• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA PERBANDINGAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA, ASPHALT INSTITUTE DAN AASHTO 1993

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISA PERBANDINGAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA, ASPHALT INSTITUTE DAN AASHTO 1993"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Teknik Sipil Universitas Bang Hatta, Padang.

ANALISA PERBANDINGAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA,

ASPHALT INSTITUTE DAN AASHTO 1993

Donatul Mario, Mufti Warman, Hendri Warman Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Universitas Bung Hatta, Padang Email : donatulmario@yahoo.com

Abstrak

Metoda yang tepat dalam merencanakan tebal perkerasan sangat diperlukan agar menghasilkan jalan yang dapat mendukung beban dan lalu lintas kendaraan serta memberikan pelayanan sampai akhir umur rencana. Di Indonesia, hingga saat ini metode yang umumnya digunakan untuk merencanakan tebal perkerasan lentur adalah metode Bina Marga (Analisa Komponen), dan metode AASTHO. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan hasil perencanaan tebal perkerasan lentur yang dihitung dengan Metode Bina Marga, Metode Asphalt Institute dan Metode AASHTO 1993. Penelitian ini dilakukan pada studi kasus perencanaan peningkatan jalan Ombilin - Bulakan Kabupaten Tanah Datar. Data sekunder berupa data CBR, peta lokasi dan curah hujan, sedangkan data primer berupa volume lalu lintas dan kondisi eksisting lokasi studi. Data yang diperoleh, dihitung menggunakan Metode Bina Marga, Metode Asphalt Institute dan Metode AASHTO 1993. Kata Kunci : Jalan Raya, Perkerasan Lentur, Metode Bina Marga, AASHTO 1993

(2)

Jurnal Teknik Sipil Universitas Bang Hatta, Padang.

PAVEMENT THICKNESS COMPARATIVE ANALYSIS PLANNING WITH HIGHWAYS, AND ASPHALT INSTITUTE AASHTO 1993

Donatul Mario, Mufti Warman, Hendri Warman

Department of Civil Engineering, Faculty of Civil Engineering and Planning, Bung Hatta University, Padang

Email : donatulmario@yahoo.com

Abstract

Appropriate method for planning of pavement thickness is necessary for generating paths can support the load and vehicle traffic as well as providing services until the end of the design life. In Indonesia, to date methods are commonly used to plan is a method of flexible pavement thickness Highways (Component Analysis), and the method AASTHO. The purpose of this study was to compare the results of the planning of flexible pavement thickness is calculated with method of Highways, Asphalt Institute Method and AASHTO Method 1993. The research was conducted on a case study of planning road improvements Ombilin - Bulakan Tanah Datar. CBR secondary data, map location and rainfall, while the primary data such as traffic volume and condition of the existing location of the study. The data obtained, calculated using the method of Highways, Asphalt Institute Method and AASHTO Method 1993.

(3)

Jurnal Teknik Sipil Universitas Bang Hatta, Padang. PENDAHULUAN

Perhitungan tebal perkerasan lentur jalan raya dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal seperti : peranan dan fungsi jalan, volume lalu lintas, daya dukung tanah dan iklim. Faktor lokal ini berbeda pada setiap daerah, oleh karena itu sangat diperlukan berbagai macam penelitian dan survey sebelum merencanakan suatu pembangunan perkerasan jalan.

Sesuai dengan kondisi alam Indonesia, untuk membangun jalan raya telah mempunyai pedoman-pedoman dan peraturan-peraturan dalam perencanaan struktur tebal perkerasan lentur jalan raya pada saat ini bersumber dari negara-negara maju dengan melakukan beberapa modifikasi. Perkerasan jalan dibuat dengan tujuan untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan dalam berlalu-lintas. Perkerasan jalan harus memiliki kualitas yang baik, dalam hal ini lapisan permukaan yang halus, sehingga kendaraan dapat meluncur dengan lancar. Selain itu perkerasan harus mempunyai ketebalan yang cukup untuk memastikan bahwa beban lalu lintas terdistribusikan dengan baik sehingga tekanan dan tegangan pada setiap lapisan perkerasan masih dapat ditoleransi, yang berarti tegangan dan regangan yang terjadi lebih kecil dari pada tegangan regangan yang diijinkan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa struktur perkerasan jalan Ombilin –

Bulakan dengan maksud untuk

membandingkan hasil perhitungan yang udah ada sebelumnya. Penulis menggunakan tiga metode yaitu Metode Bina Marga, Metode Asphalt Institute dan Metode AASTHO 1993.

METODOLOGI

2.1 Struktur Perkerasan Lentur

Struktur perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan material yang diletakkan diatas tanah dasar yang sudah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu-lintas dan menyebarkannya kelapisan yang ada dibawahnya dalam batas daya dukungnya. Karena sifat penyebaran gayanya, maka beban yang diterima oleh masing-masing lapisan berbeda. Semakin kebawah lapisannya, beban yang diterima akan lebih kecil.

Pada struktur perkerasan lentur terdiri dari lapisan–lapisan sebagai berikut:

1. Lapisan Tanah Dasar (Sub Grade).

2. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course). 3. Lapisan Pondasi Atas (Base Course). 4. Lapisan Permukaan (Surface Course).

2.6.1 Lapisan Tanah Dasar (Sub Grade) Tanah dasar merupakan permukaan tanah asli, permukaan galian atau permukaan tanah timbunan sebagai dasar untuk meletakan lapisan-lapisan permukaan lainnya. Tanah dasar merupakan bagian terpenting dari konstruksi jalan raya karena seluruh konstruksi jalan serta beban lalu lintas dipikul oleh tanah dasar. Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanahnya. Pemeriksaan untuk menentukan kekuatan tanah dasar yang umum dipakai adalah cara CBR (California Bearing Ratio), yaitu CBR yang didapat di lapangan.

(4)

Jurnal Teknik Sipil Universitas Bang Hatta, Padang. 2.6.2 Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base

Course)

Lapisan pondasi bawah terletak antara lapisan pondasi atas dan tanah dasar. Tujuan pemakaian lapisan pondasi bawah adalah untuk mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah, agar lapisan diatasnya dapat dikurangi tebalnya.

Fungsi Lapisan Pondasi Bawah adalah sebagai berikut :

1. Sebagai lantai kerja untuk pelaksanaan konstruksi lapisan diatasnya.

2. Lapisan peresapan agar air tanah tidak mengumpul di tanah dasar.

3. Mendukung dan menyebarkan beban roda lalu-lintas ke tanah dasar.

4. Mencegah tanah dasar masuk kedalam lapisan pondasi atas.

2.6.3 Lapisan Pondasi Atas (Base Course) Lapisan pondasi atas terletak antara lapisan pondasi bawah dengan lapisan permukaan. Material untuk lapisan pondasi atas umumnya harus cukup kuat dan awet agar dapat menahan beban roda.

Lapisan ini berfungsi sebagai :

1. Bagian perkerasan yang menahan beban roda. 2. Perletakan terhadap lapisan permukaan. 3. Bantalan pada lapisan permukaan.

4. Lapisan yang dapat mengurangi tebal lapisan diatasnya atau lapisan permukaan.

2.6.4 Lapisan Permukaan (Surface Course) Lapisan permukaan merupakan lapisan perkerasan jalan raya yang terletak paling atas dan

secara langsung menerima beban lalu-lintas paling besar. Bahan yang digunakan terdiri dari campuran agregat kasar dan agregat halus serta aspal sebagai bahan pengikatnya.

Lapisan permukaan berfungsi sebagai berikut : 1. Bagian lapisan perkerasan untuk menahan

beban roda.

2. Lapisan kedap air untuk melindungi jalan dari kerusakan akibat cuaca.

3. Lapisan aus (Wearing Course).

4. Untuk meneruskan gaya/beban pada lapisan dibawahnya.

Sedangkan sifat-sifat dari lapisan permukaan ini adalah :

1. Tahan terhadap keausan beban lalu lintas. 2. Mempunyai kekuatan yang tinggi untuk

menahan beban lalu lintas.

3. Mempunyai koefisien gesekan yang cukup tinggi untuk menahan slip roda.

2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Perkerasan

Dalam merencanakan tebal perkerasan jalan, terlebih dahulu harus diperhatikan faktor yang mempengaruhi perencanaan perkerasan jalan tersebut. Faktor yang paling utama adalah volume lalu lintas. Selain itu faktor keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan juga tidak boleh diabaikan.

2.7.1 Volume Lalu Lintas

Volume lalu-lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati satu titik pengamatan selama satu satuan waktu (hari, jam, menit, detik). Volume lalu lintas dinyatakan dalam kendaraan /

(5)

Jurnal Teknik Sipil Universitas Bang Hatta, Padang. hari / 2 arah untuk dua arah yang tidak terpisah dan kendaraan / hari / 1 arah untuk satu arah atau dua arah terpisah. Untuk mengetahui volume lalu lintas terlebih dahulu dilakukan survei pada jalan raya.

Berdasarkan hasil survei tersebut diperoleh data-data untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan. Dan data kendaraan yang akan diambil adalah :  Sepeda Motor.  Mobil Penumpang.  Bus (8 Ton).  Truck 2 As (12 Ton).  Truck 3 As (20 Ton). 

2.7.2 Lalu Lintas Harian Rencana (LHR) Tabel 2.3 : Lalu lintas Harian Rencana

Jenis Kendaraan Kendaraan/Hari

Sepeda motor 197

Mobil penumpang 2 ton ( 1 + 1 ) 14 Bus 8 ton ( 3 + 5 ) 25 Truk 2 as 12 ton ( 2 + 4 ) 299 Truk 3 as 20 ton ( 5 + 8 ) 247

Sumber : Dinas Prasarana Jalan Propinsi Sumatera Barat

2.7.3 Perkembangan Lalu Lintas

Karena semakin meningkatnya sektor ekonomi, sosial dan jumlah penduduk, secara langsung akan berpengaruh terhadap perkembangan lalu lintas. Jumlah pengguna jalan bertambah dari tahun ketahun. Faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan lalu lintas adalah bertambahnya tingkat kesejahteraan masyarakat sehingga naiknya kemampuan membeli kendaraan dan sebagainya. Oleh karena itu dalam perencanaan perlu diperhitungkan perkembangan lalu lintas yang dinyatakan dalam persen/tahun.

2.3 Faktor Regional

Faktor Regional (FR) adalah faktor setempat sehubungan dengan iklim, hujan dan kondisi lapangan secara umum yang akan berpengaruh terhadap daya dukung tanah dasar dan perkerasan. Faktor regional ditentukan berdasarkan perkiraan kadar air dan jalan sepanjang satu bagian jalan yang ditinjau dengan batasan harga.

2.8.1 Kelandaian

Berdasarkan kepentingan arus lalu lintas kelandaian ideal adalah datar (0%). Sebaiknya ditinjau dari segi drainase jalan yang mempunyai kelandaian ideal dalam perencanaan disarankan menggunakan :

1. Landai datar untuk jalan-jalan diatas tanah timbunan yang tidak mempunya kreb, lereng melintang jalan dianggap cukup untuk mengalirkan air diatas badan jalan dan kelandaian kelereng jalan.

2. Landai sebesar 0,3 - 0,5 % dianjurkan untuk jalan-jalan didaerah galian yang mempergunakan kreb lereng melintang hanya cukup mengalirkan air hujan yang jatuh diatas badan jalan sedangkan landai jalan dibutuhkan untuk membuat kemiringan dasar saluran samping.

(6)

Jurnal Teknik Sipil Universitas Bang Hatta, Padang. 2.8.2 Iklim dan Curah Hujan

Iklim dan curah hujan merupakan faktor yang berpengaruh pada perhitungan tebal perkerasan jalan. Data-data ini dapat diperoleh di badan Metereologi dan Geofisika.

2.8.3 Draenase Jalan

Drainase jalan adalah sistim drainase yang dibuat untuk mengendalikan air (limpahan) permukaan pada jalan sebagai sarana untuk mengumpulkan, menjalankan dan membuang air permukaan yang berasal dari atau dekat jalan atau yang mengalir yang melintasi daerah milik jalan tersebut.

2.4 Umur Rencana

Umur rencana perkerasan jalan adalah jumlah tahun pada saat jalan dibuka untuk lalu-lintas kendaraan sampai diperlukan suatu perbaikan yang bersifat struktural. Selama umur rencana tersebut pemeliharaan perkerasan jalan tetap dilakukan seperti Lapisan non struktural yang berfungsi sebagai lapisan aus. Umur rencana untuk perkerasan lentur jalan umumnya diambil 10 tahun.

2.5 Pemeriksaan CBR

CBR (California Bearing Ratio) adalah perbandingan kualitas bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR 100% dalam memikul beban akibat lalu lintas. CBR ini dikembangkan oleh California Hihgway Departement sebagai cara untuk menilai kekuatan tanah dasar dan bahan lain yang akan dipakai untuk pembuatan perkerasan jalan. Nilai CBR

yang diperoleh kemudian dipakai untuk berbagai muatan roda kendaraan.

PERHITUNGAN

4.1 Data Perencanaan

Pada bab ini penulis akan menghitung tebal perkerasan pada peningkatan ruas jalan Ombilin - Bulakan Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat. Adapun data-data perencanaannya adalah :

a. Berdasarkan survey lalu lintas pada tahun 2007 (pada awal masa konstruksi) diperoleh data-data sebagai berikut :

Sepeda motor = 197 kend / hari / 2 arah Mobil Penumpang = 14 kend / hari / 2 arah Bus 8 ton = 25 kend / hari / 2 arah Truk 2 As 12 Ton = 299 kend / hari / 2 arah Truk 3 As 20 Ton = 247 kend / hari / 2 arah

Σ = 782 kend / hari

b. Data Tanah Dasar ( CBR )

Lokasi yang dijadikan objek adalah peningkatan jalan yang terletak di Ombilin - Bulakan pada STA 0 + 000 s/d 2 + 370 maka harga CBR ditentukan dari hasil pemeriksaan tanah lapangan. Data-data CBR ditabelkan sebagai berikut :

Tabel 4.1. Data CBR STA CBR 0+000 5 0+200 5 0+400 5 0+600 5 0+800 6

(7)

Jurnal Teknik Sipil Universitas Bang Hatta, Padang. 1+000 6 1+200 6 1+400 5 1+600 5 1+800 5 2+000 4 2+200 5 2+370 5 c. Data-data Lain

- Curah Hujan = 2378 mm/ Tahun - Kelandaian = < 6 %

- Umur Rencana = 10 Tahun

- Perkembangan lalu lintas = 4 % / Tahun

4.2 Penentuan Tebal Perkerasan 4.2.1 Metode Bina Marga

1. Menghitung LHR Awal umur rencana LHRo = LHRs (1 + i)UR

- Sepeda motor =197(1+0)1=197 Kend/hr - Mobil Penumpang =14(1+0)1

= 14 Kend/hr - Bus 8 ton =25(1+0)1 = 25Kend/hr - Truk 2 As 12 Ton =299(1+0)1

=299Kend/hr - Truk 3 As 20 Ton =247(1+0)1

=247Kend/hr

Σ = 782 Kend/hari

2. Menghitung LHR Akhir umur rencana - Sepeda motor = 197 (1 + 0,04)10 = 291,6081 Kend/hari - Mobil Penumpang = 14 (1 + 0,04)10 = 20,7234 Kend/hari - Bus 8 ton = 25 (1 + 0,04)10 = 37,0061 Kend/hari - Truk 2 As 12 Ton = 299 (1 + 0,04)10 = 442,5930 Kend/hari - Truk 3 As 20 Ton = 247 (1 + 0,04)10 = 365,6203 Kend/hari Σ = 1.157,5510 Kend/hari

3. Menghitung lebar perkerasan

LHR = LHRa x Koefisien - Sepeda motor = 291,6081 x 1 = 291,6081 smp - Mobil Penumpang = 20,7234 x 2 = 41,4468 smp - Bus 8 ton = 37,0061 x 2,5 = 92,5153 smp - Truk 2 As 12 Ton = 442,5930 x 3 = 1.327,7791 smp - Truk 3 As 20 Ton = 365,6203 x 3 = 1.096,8610 smp Σ = 2.850,2104 smp

Dari total lintas harian rata-rata umur rencana dan daftar klasifikasi jalan berdasarkan SMP dan tabel (terlampir) perencanaan geometrik didapat :

- Kelas jalan : Kelas II B - Lebar Jalur jalan : 6,0 meter - Lebar Bahu Jalan : 1,0 meter

Berdasarkan Tabel 3.1, jumlah jalur yang didapat adalah 2 Jalur.

Pada Tabel 3.2 didapat koefisien distribusi kendaraan (C) adalah :

- Koefisien kendaraan ringan = 0,5 - Koefisien kendaraan berat = 0,5

4. Menghitung Angka Ekivalen Sumbu kendaraan (E)

- Sepeda motor,

(8)

Jurnal Teknik Sipil Universitas Bang Hatta, Padang. - Mobil Penumpang (1+1)ton,

E = 0,0002 + 0,0002 = 0,0004 - Bus 8 Ton (3+5)ton,

E = 0,0183 + 0,1410 = 0,1593 - Truk 2 As 12 Ton (5+7)ton,

E = 0,1410 + 0,5415 = 0,6825 - Truk 3 As 20 Ton(6+7.7)ton,

E = 0.2923 + 0,7452 = 1,0375

5. Menghitung Lintas Ekivalen Permulaan LEP = LHRo x C x E - Sepeda motor = 197 x 0,5 x 0,0000 = 0 Kend/hari - Mobil Penumpang = 14 x 0,5 x 0,0004 = 0,0028 Kend/hari - Bus 8 ton = 25 x 0,5 x 0,1593 = 1,9913 Kend/hari - Truk 2 As 12 Ton = 299 x 0,5 x 0,6825 = 102,0338 Kend/hari - Truk 3 As 20 Ton = 247 x 0,5 x 1,0375 = 128,1313 Kend/hari Σ = 32,1591 Kend/hari

6. Menghitung Lintas Ekivalen Akhir LEA = LHRa x C x E - Sepeda motor = 291,6081 x 0,5 x 0,0000 = 0 Kend/hari - Mobil Penumpang = 20,7234 x 0,5 x 0,0004 = 0,0041 Kend/hari - Bus 8 ton = 37,0061 x 0,5 x 0,1593 = 2,9475 Kend/hari - Truk 2 As 12 Ton = 442,5930 x 0,5 x 0,6825 =151,035Kend/hari - Truk 3 As 20 Ton = 365,6203 x 0,5 x 1,0375 =189,666Kend/hari Σ = 343,652 Kend/hari

7. Menghitung Lintas Ekivalen Tengah (LET)

LET = 2 LEA LEP = 2 344 232 = 288 Kend/hari 8. Menghitung Lintas Ekivalen Rencana (LER) LER10 = LET x 10 UR = 288 x 10 10 = 288 9. Menghitung Faktor Regional % Kendaraan Berat = x100% LHR aanberat LHRokendar = 782 247 299 25  = 73,0179 %

Didapat curah hujan > 900 mm/tahun, % kendaraan berat ≥ 30%, kelandaian < 6 %. Dengan nilai tersebut, pada Tabel 3.5 didapat nilai FR = 2,0 - 2,5.

10. Menentukan nilai Daya Dukung Tanah (DDT)

Penentuan nilai CBR design dibagi menjadi beberapa segmen :

Tabel 4.2. Segmen I ( STA 0+000 s/d 0+800 )

STA Nilai CBR CBR - CBR rata-rata ( CBR - CBR rata-rata )2 0+000 5 -0,20 0,04 0+200 5 -0,20 0,04 0+400 5 -0,20 0,04 0+600 5 -0,20 0,04 0+800 6 0,80 0,64 26 0,80

(9)

Jurnal Teknik Sipil Universitas Bang Hatta, Padang. CBR rata-rata = n CBR

= 5 26 = 5.2 Standar Deviasi = 1 ) ( 2 1  

n CBR CBR n rata rata = 1 5 80 , 0  = 0,45 CBR design

= CBR rata-rata – ( 1 x Standar Deviasi ) = 5,2 – ( 1 x 0,45 ) = 4,75 %

Tabel 4.3. Segmen II ( STA 0+800 s/d 1+600 )

STA Nilai CBR CBR - CBR rata-rata ( CBR - CBR rata-rata )2 0+800 6 0,40 0,16 1+000 6 0,40 0,16 1+200 6 0,40 0,16 1+400 5 -0,60 0,36 1+600 5 -0,60 0,36 28 1,20 CBR rata-rata = n CBR

= 5 28 = 5,6 Standar Deviasi = 1 ) ( 2 1  

n CBR CBR n rata rata = 1 5 20 , 1  = 0,55 CBR design

= CBR rata-rata – ( 1 x Standar Deviasi ) = 5,6 – ( 1 x 0,55 ) = 5,05 %

Tabel 4.4. Segmen III ( STA 1+600 s/d 2+370 )

STA Nilai CBR CBR - CBR rata-rata ( CBR - CBR rata-rata )2 1+600 1+800 2+000 5 5 4 0,20 0,20 -0,80 0,04 0,04 0,64 2+200 5 0,20 0,04 2+370 5 0,20 0,04 24 0,80 CBR rata-rata = n CBR

= 5 24 = 4,8 Standar Deviasi = 1 ) ( 2 1  

n CBR CBR n rata rata = 1 5 80 , 0  = 0,45 CBR design

= CBR rata-rata – ( 1 x Standar Deviasi ) = 4,8 – ( 1 x 0,45 ) = 4,35 %

11. Menentukan indeks tebal perkerasan (ITP) Dari hasil data yang diperoleh diketahui :

- LER = 288 - FR = 2,0 - 2,5 - Ipo = ≥ 4 - Ipt = 2,0

Berdasarkan harga DDT, LER, FR, dengan menarik garis nomogram 3 pada standar perkerasan didapat harga :

(10)

Jurnal Teknik Sipil Universitas Bang Hatta, Padang. Tabel 4.5. Indeks tebal perkerasan (ITP)

STA DDT LER FR Ipt Ipo ITP

0+000 - 0+800 0+800 - 1+600 1+600 - 2+370 4,55 288 2.0 2.0 ≥ 4 7,70 8,55 4,70 288 2.0 2.0 ≥ 4 7,60 8,50 4,40 288 2.0 2.0 ≥ 4 7,95 8,80

Menentukan harga al, a2, a3 berdasarkan kekuatan relatif material dan daftar

Sub base = Sirtu kelas ( kelas B ) Base = Batu pecah ( kelas A ) Surface = Laston Kekuatan relatif : al = 0,4 a2 = 0,14 a3 = 0,12 Segmen I Lapisan permukaan Dl = 7,5 cm Lapisan pondasi D2 = 20 cm D3 = 3 2 2 1 1( ) ( ) a d a d a ITP  D3 = 12 , 0 ) 20 ( 14 , 0 ) 5 , 7 ( 4 , 0 55 , 8   D3 = 22,92 cm ≈ 23 cm Segmen II Lapisan permukaan Dl = 7,5 cm Lapisan pondasi D2 = 20 cm D3= 3 2 2 1 1( ) ( ) a d a d a ITP  D3= 12 , 0 ) 20 ( 14 , 0 ) 5 , 7 ( 4 , 0 50 , 8   D3= 22,5 cm ≈ 23 cm Segmen III Lapisan permukaan Dl = 7,5 cm Lapisan pondasi D2 = 20 cm D3= 3 2 2 1 1( ) ( ) a d a d a ITP  D3= 12 , 0 ) 20 ( 14 , 0 ) 5 , 7 ( 4 , 0 80 , 8   D3= 25,00 cm ≈ 25 cm

4.2.2 Metode Asphalt Institute

1. Menentukan Lalu lintas Harian Rata-rata Umur Rencana

- Sepeda motor = 197 kend / hari / 2 arah - Mobil Penumpang = 14 kend / hari / 2 arah - Bus 8 ton = 25 kend / hari / 2 arah - Truk 2 As 12 Ton = 299 kend / hari / 2 arah - Truk 3 As 20 Ton = 247 kend / hari / 2 arah

Σ = 782 kend / hari / 2 arah

2. Menentukan LHR Akhir Umur Rencana LHRa= LHRo ( 1 + i )n ; dengan i = 4% - Sepeda motor = 197 (1 + 0,04)10 = 291,6081 kend/hari - Mobil Penumpang = 14 (1 + 0,04)10 = 20,7234 kend/hari - Bus 8 ton = 25 (1 + 0,04)10 = 37,0061 kend/hari - Truk 2 As 12 Ton = 299 (1 + 0,04)10 = 442,5930 kend/hari - Truk 3 As 20 Ton = 247 (1 + 0,04)10 = 365,6203 kend/hari Σ = 1.157,5510 kend/hari

3. Menentukan IDT (Initial Daily Traffic) Dari LHRa didapat IDT 1.157,5510 kend / hari / 2 arah

(11)

Jurnal Teknik Sipil Universitas Bang Hatta, Padang. 4. Menentukan Persentase Heavy Truck Total

Kendaraan (A)

Dari tabel Tabel 3.12 didapat A = 15%

5. Menentukan Persentase Heavy Truck Yang Melewati Jalur Rencana Keseluruhan Heavy Truck (B ) untuk 2 jalur

Dari Tabel 3.13 didapat B = 50 %

6. Menentukan Heavy Truck yang lewat pada Design Line

C = IDT x A x B

= 1.157,5510 x 15% x 50% = 86,8163

7. Menentukan Initial Traffic Number (ITN) Data = berat rata-rata Heavy Truck 30.000 lbs (Tabel 3.11) dimana harga standar Single Axle load (SAL) 18000 lbs Sehingga untuk menentukan Initial Traffic Number (ITN) dari Garfik ITN didapat 35” > 10“ maka tidak perlu di koreksi.

8. Menghitung Faktor Penyesuaian ( FP ) FP = r x 20 1 -) r 1 (  ur = 0,04 x 20 1 -) 0,04 1 (  10 = 0,600

9. Menentukan Daily Traffic Number (DTN) DTN = ITN x FP

= 35 x 0.600 = 21 kend / hari

10. Menentukan Faktor Konversi Kekuatan Relatif Bahan

Laston (MS 454) al = 0,8 Batu Pecah (Kls B) a2 = 0,325 Sirtu (Kis C) a3 = 0,275

11. Menentukan Tebal Perkerasan TA = a1 D1 + a2 D2 + a3 D3 CBR segmen I = 5,2 = 7,6“ = 19,3 cm CBR segmen II = 5,6 = 7,3“ = 18,6 cm CBR segmen III = 4,8 = 7,9“ = 20,1 cm 12. Tebal Perkerasan Segmen I : 19,3 = (0,8 x 7,5 ) + (0,325 x 20 ) + (0,275 x D3) D3 = 24,73 cm ≈ 25 cm Segmen II : 18,6 = (0,8 x 7,5 ) + (0,325 x 20 ) + (0,275 x D3) D3 = 22,18 cm ≈ 23 cm Segmen III : 20,1 = (0,8 x 7,5 ) + (0,325 x 20 ) + (0,275 x D3) D3 = 27,64 cm ≈ 28 cm 4.2.3 Metode AASTHO 1993 1. Faktor Pertumbuhan

Besarnya pertumbuhan lalu lintas telah ditetapkan 4 % untuk semua jenis kendaraan selama umur rencana. Pertumbuhan lalu lintas dihitung dengan persamaan:

Growth Factor = g g)n 1 1 (   Growth Factor = 12% 04 , 0 1 ) 04 , 0 1 (  10 

(12)

Jurnal Teknik Sipil Universitas Bang Hatta, Padang. 2. Lalu lintas Harian Rata-rata

Dalam metode AASHTO LHR disebut Averange Daily Traffic (ADT) seperti yang tersaji pada Tabel 4.6 berikut ini :

Tabel 4.6. Lalu lintas Harian Rata-rata (ADT) Jenis Kendaraan Pertumbuhan Lalu lintas ADT (Kend/Hari) Sepeda Motor 4.00 197 Mobil Penumpang 4.00 14 Bus 8 ton 4.00 25 Truck 2 as 12 ton 4.00 299 Truck 3 as 20 ton 4.00 247

Lalu lintas Harian Rata-rata (ADT)

782

3. Tingkat Pelayanan

Berdasarkan Tabel 3.16 dengan volume lalu lintas harian rata-rata sebesar 782 < 3.000 diperoleh nilai indeks pelayanan akhir umur rencana (Pt) 2,0 – 2,5 dipakai Pt = 2,0. Sedangkan nilai indeks pelayanan awal (P0) yang dianjurkan oleh AASHTO adalah sebesar 4,2.

∆PSI = Pi - Pt

∆PSI = 4,2 – 2,0 = 2,2

4. Standar Deviasi (So)

Untuk perkerasan lentur dengan mempertimbangkan variasi lalu lintas digunakan standar deviasi keseluruhan (So) sebesar 0,45.

5. Faktor ESAL

Sebelum melakukan perhitungan lebih lanjut, perlu ditentukan terlebih dahulu SN asumsi. Nilai SN diasumsikan sebesar 2,121 yang telah disesuaikan dengan perhitungan.

a. Faktor Desain dan Variasi Beban Sumbu

βx = 0,40 +        3,23 2 5,19 23 , 3 2 x 1) + ( ) ( x 081 , 0 x x x L SN L L β2,2046 = 0,40 +        3,23 5,19 23 , 3 1 x 1) + (2,121 ) 1 1 ( x 081 , 0 = 0,4021 β18 = 0,40 +        3,23 5,19 23 , 3 1 x 1) + (2,121 ) 1 18 ( x 081 , 0 = 3,3749

Perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Hasil Perhitungan Variasi Desain dan Beban Sumbu Depan

Jenis Kendaraan Lx L2x SN βx Sepeda Motor 1,00 1 2,121 0,4021 Mobil Penumpang 1,80 1 2,121 0,4061 Bus 8 ton 2,72 1 2,121 0,4153 Truck 2 as 12 ton 4,83 1 2,121 0,4655 Truck 3 as 20 ton 6,25 1 2,121 0,5324

(13)

Jurnal Teknik Sipil Universitas Bang Hatta, Padang. Tabel 4.8. Hasil Perhitungan Variasi Desain dan Beban Sumbu Belakang

Jenis Kendaraan Lx L2x SN Βx Sepeda Motor 1,00 1 2,121 0,40 21 Mobil Penumpang 3,50 1 2,121 0,42 84 Bus 8 ton 5,28 1 2,121 0,48 33 Truck 2 as 12 ton 9,37 1 2,121 0,82 08 Truck 3 as 20 ton 18,75 2 2,121 0,82 14

a. Perbandingan ekivalen sumbu x terhadap sumbu standar 33 , 4 2 18 G β 79 , 4 2 2 18 18 ) ( x 10 10 + x x G x x x x L L L L L W W                              5 , 1 2 , 4 2 , 4 log Pt G 0,0889 5 , 1 2 , 4 0 , 2 2 , 4 log          G

G = Faktor perbandingan kehilangan tingkat pelayanan 48.228,29 ) (1 x 10 10 1 + 2,2046 1 18 4,33 3,3749 0889 , 0 4021 , 0 0889 , 0 79 , 4 18 2046 , 2                     W W

(14)

Jurnal Teknik Sipil Universitas Bang Hatta, Padang.

Tabel 4.9. Hasil Perhitungan Perbandingan sumbu x terhadap sumbu standar

Jenis Kendaraan

Depan Belakang

G β18

βx Wx/W18

Lx L2x Lx L2x Depan Belakang Depan Belakang

Sepeda Motor 1,00 1 1,00 1 -0,0889 3,3749 0,4021 0,4021 48228,29 48228,29 Mobil Penumpang 1,80 1 3,50 1 -0,0889 3,3749 0,4061 0,4284 9624,357 992,2712

Bus 8 ton 2,72 1 5,28 1 -0,0889 3,3749 0,4153 0,4833 2468,558 201,6063

Truck 2 as 12 ton 4,83 1 9,37 1 -0,0889 3,3749 0,4655 0,8208 287,5494 19,0103 Truck 3 as 20 ton 6,25 1 18,75 2 -0,0889 3,3749 0,5324 0,8214 101,6977 17,4946

b. Faktor ESAL (LEF) LEF = 0,000021 + 0,000021 = 0,000042

Perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel. Tabel 4.10. Hasil Perhitungan Faktor ESAL (LEF)

Jenis Kendaraan Wx/W18 LEF LEF

TOTAL Depan Belakang Depan Belakang

Sepeda Motor 48228,29 48228,29 0,000021 0,000021 0,000042 Mobil Penumpang 9624,357 992,2712 0,000104 0,001008 0,001112 Bus 8 ton 2468,558 201,6063 0,000405 0,004960 0,005365 Truck 2 as 12 ton 287,5494 19,0103 0,003478 0,052603 0,056081 Truck 3 as 20 ton 101,6977 17,4946 0,009833 0,057161 0,066994

6. Lalu lintas Rencana ESAL

Lalu lintas Rencana ESAL = LHR × GF × 365 × LEF

Lalu lintas Rencana ESAL = 197 × 12,0061 × 365 × 0,000042 = 36,26

(15)

Jurnal Teknik Sipil Universitas Bang Hatta, Padang. Tabel 4.11. Hasil Perhitungan Lalu lintas Rencana ESAL Jenis Kendaraan LHR GF LEF Lalulintas Rencana ESAL Sepeda Motor 197 12,0061 0,000042 36,26 Mobil Penumpang 14 12,0061 0,001112 68,20 Bus 8 ton 25 12,0061 0,005365 587,79 Truck 2 as 12 ton 299 12,0061 0,056081 73.481,67 Truck 3 as 20 ton 247 12,0061 0,066994 72.514,52 ∑ ̅̅̅̅̅ = 146.688,44

Selanjutnya nilai Equivalent Single Axle Load (ESAL) ditentukan dengan menggunakan persamaan:

W18 = DD × DL × ̅̅̅̅̅

DD = 0,5 (faktor distribusi arah dan lajur) DL = 1,0 (tabel 2.15)

W18 = 0,5 × 1,0 × 146.688,44 = 73.344,22

7. Reliabilitas (R)

Berdasarkan nilai lalu lintas rencana ESAL (W18 = 73.344,22) pada Tabel 3.18 diperoleh nilai reliabilitas (R) = 75%.

Korelasi antara nilai deviasi standar normal (ZR) dan reliabilitas (R) dapat dilihat pada Tabel 3.19, didapat ZR = -0,674.

8. Modulus Resilen Tanah Dasar (MR) MR (PSI) = 1500 × CBR MR (PSI) = 1500 × 4,3 = 6.450,00 9. Kontrol SN Rencana log W18 = ZR(S0) + 9.36 log(SN+1) – [ ] ( ) + 2.32 logMr – 8.07 log73.344,22=(-0,674×0,45)+9.36 log(2,121+1)– [ ] ( ) + 2.32 log 6.450–8.07 4,8653 = -0,3033 + 4,6266 – 0,20 – 0,0263 + 8,8382 – 8,07 4,8653 = 4,8651

Nilai SN 2,121 memenuhi persamaan AASHTO, maka nilai SN asumsi dapat digunakan sebagai SN rencana.

10. Koefisien Drainase (m)

Digunakan faktor drainase (m) = 0,80 dengan kualitas drainase Cukup (Tabel 3.21).

11. Koefisien Lapisan Perkerasan

 a1 untuk lapisan Laston MS 744 Kg = 0,4  a2 , menggunakan nomogram koefisien

kekuatan relatif lapis pondasi atas (gambar 3.1) dengan material Batu Pecah (Kelas A) CBR 100%, diperoleh a2 = 0,14

 a3 , menggunakan nomogram koefisien kekuatan relatif lapis pondasi atas (gambar 3.2) dengan material Sirtu/pitrun (Kelas B) CBR 50% diperoleh a3 = 0,128

12. Tebal Minimum Lapisan Perkerasan

a. Untuk lapisan permukaan, dengan traffic (ESAL) = 73.344,22 (kendaraan/Tahun) berdasarkan batas minimum pada tabel 3.22 adalah 2” (5,08 cm)

(16)

Jurnal Teknik Sipil Universitas Bang Hatta, Padang. b. Untuk lapisan pondasi atas, dengan traffic

(ESAL) = 73.344,22 (kendaraan/Tahun) berdasarkan batas minimum pada tabel 3.22 adalah 4” (10,16 cm)

13. Tebal masing-masing Lapisan Perkerasan SN = SN1 + SN2 + SN3 SN = (a1 × D1) + (a2 × D2 × m2) + (a3 × D3 × m3) 2,121 = (0,4 × 2) + (0,14 × 4 × 0,80) + (0,128 × D3 × 0,80) D3 = ( ) = 8,5254 Maka : D1= 2”= 5,08 cm ≈ 6 c D2= 4”= 10,16 cm ≈11 c D3= 8,5254”= 21,70 cm ≈22 cm

4.3 Perbandingan Hasil Perhitungan

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan maka didapatkan hasil sebagai berikut :

a. Segmen I Sta 0+000 s/d Sta 0+800 No Lapisan Bina Marga Asphalt Institute AASTHO 1993 1 D1 7,5 7,5 6,0 2 D2 20 20 11 3 D3 23 25 22

b. Segmen II Sta 0+800 s/d Sta 1+600 No Lapisan Bina Marga Asphalt Institute AASTHO 1993 1 D1 7,5 7,5 6,0 2 D2 20 20 11 3 D3 23 23 22

c. Segmen III Sta 1+600 s/d Sta 2+370 No Lapisan Bina Marga Asphalt Institute AASTHO 1993 1 D1 7,5 7,5 6,0 2 D2 20 20 11 3 D3 25 28 22 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil perhitungan tebal perkerasan lentur (Flexible Pavement) dari ketiga metode perkerasan jalan Ombilin – Bulakan segmen II Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa ketebalan perkerasan menggunakan metode AASHTO 1993 lebih kecil dibandingkan perhitungan metode Bina Marga dan Asphalt Institute. Dengan hasil perhitungan perkerasan yang lebih kecil, otomatis biayanya lebih murah dibandingkan dari kedua metode tersebut. Tetapi di Indonesia kebanyakan dipilih metode Bina Marga, karena dalam perencanaan tebal perkerasan lentur memperhitungkan faktor regional yang telah disesuaikan dengan kondisi alam di Indonesia yaitu persentase kelandaian jalan, curah hujan, dan persentase kendaraan berat yang akan melalui jalan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Sukirman, Silvia, Perkerasan Lentur Jalan Raya. Nova; Bandung.

Oglesby, Clarkson H. R. Gary Hick, Teknik Jalan Raya, Erlangga, Jakarta, 1996. Dinas Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina

(17)

Jurnal Teknik Sipil Universitas Bang Hatta, Padang. Perkersan Lentur Jalan Raya. No.04/PD/BM/1974.

Direktorat Jendral Bina Marga Depertemen Pekerjaan Umum, Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya. No.01/PD/BM/1983.

Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan Dengan Alat

Benkelman Beam.

No.01/MN/B/1983.

Asphalt Institute, Asphalt Technology and

Construction Practice. 1993.

Hendarsin, Shirley L, Perencanaan Teknik Jalan Raya, Politeknik Negri Bandung Jurusan Teknik Sipil, Bandung, 2000.

Perkerasan Kontruksi Jalan Lentur Jalan Raya dan Jalan Kerja”,Badan Penerbit PU 1987

MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia),Depertemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga,Jakarta Februari 1997.

Djoko Untung Soedarsono, Ir. Konstruksi Jalan Raya, Badan Penerbit PU 1987.

AASHTO Guide for Design of Pavements Structures, Washington, 1993.

Norma, Jenis-jenis Perkerasan Jalan,

www.repository.usu.ac.id. 2009.

Frisky Ridwan A.Melania Care, dkk, Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metoda

AASHTO 1993, Institut Teknologi

Bandung, 2010.

Taufikkurrahman, Penggunaan Metode Analisa Komponen Dan Metode AASTHO 1993 Untuk Perbandingan Nilai Tebal Lapisan Perkerasan Lentur Jalan Raya, Universitas Wisnuwardhana Malang.

Siegfried, Sri Atmaja P. Rosyidi, Deskripsi Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Menggunakan Metode

AASHTO 1993, Universitas

Gambar

Tabel 4.1. Data CBR  STA  CBR  0+000  5  0+200  5  0+400  5  0+600  5  0+800  6
Tabel 4.2. Segmen I ( STA 0+000 s/d 0+800 )
Tabel 4.3. Segmen II ( STA 0+800 s/d 1+600 )
Tabel 4.5. Indeks tebal perkerasan (ITP)
+5

Referensi

Dokumen terkait

tulisan orang lain seolah-olah basil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan Ijazah yang telah d i berikan oleh Program - Magister Manajemen Sekolah Tinggi llmu Ekonomi

Bahan baku yang digunakan untuk membuat mie instan adalah tepung. terigu, tepung tapioka, dan

Program jaminan sosial di PT Perkebunan Nusantara – IV Unit Kebun Bah Jambi yang diberikan kepada tenaga kerja merupakan suatu perlindungan dan suatu pelayanan kesehatan dan

Dosis pupuk anorganik NPK majemuk 16:16:16 berpengaruh nyata terhadap variabel diameter cabang , kehijauan daun, jumlah bunga gugur, jumlah bunga dan kemanisan buah jambu biji

(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan ruang terbuka hijau (RTH) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dilakukan dengan ketentuan sebagai

Namun secara keseluruhan bahan ajar Hidrologi model dinilai layak digunakan dengan kategori sangat baik (skor 4,62), secara khusus lembar kerja juga pada

diameter lubang bornya, maka dari itu dalam menentukan diameter bor yang akan digunakan untuk proses pengeboran pada mesin bubut harus mempertimbangkan beberapa kepentingan

Berdasarkan Pembahasan Penelitian tindakan kelas ini dapat diambil kesimpulan, bahwa olahraga atau permainan Boccia dapat meningkatkan kemampuan gerak anak motorik kasar