes RI,2013).

Kegiatan penyelenggaraan makanan merupakan bagian dari kegiatan instalasi gizi atau unit pelayanan gizi di rumah sakit. Sistem penyelenggaraan makanan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit sendiri secara penuh, dikenal juga sebagai swakelola (Depkes RI,2013 )

Tujuan pengelolaan penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah agar penderita yang dirawat memperoleh makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizinya, mempercepat penyembuhan penyakit dan memperpendek hari perawatan. Cepatnya hari perawatan, diharapkan biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan makanan orang sakit dapat digunakan seefisien mungkin sehingga didapat daya guna dan hasil guna yang maksimal (Depkes RI,2013 ).

Penentuan kebutuhan biaya penyelenggaraan makanan digunakan beberapa indeks, antara lain: indeks kebutuhan zat gizi bagi setiap penderita, indeks kebutuhan bahan makanan bagi setiap penderita, dan indeks harga bahan makanan (Moehyi, 2003).

Kegiatan pelayanan gizi di ruang rawat inap merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari perencanaan penyusunan diit pasien hingga pelaksanaan evaluasinya di ruang perawatan. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan pengadaan atau penyediaan makanan dari instalasi

gizi, yang berkaitan dengan penyembuhan pasien.

Tujuan konsultasi gizi adalah membuat perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku makan, serta pola makan sesuai dengan kebutuhan pasien. Hal ini akan terlihat dari seberapa jauh kepatuhan untuk melaksanakan diet yang telah ditentukan dan pemecahan masalah yang timbul dalam melaksanakan rencana diit tersebut.

Sebelum melaksanakan kegiatan konsultasi gizi, terlebih dahulu dibuat rencana konseling yang meliputi penetapan tujuan, sasaran, strategi, materi, metode, penilaian dan tindak lanjut (Depkes RI,2013 ).

Unit pelayanan gizi rumah sakit diharapkan menyusun program-program penelitian yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu pelayanan gizi (Depkes RI, 2013).

Standar Makanan Rumah Sakit Makanan yang diberikan kepada orang sakit disesuaikan dengan keadaan penyakitnya. Ada empat standar makanan yang diberikan pada pasien ra wat inap rumah sakit yaitu (Almatsier, 2004): 1. Makanan Biasa

Makanan biasa adalah makanan diberikan kepada pasien rawat inap rumah sakit yang berdasarkan penyakitnya tidak memerlukan makanan khusus (diet).

2. Makanan Lunak

Makanan lunak adalah makanan yang memiliki tekstur yang mudah dikunyah, ditelan dan mudah dicerna. Makanan lunak diberika n langsung kepada pasien atau sebagai perpindahan dari makanan saring ke makanan biasa.

3. Makanan Saring

(6)

4. Makanan Cair

Makanan cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi cair hingga kental. Sisa Makanan

Sisa makanan adalah bahan makanan atau makanan yang tidak habis dikonsumsi. Istilah sisa makanan dibagi dalam dua pengertian yaitu waste adalah bahan makanan yang hilang karena tidak dapat diolah atau tercecer, dan plate waste adalah makanan yang terbuang karena setelah disajikan tidak habis dikonsumsi (Prakoso,1992). Menurut Asosiasi Dietisien Indonesia (2005), sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak dimakan oleh pasien dari yang disajikan oleh rumah sakit menurut jenis makanannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan selain yang berasal dari dalam diri pasien (internal) yang meliputi napsu makan sebagai faktor utama, kebiasaan makan, rasa bosan dan adanya makanan tambahan dari luar. Terjadinya sisa makanan juga dipengaruhi oleh faktor luar (eksternal) terutama mutu makanan yaitu penampilan dan rasa makanan, alat makan dan waktu penyajian (Moehyi,1993). Disamping faktor internal dan eksternal sisa makanan juga dipengaruhi oleh faktor lain, yaitu demografi yang meliputi umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan (Almatsier, 1992).

Nafsu makan ditimbulkan oleh terjadinya rangsangan terhadap berbagai indera dalam tubuh manusia, terutama indera penglihatan, indera penciuman, dan indera pengecap. Makanan yang memiliki cita rasa yang tinggi adalah makanan yang disajikan dengan menarik, menyebarkan bau yang sedap, dan memberikan rasa yang lezat sehingga memuaskan bagi yang memakannya (Moehyi, 1993).

Tiga macam pendekatan untuk mengukur sisa makanan adalah penimbangan berat atau fisik, recall 24 jam dan secara visual. Metode

penimbangan mempunyai tingkat akurasi yang baik, tetapi memerlukan tenaga yang intensif untuk menangani tempat makanan pasien dan mengukur sisanya. Metode recall melibatkan pasien untuk mengira-ngira jumlah sisa makanan dalam sehari (24 jam) metode recall ini murah dan tidak melibatkan penanganan tempat makanan, tetapi tergantung pada ingatan responden (data retrospektif) dan mungkin tidak menyediakan cukup informasi untuk masing – masing jenis makanan. Metode ketiga adalah metode visual. Metode ini digunakan untuk mengukur masing-masing sisa makanan dalam satu siklus menu. Metode visual menghasilkan hasil yang cukup detil, tidak mengganggu pelayanan makanan secara signifikan.

Biaya

Biaya makan adalah biaya bahan-bahan yang dipakai untuk menghasilkan makanan yang diperlukan. Biaya ini merupakan variabel langsung, karena mempunyai hubungan langsung terhadap pelayanan makanan yang diselenggarakan (Depkes RI, 2013).

Biaya makan per orang per hari merupakan biaya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan makanan. Biaya ini diperoleh berdasarkan total biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan makanan dibagi dengan jumlah output. Data yang dibutuhkan untuk menghitung biaya makan per orang per hari adalah jumlah output dari penyele nggaraan makanan yaitu porsi makan atau jumlah konsumen yang dilayani. Karena biaya kelas rawat berbeda maka perlu dilakukan pembobotan yang besarnya tergantung dari macam makanan yang diberikan untuk setiap kelas rawat (Depkes RI, 2013).

METODE PENELITIAN

(7)

rawat inap Anggrek, Melati, Cempaka dan Dahlia sejak bulan April 2012 hingga bulan juli 2013 .

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh responden yang dirawat di bangsal rawat inap RSUD kota Salatiga yang mendapatkan diit makanan biasa dan diit lunak dengn sampel dalam penelitian ini dalam kurun waktu satu siklus menu sebesar 75 responden yang diambil dengan teknik total populasi yang telah memenuhi kriteria inklusi.

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari lembar kuesioner yang terdiri dari formulir identitas responden, data sisa makanan, nilai gizi sisa makanan dan biaya sisa makanan. Data sisa makanan diperoleh dengan cara mengukur menggunakan taksiran visual dengan skala Comstock 6 poin yang dinyatakan dalam persen untuk setiap makan pagi, makan siang dan makan sore dalam satu siklus menu makanan biasa dan makanan lunak. Data nilai gizi sisa makanan diperoleh dengan cara hasil taksiran visual Comstock yang dikonversikan ke dalam berat (gram) kemudian dihitung dengan menggunakan program nutrisurvey. Data biaya sisa makanan diperoleh dengan cara hasil dari taksiran visual Comstock kemudian dikalikan dengan harga per porsi standar menu rumah sakit

Analisis data yang digunakan dalam penilitian ini adalah Analisis Univariat. Analisis ini dilakukan dengan mendiskripsikan masing-masing data yang diperoleh dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan nilai persentasenya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Adapun karakteristik pasien dalam penelitian ini meliputi, jenis kelamin, umur, pendidikan, diagnosa penyakit, dan bentuk makanan. Data mengenai karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1

Tidak tamat SD Tamat SD 4. Diagnosa Penyakit

Cidera 6. Kelas Perawatan

Kelas I

Berdasarkan Tabel 1 diperoleh gambaran bahwa jumlah responden perempuan lebih besar dibandingkan pasien laki-laki sebesar 40 orang (53,3%). Sedangkan berdasarkan umur diketahui responden paling banyak pada kelompok umur 30-49 tahun sejumlah 36 orang (48%). Kelompok umur ini masuk dalam katagori usia dewasa. Menurut pendidikannya diketahui sebagian besar pendidikan responden adalah tamat SMA yaitu sebanyak 35 orang (46,7%).

(8)

Sisa Makanan

Berdasarkan menu I diketahui bahwa sisa makanan adalah lebih dari 25 % untuk jenis makanan bubur, sayur dan lauk nabati. Hal ini menunjukkan bahwa output makanan pagi untuk bubur, sayur, lauk nabati kurang dapat diterima oleh pasien, karena sebagian pasien sebelum makanan pagi disajikan, pasien sudah membeli makanan dari luar rumah sakit. Perlu diketahui bahwa Standar Pelayanan Minimal (SPM) di Instalasi Gizi untuk sisa makanan tidak boleh lebih dari 25%, sehingga untuk sisa makanan belum sesuai dengan SPM yang diharapkan.

Menurut Moehyi (1999), sisa makanan disebabkan adanya faktor dalam diri pasien (internal) dan faktor dari luar pasien (eksternal). Faktor dari dalam diri pasien yang mempengaruhi sisa makanan adalah nafsu makan, kebosanan dan kebiasaan kebiasaan. Terjadinya sisa makanan karena adanya penyakit sebagai contoh penyakit gastritis dapat menyebabkan perut mual yang mengakibatkan nafsu makan berkurang, bahkan nafsu makan hilang, hal ini menyebabkan makanan tidak dikonsumsi pasien sehingga akan berakibat banyaknya sisa makanan .

Sedangkan pada menu II diketahui rata-rata persentase sisa makanan menu 2 paling besar berada pada waktu makan pagi, yaitu rata-rata sisa bubur 41%,sayur 39% lauk nabati 23%, lauk hewani 18%, serta nasi 7%, apabila dibandingkan dengan menu I rata-rata persentase sisa makanan menu II pada waktu pagi, lebih tinggi dibandingkan menu I. Hal ini bisa disebabkan karena faktor dalam diri pasien yang berkaitan dengan penyakitnya, yang menyebabkan berkurangnya nafsu makan.

Untuk menu III diketahui rata-rata persentase sisa makanan menu 3 paling besar berada pada waktu makan pagi, yaitu rata-rata sisa sayur 47%, Bubur 42%, lauk nabati 26 %, lauk hewani 20%, serta nasi 15%. persentase sisa makanan terbesar menu III berada pada

waktu pagi pada jenis hidangan sayur. Sayur menempati persentase sisa paling besar, hal ini disebabkan karena kebiasaan makan dirumah yang kurang terbiasa mengkonsumsi sayur, sehingga apabila dihidangkan makanan jenis sayur, akan meninggalkan sisa banyak.

Menu IV diketahui rata -rata persentase sisa makanan paling besar berada pada waktu makan pagi, yaitu rata -rata sisa sayur 48%, Bubur 46%, lauk nabati 22 %, lauk hewani 18%, serta nasi 18%. Berbeda dengan waktu makan siang dan sore sisanya lebih sedikit dibandingkan sisa makan menu pagi. Perbedaan ini disebabkan karena sebagian besar pasien membeli dari luar rumah sakit untuk menu sarapan atau menu pagi.

Sedangkan menu V diketahui rata-rata persentase sisa makanan menu V paling besar berada pada waktu makan pagi, yaitu rata-rata sisa sayur 47%, Bubur 45%, lauk nabati 26 %, lauk hewani 21%, serta nasi 18%. Sampai dengan menu ke V masih mempunyai kecenderungan pola yang sama yaitu menu pagi paling banyak meninggalkan sisa, dengan menu sayur yang paling banyak tidak terkonsumsi, seperti pada menu III. Hal ini disebabkan karena pola makan pasien di rumah tidak terbiasa mengkonsumsi sayur.

(9)

dan menu makan sore, hal ini bisa disebabkan karena kebiasaan makan pasien di rumah berbeda dengan menu rumah sakit.

Rata -rata persentase sisa makanan menu VIII paling banyak berada pada waktumakan pagi, yaitu rata-rata sisa sayur 46%, Bubur 39%, lauk nabati 19 %, lauk hewani 17%, serta nasi 18%. Sisa paling sedikit dari menu 8, terdapat pada lauk hewani sebesar 17 %, hal ini dapat diartikan bahwa lauk hewani dapat diterima pasien.

Rata -rata persentase sisa makanan menu IX paling besar berada pada waktu makan pagi, yaitu rata -rata sisa sayur 46%, Bubur 35%, lauk nabati 19 %, lauk hewani 16%, serta nasi 18%. Sampai dengan menu IX pola sisa makanan masih memiliki pola yang sama dengan menu sebelumnya. Jenis hidangan Sayur pada menu pagi masih menempati urutan pertama, hal ini disebabkan karena berdasarkan wawancara kepada pasien pola kebiasaan makan pasien cenderung kurang suka dengan sayur.

Rata -rata persentase sisa makanan menu X paling besar berada pada waktu makan pagi, yaitu rata -rata sisa sayur 47%, Bubur 39%, lauk nabati 26 %, lauk hewani 24%, serta nasi 18%. Pada X sisa menu pagi paling besar terdapt pada sayur, hal ini disebabkan, karena berdasarkan wawancara, rat-rata pasien mempunyai jawaban yang sama yaitu tidak terbiasa mengkonsumsi sayur.

Rata -rata persentase sisa makanan menu XI paling besar berada pada waktu makan pagi, yaitu rata-rata sisa sayur 47%, bubur 38%, lauk nabati 26 %, lauk hewani 21%, serta nasi 18%. Pola sisa makanan pasien sampai dengan hari terakhir pengamatan juga masih mempunyai pola yang sama, yaitu sisa makan paling banyak masih berada pada menu pagi diikuti menu sore , dan menu siang. hasil pengamatan selama satu siklus menu, sisa makanan paling banyak berada pada waktu pagi, untuk jenis

hidangan sayur, bubur dan lauk nabati.

Berdasarkan hasil wawancara kepada responden penelitian sisa makanan paling banyak dalam kurun waktu satu siklus menu, terdapat pada waktu makan pagi, dengan sisa paling banyak pada jenis hidangan sayur dan bubur dengan alasan jawaban yang paling banyak karena responden sudah membeli makanan dari luar rumah sakit. Apabila responden meninggalkan sisa makanan yang masih cukup tinggi, terutama jenis hidangan bubur, maka hal ini akan berdampak pada responden yaitu tidak tercukupinya kebutuhan kalori serta memperlama rawat inap. Dengan tidak tercukupinya kebutuhan kalori, akan memperlama juga proses penyembuhan penyakit.

Nilai Gizi Menu dan Sisa Makanan Persentase nilai gizi sisa makanan menu I yang terbuang paling besar adalah karbohidrat yaitu sebesar 30,98%, dan nilai gizi yang paling kecil yaitu protein 23,04 %. Hal ini dapat diartikan bahwa sisa makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien berasal dari makanan pokok yang merupakan sumber karbohidrat khususnya bubur beras.

Persentase nilai gizi sisa makanan pada menu II yang terbuang paling banyak juga terdapat pada zat gizi karbohidrat yaitu sebesar 29,61 %, dan paling sedikit terdapat pada zat gizi lemak yaitu 12,43 %. Hal ini tidak berbeda jauh dengan menu I, untuk karbohidrat juga menempati posisi yang tertinggi, karena memang data yang ada menunjukkan bahwa sumber karbohidrat yang berasal dari bubur beras paling banyak tidak dikonsumsi habis oleh pasien.

(10)

sayur menempati sisa paling banyak, setelah dianalisa nilai gizi, zat gizi karbohidrat paling banyak persentase sisanya, sama dengan menu I dan menu II, hal ini dapat disebabkan nilai gizi sayur labih rendah kandungan karbohidratnya, dibandingkan bubur.

Persentase nilai gizi sisa makanan pada menu IV yang terbuang paling banyak juga terdapat pada zat gizi karbohidrat sebesar 40,30% dan yang terbuang paling sedikit terdapat pada protein sebesar 18,55a5. Hal ini tidak berbeda jauh dengan menu sebelumnya, untuk karbohidrat juga menempati posisi yang tertinggi, yaitu karena memang data yang ada menunjukkan bahwa sumber karbohidrat yang berasal dari bubur beras paling banyak tidak dikonsumsi habis oleh pasien baik pada menu pagi, siang dan malam.

Persentase nilai gizi sisa makanan pada menu V yang terbuang paling banyak juga terdapat pada zat gizi karbohidrat sebesar 39,80%, dan yang terbuang paling kecil terdapat pada zat gizi lemak yaitu 21,67%. Hal ini tidak berbeda jauh dengan menu sebelumnya, untuk karbohidrat juga menempati posisi yang tertinggi, yaitu karena memang data yang ada menunjukkan bahwa sumber karbohidrat yang berasal dari bubur beras paling banyak tidak dikonsumsi habis oleh pasien baik pada menu pagi, siang dan malam.

Persentase nilai gizi sisa makanan pada menu VI yang terbuang paling banyak juga terdapat pada zat gizi karbohidrat, yaitu 36,54% dan yang terbuang paling kecil terdapat pada zat gizi lemak yaitu 24,26%. Hal ini tidak berbeda jauh dengan menu sebelumnya, untuk karbohidrat juga menempati posisi yang tertinggi, karena memang data yang ada menunjukkan bahwa sumber karbohidrat yang berasal dari bubur beras paling banyak tidak dikonsumsi habis oleh pasien baik pada menu pagi, siang dan malam.

Persentase nilai gizi sisa makanan pada menu VII yang

terbuang paling banyak juga terdapat pada zat gizi karbohidrat. yaitu 38,82%. Hal ini tidak berbeda jauh dengan menu sebelumnya, untuk karbohidrat juga menempati posisi yang tertinggi, karena memang data yang ada menunjukkan bahwa sumber karbohidrat yang berasal dari bubur beras paling banyak tidak dikonsu msi habis oleh pasien baik pada menu pagi, siang dan malam

Persentase nilai gizi sisa makanan pada menu VII yang terbuang paling banyak juga terdapat pada zat gizi karbohidrat, yaitu 33,62% dan yang terbuang paling kecil terdapat pada zat gizi lemak sebesar 24,22%. Hal ini tidak berbeda jauh dengan menu sebelumnya, untuk karbohidrat juga menempati posisi yang tertinggi, karena memang data yang ada menunjukkan bahwa sumber karbohidrat yang berasal dari bubur beras paling banyak tidak dikonsumsi habis oleh pa sien baik pada menu pagi, siang dan malam.

Persentase nilai gizi sisa makanan pada menu IX yang terbuang paling banyak juga terdapat pada zat gizi karbohidrat. yaitu 38,67% dan yang terbuang paling kecil terdapat pada zat gizi protein yaitu 22,12%. Hal ini tidak berbeda jauh dengan menu sebelumnya, untuk karbohidrat juga menempati posisi yang paling tinggi, karena memang data yang ada menunjukkan bahwa sumber karbohidrat yang berasal dari bubur beras paling banyak tidak dikonsumsi habis oleh pasien baik pada menu pagi, siang dan malam.

(11)

sebagai pengikat agar menambah bentuk makanan agar tidak hancur, contohnya menu tim ayam, rolade tahu, pepes ayam, serta bandeng goreng, seperti diketahui, kandungan lemak pada bahan makanan sumber protein juga tinggi, selain minyak goreng.

Persentase nilai gizi sisa makanan pada menu XI yang terbuang paling banyak juga terdapat pada zat gizi karbohidrat yaitu 40,11%. Hal ini tidak berbeda jauh dengan menu sebelumnya, untuk karbohidrat juga menempati posisi yang tertinggi, karena memang data yang ada menunjukkan bahwa sumber karbohidrat yang berasal dari bubur beras paling banyak tidak dikonsumsi habis oleh pasien baik pada menu pagi, siang dan malam. Seperti kita ketahui bahwa menu makanan rumah sakit, paling banyak tidak dikonsumsi yaitu jenis hidangan bubur, dan jenis hidangan bubur ini nilai gizi paling tinggi yaitu karbohidrat, sehingga dapat disimpulkan bahwa zat gizi dari sisa makanan paling tinggi dalam satu periode satu siklus menu yaitu karbohidrat dengan rata -rata paling tinggi 40,89%.

Biaya Sisa Makan

Harga makanan dalam satu siklus menu dapat dilihat pada Tabel 2

Berdasarkan Tabel 2, harga makanan terbesar dalam satu hari terdapat pada menu I yaitu sebesar

Rp 22.767. Perbedaan harga dalam tiap menu disebabkan perbedaan jenis dan bahan baku.

Rata -rata biaya yang terbuang paling besar terdapat pada lauk hewani sebesar Rp 2.164 dan biaya paling sedikit terdapat pada makanan pokok (nasi) sebesar Rp 134. Biaya yang terbuang dari sisa makanan menu 1 paling besar terdapat pada jenis hidangan lauk hewani, meskipun sisa dari lauk hewani adalah kurang dari 25%, tetapi hal ini berkaitan dengan harga dasar bahan makanan dari lauk hewani yang harganya rata-rata lebih tinggi dari harga bahan makanan lain sehingga berpengaruh pada biaya sisa makanan yang juga tinggi.

Persentase sisa makanan paling besar berada pada menu makan pagi, hal ini berpengaruh juga dengan biaya sisa makanan yang paling besar juga berada pada menu makan pagi.

Biaya sisa makanan menu II yang paling tinggi terdapat pada lauk hewani sebesa r Rp 1. 463,69, dan biaya yang paling rendah terdapat pada makanan pokok (nasi). Meskipun sisa dari lauk hewani adalah kurang dari 25%, tetapi hal ini berkaitan dengan harga dasar bahan makanan dari lauk hewani yang harganya rata -rata lebih tinggi dari ha rga bahan makanan lain sehingga berpengaruh pada biaya sisa makanan yang juga tinggi. Total harga sisa makanan paling besar berada pada menu makanan pagi.

(12)

Biaya yang terbuang sisa makanan menu IV yang paling tinggi terdapat pada lauk hewani Rp1.639,52, dan biaya yang paling rendah terdapat pada makanan pokok (nasi) Rp 413,66. Meskipun sisa dari lauk hewani pada menu IV adalah kurang dari 25%, tetapi hal ini berkaitan dengan harga dasar bahan makanan dari lauk hewani yang harganya rata -rata lebih tinggi dari harga bahan makanan lain sehingga berpengaruh pada biaya sisa makanan yang juga tinggi, sedangkan total biaya sisa makanan paling besar berada pada menu makanan pagi sebesar Rp 2.105,68.

Biaya yang terbuang dari sisa makanan menu V paling besar berada pada jenis hidangan lauk hewani, meskipun sisa dari lauk hewani adalah kurang dari 25%, tetapi hal ini berkaitan dengan harga dasar bahan makanan dari lauk hewani yang harganya rata-rata lebih tinggi dari harga bahan makanan lain sehingga berpengaruh pada biaya sisa makanan yang juga tinggi, sedangkan total biaya sisa makanan yang paling besar berada pada menu makanan pagi sebesar Rp 1.746,83.

Biaya yang terbuang dari sisa makanan menu VI yang paling besar terdapat pada lauk hewani sebesar Rp 3.292, dan biaya yang paling kecil terdapat pada makanan pokok nasi. Meskipun sisa dari lauk hewani adalah kurang dari 25%, tetapi hal ini berkaitan dengan harga dasar bahan makanan dari lauk hewani yang harganya rata -rata lebih tinggi dari harga bahan makanan lain sehingga berpengaruh pada biaya sisa makanan yang juga tinggi sedangkan total biaya sisa makanan paling besar berada pada menu makanan pagi sebesar Rp 2.282,29.

Biaya yang terbuang dari sisa makanan yang paling besar terdapat pada lauk hewani sebesar Rp 1109,9, dan biaya sisa makanan yang paling kecil terdapaa makanan pokok (nasi) sebesar Rp 413,64. Meskipun biaya yang terbuang dari sisa makanan menu VII paling besar berada pada jenis hidangan lauk hewani, meskipun sisa dari lauk hewani adalah kurang dari 25%,

tetapi hal ini berkaitan dengan harga dasar bahan makanan dari lauk hewani yang harganya rata-rata lebih tinggi dari harga bahan makanan lain sehingga berpengaruh pada biaya sisa makanan yang juga tinggi, sedangkan total biaya sisa makan paling besar berada pada menu makan pagi sebesar Rp 1.547,51.

Biaya yang terbuang dari sisa makanan yang paling tinggi berada pada lauk hewani sebesar Rp 867,81 dan biaya sisa makanan yang terkecil berada pada makanan pokok (nasi) sebesar Rp 536,64. Meskipun biaya yang terbuang dari sisa makanan menu VIII paling besar berada pada jenis hidangan lauk hewani, meskipun sisa dari lauk hewani adalah kurang dari 25%, tetapi hal ini berkaitan dengan harga dasar bahan makanan dari lauk hewani yang harganya rata-rata lebih tinggi dari harga bahan makanan lain sehingga berpengaruh pada biaya sisa makanan yang juga tinggi, sedangkan total biaya sisa makanan yang paling besar berada pada waktu makan pagi sebesar Rp 1185,53.

Biaya yang terbuang sisa makanan yang paling tinggi berada pada lauk hewani sebesar Rp2.200,5 dan biaya yang paling rendah berada pada makanan pokok (nasi) sebesar Rp 436,58. meskipun biaya yang terbuang dari sisa makanan menu IX paling besar berada pada jenis hidangan lauk hewani, meskipun sisa dari lauk hewani adalah kurang dari 25%, tetapi hal ini berkaitan dengan harga dasar bahan makanan dari lauk hewani yang harganya rata-rata lebih tinggi dari harga bahan makanan lain sehingga berpengaruh pada biaya sisa makanan yang juga tinggi sedangkan total biaya sisa`makanan yang paling besar berada pada menu makanan pagi sebesar Rp 1.679,9.

(13)

hewani adalah kurang dari 25%, tetapi hal ini berkaitan dengan harga dasar bahan makanan dari lauk hewani yang harganya rata-rata lebih tinggi dari harga bahan makanan lain sehingga berpengaruh pada biaya sisa makanan yang juga tinggi.

Biaya yang terbuang dari sisa makanan menu XI paling besar berada pada jenis hidangan lauk hewani sebesar Rp 1.947,14 dan paling sedikit pada jenis hidangan nasi sebesar Rp 436,02. Meskipun sisa dari lauk hewani adalah kurang dari 25%, tetapi hal ini berkaitan dengan harga dasar bahan makanan dari lauk hewani yang harganya rata-rata lebih tinggi dari harga bahan makanan lain sehingga berpengaruh pada biaya sisa makanan yang juga tinggi, sedangkan biaya total sisa makanan paling besar berada pada menu makanan pagi sebesar Rp 1.952,3.

Pola dari harga sisa makanan yang terdapat pada menu I sampai dengan menu XI, menunjukkan bahwa harga paling tinggi terdapat pada lauk hewani, hal ini terjadi karena harga bahan mentah lauk hewani yang juga tinggi, sedangkan rekapitulasi dari harga total biaya sisa makanan dalam periode satu siklus menu pada setiap responden yaitu Rp 48.119,9, akibat yang ditimbulkan ini akan berdampak pada biaya yang terbuang sia-sia dari biaya yang sudah dikeluarkan oleh manajemen rumah sakit. Hal ini dapat disimpulkan bahwa output yang dihasilkan oleh instalasi gizi masih belum efektif dan kurang dapat diterima konsumen.

Faktor – faktor dari luar yang menjadi penyebab terjadinya sisa makanan diantaranya yaitu penampilan makanan dan cita rasa makanan, apabila makanan yang disajikan instalasi gizi rumah sakit, mempunyai penampilan yang menarik, dari segi bentuk dan warna, serta mempunyai rasa yang enak, maka diharapkan dapat mengurangi terjadinya sisa makanan, sehingga dapat diartikan konsumen dapat menerima makanan yang disajikan kepada responden. Apabila ini dapat direalisasikan makainstalasi gizi

dapat meningkatkan pencintraannya dimata konsume n, sehingga kepercayaan masyarakat meningkat. Rekapitulasi sisa makanan, nilai gizi sisa makanan, dan biaya sisa makanan

Rekapitulasi sisa makanan selama satu siklus menu dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Rekapitulasi Sisa Makanan Dalam Satu Siklus Menu

Menu Pagi (%) Siang (%) Sore (%)

N B LH LN S N B LH LN S N B LH LN S

I 6 44 18 28 35 3 23 16 20 25 3 26 18 22 28 II 7 41 18 23 39 6 24 16 17 28 6 24 17 21 27 III 15 42 20 26 47 10 23 18 19 32 10 24 19 23 29 IV 18 46 18 22 48 9 26 17 17 33 10 27 18 20 30 V 18 45 21 26 47 9 28 19 20 34 10 27 19 24 31 VI 18 40 19 24 48 9 26 17 20 34 10 26 17 21 30 VII 17 36 24 32 46 7 26 22 26 35 12 25 23 29 31 VII

I

18 39 17 19 46 5 22 16 14 31 8 24 18 17 27

IX 18 35 16 19 46 5 20 16 14 31 8 21 18 17 27 X 18 39 24 26 47 10 30 20 21 31 11 29 21 21 29 XI 18 38 21 26 47 10 29 17 21 31 11 28 19 21 29

Keterangan : N: nasi LH : Lauk hewani S : Sayur

B: Bubur LN : Lauk nabati

Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa sisa makanan terbesar terdapat pada menu pagi dengan persentase terbesar pada jenis hidangan sayur dengan persentase 48% pada menu ke IV dan menu Ke VI, serta jenis hidangan bubur dengan persentase 46 % pada menu ke IV. Menu hidangan sayur pagi pada siklus menu IV adalah orak-arik wortel buncis dan menu sayur pagi pada siklus menu VI adalah Tumis wortel utren. Hasil ini dapat disimpulkan bahwa dalam satu sikus menu, sisa makanan untuk jenis hidangan sayur paling besar meninggalkan sisa adalah menu ke IV dan menu ke VI.

(14)

persentase terbesar berada pada jenis hidangan sayur sebesar 48%, berada pada menu ke IV dan menu ke VIII, serta bubur 46% pada menu ke IV. Menu sayur pada menu siklus menu ke IV adalah orak-arik wortel brokoli jagung, sedangkan menu sayur pada siklus menu ke VII adalah tumis wortel utren. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hidangan sayur kurang dapat diterima oleh pasien. Hal ini disebabkan karena faktor kebiasaan makan responden selama di rumah berbeda dengan menu di rumah sakit. Hal ini sejalan dengan pendapat Mukrie (1990) yang mengatakan bahwa kebiasaan makan pasien dapat mempengaruhi pasien dalam menghabiskan makanan yang disajikan. Bila kebiasaan makan pasien sesuai dengan besar porsi dan susunan menu maka pasien cenderung menghabiskan makanannya.

Hasil wawancara kepada responden penelitian, alasan tidak menghabiskan makanannya disebabkan karena sudah membeli dari luar rumah sakit, sehingga pada saat menu makan pagi dari rumah sakit dihidangkan, responden sudah merasa kenyang. Alasan lain tidak menghabiskan makanannya, disebabkan adanya rasa mual.

Faktor dari luar pasien yang menyebabkan terjadinya sisa makanan diantaranya adalah cita rasa makanan. Berdasarkan wawancara kepada responden rata-rata menyatakan bahwa hidangan sayur kurang dapat diterima oleh pasien, berdasarkan wawancara, alasan pasien tidak menghabiskan sayur yang dihidangkan karena tidak terbiasa makan sayur selama di rumah, serta sayur rasanya hambar, dan sayur dihidangkan sudah dalam keadaan dingin.

Menurut Moehyi (1999) faktor dari dalam diri pasien yang dapat menyebabkan terjadinya sisa makanan adalah rasa bosan, faktor ini mungkin menjadi salah satu penyebab dari sisa makanan yang terjadi pada responden selama penelitian, karena selama penelitian, ada responden yang dirawat sampai

tujuh hari, hal ini menyebabkan responden hafal dengan menu rumah sakit, sehingga belum mampu menghabiskan makanannya.

Rekapitulasi nilai gizi sisa makanan dalam satu siklus menu dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4

Rekapitulasi Nilai Gizi Sisa Makanan Dalam Satu Siklus Menu

Menu Energi Protein Lemak Karbohidrat

Kkal % Gram % Gram % Gram %

I 456 27,8 17,7 23, 14,7 25,21 63,8 30,98

II 334 20,4 10,6 14,9 9,3 12,4 53 29,6

III 569 32 20,7 25,9 21,7 30,32 73,8 38 IV 409 27 12,5 18,5 11,1 20,92 81,5 40,3

V 570 31,6 17,9 26 15,4 21,6 91,4 39

VI 526 31 22,7 27,7 15,3 24,26 75,8 36,54 VII 506 31,87 18,3 26,4 14,4 24,1 78,7 38,8 VIII 483 28,7 16,9 43 16,5 42,3 68,6 33,6 IX 486 29,5 18,2 22,1 15,6 42,4 69,8 38,6 X 701 38,47 22,9 25 31,9 41,83 82,9 40,89 XI 591 32,83 19,9 25,6 21,5 2,17 80,9 40,11

Berdasarkan tabel 4, nilai gizi sisa makanan paling besar berada pada karbohidrat yaitu 40,89%, pada menu ke X, hal ini disebabkan karena jenis hidangan yang paling banyak meninggalkan sisa adalah jenis hidangan makanan pokok (bubur), seperti kita ketahui jenis hidangan bubur merupakan sumber karbohidrat.

Data sisa makanan yang diperoleh kemudian dilanjutkan dengan perhitungan nilai gizi sisa makanan. Hasil yang diperoleh dari perhitungan sisa makanan, didapatkan hasil, bahwa persentase nilai gizi sisa makanan yang paling besar berada pada karbohidrat dan lemak sebesar 40%. Hal ini dapat berakibat pada tidak tercukupinya asupan energi pasien, Hasil ini sesuai dengan sisa makanan pasien yang terbesar berada dari makanan pokok bubur maka nilai gizi yang terbuang paling tinggi juga dari karbohidrat.

(15)

dirawat sebesar 40% apabila pasien menyisakan makanan 30 – 40%. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Daldiyono (1998), yang menyatakan bahwa pada umumnya penderita dianggap malnutrisi atau memiliki resiko malnutrisi apabila asupan zat gizi tidak adekuat selama 7 hari atau terjadi penurunan berat badan 10%.

Tabel 5

Rekapitulasi Biaya Sisa Makanan Dalam Satu Siklus Menu Untuk setiap Responden

Menu Harga makanan/porsi

(Rp)

Tabel 5 memperlihatkan bahwa harga sisa makanan terbesar berada pada lauk hewani pada menu ke VI dengan harga Rp 3.292, dan total harga paling besar terdapat pada menu ke X dengan harga Rp 5.320,62. Total harga dalam periode satu siklus menu sebesar Rp 48.119.97. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Djamaluddin (2002) bahwa biaya sisa makanan menurut jenis makanan yang paling besar biaya sisanya adalah lauk hewani sebesar Rp 339,24.

Terjadinya sisa makanan disamping menyebaban terjadinya kehilangan zat gizi, juga akan berdampak pada terbuangnya biaya sisa makanan. Penelitian yang dilakukan, diperoleh data bahwa biaya yang terbuang dari sisa makanan paling besar terdapat pada lauk hewani, hal ini disebabkan karena biaya dasar dari lauk hewani memang sudah tinggi sehingga menyebabkan biaya sisa makanan yang tinggi pula, meskipun sisa makanan lauk hewani tidak terlalu tinggi atau kurang dari 25%.

Akibat dari biaya yang terbuang dari sisa makanan akan mengakibatkan kerugian biaya

makanan selama satu siklus menu untuk setiap responden sebesar Rp 48.119.97, yang terbuang secara sia-sia.

Keterbatasan Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mempunyai keterbatasan antara lain yaitu tidak mengamati sisa makanan jenis makanan snack, buah dan minum, sehingga hasil penelitian kurang menggambarkan secara menyeluruh sisa makanan dalam satu hari selama satu siklus menu.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan dan hasil pengolahan data maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Sisa makanan terbesar dalam periode satu siklus menu berada pada waktu makan pagi.

2. Sisa makanan terbesar pada waktu makan pagi berada pada jenis hidangan sayur sebesar 48% pada menu ke IV dan menu ke VI serta bubur 46 % pada menu ke IV.

3. Persentase nilai gizi sisa makanan terbesar berada pada karbohidrat sebesar 40,89% pada menu X.

4. Biaya sisa makanan terbesar berada pada jenis lauk hewani yaitu Rp3.292 pada menu ke VI, dengan total harga sisa makanan paling besar terdapat pada menu X dengan harga Rp 5.320,62.

5. Alasan pasien masih banyak meninggalkan sisa dikarenakan membeli makanan dari luar rumah sakit dan adanya rasa

mual menyebabkan

berkurangnya nafsu makan. Saran

1. Perlu dipertimbangkan adanya variasi menu untuk mengurangi terjadinya sisa makanan dan menghindari kebosanan.

(16)

3. Jam distribusi makan pagi sebaiknya diajukan, agar pasien tidak membawa makanan dari luar rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Akmal,N. 2005. Pengelolaan Biaya Makan di Rumah Sakit. Pertemuan Ilmiah Nasional (PIN) Asosiasi Dietisien Indonesia (ASDI) Bandung. Alison. 1998. Hospital Malnutrition

Wordwide in Queends Medical Centre Nothingham. Journal of Clinical Nutrition.

Almatsier, S. 1992, Persepsi Pasien Terhadap Makanan Di Rumah Sakit, Jurnal Gizi Indonesia, Vol 17 hal. 87 – 96, Jakarta. Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar

Ilmu Gizi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama Almatsier, S. 2004. Penuntun Diit

edisi baru, Jakarta Gramedia Pustaka Utama.

Budiyanto A.K. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Universitas Muhammadiyah Malang . Malang.

Daldiyono dan Thaha, A.R. 1998. Kapita Selekta Nutrisi Klinik. Perhimpunan Nutrisi Enteral dan Parenteral Indonesia. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2013, Buku pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, Dirjen Pelayanan Medik, Direktorat Rumah Sakit khusus dan Swasta, Jakarta.

Djamaludin, M. 2002, Analisis Zat Gizi dan Biaya Sisa Makanan Biasa di RSUP Dr. SardjitoYogyakarta.Tesis Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta.

Moehyi, S.,1993, Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga, Bhatara, Jakarta. Moehyi, S., 1999. Pengaturan

Makanan dan Diet Untuk Penyembuhan Penyakit, Gramedia Jakarta, Bhatara, Jakarta.

Moehyi, S., 2003, Ilmu Gizi 2 Penanggulangan Gizi Buruk, Bhatara Niaga Media, Jakarta.

Mukrie, A.N., 1990,Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar, Depkes RI, Jakarta.

Mulyadi, 1993. Akuntansi biaya, edisi lima, Bagian Penerbit STIE YKPN, Yogyakarta. Rahmawati, Navratilofa,

Novitaningtyas Mulya C 2012, Laporan Besar Praktek Kerja Lapang Pelayanan Gizi Institusi (PKL-PGI) Di RSUD Kota Salatiga

Sayogo, S., 2000, Penilaian Status Gizi Individu, Pegangan Penatalaksanaan Nutrisi Pasien, PDGMI, Jakarta. Titus, J.,2000, Menentukan

Kebutuhan Nutrisi Individu, Pegangan Penatalaksanaan Nutisi Pasien, PDGMI, Jakarta.

*Oktaviani Fadilah : Mahasiswa S1 Gizi FIK UMS. Jln A Yani Tromol Post 1 Kartasura.

**Endang Nur W, M.Si.: Dosen Gizi FIK UMS. Jln A Yani Tromol Pos 1 Kartasura.

Gambar

Tabel 2
Tabel 3 Rekapitulasi Sisa Makanan Dalam

Referensi

Dokumen terkait

(2) Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud

Hal utama yang harus dilakukan pemerintah adalah memperdulikan dan membenahi sistem pendidikan, memberikan pengetahuan- pengetahuan mengenai demokrasi,point yang

tingkat kepentingan tagihan konsumen (agak (sedikit) mendesak, mendesak atau sangat mendesak) menggunakan metode Fuzzy C-Means, alasan penulis menggunakan metode ini

Dengan adanya website ini diharapkan menjadi media informasi yang tepat untuk mencari informasi yang tidak terbatas oleh waktu, tidak terbatas oleh tempat dan secara cepat. Bahasan

Atas partisipasinya dalam penyelenggaraan lljian Tulis seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (sNMprN) universitas. Negeri Yogyakarta Tahun 2009, sebagai

Pokja ULP/Panitia Pengadaan Barang / Jasa Bidang Bangunan Air Dinas Pekerjaan Umum.. Kota Makassar yang diangkat berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Pekerjaan

Bila dikaji sifat dan besarnya peranan serta kontribusi manajemen proyek dalam mewujudkan gagasan menjadi kenyataan fisik, misalnya, produk atau instalasi hasil kegiatan

penurunan suku bunga, risiko pasar rendah karena pendapatan bunga bank lebih besar daripada biaya bunga sehingga laba cenderung naik dan pada akhirnya modal inti