PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis)BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU
PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-a DI PERAIRAN BARAT NIAS
SKRIPSI
KRISTIANDO SIAHAAN 160302032
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis)BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU
PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-a DI PERAIRAN BARAT NIAS
SKRIPSI
KRISTIANDO SIAHAAN 160302032
Skripsi Sebagai Salah Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Kristiando Siahaan
NIM : 160302032
Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan Laut dan Klorofil- a di Perairan Barat Nias” adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Medan, Mei 2021
Kristiando Siahaan NIM. 160302032
ABSTRAK
KRISTIANDO SIAHAAN. Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan Laut dan Klorofil- a di PerairanBarat Nias. Dibawah bimbingan AMANATUL FADHILAH.
Ikan cakalang merupakan ikan tangkapan dominansi di perairan Samudera Hindia.
Keberhasilan kegiatan penangkapan ikan cakalang ditandai sangat dipengaruhi oleh kondisi daerah penangkapan ikan. Daerah penangkapan ikan cakalang selalu dalam keadaan berubah dengan mengikuti perubahan kondisi lingkungan yang secara alami ikan akan memilih habitat yang sesuai. Suhu permukaan laut dan klorofil-a merupakan faktor yang mempengaruhi DPI. Tujuan penelitian ini memetakan daerah potensial penangkapan ikan cakalang, sehingga dapat mengoptimalisasi penangkapan ikan. Aqua dengan sensor Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) merupakan salah satu satelit yang dapat mendeteksi Suhu permukaan Laut dan Klorofil-a. Penelitian ini menggunakan analisis linier berganda.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pada perairan Barat Nias tahun 2015-2019 memiliki rata SPL berkisar 29,40ºC – 31,05ºC dengan rata CHL berkisar 0,108 mg/m3 – 0,146 mg/m3. Berdasarkan hasil analisa suhu permukaan laut dan klorofil-a, DPI potensial diduga pada musim Barat berada di arah Barat Pulau Nias, pada musim Peralihan I berada di perairan arah Barat Daya Pulau Nias, pada musim Timur berada di perairan dekat Pulau Hinato dan pada musim Peralihan II berada di perairan arah Barat Daya Pulau Teluk Dalam
Kata Kunci: Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis), Satelit Aqua MODIS, Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut.
ABSTRACT
KRISTIANDO SIAHAAN. Estimation of Skipjack Fishing Ground (Katsuwonus pelamis) Based on Distribution of Sea Surface Temperature and Chlorophyll-a in West Nias Waters. Under the guidance of AMANATUL FADHILAH.
Skipjack fish is the dominant catch in the waters of the Indian Ocean.The success of cakalang fishing activities is characterized greatly by the condition of the fishing ground. Cakalang fishing ground is always in a changing state by following changes in environmental conditions that naturally fish will choose the appropriate habitat. Sea surface temperature and chlorophyll-a are factors that affect DPI. The purpose of this study is to map potential areas of skipjack fishing, so as to optimize fishing. Aqua sensor with Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) sensor is one of the satellites that can detect Sea Surface Temperature and Chlorophyll-a. This study uses multiple linear analysis.
The results showed that in the waters of the West Nias in 2015-2019 has an average SPL ranging from 29.40ºC – 31.05ºC with an average CHL of 0.108 mg/m3 – 0.146 mg/m3. Based on the results of sea surface temperature analysis and chlorophyll-a, potential DPI is suspected in the Western season to be in the west of Nias Island, in the transition season I is in the waters southwest of Nias Island, in the Eastern season is in the waters near Hinato Island and in the transition season II is in the waters southwest of Teluk Dalam Island.
Keyword: Skipjack (Katsuwonus Pelamis), Aqua Modis Satellite Imagery, Chlorophyll-a and Sea Surface Temperature.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Tarutung Bolak pada 01 Maret 1998. Penulis adalah anak dari Bapak Juslan Siahaan dan Ibu Eledianna Manalu dan merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formal di SDN 155699 Tarutung Bolak 1 kemudian menyelesaikan Sekolah Dasar pada tahun 2010selanjutnya menyelesaikan pendidikan di SMPN 1 Sorkam pada Tahun 2013 dan SMAN 1 Sorkam Barat pada 2016.
Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dimana pada tahun yang sama dengan berakhirnya Pendidikan menengah atas, penulis dapat melanjutkan pendidikan S-1 pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan di Universitas Sumatera Utara.
Selain mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif pada Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Komisariat Pertanian Cabang Medan. Penulis juga aktif di Kebaktian Mahasiswa Kristen (KMK) pertanian, juga menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (IMASPERA) Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penulis juga menjadi asisten Praktikum Renang pada 2018-2020, asisten Laboratorium Teknik Pembenihan Ikan pada 2018/2019, asisten Laboratorium Oseanografi pada 2018/2019. Kemudian, pada tahun 2018 penulis mengikuti Program Magang untuk mahasiswa di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga, tahun 2019 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata di Desa Nagori Purba Dolok Kecamatan Purba Dolok Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Penulis juga melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Dinas
Kelautan dan Perikanan, Balai Benih Ikan Sibabangun, Kab. Tapanuli Tengah pada tahun 2020 serta penerima beasiswa BBM tahun 2017 dan KSE pada tahun 2018.
KATAPENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyusun hasil penelitian yang berjudul
“Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan Laut dan Klorofil- a di PerairanBarat Nias”. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Penulis yakin sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak akan mungkin dapat terwujud tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah YME yang telah memberkati dan memberikan kelancaran bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Kedua orangtua penulis, Bapak Julsan Siahaan dan Ibu Eledianna Manalu yang telah memberi dukungan dalam bentuk moral dan moril yang tiada hentinya, semangat dan kasih sayang bagi penulis dalam pembuatan Skripsi ini.
3. Ibu Amanatul Fadhilah, S.Pi., M.Si selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar memberikan arahan, semangat dan segala bentuk dukungan berharga bagi penulis.
4. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc dan Ibu Astrid Fauzia Dewinta, S. St. Pi., M. Si selaku penguji skripsi yang telah menguji, memberikan masukan, kritik, saran dan tambahan pengetahuan kepada penulis.
5. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc selaku dosen Penasehat Akademik sekaligus Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Bapak/Ibu dosen atau staff
pengajar dan seluruh pegawai di lingkungan Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
6. Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan pengambilan data dan seluruh pegawai yang turut berperan di dalamnya.
7. Sahabat penulis Rizky Yonanda Lubis, Muhammad Hafiz Farhan, Faturrahman Ash Shidiq, Bima Satria Purba, Siti Ramadhani, Rika Ramadana, Novia Siti Aisyah, Windi Ulvika dan Yati yang menjadi tempat berdiskusi dan memberikan semangat kepada penulis.
8. Kristina Natalia Manullang dan Olinius Lase yang telah membantu penulis dalam memperoleh informasi dalam penulisan Skripsi.
9. Seluruh keluarga besar Manajemen Sumberdaya Perairan, khususnya teman- teman Angkatan 2016 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat memberikan informasi sebaik mungkin khususnya di bidang kelautan dan perikanan.
Medan, April 2021
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Rumusan Masalah ... 3
Kerangka Pemikiran ... 3
Tujuan Penelitian ... 4
Manfaat Penelitian ... 5
TINJAUAN PUSTAKA Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) ... 6
Klasifikasi Ikan Cakalang ... 6
Distribusi Ikan Cakalang ... 8
Parameter Oseanografi ... 10
Suhu Permukaan Laut (SPL) ... 10
Klorofil-a ... 11
Penginderaan Jauh ... 13
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ... 15
Alat dan Bahan ... 16
Prosedur Penelitian... 16
Analisis Data ... 17
Pengukuran Data Hasil Tangkapan ... 17
Analisis Data Hasil Tangkapan per Upaya Penangkapan (CPUE) .. 17
Pengolahan Citra Satelit ... 18
Jumlah Hasil Tangkapan ... 19
Suhu Permukaan Laut ... 20
Klorofil-a ... 20
Analisis Hubungan Antara Hasil Tangkapan dengan Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a ... 21
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 23
Hasil Tangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) ... 23
Sebaran Suhu Permukaan Laut ... 24
Sebaran Klorofil-a pada Citra Aqua MODIS... 29
Hubungan SPL dan Klorofil-a dengan CPUE Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) ... 35
Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Karsuwonus pelamis) ... 39
Pembahasan ... 41
CPUE Ikan Cakalang di Perairan Barat Nias Tahun 2015-2019 .. 41
Sebaran SPL di Perairan Perairan Barat Nias ... 42
Konsentrasi Klorofil-a di Perairan Barat Nias ... 44
Hubungan SPL dan Klorofil-a dengan CPUE Ikan Cakalang
(Euthynnus affinis) di Perairan Barat Nias... 45 Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus
pelamis) di Perairan Barat Nias ... 48 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 50 Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No. Nama Halaman
1. Alat dan Bahan Penelitian……….. 16
2. Penilaian DPI Melalui Indikator CPUE………. 20
3. Penilaian DPI Melalui Indikator SPL……… 20
4. Penilaian DPI Melalui Indikator Klorofil-a……… 20
5. Penilaian Indikator DPI……….. 21
6. Penilaian Rata-rata DPI Ikan Cakalang di Perairan Barat Nias Tahun 2015-2019 ... 39
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Halaman
1. Kerangka Pemikiran……… 4
2. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) ………. 6
3. Peta Lokasi Penelitian………. 15
4. Diagram Alir Pengolahan Data Citra Satelit Aqua MODIS ... 19
5. Fluktuasi CPUE Tangkapan Ikan Cakalang ... 23
6. Fluktuasi Sebaran Suhu Permukaan Laut ... 24
7. Sebaran Spasial Suhu Permukaan Laut Musim Barat ... 26
8. Sebaran Spasial Suhu Permukaan Laut Musim Peralihan I ... 27
9. Sebaran Spasial Suhu Permukaan Laut Musim Timur ... 28
10. Sebaran Spasial Suhu Permukaan Laut Musim Peralihan II ... 29
11. Sebaran Klorofil-A di Perairan Barat Nias ... 30
12. Sebaran Spasial Klorofil-A Musim Barat ... 32
13. Sebaran Spasial Klorofil-A Musim Peralihan I ... 33
14. Sebaran Spasial Klorofil-A Musim Timur ... 34
15. Sebaran Spasial Klorofil-A Musim Peralihan II ... 35
16. Hubungan Suhu Permukaan Laut dengan CPUE ... 35
17. Hubungan Klorofil-A dengan CPUE ... 36
18. Fluktuasi antara Suhu Permukaan Laut dengan CPUE ... 37
19. Fluktuasi antara Klorofil-a dengan CPUE ... 38
20. Peta Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) ... 40
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Alat dan Bahan ... 57
2. Rata-rata SPL dan Klorofil-a Musim Tahun 2015 – 2019 ... 59
3. Jumlah Hasil Tangkapan Ikan CPUE Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Barat Nias Tahun 2015-2019 ... 60
4. Pengambilan dan Pengolahan Data Citra Satelit Aqua MODIS ... 62
5. Penilaian DPI Cakalang di Perairan Barat NiasTahun 2015-2019 ... 70
5. Pengambilan Sampel di Lapangan ... 72
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pelabuhan Perikanan Sibolga merupakan tempat pendaratan kapal yang melakukan penangkapan ikan. Pada umumnya daerah kapal yang menangkap ikan ini adalah antara pantai Barat Sumatera yang berhubungan dengan Samudera Hindia. Sebagai tempat pendaratan ikan hasil tangkapan, pada umumnya pelabuhan perikanan dilengkapi dengan fasilitas dermaga yang memberikan kemudahan bagi kapal ikan untuk membongkar ikan hasil tangkapan.
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan salah satu jenis sumberdaya ikan laut yang bernilai ekonomis penting. Tingginya permintaan pasar baik domestik maupun ekspor menyebabkan tingginya kegiatan penangkapan di berbagai wilayah perairan Indonesia (Budiyamin et al., 2018)
Di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga, data total produksi perikanan 5 tahun terakhir dari 2015-2019 yaitu 137.538.170 kg dan data total
produksi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sebesar 63.083.854 kg (PPN Sibolga, 2019). Dari data tersebut dapat dikategorikan bahwa ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis) adalah produksi yang dominan. Ikan yang didaratkan di PPN Sibolga merupakan hasil tangkapan dari 6,9 % penduduk Sibolga yang menggantungkan hidupnya sebagai nelayan.
Hasil rata-rata musiman, produksi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) mengalami perubahan yang tidak terlalu signifikan. Pada musim Timur (989.998 kg/trip), musim Barat (1.015.963 kg/trip), musim Peralihan I (999.037 kg/trip) dan Peralihan II (1.210.662 kg/trip). Dikarenakan pendugaan daerah penangkapan yang kurang sesuai dengan faktor oseanografinya.
Distiribusi ikan cakalang dipengaruhi kondisi oseanografi secara spasial dan temporal. Ketersediaan makanan baik dalam jumlah dan kualitas mempengaruhi populasi cakalang. Ketersediaan makanan berhubungan dengan rantai makanan (food chains). Phytoplankton melalui proses fotosintesis dapat memproduksi bahan organik (produsen primer), sehingga dapat dilakukan persiapan yang lebih baik untuk melakukan operasi penangkapan yang lebih terarah.
Salah satu faktor keberhasilan dalam produksi ikan tangkapan adalah dengan ketepatan dalam menduga fishing ground (Fuadi et al., 2018). Pendugaan daerah tangkapan yang tepat akan meningkatkan hasil tangkapan yang dilakukan.
Karakteristik wilayah tangkapan ikan yang sesuai dapat ditentukan dengan parameter sebaran klorofil-a dan suhu permukaan laut.
Dengan mengetahui parameter oseanografi yaitu distribusi suhu permukaan laut dan klorofil-a maka pendugaan terhadap daerah penangkapan ikan sudah dapat dilaksanakan dengan baik yang kemudian hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai panduan untuk tujuan penangkapan (eksploitasi) sumberdaya ikan pelagis di suatu perairan.
Pengukuran suhu permukaan laut dan klorofil-a di perairan dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran secara langsung di lapangan yaitu dilakukan dengan menggunakan termometer, namun pengukuran tersebut dinilai kurang efisien karena memakan waktu dan sedikit rumit bila dibandingkan dengan pengukuran tidak langsung. Pengukuran secara tidak langsung yaitu melalui teknik penginderaan jauh dengan memanfaatkan citra satelit. Keberadaan fitoplankton sebagai makanan ikan dapat diketahui dari kandungan klorofil-a dan
suhu permukaan laut (SPL) melalui teknologi penginderaan jauh, salah satunya dengan memanfaatkan citra Aqua MODIS (Purwanti et al., 2017).
Penginderaan jauh oleh Citra Aqua MODIS (sensor Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) dapat mendeteksi keberadaan dan jumlah SPL dan Klorofil pada suatu perairan. Dari hasil sebaran klorofil dan SPL yang diolah dari data Citra Satelit MODIS akan dihubungkan dengan produksi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis).
Oleh karena itu, dengan ketepatan dalam penginderaan jauh dan berbekal informasi yang tepat diharapkan dapat membantu nelayan dalam mencapai target yang ditentukan.
Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang timbul dan akan di bahas pada Penelitian ini adalah Bagaimana pengaruh pola distribusi Klorofil-a dan SPL terhadap penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis). Karena karakteristik yang tepat pada suatu daerah akan mempengaruhi keberadaan jumlah dan penangkapan ikan.
Pada daerah penelitian ini merupakan daerah yang mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai Nelayan dan sumber ikan adalah sumber pendapatan daerah.
Kerangka Pemikiran
Perairan Nias Barat merupakan wilayah perairan yang potensial dengan sumberdaya perikanan tangkap. Pada perikanan tangkap berkaitan dengan CPUE (Catch Per Unit Effort)dan Parameter Oseanografi. Parameter oseanografi nya adalah Suhu Permukaan Laut dan jumlah Klorofil- a. Dalam menduga daerah potensi penangkapan ikan CPUE dan Parameter Oseanografi, dilakukan analisis
dengan keduanya. Analisis yang dilakukan adalah analisis hubungan antara CPUE denganparameter oseanografinya sehingga dapat diketahui pendugaan daerah potensi penangkapan ikan cakalang. Kerangka pemikiran dapat dilihat dari gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang akan di bahas pada penelitian ini adalah:
1. Menganalisa sebaran klorofil-a dan SPL di Perairan Nias Barat
2. Menganalisis hubungan klorofil-a dan SPL dengan hasil tangkapan ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
3. Memetakan daerah potensial penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis
Perairan Nias Barat
Parameter Oseanografi CPUE
Klorofil-a Suhu Permukaan Laut
Analisis Hubungan Parameter Oseanografi Dengan CPUEDistribusi Ikan Cakalang
Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang Perikanan Tangkap
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pelaku usaha perikanan tangkap terkhusus nelayan mengenai wilayah yang potensial untuk penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Nias Barat sehingga dapat meningkatkan hasil tangkapan nelayan khususnya masyarakat sekitar Pelabuhan perikanan Nusantara Sibolga dan penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi ilmiah.
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Klasifikasi Ikan Cakalang
Cakalang sering disebut skipjack tunadengan nama lokal cakalang.
Taksonomi ikan cakalang menurut Saanin (1983) adalah sebagai berikut:
Phylum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Scombridae Genus : Katsuwonus
Species : Katsuwonus pelamis
Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 2. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Cakalang termasuk jenis ikan tuna dalam famili Scombridae, species Katsuwonus pelamis. Ciri-ciri morfologi cakalang yaitu tubuh berbentuk fusiform, memanjang dan agak bulat, tapis insang (gillrakes) berjumlah 53-63 pada helai pertama. Mempunyai dua sirip punggung yang terpisah. Pada sirip punggung yang
pertama terdapat 14-16 jari-jari keras, jari-jari lemah pada sirip punggung kedua diikuti oleh 7-9 finlet. Siripdada pendek, terdapat dua flops di antara sirip perut.
Sirip anal diikuti dengan 7-8 finlet. Badan tidak bersisik kecuali pada barut badan (corselets) dan lateral line terdapat titik-titik kecil.Bagian punggung berwarna biru kehitaman (gelap) di sisi bawah dan 6 perut keperakan,dengan 4-6 buah garis-garis berwarna hitam yang memanjang pada bagian samping badan (Tuli, 2018).
Badan tidak bersisik kecuali pada barut badan (corselets) dan lateral line terdapat titik- titik kecil. Bagian punggung berwarna biru kehitaman (gelap) disisi bawah dan 6 perut keperakan, dengan 4-6 buah garis-garis berwarna hitam yang memanjang pada bagian samping badan. Cakalang termasuk ikan perenang cepat dan mempunyai sifat makan yang rakus. Ikan jenis ini sering bergerombol yang hampir bersamaan melakukan ruaya disekitar pulau maupun jarak jauh dan senang melawan arus. Ikan ini biasa bergerombol diperairan pelagis hingga kedalaman 200 m dan mencari makan berdasarkan penglihatan sehingga rakus terhadap mangsanya (Tuli, 2015).
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)merupakan salah satu jenis sumber daya perikanan terpenting baik sebagai komoditi ekspor maupun sebagai bahan konsumsi dalam negeri. Ikan cakalang merupakan salah satu ikan perenang cepat dan pola hidupnya yangbergerombol terutama pada waktu mencari makan dan membentuk schooling. Ikan cakalang akan membentuk gerombolan ikan pada saat aktif mencari makan dan bergerak dengan cepat pada kolom air. Ikan Cakalang merupakan pemakan ikan kecil, krustasea, moluska (Setya et al., 2014).
Distribusi Ikan Cakalang
Penyebaran ikan cakalang dapatdibedakan menjadi dua bagian, yaitu penyebaran horizontal atau penyebaran menurut letak geografis perairan dan penyebaran vertikal atau penyebaran menurut kedalaman perairan. Penyebaran cakalang secara vertical (strata kedalaman) dimulai dari permukaan sampai kedalaman 260 m pada siang hari, sedangkan pada malam hari cenderung kepermukaan. Cakalang jarang muncul kepermukaan perairan ketika perairan keruh,karena daya penglihatannya sangat berkurang pada waktu air keruh. Ikan cakalang dapat menyelam hingga kedalaman 40 meter di daerah tropis, karena tingkat transparansi air laut yang tinggi dan perubahan temperatur yang tidak terlalu besar (Simbolon, 2011).
Ikan cakalang atau yang biasa disebut skipjack tuna merupakan highly migratory species yang distribusinya cukup luas, mencakup perairan tropis hingga ke perairan sub tropis. Untuk perairan Indonesia, Laut Flores merupakan salah satu habitat penting ikan ini dan sudah dimanfaatkan nelayan sejak lama. Ikan cakalang banyak tertangkap huhate (pole and line), baik menggunakan alat bantu rumpon ataupun system hunting (mencari gerombolan) dan hasil tangkapannya didaratkan di Kota Larantuka (Restiangsih dan Khairul, 2018).
Persediaan cakalang diwilayah perairan Kawasan Indonesia Timur(KTI) tersedia sepanjang tahun terutama di Laut Maluku, Laut Banda, Laut Seram, dan Laut Sulawesi. Populasi cakalang yang dijumpai di perairan Indonesia bagian Timur sebagian besar berasal dari samudera Pasifik yang memasuki perairan ini mengikuti arus. perairan Indonesia secara geografis, terletak antara samudera Pasifik dan samudera Hindia. Oleh karena itu, sebagian besar jenis ikan di kedua
samudera itu juga terdapat di Indonesia. Stok yang terdapat di perairan KTI diduga berasal dari samudera Pasifik bagian barat yang berupaya dari sebelah timur Filipina dan sebelah utara PapuaNugini. Ikan tersebut selanjutnya berupaya ke perairan KTI dari samudera Pasifik bagian barat yaitu ke Perairan Zamboanga dan sebelah utara Papua Nugini (Tuli, 2008).
Distribusi ikan cakalang dipengaruhi kondisi oseanografi secara spasial (tempat) dan temporal (waktu). Ketersediaan makanan baik dalam jumlah dan kualitas mempengaruhi tingkat predasi dan merupakan variabel penting bagi populasi cakalang. Ketersediaan makanan berhubungan dengan rantai makanan (food chains). Plankton tumbuhan (phytoplankton) melalui proses fotosintesis dapat memproduksi bahan organik (produsen primer), sehingga dapat dilakukan persiapan yang lebih baik untuk melakukan operasi penangkapan yang lebih terarah. Di Indonesia, kandungan klorofil-a di perairan berkisar antara 0,2 – 0,8 mg/m3 (Jufri et al., 2014).
Populasi ikan cakalang yang dijumpai di Perairan KTI sebagian besar berasal dari Samudera Pasifik dan memasuki perairan tersebut mengikuti arus.
Namun, sebagian ikan cakalang terutama yang terdapat di berbagai daerah kepulauan KTI kemungkinan adalah “stok lokal” yaitu hasil pemijahan di perairan Indonesia. Penyebaran geografis dan kelimpahan ikan cakalang dipengaruhi oleh ketersedian makanan sesuai yang diinginkan dalam jumlah dan waktu yang tepat.
Bahkan ikan cakalang melakukan migrasi untuk mencari daerah baru yang kaya akan sumber makanan. Ikan cakalang mempunyai kebiasaan makan secara aktif pada pagi hari, kurang aktif pada siang hari, mulai aktif lagi pada sore hari, dan hampir tidak makan sama sekali pada malam hari (Tuli, 2015).
Parameter Oseanografi
Penentuan Daerah Penangkapan Ikan (DPI) secara geografis dapat diketahui berdasarkan parameter oseanografi fisika dan kimia perairan.
Keberadaan ikan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan oseanografi, misalnya suhuperairan, tingkat klorofil, fitoplankton dan faktor lainnya, sehingga dalam menentukan posisi keberadaan ikan cakalang, diperlukan sebuah metode yang dapat memetakan kondisi alam berkaitan dengan karakteristik perairan yang merupakan tempat berkumpulnya ikan cakalang sesuai dengan faktor oseanografi
lingkungan perairan yang menjadi habitat hidup ikan cakalang (Surahman dan Rustam., 2016).
Suhu Permukaan Laut (SPL)
Suhu permukaan laut dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengetahui keberadaan suatu spesies ikan pada suatu perairan. Setiap spesies ikan mempunyai toleransi nilai suhu tertentu yang disenangi untuk melangsungkan hidupnya sehingga mempengaruhi keberadaan dan penyebaran ikan di suatu perairan. Pengukuran suhu permukaan laut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pengukuran secara langsung dan pengukuran secara tidak langsung yaitu melalui teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan satelit. Satelit dapat digunakan untuk pengamatan fenomena oseanografis, seperti suhu permukaan laut, yang selanjutnya digunakan untuk memprediksi keberadaan ikan dan daerah penangkapan ikan (Shabrina et.al., 2017).
Suhu perairan bervariasi, baik secara horizontal maupun vertikal. Secara horizontal suhu bervariasi sesuai dengan garis lintang dan secara vertikal sesuai dengan kedalaman. Variasi suhu secara vertikal di perairan Indonesia pada
umumnya dapat dibedakan menjadi tiga lapisan, yaitu lapisan homogen (mixed layer) di bagian atas, lapisan termoklin di bagian tengah, dan lapisan dingin di bagian bawah. Lapisan homogen berkisar pada kedalaman 50-70 meter, pada lapisan ini terjadi pengadukan air yang mengakibatkan suhu pada lapisan ini menjadi homogen (sekitar 280 °C). Lapisan termoklin merupakan lapisan dimana suhu menurun cepat terhadap kedalaman, terdapat pada kedalaman 100-200 meter.
Lapisan dingin biasanya kurang dari 50 °C, terdapat pada kedalaman 200 meter (Basuma, 2009).
Suhu permukaan laut (SPL) dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk menduga keberadaan organisme di suatu perairan, khususnya ikan (Nontji, 2007). Hal ini karena sebagian besar organisme bersifat poikilotermik. Pengaruh suhu secara langsung terhadap kehidupan di laut adalah dalam laju fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan proses fisiologi hewan, khususnya derajat metabolisme dan siklus reproduksi. Berdasarkan variasi suhu, tinggi rendahnya variasi suhu
merupakan faktor penting dalam penentuan migrasi suatu jenis ikan (Jufri, et.al., 2014).
Klorofil-a
Klorofil-a adalah pigmen yang mampu melakukan fotosintesis dan terdapat diseluruh organisme fitoplankton. Jumlah fitoplankton yang ada di perairan laut umumnya dapat dilihat dari jumlah klorofil-a yang ada di perairan. Sebaran kesuburan perairan dapat diketahui dengan memetakan sebaran konsentrasi klorofil-a. Salah satu citra satelit yang dapat mendeteksi distribusi klorofil-a dan SPL di perairan adalah citra satelit Aqua dengan sensor MODIS. Aqua MODIS mempunyai misi mengumpulkan informasi tentang siklus air di bumi yang
memiliki spektral panjang gelombang lebih banyak dan cakupan luasan perekaman yang lebih teliti (Bukharia, et.al., 2017).
Kandungan klorofil-a pada suatu perairan sangat erat kaitannya dengan rantai makanan. Kandungan klorofil-a yang tinggi pada perairan akan meningkatkan produktifitas zoo plankton, sehingga tercipta suatu rantai makanan yang menunjang produktifitas ikan di perairan. Jenis ikan pelagis yang keberadaanya tidak secara langsung dipengaruhi oleh klorofil-a. Secara deskriptif terlihat pada jenis ikan pelagis ini akan menunjukkan kecenderungan dimana nilai CPUE ikan akan naik saat konsentrasi klorofil-a rendah terutama saat musim timur (Putra et.al. 2012).
Klorofil merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di laut. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil sangat terkait dengan kondisi oseanografis suatu perairan. Produktivitas primer dalam artian umum adalah laju produksi bahan organik (C=karbon) melalui reaksi fotosintesis per satuan volume atau luas suatu perairan tertentu (mg c/m3 /hari atau g C/m2 /tahun). Reaksi fotosintesis dapat terjadi pada semua tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil, dan dengan adanya cahaya matahari. Klorofil itu sendiri terdiri dari tiga jenis yaitu klorofil-a, b, dan c. Ketiga jenis klorofil ini sangat penting dalam proses fotosintesis tumbuhan yaitu suatu proses yang merupakan dasar dari pembentukan zat-zat organik di alam. Kandungan klorofil yang paling dominan dimiliki oleh fitoplankton adalah klorofil-a. Oleh karena itulah klorofil-a dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kesuburan perairan (Rasyid, 2009).
Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh (PJ) merekam karakteristik pantulan dan pancaran berbagai obyek di permukaan bumi, termasuk tubuh air, dan diketahui bahwa material yang terkandung di dalam air dapat secara siginifikan merubah karakteristik hamburan balik air, sehingga penginderaan jauh dapat dimanfaatkan untuk mengkaji fenomena kualitas air. Parameter – parameter kualitas air yang memiliki hubungan yang kuat dengan nilai pantulan citra PJ dari hasil penelitian sebelumnya diantaranya adalah, kekeruhan, kedalaman secchi disk, sedimen tersuspensi, sedimen terlarut, klorofila, suhu permukaan air, dan lain - lain yang pada intinya ialah parameter – parameter kualitas air yang memiliki karakteristik visual yang mampu diindera oleh sistem PJ (Ramadianto, 2013).
Pengukuran suhu permukaan laut dan klorofil-a dapat dilakukan secara langsung (insitu) dan tidak langsung yaitu melalui teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan satelit. Teknik penginderaan jauh melalui satelit merupakan metode yang efisien untuk mengetahui sebaran suhu permukaan laut dan sebaran klorofil-a. Data dari satelit sangat membantu dalam penentuan suhu dan klorofil-a optimum yang disenangi ikan. Suhu permukaan laut dan klorofil-a tersebut kemudian dapat diimplementasikan untuk memprediksi daerah penangkapan ikan.
Perkembangan teknologi pada bidang penginderaan jauh untuk informasi daerah penangkapan ikan diharapkan dapat meningkatkan kepastian hasil tangkapan atau berbekal informasi tentang daerah penangkapan ikan, maka tidak ada lagi istilah bagi nelayan untuk mencari ikan namun nelayan melaut untuk menangkap ikan (Tangke et al., 2013).
Citra Landsat TM merupakan sensor citra penginderaan jauh yang sering digunakan pada saat ini. Citra ini mempunyai 7 saluran yang terdiri dari spektrum tampak pada saluran 1, 2, dan 3, spektrum inframerah dekat pada saluran 4, 5, dan 7 dan spektrum inframerah termal pada saluran 6. Resolusi spasial pada saluran 1- 5 dan 7 mencapai 30 meter, sedangkan untuk saluran 6 resolusi spasial mencapai 60 meter (Raharjo, 2010).
Sensor pada satelit menerima pantulan radiasi sinar matahari dari permukaan dan kolom perairan. Pada sistem pengindraan jauh warna air laut terjadi transfer radiasi dalam system matahari – perairan – sensor satelit. Radiasi sinar matahari ketika menuju perairan dipengaruhi oleh atmosfer dimana akan mengalami penyerapan dan penghamburan oleh awan, molekul udara dan aerosol.
Sinar matahari yang masuk kedalam kolom perairan akan diserap atau dipantulkan oleh partikel-pertikel yang terdapat di perairan seperti fitoplankton atau sedimen tersuspensi. Pada saat pengiriman kembali ke satelit juga akan dipengaruhi oleh atmosfer (Dika, 2017).
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September - November 2020 di Perairan Nias Baratuntuk pengambilan sampel dengan fishing base berada di Pelabuhan Perikanan Nusantara, Provinsi Sumatera Utara yang secara geografis terletak pada koordinat 201º02'15” LS dan 100º23'34” BT untuk pengambilan data hasil tangkapan. Wilayah ini merupakan daerah penangkapan ikan para nelayan Sibolga dan didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga.
Gambar 3. Peta Lokasi Peneltian
Alat dan Bahan Penelitian
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1:
Tabel 1. Alat dan Bahan Penelitian
No. Nama Alat Fungsi
1 GPS (Global Positioning System)
Untuk menentukan Titik koordinat penangkapan Ikan Cakalang
2 Kamera Foto dokumentasi
3 Laptop Media menganalisis data
4 5
Alat Tulis Termometer
Mencatat data yang perlu untuk penelitian Mengukur suhu permukaan laut
No. Nama Bahan Fungsi
1 Software SeaDAS 7.2 Mendapatkan nilaikonsentrasi klorofil-a dan SPL dalam bentuk ASCII dari citra Aqua MODIS
2 Arcgis 10.3 Pembuatan petalokasi penelitian
3 Surfer- 13 Menampilkan sebaran spasial SPL dan klorofil- a dan pembuatan color scale
4 5
6
Microsoft Exel Citra Aqua MODIS level-3 (monthly) ahun 2015- 2019
Data Statistik Hasil Tangkapan Ikan Cakalang tahun 2015- 2019
Analisis Data dan pembuatan grafik
Sebagai data untuk mengetahui sebaran suhu dan kosentrasi klorofil-a di perairan
Sebagai data untuk mengetahui fluktuasi hasil tangkapan Ikan Cakalang
Metode Pengambilan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan adalah dari hasil survei lapangan dengan ikut menangkap ikan bersama nelayan yang menggunakan armada penangkapan alat tangkappurse seine yang sudah memiliki alat GPS dengan ukuran kapal 77 GT.
Jarak dari Pelabuhan Perikanan Nusantara sampai ke lokasi pengambilan sampel kurang lebih sepanjang 116 mil. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 2 kali
pada titik koordinat yang berbeda. Sampel data yang diambil adalah Suhu Permukaan Laut, Klorofil-a dan titik koordinat yang berada di Perairan Nias Barat.
Data logbook kapal dapat dilihat pada Lampiran 6.
Selanjutnya data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit Aqua MODISyang diunduh melalui website resmi NASAyang berupa data suhu permukaan laut dan klorofil-a level-3 (monthly)pada tahun 2015-2019 yang akan diproses dan data hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang diperoleh dari data statistik Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga tahun 2015-2019. Data tersebut meurpakan hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang selanjutnya akan di korelasikan keberadaannya dengan Suhu Permukaan Laut dan Klorofil – a di perairan yang diperoleh dari citra MODIS.
Analisis Data
Pengukuran Data Hasil Tangkapan
Data yang diproleh merupakan data statistic hasil tangkapan ikan cakalang yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga tahun 2015-2019.
Selanjutnya dicari jumlah hasil tangkapan ikan Cakalang per upaya penangkapan nilai CPUE (Catch Per Unit Effort)dengan menggunakan Microsoft Exel dibuat dalam periode waktu bulanan dan disajikan dalam bentuk grafik.
Hasil Tangkapan per Upaya Penangkapan (CPUE)
Kelimpahan sumberdaya ikan Cakalang dilakukan dengan pengolahan data hasil tangkapan ikan dan upaya penangkapan ikan selama 5 tahun terakhir (2015 - 2019) dengan menggunakan analisis Cacth Per Unit Effort (CPUE), yang didasarkan pada rasio antara total hasil tangkapan (Cacth) dengan upaya penangkapan (Effort).
Menurut (Widodo, 1998), rumus yang digunakan adalah:
CPUEiCi fi Keterangan:
CPUEi = Jumlah hasil tangkapan per upaya penangkapan ke-i (kg/trip) Cacth (Ci) = Total hasil tangkapan ke-i (kg)
Effort (fi) = Total upaya penangkapan ke-i (trip)
Data produksi hasil tangkapan ikan Cakalang dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui fluktuasi hasil tangkapan berdasarkan periode bulanan di Perairan Nias Barat dengan menggunakan grafik.
Pengolahan Citra Satelit
Pembuatan peta dilakukan dengan menggunakan softwareArcGis 10.3 dan diolah data citra suhu permukaan laut dan klorofil diproses dengan software SeaDass. Pengolahan data citra satelit Aqua MODIS untuk mendapatkan nilai konsentrasi klorofil-a dan SPL dimulai dari pengumpulan citra (download citra level 3). Data satelit Aqua MODIS level-3 berupa data digital compressed dalam format Hierarchical Data Format (HDF) yang sudah terkoreksi radiometrik dan atmosferik. Data tersebut kemudian diekstrak menggunakan perangkat lunak WinRAR 3.42. Pengolahan data dilanjutkan dengan menggunakan perangkat lunak SeaWIFSData Analisys System (SeaDAS) 7.2 dengan sistem operasi Windows.
Pada tahap ini dilakukan pemotongan citra (cropping) berdasarkan wilayah penelitian.
Hasil (output) dari pemotongan citra dikonversi ke dalam bentuk berupa data American Standard Code for Information Interchange (ASCII) yang
didalamnya memiliki variabel bujur, lintang, nilai estimasi konsentrasi klorofil-a dan SPL. Selanjutnya untuk menampilkan sebaran spasial SPL dan klorofil-a menggunakan perangkat lunak Surfer 8, Excel danArcGIS 10.3. Tampilan dari sebaran spasial SPL dan konsentrasi klorofil-a berupa tampilan gambar 4.
Gambar 4. Diagram Alir pengolahan Data Citra Satelit MODIS Jumlah Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan yang telah di proses dan dikategorikan ke dalam bentuk CPUE. Apabila nilai CPUE lebih besar dari nilai CPUE rata-rata dari jenis ikan tertentu, maka suatu DPI dikategorikan potensial. Jika nilai CPUE lebih kecil dari atau sama dengan nilai CPUE rata-rata dari jenis ikan tertentu, maka suatu DPI dikategorikan tidak potensial.
Download Citra
Pemotongan Data (Cropping)
Data ASCII Citra
Hasil Data ASCII
Layout peta sebaran SPL dan Klorofil - a
Data Rataan Sebaran SPL dan Klorofil-a Kontrol Data
SeaDAS 7.2 Browser
Surfer-13 dan Excel
Arcgis 10.3
Tabel 2. Penilaian DPI Melalui Indikator CPUE No. Kategori
CPUE
Kriteria Skor/bobot Kategori DPI 1. Tinggi CPUE > CPUE rata-rata 6 Potensial 2. Rendah CPUE ≤ CPUE rata-rata 4 Kurang Potensial Sumber: Zen et al., 2005.
Suhu Permukaan Laut
Suhu di suatu perairan merupakan faktor penting bagi kehidupan organisme, baik dalam aktivitas metabolisme dan menentukan keberadaan serta penyebaran ikan.
Tabel 3. Penilaian DPI Melalui Indikator SPL
No. Kategori SPL Kriteria Skor/bobot Kategori DPI
1. Banyak 24°C - 27°C 6 Potensial
2. Sedang 28°C - 30°C 4 Sedang
3. Sedikit < 24ºC - >30ºC 2 Kurang Potensial Sumber: Laevastu, T. and Hela, 1993; Ismunandar, 2018
Suhu yang mempengaruhi aktivitas metabolisme, perubahan ekologi, menentukan keberadaan serta penyebaran ikan. Sifat penyebaran ikan akan mencari tempat yang suhunya sesuai dengan tubuh ikan.
Klorofil-a
Penilaian DPI melalui indikator klorofil-a ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Penilaian DPI Melalui Indikator Klorofil-a
No. Klorofil-a Kriteria Skor/bobot Kategori DPI
1. Banyak > 0,2 mg/m³ 6 Potensial
2. Sedang 0,1 mg/m³-0,2 mg/m³ 4 Sedang
3. Sedikit < 0,1 mg/m³ 2 Kurang Potensial
Sumber: Widodo, 1999; Ismunandar, 2018
Data klorofil-a hasil deteksi MODIS yang telah diolah menggunakan software SeaDAS juga digunakan sebagai indikator penilaian DPI. Kategori DPI dibagi berdasarkan kandungan klorofil-a nya.
Dalam hal ini ketiga indikator diasumsikan memiliki pengaruh yang sama
terhadap penilaian suatu daerah penangkapan ikan (DPI) Cakalang (Bukhari et al., 2017). Penentuan bobot atau scoring terhadap tiga indikator
tersebut dijelaskan pada Tabel 5.
Tabel 5. Penilaian Indikator DPI
DPI
Indikator DPI
Kategori DPI*
CPUE (Kg/trip)
Klorofil-a (mg/m3)
Suhu Permukaan Laut (ºC)
DPI
Tinggi (n = 6) Banyak (n = 6) Optimum (n = 6) Potensial (n = 15-18)
Sedang (n = 4) Sedang (n = 4) Sedang (n = 11- 14)
Rendah (n = 4) Rendah (n = 2) Tidak optimum (n = 2)
Kurang (n = 7- 10)
*Interval untuk DPI potensial ditentukan berdasarkan nilai
Analisis Hubungan Antara Hasil Tangkapan dengan Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a
Menyatakan hubungan antara hasil tangkapan ikan cakalang yang diolah dengan parameter suhu permukaan laut dan klorofil-a, digunakan analisisregresi berganda dengan menggunakan aplikasi microsoft excel. Hal ini, maka akan terlihat bahwa variabel bebas (X) yaitu suhu permukaan laut dan kandungan klorofil-a apakah berpengaruh terhadap hasil tangkapan sebagai variable terikat (Y).
Analisis Regresi Linier
Analisis tersebut digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas yaitu suhu permukaan laut (X1) dan klorofil-a (X2) terhadap variabel terikat yaitu hasil tangkapan ikan cakalang (Y)
Analisis regresi Berganda diformulasikan sebagai berikut:
Y = a +X1 b1+X2 b2
Persamaan kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma untuk memudahkan perhitungan, sebagai berikut:
Log Y = Log a + b1 LogX1 + b2 LogX2
dimana: Y : Hasil tangkapan/ hauling (ekor /hauling) a: Koefisien potongan (Konstanta)
b1: Koefisien regresi parameter suhu permukaan laut b2: Koefisien regresi Klorofil-a
X1: Suhu permukaan laut (°C) X2: Klorofil-a (mg/m3)
Uji koefisien determinasi
Uji koefisien determinasi digunakan untuk melihat kelayakan penelitian yang dilakukan dengan melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Koefisien determinasi R2 digunakan untuk mengetahui nilai persen variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen. Nilai R2 ini terletak antara 0 dan 1. Bila nilai R2 mendekati 0 berarti sedikit sekali variasi variabel dependen yang diterangkan oleh variabel independen. Jika ternyata dalam perhitungan nilai R2 sama dengan 0 maka ini menunjukkan bahwa variabel dependen tidak bisa dijelaskan oleh variabel independen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil Tangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Hasil tangkapan yang digunakan adalah data statistik PPN Sibolga mulai dari Januari 2015 – Desember 2019 pada wilayah penangkapan Pantai Barat Sumatera Utara hingga Samudera Hindia. Ikan Cakalang merupakan ikan komoditas yang didaratkan di PPN Sibolga. Oleh karena itu, ikan ini sangat banyak permintaannya di masyarakat.
Gambar 5. Fluktuasi CPUE Tangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Hasil CPUE tangkapan ikan cakalang perbulan dan permusimyang dilihat dari gambar 5, dimana rata-rata hasilnya mengalami fluktuatif.Rata-rata CPUE bulanan berkisar antara1782,5 kg/trip sampai 2865,9 kg/trip. CPUE dengan maksimum berada pada Bulan Desember 2016 yaitu 2865.9 kg/trip dan terendah berada pada Bulan Maret 2016 yaitu 1782.5 Kg/trip.
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
Desember Februari April Juni Agustus Oktober Desember Februari April Juni Agustus Oktober Desember Februari April Juni Agustus Oktober Desember Februari April Juni Agustus Oktober Desember Februari April Juni Agustus Oktober
BARAT(B-T)TIMUR(T-B)BARAT(B-T)TIMUR(T-B)BARAT(B-T)TIMUR(T-B)BARAT (B-T)TIMUR(T-B)BARAT(B-T)TIMUR(T-B)
2015 2016 2017 2018 2019
CPUE (Kg/trip)
CPUE (Kg/trip)
25 26 27 28 29 30 31 32 33
Desember Februari April Juni Agustus Oktober Desember Februari April Juni Agustus Oktober Desember Februari April Juni Agustus Oktober Desember Februari April Juni Agustus Oktober Desember Februari April Juni Agustus Oktober
BARAT(B-T)TIMUR(T-B)BARAT(B-T)TIMUR(T-B)BARAT(B-T)TIMUR(T-B)BARAT (B-T)TIMUR(T-B)BARAT(B-T)TIMUR(T-B)
2015 2016 2017 2018 2019
SPL (⁰C)
Suhu Permukaan Laut
SPL dan Klorofil-a, kondisi perairan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produksi perikanan. Keberadaan angin kencang dan arus juga merupakan salah faktor penyebab tinggi rendahnya produksi perikanan.
Selain itu, banyaknya trip juga akan menentukan jumlah total CPUE penangkapan ikan. Rata-rata CPUE per musimnya pada (Gambar 5) dapat dilihat bahwa pada musim Timur merupakan penangkapan yang paling rendah, yaitu 1923,5 kg/trip dan musim Peralihan II merupakan tertinggi yaitu 2497.8 kg/trip. CPUE tahunan menunjukan produksi tertinggi adalah pada bulan Desember 2016 yaitu 5148,8 kg/trip dan pada Bulan Juni 2019 yaitu sebesar 1086,2 kg/trip.
Sebaran Suhu Permukaan Laut
Suhu merupakan parameter oseanografi yang dibutuhkan oleh setiap organisme perairan untuk menunjang berbagai proses kehidupan bagi organisme pelagis
.
Data yang diolah dari Citra satelit MODIS memiliki nilai yang dapat dilihat pada Gambar 6. Nilai Rata-rata bulanan sebaran suhu permukaan laut terendah yaitu 29,2 ºC yang berada pada Bulan November dan rata-rata perbulan tertinggi yaitu 31,2 ºC yang terdapat pada Bulan Mei.Gambar 6. Fluktuasi Suhu Permukaan Laut di Perairan Barat Nias
Suhu permukaan laut di Perairan Nias Barat mengalami Fluktuatif, namun perubahan yang terjadi masih berada di kualitas yang cocok bagi ikan. Nilai rata- rata sebaran pada musiman juga mengalami perubahan dengan kisaran antara 29,40 ºC– 31,05 ºC. Dimana nilai tertinggi terdapat pada Musim Peralihan I dan nilai terendah pada Musim Peralihan II.
Berdasarkan Gambar 6, dapat hasil bahwa sebaran nya tidak mengalami perbedaan yang signifikan yaitu berkisar antara 27,36 ºC sampai 31,82 ºC. Nilai terendah pada Bulan Oktober 2019 yaitu 27,36 ºC dan nilai tertinggi berada pada Bulan April 2016 dengan nilai 31,82ºC.
Pengolahan data Suhu Permukaan Laut yang diperoleh dari citra MODIS tahun 2015-2019 kemudian ditampilkan dalam bentuk gambar spasial yang berbeda warna. Nilai Suhu Permukaan Laut dapat dilihat dari perbedaan warna pada garis interval vertikal yang berada di samping tiap gambar. Nilai tersebut dapat dilihat dari Gambar dibawah ini.
Sebaran SPL Musim Barat
Berdasarkan dari hasil pengolahan data citra sebaran spasial SPL musim barat dapat dilihat pada Gambar 7. Sebaran SPL di Perairan Barat Niaspada Musim Barat tahun 2015 - 2019 berkisar antara 29,09 ºC – 31,39 ºC. Nilai tertinggi terjadi pada Bulan Februari 2016 yaitu 31,39 ºC dan terendah pada Bulan Desember 2017 yaitu 29,09 ºC. Nilai rata-rata SPL tertinggi terjadi pada bulan Februari yaitu 30,58 ºC, sedangkan nilai rata-rata SPL terendah terjadi pada bulan Desember yaitu 29,83 ºC.
SPL Musim Barat Tahun 2015 (a) SPL Musim Barat Tahun 2016 (b)
SPL Musim Barat Tahun 2017 (c) SPLMusim Barat Tahun 2018 (d)
SPL Musim Barat Tahun 2019 (e)
Gambar 7. Sebaran Spasial Suhu Permukaan Laut Musim Barat (a,b,c,d,e) Sebaran SPL Musim Peralihan I
Dilihat pada Gambar 8. sebaran SPL di Perairan Barat Nias pada musim Peralihan I tahun 2015 – 2019, nilai rata-rata SPL tertinggi terjadi pada bulan Mei yaitu 31,21 ºC, sedangkan nilai rata-rata SPL terendah terjadi pada bulan Maret yaitu 30,90 ºC.
SPL Musim Peralihan Tahun I 2015 (a) SPL Musim Peralihan I Tahun 2016 (b)
SPL Musim Peralihan I Tahun 2017 (c) SPL Musim Peralihan I Tahun 2018 (d)
SPL Musim Peralihan I Tahun 2019 (e)
Gambar 8. Sebaran Spasial Suhu Permukaan Laut Musim Peralihan I (a, b, c, d, e) Sebaran SPL Musim Timur
Sebaran SPL di Perairan Nias Barat pada Musim Timur tahun 2015 – 2019, Nilai rata-rata SPL tertinggi terjadi pada bulan Juni yaitu 30,99 ºC, sedangkan nilai rata-rata SPL terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu 30,23 ºC.
SPL Musim Timur Tahun 2015 (a) SPLMusim Timur Tahun 2016 (b)
SPL Musim Timur Tahun 2017 (c) SPL Musim Timur Tahun 2018 (d)
SPL Musim Timur Tahun 2019 (e)
Gambar 9. Sebaran Spasial Suhu Permukaan Laut Musim Timur (a, b, c, d, e) Sebaran SPL Musim Peralihan II
Dilihat pada Gambar 10. Sebaran SPL di Perairan Barat Nias pada musim Peralihan II tahun 2015 – 2019, Nilai rata-rata SPL tertinggi terjadi pada bulan September yaitu 29,55 ºC, sedangkan nilai rata-rata SPL terendah terjadi pada bulan Maret yaitu 29,23ºC.
SPL Musim Peralihan II tahun 2015 (a) SPL Musim Peralihan II tahun 2016 (b)
SPL Musim Peralihan II tahun 2017 (c) SPL Musim Peralihan II tahun 2018 (d)
SPL Musim Peralihan II tahun 2019 (e)
Gambar 10. Sebaran Spasial Suhu Permukaan Laut Musim Peralihan II (a,b,c,d,e) Sebaran Klorofil-a Citra Aqua MODIS
Klorofil-a merupakan salah satu indikasi kesuburan perairan, indikator perairan yang subur tentunya mengandung klorofil-a dengan konsentrasi tinggi.
Adapun sebaran spasial dan temporal kandungan klorofil-a pada citra tersebut
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3
Desember Februari April Juni Agustus Oktober Desember Februari April Juni Agustus Oktober Desember Februari April Juni Agustus Oktober Desember Februari April Juni Agustus Oktober Desember Februari April Juni Agustus Oktober
BARAT(B-T)TIMUR(T-B)BARAT(B-T)TIMUR(T-B)BARAT(B-T)TIMUR(T-B)BARAT (B-T)TIMUR(T-B)BARAT(B-T)TIMUR(T-B)
2015 2016 2017 2018 2019
Klorofil-a (mg/g)
Klorofil-a (mg/g)
didapati bahwa nilai konsentrasi klorofil-a pada Musim Barat menunjukkan daerah dekat pantai jauh lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang jauh dari pantai.
Pada Gambar 11. dapat diketahui bahwa penyebaran klorofil-a mengalami perubahan di setiap bulannya. Nilai tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2019 dengan nilai 0,257 mg/m3 dan terendah pada bulan Juni 2015 dengan nilai 0,082 mg/m3.
Jika dilihat dari rata-rata nilai konsentrasi klorofil-a secara musim, dapat diketahui bahwa, konsentrasi tertinggi terjadi pada Musim Peralihan II dengan nilai 0,14 mg/m3dan nilai terendah terjadi pada musim Timur dengan nilai 0,10 mg/m3.
Gambar 11. Fluktuasi Klorofil-a di Perairan Nias Barat Tahun 2015-2019 Konsentrasi klorofil-a dari Gambar 11. Dapat dilihat bahwa nilai rata-rata konsentrasi bulan adalah berkisar antara 0,10 mg/m3- 0,16 mg/m3. Dimana nilai tertinggi terletak pada Bulan November dengan nilai 0,16 mg/m3dan nilai terendah terletak pada Bulan Mei dengan nilai 0,10 mg/m3. dapat diketahui perubahan yang terjadi mengalami fluktuasi namun tidak terlalu signifikan.
Klorofil-a yang diperoleh dan diolah dari citra MODIS tahun 2015-2019 kemudian ditampilkan dalam bentuk gambar grid yang berbeda warna. Wilayah yang dilakukan cropping yaitu daerah Barat Nias. Nilai Suhu Permukaan Laut dapat dilihat dari perbedaan warna pada garis interval vertikal yang berada di samping tiap gambar. Nilai tersebut dapat dilihat dari gambar dibawah ini.
Sebaran Klorofil-a Musim Barat
Dilihat pada Gambar 12. Sebaran konsentrasi klorofil-a di Perairan Barat Nias musim Barat tahun 2015 – 2019, memiliki rata-rata total sebesar 0,12 mg/m3. Nilai rata-rata sebaran klorofil-a tertinggi terjadi pada bulan Desember yaitu 0.13 mg/m3, sedangkan nilai rata-rata sebaran klorofil-a terendah terjadi pada bulan Maret yaitu 0,12 mg/m3.
CHL Musim Barat Tahun 2015 (a) CHL Musim Barat Tahun 2016 (b)
CHL Musim Barat Tahun 2017 (c) CHL Musim Barat Tahun 2018 (d)
CHL Musim Barat Tahun 2019 (e)
Gambar 12. Sebaran Spasial Klorofil-a Musim Barat Tahun 2015-2019 (a,b,c,d,e)
Sebaran Klorofil-a Musim Peralihan I
Dilihat pada Gambar 13. Sebaran konsentrasi klorofil-a di Perairan Barat Nias pada Musim Peralihan I tahun 2015 – 2019, memiliki rata-rata total sebesar 0,112 mg/m3. Nilai rata-rata sebaran klorofil-a tertinggi terjadi pada bulan Maret yaitu 0,121 mg/m3, sedangkan nilai rata-rata sebaran klorofil-a terendah terjadi pada bulan Mei yaitu 0,097 mg/m3.
CHL Musim Peralihan I Tahun 2015 (a) CHLMusim Peralihan I Tahun 2016 (b)
CHL Musim Peralihan I Tahun 2017 (c) CHL Musim Peralihan I Tahun 2018 (d)
CHL Musim Peralihan I Tahun 2019 (e)
Gambar 13. Sebaran Klorofil-a Musim Peralihan I Tahun 2015– 2019 (a,b,c,d,e) Sebaran Klorofil-a Musim Timur
Dilihat pada Gambar 14. sebaran konsentrasi klorofil-a di Perairan Barat Nias pada musim Timur tahun 2015 – 2019, memiliki rata-rata total sebesar 0,108 mg/m3.Nilai rata-rata sebaran klorofil-a tertinggi terjadi pada bulan Juli yaitu 0,111 mg/m3, sedangkan nilai rata-rata sebaran klorofil-a terendah terjadi pada bulan Juni yaitu 0,106 mg/m3.
CHL Musim Timur Tahun 2015 (a) CHL Musim Timur Tahun 2016 (b)
CHL Musim Timur Tahun 2017 (c) CHL Musim Timur Tahun 2018 (d)
CHL Musim Timur Tahun 2019 (e)
Gambar 14. Sebaran Klorofil-a Musim Timur Tahun 2015– 2019 (a,b,c,d,e)
Sebaran Klorofil-a Musim Peralihan II
Dilihat pada Gambar 15. Sebaran konsentrasi klorofil-a diperairan Nias Barat pada musim Peralihan II tahun 2015 – 2019, memiliki rata-rata total sebesar 0,146 mg/m3. Nilai rata-rata sebaran klorofil-a tertinggi terjadi pada bulan November yaitu 0,164 mg/m3, sedangkan nilai rata-rata sebaran klorofil-a terendah terjadi pada bulan Juni yaitu 0,124 mg/m3.
CHL Musim Peralihan II Tahun 2015 (a) CHL Musim Peralihan II Tahun 2016 (b)
CHL Musim Peralihan II Tahun 2017(c) CHL Musim Peralihan II Tahun 2018 (d)
y = -336.54x + 12411 R² = 0.8021
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
29 29.5 30 30.5 31 31.5
spl Linear (spl)
CHL Musim Peralihan II Tahun 2019 (e)
Gambar 15. Sebaran Klorofil-a Musim Peralihan II Tahun 2015– 2019 (a,b,c,d,e)
Hubungan Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a dengan CPUE
Untuk menyatakan hubungan antara hasil tangkapan dengan parameter oseanografi, digunakan Analisis regresi berganda. Berdasarkan hasil pengukuran parameter oseanografi yaitu suhu (X1) dan klorofil-a (X2) sebagai variabel bebas (Independent), sedangkan hasil tangkapan ikan cakalang (Y) sebagai variabel terikat (dependent). Nilai analisis regresi berganda dapat dilihat padagambar berikut.
Gambar 16. Hubungan Suhu Permukaan Laut terhadap CPUE Ikan Cakalang Berdasarkan Gambar 16, maka diperoleh rumus persamaan regresi yaitu Y= -336,54X1+12.411. Rumus yang sudah diperoleh, nilai suhu permukaan laut
y = 14863x + 365.23 R² = 0.9409
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16
chl Linear (chl)
adalah sebesar -336,54 artinya setiap kenaikan 1 °C mengalami penurunan hasil tangkapan sebesar 336 ekor.
Koefisien determinasi (R2) dari hasil regresi berganda menunjukkan seberapa besar variabel dependen (hasil tangkapan) dipengaruhi oleh variabel independen (suhu permukaan laut dan klorofil-a). Berdasarkan data diatas, diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0,8021 atau (80,21 %). Hal ini menunjukkan bahwa 80,21 % hasil tangkapan dipengaruhi oleh variabel suhu permukaan laut. Sedangkan 19,79 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.
Pengujian parsial dimaksudkan untuk melihat pengaruh tiap-tiap variabel independen secara mandiri terhadap variabel dependennya. Berdasarkan Gambar 16, nilai uji nya menghasilkan nilai r sebesar 0,8956. Nilai tersebut mendekati 1 artinya memiliki hubungan yang sangat kuat.
Gambar 17. Hubungan Klorofil-a terhadap CPUE
Berdasarkan Gambar 17, maka diperoleh rumus persamaan regresi yait Y=
14863X1+362,5. Nilai suhu permukaan laut adalah sebesar 14863 artinya setiap kenaikan 1 mg/m3 mengalami kenaikan hasil tangkapan sebesar 14863 ekor.