• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan Ajar KBJJ - Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Lentur - Bina Marga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bahan Ajar KBJJ - Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Lentur - Bina Marga"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Tujuan Pembelajaran Umum

1. mahasiswa dapat melakukan identifikasi (identify) metoda-metoda yang digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur;

2. mahasiswa dapat membandingan (Combine) metoda-metoda yang digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur;

3. mahasiswa dapat mendiskusikan (discuss) metoda-metoda yang digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur.

Tujuan Pembelajaran Khusus

1. mahasiswa dapat membuat algorithma (Do algorithms) proses perhitungan tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga;

2. mahasiswa dapat menjelaskan (Explain) parameter-parameter yang diperlukan untuk mendisain tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga;

3. mahasiswa dapat merencanakan (Design) tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga.

Aprianto dan Basuki (2001) menjelaskan bahwa jalan merupakan sarana

transportasi darat yang berperan penting dalam pengembangan potensi suatu wilayah, sehingga tercapai tingkat perkembangan yang merata bagi semua wilayah. Lebih jauh Aprianto dan Basuki (2001) menjelaskan bahwa tujuan dari pembangunan jalan adalah untuk mempermudah hubungan dari satu daerah ke daerah lainnya. Salah satu tahapan

(2)

dengan tujuan utama untuk dapat memberikan kenyamanan dan keamanan kepada pengguna jalan selama masa pelayanan jalan yang telah direncanakan.

Perencanaan tebal lapis perkerasan harus mempertimbangkan beberapa

faktor antara lain: faktor ekonomi, kondisi lingkungan, sifat tanah dasar, beban lalu-lintas, fungsi jalan dan sebagainya. Perencanaan tebal lapis perkerasan yang tidak tepat dapat menyebabkan jalan cepat rusak atau dapat menyebabkan pelaksanaan konstruksi jalan yang tidak ekonomis. Lebih jauh, akurasi perencanaan juga sangat berpengaruh pada manajemen pemeliharaan jalan, terutama berkaitan dengan rencana konstruksi bertahap sebagai konsekuensi dari ketersediaan dana untuk jalan yang terbatas (Suaryana dan Anggodo, 2006).

Mengingat pentingnya akurasi perencanaan tebal lapis perkerasan tersebut,

disamping perencanaan yang cepat, maka penggunaan komputer sudah merupakan suatu keharusan. Penggunaan komputer pada perencanaan tebal lapis perkerasan akan sangat membantu bagi para perencana dan praktisi struktur perkerasan lentur. Metoda yang digunakan dalam perhitungan cepat perencanaan tebal perkerasan lentur ini adalah sesuai dengan metoda analisis komponen, SKBI: 2.3.26.1987/SNI 03 – 1732 – 1989.

1.1.

DASAR TEORI

Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1987) yang dimaksud dengan

perkerasan lentur adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan dibawahnya. Bagian perkerasan umumnya terdiri dari lapis pondasi bawah, lapis pondasi dan lapis permukaan. Fungsi dari lapis perkerasan tersebut adalah untuk dapat menerima dan

(3)

menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri (Sukirman, 1993). Sedangkan menurut Aly (2000) fungsi dari lapis perkerasan adalah menyediakan dan memberikan pelayanan kepada lalu-lintas yang lewat diatasnya sedemikian rupa sehingga lalu-lintas dapat bergerak dengan cepat, aman dan nyaman sesuai tuntutan dan klasifikasi lalu-lintas yang ada. Untuk itu konstruksi lapis perkerasan paling tidak harus memenuhi kriteria kuat, awet, rata, mudah dikerjakan dan dipelihara, tidak mahal dan sesuai dengan klasifikasinya. Perkerasan lentur memiliki kelebihan sebagai berikut :

a. memiliki sifat elastis jika menerima beban sehingga memberikan kenyaman kepada pengguna jalan;

b. mendistribusikan beban ke semua lapisan sehingga lapisan permukaan tidak menerima beban seluruhnya, seperti diperlihatkan pada Gambar 1.1.

P

Lapisan Permukaan

Lapisan Pondasi bawah Lapisan Tanah Dasar Distribusi Beban

(4)

Gambar 1.1 Distribusi beban pada perkerasan lentur

Lapisan permukaan adalah bagian konstruksi perkerasan lentur yang terletak

paling atas dan berfungsi sebagai:

a. bahan perkerasan penahan beban roda, lapisan mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan;

b. lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap ke lapisan dibawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut;

c. lapisan aus, lapisan yang langsung menerima gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus;

d. lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih jelek;

e. memberikan suatu bagian permukaan yang rata; f. menahan gaya geser dari beban roda.

Lapisan pondasi adalah bagian konstruksi perkerasan lentur yang terletak

diantara lapisan pondasi bawah dan lapisan permukaan dan berfungsi sebagai:

a. bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya;

b. perletakan terhadap lapisan permukaan.

Lapisan pondasi bawah adalah bagian konstruksi perkerasan lentur yang

terletak diantara lapisan pondasi dan tanah dasar yang berfungsi sebagai:

a. bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban roda ke tanah dasar;

b. lapisan peresapan agar air tanah tidak berkumpul di lapisan pondasi;

(5)

c. lapisan pertama agar pekerjaan dapat berjalan lancar, sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda-roda alat berat.

Oglesby dan Hicks (1982) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan

perencanaan tebal lapis perkerasan adalah memilih kombinasi material dan tebal lapisan yang memenuhi syarat pelayanan dengan biaya termurah dan dalam jangka panjang yang umumnya memperhitungkan biaya konstruksi pemeliharaan dan pelapisan ulang. Perencanaan tebal lapis perkerasan meliputi kegiatan-kegiatan pengukuran kekuatan dan sifat penting lainnya dari lapisan permukaan perkerasan dan masing-masing lapisan dibawahnya serta menetapkan ketebalan lapisan permukaan, lapis pondasi dan lapis pondasi bawah.

Secara umum metoda yang digunakan dalam perencanaan tebal lapis

perkerasan letur untuk jalan baru dapat dikelompokan kedalam tiga (3) metoda yaitu:

a. Metoda empiris yaitu metoda yang pada dasarnya dikembangkan berdasarkan pengalaman dan penelitian dari jalan-jalan yang dibuat khusus untuk penelitian atau dari jalan yang sudah ada. Contoh metoda empiris yang penggunaannya sangat luas adalah metoda AASHTO. Metoda ini telah beberapa kali mengalami perubahan yang disesuaikan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan. Perubahan terakhir dilakukan pada edisi 1993 yang dikenal dengan metoda AASHTO 1993. Contoh metoda empiris lainnya adalah metoda Bina Marga. Metoda Bina Marga dikembangkan berdasarkan kepada metoda AASHTO yang telah dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan kondisi alam, lingkungan, sifat tanah dasar, dan jenis lapis perkerasan yang umum dipergunakan di Indonesia. Metoda NAASRA, Road Note

(6)

29 dan 31 serta metoda Asphalt Institute merupakan metoda yang menggunakan prinsip dasar metoda empiris.

b. Metoda mekanis didasarkan kepada teori elastis (elastic layered theory), dimana metoda ini membutuhkan data nilai modulus elastisitas dan poisson ratio dari setiap lapisan perkerasan yang digunakan.

c. Metoda mekanis empiris merupakan metoda yang menggabungkan kedua metoda sebelumnya, metoda empiris dan metoda mekanis. Metoda AASHTO terbaru yaitu dikenal dengan metoda AASHTO 2002 merupakan metoda yang didasarkan kepada prinsip empiris dan mekanis.

Dalam modul ini akan dijelaskan metoda Bina Marga atau dikenal pula

dengan metoda analisis komponen, SKBI: 2.3.26.1987/SNI 03 – 1732 – 1989. Metoda ini merupakan metoda yang bersumber dari metoda AASHTO’72 dan dimodifikasi sesuai dengan kondisi jalan di Indonesia dan merupakan penyempurnaan dari Buku Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya No. 01/PD/B/1983 (Sukirman, 1992). Metoda Bina Marga sebagai metoda empiris menetapkan kriteria keruntuhan struktur perkerasan dengan menggunakan Indeks Permukaan (IP) dengan skala 0 – 5. Nilai 0 menyatakan kondisi jalan yang telah rusak dan nilai 5 untuk jalan dengan kondisi baik seperti pada saat jalan baru dioperasikan. Nilai antara 0 – 5 menyatakan kondisi diantaranya. Indeks permukaan ini menyatakan nilai kerataan serta kekokohan permukaan sehubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat (Prasetyanto, 2005). Langkah-langkah perencanaan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan metoda Bina Marga adalah (Aprianto dan Basuki, 2001, Hendarsin, 2000):

a. Menentukan daya dukung tanah dasar (DDT)

(7)

Stabilisasi tanah dasar dapat diperoleh dari beberapa percobaan di lapangan dan dilaboratorium seperti California Bearing Ratio (CBR), plate bearing, Dynamic Cone Penetrometer (DCP) dal lainnya, karena itu untuk penyederhanaan ditetapkan parameter Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) yang dikorelasikan secara empiris dengan nilai stabilisasi tanah dasar (Prasetyanto, 2005). Untuk mengetahui nilai dari stabilisasi tanah, maka dapat dilakukan percobaan dengan mempergunakan pemeriksaan California Bearing Ratio (CBR). Nilai DDT diperoleh dari konversi nilai CBR tanah dasar dengan menggunakan persamaan 1.1 (Aprianto dan Basuki, 2001) atau dengan menggunakan korelasi antara nilai DDT dan CBR dalam metoda analisis komponen dalam bentuk diagram atau persamaan 1.2 (LPM ITB, 1987).

DDT = 1,6649 + 4,3592 x log (CBR) ………..(1.1)

DDT = 4,3 x log CBR + 1,7 ………..(1.2)

Dimana:

DDT adalah nilai daya dukung tanah dasar

CBR adalah nilai CBR tanah dasar

b. Menentukan umur rencana (UR) perkerasan yang akan direncanakan

Pada perencanaan jalan baru umumnya menggunakan umur rencana 20 tahun.

c. Menentukan faktor pertumbuhan lalu lintas selama masa pelaksanaan ( r dalam %) dan selama umur rencana (g dalam %).

(8)

Hal-hal yang mempengaruhi nilai FR antara lain: prosentasi kendaraan berat, kondisi iklim dan curah hujan setempat, kondisi persimpangan yang ramai, keadaan medan, kondisi drainase yang ada, dan pertimbangan teknis lainnya. Nilai FR dapat ditentukan dengan menggunakan Tabel 1.1.

Tabel 1.1: Faktor regional

Curah hujuan Kelandaian I ( <6 %) Kelandaian II ( 6 – 10 %) Kelandaian III (> 10%) % kendaraan berat ≤ 30 % >30 % ≤ 30 % >30 % ≤ 30 % >30 % Iklim I < 900 mm/th 0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5 Iklim I ≥900 mm/th 1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5

Catatan: pada bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) nilai FR ditambah dengan 0,5. Pada daerah rawa-rawa nilai FR ditambah 1,0.

Sumber:

Petunjuk perencanaan tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metoda analisis komponen SKBI-2.3.26.1987.

e. Menentukan lintas ekuivalen

Jumlah repetisi beban yang akan menggunakan jalan tersebut dinyatakan dalam lintasan sumbu standar atau lintas ekuivalen. Lintas ekuivalen yang diperhitungkan hanya untuk lajur tersibuk atau lajur dengan volume tertinggi. Sebelum melakukan perhitungan lintas ekuivalen, maka terlebih dahulu menentukan koefisien distribusi kendaraan (C) dan angka ekuivalen untuk masing-masing golongan sumbu (E). Besarnya nilai C dapat ditentukan dengan menggunakan Tabel 1.2 sedangkan besarnya nilai E untuk masing-masing golongan sumbu dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 1.3 dan 1.4.

(9)

4

160 . 8 kg dalam tungal sum bu beban E          ……….(1.3) 4 160 . 8 kg dalam ganda sumbu satu beban 086 , 0 E            ……….(1.4)

Tabel 1.2: Koefisien distribusi kendaraan (c) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada lajur rencana

Jumlah lajur Kendaraan ringan *) Kendaraan berat **)

1 arah 2 arah 1 arah 2 arah

1 1,00 1,00 1,00 1,00 2 0,60 0,50 0,70 0,50 3 0,40 0,40 0,50 0,475 4 - 0,30 - 0,45 5 - 0,25 - 0,425 6 - 0,20 - 0,40

*) berat total < 5 ton, misalnya: mobil penumpang, pick up, mobil hantaran. **) berat total ≥ 5 ton, misalnya: bus, truk, traktor, semi trailer, trailer.

Sumber:

Petunjuk perencanaan tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metoda analisis komponen SKBI-2.3.26.1987.

1. Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP)

Lintas ekuivalen pada saat jalan tersebut dibuka atau pada awal umur rencana disebut Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP), yang diperoleh dari persamaan 1.5.

 

UK i i n 1 i ixE xC x1 r LHR LEP

  ……….(1.5)

Apabila faktor pertumbuhan lalu lintas tahunan sampai jalan dibuka tidak disertakan dalam menentukan besarnya nilai LEP, maka persamaan 1.5 menjadi:

(10)

i i n i LHRixE xC LEP    1 ……….(1.6)

2. Lintas Ekuivalen Akhir (LEA)

Besarnya lintas ekuivalen pada saat jalan tersebut membutuhkan perbaikan struktural disebut Lintas Ekuivalen Akhir (LEA), yang diperoleh dari persamaan:

UR i i n i LHRixE xCx g LEA   1 1 ………..…...(1.7)

g

UR LEPx LEA 1 ……….………..…...(1.8) dimana:

LHRi adalah lalu lintas harian rata rata untuk jenis kendaraan i

Ei adalah angka ekuivalen beban sumbu untuk jenis kendaraan i

Ci adalah koefisien distribusi kendaraan untuk jenis kendaraan i

r adalah faktor pertumbuhan lalu lintas tahunan sampai jalan dibuka

g adalah faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana

n adalah jumlah kendaraan

i adalah jenis kendaraan

UR adalah umur rencana jalan

3. Lintas Ekuivalen Tengah (LET)

Lintas ekuivalen Tengah diperoleh dengan menggunakan persamaan 1.9.

(11)

2 LEA LEP LET  

………..…...(1.9)

4. Lintas Ekuivalen Rencana (LER)

Besarnya lintas ekuivalen yang akan melintasi jalan tersebut selama masa pelayanan, dari saat dibuka sampai akhir umur rencana disebut Lintas Ekuivalen Rencana (LER), yang diperoleh dengan menggunakan persamaan 1.10.

LETxFP LER

………..………...(1.10)

Dimana FP adalah faktor penyesuaian yang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 1.11.

10 UR FP

………..………..……..………...(1.11)

f. Menentukan Indeks Permukaan (IP)

1. Indeks Permukaan Awal (IPo) yang ditentukan sesuai dengan jenis lapis permukaan yang akan dipakai atau dengan menggunakan Tabel 1.2 berikut ini.

Tabel 1.2: Indeks permukaan pada awal umur rencana

Jenis lapis perkerasan IPo Roughness *)(mm/km) Laston 3,9 – 3,5≥ 4,0 ≤ 1.000> 1.000 Lasbutag 3,9 – 3,5 3,4 – 3,0 ≤ 2.000> 2.000 HRA 3,9 – 3,5 3,4 – 3,0 ≤ 2.000> 2.000 Burda 3,9 – 3,5 < 2.000 Burtu 3,4 – 3,0 < 2.000 Lapen 3,4 – 3,0 ≤ 3.000

(12)

2,9 – 2,5 > 3.000 Latasbum 2,9 – 2,5 -Buras 2,9 – 2,5 -Latasir 2,9 – 2,5 -Jalan tanah ≤ 2,4 -Jalan kerikil ≤ 2,4 -Sumber:

Petunjuk perencanaan tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metoda analisis komponen SKBI-2.3.26.1987.

2. Indeks Permukaan Akhir (IPt) berdasarkan besarnya nilai LER dan klasifikasi jalan tersebut seperti diperlihatkan pada Tabel 1.3 berikut ini.

Tabel 1.3: Indeks permukaan pada akhir umur rencana

Lintas Ekuivalen Rencana -LER

Klasifikasi jalan

Lokal Kolektor Arteri Tol

< 10 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0

-10 – -100 1,5 1,5 – 2,0 2,0

-100 – 1.000 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5

->1.000 - 2,0 – 2,5 2,5 2,5

Sumber:

Petunjuk perencanaan tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metoda analisis komponen SKBI-2.3.26.1987.

g. Menentukan Indeks Tebal Perkerasan

 

ITP

Besarnya nilai

 

ITP

dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur metoda AASHTO 1993 dengan menyertakan faktor regional (FR) yang terkait dengan kondisi lingkungan, dan faktor daya dukung tanah dasar (DDT) yang terkait dengan dengan perbedaan kondisi tanah dasar.

(13)

3,0

372 , 0 1 log 1 094 . 1 4 , 0 5 , 1 0 log 20 , 0 ) 1 log( 36 , 9 356 19 , 5            DDT FR ITP IP IPt IPo ITP xUR LERx Log …………(1.12)

Untuk mendapatkan besarnya nilai

 

ITP

, seperti yang diperlihatkan dalam persamaan 1.12, hanya dapat diselesaikan melalui proses iterasi atau pengulangan.

Proses iterasi ini dapat dimulai dengan memberikan nilai tertentu terhadap

 

ITP

yang kemudian dihitung apakah besarnya nilai bagian kiri dan kanan dari persamaan 1.12 sudah sama. Apabila besarnya bagian kiri dan kanan persamaan 1.12 belum

memberikan hasil yang sama, maka besarnya nilai

 

ITP

harus diubah dengan suatu nilai tertentu yang diharapkan akan memberikan nilai yang sama untuk bagian kiri dan kanan persamaan 1.12 tersebut. Proses pengulangan tersebut dilakukan sampai diperoleh nilai yang sama untuk bagian kiri dan kanan dari persamaan 1.12.

h. Menentukan koefisien kekuatan relatif (a)

Sesuai dengan fungsinya, maka perkerasan jalan harus dibangun dengan kualitas bahan perkerasan yang baik dari pada tanah dasar. Kualitas bahan untuk masing-masing lapisan akan berbeda, semakin ke atas permukaan jalan mempunyai kualitas yang semakin baik dan juga semakin mahal. Dalam metoda Bina Marga, kualitas bahan perkerasan dinyatakan dengan nilai Stabilitas Marshal (MS) untuk material

(14)

beraspal, niali kuat tekan (Kt) untuk material yang distabilisasi dan nilai CBR untuk material tanpa bahan pengikat. Untuk keperluan proses perencanaan, kekuatan dari masing-masing lapisan perkerasan dinyatakan dengan koefisien kekuatan relatif (a). Untuk menentukan koefisien kekuatan relatif dari jenis lapis perkerasan yang akan digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan dapat menggunakan Tabel 1.4 berikut ini.

Tabel 1.4: Koefisien kekuatan relatif

Koefisien kekuatan

relatif Kekuatan bahan Jenis bahan

a1 a2 a3 MSkg Kg/cmKt 2 CBR% 0,40 744 0,35 590 0,32 454 Laston 0,30 340 0,35 744 0,31 590 0,28 454 Asbuton 0,26 340 0,30 340 HRA 0,26 340 Aspal Macadam 0,25 Lapen (mekanis) 0,20 Lapen (manual) 0,28 590 0,26 454 Laston Atas 0,24 340 0,23 Lapen (mekanis) 0,19 Lapen (manual)

0,15 22 Stabilisasi tanah dengan semen

0,13 18

0,15 22 Stabilisasi tanah dengan kapur

0,13 18

0,14 100 Batu pecah (kelas A)

0,13 80 Batu pecah (kelas B)

(15)

0,12 60 Batu pecah (kelas C)

0,13 70 Batu pecah (kelas A)

0,12 50 Batu pecah (kelas B)

0,11 30 Batu pecah (kelas C)

0,10 20 Tanah/lempung kepasiran

Catatan:

Kuat tekan stabilisasi tanah dengan semen diperiksa pada hari ketujuh.

Kuat tekan stabilisasi tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke duapuluh satu. Sumber:

Petunjuk perencanaan tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metoda analisis komponen SKBI-2.3.26.1987.

i. Menentukan masing-masing tebal lapis perkerasan lentur (Di)

Langkah terakhir proses perhitungan tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga adalah menentukan tebal dari masing-masing lapisan perkerasan. Tebal dari masing-masing lapisan tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 1.13 berikut ini. 3 3 2 2 1 1xD a xD a xD a ITP   ………..………..(1.13) dimana:

a1, a2, a3 adalah koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan untuk masing-masing

lapisan dan D1, D2, D3 adalah tebal masing-masing lapis perkerasan dalam cm.

Angka 1, 2 dan 3 yang terdapat pada persamaan 1.13 diatas adalah menjelaskan masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi, dan lapis pondasi bawah. Perkiraan tebal masing-masing lapis perkerasan tergantung dari ketebalan minimum yang ditentukan oleh Bina Marga dan disajikan pada Tabel 1.5 berikut ini.

(16)

Tabel 1.5: Batas-batas minimum tebal lapis perkerasan

ITP Tebal minimum (cm) Bahan

Lapis permukaan

< 3,00 5,0 Lapis pelindung: (Buras/Burtu/Burda) 3,00 – 6,70 5,0 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston 6,71 – 7,49 7,5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston

7,50 – 9,99 7,5 Lasbutag, Laston

≥ 10,00 10,0 Laston

Lapis pondasi

< 3,00 15,0 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur.

3,00 – 7,49

20,0 *)

10,0

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur.

Laston atas

7,50 – 9,99

20,0

15,0

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi Macadam.

Laston atas.

10 – 12,14 20,0

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi Macadam, Lapen, Laston atas

≥ 12,25 25,0 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi Macadam, Lapen, Laston atas

Lapis pondasi bawah

Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10,0 cm

*) batas 20 cm tersebut dapat ditentukan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah digunakan material kasar.

Sumber:

Petunjuk perencanaan tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metoda analisis komponen SKBI-2.3.26.1987.

Dengan menggunakan persamaan 1.13 akan ditentukan tebal dari masing-masing

tebal lapis perkerasan, setelah besarnya nilai a1, a2, a3 dan

ITP

diperoleh dari tahapan sebelumnya. Oleh karena dalam persamaan 1.13 terdapat tiga parameter Modul KBJJ 2142/01 – Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan – BM Halaman

(17)

yang harus ditentukan, yaitu D1, D2 dan D3, maka besarnya nilai D1 dan D2

ditentukan terlebih dahulu yaitu dengan mengambil nilai tebal minimum yang disyaratkan seperti yang ditentukan pada Tabel 1.5 setelah itu dapat ditentukan besarnya nilai D3.

1.2.

DIAGRAM PERHITUNGAN

Diagram perhitungan tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga

diperlihatkan pada Gambar 1.2 dibawah ini. Diagram perhitungan tersebut memperlihatkan jenis data masukkan yang diperlukan yang kemudian masing-masing jenis data masukkan tersebut dijelaskan dalam bentuk parameter. Setelah itu, jenis data masukkan yang relevan digunakan dalam proses perhitung untuk mendapatkan suatu parameter yang diperlukan dalam perencanaan. Penjelaskan diagram perhitungan secara terperinci sebagai berikut:

Data masukkan yang berisikan volume lalu-lintas, umur pelayanan,

perkembangan lalu-lintas dan koefisien distribusi kendaraan dengan parameter E untuk angka ekivalen kendaraan masing-masing kendaraan, C untuk koefisien distribusi kendaraan, LHR untuk volume lalu-lintas harian rata-rata, UR untuk umur rencana dan g untuk perkembangan lalu-lintas digunakan untuk menghitung Lintas Ekivalen Rencana (LER). Sedangkan daya dukung tanah dasar (CBR) akan digunakan untuk menghitung besarnya nilai parameter Daya Dukung Tanah dasar (DDT). Berikutnya adalah data masukkan klasifikasi jalan dan jenis lapis perkerasan digunakan untuk menentukan parameter Ip yang terdiri atas indek permukaan awal (Ipo), indek

permukaan akhir (Ipt) dan indek permukaan failure (Ipf). Faktor regional dan jenis

(18)

besarnya nilai dari koefisien kekuatan relatif masing-masing lapis perkerasan (ai) dan

faktor regional (FR). Terakhir data masukkan jenis material perkerasan dengan hasil proses perhitungan sebelumnya digunakan untuk menentukan besarnya indek tebal perkerasan (ITP) dan tebal lapis perkerasan (D1).

Gambar 1.2: Diagram Perhitungan Metoda Bina Marga

1.3.

RUMUS DASAR

Rumus dasar yang digunakan untuk perencanaan tebal lapis perkerasan

lentur metoda Bina Marga diperlihatkan pada Gambar 1.3 dibawah ini. Rumus dasar pertama digunakan untuk menghitung besarnya nilai Indek Tebal Perkerasan (ITP). Sedangkan rumus dasar kedua digunakan untuk menghitung tebal lapis perkerasan Modul KBJJ 2142/01 – Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan – BM Halaman

(19)

permukaan (D1). Seperti diperlihatkan pada rumus dasar pertama, besarnya nilai ITP

merupakan fungsi dari lintas ekivalen rencana (LER), umur rencana (UR), faktor

regional (FR), daya dukung tanah dasar (DDT), dan indek permukaan (Ip, Ipo, Ipf).

Melihat rumus dasar pertama tersebut, maka besarnya nilai ITP hanya dapat dihasilkan melalui proses perhitungan secara iterasi. Setelah diperoleh besarnya nilai ITP, maka tebal dari lapis permukaan (D1) perkerasan dapat dihitung, tebal lapis pondasi atas (D2)

dan tebal lapis pondasi bawah (D3) harus diberikan untuk mendapatkan nilai D1 tersebut.

Gambar 1.3: Rumus dasar metoda Bina Marga FAKTOR REGIONAL

(20)

BAB II

TAHAPAN PERENCANAAN

Perhitungan tebal lapis perkerasan dapat dilakukan melalui beberapa

tahapan. Tahapan-tahapan tersebut diuraikan secara terperinci pada bagian-bagian berikut ini.

2.1.

DATA MASUKKAN

Untuk memasukkan data yang akan digunakan dalam proses perhitungan

tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga, maka dirancang lembar masukkan data seperti yang disajikan pada Gambar 2.1 dibawah ini. Dari Gambar 2.1 terlihat lima jenis data masukkan, yaitu data masukkan kendaraan yang terdiri dari tahun pengambilan data, mobil penumpang, bus, truk ringan, truk sedang dan truk berat. Data masukkan CBR berisikan nilai CBR segmen dalam persen. Untuk data masukkan pertumbuhan lalu-lintas terdiri dari pertumbuhan lalu-lintas selama pelaksanaan dan pertumbuhan lalu-lintas selama umur rencana dalam persen. Data masukkan penunjang terdiri atas tahun jalan dibuka, umur rencana dalam tahun, jumlah jalur rencana, jumlah arah dan klasifikasi jalan. Terakhir data masukkan koefisien kekuatan relatif terdiri dari koefisien kekuatan relatif untuk lapis permukaan, lapis pondasi dan lapis pondasi bawah masing-masing untuk jenis bahan dan kekuatan bahan dalam persen. Disamping data

(21)

masukkan tersebut juga dapat dimasukkan informasi nama proyek, nama perencana dan tanggal.

Gambar 2.1: Masukkan Data

Disamping data masukkan tersebut diatas juga telah disiapkan lembar data

masukkan yang kedua seperti diperlihatkan pada Gambar 2.2 dibawah ini. Beberapa data masukkan yang terdapat pada Gambar 2.2 tersebut sama dengan data masukkan yang terdapat pada Gambar 2.1, dengan demikian tidak diperlukan untuk memasukkannya kembali. Data tersebut secara otomatis akan terisi setelah data tersebut diberikan pada Gambar 2.1. Data yang masih diperlukan pada lembar kedua ini adalah data masukkan penunjang yaitu penggunaan tabel, kelandaian dan iklim. Kemudian setelah itu secara otomatis nilai faktor regional sesuai Tabel 2.1 akan terisi nilainya.

(22)

Tugas pengisian berikutnya adalah harus memasukkan nilai faktor regional yang besarnya harus dipilih dalam interval informasi yang diberikan sebelumnya. Data masukkan berikutnya adalah indeks permukaan. Pertama harus menjawab pertanyaan mengenai penggunaan tabel. Berikutnya adalah data masukkan indek permukaan awal untuk jenis lapisan permukaan dan nilai dari roughness dalam m/km. Secara otomatis akan tampil informasi nilai indeks permukaan awal yang disarankan, setelah memasukkan data diatas. Oleh karena harus dipilih nilai indeks permukaan awal dan besarnya diantara nilai indeks permukaan awal yang disarankan. Setelah itu harus memilih nilai indeks permukaan akhir yang besarnya harus dipilih diantara nilai indeks permukaan akhir yang disarankan.

(23)

Gambar 2.2: Masukkan Data

2.2.

MENGHITUNG LER

Proses untuk mendapatkan besarnya nilai lintas ekivalen rencana (LER)

dapat dilihat pada Gambar 2.3. Seperti diperlihatkan pada Gambar 2.3 untuk mendapatkan nilai LER dilakukan perhitungan melalui beberapa tahapan perhitungan yaitu pertama menentukan koefisien distribusi kendaraan (C). Koefisien distribusi kendaraan ditentukan berdasarkan jumlah lajur, arah, persentase kendaraan ringan atau berat pada lajur rencana. Kendaraan ringan merupakan kendaraan dengan berat lebih kecil dari 5 ton, misalnya mobil penumpang, pick up dan mobil hantaran, dan sebaliknya untuk kendaraan berat mempunyai berat lebih besar atau sama dengan 5 ton, misalnya bus, truk, semi trailer dan sebagainya. Sebagai contoh koefisien distribusi kendaraan untuk bus dengan jumlah lajur 2 dan 2 arah, maka nilai koefisien distribusinya adalah 0,50.

Angka ekivalen beban sumbu kendaraan dapat ditentukan dengan

menggunakan persamaan yang terdapat pada Gambar 2.3 tersebut. Angka ekivalen beban sumbu standar untuk beban sumbu tunggal dalam ton dapat digunakan persamaan pertama, sedang apabila beban satu sumbu ganda dalan ton, maka digunakan persamaan kedua. Setelah kedua besaran diatas ditentukan ataupun dihitung, maka tahapan berikutnya adalah perhitungan lalu lintas. Perhitungan lalu-lintas tersebut terdiri atas perhitungan Lintas Ekivalen Permulaan (LEP). LEP diperoleh sebagai perjumlahan hasil kali dari volume kendaraan dengan koefisien distribusi kendaraan serta angka ekivalen beban sumbu kendaraan untuk masing-masing jenis kendaraan. Setelah itu dapat dilakukan perhitungan besarnya nilai dari Lintas Ekivalen Akhir (LEA). LEA

(24)

merupakan fungsi dari volume lalu-lintas harian rata untuk masing-masing jenis kendaraan, perkembangan lalu-lintas, umur rencana, koefisien distribusi kendaraan serta angka ekivalen beban sumbu kendaraaan. Berikutnya adalah melakukan perhitungan Lintas Ekivalen Tengah (LET) yaitu dengan menjumlahkan LEP dan LEA kemudian dibagi dua. Akhirnya besarnya nilai LER diperoleh yaitu besarnya nilai LET dikalikan faktor penyesuaian (FP). Faktor penyesuaian adalah suatu besaran yang diperoleh dari pembagian umur rencana dengan bilangan 10.

Gambar 2.3: Menghitung LER

Gambar 2.4 memperlihatkan lembar kerja untuk menghitung besarnya nilai

dari LER. Terdapat beberapa tabel pada Gambar 2.4 tersebut diataranya adalah tabel

(25)

untuk menampilkan volume lalu-lintas yang telah dimasukkan, lihat data masukkan. Artinya telah tersedia data volume lalu-lintas untuk masing-masing jenis kendaraan, umur rencana serta perkembangan lalu-lintas. Data lain yang telah tersedia adalah data ruas jalan yaitu jumlah lajur dan jumlah arah. Langkah berikutnya adalah menghitung besarnya koefisen distribusi kendaraan, angka ekivalen beban sumbu kendaraan, LEP perhari, LEA perhari, LET, LER dan akhirnya menentukan besarnya log(LERx365xUR) serta log(1/FR).

(26)

Perhitungan parameter-parameter tersebut dijelaskan sebagai berikut. Logika

yang digunakan untuk menentukan nilai koefisen distribusi kendaraan adalah:

=IF(AND(Q$52=1,R$52=1),1,IF(AND(Q$52=1,R$52=2),1,IF(AND(Q$52=2,R$52=1), 0.7,IF(AND(Q$52=2,R$52=2),0.5,IF(AND(Q$52=3,R$52=1),0.5,IF(AND(Q$52=3,R$

52=2),0.475))))))

Dimana Q52 adalah jumlah lajur, R52 adalah jumlah arah. Sedangkan untuk

menentukan besarnya nilai angka ekivalen beban sumbu kendaraan adalah dengan menggunakan persamaan-persamaan yang dijelaskan diatas. Begitu pula untuk menentukan besarnya nilai LEP perhari, LEA perhari, LET pertahun, LER dan sebagainya.

2.3.

MENGHITUNG FR

Seperti yang dijelaskan dalam buku Penuntun Praktis Perencanaan Teknik

Jalan Raya (Hendarsin, 1987) faktor regional adalah faktor koreksi sehubungan dengan adanya perbedaan kondisi dengan kondisi percobaan AASHTO Road Test dan disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. Lebih lanjut dijelaskan oleh Hendarsin (1987) bahwa faktor regional dipengaruhi oleh bentuk alineman, persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim. Faktor regional dapat ditentukan dengan menggunakan Tabel 2.1 seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.5. Namun demikian karena penentuan nilai dari faktor regional akan ditentukan secara otomatis, setelah parameter-parameter yang diperlukan dimasukkan, maka pada Gambar 2.5 terlihat logika untuk penentuan nilai dari faktor regional tersebut. Data yang diperlukan untuk penentuan faktor regional tersebut adalah data kelandaian, data persen kendaraan berat dan data

(27)

iklim, dapat dilihat pada Gambar 2.5. Hasil yang diperoleh adalah nilai faktor regional dalam bentuk nilai interval. Oleh karena itu, dengan informasi yang telah diperoleh tersebut, maka tentukan pilihan dari nilai faktor regional dengan memperhatian range nilai faktor regional yang disarankan.

Gambar 2.5: Menghitung FR

2.4.

MENGHITUNG Ip

Dalam pedoman perencanaan tebal perkerasan lentur – Pt T-01-2002-B

tahun 2002 dijelaskan bahwa indek permukaan (Ip) merupakan nilai ketidakrataan dan kekuatan perkerasan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas yang

(28)

umur perkerasan untuk beberapa jenis lapis perkerasan beserta nilai International Roughness Index (IRI) dalam m/km. Sebagai contoh untuk jenis lapis perkerasan HRA dengan nilai IRI lebih kecil atau sama dengan 2.0 m/km, maka nilai indek permukaan pada awal umur perkerasan adalah antara 3,9 sampai dengan 3,5. Informasi berikutnya yang tersedia dalam Gambar 2.6 tersebut adalah nilai indeks permukaan pada akhir umur rencana. Nilai indeks permukaan pada akhir umur rencana tersebut ditentukan berdasarkan nilai dari LER serta klasifikasi jalan. Sebagai contoh untuk nilai LER lebih besar dari 1.000 dengan klasifikasi jalan arteri, maka nilai indeks permukaan pada akhir umur rencana adalah 2,5.

Dengan menggunakan informasi yang diberikan yaitu data lapis permukaan

dan IRI, kemudian data klasifikasi jalan dan LER, maka dapat ditentukan nilai dari indek permukaan. Logika yang digunakan untuk menentukan indek permukaan pada awal umur perkerasan adalah:

IF(AND(E55="Laston",E56<=1),">=4,0",IF(AND(E55="Laston",E56>1),"3,9- 3,5",IF(AND(E55="Lasbutag",E56<=2),"3,9- 3,5",IF(AND(E55="Lasbutag",E56>2),"3,4-3,0",IF(AND(E55="Lapen",E56<=3),"3,4- 3,0",IF(AND(E55="Lapen",E56>3),"2,9-2,5",IF(AND(E55="HRA",E56<=2),"3,9- 3,5",IF(AND(E55="HRA",E56>2),"3,4-3,0",IF(AND(E55="Burda",E56<2),"3,9- 3,5",IF(AND(E55="Burtu",E56<2),"3,4-3,0",IF(E55="Latasbum","2,9-2,5",IF(E55="Buras","2,9-2,5",IF(E55="Latasir","2,9-2,5",0)))))))))))))

Dimana E55 adalah data lapis perkerasan dan E56 adalah data IRI. Hasil yang diperoleh adalah range nilai dari indek permukaan pada awal umur perkerasan. Dengan demikian perlu dilakukan pemilihan. Contoh yang diperlihatkan pada Gambar 2.6 adalah

(29)

dihasilkan interval indeks permukaan pada awal umur perkerasan antara 3,9 sampai dengan 3,5. Oleh karena perlu dipilih nilai indeks permukaan yang akan digunakan dalam proses penentuan tebal lapis perkerasan. Dalam contoh tersebut dipilih 3,9.

Gambar 2.6: Menghitung Ip

Berikutnya adalah penentuan nilai indek permukaan pada akhir umur

perkerasan. Nilai tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan logika berikut ini.

=IF(AND(J45="lokal",J46<10),"1,0-1,5",IF(AND(J45="Lokal",J46>=10,J46<100),1.5,IF(AND(J45="Lokal",J46>=100,J46 <=1000)

(30)

Dimana J45 adalah data klasifikasi jalan dan J46 adalah data LER. Hasil yang diperoleh adalah nilai indek permukaan pada akhir umur rencana diantara 2,0 sampai dengan 2,5. Untuk itu dipilih nilai 2.5.

2.5.

MENGHITUNG a

i

Lembar informasi yang diperlihatkan pada Gambar 2.7 adalah koefisien

kekuatan relatif, kekuatan bahan untuk masing-masing lapis perkerasan dan jenis bahan. Sebagai contoh jenis bahan laston dengan nilai kekuatan bahan sebesar 590 MS (kg), maka nilai koefisien kekuatan relatif untuk jenis bahan tersebut adalah 0,40. Sebagian data koefisien kekuatan relatif terdapat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7: Menghitung ai

(31)

Berikutnya adalah menentukan besarnya nilai koefisien kekuatan relatif

tersebut dan diperlihatkan pada Gambar 2.8. Untuk penentuan nilai koefisien kekuatan relatif lapis permukaan dapat ditentukan dengan menggunakan logika berikut ini.

=IF(AND(R76="LASTON",R77=744),0.4,IF(AND(R76="LASTON",R77=590),0 .35,IF(AND(R76="LASTON",R77=454),0.32,IF(AND(R76="LASTON",R77=340),0.3 ,IF(AND(R76="LASBUTAG",R77=744),0.35,IF(AND(R76="LASBUTAG",R77=590), 0.31,IF(AND(R76="LASBUTAG",R77=454),0.28,IF(AND(R76="LASBUTAG",R77= 340),0.26,IF(AND(R76="HRA",R77=340),0.3,IF(AND(R76="ASPAL MAKADAM",R77=340),0.26,IF(R76="LAPEN MEKANIS",0.25,0.2)))))))))))

Dimana R76 adalah data jenis bahan dan R77 adalah data kekuatan bahan. Berikutnya adalah logika penentuan nilai koefisien kekuatan relatif untuk lapis pondasi atas.

(32)

Gambar 2.8: Menghitung ai

2.6.

MENGHITUNG ITP dan D

1

Sebelum dijelaskan perhitungan indek tebal perkerasan (ITP) dan tebal lapis

permukaan (D1), maka terlebih dahulu diuraikan batas-batas minimum tebal lapisan

perkerasan. Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.9. Sebagai contoh untuk lapis permukaan dengan ITP lebih besar atau sama dengan 10,00, maka lapis permukaan berupa bahan dari laston harus mempunyai tebal minimum 10 cm. Untuk nilai ITP diantara 7,50 sampai dengan 9,99, maka dapat digunakan lasbutag atau laston sebagai lapis permukaan dengan tebal minimum 7,5 cm. Apabila digunakan bahan lapis pelindung berupa buras atau burtu atau burda sebagai lapis permukaan dengan tebal minimum 5 cm, maka hanya dapat diterapkan apabila nilai ITP lebih kecil atau sama dengan 5. Untuk penggunaan bahan lainnya sebagai lapis permukaan dengan nilai ITP tertentu, maka tebal minimum dapat dilihat pada Gambar 11.

Penentuan tebal minimum untuk lapis pondasi dapat diuraikan sebagai

berikut. Penggunaan batu pecah atau stabilisasi tanah dengan semen atau stabilisasi tanah dengan kapur dengan tebal minimum 15 cm dapat digunakan apabila nilai dari ITP lebih kecil dari 3,0. Bahan lain seperti laston atas dengan tebal minimum 10 cm dapat digunakan sebagai lapis pondasi atas apabila nilai ITP diantara 7,50 sampai dengan 9,99. Batas-batas minimum tebal lapis pondasi atas berbagai bahan yang digunakan dengan nilai ITP tertentu dapat dilihat pada Gambar 2.9 tersebut. Untuk lapis pondasi bawah tebal minimum adalah 10 cm untuk setiap nilai ITP.

(33)

Gambar 2.9: Menghitung ITPi dan Di

Pada Gambar 2.9 disajikan pula hasil perhitungan minimum tebal lapis

permukaan, lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah. Perhitungan tebal lapisan perkerasan tersebut disajikan pada Gambar 2.10 berikut ini. Nilai yang mengisi kolom 1 merupakan hasil perhitungan LER yang dijelaskan pada bagian 2.5. Nilai pada kolom 2 merupakan hasil perhitungan yang dijelaskan pada bagian 2.4. Sedangkan nilai pada kolom 3 dihasilkan dari bagian 2.3. Kolom 4 memberikan informasi tentang data yang dihasilkan dari bagian 2.5. Perhitungan nilai ITP yang dikendalikan pada lembar keluaran, lihat bagian 2.7, merupakan proses iterasi sampai diperoleh besarnya nilai pada kolom 8 dan kolom 9 memberikan nilai yang sama. Setelah diperoleh nilai ITP,

(34)

maka dilakukan perhitungan lapis permukaan (D1), terlebih dahulu diberikan nilai

minimum untuk lapis pondasi bawah (D3), dan lapis pondasi atas (D2). Nilai yang

diperoleh yaitu tebal lapis permukaan perlu dilakukan pengecekan dengan batas-batas minimum tebal lapis permukaan tersebut.

Gambar 2.10: Menghitung ITPi dan Di

2.7.

DATA KELUARAN

Untuk melihat hasil perhitungan dan melakukan pengendalian proses iterasi,

maka dapat digunakan lembar tampilan yang disajikan pada Gambar 2.11 Bagian-bagian yang disajikan pada Gambar 2.11 tersebut adalah data perencanaan yang terdiri

(35)

dari data CBR segmen dalam persen, daya dukung tanah (DDT), indeks permukaan awal, indeks permukaan akhir, lintas ekivalen rencana, dan indeks tebal perkerasan. Informasi yang berhubungan dengan tebal perkerasan adalah proses iterasi, data lapis permukaan, data lapis pondasi atas dan data lapis pondasi bawah.

Gambar 2.11: Keluaran lapis perkerasan dan ITP

Proses iterasi dilakukan dengan memberikan nilai tertentu untuk pertama

kali pada kotak yang terletak pada kotak tebal perkerasan. Apabila belum didapatkan nilai yang sama, maka lakukan pemberian nilai lainnya sampai diperoleh nilai yang sama.

(36)

2.8.

RINGKASAN

Masalah utama yang sering dihadapi dalam perencanaan tebal lapis

perkerasan lentur suatu jalan adalah pada tahapan-tahapan perhitungan yang cukup panjang serta pembacaan nomogram-nomogram yang memerlukan ketelitian dan kesabaran agar tidak terjadi kesalahan, sehingga proses perencanaan tebal perkerasan lentur membutuhkan waktu yang cukup panjang. Manfaat penggunaan komputer telah banyak dirasakan disetiap bidang pekerjaan termasuk dalam bidang teknik jalan raya. Penggunaan komputer pada perencaanaan tebal lapis perkerasan lentur akan sangat membantu, karena proses perencanaan menjadi lebih cepat, mudah dan memperkecil kesalahan yang terjadi. Selain itu juga akan memudahkan dalam perencanaan ulang untuk mendapatkan tebal lapis perkerasan yang efisien. Penulisan “MODUL KBJJ

2142/01 – PERENCANAAN TEBAL LAPIS PEREKARASAN LENTUR METODA BINA MARGA” ini merupakan bagian dari materi perkuliahan

Perencanaan Konstruksi Perkerasan 1 yang diberikan kepada mahasiswa Politeknik Negeri Bandung dengan tujuan untuk dapat melakukan perhitungan cepat perencanaan tebal perkerasan lentur yang didasarkan kepada metoda Bina Marga.

(37)

BAB III

SOAL LATIHAN

Berikut ini diberikan beberapa soal latihan, modifikasi dari Aprianto dan Basuki

(2001) serta Hendarsin (2000), perencanaan tebal lapis perkerasan lentur yang harus diselesaikan dengan menggunakan metoda Bina Marga, dihitung dengan menggunakan bantuan komputer dan kemudian dibandingkan terhadap hasil perhitungan yang dilakukan dengan cara manual.

a. Suatu ruas jalan baru berkualifikasi jalan arteri akan dibangun dengan tipe jalan 2 lajur 2 arah. Jalan baru tersebut dibangun pada daerah dengan kelandaian 6,0% dengan rata-rata curah hujan 800 mm/tahun. Jalan tersebut dibangun untuk umur rencana selama 10 tahun. Data parameter perencanaan yang tersedia lainnya adalah nilai CBR tanah dasar ratar-rata sebesar 3,00%, volume lalu-lintas harias rata-rata pada awal rencana, tahun 2013, seperti diperlihatkan pada Tabel 3.1 dengan tingkat pertumbuhan lalu lintas selama umur perencanaan sebesar 8%.

Tabel 3.1: Volume lalu lintas harian rata rata

Jenis kendaraan (buah kendaraan)Volume Beban sumbu (ton)

Depan Belakang

Kendaraan ringan 2 ton 10.657 1 1

Bus 8 ton 465 3 5

Truk ringan 10 ton 324 4 6

Truk sedang 13 ton 230 5 8

Truk berat 2 as 15 ton 1.514 5 10

Bahan perkerasan yang digunakan dalam perencanaan tersebut adalah Laston dengan kekuatan bahan 744 kg dan roughness 1,000 m/km untuk lapisan

(38)

permukaan, batu pecah kelas A dengan CBR 100% untuk lapisan pondasi atas dan sirtu kelas B untuk lapisan pondasi bawah.

b. Rencanakan tebal lapis perkerasan lentur suatu ruas jalan yang berperan sebagai jalan kolektor. Jalan kolektor tersebut akan dibangun dengan tipe jalan 4 lajur 2 arah terbagi dengan nilai CBR tanah dasar sebesar 3,4% dengan faktor regional 1,0 dan indeks permukaan awal (IPo) diantara 3,9 sampai dengan 3,5. Jalan tersebut dibangun untuk umur rencana selama 10 tahun. Data volume lalu-lintas harias rata-rata pada awal rencana, tahun 2010, seperti diperlihatkan pada Tabel 3.2 dengan tingkat pertumbuhan lalu lintas selama umur perencanaan sebesar 8%.

Tabel 3.2: Volume lalu lintas harian rata rata

Jenis kendaraan (buah kendaraan)Volume DepanBeban sumbu (ton)Belakang

Kendaraan ringan 2 ton 1.216 1 1

Bus 8 ton 365 3 5

Truk 2 as 13 ton 61 5 8

Truk 3 as 20 ton 36 6 2x7

Truk 5 as 30 ton 12

Bahan perkerasan yang digunakan dalam perencanaan tersebut adalah lasbutag (MS 744, a1 = 0,35) untuk lapisan permukaan, batu pecah (CBR 100, a2 = 0,14) untuk

lapisan pondasi atas dan sirtu ( CBR 50, a3 = 0,12) untuk lapisan pondasi bawah.

c. Tebal lapis perkerasan lentur akan direncanakan untuk suatu ruas jalan baru yang berperan sebagai jalan arteri. Jalan arteri tersebut akan dibangun dengan tipe jalan 6 lajur 2 arah terbagi dengan nilai CBR tanah dasar rata rata sebesar 2,4%. Ruas jalan tersebut berada pada lokasi dengan kelandaian rata-rata 6% dengan curah hujan rata rata 750 mm per tahun. Jalan tersebut dibangun untuk umur rencana selama 20

(39)

tahun. Data volume lalu-lintas harias rata-rata pada awal rencana, tahun 2010, seperti diperlihatkan pada Tabel 3.3 dengan tingkat pertumbuhan lalu lintas selama umur perencanaan sebesar 6%.

Tabel 3.2: Volume lalu lintas harian rata rata

Jenis kendaraan Volume

(buah kendaraan)

Beban sumbu (ton)

Depan Belakang

Kendaraan ringan 2 ton 1.400 1 1

Bus 8 ton 450 3 5

Truk 2 as 13 ton 90 5 8

Truk 3 as 20 ton 45 6 2x7

Truk 5 as 30 ton 0

Bahan perkerasan yang digunakan dalam perencanaan tersebut adalah laston (roughness ≤ 1,0 m/km) dengan a1 = 0,40 untuk lapisan permukaan, laston atas

dengan a2 = 0,28 untuk lapisan pondasi atas dan batu pecah kelas A dengan a3 = 0,13

(40)

DAFTAR PUSTAKA

……… (undated), “Chapter 4 Thickness Design”

Aprianto A.E dan Basuki I, (2001), “Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan dengan Microsoft Visual Basic 6.0”, Jurnal Teknik Sipil, Volume 1 No.2

C-SHRP (2003), “Pavement Structural Desing Practices Across Canada”, Canadian Strategic Highway Research Program.

Delage K (1999), “AASHTO 1993”, Lecture Notes

Departemen Pemukiman Dan Prasarana Wilayah (2002), “Pedoman Konstruksi dan Bangunan – Pedoman perencanaan Tebal Perkerasan Lentur – Pt T – 01 – 2002-B.

Hendarsin S.L (2000), “Perencanaan Teknik Jalan Raya”, Politeknik Negeri Bandung, Jurusan Teknik Sipil.

Hiep D.V dan Tsunokawa (2005),”Optimal Maintenance Strategies for Bituminous Pavement: A Case Study in Vietnam Using HDM-4 with Gradient Methods”, Journal of the Eastern Asia Sociaty for Transportation Studies, Vol. 6

Kim H.B dan Kim N.H (2007), “Application of Reliability-Based Safety Factors to Mechanistic-Empirical Flexible Pavement Design”, Journal of the Eastern Asia Sociaty for Transportation Studies, Vol. 7

Prasetyanto D (2005), “Pengaruh Penyimpangan Tebal Lapis Permukaan Jalan Terhadap Umur Perkerasan Lentur Jalan”, Jurnal ITENAs, No.3 Vol. 9 September – November 2005

Prasetyanto D.S. (2001), “Perbandingan Perhitungan Tebal Perkerasan lentur Jalan Raya Metoda Cawangan Jalan J.K.R. Malaysia 85 Dengan Metoda Komponen Indonesia 87”, Jurnal ITENAS, No. 2 Vol.5, Juni 2001 – Agustus 2001.

(41)

Setiadji B.H (2005), “Use of Waste Materials for Pavement Construction in Indonesia”, Journal of the Institution of Engineers, Singapore

Siegfried dan Rosyidi S.A.P (2007), “Deskripsi Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Menggunakan Metoda AASHTO 1993”, Puslitbang Jalan PU.

Suaryana N dan Anggodo Y. R. P (2007), “Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis tambah Perkerasan Lentur”, e-Jurnal Balitbang PU.

Subagio B. S, Siswosoebrotho B.S. dan Wibowo A. (2007), “Development of Mechanistic Design Procedure Flexible Pavement fo Tropical Condition”, Journal of the Eastern Asia Sociaty for Transportation Studies, Vol. 7

Subagio B.B, Cahyanto H.T, Rachman A dan Mardiyah S (2005), “Multi-Layer Pavement Structural Analysis Using Method of Equivalent Thickness Case Study: Jakarta – Cikampek Toll Road”, Journal of the Eastern Asia Sociaty for Transportation Studies, Vol. 6

Subagio B.S, Karsaman R.H dan Nurwaida I.W (2003), “Analisa Struktur Perkerasan Multi-Layer Menggunakan Program Komputer ELMOD Studi Kasus: Jalan Tol Jakarta – Cikampek”, Jurnal Teknik Sipil ITB Vol.10 No.3

Tatsumi Y dan Takahashi D (2007), “Strength Evaluation for Subgrade and Subbase Using Historical Time Data of Portable FWD”, Journal of the Eastern Asia Sociaty for Transportation Studies, Vol. 7

Wu Z., Chen X, Gaspard K dan Zhang Z (2008), “Structural Overlay Design of Flexible Pavement By Non Destructive Test Methods in Louisiana”, 87th Transportation

(42)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

Judul Mata Kuliah : Perencanaan Konstruksi Perkerasan 1

Nomor Kode / SKS : KBJJ 2142/ 3 SKS

Semester / Tingkat : 4/2

Prasyarat :

-Jumlah Jam / Minggu : 4

Ringkasan Topil / Silabus :

Bab 1 menjelaskan tentang dasar teori perencanaan tebal lapis perkerasan lentur. Dikenalkan tiga jenis metoda dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur. Bab ini berikutnya menjelaskan parameter-parameter yang digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur. Akhir bab ini menjelaskan diagram perhitungan dan rumus dasar yang digunakan dalam perhitungan. Tahapan-tahapan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur dibahas pada Bab 2. Penjelasan diawali dengan membahas tentang data masukkan sebagai data parameter dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur dan kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan perhitungan LER, menghitung FR, menghitung Ip, menghitung ai, dan

diakhiri dengan menghitung ITP dan D1. Hasil dari perhitungan diatas

ditampilkan pada data keluaran. Bab ini diakhiri dengan ringkasan. Bab 3 berisikan soal latihan untuk

perhitungan tebal lapis perkerasan lentur.

Kompetensi yang ditunjang :

Perencanaan tepal lapis perkerasan lentur dalam rangka pengelolaan jaringan jalan yang efisien dan efektif.

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) : mahasiswa dapat melakukan

identifikasi (identify)

(43)

metoda yang digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur;

mahasiswa data membandingkan (combine) metoda-metoda yang digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur; mahasiswa dapat mendiskusikan

(discuss) metoda-metoda yang digunakan dalam perencanaan tabal lapis perkerasan lentur.

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) :

mahasiswa dapat membuat

algorithma (do algorithms) proses

perhitungan tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga;

mahasiswa dapat menjelaskan (explain) parameter-parameter yang diperlukan untuk mendisain tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga;

mahasiswa dapat merencanakan (design) tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga.

No

. Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Total Jam Referensi

1. PENDAHULUAN 1.1. Dasar teori1.2. Diagram perhitungan 1.3. Rumus dasar 4 2. TAHAPAN PERENCANAAN 2.1. Data masukkan 2.2. Menghitung LER 2.3. Menghitung FR 2.4. Menghitung Ip 2.5. Menghitung ai

2.6. Menghitung ITP dan D1

2.7. Data keluaran 2.8. Ringkasan

4

(44)

SATUAN ACARA PENGAJARAN

Jurusan: Teknik Sipil Program Studi: Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung

Judul Mata Kuliah : Perencanaan Konstruksi Perkerasan 1

Nomor Kode / SKS : KBJJ 2142/ 3 SKS

Pertemuan ke : 1

Waktu pertemuan : 4 jam Teori

A. Pokok Bahasan : PENDAHULUAN

Tujuan Pembelajaran Umum :

mahasiswa dapat melakukan identifikasi (identify) metoda-metoda yang

digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur;

mahasiswa data membandingkan (combine) metoda-metoda yang

digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur;

mahasiswa dapat mendiskusikan (discuss) metoda-metoda yang digunakan dalam perencanaan tabal lapis perkerasan lentur.

Tujuan Pembelajaran Khusus :

mahasiswa dapat membuat algorithma (do algorithms) proses perhitungan tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga;

mahasiswa dapat menjelaskan (explain) parameter-parameter yang diperlukan untuk mendisain tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga;

mahasiswa dapat merencanakan (design) tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga.

B. Sub Pokok Bahasan : Teori dasar dari perencanan tebal lapis perkerasan lentur, metoda-metoda

perencanaan tebal lapis perkerasan lentur, menjelaskan parameter-parameter yang digunakan dalam perencanaan tebal lapis

(45)

perkerasan lentur metoda Bina Marga.

Tujuan Pembelajaran Umum :

mahasiswa dapat melakukan identifikasi (identify) metoda-metoda yang

digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur;

mahasiswa data membandingkan (combine) metoda-metoda yang

digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur;

mahasiswa dapat mendiskusikan

(discuss) metoda-metoda yang digunakan dalam perencanaan tabal lapis perkerasan lentur.

Tujuan Pembelajaran Khusus : 1. 2. 3.  K  K  K  S  S  S  A  A  A C. Kegiatan Belajar Mengajar : Kuliah

Tahap Kegiatan

Pembukaan

Menjelaskan ruang lingkup pokok bahasan dan sub pokok bahasan, kriteria unjuk kerja, sistem

perkuliahaan dan evaluasi.

Pembahasan

1. menjelaskan tentang metoda-metoda yang digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur;

2. menjelaskan dasar teori perencanaan tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga;

3. menjelaskan tentang parameter-parameter yang digunakan dalam perencanan tebal lapis

perkerasan lentur metoda Bina Marga; 4. menjelaskan tentang diagram perhitungan

perencanaan tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga,

5. menjelaskan tentang rumus dasar perencanaan tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga.

Penutup Evaluasi/penilaian, tugas, diskusi, test dan memberikan soal-soal yang termaktub dalam sub pokok bahasan.

Kegiatan Mahasiswa Memperhatikan, mencatat, bertanya, menjawab pertanyaan dan melakukan diskusi. Metoda Pembelajaran Ceramah, tanya jawab, diskusi

(46)

REREFENSI:

……… (undated), “Chapter 4 Thickness Design”

Aprianto A.E dan Basuki I, (2001), “Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan dengan Microsoft Visual Basic 6.0”, Jurnal Teknik Sipil, Volume 1 No.2

C-SHRP (2003), “Pavement Structural Desing Practices Across Canada”, Canadian Strategic Highway Research Program.

Delage K (1999), “AASHTO 1993”, Lecture Notes

Departemen Pemukiman Dan Prasarana Wilayah (2002), “Pedoman Konstruksi dan Bangunan – Pedoman perencanaan Tebal Perkerasan Lentur – Pt T – 01 – 2002-B.

Hendarsin S.L (2000), “Perencanaan Teknik Jalan Raya”, Politeknik Negeri Bandung, Jurusan Teknik Sipil.

Hiep D.V dan Tsunokawa (2005),”Optimal Maintenance Strategies for Bituminous Pavement: A Case Study in Vietnam Using HDM-4 with Gradient Methods”, Journal of the Eastern Asia Sociaty for Transportation Studies, Vol. 6

Kim H.B dan Kim N.H (2007), “Application of Reliability-Based Safety Factors to Mechanistic-Empirical Flexible Pavement Design”, Journal of the Eastern Asia Sociaty for Transportation Studies, Vol. 7

Prasetyanto D (2005), “Pengaruh Penyimpangan Tebal Lapis Permukaan Jalan Terhadap Umur Perkerasan Lentur Jalan”, Jurnal ITENAs, No.3 Vol. 9 September – November 2005

Prasetyanto D.S. (2001), “Perbandingan Perhitungan Tebal Perkerasan lentur Jalan Raya Metoda Cawangan Jalan J.K.R. Malaysia 85 Dengan Metoda Komponen Indonesia 87”, Jurnal ITENAS, No. 2 Vol.5, Juni 2001 – Agustus 2001.

Setiadji B.H (2005), “Use of Waste Materials for Pavement Construction in Indonesia”, Journal of the Institution of Engineers, Singapore

(47)

Siegfried dan Rosyidi S.A.P (2007), “Deskripsi Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Menggunakan Metoda AASHTO 1993”, Puslitbang Jalan PU.

Suaryana N dan Anggodo Y. R. P (2007), “Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis tambah Perkerasan Lentur”, e-Jurnal Balitbang PU.

Subagio B. S, Siswosoebrotho B.S. dan Wibowo A. (2007), “Development of Mechanistic Design Procedure Flexible Pavement fo Tropical Condition”, Journal of the Eastern Asia Sociaty for Transportation Studies, Vol. 7

Subagio B.B, Cahyanto H.T, Rachman A dan Mardiyah S (2005), “Multi-Layer Pavement Structural Analysis Using Method of Equivalent Thickness Case Study: Jakarta – Cikampek Toll Road”, Journal of the Eastern Asia Sociaty for Transportation Studies, Vol. 6

Subagio B.S, Karsaman R.H dan Nurwaida I.W (2003), “Analisa Struktur Perkerasan Multi-Layer Menggunakan Program Komputer ELMOD Studi Kasus: Jalan Tol Jakarta – Cikampek”, Jurnal Teknik Sipil ITB Vol.10 No.3

Tatsumi Y dan Takahashi D (2007), “Strength Evaluation for Subgrade and Subbase Using Historical Time Data of Portable FWD”, Journal of the Eastern Asia Sociaty for Transportation Studies, Vol. 7

Wu Z., Chen X, Gaspard K dan Zhang Z (2008), “Structural Overlay Design of Flexible Pavement By Non Destructive Test Methods in Louisiana”, 87th Transportation

Research Board Annual Metting

Departemen Pekerjaan Umum (2005),”Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Dengan Metoda Landutan” Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Pd T-05-2005 B

(48)

SATUAN ACARA PENGAJARAN

Jurusan: Teknik Sipil Program Studi: Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung

Judul Mata Kuliah : Perencanaan Konstruksi Perkerasan 1

Nomor Kode / SKS : KBJJ 2142/ 3 SKS

Pertemuan ke : 2

Waktu pertemuan : 4 jam Teori

D. Pokok Bahasan : TAHAPAN PERENCANAAN

Tujuan Pembelajaran Umum :

mahasiswa dapat melakukan identifikasi (identify) metoda-metoda yang

digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur;

mahasiswa data membandingkan (combine) metoda-metoda yang

digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur;

mahasiswa dapat mendiskusikan

(discuss) metoda-metoda yang digunakan dalam perencanaan tabal lapis perkerasan lentur.

Tujuan Pembelajaran Khusus :

mahasiswa dapat membuat algorithma (do algorithms) proses perhitungan tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga;

mahasiswa dapat menjelaskan (explain) parameter-parameter yang diperlukan untuk mendisain tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga;

mahasiswa dapat merencanakan (design) tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga.

E. Sub Pokok Bahasan : Menjelaskan tahapan-tahapan yang dapat digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga. Penjelasan diawali dengan data parameter

(49)

masukkan dan kemudian menjelaskan perhitungan LER, FR, Ip, ai, dan

menghitung ITP serta D1. Penjelasan

diakhiri dengan ringkasan

Tujuan Pembelajaran Umum :

mahasiswa dapat melakukan identifikasi (identify) metoda-metoda yang

digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur;

mahasiswa data membandingkan (combine) metoda-metoda yang

digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur;

mahasiswa dapat mendiskusikan

(discuss) metoda-metoda yang digunakan dalam perencanaan tabal lapis perkerasan lentur.

Tujuan Pembelajaran Khusus : 1. 2. 3.  K  K  K  S  S  S  A  A  A F. Kegiatan Belajar Mengajar : Kuliah

Tahap Kegiatan

Pembukaan

Menjelaskan ruang lingkup pokok bahasan dan sub pokok bahasan, kriteria unjuk kerja, sistem

perkuliahaan dan evaluasi.

Pembahasan

1. menjelaskan tentang data masukkan yang diperlukan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga; 2. menjelaskan tentang perhitungan LER; 3. menjelaskan tentang perhitungan FR; 4. menjelaskan tentang perhitungan Ip; 5. menjelaskan tentang perhitungan ai;

6. menjelaskan tentang perhitungan ITP dan D1;

7. menjelaskan tentang data keluaran; 8. ringkasan.

Penutup Evaluasi/penilaian, tugas, diskusi, test dan memberikan soal-soal yang termaktub dalam sub pokok bahasan.

Kegiatan Mahasiswa Memperhatikan, mencatat, bertanya, menjawab pertanyaan dan melakukan diskusi. Metoda Pembelajaran Ceramah, tanya jawab, diskusi

Media / Alat Bantu Papan tulis, handout, laptop dan infocus

(50)

REFERENSI:

……… (undated), “Chapter 4 Thickness Design”

Aprianto A.E dan Basuki I, (2001), “Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan dengan Microsoft Visual Basic 6.0”, Jurnal Teknik Sipil, Volume 1 No.2

C-SHRP (2003), “Pavement Structural Desing Practices Across Canada”, Canadian Strategic Highway Research Program.

Delage K (1999), “AASHTO 1993”, Lecture Notes

Departemen Pemukiman Dan Prasarana Wilayah (2002), “Pedoman Konstruksi dan Bangunan – Pedoman perencanaan Tebal Perkerasan Lentur – Pt T – 01 – 2002-B.

Hendarsin S.L (2000), “Perencanaan Teknik Jalan Raya”, Politeknik Negeri Bandung, Jurusan Teknik Sipil.

Hiep D.V dan Tsunokawa (2005),”Optimal Maintenance Strategies for Bituminous Pavement: A Case Study in Vietnam Using HDM-4 with Gradient Methods”, Journal of the Eastern Asia Sociaty for Transportation Studies, Vol. 6

Kim H.B dan Kim N.H (2007), “Application of Reliability-Based Safety Factors to Mechanistic-Empirical Flexible Pavement Design”, Journal of the Eastern Asia Sociaty for Transportation Studies, Vol. 7

Prasetyanto D (2005), “Pengaruh Penyimpangan Tebal Lapis Permukaan Jalan Terhadap Umur Perkerasan Lentur Jalan”, Jurnal ITENAs, No.3 Vol. 9 September – November 2005

Prasetyanto D.S. (2001), “Perbandingan Perhitungan Tebal Perkerasan lentur Jalan Raya Metoda Cawangan Jalan J.K.R. Malaysia 85 Dengan Metoda Komponen Indonesia 87”, Jurnal ITENAS, No. 2 Vol.5, Juni 2001 – Agustus 2001.

Setiadji B.H (2005), “Use of Waste Materials for Pavement Construction in Indonesia”, Journal of the Institution of Engineers, Singapore

(51)

Siegfried dan Rosyidi S.A.P (2007), “Deskripsi Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Menggunakan Metoda AASHTO 1993”, Puslitbang Jalan PU.

Suaryana N dan Anggodo Y. R. P (2007), “Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis tambah Perkerasan Lentur”, e-Jurnal Balitbang PU.

Subagio B. S, Siswosoebrotho B.S. dan Wibowo A. (2007), “Development of Mechanistic Design Procedure Flexible Pavement fo Tropical Condition”, Journal of the Eastern Asia Sociaty for Transportation Studies, Vol. 7

Subagio B.B, Cahyanto H.T, Rachman A dan Mardiyah S (2005), “Multi-Layer Pavement Structural Analysis Using Method of Equivalent Thickness Case Study: Jakarta – Cikampek Toll Road”, Journal of the Eastern Asia Sociaty for Transportation Studies, Vol. 6

Subagio B.S, Karsaman R.H dan Nurwaida I.W (2003), “Analisa Struktur Perkerasan Multi-Layer Menggunakan Program Komputer ELMOD Studi Kasus: Jalan Tol Jakarta – Cikampek”, Jurnal Teknik Sipil ITB Vol.10 No.3

Tatsumi Y dan Takahashi D (2007), “Strength Evaluation for Subgrade and Subbase Using Historical Time Data of Portable FWD”, Journal of the Eastern Asia Sociaty for Transportation Studies, Vol. 7

Wu Z., Chen X, Gaspard K dan Zhang Z (2008), “Structural Overlay Design of Flexible Pavement By Non Destructive Test Methods in Louisiana”, 87th Transportation

Research Board Annual Metting

Departemen Pekerjaan Umum (2005),”Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Dengan Metoda Landutan” Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Pd T-05-2005 B

(52)

SATUAN ACARA PENGAJARAN

Jurusan: Teknik Sipil Program Studi: Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung

Judul Mata Kuliah : Perencanaan Konstruksi Perkerasan 1

Nomor Kode / SKS : KBJJ 2142/ 3 SKS

Pertemuan ke : 3

Waktu pertemuan : 4 jam praktek hitungan

G. Pokok Bahasan : SOAL LATIHAN

Tujuan Pembelajaran Umum :

mahasiswa dapat melakukan identifikasi (identify) metoda-metoda yang

digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur;

mahasiswa data membandingkan (combine) metoda-metoda yang

digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur;

mahasiswa dapat mendiskusikan

(discuss) metoda-metoda yang digunakan dalam perencanaan tabal lapis perkerasan lentur.

Tujuan Pembelajaran Khusus :

mahasiswa dapat membuat algorithma (do algorithms) proses perhitungan tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga;

mahasiswa dapat menjelaskan (explain) parameter-parameter yang diperlukan untuk mendisain tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga;

mahasiswa dapat merencanakan (design) tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga.

H. Sub Pokok Bahasan : Latihan perhitungan tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga.

Tujuan Pembelajaran Umum : mahasiswa dapat melakukan identifikasi (identify) metoda-metoda yang

(53)

digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur;

mahasiswa data membandingkan (combine) metoda-metoda yang

digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur;

mahasiswa dapat mendiskusikan

(discuss) metoda-metoda yang digunakan dalam perencanaan tabal lapis perkerasan lentur.

Tujuan Pembelajaran Khusus : 1. 2. 3.  K  K  K  S  S  S  A  A  A I. Kegiatan Belajar Mengajar : Kuliah dan praktek hitungan

Tahap Kegiatan

Pembukaan

Menjelaskan ruang lingkup pokok bahasan dan sub pokok bahasan, kriteria unjuk kerja, sistem

perkuliahaan dan evaluasi.

Pembahasan

1. melakukan perhitungan tebal lapis perkerasan lentur metoda Bina Marga secara manual; 2. melakukan perhitungan tebal lapis perkerasan

lentur metoda Bina Marga dengan bantuan komputer;

3. melakukan analisis perbandingan hasil tebal lapis perkerasan lentur yang diperoleh dengan kedua cara diatas.

Penutup Evaluasi/penilaian, tugas, diskusi, test dan memberikan soal-soal yang termaktub dalam sub pokok bahasan.

Kegiatan Mahasiswa Memperhatikan, mencatat, bertanya, menjawab pertanyaan dan melakukan diskusi. Metoda Pembelajaran Ceramah, tanya jawab, diskusi

Media / Alat Bantu Papan tulis, handout, laptop dan infocus

K = Knowledge S = Skill A = Attitude

REFERENSI:

……… (undated), “Chapter 4 Thickness Design”

Aprianto A.E dan Basuki I, (2001), “Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan dengan Microsoft Visual Basic 6.0”, Jurnal Teknik Sipil, Volume 1 No.2

Gambar

Tabel 1.1: Faktor regional
Tabel 1.2: Indeks permukaan pada awal umur rencana
Tabel 1.3: Indeks permukaan pada akhir umur rencana Lintas Ekuivalen Rencana
Tabel 1.4: Koefisien kekuatan relatif Koefisien kekuatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam penelitian Alternatif Desain Tebal Perkerasan Lentur adalah dengan membandingkan tiga metode, yaitu metode Bina Marga 1987, AASHTO 1986 dan Road Note

Penelitian tentang Analisa Tebal Lapis Perkerasan Lentur dengan metode Bina Marga 1987, AASHTO 1986 dan Road Note 31 sudah dilakukan pada ruas jalan Batang - Subah oleh

1) Berdasarkan hasil perhitungan tebal perkerasan lentur Untreated Base menggunakan Metode Analisa Komponen Bina Marga, didapat tebal lapis permukaan yaitu 5 cm

Tetapi di Indonesia kebanyakan dipilih metode Bina Marga, karena dalam perencanaan tebal perkerasan lentur memperhitungkan faktor regional yang telah disesuaikan

PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR (OVERLAY) DENGAN METODE LENDUTAN BALIKJL. BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA) ini, penyusun menyadari bahwa

Dari hasil penelitian diperoleh tebal perkerasan lentur CBR 5,30% umur rencana 5 tahun tebal permukaan 13 cm, lapis pondasi atas 29 cm dan umur rencana 10 tahun tebal permukaan 17 cm,

viii Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku Menggunakan Metode Bina Marga 2003 dan Metode Bina Marga 2017 Studi Kasus: Jalan Subrantas, Kelurahan Pergam, Kecamatan Rupat Nama Mahasiswa

https://jurnal.uisu.ac.id/index.php/JTSIP 214 KOMPARASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR FLEXIBLE PAVAMENT DENGAN METODE MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN BINA MARGA 2017 DAN