• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan Terhadap Peningkatan Kompetensi Pegawai di Kementerian Hukum dan HAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan Terhadap Peningkatan Kompetensi Pegawai di Kementerian Hukum dan HAM"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PELATIHAN PERANCANG PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN TERHADAP PENINGKATAN

KOMPETENSI PEGAWAI

DI KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM

Oleh

WELLIAM BERGEN

H24104062

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

EVALUASI PELATIHAN PERANCANG PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN TERHADAP PENINGKATAN

KOMPETENSI PEGAWAI

DI KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

SARJANA EKONOMI

pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen

Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

WELLIAM BERGEN

H24104062

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Judul : Evaluasi Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan

Terhadap Peningkatan Kompetensi Pegawai di Kementerian Hukum dan HAM

Nama : Welliam Bergen NIM : H24104062

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, M.M NIP.19671020 199403 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc NIP. 19610123 198601 1 002

(4)

ii

WELLIAM BERGEN. H24104062. Evaluasi Pelatihan Perancang Peraturan Perundang Undangan Terhadap Peningkatan Kompetensi Pegawai di Kementerian Hukum dan HAM. Di bawah bimbingan ANGGRAINI SUKMAWATI

Pelatihan dibutuhkan oleh pegawai untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan HAM merupakan sebuah lembaga pemerintah di bawah naungan dari Kementerian Hukum dan HAM RI. BPSDM bertugas untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitas SDM dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.

Tujuan dari penelitian ini adalah:(1) Menganalisis persepsi peserta pelatihan perancang peraturan perundang-undangan (2) Menganalisis pengaruh pelatihan terhadap peningkatan kompetensi pegawai. (3) Menganalisis faktor-faktor lain yang berpegaruh terhadap kompetensi. Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda untuk melihat pengaruh pelatihan terhadap kompetensi pegawai.

Metode penilitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dan analisis regresi berganda. Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan persepsi peserta pelatihan terhadap peningkatan kompetensi. Analisis regresi berganda menunjukkan variabel pelatihan yang memberikan pengaruh terhadap peningkatan kompetensi pegawai.

Hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan persepsi pegawai terhadap peningkatan kompetensi pegawai terlihat dalam empat variabel. Variabel reaksi memberikan pengaruh sebesar 87,9% ini menjelaskan bahwa reaksi memberikan pengaruh paling besar pelatihan terhadap peningkatan kompetensi. Variabel pembelajaran memberikan pengaruh sebesar 78,8% terhadap peningkatan kompetensi. Variabel hasil memberikan pengaruh sebesar 66,75 terhadap peningkatan kompetensi. Sedangkan variabel perilaku memberikan pengaruh paling kecil sebesar 57,6% terhadap peningkatan kompetensi.

Hasil analisis secara simultan pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan kompetensi pegawai. Hasil uji f-test dengan F- Hitung(14,430) menunjukan nilai yang lebih besar dari F-Tabel (2,714) sehingga terdapat perbedaan yang positif dan signifikan terhadap peningkatan kompetensi. Sedangkan hasil uji t-test diperoleh T-Hitung variabel Reaksi (1,436), Pembelajaran (2,144), Perilaku (1,514), Hasil (1,761). Berdasarkan hasil uji t-test hanya variabel pembelajaran yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan kompetensi.

(5)

iii

Penulis di lahirkan di Lampung pada tanggal 14 September 1987 dari ayah Romli, S.Pdi dan Ibu Emrahayati. Penulis adalah putra kedua dari tiga bersaudara. Jenjang pendidikan pada tahun 2006 Penulis diterima di Program Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Keahlian Teknik Komputer dan lulus pada tahun 2009.

(6)

iv

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat membuat skripsi ini dengan judul “Evaluasi Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan Terhadap Peningkatan Kompetensi Pegawai di Kementerian Hukum dan HAM” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam membuat skripsi ini karena tanpa bantuan serta motivasinya penulis tidak dapat membuat skripsi ini dengan baik dan lancar. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan dalam penyusuan skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan saran diperlukan dalam memperbaiki skripsi ini.

Bogor, September 2013

(7)

v

Dalam kesempatan ini,atas bantuan dan dukungan serta penghargaan dari semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan skripsi ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, M.M sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk dapat memberikan bimbingan, arahan, serta motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. sebagai Kepala Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.

3. Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M.Sc. sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc. sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Sidoyono, S.H., M.H sebagai Kepala Pusat Pengembangan Fungsional dan HAM.

6. Kedua orangtua atas perhatian, doa, restu, serta dukungan kepada penulis. 7. Istriku tercinta dr.Pusposari Purwaka yang telah memberikan dukungan, cinta

dan kasih sayang dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh dosen, staf dan pengurus Program Sarjana Alih Jenis Manajemen. 9. Ridiarsih dan Rizki Andayani teman-teman bimbingan dan seperjuanganku

yang telah memberikan dukungan, semangat, motivasi dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman kuliah Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Angkatan 8 atas persahabatannya.

(8)

vi

Halaman RINGKASAN

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vi

1.2. Perumusan Masalah ...2

1.3. Tujuan Penelitian ...3

1.4. Manfaat Penelitian ...4

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...4

II. TINJAUAN PUSTAKA ...5

2.1. Pelatihan dan Pengembangan ...5

2.2. Pelatihan Pegawai ...6

2.2.1Mengapa pelatihan diperlukan ... 8

2.2.2Langkah-Langkah Pelaksanaan Pelatihan ... 10

2.2.3Analisis kebutuhan ... 11

2.2.4Penentuan Tujuan Pelatihan ... 11

2.2.5Pemilihan metode pelatihan ... 12

2.2.6Evaluasi pelatihan dan pengembangan ... 13

2.3. Competence dan Competency ... 15

2.4. Karakteristik Kompetensi ... 15

2.5. Kompetensi Pegawai Negeri Sipil... 16

2.6. Penelitian Terdahulu ... 17

III. METODE PENELITIAN ... 18

3.1. Kerangka Pemikiran ... 18

3.2. Hipotesis Penelitian ... 20

3.3. Lokasi dan waktu penelitian ... 20

3.4. Jenis dan sumber data ... 21

3.5. Metode pengumpulan data ... 21

3.6. Teknik pemilihan responden ... 22

(9)

vii

4.1. Gambaran Umum Instansi... 28

4.1.1 Profil singkat BPSDM Hukum dan HAM ... 28

4.1.2 Visi dan Misi Kementerian Hukum dan HAM ... 29

4.2. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi ... 29

4.3. Struktur Organisasi BPSDM Hukum dan HAM ... 30

4.4. Pusat Pengembangan Fungsional dan Hak Asasi Manusia ... 31

4.5. Sumber Daya Manusia Kementerian Hukum dan HAM ... 32

4.6. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 32

4.6.1 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Variabel X ... 32

4.6.2 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Variabel Y ... 33

4.7. Karateristik Responden ... 34

4.8. Deskripsi Efektivitas Pelatihan ... 35

4.9. Persepsi Pegawai Terhadap Peningkatan Kompetensi ... 43

4.10. Pengaruh Variabel Reaksi, Pembelajaran, Perilaku, dan Hasil ... 48

4.11. Uji secara parsial pengaruh pelatihan terhadap kompetensi ... 51

4.12. Uji secara simultan pengaruh pelatihan terhadap kompetensi ... 53

4.13. Analasis Koefisien Determinasi (Adjusted R2) ... 55

4.14. Faktor-faktor lain Berpengaruh Terhadap Peningkatan Kompetensi ... 56

4.15. Imlipkasi Manajerial ... 56

KESIMPULAN DAN SARAN... 57

1. Kesimpulan ... 58

2. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60

(10)

viii

No Halaman

1. Perbandingan antara pelatihan dan pengembangan ... 7

2. Skala Likert ... 22

3. Tingkat realibilitas metode Alpha Cronbach ... 24

4. Persepsi pegawai terhadap efektivitas pelatihan pada variabel reaksi ... 36

5. Persepsi pegawai terhadap efektivitas pelatihan pada variabel pembelajaran .. 38

6. Persepsi pegawai terhadap efektivitas pelatihan pada variabel perilaku ... 41

7. Persepsi pegawai terhadap efektivitas pelatihan pada variabel hasil ... 42

8. Ringkasan efektivitas pelatihan perancang peraturan perundang undangan .... 43

9. Persepsi pegawai terhadap peningkatan kompetensi variabel pengetahuan ... 44

10. Persepsi pegawai terhadap peningkatan kompetensi variabel keterampilan ... 45

11. Persepsi pegawai terhadap peningkatan kompetensi pegawai pada variabel sikap dan perilaku ... 46

12. Ringkasan pengaruh pelatihan terhadap kompetensi perancang peraturan perundang-undangan ... 47

13. Analisis regresi linier berganda Y1(Pengetahuan) ... 48

14. Analisis regresi linier berganda Y2(Keterampilan) ... 49

15. Analisis regresi linier berganda Y3(Sikap dan perilaku) ... 49

16. Analisis regresi linier berganda ... 50

17. Pengaruh variabel reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil secara parsial berpengaruh terhadap kompetensi ... 52

18. Hasil uji F ... 54

19. Hasil uji R2 pada output Regression ... 55

(11)

ix

8 10 19

30 31 34 34 35

No Halaman

1. Siklus pelatihan………... 2. Langkah-langkah pelaksanaan pelatihan/pengembangan ... 3. Kerangka pemikiran………... 4. Bagan struktur organisasi Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Hukum dan HAM………..

(12)

x

66 66 66 67 67 67 68

No Halaman

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan HAM merupakan sebuah lembaga pemerintah di bawah naungan dari Kementerian Hukum dan HAM RI. BPSDM bertugas untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitas SDM dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Reformasi Birokrasi yang sudah dilaksanakan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI menuntut agar SDM Hukum dan HAM agar lebih produktif.

Melihat permasalahan hukum yang semakin kompleks dan dinamis serta masyarakat yang semakin kritis terhadap permasalahan hukum dan hak asasi manusia, oleh karena itu dibutuhkan peraturan dan undang-undang yang dapat melindungi warga negara di bawah payung hukum dan menjunjung tinggi hak-hak seorang manusia. Peranan instansi-instansi yang berbasis hukum dan HAM sangat dibutuhkan dalam membuat peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan tercapainya kepastian hukum dan melindungi hak-hak asasi manusia. Dalam membuat peraturan perundang-undangan tentunya harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat yang sudah ada saat ini agar tidak terjadi kesenjangan dan gap dalam pengaplikasian peraturan tersebut.

(14)

2

lanjut mengenai posisi Kementerian Hukum dan HAM sebagai law center

terutama dalam perancangan peraturan di daerah dan data alumni Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan tahun 2007-2011, maka persentase tersebut dirasakan masih sangat rendah.

Pelatihan bagi pegawai merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar pegawai semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan keterampilan bekerja

(vocational) yang dapat digunakan dengan segera. Pendidikan memberikan pengetahuan tentang subyek tertentu, tetapi sifatnya lebih umum dan lebih terstruktur untuk jangka waktu yang jauh lebih panjang (Mangkuprawira, 2002).

Oleh karena itu BPSDM melakukan sebuah pelatihan bagi pegawai dan melakukan evaluasi untuk dapat mengetahui efektivitas pelaksanaan pelatihan. Penelitian ini membahas mengenai Evaluasi Perancang Peraturan Perundang-undangan Terhadap Peningkatan Kompetensi Pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Sehingga diharapkan dengan adanya Pelatihan untuk pegawai Kementerian Hukum dan HAM akan mencetak para perancang perundang-undang yang profesional, berkualitas, berdedikasi dan bertanggung jawab di dalam mengemban tugas negara menyiapkan perangkat-perangkat hukum yang diperlukan oleh negara di dalam mencanangkan dasar hukum bagi pelaksanaan program-program pembangunan.

1.2. Perumusan Masalah

(15)

3

Kementerian Hukum dan HAM. Belum adanya payung hukum yang memberi wewenang kepada Kanwil Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan mediasi dan konsultasi, sehingga daerah tidak perlu melakukan mediasi dan konsultasi langsung ke pemerintah pusat.

Dari analisa kondisi seperti ini maka pokok permasalahan yang ingin disampaikan adalah Bagaimana Pengaruh Pelatihan Perancang Perundang-Undangan Terhadap Kompetensi Pegawai di Lingkungan kementerian Hukum dan HAM serta besarnya konstribusi yang dapat diberikan dalam mencetak Perancang Perundang-Undangan yang berkualitas dan berkompeten sehingga dapat mewujudkan visi dan misi Kementerian Hukum dan HAM.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi peserta terhadap Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

2. Bagaimana pengaruh Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan terhadap peningkatan kompetensi Perancang Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

3. Apakah ada faktor lain yang berpengaruh terhadap kompetensi pegawai pada saat mengikuti Pelatihan Perancang Perundang-undangan.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian diharapakan dapat memberikan manfaat yang berguna bagi organisasi untuk mengetahui efektivitas pelatihan terhadap kompetensi pegawai. Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis persepsi peserta terhadap Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

(16)

4

3. Menganalisis apakah ada faktor lain yang berpengaruh terhadap kompetensi pegawai pada saat mengikuti Pelatihan Perancang Perundang-undangan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu: 1. Manfaat Praktis

Penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi organisasi sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan sasaran, metode pelatihan dan materi-materi dalam pelatihan agar dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan organisasi.

2. Manfaat Teoritis

Penelitian diharapkan memberikan konstribusi dalam pengembangan penelitian MSDM, khususnya terkait topik evaluasi pelatihan dan kompetensi sehingga dapat memberikan gambaran kepada peneliti lainnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini penulis membatasi masalah pada beberapa aspek yaitu:

1.Variabel reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil dalam penelitian ini adalah variabel-variabel evaluasi pelatihan.

(17)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelatihan dan Pengembangan

Hariandja (2002) menyatakan bahwa pelatihan dan pengembangan dapat didefinisikan sebagai usaha yang terencana dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan pegawai. Tetapi, pelatihan dan pengembangan secara konseptual dapat juga mengubah sikap pegawai terhadap pekerjaan. Hal ini disebabkan pemahaman pegawai terhadap pekerjaanya juga berubah, karena sikap seseorang memiliki elemen-elemen kognitif yaitu keyakinan dan pengetahuan seseorang terhadap objek, afeksi yaitu perasaan seseorang terhadap objek tersebut sebagai akibat dari pengetahuan dan keyakinanya, dan kecenderungan tindakan terhadap objek tersebut, sehingga pengetahuan yang diperoleh akan dapat mengubah sikap sesorang. Akan tetapi, pelatihan dapat juga dilakukan secara khusus untuk mengubah sikap pegawai dalam upaya meningkatkan kepuasan dan motivasi kerja bilamana dibutuhkan.

Pelatihan dan pengembangan merupakan dua konsep yang sama, yaitu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan. Tetapi dilihat dari tujuannya, umumya kedua konsep tersebut dibedakan. Pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang spesifik pada saat ini, dan pengembangan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan pada masa yang akan datang, yang dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan kegiatan lain untuk mengubah perilaku kerja. Terdapat beberapa alasan mengapa pelatihan harus dilakukan atau menjadi bagian yang sangat penting dari kegiatan manajemen sumber daya manusia, diantaranya dan mungkin yang terpenting adalah:

1. Pegawai yang baru direkrut sering kali belum memahami secara benar bagaimana melakukan pekerjaan.

(18)

6

untuk menghindari keusangan pegawai (employee absorlescence). Perubahan dalam tenaga kerja seperti semakin beragamnya tenaga kerja yang memiliki latar belakang keahlian, nilai, dan sikap yang berbeda yang memerlukan pelatihan untuk menyamakan sikap dan perilaku mereka terhadap pekerjaan.

3. Meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki produktivitas. Sebagaimana dipahami pada saat ini, daya saing perusahaan tidak bisa lagi hanya mengandalkan asset berupa modal yang dimiliki sebab modal bukan kekuatan daya saing yang langgeng, dan SDM merupakan elemen yang paling penting untuk meningkatkan daya saing sebab SDM merupakan aspek penentu utama daya saing yang sehat. Selanjutnya, dengan meningkatkan kemampuan seseorang, dengan asumsi faktor lain seperti gaji dan lingkungan kerja berada dalam kondisi yang baik, kemampuan akan dapat meningkatkan produktivitas pegawai.

4. Menyesuaikan dengan peraturan-peraturan yang ada, misalnya standar pelaksanan pekerjaan untuk dikeluarkan oleh asosiasi industri dan pemerintah, untuk menjamin kualitas produksi atau keselamatan dan kesehatan kerja.

Secara lebih rinci, William B. werther, Jr. dan Keith Davis mengemukakan manfaat pelatihan dan pengembangan, baik untuk organisasi maupun untuk pegawai itu sendiri.

2.2. Pelatihan Pegawai

Massaile (2005) menyatakan bahwa di instansi-instansi pemerintah, istilah

training lazimnya disebut pelatihan, disingkat dengan istilah “diklat”. Sebutan ini

(19)

7

Tabel 1. Perbandingan antara pelatihan dan pengembangan

Aspek Pendidikan Pelatihan

1. Pengembangan kemampuan Menyeluruh (overall) Mengkhusus (specific) 2. Area kemampuan

(penekanan)

Kognitif, afektif, psychomotor

Psikomotor

3. Jangka waktu pelaksanaan Panjang (long term) Pendek (short term)

4. Materi yang diberikan Lebih umum Lebih khusus

5. Penekanan penggunaan metode belajar mengajar

Konvensional Inkonvensional

6. Penghargaan akhir proses Gelar (degree) Sertifikat (non-degree)

Dari Tabel 1 dapat dipahami bahwa ciri pendidikan umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga kerja yang diperlukan oleh instansi dan lebih menekankan pada pengembangan pengetahuan dan intelektualitas, serta memperoleh perhatian yang seimbang antara spek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ciri lain, pendidikan membutuhkan waktu yang relatif lama, dan pada akhir suatu proses pendidikan peserta memperoleh ijazah. Sebaliknya pelatihan berkaitan dengan peningkatan kemampuan atau keterampilan pegawai tentang suatu tugas tertentu, lebih menekankan pada kemampuan psikomotorik meskipun didasari pada pengetahuan dan sikap, serta berorientasi pada tugas yang dilakukan sehari-hari (job orientation). Ciri lain, pelatihan memerlukan waktu yang lebih singkat, bervariasi antara satu minggu hingga tiga bulan, dengan metode pembelajaran yang lebih inovatif dan pada akhir pelatihan peserta hanya memperoleh sertifikat.

Pengertian pelatihan secara umum, merujuk pada suatu usaha yang terencana yang dilakukan oleh organisasi untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pengetahuan yang berkaitan dengan pekerjaan, keterampilan, atau perilaku para pegawai. Dalam konteks ini, tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, kemahiran dan kemampuan pegawai yang ditekankan pada program pelatihan dan penerapannya dalam aktivitas kerja sehari-hari.

(20)

8

bermacam-macam input, seperti kopi, gula, air, dan creamer (jika diperlukan). Ketika dilakukan pengadukan, pada saat itulah pelatihan sedang berlangsung. Bila pengadukan ini dilakukan dengan mesin pengaduk (coffee machine) maka mesin ini disebut teknologi. Teknologi adalah salah satu input untuk membuat segelas kopi untuk diminum. Lalu bagaimana output dihasilkan sesuai dengan selera/rasa (taste) yang diinginkan, ini juga tergantung dari takaran input lain yaitu metode pengaduk yang diumpamakan sebagai metode pelatihan, termasuk di dalamnya unsur waktu yang dipergunakan untuk membuat segelas kopi. Orang adalah juga input yang diumpamakan sebagai para instruktur dalam suatu kegiatan pelatihan.

2.2.1 Mengapa pelatihan diperlukan

Massaile (2005) menyatakan bahwapelatihan adalah suatu proses, suatu wahana, suatu pengalaman, dan suatu kesempatan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga mendatangkan manfaat bagi mereka yang terlibat, menjadi lebih berkemampuan, dan lebih berpengetahuan. Dua jawaban mengapa pelatihan diperlukan.

1. Dari sisi individu pegawai.

Pelatihan mencakup seluruh tingkatan kepegawaian, mulai dari pegawai baru, pegawai lama atau yang sedang memegang jabatan, hingga

(21)

9

pegawai yang akan memegang jabatan baru. Pelatihan mengubah pegawai yang semula tidak memiliki akses menjadi pegawai yang kaya akan informasi. Pelatihan merubah pegawai yang tidak mahir/sedikit mahir menjadi pegawai yang dapat melakukan tugasnya dengan cara yang diinginkan unitnya, dengan cara yang benar dan yang sesuai dengan standar organisasinya. Bagi pegawai baru, agar dapat melaksanakan tugas (task) dengan benar, ia harus menguasi teknologi yang berkaitan dengan tugasnya. Di sinilah program pelatihan diperlukan. Pegawai baru yang kurang menguasai teknologi dapat dijembatani oleh pelatihan yang relevan.

Demikian pula, pelatihan mencakup juga pegawai lama dan yang sedang memegang jabatan. Teknologi senantiasa mengalami perubahan sehingga organisasi perlu memperbaharui kebijakan dari waktu ke waktu. Dilain pihak, organisasi memiliki para pegawai yang pada umumnya tahu bagaimana mengerjakan pekerjaan yang berkaitan dengan teknologi/kebijakan baru itu dengan cara yang benar. Pada saat itulah pelatihan diperlukan, yakni menghasilkan orang-orang yang menguasi teknologi dan metode baru sehingga mampu mengerjakan tugas-tugasnya sesuai dengan standar organisasi baik kuantitas maupun kualitas.

Selanjutnya pegawai yang mendapat promosi tidak selalu tahu bagaimana mengerjakan tugas baru dengan tepat (how to handle next job properly), sehingga diperlukan pelatihan dan pendidikan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada pegawai tersebut untuk siap memangku jabatan baru dengan tugas-tugas yang baru pula. Bahkan gagasan yang mengemukakan beberapa tahun lalu adalah bahwa pelatihan tetap diperlukan saat pegawai menghadapi masa pensiun. Melalui program pelatihan yang relevan, pegawai yang akan memasuki masa purna bakti ini dipersiapkan untuk menghadapi berbagai persoalan dalam menjalani kehidupan barunya.

2. Dari sisi unit/lembaga/organisasi

(22)

10

ingin berkembang harus memberikan porsi dan perhatian yang besar pada urusan pelatihan pegawainya.

2.2.2 Langkah-Langkah Pelaksanaan Pelatihan

Hariandja (2002) menyatakan bahwa mengingat pentingnya pelatihan dan pengembangan, maka seorang manajer SDM harus dapat mengembangkan program pelatihan dan pengembangan yang efektif. Terdapat beberapa proses/kegiatan yang harus dilakukan dalam upaya mengembangkan program pelatihan dan pengembangan yang efektif, yaitu:

1. Menganalisis kebutuhan pelatihan organisasi, yang sering disebut

need analysis atau need assessment.

2. Menentukan sasaran dan materi program pelatihan.

3. Menentukan metode pelatihan dan prinsip-prinsip belajar yang digunakan.

4. Mengevaluasi program pelatihan

Lebih lanjut, keempat langkah dan kegiatan ini dapat digambarkan seperti pada gambar 2.

 Prinsip - prinsip belajar  Biaya yang tersedia  Fasilitas yang ada  Waktu

ANALISIS KEBUTUHAN Kebutuhan organisasi

Kebutuhan tugas

PENENTUAN TUJUAN DAN MATERI PELAJARAN

PENETUAN METODE PELATIHAN On the job training atau

Off the job training

EVALUASI PELATIHAN

(23)

11 2.2.3 Analisis kebutuhan

Menurut Massaile (2005), Analisis kebutuhan adalah penetuan kebutuhan pelatihan dan pengembangan yang akan dilakukan. Kegiatan ini sangat penting, rumit, dan sulit. Dikatakan sangat penting sebab di samping menjadi landasan kegiatan selanjutnya seperti pemilihan metode yang tepat, biaya pelatihannya tidak murah sehingga bilamana pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan, selain tidak meningkatkan kemampuan organisasi juga menghabiskan banyak biaya. Selanjutnya dikatakan rumit dan sulit sebab perlu mendiaknosis kompetensi organisasi pada saat ini dan kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan kecenderungan perubahan situasi lingkungan yang sedang lingkungan yang sedang dihadapi yang akan dihadapi pada masa yang akan datang.

Selanjutnya, kegiatan ini akan berjalan dengan baik bila dapat menjawab tiga pertanyaan berikut:

1. Pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan apa yang dibutuhkan? 2. Apakah pegawai memiliki kekurangan dalam aspek di atas?

3. Apakah pelatihan akan memecahkan kekurangan-kekurangan tersebut?

Selanjutnya analisis dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berkut:

1. Analisis organisasi atau analisis kebutuhan organisasi. 2. Analisis tugas atau organisasi kebutuhan jabatan, dan 3. Analisis orang atau analisis kebutuhan pegawai.

2.2.4 Penentuan Tujuan Pelatihan

(24)

12

adalah mampu mengidentifikasi kerusakan mobil dan memeperbaikinya dalam waktu 30 menit.

Kemudian berdasarkan tujuan pelatihan yang sebelumnya, juga didasarkan pada analisis kebutuhan, ditentukan materi atau isi program, yaitu menyangkut materi-materi khusus yang diajarkan di dalam proses pelatihan, misalnya pengetahuan mengenai sistem bekerjanya mesin mobil, membuka komponen yang rusak dan memasang kembali komponen-komponen itu dengan baik dan lain-lain.

2.2.5 Pemilihan metode pelatihan

Menurut Massaile (2005), Setelah merumuskan tujuan dan isi program, dilakukan pemilihan metode pelatihan dan pengembangan. Metode pelatihan yang akan dipakai biasanya dalam bentuk on the job training, yaitu dilakukan pada waktu jam kerja berlangsung, baik secara formal maupun informal, dan off the job training, yaitu pelatihan dan pengembangan yang dilakukan secara khusus di luar pekerjaan.

Metode pelatihan dan pengembangkan yang dipilih tergantung pada kebutuhan serta tujuan pelatihan. Tetapi, di samping itu beberapa faktor perlu diperhatikan, yaitu:

1. Cost-effectiveness,

2. Desired program content,

3. Appropriateness of the facilities,

4. Trainee preferences and capabilities,

5. Learning principle

Di antara beberapa faktor di atas, ada satu faktor yang perlu mendapat perhatian dan penting, yaitu learning principle. Hal ini disebabkan di samping merupakan faktor yang penting dalam suatu proses belajar mengajar, juga faktor ini dapat dikendalikan.

Secara teoritis terdapat beberapa prinsip belajar yang dianggap sangat penting untuk meningkatkan efektivitas pelatihan, yaitu:

1. Participation,

2. Repetition,

(25)

13

4. Transference,

5. Feedback

Participation atau partisipasi merupakan keterlibatan seorang peserta latihan dalam kegiatan pelatihan secara aktif dan secara langsung. Partisipasi merupakan aspek penting dalam pelatihan sebab partisipasi dapat meningkatkan pemahaman yang lebih baik dan sukar untuk dilupakan.

Repetition adalah melakukan tautan mengatakan secara berulang-ulang dalam usaha menanamkan suatu ide dalam ingatan seseorang. Suatu konsep atau cara melaksanakan pekerjaan, bilamana dilakukan secara atau didengar berulang-ulang akan tertanam dalam ingatan seseorang.

Relevance berarti adanya kesesuian antara pelatihan dengan pekerjaan yang dilakukan sehari-hari oleh pegawai, misalnya seseorang melaksakan suatu pekerjaan melalui suatu langkah-langkah tertentu dan ini mempunyai arti penting karena memudahkan dia dalam pelaksanaan pekerjaan.

Transferences berarti adanya kesesuian antara pelatihan dengan pekerjaan yang dilakukan sehari-hari oleh pegawai. Transference akan memotivasi seseorang untuk belajar sebab pelatihan akan dirasakan bermanfaat oleh peserta karena dapat mempermudah peserta dalam melaksankan tugas-tugas sehari-hari.

Feedback merupakan pemberian informasi atas perkembangan kemajuan yang telah dicapai oleh peserta pelatihan, mana yang perlu diperbaiki dan mana yang dapat dipertahankan.

2.2.6 Evaluasi pelatihan dan pengembangan

Menurut Kirkpatrick (1998) ada empat tingkatan model dalam mengevaluasi program pelatihan, keempat tingkatan itu didefinisikan sebagai berkut :

1. Level 1, Reaksi

(26)

14

Banyak evaluator mengkritik penilaian reaksi akibat subjektivitas ini, tetapi agar program-program pelatihan dan pengembangan bisa berjalan dan berkembang, pelanggan harus dibuat puas kalau tidak, pembelajaran berdasarkan program itu akan terkena getahnya, dan permintaan akan program yang tidak memberikan kepuasan pelanggan, selain kesempatan-kesempatan pembelajaran efektif, akan berkurang secara signifikan.

2. Level 2, Pembelajaran

Kirckpatrick mendefinisikan pembelajaran dalam metodenya sebagai sejauh mana para peserta mengubah sikap-sikap, meningkatkan pengetahuan atau keterampilan sebagai buah dari menghadiri program itu. Ia mengisyaratkan agar pembelajaran itu bisa dievaluasi dengan penggunaan control groups dan dengan pre-dan post-testing.

3. Level 3, Perilaku

Evaluasi perilaku dalam model ini menyangkut sejauh mana transfer pengetahuan, keterampilan, dan sikap terjadi sebagai hasil dari mengikuti program itu.

Kickpatrick menganjurkan untuk evaluasi ini: a. Penggunaan control group secara kontinu

b. Memberikan waktu agar perubahan perilaku bisa terjadi c. Mengevaluasi sebelum dan sesudah program

d. Mensurvei atau mewawancarai para peserta, atasan langsung, bawahan mereka.

e. Pengulangan evaluasi pada saat-saat yang tepat

f. Mempertimbangkan kerugian-kerugian versus keuntungan-keuntungan dari bentuk evaluasi ini.

4. Level 4, Hasil

(27)

15 2.3. Competence dan Competency

Menurut Prihadi (2004), “an ability to do something or for a task” seseorang

mempunyai kompetensi untuk mengelola pekerjaan atau secara lebih spesifik, mempunyai kompetensi untuk merencanakan serangkaian aktivitas untuk mencapai target. Disini kompetensi merujuk pada kemampuan secara umum untuk menjalankan sebuah job atau bagian dari sebuah job secara kompeten, misalnya kompetensi pada fungsi perencanan. Setelah itu, istilah ini juga dapat digunakan untuk mengatakan hal-hal yang menimbulkan kemampuan itu, misalnya orientasi efisiensi. Istilah kompetensi merujuk pada pada salah satu rangkaian perilaku yang harus ditunjukkan oleh orang yang bersangkutan dalam rangka mengerjakan tugas-tugas dan fungsi-fungsi suatu jabatan dengan kompeten. Tiap kompetensi merupakan suatu dimensi perilaku yang discrete.

Dimensi perilaku itulah yang relevan dengan kinerja dalam job tersebut.

2.4. Karakteristik Kompetensi

Para pakar kompetensi yang tergabung dalam kelompok Hay-Macber et al dalam Prihadi (2004), mengemukakan lima karateristik kompetensi sebagai berikut:

1. Motives

Motif adalah hal-hal yang seseorang pikir atau inginkan secara konsisten yang menimbulkan tindakan. Motives berhubungan erat dengan drive, direct, dan select. Contoh, motivasi untuk berprestasi, memikul tanggung jawab pribadi untuk pencapainya, dan menggunakan feedback agar dapat bekerja lebih baik.

2. Traits

(28)

16 3. Self- Concept

Kategori ini mencakup sikap-sikap, values, atau self image seseorang. Hal ini merujuk pada sikap, nilai-nilai, dan citra diri yang ditunjukkan dengan rasa percaya diri sesorang. Nilai individu mempunyai sikap reaktif yang dapat memprediksi apa yang akan dilakukan sesorang dalam waktu singkat. Sesorang yang memiliki values menjadi seorang pemimpin lebih berkemungkinan menunjukkan perilaku kepemimpinan. Sebuah tugas akan menjadi tes kemampuan kepemimpinan bagi diriya.

4. Knowledge

Kategori ini merujuk pada informasi dan hasil pembelajaran yang dimiliki seseorang dalam bidang-bidang tertentu. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks. Tes pengetahuan mengukur kemampuan peserta untuk memilih jawaban yang paling benar tetapi tidak bias melihat apakah sesorang dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.

5. Skill

Keterampilan adalah kemampuan sesorang untuk melakukan suatu pekerjaan baik fisik maupun mental. Kompetensi keterampilan mental atau kognitif mencakup berfikir analitis (pemrosesan pengetahuan dan data, menentukan sebab dan akibat, pengorganisasian data), dan berfikir konseptual (mengenai pola-pola dalam data yang kompleks).

2.5. Kompetensi Pegawai Negeri Sipil

Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif dan efisien (SK Kepala BKN No.46a Tahun 2003).

(29)

17

dalam diri seseorang yang berupa pengetahuan, keterampilan, perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya sehingga individu mampu menampilkan unjuk kerja yang tinggi dalam suatu jabatan tertentu. (Permenpan dan RB No.197 Tahun 2012).

2.6. Penelitian Terdahulu

Haryono (2011) dalam skripsinya yang berjudul Evaluasi Pelatihan Wise Leadership Terhadap Peningkatan Kompetensi Pegawai Pada PT. Tirta Investama DEPO Kawasan Jakarta Timur. Tingkat kompetensi pegawai berdasarkan hasil analisis menunjukkan adanya hubungan antara pelatihan dengan kompetensi pegawai atau dengan kata lain ada keterkaitan antara kompetensi dengan efektivitas pelatihan.

Ningrum (2009) dalam tesisnya yang berjudul Efektivitas Pelaksanaan Diklat Jabatan Fungsional Perancang Peraturan Perundang (Periode Tahun 2009) Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM. Efektivitas pelaksanaan pendidikan dan pelatihan Jabatan Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan pada periode tahun 2009 dilihat dari pendekatan sumber, pendekatan proses internal, Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas memusatkan perhatian terhadap aspek output.

(30)

18

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Badan Pengembangan SDM Hukum dan HAM merupakan unit organisasi Kementerian Hukum dan HAM, yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kompetensi dan profesionalitas SDM yang berkualitas. Badan Pengembangan SDM perlu dilakukan agar visi, misi, tujuan, dan sasaran yaitu seluruh aparatur Hukum dan HAM memiliki kompetensi sesuai bidangnya. Oleh karena itu, salah satu pengembangan SDM yang dilakukan oleh Badan Pengembangan SDM adalah dengan pelatihan perancang peraturan perundang-undangan tingkat pertama, yang diikuti oleh pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM seluruh Indonesia. Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-Undangan Tingkat Pertama ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi di bidang perancang perundang-undangan. Sehingga diharapkan dapat menimbulkan sikap profesionalisme yang mempunyai perilaku kerja yang lebih produktif.Menurut Kirkpatrick (1998), evaluasi terhadap efektivitas program pelatihan mencakup empat level evaluasi, yaitu evaluasi reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil. Mengevaluasi terhadap reaksi peserta pelatihan berarti mengukur kepuasan peserta.

Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46a Tahun 2003 dinyatakan bahwa kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif dan efisien.

(31)

19

Gambar 3. Kerangka pemikiran Program Pelatihan:

Evaluasi Pelatihan 4 Level (Kirkpatrick,1998):

1. Reaksi 2. Pembelajaran 3. Perilaku 4. Hasil

Tiga Tipe Kompetensi Pegawai Negeri Sipil (Permenpan dan RB No.197 Tahun 2012) :

1. Pengetahuan 2. Keterampilan 3. Sikap dan Perilaku

Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran

Meningkatkan Kualitas SDM

Melakukan Pengembangan SDM

Evaluasi Pelatihan dan Pendidikan Terhadap Peningkatan Kompetensi

Implikasi Manajerial

(32)

20 3.2. Hipotesis Penelitian

Menurut Priyatno (2010) hipotesis adalah jawaban sementara atau merupakan dugaan sementara dari masalah penelitian. Hipotesis merupakan kebenaran sementara yang perlu diuji kebenarannya oleh karena itu hipotesis juga berfungsi untuk menguji kebenaran dari suatu teori.

Uji hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah kesimpulan pada sampel dapat berlaku untuk seluruh populasi. Hipotesis yang perlu diuji dalam penelitian ini adalah:

Ho : b = Reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil secara parsial tidakberpengaruh terhadap kompetensi PNS Perancang Undang-undang.

Ha : b  0 Reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil secara parsial berpengaruh terhadap kompetensi PNS Perancang Undang-undang.

Ho : b1,b2, b3,b4= 0 Artinya reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil

secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap kompetensi PNS Perancang Undang-undang.

Ha : b1,b2, b3,b4  0 Artinya reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil

secara bersama-sama berpengaruh terhadap kompetensi PNS Perancang Undang-undang.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan antara pelatihan perancang peraturan perundang-undangan dengan kompetensi PNS perancang undang-undang di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Berarti bahwa reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil diklat mempunyai pengaruh terhadap kompetensi PNS perancang undang-undang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia baik berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku.

3.3. Lokasi dan waktu penelitian

(33)

21

Pemilihan tempat penelitian ini didasarkan oleh peneliti yang secara langsung berhubungan dengan pekerjaan dan lokasi peneliti sekarang berada dan ketersedian organisasi untuk memberikan informasi dan data yang dibutuhkan oleh peneliti.

Waktu yang digunakan untuk pengumpulan data pada bulan Nopember 2012 -Januari 2013. Waktu tersebut digunakan untuk memperoleh data, informasi dan keterangan tambahan dari pihak-pihak terkait yang relevan dengan topik penelitian ini.

3.4. Jenis dan sumber data

Data yang dikumpulkan oleh peneliti yaitu data primer dan data sekunder. Menurut Umar (2005), data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber pertama yang dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan yang akan diteliti. Data primer diperoleh memberikan kuesioner dengan pihak-pihak yang terkait.

Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer maupun oleh pihak lain. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur, berupa arsip data perusahaan, buku-buku yang relevan dengan topik yang akan diteliti, hasil penelitian terdahulu, media internet, serta literaturlain yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.5. Metode pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan pihak terkait, yaitu Kepala Pusat Fungsional dan HAM dan peserta pelatihan serta dilengkapi dengan kuesioner yang diberikan kepada responden. Materi wawancara dan kuesioner meliputi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan evaluasi pelatihan dan pendidikan perancang peraturan perundang-undangan, tingkat kompetensi pegawai setelah mengikuti pelatihan, dan pengaruh pelatihan terhadap peningkatan kompetensi pegawai.

(34)

22

Keunggulan skala likert yakni mudah dibuat, diatur, dan responden mudah mengerti bagaimana cara menggunakan skala pada kuesioner yang digunakan (Umar, 2005). Cara penilaian kuesioner dengan skala likert dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Skala Likert

Jawaban Responden Bobot Nilai

Sangat Setuju 4

Setuju 3

Tidak Setuju 2

Sangat Tidak Setuju 1

Adapun perhitungan rentang skala menurut Umar (2005), adalah sebagai berikut:

Keterangan:

RS = Rentang skala atau rentang kriteria M = Jumlah alternatif jawaban tiap item n = Jumlah responden

3.6. Teknik pemilihan responden

Teknik yang digunakan dalam menentukan responden dalam melakukan penelitian ini adalah teknik sensus. Teknik ini diberlakukan karena anggota populasi yang akan diteliti relatif kecil. Responden dalam penelitian ini merupakan keseluruhan peserta pelatihan perancang perundang-undangan yang berjumlah 33 orang.

3.7. Pengujian kuesioner

Sebelum diolah, kuesioner perlu diuji validitas dan realibilitasnya. Kedua uji perlu dilakukan untuk mengetahui apakah kuesioner tersebut layak untuk disebar kepada responden.

3.7.1 Uji Validitas

(35)

23

Sebuah instrument dikatakan sahih apabila mampu mengukur apa yang diinginkan atau mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Sebuah instrument memiliki validitas tinggi, apabila butir-butir yang membentuk instrument tersebut tidak menyimpang dari fungsi instrument tersebut.

Prosedur kerjanya sebagai berikut :

a. Menentukan skor butir pertanyaan dan skor total

b. Skor butir pertanyaan dipandang sebagai nilai x dan skor total dipandang sebagai nilai y.

c. Menentukan koefisien korelasi (r) setiap butir dengan mengkorelasikan setiap skor setiap butir (x) dengan skor total (y). d. Syarat minimum untuk menganggap suatu butir instrument valid

adalah r hitung > r table, maka korelasi butir pertanyaan tersebut valid.

e. Dalam penelitian ini digunakan rumus Pearson Product Moment dengan bantuan Microsoft Excel 2007 sebagai berikut:

……...……...(2)

Dimana :

r = Koefisien korelasi x dan y

x = Skor masing-masing pernyataan dari tiap responden y = Skor total semua penyataan dari tiap responden N = Jumlah responden

(36)

24 3.7.2 Uji Realibilitas

Menurut Sugiyono (2010), realibilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Suatu alat pengukuran dikatakan reliable, jika alat tersebut memiliki hasil pengukuran yang konsisten dari dua kali pengukuran pada gejala yang sama. Uji realibilitas menggunakan rumus Cronbach Alpha dengan bantuan SPSS 17.0 for windows sebagai berikut:

………...…..(3) Keterangan :

k = Banyaknya butir pertanyaan

σ = Jumlah ragam butir

∑σ

Rumus varian yang digunakan adalah :

………...…..(4)

Keterangan :

n = Jumlah responden Xi = Nilai skor yang dipilih

Tingkat realibilitas dengan metode Cronbach Alpha diukur berdasarkan skala Alpha 0 sampai 1 yang dapat diinterprestasikan sebagai berikut :

Tabel 3 Tingkat realibilitas metode Alpha Cronbach

Alpha Tingkat Realibilitas

0,00-0,20 Kurang reliable

0,21-0,40 Agak reliable

0,41-0,60 Cukup reliable

0,61-0,80 Reliable

(37)

25

Setelah uji validitas dilakukan, selanjutnya variabel-variabel yang valid diuji reliabilitasnya.

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

3.8.1 Normalitas Model Regresi

Uji normalitas pada model regresi digunakan untuk menguji apakah nilai residual terdistribusi secara normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang memiliki nilai residual yang terdistribusi secara normal.

Cara untuk mendeteksinya adalah dengan uji statistik dengan One Sample Kolmogorov Smirnov.

Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: (Santoso, 2001)

- Jika nilai Signifikansi (Asym Sig 2 tailed) > 0,05, maka data berdistribusi normal.

- Jika nilai Signifikansi(Asym Sig 2 tailed < 0,05, maka data tidak berdistribusi normal.

Cara lain untuk mendeteksinya adalah dengan melihat penyebaran data pada sumber diagonal pada grafik NormalP-P Plotof regression standardized sebagai dasar pengambilan keputusannya. Jika menyebar sekitar garis dan mengikuti garis diagonal maka model regresi tersebut telah normal dan layak dipakai untuk memprediksi variabel bebas dan sebaliknya (Ghozali, 2005).

3.8.2 Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah keadaan dimana terjadi hubungan linear yang sempurna atau mendekati antar variabel independen dalam model regresi. Suatu model regresi dikatakan mengalami multikolinearitas jika ada fungsi linear yang sempurna pada beberapa atau semua independen variabel dalam fungsi linear. Dan hasilnya sulit didapatkan pengaruh antara independen dan dependen variabel.

(38)

26

3.8.3 Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana terjadi ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedastisitas dengan meregresikan variabel-variabel bebas terhadap nilai absolute residual. Sebagai pengertian dasar, residual adalah selisih antara nilai observasi dengan nilai prediksi, dan absolut adalah nilai mutlaknya. Jika nilai signifikansi antara variabel independen dengan residual lebih dari 0,05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Cara lain untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedastisitas dengan melihat pola titik-titik pada scatterplots regresi. Jika titik-titik menyebar dengan pola yang tidak jelas diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas(Ghozali, 2005).

3.8.4 Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah keadaan dimana pada model regresi ada korelasi antara residual pada periode t dengan residual pada periode sebelumnya (t-1). Model regresi yang baik adalah yang tidak adanya masalah autokorelasi

Pengambilan keputusan pada uji autokorelasi sebagai berikut: a. dU < d < 4 – dU maka H0 diterima, tidak terjadi autokorelasi

b. d < dL atau d > 4 – dL maka H0 ditolak, terjadi autokorelasi

c. dL < d < dU atau 4 – dU < d < 4 – dL maka tidak ada kesimpulan Nilai Durbin Watson dapat dilihat pada output Regression (Ghozali, 2005). 3.8.5 Regresi Berganda

Menurut Sugiyono (2010), Regresi linier berganda digunakan apabila variabel independen berjumlah dua atau lebih. Persamaan untuk n variabel adalah:

(39)

27

3.8.6 Uji simultan dengan F-Test

Menurut Nugroho (2010), Uji Simultan dengan F-test ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil F-test ini pada output SPSS dapat dilihat pada tabel ANOVA.

Hipotesis:

H0: variabel-variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen

H1: variabel-variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

3.8.7 Uji parsial dengan T-Test

T-test bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual (parsial) terhadap variabel dependen. Hasil uji ini pada output SPSS dapat dilihat pada Tabel 17.

Hipotesis:

H0: variabel independen secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

H1: variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

3.8.8 Analisis koefisien determinasi (Adjusted R2)

Analisis determinasi adalah ukuran yang menunjukkan seberapa besar variabel x memberikan kontribusi terhadap variabel y. Analisis determinasi digunakan untuk mengetahui prosentase sumbangan pengaruh variabel independen secara serentak terhdap variabel dependen. Koefisien ini menunjukkan seberapa besar prosentase variasi variabel independen yang digunakan dalam model mampu menjelaskan variasi variabel dependen.

menunjukkan bahwa tidak ada sedikitipun sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen. Dan bila

(40)

28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Instansi

4.1.1 Profil singkat BPSDM Hukum dan HAM

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM merupakan unit organisasi Kementerian Hukum dan HAM, yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kompetensi dan profesionalitas Sumber Daya Manusia yang berkualitas, tidak saja bagi pegawai Kementerian Hukum dan HAM, tetapi juga SDM di bidang hukum dan HAM yang berada di instansi lain dalam lingkup nasional, seperti Pemerintah Daerah (PEMDA), Lembaga Legislatif. Dalam melaksanakan tugas penyusunan dan perancangan peraturan dan perundang-undangan (legal drafting) dan penegakan HAM.

(41)

29

4.1.2 Visi dan Misi Kementerian Hukum dan HAM

Kementerian Hukum dan HAM memiliki visi dan misi sebagai berikut:

Visi

Masyarakat Memperoleh Kepastian Hukum

Misi

Melindungi Hak Asasi Manusia

Tujuan

Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia

Sasaran :

1. Seluruh aparatur Hukum dan HAM memiliki kompetensi sesuai bidangnya dan memperoleh pengembangan karir yang jelas.

2. Seluruh unit kerja memiliki sumber daya manusia profesional sesuai kebutuhan dan kaderisasi berkesinambungan.

4.2. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi

BPSDM Hukum dan HAM mempunyai tugas pokok melaksanakan pengembangan sumber daya manusia di bidang hukum dan hak asasi manusia. Untuk melaksanakan tugas dimaksud, BPSDM Hukum dan HAM menyelenggarakan fungsi:

1) Penyiapan perumusan kebijakan dan program pengembangan sumber daya manusia di bidang hukum dan hak asasi manusia

2) Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur pengembangan sumber daya manusia di bidang hukum dan hak asasi manusia

3) Pelaksanaan kegiatan pengembangan sumber daya manusia di bidang hukum dan hak asasi manusia

4) Koordinasi dan kerjasama pengembangan sumber daya manusia di bidang hukum dan hak asasi manusia

5) Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan hasil pendidikan dan pelatihan pengembangan sumber daya manusia hukum dan hak asasi manusia

(42)

30

4.3. Struktur Organisasi BPSDM Hukum dan HAM

Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-05.OT.01.01 Tahun 2010 Tangal 30 Desember 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM terdiri dari :

a. Sekretariat Badan

b. Pusat Pengembangan Kepemimpinan dan Manajemen c. Pusat Pengembangan Teknis

d. Pusat Pengembangan Fungsional dan HAM e. Kelompok Jabatan Fungsional

f. Akademi Ilmu Pemasyarakatan (AKIP) g. Akademi Ilmu Imigrasi (AIM)

Struktur BPSDM Hukum dan HAM tersebut terangkai dalam bagan struktur organisasi.

(43)

31

4.4. Pusat Pengembangan Fungsional dan Hak Asasi Manusia

Pusat Pengembangan Fungsional dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas melaksanakan pengembangan sumber daya manusia di bidang pendidikan dan pelatihan fungsional dan hak asasi manusia sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala BPSDM Hukum dan HAM.

Untuk melaksanakan tugasnya, Pusat Pengembangan Fungsional dan Hak Asasi Manusia mempunyai fungsi:

a. Penyiapan penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program pengembangan sumber daya manusia dibidang fungsional dan hak asasi manusia

b. Penyiapan penyusunan norma, standar, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang pengembangan fungsional dan hak asasi manusia

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan fungsional dan hak asasi manusia

d. Koordinasi kegiatan pengembangan sumber daya manusia di bidang pendidikan dan pelatihan dengan instansi terkait

e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pelatihan di bidang pengembangan fungsional dan hak asasi manusia

(44)

32

4.5. Sumber Daya Manusia Kementerian Hukum dan HAM

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memiliki 11 unit organisasi eselon 1, dengan jumlah pegawai 48.883 pegawai pusat dan daerah yang mencakup 33 kantor wilayah dengan 765 unit pelaksana teknis.Luas dan besarnya cakupan dari lingkup tugas pokok serta fungsi Kementerian Hukum dan HAM sehingga kebutuhan organisasi akan pengembangan kompetensi SDM semakin besar. Atas dasar pemikiran tersebut, maka BPSDM Hukum dan HAM bertanggung jawab dalam meningkatkan kompetensi dan profesionalitas Sumber Daya Manusia yang berkualitas, tidak saja bagi pegawai Kementerian Hukum dan HAM, tetapi juga SDM di bidang Hukum dan HAM yang berada di instansi lain dalam lingkup Nasional, seperti Pemerintah Daerah (PEMDA), Lembaga Legislatif. Dalam melaksanakan tugas penyusunan dan perancangan peraturan dan perundang-undangan (legal drafting) dan penegakan HAM. BPSDM Hukum dan HAM yang memiliki jumlah pegawai sampai dengan bulan Desember 2012 sebanyak 270 orang. Dengan latar belakang pendidikan Doktor sebanyak 6 orang, Pascarjana sebanyak 68 orang, Sarjana sebanyak 102 orang, Diploma sebanyak 22 orang, SLTA sebanyak 61 orang. Tenaga Medis sebanyak 11 orang.Untuk menunjang kegiatan pengembangan SDM Kementerian Hukum dan HAM dalam tenaga kesehatan, BPSDM memiliki Klinik Medis yang terdiri dari 5 orang dokter umum, 3 orang dokter gigi, dan 3 orang perawat.

4.6. Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.6.1 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Variabel X, Pelatihan Perancang Perundang-undangan Gelombang 3

(45)

33

dapat digunakan untuk mengukur (data) evaluasi perancang peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya dilakukan uji realibilitas untuk mengukur tingkat keandalan alat ukur. Pengukuran ini dilakukakan untuk tiap butir pertanyaan kuesioner. Hasil pengolahan data dapat dilihat nilai Alpha 0,917. Sedangkan nilai r tabel pada signifikasi 0,005 degan jumlah data (n)=33, didapat sebesar 0,355 ( lihat pada lampiran 1 tabel r). Dari hasil uji realibilitas nilai r hitung > r tabel, maka dapat disimpulkan bahwa butir-butir variabel penelitian perancang peraturan perundang-undangan tersebut reliabel atau memiliki kualitas keandalan yang baik sehingga dapat digunakan dalam melakukan penelitian evaluasi pelatihan.

4.6.2 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Variabel Y (Kompetensi), Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan Gel. 3

Pengolahan data pada variabel Y (Kompetensi) pelatihan perancang peraturan perundang-undangan gelombang 3 tahun 2012, dapat dilihat bahwa nilai signifikasi kurang dari 0,005 (<5%). Sedangkan nilai r pada signifikasi 0,05 dengan jumlah data (n)=33, didapat sebesar 0,355 (lihat pada lampiran 2 tabel r).

Dari hasil uji validitas nilai r hitung > nilai r tabel, maka dapat dikatakan bahwa alat ukur dapat mengukur kompetensi perancang peraturan perundang-undangan.Selanjutnya dilakukan uji realibilitas untuk mengukur keandalan alat ukur untuk mengukur kompetensi perancang peraturan perundang-undangan.

(46)

34 4.7. Karateristik Responden

Karakteristik responden yang akan dijelaskan disini adalah berdasarkan umur, tingkat pendidikan, pangkat/golongan. Penyajian data karateristik responden adalah bertujuan untuk mengenal ciri-ciri khusus yang dimiliki responden sehingga dapat memudahkan peneliti untuk mengadakan analisis. Karateristik responden dapat dilihat pada diagam berikut:

Gambar 6 Responden menurut tingkat pendidikan

Dapat dilihat dalam diagram bahwa responden yang mengikuti pelatihan perancang peraturan perundang-undangan berdasarkan tingkat pendidikan lebih banyak Sarjana Hukum (S1 Hukum). Hal ini terjadi karena kebutuhan dan syarat utama perancang peraturan perundang-undangan ialah peserta yang memiliki kompetensi hukum baik Sarjana(S1) maupun Pascasarjana(S2). Hal ini untuk dapat memudahkan peserta mengerti dalam pelatihan perancang peraturan perundang-undangan.

Gambar 7 Responden menurut umur

Dapat dilihat dalam diagram bahwa responden yang mengukuti pelatihan perancang peraturan perundang-undangan berdasarkan tingkat umur cenderung

28 2

3

Berdasarkan Tingkat

Pendidikan

S1 Hukum

S1 Lain

S2

1

21

8 3

Responden Berdasarkan Umur

20-25 Tahun

26-30 Tahun

31-35 Tahun

(47)

35

terbanyak pada usia dari 26-30 tahun yaitu 21 orang, hal ini dapat dimengerti karena pada usia tersebut, umumnya pegawai negeri sipil masih berada pada tahap-tahap pengembangan karir dan tahap pengembangan tingkat kompetensi. Salah satu persyaratan peserta pelatihan juga harus memiliki umur tidak lebih dari 45 tahun. Hal ini juga sebagai proses sebuah regenerasi dalam menyusun peraturan perundang-undangan untuk memberikan kepada calon-calon perancang tingkat pertama.

Gambar 8 Responden menurut golongan

Dapat dilihat dalam diagram bahwa responden yang mengikuti pelatihan perancang peraturan perundang-undangan berdasarkan tingkat golongan cenderung terbanyak adalah golongan IIIa. Hal ini sesuai dengan persyaratan dalam mengikuti diklat perancang peraturan perundang-undangan yang serendah-rendahnya adalah golongan IIIa.

4.8. Deskripsi Efektivitas Pelatihan

Deskripsi efektivitas pelatihan bertujuan untuk menggambarkan persepsi pegawai/responden terhadap efektivitas pelatihan perancang perundang-undangan. Persepsi pegawai juga merepakan sebuah parameter untuk mengukur keberhasilan pelatihan. Efektivitas pelatihan diukur dalam 4 variabel yaitu reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil.

31 1

1

Responden berdasarkan

golongan

(48)

36

Berdasarkan Tabel 4, variabel reaksi dapat diketahui bahwa 66,7% peserta pelatihan setuju dan menganggap materi yang disampaikan ke peserta pelatihan sudah sesuai dengan program pelatihan, pandangan ini didasarkan atas kurikulum yang telah dibuat yang menjadi acuan dalam program pelatihan perancang peraturan perundang-undangan. Kurikulum tersebut terdiri dari kelompok dasar, kelompok inti, dan kelompok lainnya.

Dari Tabel 4, dapat diketahui widyaiswara menguasai bidang ilmu hukum yang mendalam sebanyak 78,85%, pandangan ini didasarkan atas latar belakang pendidikan widyaiswara yang memiliki gelar Professor, Doktor, Pasca sarjana

(49)

37

baik dari dalam maupun luar negeri. Tenaga pengajar memiliki kompetensi di bidang hukum yang berasal dari widyaiswara di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM, Ditjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Makamah Agung RI, Departemen Agama, Departemen Dalam Negeri, Sekretariat Negara, Universitas Indonesia, Departemen Luar Negeri, serta para pakar di bidang hukum perundang-undangan.

Dari Tabel 4,dapat diketahui instruktur melibatkan partisipasi dari peserta pelatihan sebanyak 66,7%, hal ini dikarenakan semua peserta ikut terlibat dalam semua kegiatan pelatihan baik di dalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor). Dari tabel diatas dapat diketahui peserta diberikan tugas/latihan agar lebih mendalami materi yang diberikan sebanyak 72,7%, hal ini dikarenakan terkait dengan kompetensi perancang peraturan perundang-undangan tingkat pertama yang harus mampu menguasai penyusunan perancangan peraturan perundang-undangan sehingga para instruktur sering memberikan tugas dan latihan kepada peserta pelatihan.

Dari Tabel 4, kondisi waktu pelatihan tidak mengganggu kegiatan sebanyak 87,9%, hal ini dikarenakan penyelenggaraan pelatihan sudah memiliki jadwal untuk setiap hari selama kegiatan pelatihan. Jadwal pelatihan juga masih dapat berubah (tentative) harus disesuiakan dengan kondisi pada saat pelatihan.Dari tabel diatas waktu yang disediakan sudah efektif sebanyak 69,7%, hal ini dikarenakan waktu pelatihan yang cukup lama yaitu 612 jam pelajaran sekitar 77 hari atau sama dengan 3 bulan. Lamanya waktu pelatihan dikarenakan materi dan proses dalam merancang peraturan prundang-undangan kompleks dan dinamis.

(50)

38

Dari Tabel 4, modul/Handout pelatihan mampu membantu peserta dalam memahami materi hanya sebanyak 42,4%, hal ini disebabkan modul pelatihan yang diberikan dalam pelatihan tidak mencakup semua materi/kurikulum yang seharusnya diberikan sehingga banyak peserta yang meminta bahan kepada widyaiswara/pengajar. Dari Tabel 4, kualitas dan kuantitas konsumsi dapat memenuhi keinginan peserta sebanyak 45,5% tidak setuju, hal ini dikarenakan konsumsi yang kurang bervarian sehingga menyebabkan para peserta pelatihan merasa bosan dengan konsumsi yang hampir sama dari hari ke hari, dengan waktu pelatihan yang lama ini juga menyebabkan para peserta merasa bosan dengan konsumsi yang diberikan oleh panitia. Keberagaman suku asal daerah juga menyebabkan konsumsi menjadi kurang efektif.

Tabel 5 Persepsi pegawai terhadap efektivitas pelatihan pada variabel pembelajaran

Indikator SS S TS STS Modus Frekuensi (%)

(51)

39 jangka panjang di bidang hukum

2 23 7 1 23 69,7 Peradilan Tata Usaha Negara dan Mahkamah Konstitusi

Dari Tabel 5, persepsi peserta setelah mengikuti pelatihan/diklat, peserta semakin mengetahui sumber dan bahan yang terkait dengan penyusunan peraturan perundang-undangan sebanyak 63,6% ini dikarenakan widyaiswara banyak memberikan pengetahuan akan sumber-sumber dan bahan-bahan yang digunakan dalam mempersiapkan pembuatan peraturan perundang-undangan.

(52)

40

peraturan perundang-undangan. Sehingga diharapkan para peserta setelah mengikuti pelatihan ini dapat memahami tata cara dan proses pembentukan peraturan perundang-undangan.Persepsi peserta pelatihan dalam memahami konsep perencanaan hukum adalah sebanyak 75,8% hal ini dapat dipahami dalam membuat sebuah konsep perencanaan hukum harus melihat dari aspek dampak dari peraturan hukum yang akan dibuat dengan tidak mengurangi sebuah hak-hak sebagai warga negaranya.

Persepsi peserta pelatihan dalam mengetahui program dan kebijakan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang di bidang hukum adalah sebanyak 69,7% hal ini dapat dipahami karena dalam merancang peraturan harus selaras dan sejalan dengan program pemerintah baik jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang agar tidak terlalu banyak terjadinya perubahan-perubahan peraturan yang mengikat dimasa yang akan datang. Persepsi peserta pelatihan dalam mengetahui jenis-jenis peraturan perundang-undangan adalah sebanyak 66,7% hal ini dapat dipahami bahwa dengan mengetahui jenis-jenis peraturan peserta dapat mengelompokan peraturan berdasarkan jenis peraturan yang akan dibuat.

(53)

41

Tabel 6 Persepsi pegawai terhadap efektivitas pelatihan pada variabel perilaku

(54)

42

Persepsi peserta pelatihan dalam bersungguh-sungguh dalam mengikuti semua kegiatan adalah sebanyak 51,5% hal ini dapat dipahami bahwa dengan kesungguh-sungguhan peserta dalam mengikuti pelatihan maka tujuan dari pelatihan ini akan tercapai yaitu menciptakan para perancang peraturan perundang-undangan yang memiliki kompetensi yang baik dalam membuat peraturan.Persepsi peserta pelatihan yang selalu jujur dan bertanggung jawab terhadap kegiatan pelatihan adalah sebanyak 54,5% hal ini dapat dipahami bahwa dengan kejujuran serta tanggung jawab maka pelatihan ini dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan yang diharapkan yaitu mencetak para perancang undang-undang yang berkompeten dan memiliki integritas, tanggung jawab serta jujur dalam melaksanakan pekerjaanya.

Persepsi peserta pelatihan mampu bekerjasama dan mampu menerima pendapat orang lain adalah sebanyak 57,6% hal ini dapat dipahami bahwa pelatihan ini juga membentuk perilaku peserta pelatihan untuk bekerja secara tim dan mampu menerima pendapat orang lain.Persepsi peserta pelatihan mampu menciptakan suasana yang kondusif dan memberikan saran agar pelatihan dapat berjalan lancar dan efektif adalah sebanyak 54,5% hal ini dapat dipahami bahwa dengan suasana yang kondusif serta peserta yang proaktif dalam proses pelatihan dapat memeberikan dampak yang baik dalam proses pelatihan.

Tabel 7 Persepsi pegawai terhadap efektivitas pelatihan pada variabel hasil

Indikator SS S TS STS Modus Frekuensi (%)

Pelatihan Perancang undang-undang telah meningkatkan produktivitas kerja di unit kerja

12 21 0 0 21 63,6

Gambar

Gambar 1. Siklus pelatihan (Massaile, 2005)
Gambar 2. Langkah-langkah pelaksanaan pelatihan/pengembangan
Gambar 3. Kerangka pemikiran
Gambar 4. Bagan struktur organisasi Badan Pengembangan Sumber Daya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini sampel memiliki kecerdasan emosional dan keyakinan diri dengan perilaku belajar peserta didik baik, jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis

Jenis kelamin adalah jenis kelamin dari responden yang telah ditetapkan dalam penelitian untuk mengetahui pengelolaan dana desa dalam upaya pelaksanaan pembangunan

Perkembangan ilmu pengetahuan mengenai profesi akuntan publik yang memberikan jasa audit, kualitas audit yang diharapkan dari seorang auditor, dan konsep independensi,

Peningkatan kualitas SDM kesejahteraan sosial masyarakat - BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KB KEL GUNUNG SAMARINDA BARU 1,00 orang. Pelatihan

Buat deskripsi use case dalam bentuk yang diperluas dengan menggunakan Assign Staff untuk bekerja pada kampanye pada contoh di buku Object Oriented System Analysis and Design

P enelitian yang berjudul “Penerapan Metode Yamaha d alam Pembelajaran Biola Tingkat Dasar di Braga Music School” memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui dan

Berdasarkan pengalaman penulis saat mengajar di SMAN 16 Bandung kurangnya penguasaan Artikel menjadi salah satu kendala yang dihadapi siswa dalam mempelajari

Proses tersebut membuat pengguna akan melakukan editing berkali-kali jika ada sisipan gambar, tabel dan persamaan atau rumus karena penomoran akan berubah, namun jika