• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anteseden Inovasi pada Industri Kerajinan Perak di Bali.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Anteseden Inovasi pada Industri Kerajinan Perak di Bali."

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

i

DISERTASI

ANTESEDEN INOVASI

PADA INDUSTRI KERAJINAN PERAK DI BALI

IDA AYU DEWI KUMALA RATIH

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

i

DISERTASI

ANTESEDEN INOVASI

PADA INDUSTRI KERAJINAN PERAK DI BALI

IDA AYU DEWI KUMALA RATIH NIM 1290871003

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI ILMU MANAJEMEN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

(3)

ii

ANTESEDEN INOVASI

PADA INDUSTRI KERAJINAN PERAK DI BALI

Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor

Pada Program Doktor, Program Studi Ilmu Manajemen

Program Pascasarjana Unversitas Udayana

IDA AYU DEWI KUMALA RATIH NIM. 1290871003

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI ILMU MANAJEMEN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

iii

Lembar Pengesahan

DISERTASI INI TELAH DISETUJUI TANGGAL: JUNI 2016

Promotor,

Prof. Dr. Wayan Gde Supartha, SE., SU NIP. 195502021980031004

Kopromotor I, Kopromotor II,

Dr. Dra. I Gusti Ayu Manuati Dewi, MA Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE, MSi NIP. 196204271988032002 NIP. 195908011986012001

Mengetahui,

Direktur Ketua Program Doktor Ilmu Manajemen Program Pascasarjana Program Pascasarjana

Universitas Udayana, Univeristas Udayana,

(5)

iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, penulis disertasi. Nama : Ida Ayu Dewi Kumala Ratih

NIM : 1290871003

Program Studi : Program Doktor Ilmu Manajemen,

: Program Pascasarjana, Universitas Udayana Alamat Mahasiswa : Jln. Srikarya No. 20, Denpasar

Dengan ini, untuk dan atas nama saya menyatakan bahwasanya karya ilmiah disertasi saya bebas dari plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti adanya plagiat dalam karya ilmiah disertasi ini, maka saya akan menerima sangsi sesuai peraturan Kemendiknas R.I No. 17, Tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia.

Denpasar, 28 April 2016

Yang menyatakan,

(6)

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa karena atas asung kertha wara nugraha-Nya disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik. Disertasi ini berjudul “Anteseden Inovasi pada Industri Kerajinan Perak di Bali”. Penelitian ini dilakukan di Desa Celuk dan Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Terselesaikannya penulisan disertasi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik dalam bentuk material dan non-material yang diberikan secara langsung maupun tidak langsung. Bantuan tulus tersebut yang memungkinkan disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik.

(7)

vi

memberikan bahan-bahan referensi serta masukan dan bimbingan dalam pemodelan, dan pemanfaatan alat analisis data disertasi ini.

Kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD. penulis ucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan dan fasilitas yang disediakan untuk dapat menyelesaikan studi dan disertasi ini. Kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K), Asisten Direktur I Prof. Dr. I Made Budiarsa, M.A, Asisten Direktur II Prof. Dr. Made Sudiana Mahendra, Ph.D. penulis sampaikan ucapan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada penulis sebagai mahasiswa Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan terima kasih kepada Ketua Program Studi Doktor Ilmu Manajemen Prof. Dr. I Ketut Rahyuda, SE., MSIE. atas kesempatan, fasilitas, bimbingan, dan arahannya yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan.

Kepada Direktur Politeknik Kesehatan Denpasar Anak Agung Kusumajaya, SP., MPH. beserta jajarannya, penulis ucapkan terima kasih yang tulus atas bantuan dana, fasilitas, dan kemudahan serta motivasi yang diberikan dalam penyelesaian ini.

(8)

vii

Wayan Gde Supartha,SE.,SU.; kopromotor I Dr. Dra. I Gusti Ayu Manuati Dewi, MA. dan kopromotor II Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE. M.Si. saya sampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan atas semua masukan dan saran yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyempurnakan disertasi ini.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bupati Gianyar, Bapak Anak Agung Gde Agung Bharata beserta seluruh jajaran Pemkab Gianyar, responden dan para tokoh masyarakat yang ada di wilayah penelitian atas semua keterangan dan waktu yang diluangkan dalam mengisi kuesioner maupun wawancara mendalam yang kami lakukan.

Penulis sampaikan ucapan terima kasih, rasa hormat dan bhakti kepada ke dua orang tua kami : Ayahnda, Ida Pedanda Gede Putra Telabah dan Ibunda, Ida Pedanda Istri Mayun yang selalu mendorong dan memberikan dukungan moral dengan doanya yang tulus kepada kami. Akhirnya kepada suami tercinta : Ir. Ida Bagus Gede Suamba; putra, putri penulis : Ida Bagus Mahendra, ST.; Ida Bagus Krisna Prabawa ST.; dr. Ida Ayu Tri Wedari. Menantu dr. Ida Ayu Intan Pratiwi, dan Ida Ayu Ratnaningrum, S Psi. ucapan terima kasih ini disampaikan karena dukungan dan pengorbanannya yang tulus.

(9)

viii

selama perkuliahan. Teman-teman staf pada Program Studi Doktor Ilmu Manajemen atas bantuan dalam memperlancar proses perkuliahan hingga penyusunan disertasi. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, ucapan terima kasih ini juga disampaikan atas semua bantuan, doa, motivasi, semangat, dan dukungannya selama kegiatan penilitian sampai kepada penyelesaian disertasi ini.

Semoga disertasi ini bermafaat dan dapat memberikan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan anugerah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu dan berkontribusi dalam penyelesaian disertasi ini. Tidak lupa penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan selama menempuh studi dan menyelesaikan penulisan disertasi ini.

Denpasar, Juni 2016

(10)

ix ABSTRAK

ANTESEDEN INOVASI

PADA INDUSTRI KERAJINAN PERAK DI BALI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji (1) pengaruh creative leadership

terhadap inovasi pada industri kerajinan perak di Bali, (2) menguji pengaruh

knowledge sharing terhadap inovasi, (3) mengembangkan konsep pengaruh

creative leadership terhadap knowledge sharing, (4) memprediksi pengaruh

knowledge sharing terhadap absorptive capacity, (5) menguji pengaruh absorptive capacity terhadap inovasi, (6) mengembangkan konsep peran knowledge sharing

sebagai pemediasi pengaruh creative leadership terhadap inovasi, (7) menguji peran absorptive capacity sebagai pemediasi pengaruh knowledge sharing

terhadap inovasi, (8) mengembangkan konsep hubungan creative leadership

terhadap absorptive capacity pada industri kerajinan perak di Bali.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Populasi penelitian terdiri dari 102 orang pemimpin perusahaan kerajinan perak. Responden penelitian berjumlah 81 orang yang diperoleh menurut rumus Krejcie dan Morgan (1970). Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling. Teknik analisis data yang dipergunakan adalah Partial Least Square (PLS). Instrumen Penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan secara kualitatif, pada proposisi creative leadership berhubungan dengan absorptive capacity. Penggalian informasi secara kualitatif dengan cara melakukan wawancara mendalam (in-depth interview)dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa creative leadership berpengaruh

tidak signifikan terhadap inovasi, knowledge sharing memiliki pengaruh

positif dan signifikan terhadap inovasi, creative leadership berpengaruh positif

dan signifikan terhadap knowledge sharing. knowledge sharing memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap absorptive capacity, absorptive

capacity pada industri kecil kerajinan perak berpengaruh secara positif dan

signifikan terhadap inovasi. Knowledge sharing memediasi secara sempurna

(complete mediation) pengaruh creative leadership terhadap inovasi, demikian juga absorptive capacity memediasi secara partial pengaruh knowledge sharing terhadap inovasi, dan proposisi hubungan creative leadership dengan

absorptive capacity pada industri kecil kerajinan perak di Bali.

(11)

x ABSTRACT

THE ANTECEDENT OF INNOVATION IN THE SILVER CRAFT INDUSTRY IN BALI

The purpose of this study is to prove (1) the influence of creative leadership for innovation in the silver industry in Bali, (2) test the effect of knowledge sharing on innovation, (3) developing the concept of the influence of creative leadership for knowledge sharing, (4) predict the effects of knowledge sharing on the absorptive capacity, (5) examined the effect of absorptive capacity for innovation, (6) develop the concept of the role of knowledge sharing as a mediator of the effects of creative leadership on innovation, (7) examine the role of absorptive capacity as mediator of the effects of knowledge sharing on innovation, (8) develop the concept of creative leadership for absorptive capacity in the silver industry in Bali.

This study used a quantitative approach. The study population consisted of 102 company leaders silver. The numbers of respondents were 81 people who obtained according to the formula Krejcie and Morgan (1970). The sampling technique is done by simple random sampling. The data analysis technique used is Partial Least Square (PLS). The research instrument used in this study include: structured interviews. This study also used a qualitative approach, the creative leadership propotition relates to absorptive capacity. Obtained qualitative information by conducting indepth interviews and documentation.

The results showed that the creative leadership not significantly effected on innovation, knowledge sharing had a positive and significant impact on innovation, creative leadership had a positive and significant impact on knowledge sharing. Knowledge sharing had a positive and significant impact on the absorptive capacity, absorptive capacity of small silver craft industry had a positive and significant influence on innovation. Knowledge sharing perfectly mediated (complete mediation) the influence of creative leadership on innovation, absorptive capacity partially mediated the effect of knowledge sharing, and so did creative leadership for absorptive capacity on innovation in small silver craft industry in Bali.

(12)

xi

RINGKASAN

ANTESEDEN INOVASI

PADA INDUSTRI KERAJINAN PERAK DI BALI

Era pasar global yang salah satunya ditandai dengan kemajuan teknologi, menyebabkan terjadi ketidakpastian dan ambiguitas, perubahan pasar yang semakin kompleks, usia produk inovatif menjadi semakin pendek, dan adanya tuntutan bagi perusahaan untuk dapat melindungi diri dari tekanan pesaing. Persaingan merupakan inti dari keberhasilan perusahaan, yang dapat menentukan ketepatan strategi maupun aktivitas perusahaan seperti inovasi yang dapat menyokong kinerja. Secara universal, inovasi dianggap sebagai kunci kelangsungan hidup perusahaan, tidak cukup hanya dengan menjadi lebih baik, tetapi juga harus berbeda, lebih cepat diterima pelanggan ataupun harga lebih murah (Denning, 2005; Porter, 2008: 13─19).

Industri kerajinan perak di Bali khususnya di Desa Celuk dan di Desa Singapadu sedang berada pada tahapan kedewasaan, bahkan penurunan. Menurut Esteve and Sanchez (2012), Hana (2013), dan Parthasarathy et al. (2011), jika berharap dapat bertahan selama masa-masa sulit, maka diperlukan kreativitas, kemampuan dinamis, penciptaan pengetahuan, dan keterampilan baru sehingga terwujud, baik produk maupun proses baru.

Pemilik atau pimpinan UMK berfungsi sebagai agen utama dalam mengembangkan UMK yang inovatif dan kreatif (Wuryaningrat, 2013). Kreativitas merupakan sumber utama dari kemampuan pemimpin untuk beradaptasi dengan perubahan, dan merancang paradigma baru untuk menggantikan model lama yang telah usang (Allio, 2005).

Penelitian ini membahas konsep creative leadership yang telah dikembangkan dari konsep Rickards and Moger (2000), yang menyebutkan bahwa perilaku kepemimpinan kreatif terkait dengan pengembangan produk baru. Akan tetapi, dalam penelitian ini mengembangkan lebih lanjut yaitu perilaku pemimpin kreatif, memfasilitasi aliran pengetahuan dan mengalokasikan waktu khusus untuk pengembangan ide dan kreativitas. Hal tersebut dikembangkan mengingat industri kerajinan perak memang memerlukan seorang pemimpin kreatif, yang mampu mengajak karyawan memandang segala sesuatu yang berkaitan dengan kerajinan perak dari perspektif yang berbeda, memberikan kesempatan berbagi pengetahuan (knowledge sharing), dan meningkatkan kemampuan menyerap informasi eksternal (absorptive capacity), sehingga dapat meningkatkan inovasi.

(13)

xii

sebagai pemediasi creative leadership terhadap inovasi, (7) menjelaskan peran

absorptive capacity sebagai pemediasi knowledge sharing terhadap inovasi, (8) pengembangan konsep hubungan antara creative leadership dengan absorptive capacity.

Penelitian ini menggunakan teori dynamic capabilities sebagai teori utama, teori ini sangat relevan mendukung penelitian inovasi yang berbasis kompetisi. Teori Dynamic Capabilities (Teece & Pisano, 1994) mengacu pada kemampuan dinamis sebagai sumber keunggulan bersaing, yang menekankan dua aspek. Pertama, istilah dinamis mengacu pada pergeseran karakter lingkungan, respon strategis tertentu, dan waktu yang diperlukan diterima pasar untuk mempercepat inovasi. Kedua, kemampuan menekankan peran kunci manajemen strategis beradaptasi dengan tepat, mengintegrasikan, dan rekonfigurasi keterampilan internal dan eksternal organisasi, sumber daya, dan kompetensi fungsional terhadap perubahan lingkungan.

Pengertian inovasi dalam penelitian ini merupakan mekanisme untuk menghasilkan, baik produk/jasa, proses maupun sistem manajemen baru yang berasal dari ide-ide baru dengan memanfaatkan sumber daya yang ada, penciptaan pengetahuan baru dari sumber pengetahuan eksternal agar dapat beradaptasi dengan perubahan pasar, teknologi, dan persaingan (Amabile, 1996; Lawson & Samson, 2001; Crossan & Apaydin, 2010). Creative leadership adalah kepemimpinan yang penuh ide untuk memecahkan masalah dan perbaikan berkelanjutan, serta memiliki kapasitas berpikir dan bertindak melampaui batas-batas (outside the box) dalam melakukan inovasi (Dahlgaard et al., 1997 dan Tsai, 2012). Definisi knowledge sharing dalam penelitian ini merupakan kombinasi pendapat para ahli (Hendriks, 1999; Lin, 2007; Sharratt & Usoro, 2003), yaitu suatu proses pertukaran informasi, pengetahuan, dan keterampilan, yang meliputi pemberian maupun penerimaan.Definisi absorptive capacity dalam penelitian ini mengacu pada definisi oleh Zahra dan George (2002), yaitu seperangkat rutinitas dan proses organisasi dimana perusahaan dapat memperoleh, mengakuisi, mengasimilasi, mentransformasi, dan mengekploitasi pengetahuan untuk menghasilkan organisasi yang dinamis.

H1 : Creative leadership berpengaruh positif dan signifikan terhadap inovasi.

H2 : Knowledge sharing berpengaruh positif dan signifikan terhadap inovasi. H3 :Creative leadership berpengaruh positif dan signifikan terhadap knowledge

sharing.

H4 : Knowledge sharing berpengaruh positif dan signifikan terhadap absorptive capacity.

H5 : Absorptive capacity berpengaruh positif dan signifikan terhadap inovasi. H6 : Peran Knowledge sharing memediasi pengaruh creative leadership terhadap

inovasi secara positif dan signifikan.

H7 : Absorptive capacity memediasi pengaruh knowledge sharing terhadap inovasi secara positif dan signifikan.

(14)

xiii

Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif (positivism), yang mengacu pada kajian prinsip rasional empirik. Jenis penelitian ini adalah eksplanatoris. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan secara kualitatif, pada proposisi creative leadership berhubungan dengan absorptive capacity. Penggalian informasi secara kualitatif. dengan cara melakukan wawancara mendalam. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Celuk dan Singapadu, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar dengan objek penelitian pada industri kerajinan perak. Pemilihan lokasi berdasarkan beberapa alasan, yakni Desa Celuk dan Singapadu merupakan sentra industri kerajinan perak terbesar di Bali, merupakan cikal bakal perkembangan kerajinan perak di Bali, dan merupakan industri kerajinan yang masuk dalam pasar global. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2015─22 Agustus 2015.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Usaha Mikro Kecil (UMK) kerajinan perak di Desa Celuk dan Desa Singapadu, yang memiliki pegawai antara 4 orang–99 orang, yaitu berjumlah 102 terdiri atas 54 perusahaan di Desa Celuk dan 48 perusahaan di Desa Singapadu (Data Direktori Industri Kecil dan Menengah Kabupaten Gianyar, 2014). Adapun yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah pimpinan perusahaan kerajinan perak, yang diidentifikasi sebagai pemilik/ pemimpin perusahaan kecil. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 81 orang responden untuk analisis desain kuantitatif, pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Simple Random Sampling.

Pimpinan/pemilik industri kerajinan perak di desa Celuk dan desa Singapadu didominasi oleh kaum laki-laki (73,77 %). Sementara jika dilihat dari umur, ternyata paling banyak berusia lebih dari 50 tahun (37,70%). Apabila dilihat dari tingkat pendidikan responden, dapat diketahui bahwa sebagian besar (49,18 %) berpendidikan Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan, sebagian besar (67,21 %) responden memiliki pengalaman kurang dari 29 tahun, dan umur perusahaan dari 24 tahun sampai 29 tahun (62,3%). Untuk analisis desain kualitatif penentuan partisipan dilakukan dengan Non ProbabilitySampling, yakni

Snowball terhadap 7 orang partisipan, dengan strategi grounded theory.

Penelitian survei menggunakan alat pengumpulan data berupa instrumen penelitian. Instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel. Uji validitas dilakukan dengan uji analisis faktor menggunakan Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy andBartlett's Test (KMO MSA) dan Anti-image Correlation

dengan ketentuan sbb. Pertama, angka KMO MSA > 0,5 dan signifikansi < 5%. Kedua, pada sumbu diagonal anti image correlation, semua harus > 0,5 bila ada yang kurang dari 0,5 maka butir tsb dikeluarkan (Baruni & Sentosa. 2013). Pengukuran reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan formula koefisien Cronbach’s Alfa. Nilai batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yang dapat diterima adalah ≥0,60 (Santosa, 2005 dan Sekaran, 2006). Uji keabsahan data dalam analisis kualitatif menurut Sugiyono (2009: 125─131), meliputi. 1) Uji credibility (validitas internal), 2) Uji transferability, 3)

(15)

xiv

digunakan adalah model persamaan struktural (Structural Equation Modeling-

SEM) berbasis variance atau Component based SEM, yang disebut Partial Least Square (PLS). Analisis desain kualitatif dilakukan dengan strategi grounded theory yaitu teori yang ditemukan secara induktif, berdasarkan data-data yang ditemukan di lapangan, membuat kategori- kategori atas informasi yang diperoleh, lalu merangkai sebuah cerita dari hubungan antar kategori, yaitu hubungan antara

creative leadership dengan absorptive capacity.

Variabel inovasi direfleksikan oleh dua (2) dimensi, yaitu dimensi inovasi produk dengan enam (6) indikator reflektif dan dimensi inovasi proses dengan tujuh (7) indikator reflektif. Indikator pengenalan produk baru dengan outer loading sebesar 0,947 merupakan indikator paling penting dan menentukan dari inovasi produk. Selanjutnya indikator dipersepsi sangat baru memiliki outer loading tinggi (0,924) dan juga dipersepsi tinggi oleh responden. Lebih cepat meluncurkan produk baru juga memiliki outer loading tinggi, namun kondisi riil di lapangan berbeda, dimana tingkat keberhasilan produk baru merupakan indikator pilihan responden. Nilai rata-rata indikator meningkatkan proses bisnis merupakan indikator dengan nilai rata-rata tertinggi yang dipersepsi pimpinan perusahaan kerajinan perak, namun outer loading metode produksi berubah lebih cepat merupakan indikator paling penting dari dimensi inovasi proses. Selanjutnya indikator yang memiliki outer loading tinggi adalah mengembangkan manajemen baru namun, kurang dipersepsi baik oleh responden, demikian juga dengan indikator investasi peralatan produksi baru, namun kondisi riil di lapangan juga berbeda.

Variabel creative leadership direfleksikan oleh tiga dimensi reflektif, yaitu KR (kemampuan kreatif), dimensi IM (inspirational motivation), dan dimensi IC (individualized consideration). Hasil analisis deskriptif menunjukkan, bahwa dimensi kemampuan kreatif, menentukan konstruk creative leadership, dan dipengaruhi oleh indikator: (1) memiliki rasa ingin tahu yang besar, (2) mewujudkan gagasan menjadi produk baru yang bernilai bagi konsumen, (3) menyelesaikan tugas-tugas yang menantang, (4) berani mengambil risiko, (5) menghasilkan gagasan unik melalui integrasi teknologi baru dengan kearifan lokal. Indikator paling penting dari dimensi motivasi inspirasionalyaitu indikator menginspirasi karyawan, selanjutnya indikator menantang karyawan dengan standar tinggi. Indikator paling menentukan dari dimensi individualized consideration yaitu memenuhi kebutuhan karyawan, selanjutnya indikator memberikan kesempatan belajar kepada karyawan, dan meluangkan waktu bagi karyawan untuk belajar merupakan kondisi yang mendapat perhatian cukup baik.

Variabel Knowledge Sharing direfleksikan oleh dua dimensi reflektif, yaitu knowledge donating dan knowledge collecting. Secara konseptual indikator memberitahu tentang hal baru merupakan aspek yang paling penting dari dimensi

(16)

xv

berbagi keterampilan jika saya meminta merupakan indikator yang dominan dari dimensi knowledge collecting, selanjutnya adalah indikator berbagi pengetahuan jika saya meminta.

Variabel absorptive capacity terdiri atas empat dimensi reflektif, yaitu dimensi akuisisi, asimilasi, transformasi, dan eksploitasi. Indikator pertemuan dengan pelanggan untuk memperoleh pengetahuan, secara konseptual merupakan aspek yang dominan dari dimensi akuisisi, namun relatif kurang mendapat perhatian dari para pimpinan perusahaan kerajinan perak. Indikator memahami peluang baru untuk memenuhi keinginan pelanggan, merupakan indikator yang dominan dari dimensi asimilasi. Indikator menanggapi konsekuensi perubahan tuntutan pasar merupakan aspek yang paling penting bagi pimpinan perusahaan kerajinan perak, selanjutnya indikator yang memiliki outer loading tinggi adalah hampir tidak pernah berbagi pengalaman praktis. Indikator kegiatan yang dilakukan, dipahami secara jelas merupakan indikator dengan nilai rata-rata yang tertinggi dari persepsi pimpinan perusahaan kerajinan perak, juga merupakan indikator yang memiliki outer loading dominan dari dimensi eksploitasi, selanjutnya indikator kesulitan menerapkan ide baru dan keluhan pelanggan mendapatkan perhatian.

Keterbaruan penelitian ini adalah mengembangkan teori creative leadership menurut Dahlgaard et al. (1997), teori kreativitas menurut Amabile (1997), teori creative leadership menurut Rickards dan Moger (2000), yang menyatakan gaya kepemimpinan kreatif memiliki banyak kesamaan dengan kepemimpinan transformasional oleh Bass dan Avolio (1990, 1995), serta kreativitas menurut Jain dan Sharma (2012) khususnya tentang kemampuan kreatif. Sehingga konstruk creative leadership memiliki tiga dimensi. Hasil penelitian ini menemukan hubungan langsung pengaruh creative leadership

terhadap inovasi tidak signifikan.

Penelitian ini dapat menjawab hubungan tidak langsung konstruk creative leadership terhadap inovasi melalui peran knowledge sharing dimana relasi mediasi tersebut dinyatakan signifikan berdasarkan uji t = 1.96, temuan juga mengacu pada analisis effect size sebesar 0,37 yang menunjukkan bahwa variabel mediasi knowledge sharing berkontribusi kuat terhadap peningkatan peran

creative leadership terhadap terwujudnya inovasi. Artinya variabel mediasi

knowledge sharing yang dipergunakan dalam model penelitian ini memiliki peran yang robust dan berpotensi dalam memprediksi peran seorang creative leadership

(17)

xvi

berkembangnya kreativitas karyawan dalam menghasilkan inovasi (Carvalho & Reis, 2012).

Penelitian ini berhasil menemukan terdapatnya hubungan antara konstruk

creative leadership terhadap konstruk absorptive capacity. Creative leadership

dapat meningkatkan absorptive capacity yang ditandai dengan meningkatnya kemampuan perusahaan mengidentifikasi pengetahuan eksternal yang sangat penting bagi proses pembuatan produk inovatif, berupaya untuk memperoleh pengetahuan eksternal yang sangat penting dalam operasional perusahaan. Menganalisis, menafsirkan, dan memahami pengetahuan yang diperoleh dari sumber eksternal, pemimpin maupun karyawan harus memahami dan mengambil keuntungan dari informasi eksternal untuk menentukan pemasok baru, metode dan teknik baru, serta produk dan layanan baru.

Hasil penelitian ini menunjukkan creative leadership (kepemimpinan kreatif) belum mampu meningkatkan inovasi secara signifikan. Pelaksanaan

knowledge sharing (berbagi pengetahuan) yang baik, yang direfleksikan oleh dimensi variabel knowledge donating (memberikan pengetahuan), dan dimensi

knowledge collecting (mengumpulkan pengetahuan), terbukti mampu

meningkatkan inovasi, baik inovasi produk maupun inovasi proses. Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa creative leadership mampu meningkatkan

knowledge sharing. Penelitian ini mengonfirmasi penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa knowledge sharing yang fokus pada memberikan pengetahuan, memberitahu tentang hal baru, dan mengumpulkan pengetahuan, berbagi keterampilan jika meminta akan meningkatkan absorptive capacity

(kemampuan menerima pengetahuan), secara signifikan. Hasil penelitian ini menggambarkan semakin baik absorptive capacity pada industri kerajinan perak melalui tahapan akuisisi, asimilasi, transformasi, dan eksploitasi semakin inovatif industri tersebut dalam inovasi proses maupun membuat produk yang inovatif.

Knowledge sharing berperan memediasi secara sempurna (complete mediation)

(18)

xvii

(state of the art) yaitu menemukan proposisi konstruk creative leadership

berhubungan dengan kemampuan menerima pengetahuan. Jika creative leadership pada perusahaan kerajinan perak memiliki kemampuan kreatif, memotivasi inspirasional, dan individualized consideration yang semakin baik makasemakin meningkatkan absorptive capacity.

Beberapa hal penting yang menjadi perhatian baik bagi para peneliti berikutnya maupun para praktisi agar dapat memberikan kontribusi bagi kelangsungan sentra industri kerajinan perak. Saran bagi peneliti selanjutnya. 1) Terkait keterbatasan utama penelitian ini, mengenai instrumen pernyataan tentang persepsi yang dapat mengalami perubahan, sehingga perlu dilakukan penelitian longitudinal, penelitian ini dapat dipergunakan sebagai pembanding. 2) Perlu dilakukan pengurangan jumlah indikator dimensi kemampuan kreatif, konstruk kepemimpinan kreatif yang terlalu banyak yaitu 15 indikator, karena mungkin hal ini merupakan salah satu penyebab temuan yang tidak signifikan. 3) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait hubungan creative leadership

terhadap absorptive capacity. 4) Bagi peneliti mendatang dapat mengembangkan kajian dalam pengaruh kerja sama sesuai mata rantai (supplies chain) yang dilakukan oleh industri kerajinan perak. 5) Penelitian selanjutnya juga dapat mengembangkan kajian dalam pengaruh local genieus Pura, Purana, Puri, dan

(19)

xviii

2.2 A Dynamic Theory of Organizational Knowledge Creation .. 17

(20)

xix

2.7.1 Kreativitas, Creative Leadership, Knowledge Sharing dan Inovasi ... 44

2.7.2 Transformasional Leadership, Kreativitas, dan Inovasi ... 45

2.7.3 Transformasional Leadership, Knowledge Sharing, Absorptive Capacity, dan Inovasi ... 46

(21)

xx

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 82

4.5 Populasi, Sampel dan Responden Penelitian ... 84

4.5.1 Populasi ... 84

4.8 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 95

4.8.1 Uji Awal ... 95

4.8.2 Uji Validitas ... 98

4.8.3 Uji Reliabilitas ... 98

4.8.4 Hasil Uji Instrumen ... 99

4.9 Teknik Analisis Data... 101

4.9.1 Teknik Analisis Deskriptif ... 101

4.9.2 Teknik Analisis Inferensial ... 101

4.9.3 EvaluasiModel atau Measures of Fit ... 105

4.10 Analisis Desain Kualitatif ... 109

4.10.1 Tahapan Analisis Data ... 109

4.10.2 Pengujian Keabsahan Analisis Kualitatif ... 111

BAB V HASIL PENELITIAN

5.3.3 Deskripsi Variabel Knowledge Sharing ... 125

5.3.4 Deskripsi Variabel Absorptive Capacity ... 127

(22)

xxi 5.7 Hasil Pengujian Model Struktural atau Inner Model ... 148 5.8 Analisis Desain Kualitatif ... 155

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Pengaruh Creative Leadership Terhadap Inovasi ... 169 6.2 Pengaruh Knowledge Sharing Terhadap Inovasi ... 174 6.3 Pengaruh Creative Leadership Terhadap Knowledge Sharing 177 6.4 Pengaruh Knowledge Sharing terhadap Absorptive Capacity .. 179 6.5 Pengaruh Absorptive Capacity terhadapInovasi ... 181 6.6 Peran Knowledge Sharing Memediasi Pengaruh Creative

Leadership terhadap Inovasi ... 182 6.7 Peran Absorptive Capacity Memediasi Pengaruh Knowledge

Sharing Terhadap Inovasi ... 184 6.8 Hubungan Creative Leadership Terhadap Absorptive

(23)

xxii BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

(24)

xxiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Pemetaan yang Berhubungan dengan Variabel Penelitian ... 56 4.1 Indikator Variabel Inovasi... 91 4.2 Indikator Variabel Creative Leadership ... 92 4.3 Indikator Variabel Knowledge Sharing... 93 4.4 Indikator Variabel Absorptive Capacity... 93

4.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 100 5.1 Karakteristik Responden Industri Kerajinan Perak ... 117 5.2 Distribusi Persentase Respon Responden untuk variabel Inovasi pada

Industri Kerajinan Perak di Bali ... 122 5.3 Distribusi Persentase Respon Responden untuk variabel Creative

Leadership pada Industri Kerajinan Perak di Bali... 123 5.4 Distribusi Persentase Respon Responden untuk variabel Knowledge

Sharing Pada Industri Kerajinan Perak di Bali ... 126 5.5 Distribusi Persentase Respon Responden untuk variabel Absorptive

(25)

xxiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1 Model Konsep Penelitian ... 67 4.1 Model Penelitian ... 104 5.1 Loading Factor Variabel Laten CL ... 132 5.2 Loading Factor Variabel Laten KS ... 133 5.3 Loading Factor Variabel Laten ACAP ... 134 5.4 Loading Factor Laten INO ... 136 5.5 Diagram Jalur Model Struktural ... 148 5.6 Directeffect dan indirect effect antara variabel creative leadership dan

inovasi melalui variabel knowledge sharing ... 153 5.7 Hubungan tidak langsung creative leadership terhadap inovasi ... 153 5.8 Hubungan tidak langsung knowledgesharing terhadap inovasi yang

dimediasi oleh absorptive capacity ... 154 5.9 Hubungan Antara Creative Leadership dengan Absorptive Capacity ... 156 5.10 Pembentukkan hubungan antara dimensi-dimensi Creative leadership

(26)

xxv

DAFTAR SINGKATAN

Acap = Absorptive Capacity

AK = Akuisisi AS = Asimilasi

AVE = Average Variance Extracted

CDC = Celuk Design Center CL = Creative Leadership

EK = Eksploitasi

IC = Individualized Consideration

Ino = Inovasi

II = Idealized Influence

IM = Inspirational Motivation

IPD = Inovasi Produk IPR = Inovasi Proses

IS = Intellectual Stimulation

KC = Knowledge Collecting

KD = Knowledge Donating

KM = Knowledge Management

KR = Kreativitas

KS = Knowledge Sharing

ML = Maximum Likelihood

PLS = Partial Least Square

TFL = Transformational Leadership

TR = Transformasi

SEM = Structural Equation Modeling

√AVE = Square root of Average Variance Extracted

(27)

xxvi DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Instrumen Penelitian ... 214 1.1 Uji Normalitas Data Awal ... 224 2.1 Uji Validitas Instrumen Penelitian ... 227 2.2 Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 238 3.1 Karakteristik Sample ... 249 3.2 TabelDistribusi Frekuensi ... 251 3.3 Persentasi Reponden ... 270 4.1 Uji Validitas ... 272 4.2 Uji Reliabilitas ... 284 5. Outer Model ... 296 6. Iner Model ... 303 7. Deskripsi Proposisi Hubungan Creative Leadership pada Absorptive

(28)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era pasar global yang salah satunya ditandai dengan kemajuan teknologi, menyebabkan terjadi ketidakpastian dan ambiguitas, perubahan pasar yang semakin kompleks, usia produk inovatif menjadi semakin pendek, dan adanya tuntutan bagi perusahaan untuk dapat melindungi diri dari tekanan pesaing. Persaingan merupakan inti dari keberhasilan perusahaan, yang dapat menentukan ketepatan strategi maupun aktivitas perusahaan seperti inovasi yang dapat menyokong kinerja,. Secara universal, inovasi dianggap sebagai kunci kelangsungan hidup perusahaan, tidak cukup hanya dengan menjadi lebih baik, tetapi juga harus berbeda, lebih cepat diterima pelanggan ataupun harga lebih murah. Inovasi teknologi dapat menurunkan biaya, sekaligus meningkatkan diferensiasi. Penurunan biaya juga dapat diperoleh melalui berbagi pengetahuan (Denning, 2005; Porter, 2008: 13─19).

(29)

2

2014; Kafetzopoulos & Psomas, 2013; Lawson & Samson, 2001; Rosenbusch et al., 2010).

Beberapa literatur menunjukkan, bahwa inovasi merupakan mekanisme perusahaan untuk menghasilkan produk, proses, dan sistem baru yang dibutuhkan dalam persaingan dan beradaptasi dengan perubahan pasar (Hana, 2013; Mumford, 2000; Wang & Noe, 2010). Walaupun inovasi menjadi topik populer dalam kegiatan perusahaan, namun pada kenyataannya hal itu sulit diwujudkan, sehingga banyak perusahaan kalah bersaing (Hort & Vehar, 2012; Pratoom & Savatsomboon, 2012). Darroch (2005), menyatakan tidak mudah bagi manajer yang ingin meningkatkan kinerja, tanpa inovasi. Perusahaan tersebut berisiko kehilangan posisi kompotitif dan akan tertinggal dari kancah persaingan.

Menurut Porter (1995: 140-141), perkembangan suatu industri melalui sejumlah tahapan yaitu perkenalan, pertumbuhan, kedewasaan, dan penurunan. Perusahaan dapat mempengaruhi tahapan yang dilalui melalui inovasi produk dan penataan kembali posisinya, serta meluaskannya dengan berbagai cara agar tidak terjadi penurunan pada tahapan kedewasaan, bahkan tahap pertumbuhan. Inovasi membutuhkan: (1) kreativitas, (2) kemampuan dinamis, (3) penciptaan pengetahuan, dan (4) keterampilan baru (Esteve and Sanchez, 2012; Hana, 2013; Parthasarathy et al., 2011). Demikian pula halnya pada Usaha Mikro dan Kecil (UMK), upaya kreatif dan inovatif sangat diperlukan untuk dapat bertahan dari tekanan persaingan yang berat.

(30)

3

wawancara pada studi pendahuluan, diketahui bahwa dalam beberapa tahun terakhir, terdapat 10 buah tokoseniyang merupakan show room industri kerajinan perhiasan perak di sepanjang jalan raya Celuk beralih fungsi, bahkan tutup. Hal yang sama juga terjadi pada tujuh (7) buah toko di sepanjang jalan raya Singapadu. Para pengusaha kerajinan perhiasan perak mengeluhkan sepinya pengunjung, ekspor menurun, harga bahan baku perak relatif mahal, perhatian pemerintah yang kurang intensif, tidak tahu apa keinginan pasar, dan akhirnya pasrah tidak tahu harus berbuat apa. Hal ini terjadi karena keterbatasan pengetahuan pengusaha tentang perubahan pasar, karena terbatasnya kesempatan mengikuti pameran di luar daerah, apalagi di luar negeri, maka sharing informasi dan pengetahuan juga terbatas.

(31)

4

Industri kreatif merupakan salah satu industri yang menjadi target pembangunan industri di Indonesia saat ini. Industri kreatif merupakan kelompok industri yang terdiri atas berbagai jenis industri yang memiliki keterkaitan dalam proses penggalian ide. Indonesia memiliki SDM kreatif yang besar dan kekayaan budaya yang tidak kalah besar seperti arsitektur, kerajinan, musik, dan seni tari (Kusmanto, 2013). Ekspor perhiasan perak Bali mencapai 78% dari total ekspor perhiasan perak Indonesia pada tahun 2011. Secara kuantitas, ekspor Indonesia menurun di tahun 2011 dari 2010 yaitu sebesar 11,67% dari 287 ton menjadi 254 ton. Namun, dari segi nilai, ekspor Indonesia untuk produk ini mencapai US$ 76,12 juta atau meningkat 12,97%.

Dua negara tujuan ekspor utama produk perhiasan perak asal Indonesia, adalah Hong Kong dan Singapura, Hong Kong merupakan pusat mode perhiasan di Asia. Secara umum, tren ekspor Indonesia ke Hong Kong menunjukkan pertumbuhan positif, rata-rata 29,06% per tahun selama periode 2007─2011,

namun ekspor ke Singapura menurun dengan tren minus 2,58% selama periode yang sama (Publikasi Direktur Jendral Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, 2012). Itu berarti bahwa terdapat peluang besar bagi UMK kerajinan perhiasan perak di Bali meraih potensi pasar yang lebih besar karena perhiasan perak Celuk memiliki ciri khas. Oleh karena itu, pimpinan perusahaan harus kreatif agar mampu berinovasi secara berkesinambungan.

(32)

5

Pemimpin kreatif mendefinisikan dan mengartikulasikan misi teknis, sehingga dapat merangsang inovasi (Mumford et al., 2008). Sebagian besar manajer telah berupaya merangsang bakat karyawan, menjaga pengalaman menjadi aset organisasi, mengembangkan penciptaan pengetahuan, dan mempertahankan daya saing (Mathuramaytha, 2012). Jika perusahaan ingin bertahan hidup dan berkembang, maka diperlukan orang-orang yang giat, visioner, imajinatif, kreatif, dan inovatif (Srivastava dan Gupta, 2007). Kepemimpinan yang efektif memerlukan kreativitas. Kreativitas merupakan sumber utama dari kemampuan pemimpin untuk membayangkan inspirasi berjangka, beradaptasi dengan perubahan, dan merancang paradigma baru untuk menggantikan model lama yang telah usang (Allio, 2005).

Berdasarkan wawancara dengan empat orang pimpinan perusahaan kerajinan perak yang masih tetap eksis, ketua Celuk Design Center (CDC), dan sepuluh orang perajin perak di Desa Celuk dan Singapadu diketahui bahwa agar dapat bertahan dalam menghadapi tantangan pasar global, maka perusahaann harus terus kreatif dan inovatif. Artinya, selalu menghadirkan produk-produk baru yang unik, inovasi baik dalam bahan baku, peralatan, proses, maupun pengelolaannya. Perajin dituntut mampu membuat perhiasan dengan desain baru, hal mana merupakan hasil coba-coba. Perhiasan yang dibuat ditawarkan kepada pelanggan ketika ada hal yang kurang berkenan, pemimpin akan melakukan

(33)

6

mengadakan pelatihan desain setiap tahun sekali bekerja sama dengan Intitut Seni Indonesia Denpasar. Bagi industri yang kurang inovatif, upaya yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan kerajinan perak dalam lingkungan yang berubah dengan cepat tampaknya belum cukup sehingga diperlukan upaya lain untuk meningkatkan daya saing.

Inovasi dalam organisasi dapat terjadi melalui upaya berbagi informasi, pengalaman, dan ide (Mumford et al., 2008; Nevalainen & Maijala 2012; Hendriks, 1999; Wang &Noe, 2010). Knowledge sharing adalah sarana dasar bagi tukang/perajin agar dapat memberikan kontribusi untuk menerapkan pengetahuan baru yang diperoleh, inovasi, dan akhirnya keunggulan bersaing. Pelaksanaan

knowledge sharing yang baik setiap anggota organisasi, diberikan kesempatan memberi maupun menerima pengetahuan dari anggota lainnya (Shahin & Zahra, 2010; Wang & Noe, 2010).

Intervensi manajerial dapat mendorong dan memfasilitasi knowledge sharing yang sistematis (Hsu, 2008). Inisiatif berbagi pengetahuan dimulai dari manajemen puncak. Hal ini dimungkinkan karena menurut Menkhoff et al.(2005) manajemen puncak memiliki kapasitas mendorong pendistribusian informasi dan pengetahuan dengan bebas. Pekerja perlu didorong agar berbagi dan mengumpulkan pengetahuan, mengembangkan keterampilan dan meningkatkan kompetensi (Wang & Noe, 2010; Shahin & Zahra, 2010).

(34)

7

memulai situasi baru (Hsu, 2008). UMK harus memiliki kemampuan untuk mencari pengetahuan yang bermanfaat bagi kemajuan perusahaan dan mengelola pengetahuan melalui proses informalyaitu knowledge sharing (terutama melintasi batas perusahaan), mensintesis pengetahuan yang sudah ada, dan menggunakan kembali atau menerapkan pengetahuan baru (Gray, 2006, Hutchinson & Quintas, 2008).

Dari kajian literatur, diketahui bahwa untuk meningkatkan inovasi di dalam suatu perusahaan diperlukan kapasitas belajar suatu unit dan kemampuan mengakses pengetahuan eksternal (Crema et al., 2014; Mei & Nie, 2007; Tsai, 2001). Terkait dengan upaya untuk mendapatkan dan menggunakan pengetahuan eksternal dapat dikatakan bahwa perusahaan UMK relatif kurang intensif (Gray, 2006). Demikian pula halnya yang terjadi pada industri kerajinan perak di Bali, khususnya di Celuk dan Singapadu. Pengetahuan dapat diperoleh dari sumber internal dan eksternal organisasi. Kedua sumber pengetahuan tersebut harus dikombinasikan dan dikelola untuk menghasilkan pengetahuan baru dan ide baru. Hal ini tidak mudah, tetapi diperlukan waktu belajar yang tidak pernah berhenti.

(35)

8

penerapan pengetahuan di samping mengintegrasikan pengetahuan khusus pada individu untuk mempoduksi barang dan jasa (Grant, 1996).

Kemampuan untuk menyerap informasi dari sumber eksternal dikenal sebagai absorptive capacity yang memungkinkan perusahaan berubah sesuai dengan dinamika pasar (Cohen &Levinthal, 1990; Zahra & George, 2002). Organisasi dengan tingkat absorptive capacity yang tinggi akan memanfaatkan pengetahuan baru dari unit lain, baik dalam maupun luar organisasi, dapat mentransfer pengetahuan dari satu unit ke unit lain untuk membantu kegiatan inovasi. Absorptive capacity memungkinkan perusahaan belajar melakukan sesuatu yang sangat berbeda (Lane et al., 2006). Pengembangan absorptive

capacity pada UMK akan mendorong lebih banyak wirausaha dapat

mengidentifikasi dan menggali peluang bisnis yang mudah berubah (Gray, 2006). Penelitian inovasi telah banyak dilakukan. Namun, karena inovasi sangat kompleks, masih ditemukan hal yang kontradiktif seperti nampak dari hasil penelitian Darroch (2005), menunjukkan hasil yang berbeda, dimana tidak terdapat pengaruh inovasi terhadap kinerja. Walaupun ada temuan penelitian yang tidak konsisten, tidak mudah bagi manajer yang ingin meningkatkan kinerja, tanpa inovasi. Oleh karena itu, dilakukan studi tentang anteseden inovasi pada industri kerajinan perak di Bali, khususnya terkait dengan absorptive capacity, knowledge sharing, dan creative leadership agar dapat bertahan hidup dan berkembang.

(36)

9

bahwa perilaku kepemimpinan kreatif terkait dengan pengembangan produk baru. Selain itu, Allio (2005), juga menegaskan bahwa kreativitas merupakan sumber utama kemampuan pemimpin untuk beradaptasi dengan perubahan dan merancang paradigma baru. Lebih lanjut Rickards dan Moger (2000), menegaskan bahwa, perilaku pemimpin kreatif terkait dengan peran fasilitator tim dalam pelaksanaan sistem pemecahan masalah dan pengembangan produk baru. Pemimpin membantu membangkitkan potensi kreatif karyawan karena pemimpin itu sendiri kreatif. Akan tetapi, dalam penelitian ini mengembangkan lebih lanjut yaitu perilaku pemimpin kreatif, memfasilitasi aliran pengetahuan dan mengalokasikan waktu khusus untuk pengembangan ide dan kreativitas. Hal tersebut dikembangkan mengingat industri kerajinan perak memang memerlukan seorang pemimpin kreatif, yang mampu mengajak karyawan memandang segala sesuatu yang berkaitan dengan kerajinan perak dari perspektif yang berbeda, memberikan kesempatan berbagi pengetahuan (knowledge sharing), dan meningkatkan kemampuan menyerap informasi eksternal (absorptive capacity), sehingga dapat meningkatkan inovasi. Penelitian ini diharapkan dapat mengisi kesenjangan konsep creative leadership yang telah ada sebelumnya.

Selanjutnya, penelitian ini diarahkan untuk menguji pengaruh knowledge sharing terhadap inovasi. Di sisi lain diketahui bahwa, UMK memiliki keterbatasan sumber daya. Agar tercipta pengetahuan baru, maka akan sangat efektif jika dilakukan berbagi pengetahuan, pengalaman, dan ide (knowledge sharing)oleh pimpinan dan semua karyawan (Hendriks, 1999; Mumford et al.,

(37)

10

tetapi tidak membagikan pengetahuannya tidak dapat berkontribusi banyak bagi organisasi (Reychav et al., 2012). Demikian juga halnya dengan para perajin pada industri kerajinan perak di Desa Celuk. Artinya, praktik knowledge sharing perlu ditingkatkan, tidak hanya di dalam perusahaan, tetapi juga dengan perajin dari luar perusahaan.

Pada tahap berikutnya dikembangkan hubungan konsep creative leadership dengan knowledge sharing yang pada penelitian sebelumnya kurang dibahas secara mendalam. Seperti yang disarankan dalam penelitian Denti dan Hemlin (2012) agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bagaimana proses inovasi berinteraksi dengan upaya para pemimpin memfasilitasi proses kognitif. Davenport dan Prusak (1998), Liao (2006) menyebutkan bahwa knowledge sharing berpengaruh terhadap absorptive capacity. Demikian juga menurut Gray (2006), bahwa absorptive capacity positif dan signifikan pengaruhnya pada inovasi.

Rickards dan Moger (2000) menyatakan bahwa creative leadership

(38)

11

penelitian ini mengkaji pengaruh knowledge sharing terhadap inovasi dengan mediasi oleh absorptive capacity. Seperti disampaikan oleh Liao (2006) dan Wuryaningrat (2013), bahwa knowledge sharing dapat diubah menjadi kemampuan inovasi jika didukung oleh absorptive capacity yang tinggi. Akhirnya, penelitian ini juga mengembangkan konsep creative leadership yang dihubungkan dengan absorptive capacity, yang dalam penelitian sebelumnya belum banyak diungkap.

Berdasarkan uraian tersebut maka keunikan dari penelitian ini adalah mengembangkan konsep creative leadership yang dihubungkan dengan

absorptive capacity, yang dalam penelitian sebelumnya belum banyak diungkap, selain itu juga mengkaji tentang pengembangan konsep pengaruh creative leadership terhadap inovasi. Hal lain yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini mengembangkan konsep peran

knowledgesharing sebagai pemediasi creative leadership terhadap inovasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimanakah pengaruh creative leadership terhadap inovasi? 2. Bagaimanakah pengaruh knowledge sharing terhadap inovasi?

(39)

12

6. Bagaimanakah peran memediasi knowledge sharing pada creative leadership terhadap inovasi?

7. Bagaimanakah peran memediasi absorptive capacity pada knowledge sharing terhadap inovasi?

8. Bagaimanakah hubungan antara creative leadership dengan absorptive capacity?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut.

1. Pengembangan konsep pengaruh creative leadership terhadap inovasi. 2. Menguji pengaruh knowledge sharing terhadap inovasi.

3. Memprediksi konsep creative leadership terhadap knowledge sharing. 4. Menjelaskan pengaruh knowledge sharing terhadap absorptive capacity.

5. Menjelaskan pengaruh absorptive capacity terhadap inovasi.

6. Pengembangan konsep peran knowledge sharing sebagai pemediasi

creative leadership terhadap inovasi.

7. Menjelaskan peran absorptive capacity sebagai pemediasi knowledge sharing terhadap inovasi.

8. Pengembangan konsep hubungan antara creative leadership dengan

(40)

13

1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemikiran dalam bidang ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia mengenai creative leadership, knowledge sharing, absorptive capacity, dan inovasi.

2. Penelitian ini juga merupakan sarana untuk membuktikan pengembangan teori tentang pengaruh creative leadership, knowledge sharing, dan

absorptive capacity terhadap inovasi.

(41)

14 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada tahun 1755 Cantillon menyampaikan bahwa seorang entrepreneur

membuat keputusan berdasarkan sumber daya dan senantiasa mencari peluang terbaik agar memberikan hasil komersial yang setinggi-tingginya. Hal ini merupakan cikal bakal inovasi. Selanjutnya tahun 1803 Jean Baptiste Say mengombinasikan konsep Cantillon dan konsep Adam Smith yaitu seorang individu unik yang memengaruhi masyarakat melalui penciptaan perusahaan- perusahaan baru dan pada saat yang bersamaan dipengaruhi oleh masyarakat untuk menciptakan produk-produk inovatif (Kuratko, 2009). Pada era industri masa lalu, laju perubahan dapat diprediksi dan lingkungan kompetitif tidak intens. Selain itu, keunggulan kompetitif hanya berfokus pada perbaikan rutin dan efisiensi operasional dalam menjaga kualitas daripada berfokus pada inovasi. Sementara itu, perubahan dalam lingkungan bisnis saat ini terjadi dengan cepat dengan kompetisi yang sangat ketat, sehingga dibutuhkan inovasi dalam mengelola bisnis agar dapat berhasil dan menjadi pemenang dalam persaingan (Srivastava & Gupta, 2007).

(42)

15

pengetahuan, dan keterampilan baru sehingga terwujud baik produk, maupun proses baru (Esteve & Sanchez, 2012; Hana, 2013; Parthasarathy et al., 2011). Kemampuan dinamis untuk inovasi dibutuhkan dalam lingkungan bisnis yang cepat berubah dan kompetisi yang ketat, agar dapat menjadi pemenang dalam persaingan yang didasarkan pada sumber daya manusia dan/atau sumber daya material (Srivastava & Gupta, 2007; Parthasarathy et al., 2011).

Teori dynamic capabilities dipergunakan sebagai pedoman utama studi ini, teori ini sangat relevan mendukung penelitian inovasi yang berbasis kompetisi, sedangkan kajian lainnya mencakup teori dan kajian empiris tentang absorptive capacity, knowledge sharing, dan creative leadership. Teori dan kajian tersebut selanjutnya dijelaskan sebagai berikut.

2.1.Teori Dynamic Capabilities

Teori dynamic capabilities yang pertama kali dikembangkan oleh Teece dan Pisano (1994), terkait dengan kemampuan organisasi untuk mencipta; membentuk kembali; mengasimilasi pengetahuan dan keterampilan; tetap berada di depan dalam lingkungan persaingan yang selalu berubah dengan cepat.

(43)

16

kemampuan manajemen yang efektif mengoordinasikan dan menyebarkan kompetensi internal dan eksternal, yang membedakan perusahaan dengan perusahaan lain, mampu menciptakan sesuatu yang khas dan sulit ditiru.

Teori Dynamic Capabilities (Teece & Pisano, 1994) mengacu pada kemampuan dinamis sebagai sumber keunggulan bersaing, yang menekankan dua aspek. Pertama, istilah dinamis mengacu pada pergeseran karakter lingkungan, respon strategis tertentu, dan waktu yang diperlukan diterima pasar untuk mempercepat inovasi. Kedua, kemampuan menekankan peran kunci manajemen strategis beradaptasi dengan tepat, mengintegrasikan, dan rekonfigurasi keterampilan internal dan eksternal organisasi, sumber daya, dan kompetensi fungsional terhadap perubahan lingkungan.

(44)

17

Posisi, postur strategis suatu perusahaan tidak hanya ditentukan oleh proses belajar perusahaan dan koherensi proses internal dan eksternal serta insentif, tetapi juga oleh lokasinya yang dihubungkan dengan aset bisnisnya. Aset pengetahuan merupakan aset yang tidak dapat diperdagangkan, merupakan refleksi dari pikiran kreatif.

Jalur, melihat alternatif strategi yang tersedia untuk perusahaan dan daya tarik peluang yang terbentang di depan, ke arah mana perusahaan akan dibawa merupakan fungsi dari posisi saat ini dan jalur ke depan. Perubahan produk atau harga akan direspon secara cepat dengan pergerakan masuk dan keluarnya teknologi sesuai dengan kriteria untuk memaksimalisasi nilai.

2.2 A Dynamic Theory of Organizational Knowledge Creation

(45)

18

2.3 Inovasi

Ruang lingkup inovasi sangat luas. Terdapat dua bidang kajian inovasi, yaitu difusi dan adopsi (Damanpour,1991). Difusi inovasi merupakan pengomunikasian proses inovasi melalui saluran tertentu dari waktu ke waktu di antara para anggota suatu sistem sosial, terkait penyebaran pesan yang dianggap ide baru. Adopsi inovasi adalah konsep untuk memahami generasi, perkembangan, dan implementasi sebuah ide atau perilaku.

Menurut pendapat ilmuwan Gopalakrishnan dan Damanpour (1997), inovasi dapat dipahami sebagai suatu proses yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu generasi dan adopsi. Generasi inovasi didefinisikan dalam hal pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dalam pengembangan produk dan proses baru. Adopsi inovasi dipandang sebagai proses perubahan organisasi yang secara langsung memengaruhi sistem teknis dan sosial suatu organisasi. Proses adopsi terdiri atas dua tahap utamayaitu inisiasi dan implementasi. Tahap inisiasi terdiri atas semua kegiatan yang berkaitan dengan persepsi masalah, pengumpulan informasi, pembentukan sikap dan evaluasi, serta pencapaian sumber daya yang mengarah kepada keputusan untuk mengadopsi. Tahap implementasi terdiri atas semua peristiwa dan tindakan yang berkaitan dengan modifikasi dalam inovasi organisasi, pemanfaatan awal, dan penggunaan inovasi secara terus menerus, sehingga menjadi rutinitas organisasi. Amabile (1996) mendefinisikan inovasi sebagai keberhasilan mengimplementasikan ide-ide kreatif dalam organisasi.

(46)

19

sistem baru yang dibutuhkan agar dapat beradaptasi dengan perubahan pasar, teknologi, dan persaingan. Demikian pula Crossan & Apaydin (2010), menyatakan bahwa inovasi adalah kebaruan produksi atau adopsi, asimilasi, dan eksploitasi di bidang ekonomi dan sosial yang memberikan nilai tambah, pembaruan dan perluasan produk, jasa, dan pasar. Disamping itu, juga pengembangan metode produksi baru dan pembentukan sistem manajemen baru.

Inovasi dalam penelitian ini merupakan mekanisme untuk menghasilkan, baik produk, proses maupun sistem manajemen baru yang berasal dari ide-ide baru dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Disamping itu, penciptaan pengetahuan baru dari sumber pengetahuan eksternal agar dapat beradaptasi dengan perubahan pasar, teknologi, dan persaingan.

2.3.1 Pentingnya Inovasi

(47)

20

Berdasarkan beberapa studi yang dapat diakses, dapat dipertanyakan apakah inovasi merupakan pendekatan yang selalu digunakan agar perusahaan menjadi lebih baik? Temuan Rosenbusch et al. (2010) menunjukkan bahwa inovasi berpengaruh positif terhadap kinerja UKM ketika mendedikasikan lebih banyak sumber daya untuk input proses inovasi (misalnya dana yang dikeluarkan untuk penelitian dan pengembangan). Hasilnya menunjukkan bahwa inovasi menyebabkan peningkatan besar dalam kinerja UKM.

Temuan studi yang dilakukan Kafetzopoulos dan Psomas (2013) juga menunjukkan bahwa kemampuan inovasi secara langsung memberikan kontribusi pada kualitas produk dan kinerja operasional, berpengaruh tidak langsung melalui peran moderasi kinerja operasional terhadap kinerja perusahaan. Crema et al.

(2014) juga menemukan pengaruh strategi perusahaan terhadap inovasi dan kinerja UMKM.

(48)

21

2.3.2 Faktor Penentu Inovasi

Dalam memahami perilaku penerimaan organisasi dan mengidentifikasi faktor penentu inovasi perlu diketahui jenis inovasi. Terdapat tiga jenis inovasi inti yang mendapatkan perhatian luas, yaitu administrasi dan teknis, produk dan proses, serta radikal dan inkremental (Damanpour, 1991). Wang dan Ahmed (2004) mengidentifikasi lima bidang utama yang menentukan inovasi keseluruhan organisasi, yaitu (1) inovasi produk, (2) inovasi pasar, (3) inovasi proses, (4) inovasi perilaku, dan (5) inovasi strategi. Dari penelusuran beberapa studi sebelumnya diketahui bahwa dimensi inovasi yang harus dieksplorasi yang berhubungan dengan industri kerajinan perak di Celuk adalah inovasi produk dan inovasi proses. Dikatakan demikian, karena menurut Liao (2007) selain inovasi produk, harus dilakukan lebih banyak usaha pada perubahan prosedur karena siklus hidup produk menjadi lebih pendek. Disamping itu, efek inovasi manajemen tidak sejelas inovasi produk dan proses karena ruang lingkup inovasi manajemen yang dihadapi sangat luas. Perubahan manajerial baru membutuhkan perencanaan yang tepat dan pertimbangan konsekuensi.

Dalam penelitian ini dibahas inovasi produk dan inovasi proses, namun inovasi manajemen dituangkan dalam inovasi proses, oleh karena perubahan manajemen juga diperlukan pada industri kerajinan perak di Bali.

(49)

22

daya, komunikasi eksternal, dan komunikasi internal. Anteseden inovasi yang ditemukan oleh Murat dan Baki (2011) yaitu top management support karena inovasi merupakan proses yang panjang dan kompleks sehingga manajemen puncak memiliki peran penting dalam keberhasilannya; creative capability, kreativitas merupakan kemampuan untuk mengembangkan ide atau produk/ jasa baru, berfungsi untuk tujuan pengembangan inovasi; organizational learning capability, organisasi belajar memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan situasi baru dan memperbarui diri sesuai dengan tuntutan lingkungan.

2.3.3 Indikator Inovasi

Terdapat tujuh indikator/butir pernyataan dimensi inovasi produk berdasarkan indikator yang dikembangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Wang & Ahmed (2004) yaitu pengenalan produk baru, produk baru dipersepsi sangat baru, sedikit perubahan pada produk baru, memunculkan pesaing baru, memperkenalkan produk yang lebih inovatif, lebih cepat meluncurkan produk baru, dan tingkat keberhasilan produk baru. Dimensi inovasi proses menjadi ujung tombak teknologi, teknologi alat produksi utama, investasi peralatan produksi baru, adopsi inovasi teknologi lambat, kegiatan riset dan pengembangan produk baru, proses produksi dibandingkan dengan pesaing utama, meningkatkan proses bisnis, metode produksi berubah lebih cepat, dan mengembangkan manajemen baru.

(50)

23

diasumsikan akan mengembangkan lebih banyak produk dan proses baru dibandingkan dengan perusahaan non inovatif; persentase penjualan dikaitkan dengan produk baru atau proses; lebih banyak sumber daya dikeluarkan pada proyek-proyek penelitian dan pengembangan oleh perusahaan yang lebih inovatif. Butir-butir inovasi meliputi (1) jumlah produk atau proses-proses baru yang telah dikembangkan perusahaan selama tiga tahun terakhir (2) jumlah produk atau proses baru yang dikembangkan perusahaan dalam tahun berjalan.

Lin (2007) mengukur kemampuan inovasi perusahaan dengan menggunakan enam butir dan berfokus pada tingkat adopsi inovasi perusahaan. Keenam butir yang dimaksud adalah sering mencoba ide baru, mencari cara baru dalam melakukan sesuatu, kreatif dalam metode operasi, sebagai perusahaan pertama yang memasarkan produk dan layanan baru, dan pengenalan produk baru meningkat selama lima tahun terakhir. Liao (2007) mengukur inovasi perusahaan dengan menggunakan indikator/butir pernyataan pengembangan produk dan layanan baru diterima dengan baik oleh pasar, serta memiliki kemampuan yang lebih baik dalam penelitian dan pengembangan produk baru. Murat dan Baki (2011) mengukur inovasi dengan indikator berfokus pada inovasi produk dan berfokus pada inovasi proses. Pratoom & Savatsomboon (2012) mengukur inovasi dengan indikator mengintegrasikan teknologi baru dengan kearifan lokal.

(51)

24

inovasi proses berdasarkan indikator yang dikembangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Wang & Ahmed (2004), karena indikator oleh peneliti lain yang tepat dipergunakan dalam penelitian ini juga mengacu indikator oleh Wang & Ahmed (2004), dapat dipergunakan dalam konteks knowledge sharing, creative leadership, dan absorptive capacity.

2.4 Creative Leadership

Berbagai faktor mempengaruhi perilaku inovatif. Salah satu faktor yang berperan paling penting dalam proses inovasi adalah kepemimpinan (Damanpour, 1991; Mumford et al., 2008). Denti dan Hemlin (2012) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan bagian integral dari kinerja inovatif organisasi. Menurut Dahlgaard et al. (1997), diperlukan pemimpin visioner dan berani, bersedia menghadapi tantangan bagi perusahaan, dan tidak peduli risiko terjadinya kegagalan. Pemimpin harus dapat menerima kesalahan yang dilakukan oleh karyawan, tanpa penerimaan ini perubahan tidak mungkin terjadi. Untuk membangun pemahaman tentang creative leadership harus dimulai dengan membahas kepemimpinan.

2.4.1 Kepemimpinan

(52)

25

merupakan kemampuan memengaruhi suatu kelompok untuk mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan.

Kepemimpinan tidak selalu dikaitkan dengan sifat atau perilaku yang benar dan situasi yang benar. Namun lebih berkaitan dengan bagaimana para pemimpin melibatkan orang lain bersama-sama berpikir dalam cara-cara inovatif (Basadur, 2004). Kepemimpinan organisasi adalah sebuah kontradiksi (Seelos & Mair, 2012). Artinya inti kepemimpinan adalah rutinitas organisasi, perilaku konvensional, terikat oleh pengetahuan standar, moralitas, dan legalitas. Akan tetapi pada sisi lain harus keluar dari rutinitas, standar, dan kontemporer untuk menerapkan moralitas, pengetahuan, dan legalitas baru yang sangat berbeda.

Menurut Robbin dan Judge (2008: 83), terdapat dua teori kepemimpinan kontemporer yang memandang pemimpin sebagai individu yang memberikan inspirasi kepada para pengikutnya melalui kata-kata, berbagai ide, dan perilaku. Teori-teori tersebut adalah kepemimpinan karismatik, dan transformasional. Terkait dengan teori kepemimpinan, Max Weber merupakan ilmuwan pertama yang membahas kepemimpinan karismatik. Terdapat empat karakteristik pemimpin yang karismatik, yaitu memiliki visi, bersedia mengambil risiko pribadi yang tinggi untuk mencapai visi tersebut, sensitif terhadap kebutuhan bawahan, dan memiliki perilaku yang tidak konvensional.

(53)

26

kepemimpinan transformasional adalah Bass pada tahun 1985. Pemimpin transformasional menginsrpirasi para pengikutnya untuk mengutamakan kepentingan organisasi dan bekerja keras untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Disamping itu, juga memperhatikan kebutuhan pengembangan diri dan menyenangkan hati para pengikutnya. Artinya, melakukan sesuatu dengan cara yang baru. Pemimpin transaksional memotivasi para pengikutnya pada tujuan yang telah ditetapkan dengan cara memperjelas peran dan tugas mereka. Menurut pendapat Robbin dan Judge (2008:91) pemimpin yang paling baik memiliki sifat transaksional dan transformasional sekaligus.

Yang (2008) mengatakan bahwa saat ini organisasi membutuhkan pemimpin efektif yang memahami kompleksitas lingkungan global yang berubah dengan cepat. Menurut Zhang dan Sims (2005), pemimpin tertentu mungkin menggunakan prilaku lebih dari satu jenis. Ketika para pemimpin bertujuan merangsang prilaku inovatif anggota tim, mereka harus menggunakan perilaku kepemimpinan empowering untuk meningkatkan self-efficacy pengikut dan motivasi intrinsik melalui pemberdayaan. Pada saat yang sama mereka juga harus menggunakan perilaku kepemimpinan transformasional untuk mendorong pengikutnya menantang status quo dan memikirkan masalah lama dengan cara baru, memahami visi, menginspirasi pengikut, dan merangsang perubahan intelektual. Oleh karena itu, pemberdayaan kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap perilaku inovatif.

Gambar

Tabel 2.1

Referensi

Dokumen terkait

Judul : ANALISIS PENGARUH PENYEMPITAN BADAN JALAN TERHADAP KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS DI JALAN GATOT SOEBROTO BANDUNG. Nama : Rully

Dengan demikian potensi diri manusia adalah kemampuan dasar yang dimiliki manusia yang masih terpendam didalam dirinya yang menunggu untuk diwujudkan menjadi suatu

Pada ransum yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai nilai berat jenis yang setara, akan tetapi mempunyai nilai kadar air dan ukuran partikel yang berbeda,

Berdasarkan Sales Contract dan Delivery Order yang diterima, bagian keuangan mencatat pesanan pelanggan tersebut ke dalam invoice sebanyak 4 rangkap yang akan

Hasil penjernihan minyak goreng bekas diperoleh bahwa minyak goreng yang semula kuning coklat dapat menjadi berwarna agak kuning jernih seperti minyak goreng baru

Diagram blok pada Gambar 1 menjelaskan bahwa komputer B sebagai WORKSTATION melakukan pengiriman data kepada komputer A sebagai ROS MASTER dengan menggunakan jaringan

pendekatan implementasi dengan sistem data awal yang telah terpasang, yang terdiri atas SAP Best Practices dan/atau akselerator implementasi yang lainnya, seperti