• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

AKNE VULGARIS

2.1 Definisi Akne Vulgaris

Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis akne vulgaris biasanya polimorfi; terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul, nodul, dan jaringan parut akibat kelainan aktif yang telah mengubah baik jaringan parut yang hipotrofik maupun yang hipertrofik.

(O’Donoghue, 2003; Zaenglein dkk, 2008; Wasitaatmadja, 2007; ).

2.2 Epidemiologi

Di Indonesia, akne vulgaris merupakan penyakit kulit yang umum terjadi sekitar 85 hingga 100 persen selama hidup seseorang. Karena hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini, maka sering dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Umumnya insidens terjadinya akne vulgaris sekitar umur 14-17 tahun pada wanita, 16-19 tahun pada pria dan pada masa itu lesi yang predominan adalah komedo dan papul dan jarang terlihat lesi beradang. Akne vulgaris tidak hanya terbatas pada kalangan remaja saja. Akne dapat menetap sampai dekade umur 30-an atau bahkan lebih. (Wasitaatmdaja, 2007). 12% pada wanita dan 5% pada pria diusia 25 tahun memiliki acne. Bahkan pada usia 45 tahun, 5% pria dan wanita memiliki acne (Fulton, 2009). Meskipun pada pria umumnya akne vulgaris lebih cepat berkurang, namun pada penelitian diketahui bahawa justru gejala akne vulgaris yang berat biasanya terjadi pada pria (Wasitaatmadja, 2007).

(2)

2.3 Etiopatogenesis

Meskipun etiologi yang pasti penyakit ini belum diketahui, namun ada berbagai faktor yang berkaitan dengan patogenesis penyakit:

a) Hiperkeratinisasi folikel dan duktus pilosebasea.

Kelenjar sebasea terletak di seluruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan dan kaki. Kelenjar sebasea biasanya terdapat di samping akar rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut(folikel rambut). Keratinisasi yang abnormal berupa hiperkeratinisasi dan hiperproliferasi dari sel-sel pada daerah infundibulum, mengakibatkan terjadinya penyumbatan saluran pilosebasea oleh keratin, bakteri dan sebum yang mengeras. Ini memicu kepada dilatasi infundibulum yang menyebabkan terjadinya pembentukan mikrokomedo. Terdapat beberapa stimuli yang diduga berperan dalam perangsangan hiperkeratinisasi yaitu sekresi androgen, penurunan asam linoleik dan peningkatan interleukin-1α dalam respon inflammasi. Penurunan asam linoleik meningkatkan deskuamasi sel-sel epitel folikel yang mengakibatkan penyumbatan.

(Zaenglein dkk, 2008; O’Donoghue, 2003) b) Produksi sebum yang meningkat

Sebum merupakan sekresi kelenjar sebasea yang mengandung trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester, dan kolesterol. Produksi sebum dipengaruhi oleh sekresi androgen. Aktivitas enzim 5 α-reduktase yang terdapat dalam androgen berperan dalam konversi testosteron kepada dihydrotestosteron(DHT) adalah paling tinggi pada daerah predileksi akne vulgaris, seperti muka, bahu, dan bagian ekstremitas atas. DHT menstimulasi sel-sel kelenjar sebasea untuk mensekresi sebum. Produksi sebum yang berlebihan menyebabkan terjadinya penyumbatan pada kelenjar sebasea dan membentuk mikrokomedo. (Zaenglein dkk, 2008) c) Profilerasi bakteri propionibacterium acnes (P.acnes)

P.acnes merupakan bakteri anaerob gram positif yang terdapat dalam kelenjar sebasea. Kandungan trigliserida dalam sebum menyediakan persekitaran yang optimal untuk profilerasi P.acnes yang mengandung lipase yang berperan dalam lipolisis trigliserida kepada gliserol dan asam

(3)

lemak bebas komodogenik. Gliserol merupakan nutrien utama P.acnes dan asam lemak bebas dapat merangsang pembentukan mikrokomedo. Jumlah P.acnes adalah lebih tinggi pada remaja yang menderita akne vulgaris berbanding remaja yang tidak menderita.(Tahir, 2010)

d) Proses inflammasi dan respons imun

Pembentukan mikrokomedo karena produksi sebum yang berlebihan menyebabkan terjadinya distensi yang mengakibatkan ruptur dinding folikel. Hasil ruptur folikel akan menyelubungi permukaan dermis kulit dan menginduksi respon inflammasi oleh neutrofil limfosit CD4+. P.acnes turut berperan dalam proses inflammasi. Dinding sel P.acnes mengandung antigen karbohidrat yang merangsang sistem komplemen dengan menstimulasi penghasilan antibodi. P.acnes akan menarik leukosit polimorfonuklear ke folikel dan neutrofil akan memfagositosis bakteri dengan mensekresi enzim hidrolitik. Enzim hidrolitik yang disekresi dapat menjejaskan struktur dinding folikel sehingga terjadinya ruptur yang memicu respon inflammasi. Kombinasi enzim hidrolitik neutrofil, enzim P.acnes, keratin dan sebum dalam kelenjar sebasea merangsang sekresi mediator inflammasi dan akumulasi limfosit T-helper, neutrofil, dan foreign body giant cells yang memicu kepada pembentukan lesi

inflamatori papul, pustul dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008; Tahir, 2010 ) e) Terjadinya stres psikik yang dapat memicu kegiatan kelenjar sebasea, baik

secara langsung atau melalui rangsangan terhadap kelenjar hipofisis.

f) Faktor lain: usia, ras, familial, makanan, kosmetik, cuaca/musim yang secara tidak langsung dapat memacu peningkatan proses patogenesis akne vulgaris. ( Fleischer JR dkk, 2000; Wasitaatmadja, 2007)

2.4 Gejala Klinis

Daerah predileksi akne vulgaris adalah seperti di muka, bahu, bagian atas dari ekstremitas superior, dada, dan punggung. (Harahap, 2000). Dapat disertai rasa gatal, namun umumnya keluhan penderita adalah keluhan estetis. Akne vulgaris ditandai lesi polimorfik berupa komedo, papul, pustula, nodul, kista dan jaringan

(4)

parut. Komedo adalah gejala patognomonik bagi akne vulgaris berupa papul miliar yang ditengahnya mengandung sumbatan sebum.( Wasitaatmadja, 2007)

Tabel 2.1: Bentuk lesi akne (Fleischer Jr, 2000; Wasitaatmadja, 2007; Harper J.C, 2003; Lubis, 2008)

Bentuk lesi Gambaran klinis Komedo

terbuka(Blackhead komedo)

Dijumpai lesi bewarna hitam yang berdiameter 0.1-3.0 mm. Biasanya berkembang dalam waktu beberapa minggu.

Puncak komedo bewarna hitam akibat terdapat pengaruh melanin.

Komedo tertutup(

Whitehead komedo)

Lesinya kecil dan jelas berdiameter 0.1-3.0 mm. Lesi ini mengalami perbaikan dalam waktu 3-4 hari sebanyak 25%

dan akan berkembang menjadi lesi inflammasi sebanyak 75%.

Papula 50% papula berasal dari mikrokomedo dimana 25%

berasal dari komedo tertutup dan 25% lagi berasal dari komedo terbuka. Ada 2 tipe papula yaitu yang aktif dan tidak aktif. Yang tidak aktif, kurang merah dan lebih kecil dari yang aktif, berdiameter 4 mm.

Pustula Letak pustula dalam atau superficial. Pustula lebih jarang dijumpai dibandingkan papula dan pustula dalam yang sering di jumpai pada akne vulgaris yang berat. Pustula terbentuk dari papula atau nodul yang mengalami peradangan dan dapat bertahan selama 7 hari atau lebih.

Nodul Letaknya lebih dalam dan dapat bertahan selama 8 minggu dan kemudian mengecil. Tetapi, tidak semua nodul yang menghilang, sebahagian akan menjadi parut.

Kista Kista jarang terjadi, bila terbentuk diameter mencapai beberapa centimeter. Bila diaspirasi dengan jarum besar

(5)

akan didapati material kental berupa krem bewarna kuning.

Lesi dapat menyatu menyebabkan terjadinya nekrosis dan peradangan granulomatous, keadaan ini disebut akne konglobata.

Parut Sering disebabkan lesi nodulokistik yang mengalami peradangan berat. Parut dapat dibagi atas 2 bentuk yaitu:

a) Hipertropi, terjadi karena pembentukan jaringan ikat yang berlebihan, contoh:hipertropi dan keloid b) Hipotropi, terjadi oleh karena pembentukan

jaringan ikat yang berkurang, contoh: ice-pick scar dan atropic scar.

2.5 Gradasi

Gradasi yang menunjukkan berat ringannya penyakit diperlukan bagi pilihan pengobatan. Ada berbagai pola pembagian gradasi penyakit akne vulgaris yang dikemukakan. (Wasitaatmadja, 2007)

Tabel 2.2: Gradasi akne vulgaris menurut Pillsbury (1963)

Gradasi Gambaran Klinis

I Komedo di muka

II Komedo, papul, pustul, dan peradangan lebih dalam di muka.

III Komedo, papul, pustul, dan peradangan lebih dalam di muka, dada, punggung.

IV Akne kongloblata

(6)

Tabel 2.3: Gradasi akne vulgaris menurut Frank (1970)

Gradasi Gambaran klinis

I Akne komodonal non-inflamatoar

II Akne komedonal inflamatoar

III Akne papular

IV Akne papulopustular

V Akne agak berat

VI Akne berat

VII Akne nodulokistik/konglobata

Tabel 2.4: Gradasi akne vulgaris menurut Plewig dan Kligman (1975)

Gradasi Gambaran klinis

I Komedonal yang terdiri atas 4 gradasi :

a. bila ada kurang dari 10 komedo dari satu sisi muka, b. bila ada 10 sampai 24 komedo,

c. bila ada 25 sampai 50 komedo, d. bila ada lebih dari 50 komedo.

II Papulopustula yang terdiri atas 4 gradasi yaitu :

a. bila ada kurang dari 10 lesi papulopustula dari satu sisi muka,

b. bila ada 10 sampai 20 lesi papulopustula, c. bila ada 21 sampai 30 lesi papulopustula,

(7)

d. bila ada lebih dari 30 lesi papulopustula.

III Terdapat konglobata

Tabel 2.5: Gradasi akne vulgaris menurut Wasitaatmadja, FKUI(1982)

Gradasi Gambaran klinis

Ringan -beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi

-sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi -sedikit lesi beradang pada 1 predileksi

Sedang -banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi

-beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi -beberapa lesi beradang pada 1 predileksi

-sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi Berat -banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi

-banyak lesi beradang pada 1 atau lebih predileksi

Catatan: sedikit bila lesi <5, beberapa 5 -10, banyak >10 lesi

Tak beradang bila terdapat komedo putih, komedo hitam,papul

Beradang bila terdapat pustule,nodul,dan kista

2.6 Kualitas Hidup Pasien Akne Vulgaris

(8)

Pencitraan diri terdiri daripada gambaran masyarakat dan pengertian seseorang tentang diri mereka sendiri, kemampuan penampilan serta interaksi mereka dengan sekitar. Citra diri merupakan penunjuk derajat kepuasan yang dialami oleh seseorang dalam melakukan aktivitas seharian dan mempengaruhi penilaian kualitas kehidupan. Menurut Gill dan Feinstein, kualitas hidup pasien merupakan respon pasien terhadap kondisi kesehatan mereka dan aspek non-medis kehidupan yang meliputi faktor-faktor seperti pekerjaan, kesejahteraan fisik dan emosional, effisiensi dan interaksi sosial dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dijalankan, sebagian besar peneliti sepakat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup harus dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu secara obyektif dan subyektif. Faktor subyektif merupakan pendapat subyektif pribadi pasien yang meliputi penilaian diri terhadap kondisi fisik mereka (misalnya effisiensi mereka dalam kehidupan sehari-hari), mental (keyakinan diri, depresi dan malu),

Penyakit kulit seperti akne vulgaris merupakan salah satu faktor yang dapat menganggu pencitraan diri seseorang karena dapat mengubah penampilan fisik pasien dan menimbulkan reaksi psikologis berupa

sosioekonomi(jenis pekerjaan dan pendapatan) serta interaksi dengan orang lain. Faktor obyektif merujuk kepada diagnosa pasien secara medis atau psikologis dan hasil pemeriksaan laboratorium.

kurangya keyakinan diri, perasaan malu, marah dan depresi. Kesejahteraan secara fisik, emosional dan mental bergantung kepada pendapat subyektif pasien berhubungan dengan nilai diri dan keyakinan diri mereka. Jika seorang pasien mulai berpikir bahwa dia telah menjadi tidak berharga dan kurang berharga daripada orang lain karena sakit, ia akan mengembangkan citra diri yang negatif. Dengan demikian, akne vulgaris sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien dengan menganggu kondisi mental pasien, penerimaan diri, kemampuan untuk berfungsi secara sosial, dan kemampuan beradaptasi. (A. Potocka dkk, 2009;

Lasek dkk, 1998; Kokandi, 2010; Hanna dkk, 2003)

(9)

Gambaran 2.1 : Dampak akne vulgaris pada kualitas hidup pasien

2.7 Pengukuran kualitas hidup pasien akne vulgaris

Kualitas hidup umumnya diukur dengan menggunakan kuesioner yang telah divalidasi. Beberapa instrumen telah didesain untuk digunakan pada berbagai penyakit, khas untuk gangguan kulit atau memfokus pada satu penyakit tertentu seperti akne vulgaris. Kuesioner “Short Form-36 (SF-36)” dan kuesioner kesehatan secara umum digunakan untuk menilai berbagai penyakit.

Ini dapat digunakan untuk membandingkan dampak penyakit kulit dengan penyakit ya ng mempengaruhi sistem lain. Dermatology Life Quality Index (DLQI) adalah indikator yang lebih sensitif terhadap hubungan penyakit kulit pada kualitas hidup dan dapat digunakan untuk membandingkan satu penyakit kulit dengan penyakit kulit yang lain.

DLQI dikembangkan pada tahun 1994 dan merupakan instrumen pertama yang digunakan untuk mengukur hubungan penyakit kulit dengan kualitas hidup pasien.

Kuesioner DLQI mengandung 10 pertanyaan sederhana yang telah divalidasi dan dapat digunakan pada 33 kondisi kulit yang berbeda. DLQI merupakan instrumen yang paling sering digunakan dalam penelitian jenis terkontrol karena

Kesehatan mental

Hubungan dengan lingkungan dan interaksi sosial Pencitraan diri

Penyakit kulit: Akne vulgaris

Kesehatan fisik Kualitas hidup pasien

Faktor sosioekonomi

(10)

validitas dan reliabilitasnya baik serta cara penilaiannya sederhana. DLQI menilai kualitas hidup pasien dewasa, yaitu berumur 16 tahun dan ke atas dalam 6 kategori, yaitu: penilaian subyektif pasien terhadap gejala klinis, aktivitas sehari-hari, aktivitas sosial, pekerjaan atau pendidikan, hubungan pasien sesama teman dan ahli keluarga serta terapi yang diikuti. Semakin tinggi skor, semakin terganggu kualitas hidup

(Finlay AY, Khan GK, 1994) pasien.

Instrumen spesifik terhadap akne vulgaris termasuk “Acne Disability Index (ADI)”

dan “Cardiff Acne Disability Index (CADI)”. CADI(Motley dan Finlay, 1992) merupakan kueosiner yang mengandung 5 soalan yang telah diringkaskan dari ADI (Motley dan Finlay, 1989). CADI didesain untuk digunakan pada remaja dan dewasa muda yang menderita akne vulgaris. CADI adalah kuesioner yang mengandung 5 soalan yang menilai respons emosional, interaksi sosial, aktivitas seharian dan pandangan subyektif pasien mengenai akne vulgaris yang dideritai.

Skor jawaban setiap pertanyaan adalah dari skala 0-3. Semakin tinggi skor, semakin terganggu kualitas hidup pasien.

Mengukur hubungan akne vulgaris terhadap kualitas hidup dapat membantu seorang dokter yang bertanggungjawab dalam pengobatan pasien akne vulgaris untuk memahami penyakit dari persepsi pasien. Dalam penelitian klinis, obat-obatan baru semakin sering dievaluasi menurut dampak

terapi terhadap kualitas hidup. Dalam

praktek klinis, memahami bagaimana hidup pasien dipengaruhi oleh akne vulgaris dapat membantu dalam menentukan pengobatan yang paling tepat dan sesuai untuk pasien. (Hanna dkk, 2003)

Gambar

Tabel 2.1: Bentuk lesi akne (Fleischer Jr, 2000; Wasitaatmadja, 2007; Harper J.C,  2003; Lubis, 2008)
Tabel 2.2: Gradasi akne vulgaris menurut Pillsbury (1963)
Tabel 2.3: Gradasi akne vulgaris menurut Frank (1970)
Tabel 2.5:  Gradasi akne vulgaris menurut Wasitaatmadja, FKUI(1982)

Referensi

Dokumen terkait

Pada Tabel 4 di atas terlihat bahwa setiap panjang rantai tertentu dari FAME akan memiliki sifat dan menghasilkan kinerja yang berbeda. Karakteristik biodiesel menjadi parameter

Tabel I.4 Perkembangan Jumlah Peminat melalui Seleksi Mandiri Universitas Negeri Malang menurut Fakultas/ Jurusan/Program Studi dan Jenjang Program Studi Trends in Number

Berdasarkan tabel 4.6 di atas tentang jawaban responden mengenai kinerja karyawan, maka diperoleh nilai mean sebesar 4,39 dan indikator yang memiliki nilai mean yang

8 Berdasarkan uraian di atas dengan permasalahan yang berada dalam perusahaan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisa Hubungan

Manfaat dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu landasan ilmiah bagi para peneliti dalam formulasi sediaan tabir surya bahan alam ekstrak etanol

Kajian tersebut dimulai dengan aplikasinya pada paleomagnetisme, yaitu pelacakan arah medan magnetik bumi di masa lampau dan berlanjut hingga awal abad 20, kajian

Skala ukur dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan penilaian dari hasil angket yang telah diisi oleh responden tentang pengaruh terpaan pesan dalam media terhadap proses

Sehingga hal tersebut mengartikan bahwa transmisi kebijakan moneter dalam hal ini kebijakan moneter jalur suku bunga SBI memiliki pengaruh terhadap kinerja