• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK PEMISAHAN KEROSENE AIR DENGAN VARIASI HAMBATAN DOWNSTREAM KE SIDE ARM T- JUNCTION DENGAN SUDUT 60 O PADA SALURAN MIRING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK PEMISAHAN KEROSENE AIR DENGAN VARIASI HAMBATAN DOWNSTREAM KE SIDE ARM T- JUNCTION DENGAN SUDUT 60 O PADA SALURAN MIRING"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK PEMISAHAN KEROSENE – AIR

DENGAN VARIASI HAMBATAN DOWNSTREAM KE SIDE ARM T- JUNCTION DENGAN SUDUT 60

O

PADA SALURAN MIRING

Oleh

1)

Karminto,

2)

Joko Yunianto Prihatin

1),2)

Jurusan Teknik Mesin, Akademi Teknologi Warga Surakarta

Abstract

Research about T-junction as separator still in developing, especially about liquid-liquid flow to get maximum efficiency. Has been done research about dissociation characteristic of kerosene and water applies T- junction with inlet - 1,5

0

orientation of side arm upward with angle of 60

0

. Pipe diameter inlet 36 mm, and side arm pipe diameter 19 mm, from material plexyglass. Variable which in measure is, debit kerosene and secretory water passed side arm and run arm to get its the dissociation efficiency based on speed of superficial kerosene and water according to test matrix. Pressure difference at area T-junction also is measured. To point kerosene flow into side arm hence in doing arrangement of flow resistance at downstream equal to 42%, 57%, and 72%. Based on visualisation and measurement data yields maximum dissociation efficiency equal to 100% happened at its the flow pattern stratified.

Keyword : T-junction, Kerosene-Water, Flow resistance downstream

1. PENDAHULUAN

Junctions (percabangan) dapat dijumpai diberbagai aplikasi sistem perpipaan seperti pada proses kimia, proses produksi dan trasportasi minyak dan gas. Ketika aliran dua fase yang tidak dapat bercampur (gas-cair atau cair-cair) mengalir di dalam pipa lalu bertemu dengan T-junctions, jarang sekali keduanya terbagi dalam rasio yang sama. Adakalanya semua cairan mengalir semua ke side arm (cabang vertikal) namun diwaktu lain semua cairan mungkin saja mengalir menuju run arm (cabang horizontal). Fenomena seperti ini disebut dengan istilah phase maldistribution (distribusi fase tidak merata). Phase maldistribution mempunyai konsekuensi yang negatif dan positif terhadap peralatan yang digunakan.

Pada sisi yang negatif, terjadinya phase maldistribution akan menyebabkan penurunan efisiensi pada peralatan yang digunakan dibagian downstream dari T-junction (Conte & Azzopardi, 2003).

Sisi positifnya, phase maldistribution yang terjadi dapat digunakan sebagai alat yang berguna pada proses industri, yaitu sebagai partial separator phase (Azzopardi dkk, 2002). Di lokasi pengeboran minyak lepas pantai (offshore), separator (alat pemisah) diperlukan untuk memisahkan minyak mentah dari unsur-unsur lain (gas, air, lumpur, dan lain sebagainya) yang terkandung dalam perut bumi.

Separator yang umum digunakan adalah suatu bejana (vessels) besar yang terbuat dari baja, yang pembuatannya memerlukan biaya yang sangat mahal dan diperlukan tempat yang luas untuk lokasi peletakannya. Selain itu, besarnya resiko yang ditimbulkan dari material yang mudah terbakar yang tersimpan di dalam vessels harus diminimalkan. Oleh karena itu, diperlukan separator yang lebih sederhana instalasinya, murah dalam pembuatannya, compact bentuknya dan aman penggunaannya, sehingga hal yang lebih mungkin adalah memanfaatkan phase maldistribution yang terjadi pada T- junction untuk proses pemisahan fase.

Azzopardi dan Whalley (1982) melakukan penelitian tentang pemisahan aliran dua fase gas-cair

pada pola aliran annular di T-junction. Mereka menyatakan bahwa cairan yang mengalir menuju ke side

arm berasal dari lapisan film pada dinding pipa utama. Hal ini terjadi karena cairan yang ada di dalam

lapisan film memiliki momentum flux yang sama dengan gas dan keduanya relatif mudah untuk

dipisahkan. Sebaliknya dengan cairan yang drops didalam aliran gas mempunyai momentum flux yang

lebih tinggi sehingga tidak mudah untuk dipisahkan. Azzopardi dan Whalley juga menyatakan bahwa

(2)

fraksi gas dan cairan film yang mengalir ke side arm berasal dari segmen yang sama pada pipa utama.

Penelitian tentang pemisahan fase di T-junction dengan berbagai macam orientasi pada kemiringan side arm telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Seeger dkk. (1986), Penmatcha dkk. (1996), Marti dan Shoham (1997), mereka melakukan eksperimen pemisahan fase di T-junction dengan fokus penelitiannya pada inlet T-junction dan tiga jenis orientasi pada kemiringan side arm yaitu : horizontal, vertikal upward (arah aliran ke atas), dan vertikal downward (arah aliran kebawah).

Pada pembagian aliran fluida di T-junctions sangat tidak mudah untuk memprediksi seberapa besar cairan yang mengalir ke side arm dan run arm. Geometri T-junctions, pola aliran di upstream T-junction, kemiringan side arm, laju aliran massa fluida, dan fraksi gas yang mengalir ke side arm merupakan variabel-variabel penting yang menentukan pemisahan fase cairan diantara arm dari T-junctions. Guna memudahkan dalam memprediksi kejadian di T-junctions maka ditetapkan delapan variabel yang berhubungan dengan pemisahan aliran fluida yaitu laju aliran massa gas dan cairan m

1

, m

2

, m

3

, kualitas di tiap cabang x

1,

x

2

,x

3,

dan pressure drops yang berhubungan dengan junctions seperti ditunjukkan oleh gambar 1. (Wren dan Azzopardi, 2004).

Gambar 1. Variabel yang berhubungan dengan pemisahan aliran di T-junctions

Fraksi kerosene yang terpisahkan =

̇

̇

dan fraksi air yang terpisahkan =

̇

̇

.

Fraksi massa terpisahkan =

̇

̇

. Untuk efisiensi pemisahan, Persamaan yang dipakai adalah:

= F

k

=

1

1 x

. 1 .

3

m m (

.

1 .

3

m

m  x

1

...(1)

= 1 - F

w

= -

) 1 (

1 x

1

.

1 .

3

m m +

) 1 (

1 x

1

(

.

1 .

3

m

m ≥ x

1

)...(2)

Pada kesempatan ini, penulis mencoba melakukan penelitian mengenai pengaruh hambatan aliran pada downstream terhadap karakteristik pemisahan kerosene dan air menggunakan T-junction dengan inlet -1,5

o

orientasi upward side arm dengan sudut 60

0

. Diameter inlet 36 mm, dan diameter side arm 19 mm, dari bahan plexyglass.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengamati proses pemisahan, mengetahui efisiensi pemisahan antara kerosene dan air.

2. BAHAN DAN METODE A. Alat Dan Bahan

Untuk malakukan penelitian ini diperlukan alat dan bahan sebagai berikut : 1. Fluida kerjanya Kerosene dan air, dengan properties masing-masing adalah :

m

1

m

2

x

1

x

2

Inlet Run arm

Side arm

m

3

x

3

(3)

Tabel 1. Properties fluida kerja

Fluida kerja Densitas (kg/m

3

) Viskositas (kg/ms)

Kerosene 819 0,00192

Air 998 0,00102

2. Pipa dari bahan plexiglass dengan diameter 1,5 inchi = 0,0381 m untuk saluran inlet dan diameter 0,75 inchi = 0,01905 m untuk saluran side arm.

3. Pompa untuk mensirkulasikan kerosene dan air, dengan spesifikasi sebagai berikut:

4. Stopwatch untuk mengatur waktu 5. pengambilan data pada saat pengujian.

6. Mixer sebagai pencampur antara kerosene dan air sebelum dialirkan ke seksi uji.

7. Flowmeter kerosene dan air untuk mengukur debit aliran kerosene dan air dengan spesifikasi : Tabel 2. Spesifikasi Flowmeter kerosene dan air

Flowmeter kerosene Flowmeter air

Merk Tech Fluid Omega

Kapasitas 100 – 1000 ltr/hr 0 – 15 GPM

8. Katup untuk mengatur jumlah debit air dan kerosene yang akan dialirkan ke seksi uji.

9. Tangki penampung/Reservoir untuk menampung fluida Jumlah : 4 buah

Kapasitas : 250 liter

10. Pipa berdiameter dalam 14 cm dan tinggi 110 cm dari bahan plexiglass digunakan sebagai tangki ukur dan separotor, yang berfungsi untuk menilai besarnya fraksi massa yang keluar dari kedua outlet dan untuk memisahkan campuran kerosene dan air supaya bisa digunakan kembali dalam pengujian selanjutnya.

11. Sony Handycam camera untuk merekam pola aliran yang terjadi pada proses pemisahan di T- junction.

12. Manometer untuk mengukur perbedaan tekanan antara inlet-run, inlet-side arm dan run-side arm.

Cara pengujian

Cara pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kerosene terlebih dahulu dipompakan dari tangki penampungan ke dalam pipa saluran sampai penuh, selanjutnya air dipompakan dari tangki penampungan kedalam pipa saluran sehingga kerosene dan air akan bercampur di dalam mixer.

2. Setelah kerosene dan air bercampur di dalam mixer, kemudian debit aliran keduanya diatur dengan menggunakan flowmeter dengan nilai besaran sesuai dengan matriks tes penelitian.

Model : PS 226 BI

Max. Cap. : 60 ltr/min

Suct. Head : 9 m

Disch. Head : 31 m

Total Head : 40 m

Output : 200 Watt V/Hz/Ph : 220/50/1

RPM :2850

Size : 1” x 1”

(4)

Tabel 3. Matriks tes penelitian No. Kecepatan superficial air

J

w

(m/s)

Kecepatan superficial kerosene J

k

(m/s)

1 0,10 0,10

2 0,15 0,12

3 0,20 0,14

4 0,25 0,16

5 0,30 0,18

6 0,35 0,20

7 0,40 0,22

3. Aliran campuran kemudian mengalir menuju seksi uji dan besarnya fraksi massa campuran yang keluar dari kedua outlets diukur. Pengukuran dilakukan dengan cara menampung fraksi massa campuran yang keluar dari masing-masing outlets secara bersamaan selama waktu yang telah ditentukan kemudian di masukkan ke dalam tangki ukur.

4. Fraksi massa campuran yang sudah selesai seanjutnya dipisahkan di separator, setelah terpisah kerosene dan air kemudian dimasukkan kembali ke tangki penampungan untuk digunakan lagi pada pengambilan data selanjutnya

Gambar 2. Skema instalasi penelitian

5. Fraksi massa campuran yang sudah selesai seanjutnya dipisahkan di separator, setelah terpisah kerosene dan air kemudian dimasukkan kembali ke tangki penampungan untuk digunakan lagi pada pengambilan data selanjutnya

Gambar 3. Sudut T-junction

(5)

Parameter yang diukur.

Adapun parameter yang akan diukur meliputi : 1. Debit kerosene yang melalui inlet.

2. Debit air yang melalui inlet.

3. Debit kerosene yang melalui side arm.

4. Debit air yang melalui side arm.

5. Debit kerosene yang melalui run arm.

6. Debit air yang melalui run arm.

7. Visualisasi pola aliran.

Diagram alir penelitian.

Gambar 4. Diagram alir penelitian

(6)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pemisahan Fasa

Dari penelitian ini, data hasil pemisahan fasa disajikan berdasarkan perbandingan fraksi kerosene dan fraksi air yang mengalir ke side arm. Pengaturan hambatan aliran pada downstream sebesar 42%, 57

% dan 72% dari total aliran yang mengalir di downstream dan kondisi water cut 45 %, 53%, 64% dan 71%. Hasil pemisahan fasa kerosene-air (gambar 5) menunjukkan bahwa pemisahan fasa terjadi bila hambatan aliran pada downstream sebesar 42 % jumlah fraksi kerosene sekitar 90 % yang masuk ke side arm dan jumlah fraksi air lebih sedikit. Sedangkan (gambar 6) menunjukkan bahwa kerosene lebih mudah mengalir ke side arm bila hambatan aliran pada downstream sebesar 57%, tapi jumlah fraksi air masih banyak yang ikut masuk ke side arm. Kondisi water cut dan kecepatan superficial campuran memberikan pengaruh terhadap hasil pemisahan fasa. Semakin kecil nilai water cut maka pemisahan fasa semakin baik. Pemisahan fasa yang terjadi pada pengaturan hambatan aliran downstream baik 42%, 57% maupun 72% pada kecepatan superficial campuran 0,37 m/s; 0,46m/s dan 0,58 m/s dimana 98 % kerosene mengalir ke side arm

Gambar 7.Pemisahan fasa pada hambatan aliran downstream 72%.

B. Efisiensi PemisahanFasa

Efisiensi pemisahan yang diperoleh menunjukkan kecenderungan grafik yang sama, baik water cut 45 %, 53 %, 64 % dan 71%. Lihat gambar 8 di mana semua data fraksi massa yang mengalir keside arm terletak pada garis pemisahan ideal kedua yang menunjukkan bahwa air murni mengalir ke run arm dan campuran mengalir ke side arm. Kondisi ini terjadi ketika di atur hambatan aliran pada downstream melalui sebuah katup. Selain itu, pengaturan kecepatan superficial kerosene dan kecepatan superficial air mengakibatkan terbentuk polaaliran yang berbeda pada bagian inlet T-junction yang mempengaruhi efisiensi pemisahan fasa. Dalam penelitian ini, pada kecepatan superficial air 0,1 m/s dan kecepatan aliran kerosene 0,1 m/s bentuk alirannya stratified.

Kenaikan kecepatan minyak menjadi 0,2 m/s menghasilkan bentuk aliran stratified dan mixture interface atau three layer. Efisiensi pemisahan fasa tertinggi sebesar 98 % terjadi ketika pengaturan hambatan aliran pada downstream sebesar 42 % dan 57 % pada kecepatan superficial campuran 0,55 m/s (J

w

= 0,35 m/s danJ

k

= 0,20 m/s) ,pengaturan hambatan downstream 57% efisiensi 98% terjadi pada

Gambar 5.Pemisahan fasa pada hambatan aliran downstream 42%.

Gambar 6.Pemisahan fasa pada hambatan

alirandownstream 57%.

(7)

kecepatan superficial campuran 0,38 m/s (J

w

=0,20 m/s danJ

k

=0,18 m/s), sedangkan pengaturan hambatan downstream 72% efisiensi 65% terjadi pada kecepatan superficial campuran 0,42 m/s (J

w

= 0,30 m/s danJ

k

= 0,12 m/s), pola aliran yang terbentuk adalah stratified, dapat dilihat pada gambar 10. Water cut juga sangat mempengaruhi dalam pemisahan fasa.

Semakin rendah water cut semakin tinggi puncak efisiensi pemisahan yang dicapai. Dari gambar 8 menunjukkan puncak efisiensi pemisahan mencapai 98% pada kecepatan superficial campuran sebesar 0,38 m/s dan 0,55 m/s (J

w

= 0,20 m/s : J

k

= 0,18 m/s dan J

w

= 0,35 m/s : J

k

= 0,20 m/s ). Pada gambar 9.Perbandingan efisiensi pemisahan fasa water cut 64% dengan hasil penelitian Ega T Berman (2009) dimana efisiensi maksimal 70% padaJ

mix

= 0.32 m/s sedangkan hasil penelitian ini maksimal 98 % pada J

mix

= 0.55 m/s.

Gambar 8.Efisiensi pemisahan fasa pada hambatan aliran downstream 42% , 57% dan 72% a)Water cut 45%. b) Water cut 53%. c)Water cut 64%. d)Water cut71%.

Gambar 9.Perbandingan efisiensi pemisahan fasa water cut 64% dengan hasil penelitian Ega T Berman

( a ) (b )

( c ) ( d )

(8)

Gambar 10.Pola aliran stratified pada J

w

= 0,35 m/s dan J

k

= 0,20 m/s.

a) Inlet. b) Seksi uji

4. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan :

1. Pada hambatan aliran downstream sebesar 42 %, 57% dan 72% menghasilkan efisiensi pemisahan kerosene sebesar 98 % terjadi pada kecepatan superficial campuran 0,55 m/s (J

w

= 0,35 m/s dan J

k

= 0,20 m/s) dan kecepatan superficial campuran 0,38 m/s (J

w

=0,20 m/s dan J

k

=0,18 m/s), sedangkan hambatan aliran downstream 72 %, efisiensi pemisahan 65% terjadi pada kecepatan superficial campuran 0,42 m/s (J

w

= 0,30 m/s danJ

k

= 0,12 m/s).

2. Efisiensi pemisahan maksimum sebesar 100% terjadi pada water cut 64%.

3. Pola aliran pada efisiensi pemisahan maksimal adalah stratified.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1] Azzopardi B.J, Colman D.A, Nicholson D, 2002.Plant application of a T-junction as a partial phase separator.Trans I Chem E. Vol. 80, part A, pp 87-96.

[2] Conte G, Azzopardi B.J, 2003. Film thicness variation about a T-junction. International Journal of Multiphase Flow. Vol. 29, pp. 305-328.

[3] Ega Taqwali Berman, 2009. Studi eksperimental pengaruh variasi sudut T-junction terhadap karakteristik pemisahan kerosene-air. Tesis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

[4] Rodriguez,O.M.H.,Oliemans,R.V.A.,2006.experimental Study on Oil-Water Flow in Horizontal and Slightly Inclined Pipes. International Journal of Multiphase Flow. Vol. 32, pp. 323-343.

[5] Wang Li-yang, Wu Ying-xiang, ZhengZhi-chu, Guo Jun, Zhang Jun, Tang Chi, 2007. Oil-water two-phase flow inside T-junction.Journal of Hydrodynamic.Vol. 20(2), pp.147-153.

[6] Yang L, Azzopardi B.J, 2006.Phase split of liquid- liquid two-phase flow at a horizontal

a. T-junction.International Journal of Multiphase Flow. Vol. 33(2),pp. 207-216

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dapat meningkatkan rasio jumlah udara bahan bakar (AFR) dan proses pencampuran udara bahan bakar berlangsung lebih sempurna. 3) Sirkulasi udara dalam ruang

Sedangkan untuk penyu hijau belum ada prosedur khusus untuk pengelolaan kawasan peneluran penyu secara alami, yang diterapkan pada saat ini hanya penjagaan

Nilai APE pada anak jalanan tidak jelas berhubungan dengan lama paparan, namun nilai indeks APE pada kelompok dengan paparan lebih dari 5 tahun dan terpapar lebih dari 5 jam

Evaluasi Pelaksanaan Penemuan dan Pengobatan Malaria oleh Juru Malaria Desa (JMD) pada Program Pemberantasan Malaria di Kabupaten Purworejo Tahun 2005.. Penyakit malaria masih

Penelitian ini bertujuan Mendeskripsikan tindakan peneliti dalam melakukan layanan konseling kelompok dengan teknik behavioral contractdalam meningkatkan etika siswa

Sistem informasi AMP saat ini yang dilaksanakan di Dinas Kesehatan Kabupaten Buton memiliki 5 (lima) entitas dan 2 (dua) file yang diolah untuk menghasilkan informasi sedangkan

Dari deskripsi di atas, subjek perempuan berkemampuan tahfidz tinggi (SPTT) pada aspek generalisasi memenuhi kriteria sesuai dengan indikator pada rubrik observasi

Daerah Aliran Sungai (menurut Undang-undang NO. 7 Tahun 2004 tentang SDA DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak