• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah salah satu pembentuk modal manusia yang memiliki peran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah salah satu pembentuk modal manusia yang memiliki peran"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah salah satu pembentuk modal manusia yang memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah. Dalam ruang lingkup mikro, kesehatan berpengaruh terhadap produktivitas kegiatan ekonomi individu. Kondisi kesehatan menentukan penawaran tenaga kerja individu. Penurunan tingkat kesehatan menyebabkan seseorang mengurangi atau kehilangan kesempatan bekerja yang pada akhirnya berdampak terhadap tingkat pendapatannya. Penelitian Gertler et al. (2002) dengan menggunakan data survei yang menggambarkan populasi Indonesia menemukan bahwa penurunan tingkat kesehatan berdampak terhadap penurunan pendapatan dan tingkat konsumsi rumah tangga. Dengan demikian, status kesehatan memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan individu.

Kesehatan tidak hanya memiliki pengertian sempit yaitu terbebas dari

penyakit namun memiliki pengertian yang lebih luas. World Health Organization

(WHO) dalam pembukaan konstitusinya mendefinisikan kesehatan sebagai

keadaan sejahtera (well-being) yang utuh baik fisik, mental, dan sosial yang tidak

hanya bebas dari penyakit (WHO, 2016). Dalam perkembangannya, pengertian

kesehatan ditempatkan dalam konteks perubahan lingkungan yang semakin dinamis

seperti yang diusulkan oleh Bircher (2005) yaitu kesehatan sebagai keadaan

dinamis dari kesejehateraan yang ditunjukkan oleh karakter potensi fisik, mental,

dan sosial seorang individu. Perkembangan pengertian kesehatan yang lebih luas

(2)

kaitannya dengan kualitas hidup atau yang sering disebut dengan Health Related Quality of Life (HRQOL).

Ukuran kesejahteraan dapat didekati secara objektif maupun subjektif.

Kesejahteraan subjektif atau subjective well-being dewasa ini menjadi salah satu ukuran yang digunakan untuk melengkapi indikator kesejahteraan objektif individu seperti tingkat pendapatan atau tingkat konsumsi. Kesejahteraan subjektif didefinisikan sebagai evaluasi kognitif dan emosional seseorang atas hidupnya (Diener et al., 1999). Evaluasi tersebut meliputi reaksi emosional terhadap suatu kejadian dan juga penilaian kognitif atas kepuasan kehidupan individu tersebut.

Dalam berbagai kesempatan, istilah kesejahteraan subjektif sering digunakan secara bergantian dengan istilah kebahagiaan dan kepuasan hidup (life satisfaction).

Demikian halnya dalam penelitian ini, istilah kesejahteraan subjektif, kebahagiaan dan kepuasan hidup digunakan secara bergantian.

Metode yang sering digunakan untuk mengukur kesejahteraan subjektif adalah dengan survei yang mengharuskan responden memberikan jawaban pada tingkat berapa dalam suatu rentang skala responden tersebut merasa bahagia (Easterlin, 1974; Frey et al., 2002). Sebagai contoh, General Social Survey Amerika Serikat (NORC, 2015) menggunakan pertanyaan :

Meskipun ukuran tersebut bersifat subjektif, dalam konteks kehidupan

berdemokrasi, opini masyarakat atas evaluasi kehidupannya harus dihargai dan

diperhatikan sebagai bagian penilaian kesuksesan kehidupan masyarakat oleh

(3)

pembuat kebijakan publik (Diener, 2000). Selain itu, tidak semua determinan kesejahteraan individu tercermin dalam harga pasar, sehingga ekonom perlu mengapresiasi kesejahteraan subjektif sebagai pilihan untuk analisa kesejahteraan individu (Ott, 2010).

Tingkat pendapatan atau kondisi ekonomi individu menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif. Diener et al. (2001) dalam penelitiannya menemukan adanya hubungan positif antara pendapatan dengan kebahagiaan. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa pengaruh pendapatan terhadap kebahagiaan sangat kuat terutama pada kelompok negara miskin. Temuan tersebut sejalan dengan hasil penelitian Tella et al. (2003) yang menyebutkan kebahagiaan dipengaruhi oleh siklus makroekonomi suatu negara. Resesi ekonomi tidak hanya menyebabkan individu dihadapkan pada jatuhnya nilai Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara tetapi juga tekanan psikis bagi warganya atas ancaman kehilangan pekerjaan.

Easterlin (2003) berpendapat tidak selamanya tingkat pendapatan akan sejalan dengan kesejahteraan subjektif. Penelitian dengan membandingkan data antar individu atau negara secara cross section memberikan hasil peningkatan pendapatan yang diikuti peningkatan kesejahteraan subjektif. Dengan melihat data time series, Easterlin mengungkapkan adanya tendensi bahwa seiring berjalannya

siklus hidup seseorang, peningkatan pendapatan tidak diikuti oleh perubahan

kebahagiaan seseorang. Peningkatan konsumsi tidak serta-merta meningkatkan

utilitas seseorang. Pengalaman pencapaian di masa lampau serta perbandingan

dengan kondisi lingkungan sosial mempengaruhi kepuasan saat ini. Utilitas yang

(4)

diperoleh dengan penambahan konsumsi tidak memberikan hasil yang diharapkan karena seseorang telah beradaptasi dan pada saat bersamaan kondisi lingkungan sebagai pembanding juga mengalami peningkatan lebih dahulu.

Berbeda dengan tingkat pendapatan, konsep tentang kehidupan keluarga serta status kesehatan cenderung tidak berubah sepanjang siklus hidup seseorang (Easterlin, 2003). Karena tingkat keinginan yang cenderung tetap tersebut, individu yang mengalami penurunan kesehatan atau kehidupan berkeluarga akan mengalami penurunan kesejahteraan subjektif yang berdampak lebih permanen. Individu yang mengalami disabilitas, meskipun mampu beradaptasi tidak sepenuhnya kembali pada level kesejahteraan subjektif seperti pada saat sebelum mengalami disabilitas (Oswald et al., 2006).

Sebagai salah satu faktor penting pembentuk kesejahteraan subjektif, beberapa penelitian empiris telah dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh status kesehatan terhadap kesejahteraan subjektif. Beberapa penelitian yang dilakukan di negara barat menunjukkan adanya hubungan negatif antara kondisi sakit dengan tingkat kesejahteraan subjektif (Oswald et al., 2006;

Bockerman et al., 2011; Mukuria et al., 2012). Sementara itu, penelitian dengan topik serupa di negara-negara Asia masih terbatas. Tercatat Wang et al. (2015) dengan data survei penduduk pedesaan di China menemukan adanya pengaruh positif dan kuat antara kondisi kesehatan mental dengan kesejahteraan subjektif.

Dari semua ukuran kesehatan dalam penelitian tersebut, rasa depresi berpengaruh

paling kuat terhadap penurunan kesejahteraan subjektif.

(5)

Ukuran kesehatan tidak hanya terbatas pengkuran mortalitas, kejadian dan prevalensi suatu jenis penyakit tertentu namun juga dikembangkan ukuran kesehatan dalam konteks kualitas hidup atau yang sering disebut sebagai health- related quality of life (Siegel, 2012). Penelitian tentang pengaruh kesehatan

terhadap kesejahteraan subjektif di Indonesia masih terbatas dengan menggunakan ukuran tinggian badan, Body Mass Index (BMI), gejala depresi, dan kekuatan genggaman tangan (Sohn, 2014) serta penilaian mandiri status kesehatan secara general (Rahayu et al., 2016). Sepengetahuan penulis, penelitian dengan menggunakan ukuran health related quality of life belum dilakukan untuk studi kassus di Indonesia. Untuk mengisi gap tersebut, dalam penelitian ini digunakan ukuran kemampuan fisik (physical function) sebagai proxy status kesehatan.

Kajian tentang kemampuan fungsi fisik relevan dalam konteks studi kasus di

Indonesia. Seiring peningkatan usia harapan hidup dan, Badan Pusat Statistik

Indonesia (BPS) memproyeksikan adanya peningkatan komposisi penduduk usia

tua pada tahun 2035 (Adioetomo et al., 2014). Terdapat peningkatan aging index

yaitu jumlah lansia berusia di atas 60 tahun setiap 100 anak berusia di bawah 14

tahun. Jika pada tahun 1971 terdapat 10 orang lansia setiap 100 anak di Indonesia,

pada tahun 2035 diproyeksikan terdapat 73 orang lansia setiap 100 anak. Di sisi

lain, angka potential support ratio cenderung mengalami penurunan. Angka

potential support ratio menunjukan jumlah orang berusia kerja (15-64) tahun per

satu orang lansi. Jika pada tahun 1971 angka potential support ratio mencapai 21,

pada tahun 2035 diproyeksikan turun hingga 6,4. Seperti yang diketahui, salah satu

(6)

isu utama pada penuaan populasi (aging population) adalah penurunan kemampuan fisik individu yang berdampak besar terhadap kualitas individu di masa tuanya.

1.2 Keaslian Penelitian

Penelitian tentang pengaruh kesehatan terhadap kesejahteraan subjektif dengan menggunakan data yang menggambarkan populasi Indonesia telah dilakukan Sohn (2014) dan Rahayu et al. (2016). Perbedaan penelitian ini dengan kedua penelitian tersebut adalah penggunaan indeks kemampuan fungsi fisik (physical function) sebagai variabel status kesehatan. Sohn (2014) menaruh minat pada hubungan antara tinggi badan dengan kebahagiaan di Indonesia. Dalam penelitian tersebut digunakan juga beberapa variabel terkait status kesehatan berupa Body Mass Index (BMI), kapasitas paru, kadar Hb, status hipertensi dan penilaian

mandiri (self reported) status kesehatan. Sementara itu Rahayu et al. (2016) menggunakan variabel persepsi status kesehatan secara general dan kesehatan mental sebagai proxy dari kondisi kesehatan. Hasil penelitian keduanya menunjukkan bahwa individu dengan kondisi sehat memiliki tingkat kesejahteraan subjektif yang lebih tinggi.

Kemampuan fungsi fisik merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk mengukur status kesehatan dalam konteks kualitas hidup (health related quality of life). Penelitian lain menggunakan ukuran status kesehatan yang

diperoleh dari instrumen survei multidimensi seperti Short Form 36 (SF-36) atau

EuroQol-5D (EQ-5D) seperti yang dilakukan oleh Bockerman et al. (2011),

Mukuria et al. (2013) dan Wang et al. (2015). Sama seperti instrumen SF-36 atau

EQ-5D, physical function juga merupakan ukuran HRQOL namun hanya mencakup

(7)

aspek disabilitas. Sepengetahuan penulis, penelitian yang menggunakan ukuran kemampuan fungsi fisik (physical function) sebagai variabel penjelas fungsi kesejahteraan belum dilakukan sebelumnya untuk studi kasus di Indonesia.

Tabel 1.1 Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian Metode Variabel

Dependent

Variabel Independent terkait Status

Kesehatan

Temuan

Wang et al.

(2015)

OLS 4 skala self- reported kebahagiaan

EQ-5D Terdapat hubungan antara pennurunan tingkat kesehatan dengan penurunan Kesejahteraan Subjektif. Dari semua ukuran kesehatan, rasa depresi berpengaruh paling kuat terhadap penurunan kesejahteraan subjektif.

Mukuria et al. (2013)

Ordered Logit

5 skala self- reported kebahagiaan

EQ-5D dan SF-6D

Penurunan status kesehatan berdampak pada penurunan kesejahteraan subjektif. Kesehatan mental berdampak besar terhadap kesejahteraan subjektif, rasa sakit berdampak kecil dan kesehatan fisik tidak berasosiasi dengan kesejahteraan subjektif.

Böckerma n et al.

(2011)

OLS 10 skala self reporterd SWB

Kondisi kronis, EQ-5D dan 15D

Kondisi kronis menyebabkan penurunan kesejahteraan subjektif.

Dengan menggunakan EQ-5D dan 15 D sebagai variabel kontrol, ditemukan bahwa hanya gangguan psikiatris yang secara signifikan

mengalami penurunan

kesejahteraan subjektif.

Oswald et al. (2006)

OLS 7 skala self reported kepuasan hidup

Kondisi disabilitas

Terdapat kemampuan adaptasi penyandang disabilitas untuk meningkatkan level life satisfaction namun tidak sepenuhnya kembali pada tingkat sebelum menyandang disabilitas.

Rahayu et al. (2016)

Ordered Probit

3 skala self reported kesejahteraan subjektif

indeks kesehatan mental, self reported status kesehatan general

Status kesehatan bepengaruh positif terhadap kesejahteraan subjektif

Sohn (2014)

Ordered Probit

3 skala self reporterd kesejahteraan subjektif

Tinggi badan, BMI, self reported status kesehatan general

Status kesehatan bepengaruh positif terhadap kesejahteraan subjektif

(8)

Dari sisi metodologi, penelitian ini menggunakan pendekatan model ordered logit dengan instrumental variable (IV). Penggunan model IV dikarenakan adanya dugaan endogenitas dalam model. Dugaan tersebut didasarkan pada penelitian Sabatini (2014) yang menunjukkan bahwa tingkat kebahagiaan merupakan predictor yang baik terhadap status kesehatan individu. Selain itu, berdasarkan

model disabilitas Verbrugge dan Jette (1994), disabilitas dipengaruhi oleh faktor- faktor seperti gangguan patologi dan impairment yang besar kemungkinan bersifat unobserved. Penggunaan IV dilakukan untuk menguji adanya arah kausalitas serta

pengaruh unobserved variable tersebut. Dalam penelitian ini variabel endogen indeks physical function diinstrumenkan dengan menggunakan variabel yang menggambarkan impairment yaitu riwayat kecelakaan yang pernah dialami.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa status kesehatan memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan subjektif. Sementara itu, berdasarkan proyeksi Badan Pusat Statistik, Indonesia dihadapkan pada peningkatan aging population pada tahun 2035. Kelompok ini sangat rentan terhadap gangguan atas keterbatasan kemampuan fisik tubuh. Penurunan kemampuan fisik diduga memiliki pengaruh terhadap penurunan kesejahteraan subjektif. Namun demikian, penelitian sebelumnya belum menggunakan ukuran terkait keterbatasan kemampuan fisik dalam menganalisis pengaruh status kesehatan terhadap kesejahteraan subjektif.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan analisis sejauh mana kemampuan

fisik berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif di Indonesia.

(9)

1.4 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah status kesehatan individu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan subjektif individu dan berapakah besarnya pengaruh tersebut?

2. Apakah karakter-karakter sosial-ekonomi dan demografi individu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan subjektif individu dan berapakah besarnya pengaruh karakter sosial-ekonomi dan demografi individu tersebut?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menganalisis hubungan antara status kesehatan dan kesejahteraan subjektif individu beserta besarnya pengaruh status kesehatan individu terhadap kesejahteraan subjektif individu.

2. Menganalisis hubungan karakter sosial-ekonomi dan demografi individu dengan kesejahteraan subjektif individu .

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Memperkaya kajian di bidang ekonomika pembangunan dan ekonomika

kesehatan secara umum dan kesejahteraan subjektif secara khusus terkait

dengan hubungan antara faktor status kesehatan, sosial-ekonomi, dan demografi

individu terhadap kesejahteraan subjektif individu di Indonesia.

(10)

2. Pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan kesejahteraan individu yang berkaitan dengan tingkat kesehatan masyarakat, di mana peningkatan kesejahteraan tidak hanya difokuskan kepada peningkatan indikator pendapatan atau material saja tetapi juga pentingnya faktor status kesehatan terhadap kesejahteraan masyarakat.

3. Penelitian-penelitian selanjutnya untuk mengembangkan hasil penelitian ini lebih lanjut untuk kepentingan pendidikan, pembangunan dan pengambilan keputusan.

1.7 Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan memanfaatkan data survei Indonesian Family Life Survey (IFLS) periode tahun2014. Data IFLS 2014 adalah data IFLS yang terbaru. Data IFLS adalah data yang sangat kaya dan lengkap yang merupakan representasi lebih dari 80 persen populasi Indonesia. Survei IFLS mencakup informasi mengenai karakteristik demografi individu, kondisi sosial dan ekonomi individu dan rumah tangga, kondisi kesehatan individu dan modal sosial.

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari 5 (lima) bab. Bab 1

Pendahuluan berisikan latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah,

tujuan, manfaat dan ruang lingkup penelitian. Bab 2 Tinjauan Pustaka berisikan

kajian teoritis terkait dengan status kesehatan, disabilitas dan kesejahteraan

subjektif. Bagian ini dilanjutkan dengan pembahasan penelitian dengan tema sama

(11)

yang pernah dilakukan sebelumnya. Bab 3 Metode Penelitian berisikan tahapan penelitian, model ekonometri serta definisi operasional variabel yang digunakan.

Bab 4 Analisis dan Pembahasan berisikan analisis statistik deskriptif, analisis hasil

regresi dan diskusi pembacaan hasil olah data tersebut. Bab 5 Simpulan dan Saran

menjelaskan simpulan, implikasi, keterbatasan dan saran. Bagian Simpulan dan

Saran berisikan rumusan jawaban atas pertanyaan penelitian berdasarkan hasil

analisis dan pembahasan serta rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.

Gambar

Tabel 1.1 Hasil Penelitian Sebelumnya  Penelitian  Metode  Variabel

Referensi

Dokumen terkait

KOTA MEDAN , adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar sarjana ( S 1 ) pada Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara,

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dari median masa hidup suatu sistem yang berdistribusi Eksponensial dapat ditentukan besaran parameter penduga (statistik)

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah untuk menentukan sampling plan yang masih bisa dilakukan berdasarkan perencanaan single sampling untuk tiga level inspeksi yakni,

1) Analisis univariat menunjukkan Dari 66 responden (100%) terdapat 39 balita (59,1%) yang tidak mengalami kejadian diare dan 27 balita (40,9%) mengalami kejadian diare. 2)

model EC dimana individu menggunakan Internet untuk menjual produk atau jasa.. kepada perusahaan atau individu, atau untuk mencari penjual atas produk atau jasa yang

10. Menjaga kerahasiaan rencana kerja. Kebenaran pengumpulan bahan telaah, kajian teknis dan pedoman yang.. Tersusunnya bahan telaah, kajian teknis dan pedoman yang berkaitan dengan

Uji koefisien korelasi pada penelitian ini menggunakan analisis korelasi product moment pearson, Analisis korelasi product moment pearson digunakan untuk mengukur

Pada kecepatan 10 -50 m/s algoritma locally optimal semakin rendah dan nilai hampir konstan seiring jumlah handoff semakin kecil dan kecepatan yang semakin