• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga Pt T-01-2002-B Dengan Menggunakan Program Kenpave

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga Pt T-01-2002-B Dengan Menggunakan Program Kenpave"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

METODE PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR

II.1. UMUM

Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas[6]. Perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari banyak lapisan yang dibuat untuk menambah daya dukung tanah agar dapat memikul repetisi beban lalu lintas sehingga tanah tidak mengalami deformasi yang berarti[13]. Perkerasan atau struktur perkerasan didefenisikan sebagai struktur yang terdiri dari satu atau lebih lapisan perkerasan yang dibuat dari bahan yang memiliki kualitas yang baik[14]. Jadi, perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas[5]. Perkerasan dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta tebal dari setiap lapisan harus cukup aman untuk memikul beban yang bekerja di atasnya, oleh karena itu pada waktu penggunaannya diharapkan tidak mengalami kerusakan-kerusakan yang dapat menurunkan kualitas pelayanan lalu lintas.

(2)

faktor keawetan dan faktor ekonomis yang diharapkan maka perkerasan dibuat berlapis-lapis. Berdasarkan bahan pengikatnya perkerasan jalan dibagi menjadi dua,[11] yaitu :

a. Perkerasan lentur (flexible pavement)

Perkerasan lentur merupakan perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Yang terdiri dari lapisan – lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang dipadatkan.

lapis permukaan (surface) lapis pondasi atas (base) lapis pondasi bawah (subbase)

tanah dasar (subgrade) Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur

b. Perkerasan kaku (rigid pavemet)

Perkerasan kaku merupakan suatu susunan konstruksi perkerasan dimana sebagai lapisan atasnya digunakan pelat beton, yang terletak di atas pondasi atau langsung di atas tanah dasar. Lapisan – lapisan perkerasan kaku adalah seperti gambar 2.2 di bawah ini.

plat beton (concrete slab)

lapis pondasi bawah (subbase)

tanah dasar (subgrade)

(3)

Selain dari kedua jenis tersebut, sekarang telah banyak digunakan jenis gabungan (composite pavement).[5]

c. Perkerasan komposit (composite pavement)

Perkerasan komposit merupakan perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur. Perkerasan lentur di atas perkerasan kaku atau sebaliknya.

Gambar 2.3 Lapisan Perkerasan Komposit

d. Perbedaan antara perkerasan lentur dan pekerasan kaku

Perbedaan antara pekerasan lentur dan perkerasan kaku dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perbedaan Perkerasan Lentur dan Pekerasan Kaku

(4)

II.2. PERKERASAN LENTUR II.2.1. Lapisan Perkerasan Lentur

Lapisan pada perkerasan lentur berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Beban lalu lintas dilimpahkan keperkerasan jalan melalui bidang kontak roda kendaraan berupa beban terbagi rata.[11] Beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan dan disebarkan ke tanah dasar. Lapisan konstruksi perkerasan lentur pada umumnya terdiri dari lapis permukaan, lapis pondasi atas, lapisan pondasi bawah, dan tanah dasar. Tiap lapisan mempunyai fungsi masing – masing dalam menerima beban dari lapisan atasnya.

a. Lapis Permukaan (surface course)

Lapisan permukaan pada umumnya dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Lapisan ini terletak paling atas, yang berfungsi sebagai berikut:

 Menahan beban roda, oleh karena itu lapisan perkerasan ini harus mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa layan.

 Lapisan kedap air, sehingga air hujan tidak meresap ke lapisan di bawahnya yang akan mengakibatkan kerusakan pada lapisan tersebut.

(5)

 Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawahnya, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain.

Jenis lapis permukaan yang banyak digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut[11]:

 Burtu (laburan aspal satu lapis), yaitu lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi satu lapis agregat bergradasi seragam dengan tebal maksimal 2 cm.

 Burda (laburan aspal dua lapis), yaitu lapis penutup yang teridri dari lapisan aspal ditaburi agregat dua kali secara berurutan dengan tebal maksimal 3,5 cm.

 Latasir (lapis tipis aspal pasir), yaitu lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal 1-2 cm.

 Lataston (lapis tipis aspal beton), yaitu lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi dan aspal keras dengan perbandingan tertentu dan tebal antara 2 – 3,5 cm.

(6)

 Penetrasi macadam (lapen), yaitu lapis pekerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Tebal lapisan bervariasi antara 4 – 10 cm.

 Lasbutag, yaitu lapisan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal lapisan padat antara 3 – 5 cm.

 Laston (lapis aspal beton), yaitu lapis perkerasan yang terdiri dari campuran aspal keras dengan agregat yang mempunyai gradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. Laston terdiri dari 3 macam campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (ACBase).

 Ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19mm, 25mm dan 37,5 mm. Jika campuran aspal yang dihampar lebih dari satu lapis, seluruh campuran aspal tidak boleh kurang dari toleransi masing-masing campuran dan tebal nominal rancangan.

b. Lapis Pondasi Atas (base course)

(7)

 Menyebarkan gaya dari beban roda ke lapisan bawahnya.

 Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.

 Bantalan terhadap lapisan permukaan.

Jenis lapis pondasi atas yang biasa digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut[11]:

 Agregat bergradasi baik yang dibedakan atas: batu pecah kelas A, batu pecah kelas B, batu pecah kelas C. Batu pecah kelas A bergradasi lebih baik dari batu pecah kelas B dan batu pecah kelas B lebih baik dari batu pecah kelas C. Kriteria dari masing–masing jenis lapisan di atas dapat diperoleh dari spesifikasi yang diberikan.

 Pondasi macadam

 Pondasi tellford

 Penetrasi macadam (Lapen)

 Aspal beton pondasi

 Stabilisasi

c. Lapis Pondasi Bawah (subbase course)

Lapis pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi dan tanah dasar[11]. Fungsi dari lapisan pondasi bawah adalah:

 Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar.

 Effisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatip lebih murah dibandingkan dengan lapisan perkerasan di atasnya.

 Mengurangi tebal lapis di atasnya yang materialnya lebih mahal.

(8)

 Lapisan untuk mencegah pertikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas.

Jenis pondasi bawah yang biasa digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut[11]:

 Agregat bergradasi baik, dibedakan atas: Sirtu/pitrun kelas A, Sirtu/pitrun kelas B, Sirtu/pitrun kelas C.

 Stabilisasi: a). Stabilisasi agregat dengan semen, b). Stabilisasi agregat dengan kapur, c). Stabilisasi tanah dengan semen, d). Stabilisasi tanah dengan kapur.

d. Tanah Dasar (subgrade course)

(9)

II.3. METODE PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR

II.3.1 Prinsip Perencanaan Perkerasan Lentur

Sebelum tahun 1920-an, desain perkerasan pada dasarnya adalah penentuan ketebalan bahan berlapis yang akan memberikan kekuatan dan perlindungan untuk tanah dasar yang lunak, perkerasan yang dirancang untuk menghindari kegagalan geser tanah dasar. Para Insinyur menggunakan pengalaman berdasarkan keberhasilan dan kegagalan dari proyek sebelumnya, menjadi pengalaman dan mengembangkannya menjadi beberapa metode seperti metode perencanaan perkerasan berdasarkan kekuatan geser tanah dasar.[16]

Sejak saat itu, volume lalu lintas telah meningkat dan kriteria desain telah berubah. Sama pentingnya dengan memberikan dukungan tanah dasar, mengevaluasi kinerja perkerasan sama pentingnya yaitu melalui kualitas perjalanan dan tekanan permukaan yang meningkatkan tingkat kerusakan struktur perkerasan. Kekuatan menjadi titik fokus dari perencanaan perkerasan. Metode berdasarkan serviceability (indeks kualitas pelayanan perkerasan) yang dikembangkan berdasarkan percobaan test track. The AASHO Road Test pada tahun 1960-an melakukan sebuah eksperimen yang mana menjadi panduan desain AASHTO. Metode yang dikembangkan dari data uji laboratorium atau percobaan tes jalur di mana kurva model yang dilengkapi dengan data adalah contoh khas metode empiris. Meskipun metode ini mungkin menunjukkan akurasi yang baik, metode empiris hanya berlaku untuk bahan-bahan dan kondisi iklim dimana metode tersebut dikembangkan.

(10)

kegagalan. Kriteria desain baru yang diperlukan untuk memasukkan mekanisme kegagalan tersebut (misalnya, kelelahan retak dan deformasi permanen dalam kasus beton aspal). Metode Asphalt Institute dan metode Shell adalah contoh prosedur berdasarkan kelelahan retak aspal beton dan mode deformasi kegagalan permanen. Metode ini adalah yang pertama untuk menggunakan mekanika teori linear-elastis untuk menghitung respon struktur, dalam kombinasi dengan model empiris untuk memprediksi jumlah kegagalan untuk perkerasan lentur.

Dilemanya adalah bahwa bahan perkerasan tidak menunjukkan perilaku sederhana seperti diasumsikan dalam isotropik linear elastis-teori. Nonlinier, waktu dan tergantung temperatur, dan anisotropi adalah beberapa contoh fitur yang rumit yang sering diamati dalam bahan perkerasan. Dalam kasus ini, kemajuan pemodelan diperlukan untuk memprediksi kinerja mekanis. Pendekatan desain mekanistik didasarkan pada teori mekanika dan berhubungan dengan perilaku perkerasan struktural dan kinerja untuk beban lalu lintas dan pengaruh lingkungan. Telah terjadi kemajuan dalam beberapa tahun terakhir pada bagian kecil dari masalah prediksi kinerja mekanistik, tetapi pada kenyataannya adalah metode mekanistik belum tersedia sepenuhnya dalam prakteknya untuk perencanaan perkerasan. Pada kenyataannya di lapangan metode yang digunakan adalah metode mekanistik empiris, yaitu metode campuran dari metode empiris dan metode mekanistik.

(11)

II.3.2. Metode Empiris

Metode empiris dikembangkan berdasarkan pengalaman penelitian dari jalan-jalan yang dibuat khusus untuk penelitian atau dari jalan yang sudah ada.[7] Sebuah pendekatan desain empiris adalah desain yang didasarkan pada hasil percobaan atau pengalaman. Pengamatan digunakan untuk membangun korelasi antara input dan hasil dari proses. Misalnya, desain perkerasan dan performa. Pendekatan empiris sering digunakan sebagai pembantu ketika terlalu sulit untuk mendefinisikan secara teoritis penyebab dan efek hubungan yang tepat dari fenomena.[16]

Metode empiris diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu metode empiris tanpa uji kekuatan tanah dan metode empiris dengan tes kekuatan tanah, Penggunaan metode empiris tanpa uji kekuatan tanah berasal dari pengembangan Public Roads (PR) sistem klasifikasi tanah, di mana tanah dasar tersebut

(12)

selama Perang Dunia II dan menjadi metode yang sangat populer setelah perang.[7]

Kerugian dari metode empiris adalah metode ini hanya dapat diterapkan pada satu daerah atau lingkungan, material, dan kondisi pembebanan. Jika kondisi ini berubah, desain tidak berlaku lagi, dan metode baru harus dikembangkan melalui percobaan Trial and Error untuk menyesuaikan dengan kondisi yang baru.

II.3.3. Metode Mekanistik

Metode mekanistik adalah suatu metoda yang mengembangkan kaidah teoritis dari karakteristik material perkerasan, dilengkapi dengan perhitungan secara eksak terhadap respons struktur perkerasan terhadap beban sumbu kendaraan. Metode mekanistik mengasumsikan perkerasan jalan menjadi suatu struktur “multi-layer (elastic) structure” untuk perkerasan lentur dan suatu struktur “beam on elastic foundation” untuk perkerasan kaku. Akibat beban kendaraan

yang bekerja diatasnya, yang dalam hal ini dianggap sebagai beban statis merata, maka akan timbul tegangan (stress) dan regangan (strain) pada struktur tersebut. Lokasi tempat bekerjanya tegangan/regangan maksimum akan menjadi kriteria perancangan tebal struktur perkerasan metoda perancangan tebal perkerasan lentur secara mekanistik.

II.3.4. Metode Mekanistik-Empiris

(13)

materi homogen, analisis regangan kecil, pembebanan statis seperti biasanya diasumsikan dalam teori elastis linier), tetapi ini tidak dapat digunakan untuk memprediksi performa secara langsung, beberapa jenis model empiris dibutuhkan untuk membuat korelasi yang tepat. Metode mekanistik-empiris dianggap sebagai langkah penengah antara metode empiris dan metode mekanistik.[16]

Metode desain mekanistik-empiris didasarkan pada mekanika bahan yang berhubungan dengan data yang diperlukan seperti beban roda, respon perkerasan, seperti tegangan dan regangan. Nilai respon digunakan untuk memprediksi tekanan dari tes laboratorium dan data kinerja lapangan. Sangat perlu dilakukan pengamatan pada kinerja perkerasan karena teori saja belum terbukti cukup untuk desain perkerasan secara realistis. Kerkhoven dan Dormon pertama kali menyarankan penggunaan regangan tekan vertikal pada permukaan tanah dasar sebagai kriteria kegagalan untuk mengurangi deformasi permanen[7]. Saal dan Pell merekomendasikan penggunaan regangan tarik horisontal di bawah lapisan aspal untuk meminimalkan kelelahan retak, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4. Penggunaan konsep untuk desain perkerasan pertama kali disajikan di Amerika Serikat oleh Dormon dan Metcalf [7].

(14)

Penggunaan regangan tekan vertikal untuk mengontrol deformasi permanen didasarkan pada fakta bahwa regangan plastis sebanding dengan regangan elastis pada bahan perkerasan[7]. Dengan demikian, dengan membatasi regangan elastis pada tanah dasar, regangan elastis pada bahan di atas tanah dasar juga dapat dikontrol atau dikendalikan, maka, besarnya deformasi permanen pada permukaan perkerasan juga dapat dikendalikan dan dikontrol pada akhirnya. Kedua kriteria telah diadopsi oleh Shell Petroleum International, dan oleh Asphalt Institute [7]. Pada metode mekanistik-empiris yang mereka ciptakan, keuntungan dari metode mekanistik adalah peningkatan reliabilitas dari desain, kemampuan untuk memprediksi jenis kerusakan, dan kemungkinan untuk memperkirakan data dari lapangan dan laboratorium yang terbatas. Sedangkan kelemahan desain secara mekanistik adalah penentuan karakteristik struktural bahan perkerasan lentur yang memerlukan alat uji mekanistik yang relatif mahal.

II.4. TEORI SISTEM LAPIS BANYAK

Teori sistem lapis banyak adalah konsep metode mekanistik dalam desain struktur perkerasan. Respon dari perkerasan yaitu tegangan, regangan, dan lendutan sebagai sistem struktur multi-lapisan terhadap beban roda kendaraan diilustrasikan pada gambar 2.5. Bebarapa asumsi yang biasanya digunakan dalam perhitungan respon struktur perkerasan yang sederhana adalah sebagai berikut[12]:

(15)

 Sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan adalah isotropik, yakni sifat bahan di setiap titik tertentu dalam setiap arah.

 Sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan dianggap homogen. Contohnya sifat di titik Ai sama dengan sifat-sifat bahan di titik Bi.

 Lapisan linear elastis, linear maksudnya hubungan antara regangan dan tegangan dianggap linear, dan elastis maksudnya apabila tegangan yang diberikan kemudian dihilangkan, regangan dapat kembali ke bentuknya semula.

 Sifat-sifat bahan diwakili oleh dua parameter struktural, yaitu modulus resilient (E atau MR) dan konstanta Poisson (µ)

 Friksi antara lapisan perkerasan dianggap baik atau tidak terjadi slip.

 Beban roda kendaraan dianggap memberikan gaya vertikal yang seragam terhadap perkerasan dengan bidang berbentuk lingkaran.

(16)

Terdapat tiga sistem dalam metode sistem lapis banyak yaitu sebagai berikut: II.4.1. Sistem Satu Lapis

Dalam sistem struktur satu lapisan, struktur perkerasan dan tanah dasar dianggap sebagai satu kesatuan struktur dengan bahan yang homogen. Untuk menganalisa tegangan (stress), regangan (strain) dan defleksi digunakan persamaan Boussinesq dengan asumsi lapisan bersifat homogen, isotropik.

... (2.1)

... (2.2)

Gambar 2.6. sistem satu lapis

Ringkasan rumus-rumus tegangan, regangan, dan lendutan untuk struktur yang homogen akibat beban merata (p) pada bidang kontak lingkaran berjari-jari (a) dapat dilihat pada tabel 2.2.

(17)

Tabel 2.2. Ringkasan rumus sistem satu lapis

Sumber:Rekayasa Struktur dan Bahan Perkerasan (Modul II)Oleh Dr. Ir. Djunaedi Kosasih, M.Sc.

III.4.2. Sistem Dua Lapis

(18)

lapisan terbatas. Sedangkan lapisan bawahnya tidak terbatas baik arah horisontal maupun vertikal. Nilai tegangan dan defleksi didapat dari perbandingan modulus elastisitas setiap lapisan E1 / E2.

Gambar 2.7. struktur dua lapisan

Gambar 2.8. Distribusi Tegangan vertikal dalam system struktur dua lapisan

µ1,H1,E 1

(19)

III.4.3. Sistem Tiga Lapis

Tegangan – tegangan yang terjadi di setiap lapis pada axis simetri sistem tiga lapis dapat dilihat pada gambar 2.9. Tegangan – tegangan yang terjadi meliputi:

σz1 : tegangan vertikal interface 1 σz2 : tegangan vertikal interface 2

σr1 : tegangan horisontal pada lapisan 1 bagian bawah σr2 : tegangan horisontal pada lapisan 2 bagian bawah σr3 : tegangan horisontal pada lapisan 3 bagian atas

Gambar 2.9. Tegangan Sistem Tiga Lapis

Untuk menghitung besarnya nilai tegangan vertikal diperlukan grafik. Sedangkan untuk menghitung besarnya nilai tegangan horisontal diperlukan tabel tegangan faktor. Dalam menghitung nilai tegangan, baik vertikal maupun horisontal pada grafik dan diperlukan nilai di bawah:

... (2.3)

………... (2.4)

µ1,H1,E1

µ2,H2,E2

(20)

……….(2.5)

……….(2.6)

Dalam menentukan σz1 dan σz2 diperlukan grafik. Dari grafik tersebut

didapat nilai faktor tegangan (ZZ1 atau ZZ2) yang didapatkan dengan memasukkan parameter di atas. Untuk perhitungan tegangan vertikal digunakan rumus sebagai berikut:

z1= p(ZZ1)……….(2.7)

z2= p(ZZ2) ……….……...(2.8)

Sedangkan untuk tegangan horisontal σr1, σr2, dan σr3 dapat diperoleh

juga dari tabel. Pada tabel tersebut didapatkan nilai (ZZ1 – RR1), (ZZ2– RR2), (ZZ3 – RR3), maka diperlukan rumus :

z1−σr1= p(ZZ1 – RR1) ………(2.9) z2−σr2= p(ZZ2 - RR2) ………..(2.10)

Untuk menghitung regangan tarik horizontal di bawah lapis permukaan menggunakan rumus:

(21)

II.5. PEMODELAN LAPISAN PERKERASAN

Sistem lapis banyak atau model lapisan elastis dapat menghitung tekanan dan regangan pada suatu titik dalam suatu struktur perkerasan. Model ini berasumsi bahwa setiap lapis perkerasan memiliki sifat-sifat seperti homogen, isotropis dan linear elastik yang berarti akan kembali ke bentuk aslinya ketika beban dipindahkan. Dalam permodelan lapis perkerasan jalan dengan model lapisan elastis ini diperlukan data input untuk mengetahui tegangan dan regangan pada struktur perkerasan dan respon terhadap beban. Paramer – parameter yang digunakan adalah:

a. Parameter setiap lapis

 Modulus Elastisitas

Hampir semua bahan adalah elastis, artinya dapat kembali ke bentuk aslinya setelah direnggangkan atau ditekan. Modulus elastisitas adalah perbandingan antara tegangan dan regangan suatu benda. Modulus elastisitas biasa disebut juga Modulus Young dan dilambangkan dengan E.

……….….(2.12)

E = Modulus Elastsitas ; Psi atau kPa σ = Tegangan ; kPa

ε = Regangan

(22)

melainkan suatu ukuran dari seberapa baik suatu bahan kembali ke ukuran dan bentuk aslinya.

Gambar 2.10. Modulus Elastisitas

Tabel 2.3. Nilai-Nilai Elastisitas

Material Modulus Elastisitas

Psi Kpa

Permata 170000000 1200000000

Baja 30000000 210000000

Aluminium 10000000 7000000

Kayu 1000000 – 2000000 7000000 – 14000000

Batu 20000 – 40000 140000 – 280000

Tanah 5000 – 20000 35000 – 14000

(23)

Tabel 2.4. Nilai Elastisitas Tipikal

Material Modulus Elastisitas

Psi Kpa

(24)

Batu pecah 0.40 (±) Tanah (gradasi baik) 0.45 (±)

Gambar 2.11. Poisson Ratio b. Ketebalan Lapisan

(25)

c. Kondisi beban

Data ini terdiri dari data beban roda, P (KN/Lbs) , tekanan ban, q (Kpa / Psi) dan khusus untuk sumbu roda belakang , jarak antara roda ganda, d (mm/inch). Nilai q dan nilai d pada prinsipnya dapat ditentukan sesuai dengan data spesifikasi teknis dari kendaraan yang digunakan .Sedangkan nilai P dipengaruhi oleh barang yang diangkut oleh kenderaan. Nilai P pada sumbu roda belakang dan pada sumbu roda depan juga berbeda. Dengan metode analitis kedua beban sumbu roda depan dan sumbu roda belakang dapat dianalisis secara bersamaan. Analisis struktural perkerasan yang akan dilakukan pada langkah selanjutnya juga memerlukan jari-jari bidang kontak, a (mm,inch) antara roda bus dan permukaan perkerasan yang dianggap berbentuk lingkaran.

………..……(2.13)

a = jari-jari bidang kontak P = beban kendaraan q = tekanan beban

Nilai yang akan dihasilkan dari permodelan lapis perkerasan dengan sistem lapis banyak adalah nilai tegangan, regangan dan lendutan.

(26)

b. Regangan, pada umumnya menyatakan sebagai rasio perubahan bentuk dari bentuk asli (mm/mm atau in/in). Karena regangan di dalam perkerasan adalah sangat kecil, dinyatakan dalam microstrain (10-6). c. Defleksi/lendutan. Perubahan linier dalam suatu bentuk. Defleksi

dinyatakan di dalam satuan panjang (μm atau inchi atau mm).

Penggunaan program komputer analisis lapisan elastis akan memudahkan untuk menghitung tegangan, regangan, dan defleksi di berbagai titik dalam suatu struktur perkerasan.

Beberapa titik penting yang biasa digunakan dalam analisa perkerasan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.6. analisa struktur perkerasan

Lokasi Respon Analisa struktur perkerasan Permukaan

perkerasan

(27)

Gambar 2.12. lokasi analisa struktur perkerasan

II.6. ANALISA KERUSAKAN PERKERASAN

(28)

atas tanah dasar. Ada beberapa persamaan yang telah dikembangkan untuk memprediksi jumlah repetisi beban ini, antara lain persamaan dari The Asphalt Institute, Shell, dan persamaan yang dirumuskan oleh Finn et al[1].

II.6.1. Retak lelah / Fatigue

Kerusakan retak fatig meliputi bentuk perkembangan dari retak dibawah beban berulang dan kegagalan ini biasanya ditemukan saat permukaan perkerasan tertutup oleh retakan dengan persentase yang tinggi.

Pembebanan ulang yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan material menjadi lelah dan dapat menimbulkan cracking walaupun tegangan yang terjadi masih dibawah batas ultimate-nya. Untuk material perkerasan, beban berulang berasal dari lintasan beban (as) kendaraan yang terjadi secara terus menerus, dengan intensitas yang berbeda-beda dan bergantung kepada jenis kendaraan dan terjadi secara random.

 Model Retak The Asphalt Institute (1982)

Persamaan retak fatik perkerasan lentur untuk mengetahui jumlah repetisi beban berdasarkan regangan tarik di bawah lapis permukaan adalah sebagai berikut[4]:

Nf=0.0796 (εt )-3.291(E)-0.854 ...(2.14)

Nf = jumlah repetisi beban

εt = regangan tarik pada bagian bawah lapis permukaan

(29)

 Model Retak Shell Pavement Design Manual

Berdasarkan hasil AASHTO road test, manual perencanaan perkerasan Shell mengembangkan persamaan sebagai berikut:

Nf = 0.0685 (εt )-5.671 (E1)-2.363 ...(2.15)

Nf = jumlah beban 18-kip ESALs

t = regangan tarik di bawah lapisan aspal (AC) E1 =modulus resilient lapisan AC

 Model Retak Finn et al

Persamaan untuk mengetahui jumlah repetisi beban berdasarkan regangan tarik di bawah lapis permukaan adalah sebagai berikut:

Log Nf = 15.947 - 3.291 log

- 0.854 log ...(2.16)

Nf = jumlah repetisi beban

εt = regangan tarik pada bagian bawah lapis permukaan E = modulus elastis lapis permukaan

II.6.2. Retak Alur / Rutting

Retak alur “rutting” yang terlihat pada permukaan perkerasan, merupakan akumulasi dari semua deformasi plastis yang terjadi, baik dari lapis beraspal, lapis agregat (pondasi) dan lapis tanah dasar. Kriteria “rutting” merupakan

(30)

dilaboratorium menggunakan beberapa macam alat. Sedangkan “total rutting” harus dihitung untuk seluruh struktur perkerasan, mulai dari lapis permukaan, lapis pondasi sampai lapis tanah dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65% dari “total rutting” diakibatkan oleh penurunan (settlement) yang terjadi pada tanah dasar, sehingga critical value kedua dalam Metoda Analitis-Mekanistik adalah “compression strain” yang terjadi pada titik teratas dari

lapis tanah dasar. Deformasi permanen dapat diketahui setiap lapisan dari struktur, membuat lebih sulit untuk memprediksi dibanding retak lelah. Ukuran-ukuran kegagalan yang ada dimaksudkan untuk alur bahwa dapat ditujukan kebanyakan pada suatu struktur perkerasan yang lemah. Ini adalah pada umumnya dinyatakan dalam kaitannya dengan menggunakan istilah regangan vertikal (εv ) yang berada di atas dari lapisan tanah dasar.

 Model Rutting The Asphalt Institue (1982)

Persamaan untuk mengetahui jumlah repetisi beban berdasarkan regangan tekan di bawah lapis pondasi bawah adalah sebagai berikut[4]:

Nd = 1.365x10-9(εc)-4.477 ...(2.17)

Nd = jumlah repetisi beban

εc = regangan tekan pada bagian bawah lapis pondasi bawah

 Model rutting Shell Pavement Design Manual

Berdasarkan hasil AASHTO road test, manual perencanaan perkerasan Shell mengembangkan persamaan sebagai berikut:

Nf = 6.15 × 1017 ( εv )4.0……….….(2.18)

(31)

 Model Rutting Finn et al

Finn et al. Mengembangkan model rutting ini untuk perkerasan lentur dengan menggunakan jumlah repetisi beban 18-Kip ESAL, tegangan tekan vertikal, dan defleksi permukaan sebagai berikut:

o Lapisan AC < 152 mm (6 in):

Log RR = -5.617 + 4.343 log d – 0.16 log (N18) – 1.118 log

(σc)………...(2.19)

o Lapisan AC ≥ 152 mm (6 in):

Log RR = -1.173 + 0.717 log d–0.658 log (N18) – 0.666

log(σc)………..(2.20)

d = defleksi permukaan, mils (10-3in)

N18 = nilai ekivalen dari 18-kips beban sumbu tunggal

Gambar

Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur
Tabel 2.1 Perbedaan Perkerasan Lentur dan Pekerasan Kaku
Gambar 2.4 Regangan pada perkerasan lentur
Gambar 2.5. Sistem Lapis Banyak
+7

Referensi

Dokumen terkait

(2) Apabila pembayaran pajak dilakukan pada Petugas yang ditunjuk oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah

Dengan penerapan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada pelajaran IPA kelas IV Sekolah Dasar Negeri Karangtalun 1 Tanon

diameter lubang bornya, maka dari itu dalam menentukan diameter bor yang akan digunakan untuk proses pengeboran pada mesin bubut harus mempertimbangkan beberapa kepentingan

Dosis pupuk anorganik NPK majemuk 16:16:16 berpengaruh nyata terhadap variabel diameter cabang , kehijauan daun, jumlah bunga gugur, jumlah bunga dan kemanisan buah jambu biji

Berdasarkan Pembahasan Penelitian tindakan kelas ini dapat diambil kesimpulan, bahwa olahraga atau permainan Boccia dapat meningkatkan kemampuan gerak anak motorik kasar

Bahan baku yang digunakan untuk membuat mie instan adalah tepung. terigu, tepung tapioka, dan

Dengan mengamati kiat Abi untuk membentuk karakter santri putri, penulis menemukan model pembentukan karakter yang tepat untuk menggambarkan hal tersebut.. Penulis

Namun dalam penelitian ini, peneliti memiliki argumen yang dapat diajukan yakni berdasarkan tabel profil responden berdasarkan pendapatan menunjukan hasil sebesar 54,9%