• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Dasar Teori. II.1 Pendahuluan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II Dasar Teori. II.1 Pendahuluan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II  Dasar Teori

II.1 Pendahuluan

Pada   pembahasan   mengenai   teori   yang   berkaitan   tentang   pembangunan 

knowledge base  menuju  knowledge management. Terlebih dahulu akan dibahas 

mengenai   pengertian  knowledge  itu   sendiri,   kemudian   sistem  knowledge 

management  dan   proses­proses   dalam  sistem   knowledge   management.  Hal   ini 

merupakan dasar teori dalam pembangunan  knowledge base, karena  knowledge 

base  ini   merupakan   hasil   dari   beberapa   proses   dalam   pembanguanan   sistem  knowledge management.

II.1.1 Pengertian Knowledge

Untuk memahami  knowledge management  lebih lanjut, perlu dikaji pemahaman  mengenai   data,   informasi,   dan  knowledge  (pengetahuan)   sebagai   dasar  pemahaman  KM. Data merupakan  sekumpulan  fakta  mengenai  suatu kejadian  secara diskrit yang belum terorganisasi dan belum diproses serta bersifat statis.  Informasi merupakan kumpulan data yang telah diproses sehingga memudahkan  dalam   pengambilan   keputusan.   Sedangkan  knowledge  merupakan   pemahaman  manusia mengenai bidang tertentu yang telah dipelajari melalui pendidikan dan  pengalaman [Awad&Ghaziri, 2003].

Data mempunyai tujuan utama untuk merekam suatu aktivitas atau situasi dan  bersifat  historical. Informasi berasal dari komunikasi dan  historical  (data yang  telah   diproses/   distrukturkan).   Sedangkan  knowledge  bertujuan   untuk  memperbaiki hidup, dalam kontek bisnis bertujuan membuat atau meningkatkan  nilai untuk perusahaan dan semua stakeholder.  

Knowledge  diklasifikasikan   menjadi   beberapa   tipe   yaitu   shallow  dan  deep  knowledge, knowledge sebagai know­how, reasoning dan heuristic, common sense 

(2)

dan tacit knowledge  [Awad&Ghaziri, 2003].

Shallow  dan  deep   knowledge  merupakan   pengelompokan   pengetahuan 

berdasarkan   kedalaman   pemahaman.  Shallow  adalah   pemahaman   pengetahuan  secara minimal, sedangkan deep knowledge merupakan pemahaman pengetahuan  secara mendalam dengan pengalaman beberapa tahun. Knowledge sebagai know­how, pengetahuan ini berdasarkan pengalaman praktek  beberapa tahun yang jarang terdokumentasikan. Pengetahuan semacam ini yang  diperlukan untuk membangun expert system. Expert merepresentasikan know­how  dalam hubungan heuristic, rule of thumb berdasarkan pengetahuan empiris.

Reasioning  merupakan   pengetahuan   berdasarkan   alasan   manusia,   yang   dapat 

dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan analogi (membandingkan dengan  kejadian yang mirip),  formal reasoning (dengan metode deductive dan inductive),  dan  case­base   reasoning  (CBR)   .  Deductive   reasoning  disebut   juga   exact  reasoning   karena   berhubungan   dengan   fakta   yang   pasti   dan   kesimpulan   yang  pasti.  Inductive reasoning  merupakan alasan yang didasarkan pada sekumpulan  fakta   atau   per   kasus   dan   kemudian   diambil   kesimpulan   yang   umum.  CBR  merupakan   pengetahuan   yang   didasarkan   pada   kesuksesan   menyelesaikan  berbagai kasus. 

Common sense  sebagai  knowledge, merupakan tipe pengetahuan dimana semua 

orang   melakukan   dalam   berbagai   bentuk   dan   berbagai   jumlah.   Berawal   dari  pengalaman seseorang yang digunakan sehingga menjadi suatu hal biasa.

Prosedural   hingga  episodic   knowledge,   merupakan   pembagian   pengetahuan  berdasarkan   apakah   suatu  procedural,   declarative,   semantic,   dan  episodic.  Pengetahuan prosedural merupakan pemahaman bagaimana suatu tugas dilakukan  atau melaksanakan prosedur.  Pengetahuan deklaratif merupakan informasi yang  pakar dan mudah didiskusikan karena sederhana dan tidak memerlukan informasi  yang lengkap. Pengetahuan semantik merupakan jenis  pengetahuan yang dalam 

(3)

dari pakar.  Episodic knowledge  merupakan pengetahuan berdasarkan informasi  percobaan atau peristiwa.

Secara alamiah knowledge terbagi atas tacit knowledge (yang ada pada orang) dan  explicit   knowledge  (yang   terdokumentasikan)  [Suryadi,2005].   Untuk  mengeksplisitkan pengetahuan yang ada pada orang dilakukan dengan kodifikasi.  Persentase  pengetahuan  tacit  dan pengetahuan  eksplisit  yang ada dalam  suatu  organisasi seperti pada Gambar II.1.

Gambar II.1 Gambaran pengetahuan [Suryadi,2005] II.1.2 Knowledge Management

Knowledge   Management  (KM)   merupakan   proses   mengelola   pengetahuan 

organisasi untuk menambah nilai bisnis dan mempertahankan daya saing melalui  pembentukan, komunikasi, dan aplikasi pengetahuan [Tiwana, 2002]. Knowledge 

management  juga merupakan kerangka, pola pikir untuk management, termasuk 

pengalaman­penglaman yang dibangun pada masa lalu (perpustakaan, bank data,  orang­orang   cerdas)   dan   membentuk   sarana   baru   untuk   mempertukarkan 

(4)

pengetahuan   (intranet   situs,   komunitas   praktisi,   dan   jaringan)   [O'dell,   2000].  Banyak   definisi   mengenai   KM,   namun   pada   dasarnya   KM   mengandung  pengetahuan yang dapat digunakan secara umum; melekatkan dan menyimpan  pengetahuan   dalam   proses   bisnis,   produk,   dan   jasa;   merepresentasikan  pengetahuan   dalam   database   dan   dokumen;   memajukan   pertumbuhan  pengetahuan   melalui   budaya   organisasi   dan   insentif;   memindahkan   dan  mempertukarkan   pengetahuan   di   seluruh   organisasi;   dan   menaksir   nilai   dan  dampak pengetahuan dengan teratur [Awad&Ghaziri, 2003]. 

Proses­proses dalam KM meliputi knowledge creation, knowledge collection atau 

knowledge capture,  knowledge organization,  knowledge refinement,  knowledge  dissemination,   dan  maintenance  [Awad&Ghaziri,2003].   Proses­proses   tersebut 

akan   berlangsung   terus   menerus   membentuk   suatu   siklus   hidup   yang   disebut  dengan  Knowledge Management Life Cycle. Secara konseptual hubungan antara  organisasi   berpengetahuan   (knowledge   organization)   dengan   proses   KM  diilustrasikan pada Gambar II.2.

Gambar II.2 Knowledge organization [Awad&Ghaziri,2003]

Knowledge   organization  ini   merupakan   tempat   dimana   orang­orang   saling 

(5)

menggunakan teknologi serta proses yang telah ditentukan [Awad&Ghaziri,2003]. 

Knowledge tersebut diinternalisasikan dan diadopsi ke dalam budaya organisasi. 

Semua orang dalam organisasi dapat dengan bebas mempergunakan bersama dan  menghasilkan pengetahuan sebagai aset organisasi dengan menggunakan berbagai  teknologi.  Knowledge  organization  ini diturunkan dari berbagai sumber, seperti  pengetahuan   dari   pelanggan,   pengetahuan   mengenai   produk,   pengetahuan  keuangan, dan pengetahuan dari praktek para pegawai.

Fase­fase   proses   pada   KM   life   cycle   terbagi  creation,  capturing,  organizing, 

refining, dan transfer. Pada fase creating merupakan fase penciptaan pengetahuan 

baru (inovasi) baik dari suatu penelitian maupun kejadian tertentu. Fase capturing  merupakan   fase   pengumpulan   dan   penangkapan   pengetahuan   yang  terdokumentasikan (explicit knowledge) maupun yang tidak terdokumentasikan  (tacit knowledge). 

Kemudian   dilanjutkan   dengan   fase  organizing,   yang   merupakan   fase  pengorganisasian   pengetahuan   agar   mudah   diambil   dan   digunakan   kembali.  Metode­metode pengorganisasian pengetahuan dapat dilakukan dengan indexing, 

clustering,  cataloging,  filtering,  codifying,  ontology,   dan   lain­lain.   Setelah 

diorganisasikan,   kemudian   menuju   fase  refining,   dimana   pengetahuan   yang  terorganisasi diperhalus misalnya dengan mining. Fase transfer/disseminate yaitu  merupakan fase mempertukarkan pengetahuan dengan tutorial atau panduan.   II.1.3 Knowledge Management System

Knowledge   Management   System  (KMS)   merupakan   sistem   untuk   mengelola 

pengetahuan   dalam   organisasi,   yang   mendukung   pembuatan   (creation),  penangkapan (capturing), penyimpanan (storing), dan penyebaran (dissemination)  pengetahuan. Dengan kata lain KM system ini membantu mengelola pengetahuan  dengan   menggunakan   teknologi   untuk   melakukan   proses­proses  knowledge 

(6)

Pengembangan KMS ini tidak terdapat standarisasi sehingga dalam pembangunan  KMS   ini   digunakan   berbagai   pendekatan   yang   diadopsi   dari   model   sistem  konvensional.   Langkah­langkah   dalam   pengembangan   tersebut   merupakan  sesuatu   yang   selalu   berkesinambungan   yang   disebut   dengan  Knowledge 

Management System Life Cycle (KMSLC). Dalam Tabel II.1  dijelaskan berbagai 

pendekatan   untuk   membangun   KMSLC   yang   mengadopsi   dari   sistem  konvensional.

Tabel II.1 Alternatif pendekatan untuk pengembangan KMS [Awad&Ghaziri,  2003]

L

angka

h Tiwana (2000) Dixon (2000) Garvin (2000) Liebowitz 

&Wilcox  (1997) Devenport &  Prusak (2000) 1 Analisis  infrastruktur yang  ada Memberikan 

tugas kepada tim Mendapatkan pengetahuan Membangun pengetahuan Akuisisi 2 Menyelaraskan  knowledge  management  dengan strategi  bisnis Tim mempelajari  hubungan antara  tindakan dengan  dampak Menguraikan 

pengetahuan Mengorganisasikan dan  menjaga

Memberi  sumber daya

3 Disain infrastruktur 

pengetahuan Mendapatkan pengetahuan  yang umum

Mengaplikasikan 

pengetahuan Distribusi dan  Menampung Menggabungka n (fusi) 4 Audit aset dan  sistem pengetahuan  yang ada Memilih sistem  transfer  pengetahuan Mengaplika sikan  pengetahuan  dalam objek  kerja Adaptasi 5 Disain tim KM Menterjemahkan  pengetahuan  dalam bentuk  yang bermanfaat  bagi yang lain Knowledge  networking 6 Membuat blueprit  KM 7 Mengembangkan  sistem KM 8 Pemasangan  dengan metode  result­driven  incremental 9 Mengelola  perubahan, budaya,  dan struktur reward 10 Evaluasi kinerja,  ROI, dan perbaikan  secara bertahap 

(7)

Dari   berbagai   pendapat   yang   telah   diuraikan   pada   tabel   diatas,   maka  Awad&Ghaziri   dalam   bukunya   yang   berjudul   ”Knowledge   Management”  menyimpulkan   bahwa   terdapat   langkah­langkah   yang   tumpang   tindih   dalam  pembangunan KMSLC. Mereka merumuskan langkah­langkah yang baik dalam  membangun KMSLC seperti pada Tabel II.2.

Tabel II.2 Pengembangan KMSLC

Langkah Pertanyaan Kunci Dampak

Evaluasi infrastruktur yang 

ada Apa permasalahannya?Apakah sistem dapat  dipertanggungjawabkan? Apakah sistem feasible ? Pernyataan tujuan Kriteria kinerja Rencana strategi Membentuk tim KM Siapa saja yang seharusnya  menjadi anggota tim? Bagaimana tim berfungsi ? standarisasi prosedur untuk  pembangunan sistem Knowledge capture Apa dan seperti apa  pengetahuan yang akan  ditangkap ? Bagaimana proses  penangkapan pengetahuan ? Memperoleh inti pengetahuan Disain blueprint KM (master 

plan) Bagaimana pengetahuan diungkapkan ? Disain KMImplementasi software dan  hardware secara rinci Rencana pengetesan

Keamanan, audit, dan prosedur  operasi

Test sistem KM Seberapa dapat diandalkannya 

sistem tersebut?  Review yang tajam, yang berkesinambungan Implementasi sistem KM Apakah dapat beroperasi  secara aktual ? Seberapa mudah sistem  digunakan ? Sistem yang mudah digunakan  (user friendly) Program pelatihan Mengelola perubahan dan 

struktur reward Apakah sistem mempunyai penyelesaian yang  diharapkan ?

Kepuasan user Evaluasi post­system Haruskah sistem 

dimodifikasi ? Sistem yang handal dan up­to­date

Dalam   membangun   KMS  life   cycle  terdapat   beberapa   perbedaan   dengan  pembanguan   sistem   informasi   secara   konvensional.   Pembangunan   sistem  informasi   secara   konvensional   meliputi  requirement,  disain,  implementasi  (coding), testing, dan deployment. Sedangkan KMS meliputi capturing (creation), 

codification,  testing&deployment,  sharing,   dan  transfer  pengetahuan. 

(8)

KMS Life Cycle pada Gambar II.4.

Gambar II.3 Pembanguanan Sistem Informasi Konvensional

Proses  capture  pengetahuan dalam KMSLC bukan merupakan hal yang mudah,  terutama   penangkapan   pengetahuan   tacit.  Tool  untuk   menangkap   pengetahuan 

tacit  dilakukan   dengan   berbagai   cara,   diantaranya   wawancara,  brainstorming,  protocol   analysis,   pembuatan   keputusan   secara   konsensus,  Nominal   Group  Technic  (NGT),   metode  delphi,   konsep  mapping,   dan  blackboarding.   Cara 

pertama merupakan cara yang sederhana dan sering digunakan.

Kodifikasi   pengetahuan   dalam   KMSCL   merupakan   pengorganisasian   dan  koordinasi pengetahuan sebelum diakses oleh user. Pengetahuan harus diberikan  bentuk dan struktur agar bermakna untuk diakses setiap saat, dimana saja, dan  kapan saja. Hasil dari tahap kodifikasi pengetahuan ini adalah  knowledge base. 

Knowledge base  dan  knowledge repository  merupakan  data base  khusus dalam  knowledge   management  untuk   mengumpulkan,   mengorganisasikan,   dan 

(9)

Gambar II.4 Knowledge management system life cycle [Awad&Ghaziri, 2003] Untuk   mengkodifikasi   pengetahuan   terdapat   beberapa   skema,   yaitu   dengan 

mapping, decision table, decision tree, rules, case­base reasoning, dan intelligent  software agent. Sebelum menggunakan  tool  untuk kodifikasi pengetahuan, hal 

terpenting   yang   harus   ditentukan   adalah   menetapkan   tujuan   bisnis   sehingga  kodifikasi   pengetahuan   dapat   melayani   dan   mengidentifikasikan   pengetahuan  yang diperlukan untuk tujuan bisnis tersebut.

Testing dan deployment merupakan tahap pengujian secara logical internal sistem, 

pengujian   oleh  user,   dan   kemudian   sistem   tersebut   dipasang   serta   pelatihan  pemakaian sistem untuk user. Knowledge sharing merupakan tahap menggunakan  pengetahuan   secara   bersama   (internal   organisasi)   untuk   kepentingan   bisnis. 

Sharing knowledge ini menggunkan infrastruktur jaringan (intranet dan internet) 

(10)

memindahkan pengetahuan dari database dan knowledge base untuk diambil dan  digunakan kembali dengan melalui suatu antar muka berbasis web.

II.2 Knowledge Capture

Tahap   pertama   dari   pengembangan   KMSLC   menurut   Awad&Ghaziri   adalah  mengevaluasi keadaan infrastruktur yang telah ada pada suatu organisasi. Tahap  pertama   ini   meliputi   pembenaran   sistem,   cakupan   (batasan)   evaluasi,   dan  menentukan feasibility. Pada dasarnya tahap ini memutuskan apa yang diinginkan  organisasi, identifikasi tujuan sistem KM, menaksir kemungkinan, perencanaan,  menempatkan   hal   yang   diperjuangkan,   menginformasikan   kepada   user   dan  manager proyek, serta mendapatkan dukungan dari user dan manager mengenai  cakupan proyek. Setiap KMS harus dimulai dari kesiapan pengetahuan, kesiapan  para pakar untuk bekerja sama dengan para pengembang KM dalam membangun  infrastruktur [Awad&Ghaziri, 2003].

Langkah   kedua   dalam   KMSLC   adalah   membentuk   tim   KM,   yang   mana   tim  tersebut harus tetap ada selama proses pengembangan KMS sampai instalasi akhir  dari sistem tersebut pada organisasi. Sedangkan langkah ketiga KMSCL adalah  penangkapan pengetahuan yang lebih dikenal dengan istilah  knowledge capture.  Pada  BAB   II.1   telah   dikemukakan   bahwa   pengetahuan   terdiri   dari  explicit 

knowledge  dan  tacit   knowledge.  Pengetahuan   eksplisit   dapat   ditangkap   dalam 

repositori   pada   dokumentasi,   file,   dan   media   yang   lain.   Sementara  tacit 

knowledge  ditangkap melalui para pakar dalam organisasi atau perusahaan dan 

juga dari pengetahuan yang disimpan dalam database [Awad&Ghaziri, 2003]. Penangkapan  pengetahuan  ini  meliputi  pengumpulan,  analisis, dan  interpretasi  pengetahuan   yang   digunakan   oleh   para   pakar   untuk   menyelesaikan   persoalan  tertentu. Kemudian pengembang membangun  knowledge base  dari pengetahuan  yang telah ditangkap dari pakar dalam bentuk dokumen, kasus dengan aturan dan  parameter, atau dalam bentuk skenario. Fase penangkapan pengetahuan ini tidak  hanya   merupakan   satu   tahapan   dalam   KMSLC,   namun   akan   terus   dilakukan 

(11)

dalam setiap tahapan dalam pengembangan KMSLC.

II.3 Capturing Tacit Knowledge

Pengungkapan   pengetahuan   yang   sulit   dilakukan   adalah   penangkapan  pengetahuan  tacit  yang berada pada pakar. Sementara pengetahuan  itu sendiri  sekitar 80% keatas merupakan pengetahuan  tacit. Penangkapan pengetahuan ini  mempunyai berbagai pengertian antara lain merupakan pengaplikasian dari hasil  pemikiran, kreasi secara manual yang tergantung pada kemampuan dan efektifitas  pengembang   pengetahuan,  transfer   kepakaran  problem­solving  dari   beberapa  sumber   pengetahuan   kepada   repositori   atau   program,  proses   penemuan  pengetahuan   yang   digunakan   oleh   pakar   dalam   perusahaan   untuk   melakukan  tugasnya yang dilakukan oleh pengembang KMS, dan proses penyelidikan suatu  penelitian yang meliputi wawancara dan protocol analysis dalam pengembangan  KMS [Awad&Ghaziri, 2003].

Dari   kelima   pengertian   diatas   Awad&Ghaziri   dalam   bukunya   ”Knowledge  Management”   menyimpulkan   bahwa  knowledge   capture  merupakan   sebuah  proses   pemikiran   dan   pengalaman   pakar   ditangkap.   Adapun   langkah­langkah  terpenting yang dilakukan dalam penangkapan pengetahuan  tacit diuraikan pada  Tabel II.3. 

Awad&Ghaziri   (2003)   memberikan   berapa   saran   untuk   memperbaiki   proses  penangkapan pengetahuan yaitu yang pertama bahwa seorang pengembang KM  sebaiknya fokus pada bagaimana pendekatan pakar mengenai suatu masalah, yang  mana pengembang harus melihat lebih dari kenyataan atau heuristik. Saran kedua  adalah pengembang harus mengevaluasi potongan pengetahuan yang diambil dari  pakar   pada   domain   permaslahannya   serta   keakuratan   dari   model   pengetahuan  yang   telah   dibuat.   Saran   terakhir   adalah  kualitas   dari   peniruan   manusia  merupakan   penangkapan   terbaik   melalui  episodic   knowledge  (peristiwa)   atau  pengetahuan berdasarkan pengalaman yang telah lalu.

(12)

Tabel II.3 Langkah­langkah penangkapan pengetahuan

Awad&Ghaziri (2003) Halliday, Kelly, McMurray, Morrow

menggunakan tool yang tepat untuk 

mengumpulkan informasi dari pakar pemahaman dan penstrukturan awal domain pengetahuan (mengenai lingkungan, tugas,  aliran informasi, konsep, dan atributnya) menginterpretasikan informasi dan mengambil  kesimpulan pengetahuan yang mendasari pakar  dan proses pemikirannya menghasilkan sistem kerja awal (yaitu ekstraksi  hubungan antara konsep domain) menggunakan interpretasi untuk membangun  aturan yang merepresentasikan proses  pemikiran atau solusi dari pakar pengetesan dan debugging sistem KM Sebelum melakukan langkah­langkah untuk menangkap pengetahuan dilakukan  evaluasi terhadap pakar dan membina hubungan dengan pakar. Hal tersebut perlu  dilakukan   karena   kesuksesan   dalam   penangkapan   pengetahuan   dari   pakar   ini  sangat   dipengaruhi   oleh   kerjasama   dan   kepandaian   pengungkapan   pakar   itu  sendiri.

II.3.1 Evaluasi Pakar

Evaluasi   pakar   merupakan   tahap   persiapan   dalam   menangkap   pengetahuan,  karena apabila seorang pengembang salah menentukan pakar maka pengetahuan  yang   diambil   dari   pakar   tersebut   tidak   sesuai   dengan   proyek   KMS   tersebut.  Adapun indikator seorang pakar dalam bidang tertentu  adalah sebagai berikut  [Awad&Ghaziri, 2003]: 1. rekan kerjanya menghargai keputusan pakar tersebut, 2. bilamana permasalahan tertentu terjadi, orang­orang dalam perusahaan  tersebut akan berkonsultasi dengan pakar tersebut, 3. pakar mengakui bahwa tidak mengetahui jawaban suatu permasalahan  (hal tersebut menunjukkan keterbatasan pandangan yang realistis), 4. pakar menghindari informai yang tidak relevan dengan domain dan  bahkan memfokuskan pada pekerjaannya, 5. pakar mendemonstrasikan keahliannya untuk menjelaskan sesuatu dan  dapat   menjelaskan   informasi   tergantung   level   individu   yang 

(13)

6. pakar   mempunyai   keahlian   yang   nyata   dan   mendalam   serta  mengesampingkan kualitas dalam penjelasannya, serta

7. pakar tidak arogan

Level kepakaran menentukan dalam kulaitas komunikasi, Awad&Ghaziri (2003)  mengklasifikasikan   level   kepakaran   tersebut   menjadi   tiga   yaitu  highly   expert 

person,  moderate   expert   person,  dan  new  expert.  Highly  expert  person,  pada 

umumnya   memberikan   penjelasan   yang   ringkas   yang   mana   pendengar  mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai permasalahan tertentu.  Mereka  fokus   pada   hal­hal   utama   dan   mengesampingkan   penjelasan   secara   rinci. 

Moderate expert person, memberikan penjelasan yang bersifat sementara, namun 

cenderung   memberikan   penjelasan   yang   rinci.  New   expert,   lebih   menawarkan  jawaban   dari   pada   laporan   singkat   atau   penggalan,   yang   memberikan   kesan  kedangkalan pengetahuannya dalam domain tersebut.

Untuk menyakinkan kehandalan dan kualitas KMS dipengaruhi oleh jumlah pakar  yang   akan   diambil   pengetahuannya,   yaitu   satu   pakar   atau   beberapa   pakar.  Berdasarkan pengalaman Awad&Ghaziri (2003), penentuan jumlah pakar tersebut  tergantung beberapa faktor. Faktor­faktor tersebut adalah kekomplekan masalah,  tingkat kritis proyek terhadap organisasi, tipe pakar yang ada, dan dana yang  dialokasikan untuk pembangunan KMS. II.3.2 Membina Hubungan dengan Pakar Penangkapan pengetahuan dari pakar merupakan bisnis yang rumit, yang mana  persepsi pakar terhadap pengembang KM sangat menentukan kesuksesan proses  tersebut.   Kadangkala   para   pakar   beranggapan   bahwa   usaha   pengambang   KM  tersebut akan sia­sia karena pengembang tersebut hanya sedikit mengetahui pada  domain tersebut. Untuk mengubah persepsi para pakar tersebut para pengembang  KM harus belajar dengan cepat dalam memahami domain kepakaran yang akan  ditangkap, agar para pakar menghargai dan bekerja sama dalam pengembangan  KMS tersebut.

(14)

Kemudian pengembang juga harus memahami gaya dari pakar agar mencapai  kesuksesan   dalam   penangkapan   pengetahuan.   Menurut  Awad&Ghaziri   (2003)  terdapat empat gaya pakar, yaitu procedure type, storyteller type, godfather type,  dan sales person type.

Procedure type, tipe pakar yang verbal, logis, dan berorientasi pada prosedur. 

Pakar   ini   akan   menggunakan   pendekatan   metodologikal   dalam   menyelesaikan  permasalahan yang menekankan pada struktur. Jika berhadapan dengan tipe pakar  seperti ini, sebaiknya pengembang jangan  memberikan pendapatnya melainkan  fokus terhadap penjelasan pakar tersebut dan tetap sesuai dengan pedoman dalam  domain permasalahannya.

Storyteller type, tipe ini akan fokus pada konten domain pembiayaan dari suatu 

penyelesaian   yang   biasanya   mau   untuk   menceritakan   dan   mendeskripsikan  pengalamannya. Jika berhadapan dengan tipe pakar seperti ini, pengembang KM  harus mewawancarainya dengan terstruktur. Godfather type, tipe ini secara alami akan mempunyai kepribadian yang memaksa  untuk mengambil alih. Jika diikuti maka pakar akan mengambil alih kendali dari  pengembang KM, dan tak ada satu resep untuk menghadapi situasi tersebut. Dan  bahkan lebih buruk lagi jika pengembang berusaha mengimbangi kekuatan dari  pakar tersebut. Akan berakibat sangat buruk jika tipe pakar tersebut berpasangan  dengan pengembang yang manipulatif.

Sales   person   type,  tipe   ini   akan   berputar­putar   di   sekitar   topik   penjelasannya 

mengapa solusi yang dikemukakan tersebut merupakan yang terbaik. Pengembang  akan   menjadi   kacau   dengan   pertanyaan   yang   dibalikan   menjadi   pertanyaan  kembali.  Pengembang harus mengalihkan  pembicaraan  dan berani meluruskan  pertanyaan.

Selain itu, sebaiknya pengembang juga mengetahui kebiasaan, temperamen, dan  kepribadian   pakar.   Karena   diawal   sesi   merupakan   hal   yang   kritis   untuk 

(15)

menentukan kelancaran dalam proses penangkapan pengetahuan ini, dimana pakar  akan   menutup   diri   kepada   pengembang   KM.   Pengembang   KM   juga   harus  mengetahui   terminologi­terminologi   yang   digunakan   dalam   domain   kepakaran  yang akan dibangun.

II.3.3 Kendala dalam Knowledge Capture

Dalam penangkapan pengetahuan ini seringkali penjelasan pakar sulit dipahami,  karena domain permasalahannya sangat teknik atau rumit, pembuatan keputusan  yang   melibatkan   aturan­aturan   yang   ambigu.   Hal   tersebut   tidaklah   mudah  dipahami   oleh   seseorang   yang   kurang   ahli.   Seringkali   pakar   menggunakan  pernyataan   “JIKA…MAKA”,   namun   suatu   permasalahan   yang   memerlukan  kepakaran   tidak   hanya   mengikuti   pernyataan   tersebut,   namun   seringkali  permasalahan diselesaikan tidak semudah aturan JIKA…MAKA tersebut.

Apabila   pakar   menjelaskan   mengenai   kejadian,   mereka   menggunakan   analogi  dengan   permasalahan   yang   mirip   (dengan   perbedaan   tertentu).   Dalam  mencocokkan permasalahan akan menemui informasi yang tidak pasti, yang mana  para   pakar   tersebut   mempunyai   kemampuan   untuk   mengambil   ketidakpastian  tersebut dan menggunakan penjelasan yang masuk akal untuk memperjelas hal­ hal   yang   tidak   pasti   dengan   rinci.   Seringkali   mengalami   kesulitan   untuk  memahami pengalaman yang digambarkan oleh para pakar dengan perumpamaan  visual ataupun penyampaian verbal yang menggambarkan informasi, heuristik,  dan lain­lain. 

II.4

Teknik Knowledge Capture

Kebanyakan   pengetahuan  tacit  dipertukarkan   dengan   cara   bertatap   muka,   dan  seringkali dengan tidak formal dimana teknologi informasi memerankan peran  yang sangat minimal [Reingruber, 2006]. Dengan adanya teknologi baru dalam  organisasi, maka akan mengubah lingkungan sosialisasi yang berdampak pada  pertukaran pengetahuan tacit tersebut. Pertukaran tersebut dapat dilakukan dengan 

(16)

media  instant   messaging,  white   boards,  filesharing,   dan  on­line   forums.   Hal  tersebut akan mendukung tujuan untuk mengumpulkan pengetahuan tacit.

Sedangkan menurut Awad&Ghaziri (2003), langkah pertama untuk menangkap  pengetauan adalah menggunakan tool yang tepat untuk mengumpulkan informasi  dari   pakar.   Dalam   pengumpulan   pengetahuan   ini   terdapat   beberapa   tool   dan  teknik.   Pada  Tabel   II.4  merupakan   teknik   untuk   pengumpulan   pengetahuan  beserta   keuntungan   dan   kerugiannnya  [Halliday,   Kelly,   McMurray,   Morrow,  2007].

Tabel II.4 Teknik pengumpulan pengetahuan[Halliday, Kelly, McMurray,  Morrow, 2007]

METODE DESKRIPSI KEUNTUNGAN KERUGIAN

Wawancara terstruktur / 

tidak terstruktur Menanyakan kepada pakar atau  user hal­hal yang  berhubungan  dengan topik  khusus ­ Hampir semua  orang mengetahui  metode ini (data  kualitatif) ­Membutuhkan waktu  (mahal) Verbal Protocol Analysis Laporan pakar  mengenai kinerja  tugas atau  penyelesaian  masalah ­data kualitatif yang  terdokumenkan  berhubungan dengan  kinerja  ­membutuhkan waktu  (susah dianalisis) Group Task Analysis Sekelompok pakar  mendeskripsikan  dan  mendiskusikan  proses mengenai  topik tertentu Mendapatkan  pandangan yang  berbeda (dokumen  mengenai proses dan  informasi yang  berhubungan dengan  performance) ­ Tidak menggunakan  metode validasi  penelitian Narratives, Scenarios, dan 

critical Incident Reports Pakar atau end user membuat  cerita mengenai  serangkaian  observasi  Memberikan  pemahaman  mengenai proses  pemikiran dan  implicit knowledge  – bagus untuk  mendefinisikan  masalah yang tidak  sesuai Problems ­Tergantung pada  laporan itu sendiri

(17)

Tabel II.4 Lanjutan

METODE DESKRIPSI KEUNTUNGAN KERUGIAN

Questionnaires Sekelompok user  melaporkan  informasi atau  pilihan yang  berhubungan  dengan suatu topik Data kualitatatif –  mudah untuk  dikodekan ­Laju pengembalian  rendah ­ memungkinkan  jawaban yang tidak  sesuai dengan kebiasaan  responden Focus Groups Sekelompok user  berdiskusi hal  yang berbeda  mengenai sistem  di masa  mendatang Memperbolehkan  pertukaran ide –  baik untuk membuat  daftar fungsi dan  fitur produk Memungkinkan individu  mendominasi diskusi –  tidak baik untuk  menemukan masalah  yang spesifik Wants and needs Analysis Sekelompok user /  pakar mengadakan  brainstorm  mengenai konten  yang mereka  inginkan dan  butuhkan untuk  sistem Mempertukarkan ide  – menentukan fokus  area (daftar prioritas  fungsi dan fitur) Apa yang dikatakan user  mengenai hal yang  diinginkan dan  dibituhkan tidak  mungkin realistis Observation and 

contextual inquiries Mengamati user berinteraksi  dengan produk  dalam lingkungan  yang natural  Mempelajari  lingkungan yang  natural – data  kualitatif dan  kuantitatif  Memakan waktu –  tergantung pada catatan  yang jelas saat observasi Ethnographic Studies Budaya dan  lingkungan kerja  user dipelajari Mempelajari  lingkungan yang  natural – baik untuk  menemukan produk  baru Memakan waktu – susah  untuk menggeneralisasi  desain produk lain  User Diary Rekaman dan  evaluasi tindakan  user pada periode  waktu tertentu Tracking yang real 

time – data kualitatif Dapat dicampuri atau susah  diimplementasikan –  adanya delay masukan  dari user Concept Sorting User / pakar  menetapkan  hubungan antara  sekumpulan  konsep yang tetap Menentukan  hubungan antara  komponen –  membantu  menstrukturkan  informasi Pengelompokan  mungkin tidak optimal –  hasil struktur mungkin  terlalu rumit/luas Log Files Kebiasaan user  dicatat untuk  memahami  interaksi user  dengan sistem Rekaman kebiasaan  user – dapat  mengumpulkan data  dari user Tidak relevan atau  informasi yang salah  memungkinkan direkam  – data mencerminkan  proses kognitif

Wawancara   merupakan   teknik   yang   paling   umum   digunakan   untuk  mengumpulkan tacit knowledge. Namun hal utama yang perlu diperhatikan dalam 

(18)

menggunakan teknik ini adalah validasi dalam hal penyampaian pertanyaan dan  ekstraksi dari hasil wawancara. Pada tabel berikut ini akan dijelaskan lebih rinci  mengenai  keuntungan  dan kekurangan  menggunakan  teknik  wawancara dalam  penangkapan pengetahuan tacit [Awad&Ghaziri, 2003]. Tabel II.5 Keuntungan dan kekurangan teknik wawancara [Awad&Ghaziri, 2003] Keuntungan Kekurangan Fleksibilitas, sehingga membuat teknik ini  dapat mengeksplor berbagai area dengan  pertanyaan yang bebas Membutuhkan waktu yang lama Memeberikan kesempatan yang banyak dalam  mengevaluasi validitas informasi yang telah  dikumpulkan Tidak ekonomis (dari segi biaya) Teknik yang efektif untuk mengumpulkan  informasi dari subjek yang komplek dan  memungkinkan individu mengekspresikan  pemikirannya Kebanyakan orang menikmati diwawancara Wawancara mempunyai bentuk dan struktur yang sangat luas dari yang sangat  tidak terstruktur sampai yang sangat terstruktur. Wawancara yang tidak terstruktur  digunakan jika pengembang KM ingin mengeksplor suatu hal tertentu. Sedangkan  wawancara   terstruktur   digunakan   untuk   mengetahui   informasi   yang   spesifik  dengan berorientasi tujuan. 

Menurut Awad&Ghaziri (2003), wawancara untuk menangkap pengetahuan tacit,  dilakukan   dengan  menetapkan   tingkatan   dan   menjalin   hubungan,   menyusun  pertanyaan,   pada   wawancara   tak   terstruktur   pertanyaan   disusun   sesuai   jadwal  topik   wawancara,   sedangkan   pada   wawancara   terstruktur   sebaiknya   dilakukan  penyusunan   pertanyaan   secara   berurutan,   mendengarkan   dengan   seksama   dan  menghindari perbedaan pendapat dan evaluasi dampak dari sesi.

Adapun hal­hal yang harus dihindari pada saat melakukan wawancara dengan  pakar   adalah   jangan   berdebat   dengan   agresif,   jangan   menanyakan   pertanyaan  yang membuat pakar melakukan pertahanan, hindari penggunaan istilah teknis  atau   khusus.   Selain   itu   dalam   wawancara   jangan   menanyakan   hal­hal   yang 

(19)

spesifik dari pada hal­hal umum, jangan sampai kehilangan kendali dalam sesi  wawancara,   dan   jangan   frustasi   pada   saat   menemui   jawaban   yang   ambigu.  Mengajukan hal yang tidak ada dalam agenda, berpura­pura mengerti sesuatu, dan  menjanjikan   sesuatu   yang   tidak   akan   diberikan   juga   harus   dihindari   dalam  wawancara.

Sedangkan   kendala­kendala   yang   mungkin   dihadapi   selama   mengumpulkan  pengetahuan   dengan   menggunakan   teknik   wawancara   adalah   prasangka   yang  berbeda dari pakar terhadap suatu pertanyaan dan ketidakkonsistenan, hal tesebut  sering terjadi  jika sumber  pakar lebih  dari  satu orang. Salah  satu pendekatan  wawancara   dalam   pengembangan   KMS   adalah   “wawancara   dengan   rapid  prototyping”.   Dimana   pengetahuan   akan   ditambahkan   pada   setiap   sesi  wawancara.

II.5 Kodifikasi Pengetahuan

Langkah   kedua   setelah   pengumpulan   pengetahuan   dalam   KMSCL   adalah  kodifikasi. Kodifikasi merupakan pengorganisasian dan representasi pengetahuan  (tacit  dan   eksplisit)   menjadi   visibel,   mudah   diakses,   dan   berguna   dengan  memberikan nilai tambah dalam pengambilan keputusan [Awad&Ghaziri, 2003].  Pengetahuan  tacit,   seperti   keahlian   pakar   diidentifikasikan   dan   diberi   bentuk  supaya mudah untuk disampaikan  dalam bisnis semacam  peristiwa pertukaran  pengetahuan, direktori yang terorganisir, yellow pages, dan lain­lain. Sedangkan  pengetahuan eksplisit  diorganisir, dikategorikan, diberi indek, dan dapat diakses  melalui intranet dalam perusahaan.

Kodifikasi pengetahuan adalah representasi pengetahuan agar mudah diakses dan  ditransfer  [Malhotra,   2002].   Pada   prinsipnya  [Malhotra,   2002]  kodifikasi  pengetahuan  adalah  menentukan  tujuan  bisnis yang akan dilayani,  identifikasi  pengetahuan yang ada dalam mendukung tujuan, mengevaluasi pengetahuan yang  ada untuk kegunaan kodifikasi dan menentukan medium untuk kodifikasi dan 

(20)

distribusi.   Hasil   dari   kodifikasi   tersebut   merupakan  knowledge   base  atau  repositori, yang dapat dimanfaatkan perusahaan sebagai sarana untuk diagnosis,  instruksi atau pelatihan, interpretasi, perencanaan atau penjadwalan, prediksi, dan  sebagai mesin pengingat [Awad&Ghaziri, 2003].

Dalam   kodifikasi   pengetahuan   dilakukan   dengan   menggunakan   skema   seperti  grafis,   tabel,   dan   pernyataan   deskriptif   yang   lain.  Pengetahuan   dapat  dikategorikan, dideskripsikan, dimodelkan, dipetakan, atau dilekatkan pada aturan  dan prosedur. Ada berbagai macam skema kodifikasi, antara lain adalah dengan  map, ontologi, decision tables, decision trees, rules, case­based reasoning, dan  software intelligent agent. Pada sub bab ini akan membahas mengenai beberapa  skema kodifikasi pengetahuan.

Pemetaan pengetahuan  atau yang dikenal sebagai  knowledge maps  merupakan  cara untuk merepresentasikan pengetahuan yang berasal dari kepercayaan orang  dalam bertidak atau mamikirkan apa yang mereka pahami dan terima. Skema ini  berguna   untuk   memvisualisasikan   dan   membahas   sistem   yang   komplek,   yang  dapat diekstraksi dari database dan literatur. 

Adapun   langkah­langkah   untuk   membangun   pemetaan   pengetahuan   adalah  dengan mengembangkan struktur pengetahuan yang dibutuhkan, mendefinisikan  kebutuhan   pengetahuan   terhadap   pekerjaan   tertentu,   menentukan   kecepatan  kinerja pekerja dengan kompetensi pengetahuan,  dan menghubungkan pemetaan  pengetahuan   dengan   program   pelatihan   untuk   pengembangan   karir.  Contoh  pemetaan pengetahuan dapat dilihat pada Gambar II.5.

Ontologi   merupakan   sebuah   model   data   yang   merepresentasikan   sekumpulan  konsep   dalam   suatu   domain   dan   keterhubungannya   dalam   konsep   tersebut.  Ontologi dideskripsikan sebagai individual (instance), klas (konsep), atribut, dan  hubungan.  

(21)

ontologi.   Individual   dalam   ontologi   termasuk   obyek   konkrit   seperti   binatang,  kendaraan, dan individu yang abstrak seperti jumlah dan kata. Klas (konsep),  adalah kelompok abstrak, himpunan  atau  sekumpulan obyek. Klas terdiri  dari  individu, klas lain, atau kombinasi keduanya. Contoh dari klas adalah :  Vehicle  (kendaraan) terdiri dari klas dari berbagai jenis kendaraan.  Gambar II.5 Contoh knowledge map [Awad&Ghaziri, 2003] Atribut, obyek dalam ontologi yang dideskripsikan dengan atribut yang ada pada  mereka. Setiap atribut mempunyai paling sedikit sebuah nama dan sebuah nilai,  yang digunakan untuk menyimpan informasi spesifik yang melekat pada obyek  tersebut. Contohnya obyek Ford Explorer mempunyai atribut : 1. Name: Ford Explorer 2. Number­of­doors: 4 3. Engine: {4.0L, 4.6L}

(22)

4. Transmission: 6­speed Hubungan (relasi), kegunaan utama dari atribut adalah mendeskripsikan hubungan  (yang disebut dengan relasi) antar obyek dalam ontologi. Gambar II.6 merupakan  contoh penggambaran dari elemen­elemen dalam ontologi. Gambar II.6 Contoh klas dalam ontologi Decision table  merupakan teknik yang digunakan untuk kodifikasi pengetahuan  yang terdiri dari beberapa kondisi, aturan, dan tindakan. Contoh decision table  (Gambar II.7) pada kasus pengiriman invoice bulanan pada perusahaan phonecard  kepada   pelanggan   tetap   dan   memberikan   diskon   kepada   mereka   jika  pembayarannya dalam 2 minggu. Kebijakan diskon tersebut adalah :

Jika jumlah tagihan phonecard lebih besar dari pada $35, dikurangi 5%  dari tagihan, jika jumlah tagihan lebih besar dari %20 dan kurang atau  sama   dengan   $35,   mendapatkan   diskon   4%,   dan   jika   jumlah   tagihan  kurang dari $20, tidak mendapatkan diskon.

(23)

Gambar II.7 Contoh decision table [Awad&Ghaziri, 2003]

Decision tree merupakan salah satu teknik kodifikasi pengetahuan yang biasanya 

merupakan   sebuah   hirarki   yang   disusun   dengan  semantic   network.   Contoh  decision tree dari kasus pada contoh decision table seperti pada Gambar II.8.

(24)

Frame merupakan  skema  kodifikasi  yang digunakan  untuk mengorganisasikan  pengetahuan melalui pengalaman yang telah lalu. Elemen dari frame adalah slot  dan facet. Slot : merupakan obyek yang spesifik yang dideskripsikan pada atribut  dan entitas. Sedangkan facet merupakan nilai dari object/slot. Rule merupakan pernyataan kondisional yang spesifik mengenai tindakan yang  diambil dalam suatu kasus tertentu   adalah benar. Kodifikasi ini dalam bentuk  pasangan   sebab   akibat,   dengan  syntax  :   JIKA   (sebab)   MAKA   (akibat).  Kadangkala klasusa sebab terdiri dari serangkaian pernyataan yang dihubungkan  dengan “DAN”atau koma dan mengeksekusi jika sebab = benar.

Case base reasioning merupakan teknik yang merekam dan mendokumentasikan  kasus dan kemudian dicari kasus yang sesuai untuk menyelesaikan masalah yang  baru oleh para ahli. 

Gambar

Gambar II.1 Gambaran pengetahuan [Suryadi,2005]
Gambar II.2 Knowledge organization [Awad&Ghaziri,2003]
Tabel II.1 Alternatif pendekatan untuk pengembangan KMS [Awad&Ghaziri,  2003]
Tabel II.2 Pengembangan KMSLC
+6

Referensi

Dokumen terkait

Masing-masing rencana aksi mitigasi emisi GRK akan dilaksanakan oleh masing-masing lembaga/instansi yang terkait seperti yang dijabarkan pada Bab III dan Bab V. Sementara,

Tongkol jagung yang telah disimpan selama 30 hari, menunjukkan bahwa pada tingkat kadar air awal sebesar 11%, penyimpanan dengan cara dihamparkan memberikan nilai

[r]

terpengaruh oleh kepentingan pribadi dalam penyusunan perencanaan pengawasan dengan cara mengalokasikan auditor yang telah melakukan kegiatan pengawasan selama 3

Aplikasi metoda ini dalam penentuan kadmium dilakukan pada sampel air Batang Air Dingin Lubuk Minturun dan Muara, Padang dengan menggunakan kondisi optimum pengukuran yang

Jika anda terlibat dalam hubungan peribadi dengan orang lain di tempat kerja atau dengan pelanggan atau pembekal, anda mesti mengelakkan daripada bertindak secara tidak

Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa perangkat panduan pengembangan diri yang dikembangkan melalui penelitian ini teruji keefektifannya dalam meningkatkan kompetensi guru

Pengelolaan sumber daya air sering berfokus pada pemenuhan kebutuhan air yang meningkat tanpa memperhitungkan secara memadai kebutuhan untuk melindungi kualitas dan