• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 652009009 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 652009009 Full text"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

i

Biji Labu Kuning (Cucurbita moschata ex Poir) sebagai Peningkat Antioksidan pada Tempe

Oleh,

Rivy Valen Pabesak

NIM: 652009009

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi: Kimia, Fakultas: Sains dan Matematika

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Matematika

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Biji Labu Kuning (Cucurbita moschata ex Poir) sebagai Peningkat Antioksidan pada Tempe

(Pumpkin Seeds (Cucurbita moschata ex Poir) as Antioxidant Enhancer for Tempe)

Rivy Valen Pabesak*, Lusiawati Dewi**, Lydia Ninan Lestario** *) Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

**) Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711

Email: rivyvalenpabesak@yahoo.co.id

ABSTRACT

Pumpkin seeds contain phenolic useful as an antioxidant. Utilization of pumpkin seeds to increase antioxidant in tempe has not been studied in Indonesia. Therefore, this study aimed to determine the antioxidant activity, total phenolic content, water content in tempe with the addition of pumpkin seeds powder (Cucurbita moschata ex Poir), the IC50 value in pumpkin seed powder, and organoleptic testing. The percentage of pumpkin seed powder which is added to tempe are 0 ; 2,5 ; 5 ; 7,5 ; and 10%. Antioxidant activity in tempe and IC50 value in pumpkin seed powder was measured by DPPH method (2,2-diphenyl-1-pikrilhidrazil), total phenolic content measured by Folin-Ciocalteu method. The water content was measured by the oven method and organoleptic tests carried out on appearance, aroma, flavor, and texture of the 30 panelists. The results showed that the antioxidant activity and total phenolic content in tempe increased with the increasing of the pumpkin seed powder percentage that was added. Antioxidant activity and total phenolic content in tempe with different percentage of pumpkin seeds addition in a row ranged from 87,33 ± 0,93 to 91,21 ± 0,78% and 0,11 ± 0,02 to 0,14 ± 0,02 mg gallic acid / g sample. Samples for water content 0% to 10% decrease from 56,23 ± 5,51% to 51,72 ± 0,63%. IC50 values in the pumpkin seed powder obtained a value of 0,1140 g / ml. Organoleptic test showed that the most preferred tempe in terms of taste is a tempe with 10% addition of pumpkin seed powder (score of 3,43 out of 5), in terms of texture at 7,5% (score of 3,3 out of 5). In terms of appearance and aroma, the panelists gave a score that was not significantly different for all treatments.

(7)

2

PENDAHULUAN

Peningkatan pengetahuan mengenai kesehatan telah menyadarkan masyarakat

mengenai pentingnya pola makan yang sehat dan peran antioksidan untuk menangkal

senyawa radikal bebas dalam tubuh serta mencegah berbagai penyakit degeneratif

misalnya penyakit jantung koroner, kanker, hipertensi, stroke, diabetes, dan lain-lain.

Tubuh manusia membutuhkan antioksidan karena manusia tidak mempunyai

cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih dalam tubuhnya. Oleh sebab itu, tubuh

membutuhkan asupan antioksidan jika terjadi paparan radikal bebas berlebihan. Adanya

kekhawatiran terhadap efek samping yang sejauh ini belum diketahui dari antioksidan

sintetik atau buatan menyebabkan antioksidan alami yang dianggap lebih aman menjadi

alternatif yang dibutuhkan. Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap

radikal bebas dan menghambat terjadinya penyakit degeneratif (Rohdiana, 2001;

Sunarni, 2005 dalam Kuncahyo dan Sunardi, 2007).

Biji labu yang selama ini hanya dimanfaatkan sebagai makanan kecil yaitu kuaci

dan obat penyakit cacing pita bahkan terkadang dibuang begitu saja, ternyata

mengandung senyawa fenolik. Menurut Anonim (2001), biji labu mengandung fenolik,

kumarik, ferulat, sinapik, vanilat, lignan pinoresinol, pitosterol, beta-sitosterol,

tryptophan, fosfor, magnesium, seng, zat besi, mangan, dan masih banyak lagi

kandungan lainnya. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Primawati (2007),

diperoleh kadar fenolik total dan aktivitas antioksidan pada biji labu kuning

berturut-turut sebesar 3,9489 mg asam galat/ g sampel dan 47,011%.

Gambar 1. Biji Labu yang Telah Dikupas Kulit Luarnya

Tempe merupakan salah satu makanan fermentasi dan banyak diminati oleh

(8)

berkhasiat salah satunya adalah isoflavon yang berkhasiat sebagai antioksidan. Selain

itu menurut Cahyadi (2006), tempe juga mengandung superoksida desmutase yang

dapat membantu menghambat kerusakan sel serta mempunyai komponen zat

antioksidan, yaitu fitosterol, asam fitat, lesitin, asam fenolat, inhibitor protease,

daidzein, dan genestein.

Kebutuhan masyarakat akan makanan yang sehat dan alami membuat banyak

peneliti memunculkan inovasi-inovasi baru dalam meningkatkan komponen yang

berguna pada pangan salah satunya memanfaatkan potensi dari tempe. Hal ini telah

dilakukan oleh Kusumastuti dan Ayustaningwarno (2013) yang meneliti penambahan

bekatul beras merah terhadap tempe dan menguji aktivitas antioksidannya.

Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menentukan aktivitas antioksidan, kadar fenolik total, dan kadar air pada tempe

dengan penambahan serbuk biji labu kuning (Cucurbita moschata ex Poir) dengan

berbagai prosentase dalam rangka meningkatkan antioksidan pada tempe,

serta nilai IC50 pada serbuk biji labu kuning (Cucurbita moschata ex Poir).

2. Menentukan prosentase biji labu kuning (Cucurbita moschata ex Poir) yang ideal

pada tempe ditinjau dari nilai organoleptik.

METODA PENELITIAN

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai lokal asal

Grobogan, biji labu kuning (Cucurbita moschata ex Poir) yang diperoleh dari

pengolahan waluh “Rizky” Kopeng, Salatiga, dan ragi merek Raprima (LIPI).

Sedangkan bahan habis pakai yang digunakan adalah aseton PA (E-Merck, Germany),

asam galat PA (E-Merck, Germany), reagen Folin-Ciocalteu PA

(E Merck, Germany), Na2CO3 PA (E-Merck, Germany), etanol PA (E-Merck,

Germany), 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) PA (E-Merck, Germany), aquades, dan

kertas saring.

Alat

Alat yang digunakan adalah kuvet plastik (Brand, Germany), timbangan dua

(9)

4

UV-VIS (Optizen, 3220 UV), Drying cabinet, Grinder (Airlux Electronic Japan,

HA-3041), Shaker (Ika Labortechnik, KS 501), enkas, pilius, mortar, alu, dan alat gelas.

Metode

Pembuatan Serbuk Biji Labu Kuning

Biji labu yang sudah dicuci bersih, dimasukkan ke dalam drying cabinet pada

suhu ± 50 oC selama 4-5 jam kemudian kulit biji labu dikupas. Biji labu yang sudah

dikupas kulitnya, ditumbuk lalu dihaluskan dengan grinder. Serbuk biji labu

dimasukkan ke dalam toples kedap udara sampai saat digunakan (3-7 hari).

Pembuatan Tempe dengan Penambahan Serbuk Biji Labu Kuning

(Hasan, 2012 Termodifikasi)

Kedelai yang sudah disortir dari kotoran, ditimbang sebanyak 50 g lalu dicuci

bersih. Selanjutnya direbus selama 30 menit kemudian dikuliti dan dicuci lagi hingga

bersih. Setelah itu dilakukan perendaman kedelai selama semalam. Kedelai dicuci lagi

hingga bersih dan tidak licin, lalu direbus lagi untuk kedua kalinya selama 90 menit,

ditiriskan, dan dikering-anginkan. Kedelai ditambah dengan serbuk biji labu dengan

berbagai prosentase yaitu 0 ; 2,5 ; 5 ; 7,5 ; dan 10% (b/b), kemudian diinokulasi dengan

inokulum ragi tempe sebesar 4% (b/b). Selanjutnya kedelai dibungkus dengan daun

pisang dan diinkubasi pada suhu 35 oC selama 36 jam.

Preparasi Sampel

Tempe yang sudah jadi ditumbuk dengan mortar hingga halus. Tempe yang halus

tersebut diekstraksi terlebih dulu dengan pelarut etanol untuk pengujian aktivitas

antioksidan dan pelarut aseton : air (7 : 3) untuk pengukuran kadar fenolik total.

Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH (Amarowicz dkk., 2000)

Sebanyak 5 g sampel yang telah dihaluskan, dimaserasi dengan pelarut etanol.

Tahap pertama dimasukkan 60 ml etanol lalu erlenmeyer ditutup dan dikocok dengan

shaker selama semalam (20 jam) pada suhu kamar. Tahap kedua ditambahkan dengan

pelarut yang sama sebanyak 20 ml dan dikocok dengan shaker selama 1 jam. Tahap

ketiga ditambahkan dengan pelarut yang sama sebanyak 15 ml dan dikocok dengan

shaker selama 30 menit. Setelah itu disaring ke dalam labu ukur 100 ml dan

ditambahkan pelarut yang sama hingga batas tera lalu dihomogenisasi.

Diambil 1 ml filtrat dari ekstrak sampel kemudian dimasukkan ke dalam tabung

(10)

pelarut etanol sebagai pengganti sampel. Setelah itu, didiamkan selama 30 menit pada

suhu ruang kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang

gelombang 517 nm. Aktivitas antioksidan dinyatakan dalam % penghambatan dan

dihitung dengan rumus sebagai berikut:

% Penghambatan = (Abs kontrol-Abs sampel)/(Abs kontrol) x 100% (1)

Keterangan:

Abs = absorbansi pada panjang gelombang 517 nm

Penentuan Kadar Fenolik Total Metode Folin-Ciocalteu (Povilaityte dan

Vensukutonis, 2000)

Ekstraksi Sampel

Sebanyak 5 g sampel yang telah dihaluskan, dimaserasi dengan pelarut

aseton : air (7 : 3). Tahap pertama dimasukkan 60 ml aseton : air (7 : 3) lalu erlenmeyer

ditutup dan dikocok dengan shaker selama semalam (20 jam) pada suhu kamar. Tahap

kedua ditambahkan dengan pelarut yang sama sebanyak 20 ml dan dikocok dengan

shaker selama 1 jam. Tahap ketiga ditambahkan dengan pelarut yang sama sebanyak

15 ml dan dikocok dengan shaker selama 30 menit. Setelah itu disaring ke dalam labu

ukur 100 ml dan ditambahkan pelarut yang sama hingga batas tera lalu dihomogenisasi.

Pembuatan Kurva Standar

Sebanyak 10 mg asam galat dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml kemudian

digenapkan dengan aquades. Dibuat deret standar dengan berbagai konsentrasi.

Selanjutnya, diambil masing-masing 1 ml, ditambahkan 2,5 ml larutan Na2CO3 7,5%

dan 2 ml larutan Folin-Ciocalteu 10% lalu dihomogenisasi. Setelah itu, didiamkan

selama 30 menit pada suhu ruang kemudian diukur absorbansinya dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 765 nm.

Pengukuran pada Sampel

Diambil 1 ml filtrat dari ekstrak sampel ditambahkan 2,5 ml larutan Na2CO3 7,5%

dan 2 ml larutan Folin-Ciocalteu 10% lalu dihomogenisasi. Setelah itu, didiamkan

selama 30 menit pada suhu ruang kemudian diukur absorbansinya dengan

(11)

6

Kadar Air (AOAC 1970, Rangana, 1979 dalam Sudarmadji dkk., 1984

Termodifikasi)

Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 1-2 g dalam cawan petri yang

telah diketahui beratnya. Kemudian sampel dikeringkan dalam oven pada suhu

100-105 oC selama 3-5 jam tergantung bahannya lalu dinginkan dalam desikator selama

20 menit dan ditimbang. Setelah itu dipanaskan lagi dalam oven selama 1 jam,

dinginkan dalam desikator selama 20 menit dan ditimbang (perlakuan ini diulangi

sampai tercapai berat konstan dengan selisih penimbangan berturut-turut ≤ 0,2 mg).

Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam sampel.

Penentuan IC50 pada Serbuk Biji Labu Kuning (Amarowicz dkk., 2000

Termodifikasi)

Sebanyak 5 g tepung biji labu dimaserasi dengan pelarut etanol sebanyak 9 ml

dalam erlenmeyer. Erlenmeyer ditutup dan dikocok dengan shaker selama semalam

(20 jam) pada suhu kamar. Kemudian ditambahkan pelarut yang sama sebanyak

1 ml lalu dikocok dengan shaker selama 1 jam. Setelah itu disaring ke dalam labu ukur

10 ml dan ditambahkan pelarut yang sama hingga batas tera lalu dihomogenisasi,

sehingga diperoleh larutan induk dengan konsentrasi 0,5 g/ml. Larutan induk ekstrak

biji labu dengan konsentrasi 0,5 g/ml, dibuat beberapa perlakuan. Kemudian

ditambahkan 2 ml larutan DPPH 0,2 mM, didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar,

lalu diukur diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang

517 nm. Untuk kontrol digunakan pelarut etanol sebagai pengganti sampel. Dibuat juga

faktor koreksi yaitu 2 ml larutan DPPH diganti 2 ml etanol kemudian ditambahkan ke

dalam masing-masing konsentrasi. Nilai IC50 nya dihitung dengan cara mengukur

% penghambatan larutan ekstrak pada beberapa konsentrasi, sehingga dapat dihitung

konsentrasi ekstrak pada saat % penghambatan sebesar 50%.

Uji Organoleptik (Soekarto, 1985)

Uji organoleptik dilakukan terhadap parameter kenampakan, aroma/bau, rasa, dan

tekstur dari tempe yang telah digoreng. Pengujian dilakukan terhadap

30 orang panelis dengan menggunakan skala hedonik 5 skor, yaitu 1 = sangat tidak suka

(12)

ANALISA DATA

Data pada uji aktivitas antioksidan dan kadar fenolik total dianalisa dengan

menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan

5 ulangan. Demikian pula halnya dengan data organoleptik dianalisis dengan

menggunakan RAK dengan 5 perlakuan dan 30 ulangan. Sebagai perlakuan adalah

tempe dengan prosentase penambahan serbuk biji labu kuning

0% (kontrol) ; 2,5% ; 5% ; 7,5% ; dan 10% (b/b). Sebagai kelompok adalah waktu

analisa. Untuk membandingkan purata antar perlakuan digunakan Uji Beda Nyata Jujur

(BNJ) dengan tingkat kebermaknaan sebesar 5%. Sedangkan untuk kadar air pada

tempe dengan penambahan serbuk biji labu kuning dan nilai IC50 pada serbuk biji labu

kuning dianalisa secara deksriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

Purata hasil pengukuran aktivitas antioksidan pada tempe yang ditambahkan serbuk

biji labu kuning berkisar antara 85,82 ± 5,24 % - 91,55 ± 1,50% (Tabel 1).

Tabel 1. Data Pengukuran Aktivitas Antioksidan pada Tempe dengan Berbagai Prosentase Penambahan Serbuk Biji Labu Kuning

Aktivitas Antioksidan (%)

0% 2,5% 5% 7,5% 10%

x ± SE 87,33 ± 0,93 88,52 ± 0,96 89,38 ± 0,42 90,44 ± 0,52 91,21 ± 0,78

W = 1,137 (a) (b) (bc) (c) (cd) Keterangan:

*Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menandakan tidak ada perbedaan yang nyata. **Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menandakan ada perbedaan yang nyata

Dari Tabel 1 terlihat bahwa % penghambatan pada penambahan serbuk biji labu

kuning dari 0 sampai 10% semakin meningkat. Purata terendah yaitu pada prosentase

penambahan serbuk biji labu kuning 0% yaitu sebesar 85,82 ± 5,24% dan terus

meningkat hingga 10 % yaitu sebesar 91,55 ± 1,50%.

Hal ini disebabkan karena peningkatan fenol pada tempe dan serbuk biji labu

kuning dapat mempengaruhi peningkatan aktivitas antioksidan pada tempe.

Susanto dkk. (1998 dalam Rosida dkk., 2012) mengatakan kenaikan aktivitas

(13)

8

perendaman biji kedelai senyawa isoflavon glikosida biji kedelai terhidrolisis berubah

menjadi senyawa isoflavon bebas yang disebut aglikon oleh enzim glukosidase. Selama

fermentasi mikroorganisme Rhizopus oligosporus juga menghasilkan enzim yang sama.

Faktor lain yang menyebabkan meningkatnya aktivitas antioksidan pada tempe

tersebut adalah senyawa fenolik yang terkandung dalam serbuk biji labu kuning yang

bersifat antioksidan. Penelitian Primawati (2007) menyebutkan bahwa aktivitas

antioksidan pada biji labu kuning sebesar 47,011%.

Kadar Fenolik Total Metode Folin – Ciocalteu

Purata kadar fenolik total hasil dari berbagai prosentase penambahan serbuk

biji labu kuning pada tempe berkisar antara 0,11 ± 0,02 – 0,14 ± 0,02

mg asam galat/g sampel (Tabel 2).

Tabel 2. Data Fenolik Total pada Tempe dengan Berbagai Prosentase Penambahan Serbuk Biji Labu Kuning

Kadar Fenolik Total (mg asam galat/ g sampel)

0% 2,5% 5% 7,5% 10%

x ± SE 0,11 ± 0,02 0,12 ± 0,02 0,13 ± 0,02 0,13 ± 0,02 0,14 ± 0,02

W = 0,014 (a) (ab) (bc) (bc) (c) Keterangan:

*Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menandakan tidak ada perbedaan yang nyata **Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menandakan ada perbedaan yang nyata

Dari Tabel 2 tampak bahwa kadar fenolik total juga mengalami peningkatan seiring

penambahan serbuk biji labu kuning hingga 10% yaitu sebesar

0,14 ± 0,02 mg asam galat/g sampel. Sedangkan 0% kadar fenolik terendah yaitu

sebesar 0,11 ± 0,02 mg asam galat/g sampel. Meningkatnya kadar fenolik total

disebabkan karena adanya kandungan fenolik yang terdapat pada biji labu, sehingga

semakin banyak serbuk biji labu kuning yang ditambahkan maka semakin meningkat

pula kadar fenolik total pada tempe. Meningkatnya kadar fenolik total pada penelitian

ini seiring dengan meningkatnya aktivitas antioksidannya. Selain itu menurut

Meindrawan (2012) bahwa kadar fenolik kedelai lokal varietas Grobogan sebesar

(14)

Kadar Air (%) Tempe dengan Penambahan Serbuk Biji Labu Kuning

Purata kadar air (%) tempe dengan penambahan serbuk biji labu kuning

0% sampai 10% mengalami penurunan berkisar antara dari 56,23 ± 5,51% hingga

51,72 ± 0,63% yang ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Data Kadar air (b/b%) Tempe dengan Penambahan Serbuk Biji Labu Kuning

Kadar Air (b/b%)

0% 2,5% 5% 7,5% 10%

x ± SE 56,23 ± 5,51 54,28 ± 4,14 53,78 ± 3,97 53,07 ± 3,51 51,72 ± 0,63

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar air semakin menurun seiring dengan

semakin tinggi prosentase penambahan serbuk biji labu kuning pada tempe. Hal ini

terjadi kemungkinan karena Daya Ikat Air (DIA) oleh biji labu kuning rendah.

Daya Ikat Air (DIA) adalah kemampuan yang dimiliki protein untuk mengikat air

tambahan selama aplikasi gaya-gaya, pemanasan, sentrifugasi, atau pun tekanan (Zayas,

1997 dalam Kartika 2009). Adapun grup asam amino hidrofilik yang masih

berhubungan dengan DIA adalah amino, imino, sulfidril, karbonil, hidroksil, dan

karboksil (Kartika, 2009).

Konsentrasi protein dan efek panas merupakan beberapa faktor yang

mempengaruhi daya serap air. Daya serap air akan meningkat seiring dengan

meningkatnya konsentrasi pada protein (NAS, 1981 dalam Kartika 2009). Hal ini dapat

dilihat dari jumlah proteinnya. Menurut Cahyadi (2006) kedelai mengandung

41,5 g/100 g protein, sedangkan menurut Anonim (2001) biji labu mengandung 30,2

g/100 g protein. Dapat dilihat bahwa jumlah protein biji labu lebih rendah daripada

kedelai (Tabel 4).

Tabel 4. Beberapa komposisi Kimia pada Kedelai dan Biji Labu

Komposisi (100 g) Kedelaia (g) Biji Labub (g)

Lemak 22,88 -

Protein 41,81 30,23

Karbohidrat 13,90 -

Abu 5,69 -

Kalsium 0,27 -

Fosfor 0,60 1,23

Magnesium - 0,59

Seng - 0,0078

(15)

10

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah protein biji labu lebih rendah daripada

biji kedelai. Semakin banyak biji labu yang ditambahkan maka konsentrasi protein biji

labu akan mempengaruhi jumlah air yang terikat oleh protein yang semakin rendah

sehingga kadar air akan semakin menurun pula.

Syarat mutu tempe kedelai menurut Standar Nasional Indonesia 01-3144-2009

mengandung kadar air maksimal 65%. Nilai kadar air tempe pada penelitian ini telah

sesuai dengan SNI yaitu berkisar antara 56,23 ± 5,51% hingga 51,72 ± 0,63%.

Nilai IC50 pada Serbuk Biji Labu Kuning

Larutan induk dengan konsentrasi 0,5 g/ml dibuat beberapa seri konsentrasi serta

diuji aktivitas antioksidannya hingga diperoleh absorbansi sampel dan faktor koreksi

yang terukur serta % penghambatan yang didapatkan dari perhitungan dapat dilihat pada

Tabel 5. Sedangkan grafik IC50 dapat dilihat pada Gambar 2.

Tabel 5. % Penghambatan pada Beberapa Perlakuan

Konsentrasi (g/ml) % Penghambatan (%)

0,3 96,16

0,15 68,08

0,1 48,49

0,075 37,71

0,06 30,25

Dari data pada Tabel 5 kemudian dibuat grafik IC50 yang disajikan pada Gambar 2

sehingga diperoleh persamaan y = 266,5x + 19,61 dengan R2 = 0,957. Persamaan

tersebut digunakan untuk perhitungan penentuan IC50 serbuk biji labu kuning.

Gambar 2. Grafik IC50 Serbuk Biji Labu Kuning

y = 266.5x + 19.61 R² = 0.957

0 20 40 60 80 100 120

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35

% P e n g h a m b a ta n

(16)

Perhitungannya adalah sebagai berikut:

y = 266,5x + 19,61 (2)

50 = 266,5x + 19,61

x = 0,1140 g/ml

Jadi, nilai IC50 pada serbuk biji labu kuning sebesar 0,1140 g/ml.

Jika dibandingkan dengan penelitian Cholisoh dan Utami (2008) yang menyatakan

bahwa nilai IC50 biji jengkol sebesar 159,46 mg/ml, maka nilai IC50 serbuk biji labu

kuning lebih rendah daripada biji jengkol. Namun jika dibandingkan dengan penelitian

Tamat dkk., (2010) yang mengatakan bahwa nilai IC50 biji anggur sebesar 1,96 µg/ml,

maka nilai IC50 serbuk biji labu kuning lebih tinggi daripada biji anggur.

Organoleptik Tempe

Karakteristik seperti kenampakan, aroma, rasa, dan tekstur memiliki peranan

penting terhadap penerimaan suatu makanan kepada konsumen. Uji organoleptik ini

dilakukan pada tempe yang telah diberi sedikit bumbu (garam dan bawang putih) lalu

digoreng. Kemudian diujikan terhadap 30 panelis dimana panelis tersebut adalah

masyarakat awam. Skala hedonik ditentukan dengan skor sebagai berikut: 1 = sangat

tidak suka ; 2 = tidak suka ; 3 = agak suka ; 4 = suka ; dan 5 = sangat suka. Pada uji ini

terdapat 5 sampel tempe dengan penambahan prosentase serbuk biji labu kuning yang

berbeda-beda, yaitu sebesar 0% (kontrol) ; 2,5% ; 5% ; 7,5% ; dan 10%. Hasil analisa

organoleptik tempe dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 6. Data Uji Organoleptik Tempe dari Segi Kenampakan, Aroma, Rasa, dan Tekstur pada Tempe dengan Berbagai Prosentase Penambahan Serbuk Biji Labu Kuning

Perlakuan

0% 2,5% 5% 7,5% 10%

Kenampakan x ± SE 3,03±0,31 3,10±0,25 3,07±0,23 3,13±0,24 3,07±0,21 W=0,470 (a) (a) (a) (a) (a)

Aroma x ± SE 2,57±0,32 3,40±0,31 3,50±0,28 3,27±0,23 3,40±0,29 W=0,641 (a) (a) (a) (a) (a)

Rasa x ± SE 2,80±0,31 2,90±0,29 3,17±0,32 3,33±0,29 3,43±0,28 W=0,608 (a) (a) (ab) (ab) (b)

Tekstur x ± SE 3,07±0,29 2,80±0,28 2,77±0,29 3,30±0,27 3,03±0,28 W=0,504 (ab) (ab) (a) (b) (ab)

Keterangan:

(17)

12

Kenampakan

Hasil analisa organoleptik terhadap kenampakan tempe dengan penambahan serbuk

biji labu kuning tidak memberi perbedaan yang nyata untuk semua perlakuan. Panelis

memberi skor 3,03 untuk perlakuan 0% dan skor antara 3,07-3,13 untuk perlakuan

lainnya. Kenampakan tempe untuk semua perlakuan hampir sama yaitu kecoklatan

layaknya tempe kontrol (0%). Kenampakan yang terlihat kecoklatan ini terjadi karena

bahan makanan yang mengandung protein yang melalui proses pengolahan dengan

penggorengan akan mengalami reaksi Maillard. Winarno (1997) menyebutkan bahwa

reaksi Maillard merupakan pencoklatan atau browning yang terjadi pada makanan

karena pemanasan atau penyimpanan, hal ini terjadi akibat reaksi kimia antara gula

reduksi dengan asam amino bebas atau gugus amino bebas bagian dari suatu rantai

protein. Penambahan serbuk biji labu kuning tidak mempengaruhi kenampakan tempe

maka biji labu dapat diaplikasikan pada tempe.

Aroma

Hasil uji hedonik dari parameter aroma juga tidak memberi perbedaan yang nyata

untuk semua perlakuan. Hal ini disebabkan karena aroma dari biji labu tidak terlalu

kuat. Hasil analisa dapat dilihat pada Tabel 6, dimana panelis memberi skor agak suka

untuk tempe tanpa maupun dengan penambahan serbuk biji labu kuning.

Rasa

Semakin tinggi prosentase serbuk biji labu kuning yang ditambahkan, maka rasa

tempe semakin disukai panelis. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 6, bahwa ada perbedaan

yang nyata antar beberapa perlakuan. Namun, tempe dengan penambahan prosentase

serbuk biji labu kuning sebesar 10% yang paling disukai panelis. Penilaian panelis yang

menyukai tempe tersebut diduga karena semakin gurih rasa yang ditimbulkan oleh biji

labu seiring meningkatnya penambahan biji labu tersebut.

Adanya kandungan protein dan lemak dapat memunculkan rasa gurih pada

makanan atau produk (Sarofa dkk., 2012). Biji labu yang sudah dipecah dan dijadikan

serbuk akan mengeluarkan minyak. Menurut Nyuk (2005) dan Karimone dan Kimura

(1949) dalam Lily (1980) dalam Habib (2000), minyak dari biji labu kaya akan asam

amino misalnya stearat, asam linoleat, palmitat, oleat, dan lain-lain. Hal ini mungkin

(18)

Tekstur

Hasil analisa dari parameter tekstur dapat dilihat pada Tabel 6. Dari Tabel 6 terlihat

bahwa ada perbedaan yang nyata antar beberapa perlakuan dan tekstur tempe yang

dihasilkan memperoleh skor penerimaan berkisar antara 2,77 ± 0,29 - 3,30 ± 0,27.

Tempe dengan penambahan serbuk biji labu kuning sebesar 0 ; 2,5 ; dan 10%

memperoleh penilaian yang sama yaitu agak suka. Tempe dengan penambahan serbuk

biji labu kuning sebesar 7,5% menjadi tempe yang paling disukai.

Tempe dengan penambahan serbuk biji labu yang semakin banyak menghasilkan

tekstur tempe yang semakin padat dan kompak (tingkat kelunakan berkurang) daripada

tempe tanpa penambahan serbuk biji labu kuning. Hal ini diduga karena Daya Ikat Air

(DIA) biji labu kuning lebih kecil daripada DIA kedelai. Oleh sebab itu, kadar air

menjadi lebih rendah sehingga teksturnya akan semakin padat.

Hasil uji hedonik secara keseluruhan yang dapat mewakili parameter kenampakan,

rasa, aroma, dan tekstur (terutama parameter rasa) menunjukkan bahwa penambahan

serbuk biji labu kuning 10% merupakan prosentase yang paling tepat untuk

ditambahkan pada tempe.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Nilai aktivitas antioksidan dan kadar fenolik total mengalami peningkatan seiring

penambahan prosentase serbuk biji labu kuning (Cucurbita moschata ex Poir)

0 – 10%, dengan nilai berturut-turut berkisar antara 87,33 ± 0,93 - 91,21 ± 0,78%

dan 0,11 ± 0,02 – 0,14 ± 0,02 mg asam galat/g sampel. Untuk kadar air tempe

mengalami penurunan seiring penambahan prosentase serbuk biji labu kuning

(Cucurbita moschata ex Poir) yang ditambahkan, dengan nilai berkisar antara

56,23 ± 5,51% hingga 51,72 ± 0,63%. Untuk nilai IC50 pada biji labu kuning

(Cucurbita moschata ex Poir) sebesar 0,1140 g/ml.

2. Berdasarkan uji organoleptik secara keseluruhan yang dapat mewakili parameter

kenampakan, rasa, aroma, dan tekstur menunjukkan bahwa penambahan serbuk biji

(19)

14

Saran

Perlu dilakukan analisa lebih lanjut mengenai pengukuran kadar abu, karbohidrat,

protein, lemak, dan serat kasar sehingga diperoleh nilai gizi pada tempe yang telah

ditambahkan biji labu kuning (Cucurbita moschata ex Poir) serta penelitian menuju

aplikasi jenis makanan yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Amarowicz R., M Naczk, dan F Shahidi. 2000. Antioxidant Activity of Crude Tannins of Canola dan Rapeseed Hulls. JAOCS, Vol. 77 (9): 957-961.

Anonim. 2001. Pumpkin Seed. What's New and Beneficial About Pumpkin Seeds. http://www.whfoods.com/genpage.php?tname=foodspice&dbid=82.

[2 Maret 2013]

Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara, Bandung.

Cholisoh Z. dan W Utami. 2008. Aktivitas Penangkap Radikal Ekstrak Ethanol 70 % Biji Jengkol (Archidendron jiringa). PHARMACON, Vol. 9, No. 1, Juni 2008, 33-40.

Habib, A. 2000. Produksi Ookista Eimeria spp pada Ayam dengan Pemberian Larutan Biji Labu (Cucurbita moschata) Berbagai konsentrasi. Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Bogor.

Hasan, G. E. 2012. Pengaruh Penambahan Tepung Belut (Monopterus albus Z.) Terhadap Kualitas Tempe Kedelai Lokal Ditinjau Dari Kadar Protein dan Asam Lemak Tak Jenuh.Fakultas Sains dan Matematika UKSW, Salatiga.

Kartika, Y. D. 2009. Karakterisasi Sifat Fungsional Konsentrat Protein Biji Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.). Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Kuncahyo I dan Sunardi. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi, L.) terhadap 1,1-Diphenyl-2-Picrylhidrazyl (DPPH).

Seminar Nasional Teknologi 2007, Yogyakarta 24 November 2007. ISSN : 1978 – 9777, E-2. Program Diploma Teknologi Farmasi Fakultas Teknik, Universitas Setia Budi.

Kusumastuti K. dan F Ayustaningwarno. 2013. Pengaruh Penambahan Bekatul Beras Merah Terhadap Kandungan Gizi, Aktivitas Antioksidan dan Kesukaan Sosis Tempe. Journal of Nutrition College, Vol. 2, No. 1, 2013.

Meindrawan, B. 2012. Aktivitas Antioksidan dan Kadar Tempe Satu Kali Perebusan dari Kedelai (Glycine max L Merr) Lokal var. Grobogan dan Impor. Fakultas Sains dan Matematika UKSW, Salatiga.

(20)

Povilaityte and Vensukutonis. 2000. Antioxidative Activity of Purple Peril (Perilla frutescens L.), Moldavian Dragonhead (Dracocephalum moldavica L.), and Roman Chamomile (Anthemis nobilis L.) Extracts in Rapeseed Oil. Department of Food Technology, Kaunas University of Technology, Kaunas, Lithuania, LT-3028.

Primawati, R. 2007. Aktivitas Antioksidan dan Kadar Fenolik Total Biji Semangka (Citrullus vulgaris schrad.) dan Biji Labu Kuning (Cucurbita moschata ex Poir). Fakultas Sains dan Matematika UKSW, Salatiga.

Rosida D.F., SH P, dan F Costantia. 2012. Kajian Peran Angkak pada Kualitas Tempe Kedelai-Lamtoro Gung (Leucaena leucocephala). REKAPANGAN - Jurnal Teknologi Pangan, Vol. 6, No. 1, 2012, 64-72.

Sarofa U., R Yulistiani, dan Mardiyah. 2012. Pemanfaatan Tepung Buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) dalam Pembuatan Crackers dengan Penambahan Gluten. REKAPANGAN - Jurnal Teknologi Pangan, Vol. 6, No. 1, 2012, 13-18.

SNI. 2009. Tempe Kedelai. Badan Standarisasi Nasional SNI No. 01-3144-2009.

Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian, Edisi Ketiga. Liberty, Yogyakarta.

Tamat S.R., LBS Kardono, dan D Agus. 2010. Formulasi Tablet Hisap Ekstrak Teh Hijau (Camellia sinensis L. Kuntz) dengan Penambahan Vitamin C atau Ekstrak Biji Anggur (Vitis vinifera L.) dan Uji Aktivitas Antioksidannya. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 108-117.

Gambar

Gambar 1. Biji Labu yang Telah Dikupas Kulit Luarnya
Tabel 1. Data Pengukuran Aktivitas Antioksidan pada Tempe dengan Berbagai
Tabel 2. Data Fenolik Total pada Tempe dengan Berbagai Prosentase Penambahan
Tabel 3. Data Kadar air (b/b%) Tempe dengan Penambahan Serbuk Biji Labu Kuning
+3

Referensi

Dokumen terkait

Inisiatif sebagaimana dimaksud dalam PP ini dilengkapi dengan proposal Inovasi Daerah yang sekurang-kurangnya memuat: a. rancang bangun Inovasi Daerah dan pokok perubahan yang

Dewasa ini, pustakawan juga memiliki organisasi profesi sebagai salah satu bagian budaya organisasi serta kode etik yang disepakati bersama agar profesionalisme pustakawan menjadi

Selama belajar di luar negeri, biaya yang diberikan kepada Perguruan Tinggi. KS yang

Penelitianinibermaksuduntukmengetahui faktor – faktor yang mempengaruhiperilakumerokok remaja di SMANegeri 1 Padang Bolak Julu.Saya sangat mengharapkan siswa memberikanjawaban

negara pesisir. Sementara wilayah kompetensi dari IOTC adalah wilayah Samudera Hindia yang ditegaskan untuk tujuan pelaksanaan perjanjian serta berada dalam

The researcher will give the narrative description about the result of the study in terms of language used by the research participants, the linguistic

Misalnya tentang menangisi al­Husein, mereka membuat hadits palsu bahwa pahalanya adalah seribu kebaikan, lalu berziarah ke makam al­Imam al­Fulani mendapatkan ganjaran semisal

Farhan sebagai penerimaan kayu bulat dari hutan negara, sudah terdapat : (a) DPKB yang telah dicetak dan ditandatangani oleh yang berwenang dan sesuai dengan dokumen