• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sub Daerah Aliran Sungai Serayu Hulu. Sub Daerah Aliran Sungai Serayu Hulu meliputi Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo. Tempat penelitian ini juga memiliki batas wilayah satuan lahan sebanyak 38 satuan lahan.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai dari awal Januari 2012 sampai Juni 2013 dengan perincian pada Gambar.3.1.

No. Kegiatan Tahun 2012-2013 Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 1 Penyusunan Proposal 2 Penyusunan Instrumen 3 Pengumpulan Data 4 Analisis Data 5 Penulisan Laporan

Gambar 3.1. Rancangan Waktu Penelitian

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Menurut Yunus (2010: 40) menyatakan bahwa pendekatan bermakna sebagai suatu upaya/cara/metode untuk dapat memahami karakteristik fenomena geosfera tersebut secara lebih baik, lebih jelas, lebih detail dan lebih akurat. Menurut Hadari Nawawi dalam Tika (1997: 2) menyatakan bahwa metode penelitian merupakan ilmu yang memperbincangkan metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Metode survei adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk

(2)

commit to user

mengumpulkan sejumlah besar data berupa variabel, unit atau individu dalam waktu yang bersamaan (Tika, 1997: 9). Metode survei dilakukan untuk memperoleh data lapangan melalui pengamatan, pengukuran dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala erosi yang terjadi pada obyek penelitian dan beberapa faktor-faktor erosi terkait. Obyek penelitian yang dimaksud adalah satuan lahan yang dijadikan sampel atau titik pengamatan dengan pembatasan wilayah berupa DAS.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini guna membahas hasil penelitian adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Yunus (2010: 312) menyatakan bahwa penelitian deskriptif kualitatif merupakan penelitian yang banyak menggunakan alat bantu analisis berupa tabel baik tabel tunggal maupun tabel silang, grafik, diagram, peta-peta, foto udara, dan citra satelit.

C. Data dan Sumber Data 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden atau obyek yang diteliti, atau ada hubungannya dengan yang diteliti. Perolehan data primer dapat diukur langsung baik di lapangan maupun dari analisis di laboratorium.

a. Observasi Lapangan :

1) Panjang lereng, diperoleh dari observasi lapangan. 2) Kemiringan lereng, diperoleh dari observasi lapangan.

3) Faktor P (tindakan konservasi), diperoleh dari observasi lapangan. 4) Solum tanah, diperoleh dari observasi lapangan.

5) Struktur tanah, diperoleh dari observasi lapangan.

6) Faktor C (pengelolaan Lahan), diperoleh dari observasi lapangan. 7) Permeabilitas Tanah, diperoleh dari observasi lapangan.

b. Analisi Laboratorium

1) Tekstur Tanah, diperoleh dari hasil analisis laboratorium.

(3)

commit to user 2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh tidak dari pengamatan langsung dilapangan, akan tetapi berdasarkan dokumen, catatan, telaah pustaka serta informasi atau literatur yang menunjang. Data sekunder yang diperlukan antara lain:

a. Tanah

b. Penggunaan lahan dan persebarannya yang diperoleh dari Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1:25.000 tahun 2000 lembar 1408-424 Wonosobo dan lembar 1408-442 Kejajar .

c. Kemiringan lereng yang diperoleh dari interpretasi peta Rupa Bumi Indonesia lembar Wonosobo dan Kejajar skala 1:25.000 tahun 2000. d. Jenis batuan

e. Curah hujan

f. Monografi kecamatan dan desa diseluruh daerah yang berada di dalam Sub DAS Serayu Hulu, diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonosobo.

D. Teknik Sampling

Populasi adalah totalitas dari semua obyek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap pada obyek yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah lahan yang ada di Sub Daerah Aliran Sungai Serayu Hulu Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Satuan analisis yang digunakan adalah satuan lahan. Satuan lahan Sub DAS Serayu Hulu yang diperoleh merupakan gabungan dari beberapa karakteristik lahan yang sama sabagai hasil tumpangsusun (overlay) dari parameter batuan (peta geologi), topografi (peta lereng), tanah (peta tanah) dan penggunaan lahan (peta Penggunaan lahan).

Sampel yang diambil sebanyak 38 satuan lahan di Sub DAS Serayu Hulu dengan 20 sampel tanah yang akan dilakukan uji laboratorium utnuk dapat mengetahui tekstur dan bahan organik tanah tersebut. Penetapan banyaknya sampel yang diambil yaitu didasarkan pada teknik sampling yang digunakan

(4)

commit to user

pertimbangan-pertimbangan tertentu. Maka pertimbangan yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis tanah, kemiringan lereng dan penggunaan lahan.

Teknik pengambilan sampel adalah dengan cara Purposive Sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Sampel dipilih secara cermat dengan mengambil objek penelitian secara selektif dan mempunyai ciri-ciri yang spesifik yang dianggap cukup mewakili (representative) sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui besar erosi, arahan konservasi tanah, dan hambatan masyarakat terhadap arahan konservasi. Ciri-ciri yang spesifik meliputi jenis tanah, jenis batuan, kemiringan lereng dan penggunaan lahan di Sub DAS Serayu Hulu.

E. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi Lapangan

Observasi lapangan atau pengamatan langsung di lapangan untuk mengetahui permeabilitas tanah untuk menentukan erodibilitas tanah (K) serta pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi yang dilakukan pada lahan, digunakan untuk menentukan nilai faktor C dan P. Pengukuran kemiringan lereng dan panjang lereng untuk menentukan nilai faktor LS dan pengukuran solum tanah untuk menentukan tingkat bahaya erosi. Alat bantu yang digunakan dalam observasi lapangan adalah lembar checklist untuk mencatat hasil pengamatan dan kamera untuk mendokumentasikan proses pengamatan seperti pengambilan sampel tanah dan pendokumentasian lingkungan sekitar titik pengamatan.

2. Uji Laboratorium

Uji laboratorium untuk mengetahui tekstur tanah (% debu, % pasir, dan % lempung), persentase bahan organik (% BO) dan kelas struktur. Hasil uji laboratorium tersebut digunakan untuk menentukan nilai erodibilitas tanah (K).

3. Analisis Dokumen

Dokumentasi yaitu perolehan data dari catatan dan beberapa peta. Data yang diperoleh dari hasil dokumentasi berupa data curah hujan untuk menentukan nilai erosivitas (R), jenis tanah, jenis batuan, kemiringan lereng

(5)

commit to user

dan peta Rupa Bumi Indonesia sebagai salah satu faktor untuk menentukan titik sampel.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data bertujuan untuk meyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.

1. Besar Erosi Permukaan

Untuk mengetahui besar erosi permukaan di Sub DAS Serayu Hulu, maka perlu dilakukan analisis faktor-faktor penyebab erosi terlebih dahulu. Analisis faktor-faktor penyebab erosi meliputi:

a. Faktor Erosivitas Hujan (R)

Erosivitas adalah kemampuan hujan untuk menimbulkan erosi. Erosivitas adalah tenaga pendorong yang menyebabkan terkelupasnya dan terangkutnya partikel-partikel tanah ketempat yang lebih rendah (Asdak, 2010: 357). Erosivitas dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

El30 = 6,119Pb1,211. N-0,474.P0,5max (3.1)

Dimana:

El30 = Indeks erosi hujan bulanan (KJ/ha).

Pb = Curah Hujan bulanan (cm)

N = Jumlah hari hujan per bulan.

Pmax = hujan maksimum harian (24 jam) dalam waktu yang

bersangkutan.

Besarnya erosivitas hujan tahunan rata-rata berdasakan penelitian yang dilakukan Bols (1978) di Pulau Jawa dan Madura. El30 tahunan

adalah jumlah El30 bulanan (Suripin, 2004: 72)

Besar EL30 digunakan untuk mencari erosivitas berdasarkan

rumus sebagai berikut:

(3.2)

Dimana:

(6)

commit to user

N = jumlah kejadian hujan dalam kurun waktu satu tahun (musim

hujan)

X = Jumlah tahun atau musim hujan yang digunakan sebagai dasar

perhitungan. (Asdak, 2010: 358) b. Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Erodibilitas merupakan daya tanah terhadap erosi. Erodibilitas tanah dapat ditentukan melalui rumus:

(3.3) Dimana:

K= indeks erodibilitas tanah

M= presentase pasir sangat halus dan debu (diameter 0,05-0,01 dan 0,02-0,05 mm) x (100-presentase tanah liat)

O= Presentase bahan organik

S = kode struktur tanah yang dipergunakan dalam klasifikasi tanah

P= kelas permeabilitas (Suripin, 2004: 73).

Berdasarkan rumus 3.3, maka nilai M dapat ditentukan dengan melihat Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Nilai M untuk Beberapa Tekstur Tanah

Kelas tekstur tanah Nilai M Kelas tekstur tanah Nilai M

Lempung berat 210 Pasir geluhan 1245

Lempung sedang 750 Geluh berlempung 3770

Lempung Pasiran 1213 Geluh pasiran 4005

Lempung ringan 1685 Geluh 1390

Geluh lempung 2160 Geluh liatan 6330

Pasir lempung liatan 2830 Liat 8245

Geluh lempungan 2830 Campuran merata 4000

Pasir 3035

(7)

commit to user

Berdasarkan rumus 3.3, maka struktur tanah dapat ditentukan berdasarkan kode-kode tertentu. Kode struktur tanah untuk menghitung nilai K dapat ditentukan dengan menggunakan Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Kode Struktur Tanah Untuk Menghitung Nilai K dengan Nomograf

Kelas Struktur Tanah (Ukuran Diameter) Kode

Granuler sangat halus (<1mm) 1

Granuler halus (1 sampai 2 mm) 2

Granuler sedang sampai kasar (2 sampai 10 mm) 3

Berbentuk blok, blocky, plat, massif 4

(Sumber: Suripin, 2004: 74)

Berdasarkan rumus 3.3, maka permeabilitas tanah yang telah diketahui dapat ditentukan nilainya berdasarkan Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Kode Permeabilitas Tanah untuk Menghitung Nilai K dengan Nomograf

Kelas Permeabilitas Kecepatan (cm/jam) Kode

Sangat lambat <0,5 1

Lambat 0,5 - 2,0 2

Lambat sampai sedang 2,0 - 6,3 3

Sedang 6,3 - 12,7 4

Sedang sampai cepat 12,7-25,4 5

Cepat >25,4 6

(Sumber: Suripin, 2004:75)

c. Faktor Panjang Lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S)

Faktor LS merupakan kombinasi antara factor panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S) atau nisbah besarnya erosi dari plot lahan. Kemiringan dan panjang lereng mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan permukaan.

Nilai LS untuk sembarang panjang dan kemiringan lereng dihitung dengan persamaan yang disampaikan oleh Wischmeier dan Smith (1978) untuk digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

(8)

commit to user

Dimana:

L = panjang lereng (m) yang diukur dari tempat mulai terjadinya aliran air di atas permukaan tanah sampai tempat mulai terjadinya pengendapan disebabkan oleh berkurangnya kecuraman lereng atau ke tampat aliran air di permukaan tanah masuk ke badan air atau saluran.

S = Kemiringan Lereng (%)

z = Konstanta yang besarnya bervariasi tergantung besarnya S (z = 0,5 jaka S ≥ 5 %; z = 0,4 jika 5% > S ≥ 3%; z = 0,3 jika 3% > S ≥1%; dan z = 0,2 untuk S < 1%).

(Wischmeier dan Smith, 1978 dalam Suripin, 2004: 76)

Untuk karakteristik DAS, kemiringan lereng pada setiap satuan lahan perlu diklasifikasikan, klasifikasi kemiringan lereng dapat ditentukan dengan menggunakan Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Klasifikasi Kemiringan Lereng Menurut Sudut Lereng

Kelas Lereng Nilai Klasifikasi

I 0 - 8% Datar

II 8 - 15% Landai

III 15 - 25% Agak Curam

IV 25 - 45% Curam

V > 45 % Sangat Curam

(Sumber: Asdak, 2010: 414)

d. Faktor Pengelolaan Tanaman (C)

Faktor C menunjukkan keseluruhan pengaruh dari vegetasi, seresah, kondisi permukaan tanah dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi). Untuk menentukan nilai faktor C untuk berbagai tanaman dan pengelolaan tanaman digunakan Tabel 3.5. e. Faktor Pengelolaan dan Konservasi Tanah (P)

Faktor P adalah nisbah antara tanah tererosi rata-rata dari lahan yang mendapat perlakuan konservasi tertentu terhadap tanah tererosi rata-rata dari lahan yang diolah tanpa tindakan konservasi, dengan catatan faktor-faktor penyebab erosi yang lain diasumsikan tidak berubah. Untuk

(9)

commit to user

mengetahui faktor Pengelolaan dan Konservasi Tanah (P) digunakan Tabel 3.6.

Setelah nilai masing-masing variabel dari faktor-faktor penyebab erosi diketahui yaitu mengenai nilai Erosivitas (R), Erodibilitas (K), panjang dan kemiringan lereng (LS), pengelolaan tanah dan jenis vegetasi (C) dan faktor tindakan konservasi (P) maka besar erosi yang terjadi di daerah penelitian dihitung dengan Universal Soil Loss Equation (USLE), berikut:

A = R K LS C P Dimana:

A = besarnya kehilangan tanah per satuan lahan (satuan ton/ha/th). R = faktor Erosivitas curah hujan dan air larian untuk daerah tertentu. K = faktor erodibilitas tanah

L = faktor panjang lereng S = faktor kemiringan lereng

C = faktor (pengelolaan) cara bercocok tanam P = faktor praktek konservasi tanah (cara mekanik) (Wischmeier dan Smith (1978) dalam Asdak (2010:356-357)

Untuk mengetahui kelas besar erosi permukaan Sub DAS Serayu Hulu adalah dengan mendasarkan pada klasifikasi besar erosi permukaan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7. Klasifikasi Besar Erosi Permukaan

Besar Erosi (ton/ha/th) Kalsifikasi Besar Erosi

0 - 15 Sangat Ringan (SR)

15 - 60 Ringan (R)

60 - 180 Sedang (S)

180 - 480 Berat (B)

> 480 Sangat Berat (SB)

(10)

commit to user

Tabel 3.5. Nilai C (Pengelolaan Tanaman)

Macam Penggunaan Lahan Nilai Faktor C

Tanah terbuka, tanpa tanaman 1,000

Hutan atau semak belukar 0,001

Savannah dan prairie dalam kondisi haik 0,010 Savannah dan prairie yang rusak untuk gembalaan 0,100

Sawah 0,010

Tegalan tidak dispesifikasi 0,700

Ubi kayu 0,800

Jagung 0,700

Kedelai 0,399

Kentang mengikuti kontur* 0.4

Kentang searah lereng* 1

Kacang tanah 0,200

Padi gogo 0.561

Tebu 0,200

Pisang 0,600

Akar wangi (sereh wangi) 0,400

Rumput Bede ( tahun pertama) 0,287

Rumput Bede (tahun kedua) 0,002

Kopi dengan penutup tanah buruk 0,200

Talas 0,850 Kebun campuran Kerapatan tinggi 0,100 Kerapatan sedang 0,200 Kerapatan rendah 0,500 Perladangan 0,400

Hutan alam Seresah banyak 0,001

Seresah sedikit 0,005

Hutan Produksi Tebang habis 0,500

Tebang pilih 0,200

Semak belukar, padang rumput 0,300

Ubi Kayu + Kedelai 0,181

Ubi kayu + Kacang tanah 0,195

Padi Sorghum 0,345

Padi – Kedelai 0,417

Kacang tanah + Gude 0,495

Kacang tanah + Kacang tunggak 0,571

Kacang tanah + mulsa jerami 4t/hr. 0,049

Padi + mulsa jerami 4t/ha 0,096

Kacang tanah + mulsa jagung 4t/ha 0,128

Kacang tanah + mulsa Crotalaria 3t/ha 0,136

Kacang tanah + mulsa Kacang tunggak 0,259

Kacang tanah + mulsa jerami 2t/ha 0,377

(11)

commit to user

Pola tanaman tumpang gilir + mulsa jerami 0,079 Pola tanaman berurutan + mulsa sisa tanaman 0,357

Alang-alang murni subur 0,001

Padang rumput (stepa) dan savanna 0,001

Rumput Brachiaria 0,002

(Sumber: Arsyad, (1989) dalam Suripin, 2004: 79-80. *) Hardjowigeno dan Widiatmoko, 2007: 120)

Tabel 3.6.Nilai Faktor P pada Berbagai Aktivitas Konservasi Tanah di Jawa

Tindakan Khusus Konservasi Tanah Nilai P

Teras bangku :

a. Baik 0,04

b. Sedang 0,15

c. Jelek 0,35

Teras bangku : jagung-ubi kayu/kedelai 0,06 Teras bangku : sorghum-sorghum 0,02

Teras tradisional 0,40

Teras gulud : padi-jagung 0,01

Teras gulud : ketela pohon 0,06

Teras gulud : jagung-kacang + mulsa sisa tanaman 0,01

Teras gulud : kacang kedelai 0,11

Tanaman dalam kontur :

a. Kemiringan 0 - 8 % 0,50

b. Kemiringan 9-20 % 0,75

c. Kemiringan > 20% 0,90

Tanaman dalam jalur-jalur : jagung-kacang, tanah + mulsa 0,05 Mulsa limbah jerami :

a. 6 ton/ha/tahun 0,30

b. 3 ton/ha/tahun 0,50

c. 1 ton/ha/tahun 0,80

Tanaman perkebunan :

a. Disertai penutup tanah rapat 0,10 b. Disertai penutup tanah sedang 0,50 Padang rumput :

a. Baik 0,04

b. Jelek 0,40

Tanpa tindakan konservasi *) 1,00

(12)

commit to user 2. Arahan Teknik Konservasi Tanah

Dengan memperhatikan permasalahan yang ada serta besarnya nilai-nilai faktor penyebab erosi (R, K, LS, C, P), teknik konservasi tanah secara teknis dapat ditentukan. Penentuan arahan teknik konservasi dilakukan berdasarkan pertimbangan besar erosi, solum tanah, dan tingkat bahaya erosi yang disesuaikan dengan fungsi lahannya. Arahan konservasi merujuk pada pedoman arahan teknik konservasi menurut Dep-Hut (1986) dalam Hardjowigeno, S dan Widiatmaka (2007) dan Permenhut nomor: P.32/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Penyusunan Teknik Rehabilitasi Hutan Dan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-DAS).

Untuk mengetahui arahan teknik konservasi lahan diperlukan data besar erosi, solum tanah, dan tingkat bahaya erosi pada setiap fungsi kawasannya.

a. Besar erosi tanah

Besar erosi tanah diperoleh berdasarkan hasil perhitungan rumusan masalah yang pertama.

b. Solum tanah

Solum tanah diperoleh dari hasil pengamatan lapangan. Cara yang dilakukan untuk mengukur solum tanah adalah dengan cara permukaan hingga bahan induk tanah atau dimulai dari lapisan O – A – E – B.

c. Tingkat bahaya erosi

Tingkat Bahaya Erosi adalah perkiraan kehilangan tanah maksimum dibandingkan dengan tebal solum tanah pada setiap satuan lahan bila teknik pengelolaan tanaman dan konservasi tanah tidak mengalami perubahan. Dari pernyataan tersebut, maka tingkat bahaya erosi dapat diketahui dengan membagi besar erosi tanah dengan tebal solum.

d. Fungsi Kawasan

Fungsi kawasan ditentukan dengan cara skoring berdasarkan Undang-Undang Tata Ruang yakni UU. No. 24 Tahun 1992. Lahan-lahan di Indonesia dapat diperuntukkan ke dalam satu atau lebih dari kategori

(13)

commit to user

peruntukan yaitu kawasan lindung, kawasan penyangga, kawasan budidaya tanaman tahunan, kawasan budidaya tanaman semusim, dan Kawasan permukiman.

Ada tiga faktor utama yang digunakan dalam klasifikasi peruntukan diatas: (a) kemiringan lereng, (b) faktor jenis tanah berdasarkan kepekaan terhadap erosi, dan (c) faktor curah hujan harian rata-rata.

(a) Faktor kemiringan lereng

Penentuan fungsi kawasan salah satu faktornya adalah kemiringan lereng, maka dibutuhkan skoring terhadap kemiringan lereng. Skor kemiringan lereng dapat dilihat pada Tabel 3.8.

Tabel. 3.8. Skor Kemiringan Lereng

Kelas Kemiringan Lereng Skor

I 0 - 8% (datar) 20

II 8 - 15% (landai) 40

III 15 - 25% (agak curam) 60

IV 25 - 45% (curam) 80

V > 45% (sangat curam) 100

(Sumber: Rahim, 2006: 76) (b) Faktor jenis tanah terhadap erosi

Jenis tanah menjadi salah satu faktor pembentuk fungsi kawasan, maka setiap jenis tanah memiliki nilai yang berbeda-beda. Skor jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 3.9.

Tabel. 3.9. Skor Jenis Tanah terhadap Erosi

Kelas Jenis Tanah Skor

I Aluvial, Gleisol, Planosol, Hidromorf kelabu, Laterik air tanah (tidak peka)

15

II Latosol (agak peka) 30

III Brown Forest Soil, Non Calcic brown,

Midetaranian (agak peka)

45

IV Andosol, Laterik, Grumusol, Podsol, Podsolic (peka)

60

V Regosol, Litosol, Renzina (sangat peka) 75

(14)

commit to user

(c) Faktor intensitas curah hujan

Faktor intensitas curah hujan menjadi salah satu penentu fungsi kawasan karena sangat berpengaruh terhadap kegunaan kawasan tersebut. Skor intensitas curah hujan dapat dilihat pada Tabel 3.10.

Tabel. 3.10. Intensitas Curah Hujan

Kelas Intensitas Curah Hujan Skor

I 0 – 13,6 mm/hr (sangat rendah) 10 II 13,6 – 20,7 mm/hr (sedang) 20 III 20,7 – 27,7 mm/hr (tinggi) 30 IV 27,7 – 34,8 mm/hr (sangat tinggi) 40 V >34,8 mm/hr (sangat tinggi) 50 (Sumber: Rahim, 2006: 76)

Penetapan klasifikasi penggunaan lahan dilakukan dengan jalan menjumlahkan skor ketiga faktor tersebut. Klasifikasi fungsi kawasan dapat dilihat pada Tabel 3.11.

Tabel 3.11. Penentuan Fungsi kawasan

Fungsi Kawasan Skor

Kawasan Lindung >175

Kawasan Penyangga 124 - 174

Kawasan budidaya tanaman tahunan <124

Kawasan budidaya tanaman semusim <124

Kawasan permukiman <124 , mempunyai

kemiringan 0-8%, (Sumber: Rahim, 2006: 77-79)

Tabel Penentuan arahan konservasi lahan dapat dilihat pada lampiran 9. Simbol arahan konservasi dapat dilihat pada Gambar. 3.2.

Gambar 3.2. Simbol Arahan Konservasi S. II.SB.FK (L). Ht

T (1,2) V(1)

Besar erosi tan ah Solum tanah TBE

Fungsi Kawasan Penggunaan lahan

Arahan Rehabillitasi vegetatif Arahan Rehabillitasi Teknik

(15)

commit to user

Gambar 3.2. terdapat arahan rehabilitasi vegetatif dan arahan rehabilitasi teknik. Keterangan simbol arahan konservasi rehabilitas secara teknik dapat dilihat pada tabel 3.12, sedangkan keterangan simbol arahan konservasi rehabilitasi secara vegetatif dapat dilihat pada tabel 3.13.

Tabel 3.12. Simbol Teknik Konservasi Tanah Secara Teknik

(Sumber: Permenhut tentang Tata Cara Penyusunan Teknik Rehabilitasi Hutan dan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-DAS), 2009)

Tabel 3.13. Simbol Teknik Konservasi Tanah secara Vegetatif

(sumber: Permenhut tentang Tata Cara Penyusunan Teknik Rehabilitasi Hutan dan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-DAS), 2009)

Simbol Teknik Konservasi Tanah T1 Teras guludan termasuk pematang kontur

T2 Teras kredit

T3 Teras bangku termasuk teras bangku datar, teras bangku belakang, teras bangku miring, teras kebun, teras bangku putus

T4 Teras individu

T5 Teras gunung atau saluran pengelak T6 Saluran pembuangan air (SPA) T7 Barisan sisa tanaman

T8 Rorak, mulsa vegetatif

T9 Bangunan terjunan biasanya bangunan terjunan dari batu atau bamboo T10 Control sedimen temasuk dam pengendali dan dam penahan

T11 Sumbat jurang termasuk gully ged structures T12 Flood, control and/or river bank protection

T13 Road protection

T14 Control of erosion and run off from settlement areas including use of soak pitd, absorption well, drop structures drains

Simbol Teknik Konservasi Tanah

V1 Penanaman rumput

V2 Pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman, tumpang gilir, pertanaman campuran, tumpang sari

V3 Penanaman menurut kontur, penanaman menurut strip, pertanaman lorong V4 Pengendalian tanah minimum tanpa olah tanah

V5 Strip rumput

V6 Penanaman penutup tanah

V7 Manajemen tanah organik termasuk mulsa, percampuran kompos, pupuk kandang, pupuk hijau dan sisa tanaman

V8 Tanaman pagar, pagar hidup

V9 Hutan lindung, hutan kemasyarakatan, hutan suaka alam dan hutan wisata V10 Hutan produksi termasuk hutan produksi terbatas dan hutan rakyat V11 Vegetasi permanen termasuk tanaman industri, perkebunan, kebun V12 Agroforestry termasuk kebun campuran, kebun rumah

V13 Replanting of clear felled forest

V14 Suksesi alami

V15 Perlindungan sungai dan mata air

V16 Silvopasture

(16)

commit to user

3. Hambatan masyarakat terhadap arahan konservasi

Hambatan masyarakat terhadap arahan konservasi dilakukan dengan cara diskusi terhadap petani di Sub DAS Serayu Hulu. Diskusi dalam penelitian ini menggunakan key person. Key person tidak dibatasi jumlah sampelnya, sehingga satu sampel saja dianggap cukup jika sudah memenuhi kebutuhan untuk penelitian (http://digilib.sunan-ampel.ac.id). Pada penelitian ini, peneliti hanya mengambil satu sampel saja yang dianggap mengetahui hambatan masyarakat terhadap arahan konservasi. Lembar wawancara terhadap key person dapat dilihat pada Lampiran 11.

G. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap pelaksanaan yaitu:

1. Tahap Persiapan dan Pengajuan Proposal

Pada tahap ini dilakukan observasi awal terhadap daerah penelitian kemudian mencari literatur yang sesuai dengan tema penelitian, setelah itu dilakukan penyusunan proposal.

2. Penyusunan Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data yang diperlukan.Dalam penelitian ini instrumen penelitian yang digunakan adalah peta satuan lahan, kemudian diperlukan juga lembar checklist dengan format sesuai dengan data faktor-faktor dari variable penelitian yang diperlukan.

3. Tahap Pengumpulan Data

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data berupa pengambilan sampel tanah terusik dan tidak terusik yang diperlukan guna analisis kadar bahan organik, tekstur, struktur dan tingkat permeabilitas. Data yang diperoleh untuk mengisi lembar pengamatan (Checklist) dan memasukkan sampel uji di laboratorium.

4. Tahap Analisis Data

Tahap ini merupakan tahap perhitungan, analisis dan

pengklasifikasian data-data yang diperoleh untuk memperoleh hasil dari penelitian.

(17)

commit to user 5. Tahap Penulisan Laporan Penelitian

Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam penelitian, pada tahap ini hasil penelitian yang diperoleh akan dilaporkan atau disajikan dalam bentuk tulisan, tabel, gambar dan peta.

Untuk lebih jelasnya mengenai tahap-tahapan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 3.2.

(18)

commit to user

g.

Gambar 3.2. Diagram Alir Penelitian

Peta Geologi Peta RBI Skala 1:25.000 tahun 2000 lembar

1408-424 Wonosobo dan lembar 1408-442 Kejajar Peta Tanah

Peta Jenis Batuan Sub DAS Serayu

Hulu

Peta Penggunaan Lahan Sub DAS

Serayu Hulu

Peta Kemiringan Lereng Sub DAS Serayu Hulu

Peta Jenis Tanah Sub DAS Serayu

Hulu

Overlay

Peta Satuan Lahan Tentatif Sub DAS Serayu Hulu Cek Lapangan

Peta Satuan Lahan Sub DAS Serayu Hulu

Penentuan Titik Sampel

Kerja Lapangan

Hasil Uji Laboratorium: - Struktur Tanah - Tekstur Tanah - Permeabilitas Tanah - Bahan Organik (BO) Tanah Pengukuran Lapangan: - Panjang Lereng - Kemiringan Lereng - Pengelolaan Lahan - Praktek Konservasi - Kedalaman Tanah - Solum Tanah Data Sekunder: - Curah Hujan - Penggunaan lahan - Kemiringan lereng

- Monografi desa dan kecamatan

- Jenis tanah

Analisis Data

Besar Erosi Tanah

Peta Besar Erosi Sub DAS Serayu Hulu

Arahan Teknik Konservasi di Sub DAS Serayu Hulu

Gambar

Tabel 3.1 Nilai M untuk Beberapa Tekstur Tanah
Tabel  3.2.  Kode  Struktur  Tanah  Untuk  Menghitung  Nilai  K  dengan  Nomograf
Tabel 3.4. Klasifikasi Kemiringan Lereng Menurut Sudut Lereng  Kelas Lereng  Nilai  Klasifikasi
Tabel 3.7. Klasifikasi Besar Erosi Permukaan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Bermaksud untuk menguji stabilitas jawaban responden dari suatu waktu ke waku berikutnya dengan cara menghitung koefisien korelasi dan skor jawaban responden yang diukur

“JANGAN

Tujuan dengan adanya pengembangan perencanaan sistim drainase pada perumahan Bulan Terang Utama,Maka bertambah pula sarana dan prasaarana pendukung,salah satunya

Anggota-anggota ini juga diikat loyalitasnya pada Kanindo Syariah juga dikarenakan saat awal pengajuan merasa begitu dimudahkan dengan tidak dibebankan berbagai macam persyaratan

Penerapan metode Edu tainment berbasis think pair and share sangat penting dalam proses pembelajarab biologi, disamping melatih siswa untuk mengemukaakan pendapat, selain

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan dalam kegiatan OSEAN dan prestasi belajar siswa setelah digunakan lembar kerja terbuka

Titik sebaran lutung jawa dianalisis dengan faktor-faktor spasialnya yang meliputi NDVI, ketinggian, kemiringan lereng, jarak dari sungai, dan jarak dari jalan dan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pemberian pupuk organik cair agrib kompos berpengaruh sangat nyata pada parameter umur pecah tunas,