PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian di atas sebanyak 12 orang atau sekitar 40% dari total 30 orang yang mengisi kuesioner dengan variasi nilai postpartum bluesnya 10 – 18. Masing – masing memiliki perbedaan, dipicu pada tiap gejala postpartum blues yang dialami oleh ibu. Sisanya 18 orang atau sekitar 60% dari total 30 orang mendapatkan nilai berkisar antara 2 sampai dengan 9. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seorang ibu terkena gejala postpartum blues. Dari fakor demografi, seperti: usia, status pernikahan, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi. Faktor psikososial: kegagalan dalam pernikahan dan dukungan keluarga yang kurang. Dari 12 orang yang mendapat nilai ≥ 10, satu diantaranya ada yang status
pernikahannya sudah cerai dari suami, sehingga dalam menjawab pertanyaan ada yang mendapat nilai 3, yaitu nomor 4,5 dan 8 yang berkaitan dengan perasaan takut, perasaan kuatir dan merasa sedih tanpa alasan yang jelas.
Wong, Lowdermilk, dan Perry (2006) menyatakan bahwa gejal-gejala dalam postpartum blues: reaksi depresi/sedih/disforia, mudah menangis (tearless)/weepiness atau menangis tanpa alasan yang jelas, mudah tersinggung (irritable), cemas, nyeri kepala, cenderung menyalahkan diri sendiri, merasa tidak mampu, gangguan tidur dan gangguan nafsu makan (appetite), ketidaksabaran, iritabilitas, kecemasan, kelelahan, gelisah, insomnia (ketika bayi sedang tidur), perubahan mood, kurang konsentrasi atau daya konsentrasi menurun. Faktor internal meliputi fluktuasi hormonal, faktor psikologis dan kepribadian, ada riwayat depresi sebelumnya, riwayat kehamilan dan persalinan dengan komplikasi, persalinan section caesarea, kehamilan yang tidak direncanakan, berat bayi lahir yang rendah dan pada ibu yang kesulitan dalam menyusui bayinya atau ASI (Air Susu Ibu) tidak keluar serta pada ibu yang tidak mempunyai pengalaman merawat bayi. Seperti pada Ibu A.W.W. berumur 28 tahun yang mendapatkan skor postpartum blues 13, ASI yang keluar sedikit, merasa jengkel kenapa tidak seperti ibu-ibu lain ASInya lancar, ini mempengaruhi kecemasannya pada sang bayi, merasa kuatir jika ASI terus tidak lancar atau sedikit yang keluar. Merasa jengkel permasalahan yang timbul tidak kunjung terpecahkan mengenai ASInya yang keluar sedikit, merasa sangat memerlukan dukungan keluar dan terutama dari suami. Saat menyusui merasa putus asa karena sang bayi menangis tidak tercukupi ASI.
Ada pun faktor internal lain yang mendukung terjadi postpartum blues adalah kondisi
kesehatan ibu selama masa periode perinatal, penyakit yang menyertai ibu sebelum dan
sesudah kehamilan yang dapat membuat ibu takut, cemas dan penuh dengan ketegangan serta
kekhawatiran. Kondisi lain yang mendukung terjadinya postpartum blues adalah respon dari
ketergantungan karena kelemahan fisik, harga diri rendah karena kelelahan, jauh dari
keluarga, ketidaknyamanan fisik dan ketegangan dengan peran baru terutama pada
perempuan yang tidak mendapat dukungan dari pasangan atau orangtuanya (Lowdermilk,