• Tidak ada hasil yang ditemukan

J01374

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " J01374"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN

BERBASIS KONSTRUKTIVISTIK

Slameto

ABSTRAK

Pengembangan Model Pembelajaran Konstruktif ini menggunakan penelitian dan pengembangan (research and development = R & D). Tujuannya adalah untuk menghasilkan model pembelajaran konstruktivisme yang cocok dengan kondisi mahasiswa PGSD dalam Mata Kuliah Statistik untuk Pokok Bahasan Populasi dan Sampel.

Pengembangan model pembelajaran semula dirancang berdasarkan hasil kajian teori dtelaah oleh pakar teknologi pendidikan; kemudian direvisi untuk validasi lapang pada kelas mata kuliah Statistik Pendidikan. Hasil validasi yang berupa penilaian mahasiswa kemudian dianalisis faktor penentu efektivitas model.

Penelitian pengembangan ini berhasil mendeskripsikan best/good practices

perkuliahan Statistik Pendidikan dalam rangka peningkatan prestasi belajar mahasiswa. Telah dihasilkan 5 faktor penentu Efektivitas Model Pembelajaran Konstruktif. Model Pembelajaran Konstruktif dipandang relevan dengan hakikat pendidikan ke-SD-an dan telah terbukti efektif untuk memperbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran Pokok Bahasan Populasi dan Sampel pada Mata Kuliah Statistik Pendidikan. Oleh karena itu layak untuk dilaksanakan dalam perkuliahan PGSD.

Kata Kunci: Model Pembelajaran, Pembelajaran konstruktive

LATAR BELAKANG

Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia dalam

mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Dalam

rangka pembangunan manusia seutuhnya, pembangunan dibidang pendidikan merupakan

sarana dan wahana yang Sangat baik di dalam pembinaan sumber daya manusia. Oleh karena

itu, bidang pendidikan perlu mendapat perhatian, penanganan, dan prioritas secara intensif

baik oleh pemerintah, keluarga, dan pengelola pendidikan khususnya.

Sekolah adalah tempat mengajarkan anak bahwa berpikir adalah merupakan segala

aktifitas mental dalam usaha memecahkan masalah, membuat keputusan, memaknai sesuatu,

pencarian jawaban dalam mendapatkan suatu makna. Sekolah adalah juga tempat seseorang

untuk belajar menggunakan pikiran dengan baik, tempat pemikiran - pemikiran penting

bersumber dan tempat pembiasan belajar. Pola pikiran tinggi dibentuk berdasarkan cara

berpikir kritis dan kreatif. Sebagian dari orang tua dan pendidik sepakat bahwa dalam

(2)

2 kreatif adalah keharusan, dalam usaha pemecahan masalah, pembuatan keputusan, sebagai

pendekatan, menganalisis asumsi-asumsi dan penemuan-penemuan keilmuan.

Berpikir adalah suatu aktivitas yang bertujuan tertentu serta proses pengorganisasian

yang digunakan untuk menguasai dunia. Berpikir kritis diartikan sebagai proses pencarian

secara sistematikal terhadap pikiran itu sendiri. Tidak hanya sekedar merefleksi tujuan tapi

lebih dari satu ujian bagaimana kita dan yang lain menemukan suatu bukti dan logis. Berpikir

kritis dan kreatif diterapkan siswa untuk belajar memecahkan masalah secara sistematis

dalam menghadapi tantangan, memecahkan masalah secara inovatif dan mendisain solusi

yang mendasar.

Anita Woolfolk (2005:323) mengemukakan definisi pendekatan konstruktivistik

sebagai “... pembelajaran yang menekankan pada peran aktif siswa dalam membangun pemahaman dan memberi makna terhadap informasi dan peristiwa yang dialami.” Definisi lain tentang pendekatan konstruktivistik “... pendekatan konstruktivistik merujuk kepada asumsi bahwa manusia mengembangkan dirinya dengan cara melibatkan diri baik dalam

kegiatan secara personal maupun sosial dalam membangun ilmu pengetahuan”

Asal kata konstruktivisme yaitu “to construct” berarti “membentuk”. Ko nstruktivis-me adalah salah satu aliran filsafat yang nstruktivis-mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang

kita miliki adalah hasil konstruksi atau bentukan diri kita sendiri. Dengan kata lain, kita akan

memiliki pengetahuan apabila kita terlibat aktif dalam proses penemuan pengetahuan dan

pembentukannya dalam diri kita. Konstruktivisme berpandangan bahwa pengetahuan

merupakan perolehan individu melalui keterlibatan aktif dalam menempuh proses belajar.

Hasil dari proses belajar merupakan kombinasi antara pengetahuan baru dengan

pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Individu dapat dikatakan telah

menempuh proses belajar apabila ia telah membangun atas bentukan diri kita sendiri. Dengan

kata lain, kita akan memiliki pengetahuan apabila kita terlibat aktif dalam proses penemuan

pengetahuan dan pembentukannya dalam diri kita. Konstruktivisme berpandangan bahwa

pengetahuan merupakan perolehan individu melalui keterlibatan aktif dalam menempuh

proses belajar.

Hasil dari proses belajar merupakan kombinasi antara pengetahuan baru dengan

pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Individu dapat dikatakan telah

menempuh proses belajar apabila ia telah membangun atau mengkonstruksi pengetahuan baru

dengan cara melakukan penafsiran atau interprestasi baru terhadap lingkungan sosial, budaya,

fisik dan intelektual tempat mereka hidup.

Belajar dalam pandangan ahli konstruktivis terkait dengan pengalaman yang dimiliki

oleh individu. Berdasarkan pandangan ini, tugas seorang guru atau dosen adalah menciptakan

lingkungan belajar yang sering diistilahkan sebagai “scenario of problems”, yang mencerminkan adanya pengalaman belajar yang otentik atau nyata dan dapat diaplikasikan

(3)

3 Konstruktivisme merupakan salah satu aliran yang berasal dari teori belajar kognitif.

Tujuan penggunaan pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran adalah untuk membantu

meningkatkan pemahaman siswa terhadap isi atau materi pelajaran. Konstruktivisme

memiliki keterkaitan yang erat dengan motode pembelajaran penemuan (discovery learning) dan konsep belajar bermakna (meaningful learning). Kedua metode pembelajaran ini berada dalam konteks teori belajar kognitif.

Bagi para ahli konstruktivistik, belajar merupakan pemaknaan terhadap peristiwa atau

pengalaman yang dialami oleh individu. Pendidikan harus dipandang sebagai sebuah proses

rekonstruksi pengalaman yang berlangsung secara kontinyu. Siswa membangun pengetahuan

baru melalui peristiwa yang dialami setiap saat. Pemberian makna terhadap pengetahuan

diperoleh melalui akumulasi makna terhadap peristiwa yang dialami.

Duffy dan Cunningham dalam Jonassen (2001) mengemukakan dua hal yang menjadi

esensi dari pandangan konstruktivistik dalam aktivitas pembelajaran.

(1) Belajar lebih diartikan sebagai proses aktif membangun daripada sekedar proses

memperoleh pengetahuan.

(2) Pembelajaran merupakan proses yang mendukung proses pembangunan pengetahuan

daripada hanya sekedar mengkomunikasikan pengetahuan.

Proses belajar yang berlandaskan pada teori belajar konstruktivis dilakukan dengan

memfasilitasi siswa agar memperoleh pengalaman belajar yang dapat digunakan untuk

membangun makna terhadap pengetahuan yang sedang dipelajari.

Gagnon dan Collay dalam Cruickshank dkk. (2006) berpendapat bahwa siswa belajar

dan membangun pengetahuan manakala dia terlibat aktif dalam kegiatan belajar. Contoh

aktivitas pembelajaran yang menandai siswa melakukan konstruksi pengetahuan terdiri atas

beberapa bentuk kegiata, yaitu:

(1) Merumuskan pertanyaan secara kolaboratif,

(2) Menjelaskan fenomena yang dilihat,

(3) Berfikir kritis terhadap tentang isu-isu yang bersifat kompleks, dan

(4) Mengatasi masalah yang sedang dihadapi

Pembelajaran konstruktif telah menjadi gerakan di lingkungan pendidikan terutama di

sekolah dasar melalui program MBS. Oleh karena itu Progdi S1 PGSD sebagai penghasil

guru SD juga harus mempersiapkan guru yang mampu mengelola pembelajaran konstruktif.

Hasil evaluasi diri Program Studi S1 PGSD menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang

berlangsung selama ini belum sepenuhnya mempertimbangkan kebutuhan khusus mahasiswa,

oleh karena jumlah mahasiswa yang besar dan bervariasi memang memerlukan model model

pembelajaran yang lebih mampu mengakomodasi belajar mereka. Di samping itu

perkembangan pesat di bidang teknologi pembelajaran, termasuk berkembangnya berbagai

model pembelajaran yang kokoh bangunan teorinya, telah teruji melalui berbagai penelitian

(4)

4 optimal oleh para dosen Program Studi S1 PGSD. Pengembangan model pembelajaran

konstruktif ini diharapkan akan berdampak bagi peningkatan kemampuan dosen Progdi S1

PGSD baik dalam mengelola perkuliahan, merancang dan mengujicobakan model-model

pembelajaran inovatif lainya maupun dalam melakukan perbaikan perkuliahan pada

umumnya.

Tujuan Pengembangan

Pengembangan Model Pembelajaran Konstruktif ini adalah untuk mendeskripsikan

best/good practices Perkuliahan Statistik Pendidikan dalam rangka peningkatan prestasi belajar mahasiswa Pokok Bahasan Populasi dan Sampel. Dengan demikian tujuan dari

ujicoba Model Pembelajaran Konstruktif pada Mata Kuliah Statistik Pendidikan ini adalah:

1. Memperbaiki kualitas proses pembelajaran dalam Perkuliahan Statistik Pendidikan

program studi PGSD dengan mengujicobakan Model Pembelajaran Konstruktif yang

dipandang relevan dengan hakikat pendidikan ke-SD-an.

2. Menghasilkan Model Perkuliahan Berbasis Konstruktif yang terbukti efektif untuk

meningkatkan hasil pembelajaran Mata Kuliah Statistik Pendidikan di program studi

PGSD.

PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK

Menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu

saja dari pikiran dosen ke pikiran mahasiswa. Artinya, bahwa mahasiswa harus aktif secara

mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang

dimilikinya. Dengan kata lain, mahasiswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang

siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak dosen.

Tasker (Hamzah: 2008) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar

konstruk-tivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif mahasiswa dalam mengkonstruksi

pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan

dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan

informasi baru yang diterima. Wheatley (Hamzah: 2008) mendukung pendapat tersebut

dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar

konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif

oleh struktur kognitif mahasiswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu

pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak. Kedua pengertian di atas

menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan mahasiswa secara aktif dalam proses

pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya.

Bahkan secara spesifik Hudoyo (Hamzah: 2008) mengatakan bahwa seseorang akan lebih

(5)

5 lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang

lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.

Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar

konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan

pembelajaran, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide

yang mereka miliki, (2) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3)

strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan

saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.

Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20)

mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:

(1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa

sendiri, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya

sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk

mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang

telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan

(6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Pembelajaran yang mengacu kepada teori

belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan mahasiswa dalam

mengkonstruksi dan mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan mahasiswa

dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh dosen.

Konstruksi pengetahuan (Pribadi, B.A. 2009) merupakan proses berpikir dan

menafsirkan tentang suatu peristiwa yang dialami. Setiap individu memiliki pengalaman yang

unik. Oleh karenanya pengetahuan yang dimiliki oleh individu merupakan pengetahuan yang

bersifat unik pula. Proses belajar dalam diri individu dapat dikatakan telah terjadi apabila

pengetahuan yang telah dimiliki dapat digunakan untuk menafsirkan pengalaman baru secara

utuh, lengkap dan lebih baik daripada sebelumnya. Mahasiswa perlu mengaitkan pengetahuan

yang telah dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan baru. Mengaitkan pengetahuan lama

dengan pengetahuan baru merupakan hal yang prinsip untuk membangun ilmu pengetahuan.

Tujuan pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran menurut Pribadi, B.A. (2009)

adalah agar mahasiswa memiliki kemampuan dalam menemukan, memahami, dan

menggunakan informasi atau pengetahuan yang dipelajari. Implementasi pendekatan

konstruktivistik dalam kegiatan pembelajaran perlu memperhatikan beberapa komponen

penting sebagai berikut:

1. Belajar aktif (active learning)

2. Mahasiswa terlibat dalam aktivitas pembelajaran yang bersifat otentik dan situasional.

3. Aktivitas belajar harus menarik dan menantang.

4. Mahasiswa harus dapat mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah

dimiliki sebelumnya dalam sebuah proses yang disebut “bridging”.

(6)

6 6. Dosen harus lebih banyak berperan sebagai fasilitator yang dapat membantu

mahasiswa dalam melakukan konstruksi pengetahuan. Dalam hal ini, dosen tidak lagi

hanya sekedar berperan sebagai penyaji informasi.

7. Dosen harus dapat memberi bantuan berupa scafolding yang diperlukan oleh mahasiswa dalam menempuh proses belajar.

Pendekatan konstruktivistik menghendaki peran dosen yang berbeda dengan yang

selama ini berlangsung. Dosen tidak lagi berperan sebagai seorang yang menyiapkan diri

untuk melakukan presentasi pengetahuan di depan kelas, tetapi merancang dan menciptakan

pengalaman-pengalaman belajar (learning experience) yang dapat membantu mahasiswa memberi makna terhadap konsep-konsep dan ilmu pengetahuan yang sedang dipelajari.

Dosen perlu melatih mahasiswa agar mampu mengaitkan, membuat rasional, dan memaknai

konsep-konsep yang dipelajari.

Agar kegiatan pembelajaran yang dilandasi oleh pendekatan konstruktivistik dapat

memberikan hasil yang optimal, ada beberapa faktor yang perlu mendapat perhatian. Newby,

dkk. (Pribadi, B.A. 2009) mengemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk

mewujudkan pendekatan konstruktivistik dalam kegiatan pembelajaran yaitu sebagai berikut:

1. Berikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan belajar dalam konteks

nyata. Belajar terjadi manakala mahasiswa menerapkan pengetahuan yang dipelajari

dalam mengatasi suatu permasalahan.

2. Ciptakan aktivitas belajar kelompok. Belajar merupakan sebuah proses yang

berlangsung melalui interaksi sosial antara dosen dan mahasiswa dalam menggali dan

mengaplikasikan kombinasi pengetahuan yang telah mereka miliki.

3. Ciptakan model dan arahkan mahasiswa untuk dapat mengkonstruksi pengetahuan.

Dosen dan mahasiswa bekerja bersama untuk mencari solusi terhadap suatu

permasalahan. Dosen, yang pada umumnya memiliki pengalaman dan pengetahuan

yang lebih luas / ekstensif, perlu memberi arah yang konsisten agar mahasiswa dapat

memperoleh pengelaman belajar yang bermakna.

PENGEMBANGAN

DESAIN MODEL PEMBELAJARAN

Sebelum lebih jauh membahas tentang model desain sistem pembelajaran, terlebih dahulu

kita perlu mengenal istilah model. Model adalah sesuatu yang menggambarkan adanya pola

berpikir. Sebuah model biasanya menggambarkan keseluruhan konsep yang saling berkaitan.

Model juga dapat dipandang sebagai upaya untuk mengkonkretkan sebuah teori sekaligus

juga merupakan sebuah analogi dan representasi dari variabel-variabel yang terdapat di dalam

teori tersebut (Pribadi, B.A. 2009).

Pola pikir dan komponen-komponen yang terdapat di dalam desain sistem

pembelajaran biasanya digambarkan dalam bentuk model yang direpresentasikan dalam

(7)

7 langkah-langkah atau prosedur yang perlu ditempuh untuk menciptakan aktivitas

pem-belajaran yang efektif, efisien dan menarik.

Menurut Morisson, Ross, dan Kemp (Pribadi, B.A. 2009), model desain sistem

pembelajaran ini akan membantu Anda – sebagai perancang program atau kegiatan pembelajaran – dalam memahami kerangka teori dengan lebih baik dan menerapkan teori tersebut untuk menciptakan aktivitas pembelajaran yang lebih efektif dan efisien. Model

desain sistem pembelajaran berperan sebagai alat konseptual, pengelolaan, komunikasi untuk

menganalisis, merancang, menciptakan, mengevaluasi program pembelajaran.

Pada umumnya, setiap desain sistem pembelajaran memiliki keunikan dan perbedaan

dalam langkah-langkah dan prosedur yang digunakan. Perbedaan juga kerap terdapat pada

istilah-istilah yang digunakan. Namun demikian, model-model desain tersebut memiliki dasar

prinsip yang sama dalam upaya merancang program pembelajaran yang berkualitas.

Fausner (Pribadi, B.A. 2009) berpandangan bahwa seorang perancang program

pembelajaran tidak dapat menciptakan program pembelajaran yang efektif jika hanya

mengenal satu model desain. Perancang program pembelajaran harus mampu memilih desain

yang tepat dan sesuai dengan situasi atau setting pembelajaran yang spesifik. Untuk itu

diperlukan adanya pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang model-model desain

sistem pembelajaran dan cara mengimplementasikannya.

Model Disain Belajar Konstruktivis sebagai model mikro, menekankan proses belajar

yang dialami oleh peserta didik. Model ini disusun berdasarkan teori konstruktivisme,

menurut Prawiradilaga (2009) bermanfaat untuk:

1. Membina peserta didik menjadi lebih mandiri

2. Mengembangkan daya kreatifitas peserta didik karena ia harus memperlihatkan hasil

belajar atau karyanya

3. Berlatih bekerja sama dengan anggota tim peserta didik.

4. Keterbatasan dari model ini menurut Prawiradilaga (2009) diantaranya:

5. Belum banyaknya penelitian terkait model ini yang mengindikasikan keefektifan

model

6. Kemungkinan pengajar yang belum terbiasa akan lebih sulit untuk menerapkan model

ini

7. Melatih peserta didik untuk refleksi, mandiri, dan menilai diri sendiri tidak mudah.

DESAIN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK

Disain Belajar Konstruktivis sebagai model mikro, menekankan proses belajar yang

dialami oleh mahasiswa. Model ini disusun berdasarkan teori konstruktivisme. Sudah tentu

mahasiswa berperan jauh lebih aktif dan menempati porsi yang lebih banyak dibandingkan

dengan model Kegiatan Belajar Mengajar pada umumnya (berbasis behavioristik). Kekhasan

(8)

8 1. Model disain pembelajaran yang mengkhususkan diri pada terjadinya proses belajar

dan peserta didik yang proaktif

2. Strategi belajar termasuk pengembangan belajar tim yang diterapkan secara intensif

3. Aspek refleksi dimaksudkan agar peserta didik juga berperan dalam menilai proses

belajarnya. Ia harus bisa mengantisipasi masalah belajar. Selain itu, ia juga dilatih

untuk mengatasi masalah belajar tadi dengan bantuan pengajar.

Selanjutnya model pembelajaran berbasis konstruktivisme (Prawiradilaga, 2009) adalah

seperti berikut ini.

Situasi Apa kegunaan episode belajar yang Anda ajarkan?

Bagaimana Anda mengetahui bahwa mahasiswa Anda sudah selesai dan mencapai tujuan belajarnya? Dan seterusnya.

Tim Pengelompokkan mahasiswa tergantung situasi yang Anda rancang dan materi ajar yang tersedia.

a. Mahasiswa - bagaimana Anda akan mengelompokkan mereka agar mereka dapat belajar dan mencapai tujuan dengan berhasil?

b. Materi-apakah Anda berharap semua mahasiswa terlibat aktif dengan semua kegiatan, bagaimana dengan pemikiran kolaboratif mereka

Penghubung (bridge)

Kegiatan apa yang akan Anda pilih sebagai penghubung antara pengetahuan prasyarat dengan pengetahuan atau kemampuan yang akan mereka pelajari?

Pertanyaan Pertanyaan apa yang akan Anda ajukan terkait dengan elemen Desain Belajar Konstruktivis?

Apa saja pertanyaan pemandu yang akan Anda ajukan untuk menjelaskan tentang situasi, pengelompokkan dan penghubung?

Pameran Bagaimana mahasiswa akan „memamerkan‟ hasil karya mereka sebagai bukti bahwa mereka telah mencapai pemahaman?

Refleksi Bagaimana mahasiswa akan merefleksikan hasil belajar meraka, apa yang sudah mereka lakukan, pelajari atau apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah?

Gagnon dan Collay (Pribadi, B.A. 2009) mengemukakan sebuah desain sistem pembelajaran

yang menggunakan pendekatan konstruktivistik. Desain yang dikemukakan terdiri atas

beberapa komponen penting dalam pendekatan aliran konstruktivistik yaitu situasi,

pengelompokkan, pengaitan, pertanyaan, eksibisi dan refleksi.

1. Situasi

Komponen ini menggambarkan secara komprehensif tentang maksud atau tujuan

(9)

9 tergambar tugas-tugas yang perlu diselesaikan oleh mahasiswa agar mereka memiliki

makna dari pengalaman belajar yang telah dilalui.

2. Pengelompokkan

Komponen pengelompokkan dalam aktivitas pembelajaran berbasis pendekatan

konstruktivis memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan interaksi

dengan sejawat. Pengelompokkan sangat bergantung pada situasi atau pengalaman

belajar yang ingin dilalui oleh mahasiswa. Pengelompokkan dapat dilakukan secara

acak (random) atau didasarkan pada kriteria tertentu (porposive). 3. Pengaitan

Komponen pengaitan dilakukan untuk menghubungkan pengetahuan yang telah

dimiliki mahasiswa dengan pengetahuan yang baru. Bentuk-bentuk kegiatan

pengaitan sangat bervariasi, misalnya melalui pemecahan masalah atau diskusi

topik-topik yang spesifik.

4. Pertanyaan

Pengajuan pertanyaan merupakan hal penting dalam aktivitas pembelajaran.

Pertanyaan akan memunculkan gagasan asli yang merupakan inti dari pendekatan

pembelajaran konstruktivistik. Dengan munculnya gagasan-gagasan yang bersifat

orisinal, siswa dapat membangun pengetahuan di dalam dirinya.

5. Eksibisi

Komponen eksibisi dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan

konstruk-tivistik memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat menunjukkan hasil

belajar setelah mengikuti suatu pengalaman belajar. Pengetahuan seperti apa yang

telah dibangun oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan konstruktivistik? Pertanyaan seperti ini perlu dijawab untuk

mengetahui hasil belajar mahasiswa.

6. Refleksi

Komponen ini pada dasarnya memberi kesempatan kepada dosen dan mahasiswa

untuk berpikir kritis tentang pengalaman belajar yang telah mereka tempuh baik

personal maupun kolektif. Refleksi juga memberi kesempatan kepada mahasiswa

untuk berpikir tentang aplikasi dari pengetahuan yang telah mereka miliki.

Pendekatan konstruktivistik dapat diaplikasikan pada semua jenjang dan satuan

pendidikan. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam menerapkan pendekatan

konstruktivistik adalah memberi kebebasan kepada mahasiswa untuk membangun

pengetahuan dengan menggunakan beragam sumber belajar yang tersedia.

DESAIN AWAL PRODUK: MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK

Desain sistem pembelajaran yang berlandaskan pendekatan konstruktivistik perlu

(10)

10 konstruktivistik seperti yang dikemukakan oleh Gagnon dan Collay (Pribadi, B.A. 2009),

yaitu situasi, pengelompokkan, pengaitan, pertanyaan, eksibisi, dan refleksi. Berikut ini

adalah desain awal yang akan dikembangkan yaitu desain sistem pembelajaran yang

menggunakan pendekatan pembelajaran konstruktivistik (bandingkan dengan contoh Pribadi,

B.A., 2010). Desain awal produk berikut ini, merupakan desain sistem pembelajaran pada

mata kuliah Statistik Pendidikan bagi mahasiswa PGSD untuk Pokok Bahasan Populasi dan

Sampel; materi lengkap yang terdapat pada lampiran masih perlu penyesuaian dengan

aktivitas pembelajaran yang dirancang berikut ini.

Tingkat : Perguruan Tinggi Topik : Populasi dan Sampel Mata Kuliah : Statistik Pendidikan Pengampu : Slameto

Waktu : 90 menit

No Komponen Aktivitas Pembelajaran

1 Situasi

(5 menit)

Tujuan dari pembelajaran ini adalah mengenalkan konsep populasi, dan sampel. Materi yang akan diajarkan meliputi konsep populasi dan sampel, metode dan teknik sampling, serta penentuan besarnya sampel.

2 Pengelompokan

(5 menit)

Mahasiswa terbagi dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan maksimal 5 orang. Setiap kelompok mendapat sejumlah topik

penelitian beserta keterangan singkatnya. Kelompok pertama bertugas menganalisa alasan, manfaat dan tujuan dari diadakannya penarikan sampel. Kelompok kedua menganalisa topik-topik mana saja yang memerlukan penarikan sampel dari populasi. Kelompok ketiga menganalisis teknik sampling yang paling tepat bagi topik-topik tertentu. Kelompok keempat bertugas menghitung banyaknya sampel dari sebuah populasi dalam beberapa topik penelitian. Kelompok kelima bertugas menganalisis dampak dan follow up dari penentuan sejumlah sampel tertentu dari populasi.

3 Pengaitan

(10 menit)

Dosen menjelaskan secara singkat tentang langkah-langkah menarik sampel yang meliputi pencarian informasi mengenai besarnya populasi, penentuan tingkat kesalahan, menentukan proporsi sampel dari

populasi, teknik sampling, dan diperolehnya sejumlah sampel dengan kriteria tertentu.

4 Pertanyaan

(20 menit)

Dosen mengajukan pertanyaan kepada mahasiswa mengenai hal-hal berikut:

1. Apa alasan diadakannya penarikan sampel dalam penelitian? 2. Apa yang dimaksud dengan populasi?

3. Cara apa saja yang dapat dipergunakan untuk menentukan besarnya sampel?

4. Bagaimana supaya sampel dapat mewakili populasi? 5. Apa cirri-ciri sampel yang baik?

5 Eksibisi

(40 menit)

(11)

11 pemaparan opini, kelompok lain dapat memberikan opini, mengajukan pertanyaan, dan diskusi. Setiap kelompok maju sesuai dengan

sistematika materi yang telah ditetapkan.

6 Refleksi

(10 menit)

Pada akhir sesi pembelajaran, guru atau instruktur meminta pendapat atau pandangan mahasiswa tentang pengetahuan yang telah diperoleh dari proses pembelajaran tentang populasi-sampel

Berdasarkan desain awal pembelajaran berbasis konstruktivistik di atas, para

maha-siswa akan memperoleh pengalaman belajar yang dapat memungkinkan mereka membangun

pengetahuan yang sedang dipelajari. Dosen perlu bertindak kreatif agar dapat menciptakan

pengalaman belajar yang bermakna bagi mahasiswa. Hal ini merupakan kunci bagi

penggunaan pendekatan pembelajaran konstruktivistik.

Metode, media, dan strategi pembelajaran yang digunakan dalam aktivitas

pem-belajaran dengan pendekatan konstruktivistik akan dipilih agar dapat mendukung mahasiswa

dalam membangun pengetahuan dan keterampilan yang sedang dipelajari. Demikian pula

halnya dengan penggunaan media pembelajaran, akan dipilih dengan cermat agar dapat

mendukung mahasiswa dalam membangun pengetahuan dan keterampilan yang sedang

dipelajari dan sesuai dengan aktivitas pembelajaran konstruktivistik. Sebagai contoh,

penggunaan media power point yang menayangkan isi program perkuliahan perlu diikuti

dengan kegiatan diskusi yang memungkinkan mahasiswa membangun pengetahuan dan

keterampilan.

Media pembelajaran yang digunakan harus dapat memicu terjadinya proses berpikir

mahasiswa dalam rangka membangun kompetensi. Sekalipun sudah dirancang pada

perangkat pembelajaran (seperti pada materi terlampir), penetapan/pemilihan strategi

pembelajaran yang akan digunakan masih perlu direvisi sehingga benar-benar dapat melatih

mahasiswa untuk mengaitkan pengetahuan lama dengan pengetahuan yang sedang dipelajari.

Revisi didasarkan hasil validasi/masukan pakar.

Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam menerapkan pendekatan pembelajaran

konstruktivistik adalah penggunaan instrumen evaluasi dan penilaian hasil belajar. Beragam

instrumen evaluasi hasil belajar pada dasarnya dapat digunakan dalam pendekatan

pembelajaran konstruktivistik. Namun instrumen yang akan digunakan pengembang akan

disusun berdasarkan kemampuan instrumen tersebut ketika mengukur hasil belajar

mahasiswa dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari. Oleh

karena itu, tidak cukup hanya berbentuk obyektif, tetapi juga tes uraian yang dilengkapi tes

kinerja/performance. Ketiga jenis instrumen ini dipandang sesuai untuk digunakan dalam

menerapkan pendekatan pembelajaran konstruktivistik, karena jenis tes ini bersifat

sistematik, digunakan untuk melakukan evaluasi hasil belajar yang tidak dapat diukur melalui

tes obyektif. Walaupun tes obyektif dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan atau

(12)

12 digunakan dalam mengetahui tingkat pencapaian kemampuan mahasiswa yang bersifat nyata.

Menurut Grondlund (1993), ada beberapa aspek hasil belajar yang dapat diukur secara efektif

melalui penggunaan performance test yaitu:

 Kemampuan dalam mengidentifikasi, misalnya menentukan bagian-bagian dari suatu sistem sebagai suatu keseluruhan

 Kemampuan membangun atau mengkonstruksi, yaitu keterampilan dalam menyusun komponen-komponen menjadi satu kesatuan utuh, dan

 Kemampuan dalam melakukan atau mendemonstrasikan sesuatu, seperti mengoperasikan peralatan atau menerapkan proses atau prosedur.

PELAKSANAAN DAN HASIL PENGEMBANGAN

Berdasarkan materi ajar Penelitian Pendidikan SD 2011 unit 9 Populasi dan Sampel,

pengembangan model pembelajaran konstruktivisme ini dilaksanakan pada mata kuliah

statistik pendidikan untuk 1 pertemuan pada 2 kelas. Langkah –langkah yang ditempuh adalah seperti berikut ini.

1. Pendahuluan (10‟)

Pembukaan dengan penjelasan tentang materi bahasan dan kompetensi yang akan

dikuasai melalui pokok bahasan ini; serta proses perkuliahan sesi pertemuan ini.

2. Bekerja kelompok (50‟)

Pembentukan kelompok, disepakati menggunakan kelompok yang sudah terjadi

untuk kegiatan perkuliahan yang lalu sehingga ada 6 kelompok kemudian

dilanjutkan dengan pengaturan tempat duduk dan peserta memasuki kelompoknya

masing-masing.

Setiap kelompok mendalami materi tertulis yang diterimanya (seperti terlampir);

Setiap kelompok diberi kebebasan menetapkan cara untuk mempelajarinya:

1 kelompok memilih membaca bersama dan membuat peta kosep kemudian

berdiskusi

1 kelompok memilih untuk 2 peserta membaca dalam hati (menyimak) dan

dilanjutkan melaksanakan tugas seperti yang ada pada Unit Materi

2 kelompok masing-masing membagi materi menjadi 2 sesuai Sub Unit yang

ada dengan membuat tanda-tanda dengan catatan kecil; kemudian

mengerjakan latihan dan tes formatif

1 kelompok menyururuh 1 anggota membaca materi, anggota lainnya mencatat

terus berdiskusi

1 kelompok yang terdiri dari 5 orang anggota, membagi diri menjadi 2 sub

kelompok (3 anggota laki-laki membaca materi kemudian mencatat; 2 anggota

(13)

13 3. Diskusi Tema setiap kelompok 1 tema (10‟)

Apa alasan diadakannya penarikan sampel dalam penelitian?

Apa yang dimaksud dengan populasi?

Cara apa saja yang dapat dipergunakan untuk menentukan besarnya sampel?

Bagaimana supaya sampel dapat mewakili populasi?

Apa cirri-ciri sampel yang baik?

Apa kelebihan dan kelemahan teknik sampling yang ada pada materi?

Dilanjutkan dengan pertanyaan: Apa komentar dan saran kelompok?) Terdapat 1

kelompok yang lebih cepat selesai, kemudian melanjutkan mengerjakan latihan.

Namun ada juga 1 kelompok yang masih sibuk mencatat hasil oleh sekretaris.

Latihan yang mereka pilih adalah menghitung sampel.

4. Presentasi/Ekzibisi hasil kerja kelompok (15‟) Salah satu contoh hasil kerja kelompok dalam bentuk peta konsep seperti terlampir

5. Berdasarkan hasil presentasi diajukan beberapa pertanyaan kepada dosen tentang

rumus dan penggunaannya, tingkat kepercayaan, tabel Krice, nomogram dan

konfirmasi penghitungan.

6. Refleksi (5‟)

penyimpulan dan tindak lanjut (latihan dan atau tes formatif yang belum

dikerjakan dengan tuntas dipakai sebagai PR

7. Pengisian lembar balikan juga di PR-kan karena waktu sudah habis.

VALIDASI MODEL BERDASARKAN PENILAIAN MAHASISWA

Dengan menggunakan 17 item yang dijabarkan dari model pembelajaran

konstruktivisme yang dinilai oleh mahasiswa setelah akhir perkuliahan diperoleh hasil seperti

berikut ini.

Pertanyaan/Indikator Modus Jawaban

ST T Sd R

1. Seberapa tinggi perkuliahan ini menggambarkan secara

komprehensif tentang maksud atau tujuan dilaksanakannya aktivitas pembelajaran?.

V

2. Seberapa jelas tergambar tugas-tugas yang perlu diselesaikan oleh mahasiswa agar mereka memiliki makna dari pengalaman belajar yang telah dilalui?

V

3. Apakah pengelompokkan dalam aktivitas pembelajaran memberi

kesempatan mahasiswa untuk melakukan interaksi dengan sejawat? V 4. Apakah pengelompokkan yang dilakukan relevan dengan

pengalaman belajar mahasiswa? V

5. Apakah pengaitan yang dilakukan menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa dengan pengetahuan yang baru atau akan dipelajari?

V

6. Apakah bentuk-bentuk kegiatan pengaitan, misalnya melalui diskusi topik-topik yang spesifik relevan untuk menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa dengan pengetahuan yang baru?

V

(14)

14 asli dari mahasiswa?

8. Berdasarkan gagasan-gagasan yang bersifat orisinal, apakah mahasiswa dapat membangun pengetahuan yang baru di dalam dirinya?

V

9. Apakah Komponen eksibisi (presentasi mahasiswa) memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat menunjukkan hasil belajar setelah mengikuti kuliah?

V

10.Adakah pengetahuan baru telah dibangun oleh mahasiswa setelah/

dengan menjawab pertanyaan/topik diskusi? V

11.Apakah refleksi dapat memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir kritis tentang pengalaman belajar yang telah mereka tempuh baik personal maupun kelompok?

V

12.Apakah refleksi juga memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir tentang aplikasi dari pengetahuan yang telah mereka miliki?

V

13.Apakah metode ini mampu menumbuhkan partisipasi aktif

mahasiswa dalam pembelajaran V

14.Apakah metode ini mampu menumbuhkan keceriaan dan antusisme

mahasiswa dalam belajar? V

15.Apakah metode ini mampu menghasilkan pesan yang menarik? V

16.Adakah bukti pelaksanakan pembelajaran yang memungkinkan

tumbuhnya kebiasaan positif dikalangan mahasiswa? V

17.Adakah optimisme mahasiswa akan berhasil lebih baik? V

Berdasarkan hasil penilaian mahasiswa seperti tersaji dalam tabel di atas, ternyata

model pembelajaran konstruktivisme ini cukup valid; sebagian besar dinilai pada aras tinggi

yaitu 15 indikator, terutama dengan model pembelajaran ini mahasiswa optimis akan berhasil

lebih baik. Lima belas indikator yang valid pada aras tinggi adalah sebagai berikut:

1. Perkuliahan ini menggambarkan secara komprehensif tentang maksud atau tujuan

dilaksanakannya aktivitas pembelajaran

2. Tugas-tugas yang perlu diselesaikan oleh mahasiswa agar mereka memiliki makna

dari pengalaman belajar yang telah dilalui tergambar dengan jelas

3. Pengelompokkan yang dilakukan relevan dengan pengalaman belajar mahasiswa

4. Pengaitan yang dilakukan menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki

mahasiswa dengan pengetahuan yang baru atau akan dipelajari

5. Bentuk-bentuk kegiatan pengaitan, misalnya melalui diskusi topik-topik yang spesifik

relevan untuk menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa dengan

pengetahuan yang baru

6. Pertanyaan yang diajukan memunculkan gagasan-gagasan asli dari mahasiswa

7. Berdasarkan gagasan-gagasan yang bersifat orisinal, mahasiswa dapat membangun

pengetahuan yang baru di dalam dirinya

8. Komponen eksibisi (presentasi mahasiswa) memberi kesempatan kepada mahasiswa

untuk dapat menunjukkan hasil belajar setelah mengikuti kuliah

9. Pengetahuan baru telah dibangun oleh mahasiswa setelah/ dengan menjawab

(15)

15 10.Refleksi dapat memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir kritis tentang

pengalaman belajar yang telah mereka tempuh baik personal maupun kelompok

11.Refleksi juga memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir tentang aplikasi

dari pengetahuan yang telah mereka miliki

12.Metode ini mampu menumbuhkan partisipasi aktif mahasiswa dalam pembelajaran

13.Metode ini mampu menghasilkan pesan yang menarik?

14.Ada bukti pelaksanakan pembelajaran yang memungkinkan tumbuhnya kebiasaan

positif dikalangan mahasiswa

15.Ada optimisme mahasiswa akan berhasil lebih baik.

Selanjutnya terdapat 1 indikator yang valid pada aras sangat tinggi adalah “pengelompokkan dalam aktivitas pembelajaran memberi kesempatan mahasiswa untuk melakukan interaksi

dengan sejawat” Pada akhirnya terdapat 1 indikator yang valid pada aras sedang adalah

“metode ini mampu menumbuhkan keceriaan dan antusisme mahasiswa dalam belajar”

Berdasarkan hasil penilaian mahasiswa terhadap efektifitas model pembelajaran

berbasis konstruktivisme seperti diuraikan di atas, kemudian dilakukan analisis faktor guna

memperoleh model akhir efektivitas model berdasarkan data lapang. Hasil analisis faktor

efektifitas model pembelajaran konstruktivisme ini adalah sebagai berkut.

Faktor Indikator

1 1. Seberapa tinggi perkuliahan ini menggambarkan secara komprehensif tentang maksud atau tujuan dilaksanakannya aktivitas pembelajaran?.

2. Apakah pengelompokkan yang dilakukan relevan dengan pengalaman belajar mahasiswa?

3. Apakah refleksi dapat memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir kritis tentang pengalaman belajar yang telah mereka tempuh baik personal maupun kelompok?

2 1. Apakah bentuk-bentuk kegiatan pengaitan, misalnya melalui diskusi topik-topik yang spesifik relevan untuk menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa dengan pengetahuan yang baru?

2. Apakah Komponen eksibisi (presentasi mahasiswa) memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat menunjukkan hasil belajar setelah mengikuti kuliah?

3. Apakah refleksi juga memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir tentang aplikasi dari pengetahuan yang telah mereka miliki?

3 1. Adakah pengetahuan baru telah dibangun oleh mahasiswa setelah/ dengan menjawab pertanyaan/topik diskusi?

(16)

16 4 1. Apakah pengelompokkan dalam aktivitas pembelajaran memberi kesempatan

mahasiswa untuk melakukan interaksi dengan sejawat?

2. Apakah pengaitan yang dilakukan menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa dengan pengetahuan yang baru atau akan dipelajari? 3. Adakah bukti pelaksanakan pembelajaran yang memungkinkan tumbuhnya

kebiasaan positif dikalangan mahasiswa?

5 1. Apakah pertanyaan yang diajukan memunculkan gagasan-gagasan asli dari mahasiswa?

2. Seberapa jelas tergambar tugas-tugas yang perlu diselesaikan oleh mahasiswa agar mereka memiliki makna dari pengalaman belajar yang telah dilalui? 3. Apakah metode ini mampu menumbuhkan keceriaan dan antusisme

mahasiswa dalam belajar?

4. Apakah metode ini mampu menghasilkan pesan yang menarik?

6 1. Berdasarkan gagasan-gagasan yang bersifat orisinal, apakah mahasiswa dapat membangun pengetahuan yang baru di dalam dirinya?

PENUTUP

Pengembangan Model Pembelajaran Konstruktif ini berhasil mendeskripsikan best/ good practices Perkuliahan Statistik Pendidikan dalam rangka peningkatan prestasi belajar mahasiswa Pokok Bahasan Populasi dan Sampel. Telah dihasilkan 5 faktor penentu

Efektivitas Model Pembelajaran Konstruktif. Model Pembelajaran Konstruktif dipandang

relevan dengan hakikat pendidikan ke-SD-an dan telah terbukti efektif untuk memperbaiki

kualitas proses dan hasil pembelajaran Pokok Bahasan Populasi dan Sampel pada Mata

Kuliah Statistik Pendidikan. Oleh karena itu layak untuk dilaksanakan dalam perkuliahan

PGSD.

Daftar Pustaka

Cruickshank, D.R. et.al. 2006. The Act of Teaching. New York: McGraw Hill Inc.

Groundlund, N.E. 1993. How to Make Achievement Test and Assesment. Boston: Allyn and Bacon.

Hamzah. 2008. Teori Belajar Konstruktivisme. Universitas Negeri Makassar: FMIPA

Jonassen, D.H., 1996. Handbook of Research for Educational Communication and Technology. New

York: Macmillan Library Reference.

Prawiradilaga, D.S. 2009. Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Pribadi, B.A. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat.

Slameto, 2011. Penelitian Pendidikan SD, Jakarta: Dirjen PT Kementerian Pendidikan Nasional

(17)

17

mula kecil → memilih teman untuk jadi sampel → makin banyak)

Metode Sampling

1. Penentuan jumlah sampel dengan rumus :

[ ] ket : n : jumlah sampel

P : proporsi populasi presentase kel. pertama q : proporsi sisa dalam populasi

Z ½ : derajat koefisien kondensasi pada 99% dan 95% b : presentase perkiraan kemungkinan salah

2. Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan tabel krecjle (kesalahan 5%)

3. Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan momogram Harry King

(populasi < 2000) → kesalahan s/d 15%

4. Perhitungan jumlah sampel dengan rumus (sam pel > 100.000)

ket : n : ukuran sampel yang diperlukan

P : prosentase hipotesis (Ho) dinyatakan = 0,50 q : 1 – 0,50 = 0,50

Op : perbedaan Hipotesis kerja (Ha) dengan hipotesis nol (Ho) dibagi pada tingkat kepercayaan tertentu. Wilayah generalisasi yang terdiri dari atas

(18)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Sementara di Korea Selatan, kreatifitas yang terjadi beberapa tahun terakhir dalam aktifitas musik dan film televisinya memang terkesan ‘menjiplak’ industri serupa

PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP INVESTMENT OPPORTUNITY SET DALAM TAHAP EKSPANSI AKHIR DAN TAHAP PENURUNAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR.. DI BURSA EFEK

Pengumuman (8/7/2020) dari anak Theys Eluay, Yanto Eluay, bahwa sedang disiapkan pendirian suatu organisasi khusus bagi anak-anak dan cucu-cucu para pejuang Pepera (1969).”Kita

Indikator yang kedua, yaitu analisis kuantitatif dari parameter dendritik juga tampak menunjukkan hasil yang berbanding lurus, di mana neuron yang diobati dengan

Menurut ekonom Bank Permata, Josua Pardede, setelah BI menaikkan tingkat suku bunga sebanyak 50 bps pada bulan lalu, volatilitas Rupiah berangsur-angsur mulai mereda.. Tidak

Dalam prosedur ini fungsi pembelian mengirimkan surat permintaan penawaran harga kepada para pemasok untuk memperoleh informasi mengenai harga barang dan berbagai

Hal ini dapat diketahui berdasarkan dari variabel Motivasi Kerja terhadap variabel kinerja pegawai di lingkungan Dinas Pertanian Dan Peternakan Kabupaten Kutai Timur

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran dan perhitungan di setiap titik tinjauan ketika reaktor beroperasi pacta daya 15 MWth serta dilakukan analisis