• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MEDIUM YANG TERCEMAR DETERJEN TERHADAP PERTUMBUHAN, KANDUNGAN ALGINAT DAN KLOROFIL Sargassum sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MEDIUM YANG TERCEMAR DETERJEN TERHADAP PERTUMBUHAN, KANDUNGAN ALGINAT DAN KLOROFIL Sargassum sp."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

13

PENGARUH MEDIUM YANG TERCEMAR DETERJEN TERHADAP PERTUMBUHAN, KANDUNGAN ALGINAT DAN

KLOROFIL Sargassum sp.

EFFECT OF DETERGENT CONTAMINATED MEDIUM ON GROWTH, ALGINATE AND CHLOROPHYLL CONTENT OF Sargassum sp.

Bountyfa, Moch. Amin Alamsjah dan Sri Subekti Fakultas Perikanan dan Kelautan - Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo – Surabaya 60115 Telp. 031-5911451

Abstract

Type of seaweed that could potentially generate alginate is the class Phaeophyceae (brown algae). Important factor affecting growth is the environmental factor. One form of common pollution is detergents, considering many of household activities using detergent. The purpose of this study was to determine the growth, alginate and chlorophyll content of Sargassum sp. of the contaminated detergent medium. The treatment used is the different dose of detergent, i.e. treatment A (control), B (0.1 mg/l), C (0.2 mg/l), D (0.3 mg/l) and E (0.4 mg/l), each treatment was replicate 4 times. The main parameters observed was growth, alginate and chlorophyll content of Sargassum sp. Supporting parameters observed are temperature, salinity and pH of the culture medium. Data analysis used was Analysis of Variance (ANOVA) and to know the difference between the treatments, Duncan Multiple Range Test was performed.

The results of this study showed that the addition of detergent significantly affect growth in 4th week of the study (p<0.05) where the highest growth at treatment A (1.52±0.61 %) and lowest in treatment E (0.37±0.27 %). In the alginate content found any significant effect (p<0.05), which contained the highest content of alginate in the treatment A (9.3684±4.79 %) and lowest in treatment C (4.2821±0.34 %), D (4.1225±0.8 %) and E (3.3474±0.26 %). On chlorophyll a did not reveal any significant effect (p>0.05), whereas in final chlorophyll c1+c2

reveal any significant effect (p<0.05). The highest amount of chlorophyll present in treatment A (0.014679±0.0032) and lowest in treatment E (0.009827±0.0009).

Keywords : Sargassum, detergent, growth, alginate, chlorophyll

Pendahuluan

Rumput laut memiliki banyak manfaat bagi industri makanan, farmasi, kosmetik dan tekstil. Jenis rumput laut yang berpotensi menghasilkan alginat adalah rumput laut kelas Phaeophyceae (alga coklat). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Sargassum adalah faktor lingkungan (Kasiam, 2011). Seiring bertambahnya jumlah penduduk, laut yang merupakan tempat bermuaranya sungai akan turut membawa limbah ke dalamnya sehingga tempat hidup Sargassum sp.

(2)

14

rentan terhadap pencemaran. Bentuk pencemaran yang paling umum dijumpai adalah deterjen, mengingat banyaknya kegiatan rumah tangga sehari-hari yang memakai deterjen.

Salah satu kandungan dari deterjen adalah gugus alkil benzen. Gugus ini sangat stabil sehingga sulit diuraikan oleh bakteri (Manik dan Edward, 1987). Hal ini akan berakibat pada sulit terdegradasinya deterjen dan akhirnya terakumulasi di alam (Susana dan Rositasari, 2009). Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat diketahui bahwa rumput laut menempati habitat yang rentan pencemaran. Pada sisi lain, faktor lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan dari rumput laut, dalam hal ini Sargassum, sehingga timbul suatu gagasan untuk melakukan penelitian di laboratorium. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan, kandungan alginat dan klorofil Sargassum sp. dari medium yang tercemar deterjen.

Materi dan Metode

Penelitian ini dilaksanakan pada 6 Mei hingga 13 Agustus 2011 di Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Proses ekstraksi alginat dilakukan di Laboratorum Kimia Organik Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Proses ekstraksi klorofil dilakukan di Laboratorium Kering Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 unit akuarium berukuran (50x20x30) cm3, tandon air laut, selang plastik, pipa plastik, batu karang, pompa, tali, centrifuge, tabung venojet, mortar, tabung cuvet, gelas ukur, pipet, timbangan digital, water bath, pompa vakum, kertas saring, corong buchner, termometer, hidrometer, spektrofotometer dan pH indikator universal. Bahan penelitian yang digunakan adalah Sargassum sp., air laut dan deterjen.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan empat ulangan :

A : tanpa deterjen (kontrol) B : penambahan deterjen 0,1 mg/l C : penambahan deterjen 0,2 mg/l

(3)

15 D : penambahan deterjen 0,3 mg/l E : penambahan deterjen 0,4 mg/l

Parameter utama pada penelitian ini terdiri dari pertumbuhan yang diukur seminggu sekali, kandungan alginat dan klorofil dari Sargassum sp yang diukur pada awal dan akhir penelitian.

Laju Pertumbuhan Harian (DGR) (Huglund et. al., 1996 dalam Mamboya et. al., 1999)

Keterangan :

DGR = Laju pertumbuhan harian (%) Wt = Biomass pada hari t (gram) Wo = Biomass awal (gram) T = Umur tanaman

Kandungan Alginat (Yulianto, 1999)

Berat kering alginat (berupa Na alginat) yang dihasilkan

Yield (%) = x 100%

Berat kering bahan makroalga sebelum diekstraksi Jumlah Klorofil (Jeffrey and Humphrey, 1975)

Klorofil a = 11.47 A664 - 0.4 A630

Klorofil c1 + c2 = 24.36 A630 - 3.73 A664

µg klorofil dalam absorban µmol klorofil dalam ekstrak =

berat molekul klorofil

Berat molekul klorofil a adalah 894 dan klorofil c adalah 610.

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa medium yang tercemar deterjen tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap laju pertumbuhan harian Sargassum sp. pada minggu ke-1 hingga minggu ke-3. Pada minggu ke-4 ditemukan adanya pengaruh nyata (p<0,05) terhadap laju pertumbuhan harian Sargassum sp. Hasil tersebut dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan, yang menunjukkan bahwa persentase laju pertumbuhan harian Sargassum sp. tertinggi pada perlakuan A (1,52±0,61 %) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan B (1,23±0,86 %), C (1,17±0,86 %) dan D (0,89±0,62 %). Persentase laju pertumbuhan harian

(4)

16

Sargassum sp. terendah terdapat pada perlakuan E (0,37±0,27 %) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan B (1,23±0,86 %), C (1,17±0,86 %) dan D (0,89±0,62 %). Sedangkan perlakuan A (1,52±0,61 %) berbeda nyata dengan perlakuan E (0,37±0,27 %).

Hasil analisis statistik selanjutnya menemukan bahwa medium yang tercemar deterjen berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kandungan alginat. Hasil tersebut dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan yang menunjukkan bahwa kandungan alginat tertinggi terdapat pada perlakuan A (9,3684±4,79 %), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan B (6,9763±3,69 %). Kandungan alginat terendah terdapat pada perlakuan C (4,2821±0,34 %), D (4,1225±0,8 %) dan E (3,3474±0,26 %), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan B (6,9763±3,69 %).

Hasil analisis statistik pada parameter medium dan klorofil menunjukkan bahwa medium yang tercemar deterjen tidak berpengaruh terhadap jumlah klorofil a (p>0,05), sedangkan terhadap jumlah klorofil c1+c2 menunjukkan pengaruh yang

nyata (p<0,05). Hasil tersebut dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan yang menunjukkan bahwa jumlah klorofil tertinggi terdapat pada perlakuan A (0,014679±0,0032) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan B (0,011739±0,001), C (0,012126±0,0028) dan D (0,011353±0,0016). Jumlah klorofil terendah terdapat pada perlakuan E (0,009827±0,0009) yang berbeda nyata dengan perlakuan A (0,014679±0,0032), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan B (0,011739±0,001), C (0,012126±0,0028) dan D (0,011353±0,0016).

Kisaran kualitas air selama penelitian yaitu suhu 26-29 oC dan salinitas 30-31 ‰. Kisaran kualitas air selama penelitian ini masih sesuai dengan pernyataan Kadi (2007) yaitu Sargassum tumbuh subur pada perairan dengan suhu 27,25-29,30 oC serta salinitas 32-33,5 ‰. Nilai pH selama penelitian yaitu 8, hal ini menunjukkan bahwa pH selama penelitian masih dalam kisaran layak untuk pertumbuhan Sargassum sp., sesuai dengan pernyataan Fu et. al. (1999) yaitu kondisi pH terbaik untuk kultur makroalga berkisar dari 7,5 hingga 9.

Pada penelitian ini, pergerakan air didapatkan dari sistem sirkulasi air yang berasal dari pompa yang dipasang pada akuarium. Dring (1982) dalam Sulistijo dan Szeifoul (2006) menjelaskan bahwa dengan adanya pergerakan air, nutrisi

(5)

17

akan terus terpenuhi dan digunakan alga untuk tumbuh dan berkembang. Tidak adanya pergerakan air menyebabkan nutrisi akan habis karena digunakan alga terus menerus dan tidak ada pemasukan nutrisi yang baru. Makroalga membutuhkan nutrisi dari lingkungan untuk tumbuh dan berkembang. Nutrisi tersebut berupa fosfor, nitrogen, sulfur, kalsium dan silika dalam jumlah sedikit. Unsur yang paling banyak dibutuhkan adalah C, H dan O (Efendi, 2009). Nutrisi yang dibutuhkan Sargassum sp. pada penelitian ini didapatkan dari pergantian air laut yang dilakukan setiap 3 hari sekali sebanyak 100 %.

Pencahayaan pada penelitian ini didapat dari cahaya matahari langsung, karena lokasi penelitian yang berada di luar ruangan. Fotoperiod yang digunakan selama penelitian diasumsikan yaitu 12 jam terang dan 12 jam gelap. Pada penelitian ini, tiap satuan percobaan mendapat sinar matahari langsung yang merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut. Kondisi dimana semua rumput laut mendapat cahaya matahari secara langsung akan berdampak pada proses fotosintesis Sargassum sp. yang akan mendukung pertumbuhan dari rumput laut karena nutrisi untuk tumbuh tercukupi. Dengan kata lain kondisi pencahayaan tempat penelitian dapat dikatakan layak untuk mendukung pertumbuhan dari Sargassum sp.

Berdasarkan hasil pengamatan pertumbuhan berat Sargassum sp. tiap minggunya, didapatkan angka laju pertumbuhan harian dari tiap perlakuan. Laju pertumbuhan harian Sargassum sp. tertinggi terdapat pada perlakuan A (1,52±0,61 %) yang tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan perlakuan B (1,23±0,86 %), C (1,17±0,86 %) dan D (0,89±0,62 %). Hal ini dikarenakan kondisi tempat hidup Sargassum sp. pada perlakuan A tidak tercemar deterjen, sedangkan pada perlakuan B, C dan D meskipun tempat hidupnya tercemar deterjen, dosis deterjen tersebut tidak sampai membuat pertumbuhannya terhambat sehingga persentase laju pertumbuhannya tidak berbeda nyata dengan perlakuan A. Pada perlakuan A (1,52±0,61 %) dan E (0,37±0,27 %) terdapat perbedaan nyata (p<0,05). Hal ini dikarenakan tempat hidup Sargassum sp. pada perlakuan E mengandung deterjen dalam dosis yang mampu menghambat pertumbuhan Sargassum tersebut.

Pertumbuhan terhambat karena energi metabolik yang seharusnya digunakan tumbuh digunakan untuk bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang

(6)

18

tidak menguntungkan. Sesuai dengan pernyataan Warren (1971) dalam Rejeki dkk. (2006) bahwa organisme akuatik memiliki adaptasinya sendiri untuk mempertahankan kondisi internal mereka untuk hidup dan tumbuh. Deterjen yang digunakan pada penelitian ini merupakan jenis Linier Alkilbenzen Sulfonat (LAS) yang merupakan deterjen ionik. Deterjen ionik merupakan agen pelarut yang kuat dan cenderung membuat denaturasi protein, yang pada akhirnya merusak aktivitas dan fungsi protein (Wikipedia, 2011).

Deterjen termasuk dalam golongan polutan toksik yang berupa bahan-bahan yang tidak alami dan dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan, tingkah laku, dan karakteristik morfologi berbagai organisme akuatik (Effendi, 2003). Diduga juga karena deterjen yang digunakan dalam penelitian ini adalah deterjen ionik yang merupakan agen pelarut yang kuat sehingga sebagian dinding sel terlarut oleh deterjen. Terlarutnya dinding sel ini akan berakibat pada terhambatnya pertumbuhan Sargassum sp. Sesuai dengan pernyataan Haslam (1995) dalam Effendi (2003) yang menjelaskan bahwa surfaktan berinteraksi dengan sel dan membran sel sehingga menghambat pertumbuhan sel. Lobban and Harisson (1994) menjelaskan bahwa dinding sel penting untuk pertumbuhan sel dan proses perkembangan contohnya untuk pembentuk poros dalam zigot dan percabangan tumbuhan. Jika dinding sel terlalu lemah, perkembangan kemungkinan tidak mungkin terjadi.

Kandungan alginat tertinggi terdapat pada perlakuan A (9,3684±4,79 %), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan B (6,9763±3,69 %). Hal ini diduga disebabkan medium pada perlakuan A tidak tercemar deterjen sehingga kandungan alginatnya merupakan yang paling baik diantara kelima perlakuan. Kandungan alginat pada penelitian ini semakin kecil seiring meningkatnya konsentrasi deterjen pada medium. Hal ini kemungkinan disebabkan alginat yang merupakan metabolit primer terbentuk mengikuti pertumbuhan dari rumput laut tersebut. Pertumbuhan yang paling baik akan menghasilkan kandungan alginat yang paling baik pula, sesuai dengan hasil pertumbuhan dan kandungan alginat pada perlakuan A.

Struktur sel alga coklat terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan dalam yang terdiri dari selulose sebagai kerangka struktural utama dan lapisan luar bergelatin

(7)

19

yang terdiri dari asam alginat dan fucoidan (Reddy, 1996). Sebelumnya telah disebutkan bahwa deterjen ionik merupakan agen pelarut yang kuat, sehingga sebagian dinding sel dari Sargassum sp. kemungkinan ikut terlarut. Hal lain yang diduga menjadi penyebab menurunnya kandungan alginat pada Sargassum sp. yang dipaparkan deterjen adalah karena sebagian asam alginat yang diketahui terletak pada dinding sel bagian luar ikut terlarut oleh deterjen

Kandungan alginat terendah terdapat pada perlakuan C (4,2821±0,34 %), D (4,1225±0,8 %) dan E (3,3474±0,26 %), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan B (6,9763±3,69 %). Hal ini kemungkinan disebabkan karena konsentrasi deterjen pada medium perlakuan C, D dan E lebih tinggi dibanding pada perlakuan lainnya yang menyebabkan kandungan alginatnya juga rendah, mengikuti pertumbuhannya yang juga rendah seiring meningkatnya konsentrasi deterjen.

Berdasarkan hasil penghitungan SPSS terlihat bahwa medium yang tercemar deterjen tidak berpengaruh terhadap jumlah klorofil a, tapi berpengaruh pada jumlah klorofil akhir c1+c2. Dapat dikatakan bahwa meskipun deterjen

mempengaruhi pertumbuhan dari Sargassum pada perlakuan E yang memiliki laju pertumbuhan harian terendah, tapi deterjen tidak mempengaruhi jumlah klorofil a yang tetap terbentuk selama penelitian 30 hari.

Molekul klorofil terdiri dari terdiri dari dua bagian yaitu cincin porphyrin yang berfungsi dalam penyerapan cahaya dan rantai hidrofobik phytol yang menjaga klorofil tetap melekat di dalam membran fotosintetik (Karp, 2008). Pada klorofil c1+c2 tidak ditemukan adanya rantai phytol (Lüning, 1990), hal inilah

yang diduga menjadi penyebab turunnya jumlah klorofil c1+c2 akhir pada

Sargassum sp. yang terpapar deterjen. Karena dengan tidak adanya rantai phytol yang akan menjaganya tetap melekat di dalam membran fotosintetik, ketika terdapat deterjen yang bersifat sebagai pelarut yang kuat, kemungkinan akan membuat sebagian klorofil c1+c2 ikut terlarut pula sehingga jumlahnya menurun.

Kesimpulan

Medium yang tercemar deterjen berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap persentase laju pertumbuhan harian pada minggu ke-4 dan kandungan alginat

(8)

20

Sargassum sp., tapi tidak berpengaruh terhadap jumlah klorofil a (p>0,05), sedangkan terhadap jumlah klorofil c1+c2 akhirmenunjukkan pengaruh yang nyata

(p<0,05).

Daftar Pustaka

Efendi, E. 2009. Makroalga. http://www.docstoc.com/docs/10958317/makroalga. 12 Mei 2011. 11 p.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hal.

Fu, T. J., G. Singh and W. R. Curtis. 1999. Plant Cell and Tissue Culture for the Production of Food Ingredients. Plenum Publisher. New York. 290: 172.

Jeffrey, S. W. and G. F. Humphrey. 1975. New Spectrophotometric Equations for Determining Chlorophylls a, b, c1 and c2 in Higher Plants, Algae and Natural Phytoplankton. Biochemie und Physiologie der Pflanzen. 167: 191–194.

Kadi, A. 2007. Beberapa Catatan Kehadiran Marga Sargassum di Perairan Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI. Jakarta. 14 hal.

Karp, G. 2008. Cell and Molecular Biology. John Wiley and Sons Pte Ltd. pp. 219-220.

Kasiam, R. S. 2011. Pertumbuhan Talus Makroalga Sargassum crassifolium J. Agardh dan Sargassum hystrix J. Agardh, dan Korelasinya terhadap Faktor Lingkungan (Abstrak). Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. hal. 1.

Lobban, C. S. and P. J. Harrison. 1994. Seaweed Ecology and Physiology. Cambridge University Press. Cambridge. 366: 11.

Lüning, K. 1990. Seaweeds. Their Environments, Biogeography, and Ecophysilogy.Wiley-Interscience Publication. New York. 527 : 287-294.

Mamboya, F. A., H. B. Pratap, M. Mtolera dan M. Björk. 1999. The Effect of Copper on the Daily Growth Rate and Photosynthetic Efficiency of the Brown Macroalga Padina boergeseni. Institute of Marine Sciences. Zanzibar. 8 p.

Manik, J. M. dan Edward.1987. Sifat-Sifat Deterjen dan Dampaknya terhadap Perairan. Oseana, XX (1) : 25-34.

Reddy, S. M. 1996. University Botany–I : Algae, Fungi, Bryophyta and Pteridophyta. New Age International. New Delhi. 432 p.

(9)

21

Rejeki, S., Desrina dan A. R. Mulyana. 2006. Chronic Affects of Detergent Surfactant (Linear Alkylbenzene Sulfonate/LAS) On The Growth and Survival Rate of Sea Bass (Lates calcalifer Bloch) Larvae. 18 p.

Sulistijo dan Szeifoul. 2006. Pengaruh Pergantian Air Laut terhadap Perkembangan Zigot Sargassum polycystum. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 41: 15-38.

Susana, T. dan R. Rositasari. 2009. Dampak Deterjen terhadap Foraminifera di Kepulauan Seribu Bagian Selatan, Teluk Jakarta. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 35 (3): 335-352.

Wikipedia. 2011. Cell Disruption. http://en.wikipedia.org/wiki/Cell_disruption. 30 Juli 2011. 4 p.

Yulianto, K. 1999. Ektraksi Alginat Makroalga Coklat Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh Asal Pulau Bunaken dan Pulau Ambon, Melalui Proses Kalsium Alginat dan Asam Alginat. Seminar Kimia Nasional Bahan Alam ’99 Universitas Indonesia – UNESCO. Jakarta. 7 hal.

Referensi

Dokumen terkait

4.2 Memperagakan teks cerita narasi sederhana tentang kegiatan dan bermain di lingkungan secara mandiri dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan

Berdasarkan tinjauan diatas, dapat dirangkum bahwa brand switching adalah suatu perilaku konsumen yang melakukan perpindahan merek dari produk satu ke produk lain yang

Hasil penelitian tesis ini dapat diketahui beberapa kesalahan pemahaman asmaul husna ESQ Ary Ginanjar menurut ulama salaf yaitu; ESQ menyamakan antara fitrah, god spot dan

Di antara banyaknya saran yang patut diperhatikan dalam pendekatan ini, Schmuck dan Schmuck yang dikutip Entang, Joni dan Prayitno (1985) berpendapat bahwa unsur-unsur

Secara parsial dapat dilihat bahwa variabel kualitas produk dan harga berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan kartu prabayar Telkomsel pada

Hasil temuan dalam penelitian ini me- nunjukkan bahwa nilai-nilai kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang positif dengan nilai sebesar 0,43dan berpengaruh signifikan

Secara klinis, pengetahuan tentang keselamatan pasien yang baik meningkatkan sikap yang baik tentang keselamatan pasien pada residen obstetri dan ginekologi dalam pelayanan di

Peran pemerintah dalam pengolahan sampah berbasis pemberdayaan masyarakat Desa Ngampelsari adalah pertama penyuluhan dari lurah dengan memberikan motivasi untuk menjaga