1
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN
BERBASIS KONSTRUKTIVISTIK
Slameto
ABSTRAK
Pengembangan Model Pembelajaran Konstruktif ini menggunakan penelitian dan pengembangan (research and development = R & D). Tujuannya adalah untuk menghasilkan model pembelajaran konstruktivisme yang cocok dengan kondisi mahasiswa PGSD dalam Mata Kuliah Statistik untuk Pokok Bahasan Populasi dan Sampel.
Pengembangan model pembelajaran semula dirancang berdasarkan hasil kajian teori dtelaah oleh pakar teknologi pendidikan; kemudian direvisi untuk validasi lapang pada kelas mata kuliah Statistik Pendidikan. Hasil validasi yang berupa penilaian mahasiswa kemudian dianalisis faktor penentu efektivitas model.
Penelitian pengembangan ini berhasil mendeskripsikan best/good practices
perkuliahan Statistik Pendidikan dalam rangka peningkatan prestasi belajar mahasiswa. Telah dihasilkan 5 faktor penentu Efektivitas Model Pembelajaran Konstruktif. Model Pembelajaran Konstruktif dipandang relevan dengan hakikat pendidikan ke-SD-an dan telah terbukti efektif untuk memperbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran Pokok Bahasan Populasi dan Sampel pada Mata Kuliah Statistik Pendidikan. Oleh karena itu layak untuk dilaksanakan dalam perkuliahan PGSD.
Kata Kunci: Model Pembelajaran, Pembelajaran konstruktive
LATAR BELAKANG
Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia dalam
mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Dalam
rangka pembangunan manusia seutuhnya, pembangunan dibidang pendidikan merupakan
sarana dan wahana yang Sangat baik di dalam pembinaan sumber daya manusia. Oleh karena
itu, bidang pendidikan perlu mendapat perhatian, penanganan, dan prioritas secara intensif
baik oleh pemerintah, keluarga, dan pengelola pendidikan khususnya.
Sekolah adalah tempat mengajarkan anak bahwa berpikir adalah merupakan segala
aktifitas mental dalam usaha memecahkan masalah, membuat keputusan, memaknai sesuatu,
pencarian jawaban dalam mendapatkan suatu makna. Sekolah adalah juga tempat seseorang
untuk belajar menggunakan pikiran dengan baik, tempat pemikiran - pemikiran penting
bersumber dan tempat pembiasan belajar. Pola pikiran tinggi dibentuk berdasarkan cara
berpikir kritis dan kreatif. Sebagian dari orang tua dan pendidik sepakat bahwa dalam
2 kreatif adalah keharusan, dalam usaha pemecahan masalah, pembuatan keputusan, sebagai
pendekatan, menganalisis asumsi-asumsi dan penemuan-penemuan keilmuan.
Berpikir adalah suatu aktivitas yang bertujuan tertentu serta proses pengorganisasian
yang digunakan untuk menguasai dunia. Berpikir kritis diartikan sebagai proses pencarian
secara sistematikal terhadap pikiran itu sendiri. Tidak hanya sekedar merefleksi tujuan tapi
lebih dari satu ujian bagaimana kita dan yang lain menemukan suatu bukti dan logis. Berpikir
kritis dan kreatif diterapkan siswa untuk belajar memecahkan masalah secara sistematis
dalam menghadapi tantangan, memecahkan masalah secara inovatif dan mendisain solusi
yang mendasar.
Anita Woolfolk (2005:323) mengemukakan definisi pendekatan konstruktivistik
sebagai “... pembelajaran yang menekankan pada peran aktif siswa dalam membangun pemahaman dan memberi makna terhadap informasi dan peristiwa yang dialami.” Definisi lain tentang pendekatan konstruktivistik “... pendekatan konstruktivistik merujuk kepada asumsi bahwa manusia mengembangkan dirinya dengan cara melibatkan diri baik dalam
kegiatan secara personal maupun sosial dalam membangun ilmu pengetahuan”
Asal kata konstruktivisme yaitu “to construct” berarti “membentuk”. Ko nstruktivis-me adalah salah satu aliran filsafat yang nstruktivis-mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang
kita miliki adalah hasil konstruksi atau bentukan diri kita sendiri. Dengan kata lain, kita akan
memiliki pengetahuan apabila kita terlibat aktif dalam proses penemuan pengetahuan dan
pembentukannya dalam diri kita. Konstruktivisme berpandangan bahwa pengetahuan
merupakan perolehan individu melalui keterlibatan aktif dalam menempuh proses belajar.
Hasil dari proses belajar merupakan kombinasi antara pengetahuan baru dengan
pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Individu dapat dikatakan telah
menempuh proses belajar apabila ia telah membangun atas bentukan diri kita sendiri. Dengan
kata lain, kita akan memiliki pengetahuan apabila kita terlibat aktif dalam proses penemuan
pengetahuan dan pembentukannya dalam diri kita. Konstruktivisme berpandangan bahwa
pengetahuan merupakan perolehan individu melalui keterlibatan aktif dalam menempuh
proses belajar.
Hasil dari proses belajar merupakan kombinasi antara pengetahuan baru dengan
pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Individu dapat dikatakan telah
menempuh proses belajar apabila ia telah membangun atau mengkonstruksi pengetahuan baru
dengan cara melakukan penafsiran atau interprestasi baru terhadap lingkungan sosial, budaya,
fisik dan intelektual tempat mereka hidup.
Belajar dalam pandangan ahli konstruktivis terkait dengan pengalaman yang dimiliki
oleh individu. Berdasarkan pandangan ini, tugas seorang guru atau dosen adalah menciptakan
lingkungan belajar yang sering diistilahkan sebagai “scenario of problems”, yang mencerminkan adanya pengalaman belajar yang otentik atau nyata dan dapat diaplikasikan
3 Konstruktivisme merupakan salah satu aliran yang berasal dari teori belajar kognitif.
Tujuan penggunaan pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran adalah untuk membantu
meningkatkan pemahaman siswa terhadap isi atau materi pelajaran. Konstruktivisme
memiliki keterkaitan yang erat dengan motode pembelajaran penemuan (discovery learning) dan konsep belajar bermakna (meaningful learning). Kedua metode pembelajaran ini berada dalam konteks teori belajar kognitif.
Bagi para ahli konstruktivistik, belajar merupakan pemaknaan terhadap peristiwa atau
pengalaman yang dialami oleh individu. Pendidikan harus dipandang sebagai sebuah proses
rekonstruksi pengalaman yang berlangsung secara kontinyu. Siswa membangun pengetahuan
baru melalui peristiwa yang dialami setiap saat. Pemberian makna terhadap pengetahuan
diperoleh melalui akumulasi makna terhadap peristiwa yang dialami.
Duffy dan Cunningham dalam Jonassen (2001) mengemukakan dua hal yang menjadi
esensi dari pandangan konstruktivistik dalam aktivitas pembelajaran.
(1) Belajar lebih diartikan sebagai proses aktif membangun daripada sekedar proses
memperoleh pengetahuan.
(2) Pembelajaran merupakan proses yang mendukung proses pembangunan pengetahuan
daripada hanya sekedar mengkomunikasikan pengetahuan.
Proses belajar yang berlandaskan pada teori belajar konstruktivis dilakukan dengan
memfasilitasi siswa agar memperoleh pengalaman belajar yang dapat digunakan untuk
membangun makna terhadap pengetahuan yang sedang dipelajari.
Gagnon dan Collay dalam Cruickshank dkk. (2006) berpendapat bahwa siswa belajar
dan membangun pengetahuan manakala dia terlibat aktif dalam kegiatan belajar. Contoh
aktivitas pembelajaran yang menandai siswa melakukan konstruksi pengetahuan terdiri atas
beberapa bentuk kegiata, yaitu:
(1) Merumuskan pertanyaan secara kolaboratif,
(2) Menjelaskan fenomena yang dilihat,
(3) Berfikir kritis terhadap tentang isu-isu yang bersifat kompleks, dan
(4) Mengatasi masalah yang sedang dihadapi
Pembelajaran konstruktif telah menjadi gerakan di lingkungan pendidikan terutama di
sekolah dasar melalui program MBS. Oleh karena itu Progdi S1 PGSD sebagai penghasil
guru SD juga harus mempersiapkan guru yang mampu mengelola pembelajaran konstruktif.
Hasil evaluasi diri Program Studi S1 PGSD menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang
berlangsung selama ini belum sepenuhnya mempertimbangkan kebutuhan khusus mahasiswa,
oleh karena jumlah mahasiswa yang besar dan bervariasi memang memerlukan model model
pembelajaran yang lebih mampu mengakomodasi belajar mereka. Di samping itu
perkembangan pesat di bidang teknologi pembelajaran, termasuk berkembangnya berbagai
model pembelajaran yang kokoh bangunan teorinya, telah teruji melalui berbagai penelitian
4 optimal oleh para dosen Program Studi S1 PGSD. Pengembangan model pembelajaran
konstruktif ini diharapkan akan berdampak bagi peningkatan kemampuan dosen Progdi S1
PGSD baik dalam mengelola perkuliahan, merancang dan mengujicobakan model-model
pembelajaran inovatif lainya maupun dalam melakukan perbaikan perkuliahan pada
umumnya.
Tujuan Pengembangan
Pengembangan Model Pembelajaran Konstruktif ini adalah untuk mendeskripsikan
best/good practices Perkuliahan Statistik Pendidikan dalam rangka peningkatan prestasi belajar mahasiswa Pokok Bahasan Populasi dan Sampel. Dengan demikian tujuan dari
ujicoba Model Pembelajaran Konstruktif pada Mata Kuliah Statistik Pendidikan ini adalah:
1. Memperbaiki kualitas proses pembelajaran dalam Perkuliahan Statistik Pendidikan
program studi PGSD dengan mengujicobakan Model Pembelajaran Konstruktif yang
dipandang relevan dengan hakikat pendidikan ke-SD-an.
2. Menghasilkan Model Perkuliahan Berbasis Konstruktif yang terbukti efektif untuk
meningkatkan hasil pembelajaran Mata Kuliah Statistik Pendidikan di program studi
PGSD.
PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK
Menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu
saja dari pikiran dosen ke pikiran mahasiswa. Artinya, bahwa mahasiswa harus aktif secara
mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang
dimilikinya. Dengan kata lain, mahasiswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang
siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak dosen.
Tasker (Hamzah: 2008) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar
konstruk-tivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif mahasiswa dalam mengkonstruksi
pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan
dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan
informasi baru yang diterima. Wheatley (Hamzah: 2008) mendukung pendapat tersebut
dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar
konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif
oleh struktur kognitif mahasiswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu
pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak. Kedua pengertian di atas
menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan mahasiswa secara aktif dalam proses
pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya.
Bahkan secara spesifik Hudoyo (Hamzah: 2008) mengatakan bahwa seseorang akan lebih
5 lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang
lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.
Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar
konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan
pembelajaran, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide
yang mereka miliki, (2) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3)
strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan
saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20)
mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
(1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa
sendiri, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya
sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk
mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang
telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan
(6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Pembelajaran yang mengacu kepada teori
belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan mahasiswa dalam
mengkonstruksi dan mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan mahasiswa
dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh dosen.
Konstruksi pengetahuan (Pribadi, B.A. 2009) merupakan proses berpikir dan
menafsirkan tentang suatu peristiwa yang dialami. Setiap individu memiliki pengalaman yang
unik. Oleh karenanya pengetahuan yang dimiliki oleh individu merupakan pengetahuan yang
bersifat unik pula. Proses belajar dalam diri individu dapat dikatakan telah terjadi apabila
pengetahuan yang telah dimiliki dapat digunakan untuk menafsirkan pengalaman baru secara
utuh, lengkap dan lebih baik daripada sebelumnya. Mahasiswa perlu mengaitkan pengetahuan
yang telah dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan baru. Mengaitkan pengetahuan lama
dengan pengetahuan baru merupakan hal yang prinsip untuk membangun ilmu pengetahuan.
Tujuan pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran menurut Pribadi, B.A. (2009)
adalah agar mahasiswa memiliki kemampuan dalam menemukan, memahami, dan
menggunakan informasi atau pengetahuan yang dipelajari. Implementasi pendekatan
konstruktivistik dalam kegiatan pembelajaran perlu memperhatikan beberapa komponen
penting sebagai berikut:
1. Belajar aktif (active learning)
2. Mahasiswa terlibat dalam aktivitas pembelajaran yang bersifat otentik dan situasional.
3. Aktivitas belajar harus menarik dan menantang.
4. Mahasiswa harus dapat mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah
dimiliki sebelumnya dalam sebuah proses yang disebut “bridging”.
6 6. Dosen harus lebih banyak berperan sebagai fasilitator yang dapat membantu
mahasiswa dalam melakukan konstruksi pengetahuan. Dalam hal ini, dosen tidak lagi
hanya sekedar berperan sebagai penyaji informasi.
7. Dosen harus dapat memberi bantuan berupa scafolding yang diperlukan oleh mahasiswa dalam menempuh proses belajar.
Pendekatan konstruktivistik menghendaki peran dosen yang berbeda dengan yang
selama ini berlangsung. Dosen tidak lagi berperan sebagai seorang yang menyiapkan diri
untuk melakukan presentasi pengetahuan di depan kelas, tetapi merancang dan menciptakan
pengalaman-pengalaman belajar (learning experience) yang dapat membantu mahasiswa memberi makna terhadap konsep-konsep dan ilmu pengetahuan yang sedang dipelajari.
Dosen perlu melatih mahasiswa agar mampu mengaitkan, membuat rasional, dan memaknai
konsep-konsep yang dipelajari.
Agar kegiatan pembelajaran yang dilandasi oleh pendekatan konstruktivistik dapat
memberikan hasil yang optimal, ada beberapa faktor yang perlu mendapat perhatian. Newby,
dkk. (Pribadi, B.A. 2009) mengemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk
mewujudkan pendekatan konstruktivistik dalam kegiatan pembelajaran yaitu sebagai berikut:
1. Berikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan belajar dalam konteks
nyata. Belajar terjadi manakala mahasiswa menerapkan pengetahuan yang dipelajari
dalam mengatasi suatu permasalahan.
2. Ciptakan aktivitas belajar kelompok. Belajar merupakan sebuah proses yang
berlangsung melalui interaksi sosial antara dosen dan mahasiswa dalam menggali dan
mengaplikasikan kombinasi pengetahuan yang telah mereka miliki.
3. Ciptakan model dan arahkan mahasiswa untuk dapat mengkonstruksi pengetahuan.
Dosen dan mahasiswa bekerja bersama untuk mencari solusi terhadap suatu
permasalahan. Dosen, yang pada umumnya memiliki pengalaman dan pengetahuan
yang lebih luas / ekstensif, perlu memberi arah yang konsisten agar mahasiswa dapat
memperoleh pengelaman belajar yang bermakna.
PENGEMBANGAN
DESAIN MODEL PEMBELAJARANSebelum lebih jauh membahas tentang model desain sistem pembelajaran, terlebih dahulu
kita perlu mengenal istilah model. Model adalah sesuatu yang menggambarkan adanya pola
berpikir. Sebuah model biasanya menggambarkan keseluruhan konsep yang saling berkaitan.
Model juga dapat dipandang sebagai upaya untuk mengkonkretkan sebuah teori sekaligus
juga merupakan sebuah analogi dan representasi dari variabel-variabel yang terdapat di dalam
teori tersebut (Pribadi, B.A. 2009).
Pola pikir dan komponen-komponen yang terdapat di dalam desain sistem
pembelajaran biasanya digambarkan dalam bentuk model yang direpresentasikan dalam
7 langkah-langkah atau prosedur yang perlu ditempuh untuk menciptakan aktivitas
pem-belajaran yang efektif, efisien dan menarik.
Menurut Morisson, Ross, dan Kemp (Pribadi, B.A. 2009), model desain sistem
pembelajaran ini akan membantu Anda – sebagai perancang program atau kegiatan pembelajaran – dalam memahami kerangka teori dengan lebih baik dan menerapkan teori tersebut untuk menciptakan aktivitas pembelajaran yang lebih efektif dan efisien. Model
desain sistem pembelajaran berperan sebagai alat konseptual, pengelolaan, komunikasi untuk
menganalisis, merancang, menciptakan, mengevaluasi program pembelajaran.
Pada umumnya, setiap desain sistem pembelajaran memiliki keunikan dan perbedaan
dalam langkah-langkah dan prosedur yang digunakan. Perbedaan juga kerap terdapat pada
istilah-istilah yang digunakan. Namun demikian, model-model desain tersebut memiliki dasar
prinsip yang sama dalam upaya merancang program pembelajaran yang berkualitas.
Fausner (Pribadi, B.A. 2009) berpandangan bahwa seorang perancang program
pembelajaran tidak dapat menciptakan program pembelajaran yang efektif jika hanya
mengenal satu model desain. Perancang program pembelajaran harus mampu memilih desain
yang tepat dan sesuai dengan situasi atau setting pembelajaran yang spesifik. Untuk itu
diperlukan adanya pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang model-model desain
sistem pembelajaran dan cara mengimplementasikannya.
Model Disain Belajar Konstruktivis sebagai model mikro, menekankan proses belajar
yang dialami oleh peserta didik. Model ini disusun berdasarkan teori konstruktivisme,
menurut Prawiradilaga (2009) bermanfaat untuk:
1. Membina peserta didik menjadi lebih mandiri
2. Mengembangkan daya kreatifitas peserta didik karena ia harus memperlihatkan hasil
belajar atau karyanya
3. Berlatih bekerja sama dengan anggota tim peserta didik.
4. Keterbatasan dari model ini menurut Prawiradilaga (2009) diantaranya:
5. Belum banyaknya penelitian terkait model ini yang mengindikasikan keefektifan
model
6. Kemungkinan pengajar yang belum terbiasa akan lebih sulit untuk menerapkan model
ini
7. Melatih peserta didik untuk refleksi, mandiri, dan menilai diri sendiri tidak mudah.
DESAIN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK
Disain Belajar Konstruktivis sebagai model mikro, menekankan proses belajar yang
dialami oleh mahasiswa. Model ini disusun berdasarkan teori konstruktivisme. Sudah tentu
mahasiswa berperan jauh lebih aktif dan menempati porsi yang lebih banyak dibandingkan
dengan model Kegiatan Belajar Mengajar pada umumnya (berbasis behavioristik). Kekhasan
8 1. Model disain pembelajaran yang mengkhususkan diri pada terjadinya proses belajar
dan peserta didik yang proaktif
2. Strategi belajar termasuk pengembangan belajar tim yang diterapkan secara intensif
3. Aspek refleksi dimaksudkan agar peserta didik juga berperan dalam menilai proses
belajarnya. Ia harus bisa mengantisipasi masalah belajar. Selain itu, ia juga dilatih
untuk mengatasi masalah belajar tadi dengan bantuan pengajar.
Selanjutnya model pembelajaran berbasis konstruktivisme (Prawiradilaga, 2009) adalah
seperti berikut ini.
Situasi Apa kegunaan episode belajar yang Anda ajarkan?
Bagaimana Anda mengetahui bahwa mahasiswa Anda sudah selesai dan mencapai tujuan belajarnya? Dan seterusnya.
Tim Pengelompokkan mahasiswa tergantung situasi yang Anda rancang dan materi ajar yang tersedia.
a. Mahasiswa - bagaimana Anda akan mengelompokkan mereka agar mereka dapat belajar dan mencapai tujuan dengan berhasil?
b. Materi-apakah Anda berharap semua mahasiswa terlibat aktif dengan semua kegiatan, bagaimana dengan pemikiran kolaboratif mereka
Penghubung (bridge)
Kegiatan apa yang akan Anda pilih sebagai penghubung antara pengetahuan prasyarat dengan pengetahuan atau kemampuan yang akan mereka pelajari?
Pertanyaan Pertanyaan apa yang akan Anda ajukan terkait dengan elemen Desain Belajar Konstruktivis?
Apa saja pertanyaan pemandu yang akan Anda ajukan untuk menjelaskan tentang situasi, pengelompokkan dan penghubung?
Pameran Bagaimana mahasiswa akan „memamerkan‟ hasil karya mereka sebagai bukti bahwa mereka telah mencapai pemahaman?
Refleksi Bagaimana mahasiswa akan merefleksikan hasil belajar meraka, apa yang sudah mereka lakukan, pelajari atau apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah?
Gagnon dan Collay (Pribadi, B.A. 2009) mengemukakan sebuah desain sistem pembelajaran
yang menggunakan pendekatan konstruktivistik. Desain yang dikemukakan terdiri atas
beberapa komponen penting dalam pendekatan aliran konstruktivistik yaitu situasi,
pengelompokkan, pengaitan, pertanyaan, eksibisi dan refleksi.
1. Situasi
Komponen ini menggambarkan secara komprehensif tentang maksud atau tujuan
9 tergambar tugas-tugas yang perlu diselesaikan oleh mahasiswa agar mereka memiliki
makna dari pengalaman belajar yang telah dilalui.
2. Pengelompokkan
Komponen pengelompokkan dalam aktivitas pembelajaran berbasis pendekatan
konstruktivis memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan interaksi
dengan sejawat. Pengelompokkan sangat bergantung pada situasi atau pengalaman
belajar yang ingin dilalui oleh mahasiswa. Pengelompokkan dapat dilakukan secara
acak (random) atau didasarkan pada kriteria tertentu (porposive). 3. Pengaitan
Komponen pengaitan dilakukan untuk menghubungkan pengetahuan yang telah
dimiliki mahasiswa dengan pengetahuan yang baru. Bentuk-bentuk kegiatan
pengaitan sangat bervariasi, misalnya melalui pemecahan masalah atau diskusi
topik-topik yang spesifik.
4. Pertanyaan
Pengajuan pertanyaan merupakan hal penting dalam aktivitas pembelajaran.
Pertanyaan akan memunculkan gagasan asli yang merupakan inti dari pendekatan
pembelajaran konstruktivistik. Dengan munculnya gagasan-gagasan yang bersifat
orisinal, siswa dapat membangun pengetahuan di dalam dirinya.
5. Eksibisi
Komponen eksibisi dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan
konstruk-tivistik memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat menunjukkan hasil
belajar setelah mengikuti suatu pengalaman belajar. Pengetahuan seperti apa yang
telah dibangun oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan konstruktivistik? Pertanyaan seperti ini perlu dijawab untuk
mengetahui hasil belajar mahasiswa.
6. Refleksi
Komponen ini pada dasarnya memberi kesempatan kepada dosen dan mahasiswa
untuk berpikir kritis tentang pengalaman belajar yang telah mereka tempuh baik
personal maupun kolektif. Refleksi juga memberi kesempatan kepada mahasiswa
untuk berpikir tentang aplikasi dari pengetahuan yang telah mereka miliki.
Pendekatan konstruktivistik dapat diaplikasikan pada semua jenjang dan satuan
pendidikan. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam menerapkan pendekatan
konstruktivistik adalah memberi kebebasan kepada mahasiswa untuk membangun
pengetahuan dengan menggunakan beragam sumber belajar yang tersedia.
DESAIN AWAL PRODUK: MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK
Desain sistem pembelajaran yang berlandaskan pendekatan konstruktivistik perlu
10 konstruktivistik seperti yang dikemukakan oleh Gagnon dan Collay (Pribadi, B.A. 2009),
yaitu situasi, pengelompokkan, pengaitan, pertanyaan, eksibisi, dan refleksi. Berikut ini
adalah desain awal yang akan dikembangkan yaitu desain sistem pembelajaran yang
menggunakan pendekatan pembelajaran konstruktivistik (bandingkan dengan contoh Pribadi,
B.A., 2010). Desain awal produk berikut ini, merupakan desain sistem pembelajaran pada
mata kuliah Statistik Pendidikan bagi mahasiswa PGSD untuk Pokok Bahasan Populasi dan
Sampel; materi lengkap yang terdapat pada lampiran masih perlu penyesuaian dengan
aktivitas pembelajaran yang dirancang berikut ini.
Tingkat : Perguruan Tinggi Topik : Populasi dan Sampel Mata Kuliah : Statistik Pendidikan Pengampu : Slameto
Waktu : 90 menit
No Komponen Aktivitas Pembelajaran
1 Situasi
(5 menit)
Tujuan dari pembelajaran ini adalah mengenalkan konsep populasi, dan sampel. Materi yang akan diajarkan meliputi konsep populasi dan sampel, metode dan teknik sampling, serta penentuan besarnya sampel.
2 Pengelompokan
(5 menit)
Mahasiswa terbagi dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan maksimal 5 orang. Setiap kelompok mendapat sejumlah topik
penelitian beserta keterangan singkatnya. Kelompok pertama bertugas menganalisa alasan, manfaat dan tujuan dari diadakannya penarikan sampel. Kelompok kedua menganalisa topik-topik mana saja yang memerlukan penarikan sampel dari populasi. Kelompok ketiga menganalisis teknik sampling yang paling tepat bagi topik-topik tertentu. Kelompok keempat bertugas menghitung banyaknya sampel dari sebuah populasi dalam beberapa topik penelitian. Kelompok kelima bertugas menganalisis dampak dan follow up dari penentuan sejumlah sampel tertentu dari populasi.
3 Pengaitan
(10 menit)
Dosen menjelaskan secara singkat tentang langkah-langkah menarik sampel yang meliputi pencarian informasi mengenai besarnya populasi, penentuan tingkat kesalahan, menentukan proporsi sampel dari
populasi, teknik sampling, dan diperolehnya sejumlah sampel dengan kriteria tertentu.
4 Pertanyaan
(20 menit)
Dosen mengajukan pertanyaan kepada mahasiswa mengenai hal-hal berikut:
1. Apa alasan diadakannya penarikan sampel dalam penelitian? 2. Apa yang dimaksud dengan populasi?
3. Cara apa saja yang dapat dipergunakan untuk menentukan besarnya sampel?
4. Bagaimana supaya sampel dapat mewakili populasi? 5. Apa cirri-ciri sampel yang baik?
5 Eksibisi
(40 menit)
11 pemaparan opini, kelompok lain dapat memberikan opini, mengajukan pertanyaan, dan diskusi. Setiap kelompok maju sesuai dengan
sistematika materi yang telah ditetapkan.
6 Refleksi
(10 menit)
Pada akhir sesi pembelajaran, guru atau instruktur meminta pendapat atau pandangan mahasiswa tentang pengetahuan yang telah diperoleh dari proses pembelajaran tentang populasi-sampel
Berdasarkan desain awal pembelajaran berbasis konstruktivistik di atas, para
maha-siswa akan memperoleh pengalaman belajar yang dapat memungkinkan mereka membangun
pengetahuan yang sedang dipelajari. Dosen perlu bertindak kreatif agar dapat menciptakan
pengalaman belajar yang bermakna bagi mahasiswa. Hal ini merupakan kunci bagi
penggunaan pendekatan pembelajaran konstruktivistik.
Metode, media, dan strategi pembelajaran yang digunakan dalam aktivitas
pem-belajaran dengan pendekatan konstruktivistik akan dipilih agar dapat mendukung mahasiswa
dalam membangun pengetahuan dan keterampilan yang sedang dipelajari. Demikian pula
halnya dengan penggunaan media pembelajaran, akan dipilih dengan cermat agar dapat
mendukung mahasiswa dalam membangun pengetahuan dan keterampilan yang sedang
dipelajari dan sesuai dengan aktivitas pembelajaran konstruktivistik. Sebagai contoh,
penggunaan media power point yang menayangkan isi program perkuliahan perlu diikuti
dengan kegiatan diskusi yang memungkinkan mahasiswa membangun pengetahuan dan
keterampilan.
Media pembelajaran yang digunakan harus dapat memicu terjadinya proses berpikir
mahasiswa dalam rangka membangun kompetensi. Sekalipun sudah dirancang pada
perangkat pembelajaran (seperti pada materi terlampir), penetapan/pemilihan strategi
pembelajaran yang akan digunakan masih perlu direvisi sehingga benar-benar dapat melatih
mahasiswa untuk mengaitkan pengetahuan lama dengan pengetahuan yang sedang dipelajari.
Revisi didasarkan hasil validasi/masukan pakar.
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam menerapkan pendekatan pembelajaran
konstruktivistik adalah penggunaan instrumen evaluasi dan penilaian hasil belajar. Beragam
instrumen evaluasi hasil belajar pada dasarnya dapat digunakan dalam pendekatan
pembelajaran konstruktivistik. Namun instrumen yang akan digunakan pengembang akan
disusun berdasarkan kemampuan instrumen tersebut ketika mengukur hasil belajar
mahasiswa dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari. Oleh
karena itu, tidak cukup hanya berbentuk obyektif, tetapi juga tes uraian yang dilengkapi tes
kinerja/performance. Ketiga jenis instrumen ini dipandang sesuai untuk digunakan dalam
menerapkan pendekatan pembelajaran konstruktivistik, karena jenis tes ini bersifat
sistematik, digunakan untuk melakukan evaluasi hasil belajar yang tidak dapat diukur melalui
tes obyektif. Walaupun tes obyektif dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan atau
12 digunakan dalam mengetahui tingkat pencapaian kemampuan mahasiswa yang bersifat nyata.
Menurut Grondlund (1993), ada beberapa aspek hasil belajar yang dapat diukur secara efektif
melalui penggunaan performance test yaitu:
Kemampuan dalam mengidentifikasi, misalnya menentukan bagian-bagian dari suatu sistem sebagai suatu keseluruhan
Kemampuan membangun atau mengkonstruksi, yaitu keterampilan dalam menyusun komponen-komponen menjadi satu kesatuan utuh, dan
Kemampuan dalam melakukan atau mendemonstrasikan sesuatu, seperti mengoperasikan peralatan atau menerapkan proses atau prosedur.
PELAKSANAAN DAN HASIL PENGEMBANGAN
Berdasarkan materi ajar Penelitian Pendidikan SD 2011 unit 9 Populasi dan Sampel,
pengembangan model pembelajaran konstruktivisme ini dilaksanakan pada mata kuliah
statistik pendidikan untuk 1 pertemuan pada 2 kelas. Langkah –langkah yang ditempuh adalah seperti berikut ini.
1. Pendahuluan (10‟)
Pembukaan dengan penjelasan tentang materi bahasan dan kompetensi yang akan
dikuasai melalui pokok bahasan ini; serta proses perkuliahan sesi pertemuan ini.
2. Bekerja kelompok (50‟)
Pembentukan kelompok, disepakati menggunakan kelompok yang sudah terjadi
untuk kegiatan perkuliahan yang lalu sehingga ada 6 kelompok kemudian
dilanjutkan dengan pengaturan tempat duduk dan peserta memasuki kelompoknya
masing-masing.
Setiap kelompok mendalami materi tertulis yang diterimanya (seperti terlampir);
Setiap kelompok diberi kebebasan menetapkan cara untuk mempelajarinya:
1 kelompok memilih membaca bersama dan membuat peta kosep kemudian
berdiskusi
1 kelompok memilih untuk 2 peserta membaca dalam hati (menyimak) dan
dilanjutkan melaksanakan tugas seperti yang ada pada Unit Materi
2 kelompok masing-masing membagi materi menjadi 2 sesuai Sub Unit yang
ada dengan membuat tanda-tanda dengan catatan kecil; kemudian
mengerjakan latihan dan tes formatif
1 kelompok menyururuh 1 anggota membaca materi, anggota lainnya mencatat
terus berdiskusi
1 kelompok yang terdiri dari 5 orang anggota, membagi diri menjadi 2 sub
kelompok (3 anggota laki-laki membaca materi kemudian mencatat; 2 anggota
13 3. Diskusi Tema setiap kelompok 1 tema (10‟)
Apa alasan diadakannya penarikan sampel dalam penelitian?
Apa yang dimaksud dengan populasi?
Cara apa saja yang dapat dipergunakan untuk menentukan besarnya sampel?
Bagaimana supaya sampel dapat mewakili populasi?
Apa cirri-ciri sampel yang baik?
Apa kelebihan dan kelemahan teknik sampling yang ada pada materi?
Dilanjutkan dengan pertanyaan: Apa komentar dan saran kelompok?) Terdapat 1
kelompok yang lebih cepat selesai, kemudian melanjutkan mengerjakan latihan.
Namun ada juga 1 kelompok yang masih sibuk mencatat hasil oleh sekretaris.
Latihan yang mereka pilih adalah menghitung sampel.
4. Presentasi/Ekzibisi hasil kerja kelompok (15‟) Salah satu contoh hasil kerja kelompok dalam bentuk peta konsep seperti terlampir
5. Berdasarkan hasil presentasi diajukan beberapa pertanyaan kepada dosen tentang
rumus dan penggunaannya, tingkat kepercayaan, tabel Krice, nomogram dan
konfirmasi penghitungan.
6. Refleksi (5‟)
penyimpulan dan tindak lanjut (latihan dan atau tes formatif yang belum
dikerjakan dengan tuntas dipakai sebagai PR
7. Pengisian lembar balikan juga di PR-kan karena waktu sudah habis.
VALIDASI MODEL BERDASARKAN PENILAIAN MAHASISWA
Dengan menggunakan 17 item yang dijabarkan dari model pembelajaran
konstruktivisme yang dinilai oleh mahasiswa setelah akhir perkuliahan diperoleh hasil seperti
berikut ini.
Pertanyaan/Indikator Modus Jawaban
ST T Sd R
1. Seberapa tinggi perkuliahan ini menggambarkan secara
komprehensif tentang maksud atau tujuan dilaksanakannya aktivitas pembelajaran?.
V
2. Seberapa jelas tergambar tugas-tugas yang perlu diselesaikan oleh mahasiswa agar mereka memiliki makna dari pengalaman belajar yang telah dilalui?
V
3. Apakah pengelompokkan dalam aktivitas pembelajaran memberi
kesempatan mahasiswa untuk melakukan interaksi dengan sejawat? V 4. Apakah pengelompokkan yang dilakukan relevan dengan
pengalaman belajar mahasiswa? V
5. Apakah pengaitan yang dilakukan menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa dengan pengetahuan yang baru atau akan dipelajari?
V
6. Apakah bentuk-bentuk kegiatan pengaitan, misalnya melalui diskusi topik-topik yang spesifik relevan untuk menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa dengan pengetahuan yang baru?
V
14 asli dari mahasiswa?
8. Berdasarkan gagasan-gagasan yang bersifat orisinal, apakah mahasiswa dapat membangun pengetahuan yang baru di dalam dirinya?
V
9. Apakah Komponen eksibisi (presentasi mahasiswa) memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat menunjukkan hasil belajar setelah mengikuti kuliah?
V
10.Adakah pengetahuan baru telah dibangun oleh mahasiswa setelah/
dengan menjawab pertanyaan/topik diskusi? V
11.Apakah refleksi dapat memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir kritis tentang pengalaman belajar yang telah mereka tempuh baik personal maupun kelompok?
V
12.Apakah refleksi juga memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir tentang aplikasi dari pengetahuan yang telah mereka miliki?
V
13.Apakah metode ini mampu menumbuhkan partisipasi aktif
mahasiswa dalam pembelajaran V
14.Apakah metode ini mampu menumbuhkan keceriaan dan antusisme
mahasiswa dalam belajar? V
15.Apakah metode ini mampu menghasilkan pesan yang menarik? V
16.Adakah bukti pelaksanakan pembelajaran yang memungkinkan
tumbuhnya kebiasaan positif dikalangan mahasiswa? V
17.Adakah optimisme mahasiswa akan berhasil lebih baik? V
Berdasarkan hasil penilaian mahasiswa seperti tersaji dalam tabel di atas, ternyata
model pembelajaran konstruktivisme ini cukup valid; sebagian besar dinilai pada aras tinggi
yaitu 15 indikator, terutama dengan model pembelajaran ini mahasiswa optimis akan berhasil
lebih baik. Lima belas indikator yang valid pada aras tinggi adalah sebagai berikut:
1. Perkuliahan ini menggambarkan secara komprehensif tentang maksud atau tujuan
dilaksanakannya aktivitas pembelajaran
2. Tugas-tugas yang perlu diselesaikan oleh mahasiswa agar mereka memiliki makna
dari pengalaman belajar yang telah dilalui tergambar dengan jelas
3. Pengelompokkan yang dilakukan relevan dengan pengalaman belajar mahasiswa
4. Pengaitan yang dilakukan menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki
mahasiswa dengan pengetahuan yang baru atau akan dipelajari
5. Bentuk-bentuk kegiatan pengaitan, misalnya melalui diskusi topik-topik yang spesifik
relevan untuk menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa dengan
pengetahuan yang baru
6. Pertanyaan yang diajukan memunculkan gagasan-gagasan asli dari mahasiswa
7. Berdasarkan gagasan-gagasan yang bersifat orisinal, mahasiswa dapat membangun
pengetahuan yang baru di dalam dirinya
8. Komponen eksibisi (presentasi mahasiswa) memberi kesempatan kepada mahasiswa
untuk dapat menunjukkan hasil belajar setelah mengikuti kuliah
9. Pengetahuan baru telah dibangun oleh mahasiswa setelah/ dengan menjawab
15 10.Refleksi dapat memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir kritis tentang
pengalaman belajar yang telah mereka tempuh baik personal maupun kelompok
11.Refleksi juga memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir tentang aplikasi
dari pengetahuan yang telah mereka miliki
12.Metode ini mampu menumbuhkan partisipasi aktif mahasiswa dalam pembelajaran
13.Metode ini mampu menghasilkan pesan yang menarik?
14.Ada bukti pelaksanakan pembelajaran yang memungkinkan tumbuhnya kebiasaan
positif dikalangan mahasiswa
15.Ada optimisme mahasiswa akan berhasil lebih baik.
Selanjutnya terdapat 1 indikator yang valid pada aras sangat tinggi adalah “pengelompokkan dalam aktivitas pembelajaran memberi kesempatan mahasiswa untuk melakukan interaksi
dengan sejawat” Pada akhirnya terdapat 1 indikator yang valid pada aras sedang adalah
“metode ini mampu menumbuhkan keceriaan dan antusisme mahasiswa dalam belajar”
Berdasarkan hasil penilaian mahasiswa terhadap efektifitas model pembelajaran
berbasis konstruktivisme seperti diuraikan di atas, kemudian dilakukan analisis faktor guna
memperoleh model akhir efektivitas model berdasarkan data lapang. Hasil analisis faktor
efektifitas model pembelajaran konstruktivisme ini adalah sebagai berkut.
Faktor Indikator
1 1. Seberapa tinggi perkuliahan ini menggambarkan secara komprehensif tentang maksud atau tujuan dilaksanakannya aktivitas pembelajaran?.
2. Apakah pengelompokkan yang dilakukan relevan dengan pengalaman belajar mahasiswa?
3. Apakah refleksi dapat memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir kritis tentang pengalaman belajar yang telah mereka tempuh baik personal maupun kelompok?
2 1. Apakah bentuk-bentuk kegiatan pengaitan, misalnya melalui diskusi topik-topik yang spesifik relevan untuk menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa dengan pengetahuan yang baru?
2. Apakah Komponen eksibisi (presentasi mahasiswa) memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat menunjukkan hasil belajar setelah mengikuti kuliah?
3. Apakah refleksi juga memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir tentang aplikasi dari pengetahuan yang telah mereka miliki?
3 1. Adakah pengetahuan baru telah dibangun oleh mahasiswa setelah/ dengan menjawab pertanyaan/topik diskusi?
16 4 1. Apakah pengelompokkan dalam aktivitas pembelajaran memberi kesempatan
mahasiswa untuk melakukan interaksi dengan sejawat?
2. Apakah pengaitan yang dilakukan menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa dengan pengetahuan yang baru atau akan dipelajari? 3. Adakah bukti pelaksanakan pembelajaran yang memungkinkan tumbuhnya
kebiasaan positif dikalangan mahasiswa?
5 1. Apakah pertanyaan yang diajukan memunculkan gagasan-gagasan asli dari mahasiswa?
2. Seberapa jelas tergambar tugas-tugas yang perlu diselesaikan oleh mahasiswa agar mereka memiliki makna dari pengalaman belajar yang telah dilalui? 3. Apakah metode ini mampu menumbuhkan keceriaan dan antusisme
mahasiswa dalam belajar?
4. Apakah metode ini mampu menghasilkan pesan yang menarik?
6 1. Berdasarkan gagasan-gagasan yang bersifat orisinal, apakah mahasiswa dapat membangun pengetahuan yang baru di dalam dirinya?
PENUTUP
Pengembangan Model Pembelajaran Konstruktif ini berhasil mendeskripsikan best/ good practices Perkuliahan Statistik Pendidikan dalam rangka peningkatan prestasi belajar mahasiswa Pokok Bahasan Populasi dan Sampel. Telah dihasilkan 5 faktor penentu
Efektivitas Model Pembelajaran Konstruktif. Model Pembelajaran Konstruktif dipandang
relevan dengan hakikat pendidikan ke-SD-an dan telah terbukti efektif untuk memperbaiki
kualitas proses dan hasil pembelajaran Pokok Bahasan Populasi dan Sampel pada Mata
Kuliah Statistik Pendidikan. Oleh karena itu layak untuk dilaksanakan dalam perkuliahan
PGSD.
Daftar Pustaka
Cruickshank, D.R. et.al. 2006. The Act of Teaching. New York: McGraw Hill Inc.
Groundlund, N.E. 1993. How to Make Achievement Test and Assesment. Boston: Allyn and Bacon.
Hamzah. 2008. Teori Belajar Konstruktivisme. Universitas Negeri Makassar: FMIPA
Jonassen, D.H., 1996. Handbook of Research for Educational Communication and Technology. New
York: Macmillan Library Reference.
Prawiradilaga, D.S. 2009. Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Pribadi, B.A. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat.
Slameto, 2011. Penelitian Pendidikan SD, Jakarta: Dirjen PT Kementerian Pendidikan Nasional
17
mula kecil → memilih teman untuk jadi sampel → makin banyak)
Metode Sampling
1. Penentuan jumlah sampel dengan rumus :
[ ] ket : n : jumlah sampel
P : proporsi populasi presentase kel. pertama q : proporsi sisa dalam populasi
Z ½ : derajat koefisien kondensasi pada 99% dan 95% b : presentase perkiraan kemungkinan salah
2. Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan tabel krecjle (kesalahan 5%)
3. Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan momogram Harry King
(populasi < 2000) → kesalahan s/d 15%
4. Perhitungan jumlah sampel dengan rumus (sam pel > 100.000)
ket : n : ukuran sampel yang diperlukan
P : prosentase hipotesis (Ho) dinyatakan = 0,50 q : 1 – 0,50 = 0,50
Op : perbedaan Hipotesis kerja (Ha) dengan hipotesis nol (Ho) dibagi pada tingkat kepercayaan tertentu. Wilayah generalisasi yang terdiri dari atas