• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAGIAN 1 PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAGIAN 1 PENDAHULUAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAGIAN 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gereja adalah salah satu lembaga yang tergolong dalam organisasi keagamaan.

Gereja memiliki tugas yang pada hakekatnya sebagai amanat kerasulan untuk keselamatan umat kristiani. Gereja terpanggil menjadi rekan sekerja Tuhan Allah untuk melaksanakan karya-Nya di dunia. Gereja perlu membangun, mengusahakan, menyelenggarakan dan memelihara apa yang ada di dunia sebagai ciptaan Allah. Oleh karena itu gereja perlu memiliki pengendalian internal dan eksternal yang baik sehingga jemaat memiliki kepercayaan pada gereja untuk mengelola perkembangan gereja.1 Penataan internal gereja meliputi pelaksanaan tata gereja dan disiplin, penataan organisasi dan manajemen, pengelolaan personil, peningkatan pendapatan jemaat serta pengelolaan keuangan dan harta milik gereja lainnya.2 Fenomena yang sering terjadi dalam gereja adalah kurangnya tanggung jawab untuk mengupayakan pemberdayaan sumber daya yang ada dalam jemaat.

Menurut Harrod Domar, pemberdayaan sumber daya penting untuk meningkatkan ekonomi jemaat. Oleh karena itu, gereja perlu mendorong jemaat untuk dapat meningkatkan perekonomian berdasarkan sumber daya yang ada.3 Tentu ini menjadi suatu pergumulan bagi gereja-gereja masa kini, terkhususnya Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), dalam upaya GMIT untuk menjawab pemberdayaan sumber daya yang begitu melimpah maka GMIT membentuk visi dan misinya tentang pembangunan jemaat. Pembangunan jemaat di sini bertujuan untuk memampukan anggota gereja menjadi sarana dan alat untuk menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah di dunia. Untuk itu proses kematangan segenap potensi jemaat harus dilakukan secara

1 Sutarno, Di Dalam Dunia, Tetapi Tidak Dari Dunia, bagian “Kesaksian Dan Pelayanan Gereja Dalam Membina Serta Mengelola Sumber Daya Manusia Yang Berkualitas”, (Jakarta;BKP Gunung Mulia- Satya Wacana Press, 2004) 33-60.

2 Majelis Sinode GMIT, Tata Gereja “Gereja Masehi Injili di Timor 2010 (perubahan pertama)”, Kupang, 2015.35-36

3 Christenson, James A & Jerry Robinson, Community Development in Prespective, dalam Soetomo, Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat, 129.

(2)

2

terencana, sistematis, terbuka, holistik dan terfokus pada tugas pemuridan.

Pembangunan jemaat yang demikian mendorong jemaat untuk berpartisipasi dan mempersembahkan potensi dirinya, dalam menyatakan shalom Allah di dunia.

Pembangunan jemaat meliputi anggota jemaat baik secara pribadi maupun persekutuan.4

Salah satu wilayah pelayanan GMIT yang memiliki sumber daya alam yang melimpah dan berpotensi meningkatkan ekonomi jemaat terdapat di Amabi Oefeto Timur. Amabi Oefeto Timur adalah sebuah kecamatan di kabupaten Kupang, provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Amabi Oefeto Timur memiliki jumlah penduduk 13,262 jiwa. Salah satu wilayah di kecamatan Amabi Oefeto Timur yang memiliki sumber daya dan berpotensi meningkatkan ekonomi jemaat terdapat di desa Seki.

Penduduk desa Seki berjumlah 938 jiwa dengan rata-rata mata pencaharian adalah petani dan tukang. Diantara mata pencaharian itu, hanya terdapat satu KK (Kepala Keluarga), yang tercatat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Mayoritas penduduknya adalah beragama Kristen Protestan dan Katolik. Jemaat GMIT Ebenhaezer Seki berada dalam naungan Klasis Amabi Oefeto Timur. GMIT Ebenhaezer Seki berdiri sendiri (mandiri) sejak tahun 2016.5 Keberadaan gereja di tengah-tengah masyarakat desa Seki haruslah menunjukan bahwa gereja adalah tempat atau alat yang hadir sebagai wujud karya penyelamatan dari Allah bagi umat manusia. Kehadiran gereja haruslah ditunjukkan lewat peran-peran sosial antar sesama yang dijalankan oleh gereja untuk menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat, terkhususnya dalam hal meningkatkan ekonomi.

Desa Seki adalah salah satu penghasil jagung, kangkung sawah, dan juga paria (pare) hutan. Meskipun desa Seki memiliki sumber daya yang berpotensi dalam hal pertanian, akan tetapi dalam mengelola dan mengembangkan sumber daya tersebut masih minim.6 Permasalahan yang terjadi adalah karena pemahaman jemaat yang masih belum luas tentang bagaimana cara memberdayakan sumber daya yang ada

4 Majelis Sinode GMIT, Tata Gereja “Gereja Masehi Injili di Timor 2010 (perubahan pertama)”, Kupang, 2015.31-32

5 Wawancara Pemerintah Desa Seki (I Wayan Nirta) 30 April 2021, Seki (14.00 Wita)

6 Wawancara Pemerintah Desa Seki (I Wayan Nirta) 30 April 2021, Seki (14.00 Wita)

(3)

3

untuk meningkatkan ekonomi jemaat. Jemaat hanya memfokuskan untuk menanam pada saat musim tanam atau hujan, dan tanaman yang ditanami hanyalah jagung.

Namun di desa Seki terdapat 2 sumur (parigi), 4 mata air, dan 1 sungai, yang bisa berpotensi untuk menanam tanaman apa saja tanpa menunggu musim hujan.

Permasalahan yang terjadi di desa Seki adalah karena kurangnya pemahaman dalam memanfaatkan sumber daya yang ada. Masyarakat di desa Seki masih tergantung dari hasil kebun yang mereka miliki. Masyarakat desa Seki kebanyakan bekerja sebagai petani dan buruh tukang. 7Biasanya mereka yang bekerja sebagai buruh akan keluar daerah untuk mencari pekerjaan guna menghidupi kebutuhan mereka, ada juga yang sampai ke luar negeri misalnya Malaysia, Singapura dan lain sebagainya. Upah yang didapatkan sebagai petani tidaklah menentu. Bahkan dalam 1 bulan 50.000 sudah menjadi pendapatan yang paling besar. Gaya hidup mereka di sana adalah yang terpenting bisa makan hari ini, proses kedepannya, nanti dipikirkan lagi. Oleh karena itu masyarakat desa Seki masih banyak yang disebut dengan kategori miskin.8

Gereja memiliki tanggung jawab untuk memberikan penjelasan dan menambah wawasan jemaat untuk mengelola potensi sumber daya yang ada sehingga dapat meningkatkan perekonomian jemaat. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melihat kembali peran gereja dalam meningkatkan ekonomi jemaat dengan memberdayakan sumber daya dan potensi di jemaat GMIT Ebenhaezer Seki.

Perihal gereja dan ekonomi jemaat, ternyata juga diteliti di berbagai tempat dan juga ada beberapa judul penelitian yang penulis gunakan. Penelitian-penelitian tersebut berkaitan dengan peran gereja terhadap ekonomi warga jemaat. Misalkan judul penelitian pertama yang diteliti oleh Grace (2012), tentang peran gereja dalam peningkatan ekonomi masyarakat di Tomohon Sulawesi Utara. Penelitian ini menjabarkan tentang kepedulian GMIM (Gereja Masehi Injili di Minahasa) terhadap permasalahan masyarakat, sehingga mendorong GMIM untuk mendirikan suatu organisasi yang diberi nama “Pusat Pembinaan Warga Gereja” (PPWG). PPWG sendiri didirikan karena adanya kerjasama yang dilakukan oleh Sinode GMIM dan juga gereja

7 Wawancara masyarakat desa Seki 30 April 2021, Seki (16.00 Wita)

8 Wawancara masyarakat desa Seki 30 April 2021, Seki (16.00 Wita)

(4)

4

di Belanda dalam upaya pengembangan pusat pembinaan warga gereja. Upaya kerja sama antara gereja lokal dengan pihak luar negeri ini akhirnya membuahkan hasil yang baik. Respon baik dari gereja-gereja di Belanda akhirnya menghasilkan bantuan- bantuan kepada pusat pembinaan warga gereja (PPWG) berupa pembangunan asrama, aula (ruang pertemuan).

Salah satu manifestasi dari pemberdayaan ekonomi warga masyarakat adalah PPWG membuka balai kerja dan latihan ketrampilan (BKLK). Dengan adanya BKLK ini, maka BKLK mengadakan program latihan-latihan kerja bidang konsultan/bangunan, mebel, elektronik, mekanik dan juga akhirnya menjadikan program pengolahan dan pemanfaatan kayu kelapa sebagai program andalan.

Percobaan pemanfaatan kayu kelapa menjadi bahan mebel dan bangunan meraih sukses besar. Produk-produk ini dipasarkan di seluruh Indonesia dan luar negeri.

BKLK semakin maju dan terlihat perubahan yang semakin baik dengan seluruh peralatan dan perlengkapan mesin maupun administrasi, sehingga BKLK merubah nama menjadi BLPT (Balai Latihan Pendidikan Teknik). BLTP dijadikan sebagai tempat pelatihan, pendidikan dan juga tempat penelitian serta percobaan pemanfaatan bahan-bahan alami yang ada dan melimpah di sekitar Sulawesi Utara. Pemanfaatan pohon kelapa secara kreatif diolah menjadi mebel dan souvenir. Mereka secara kreatif juga mengembangkan bahan atap genteng berbahan ijuk pohon Aren. Aren adalah salah satu tumbuhan yang melimpah di Sulawesi Utara. BLTP secara aktif melatih masyarakat sekitar untuk membuat genteng ijuk. Pelatihan ini berhasil memunculkan usaha-usaha kecil di masyarakat yang membuka usaha pembuatan genteng ijuk. Usaha ijuk ini, dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu BLTP tidak lagi melanjutkan program pembuatan genteng ijuk ini agar usaha masyarakat bisa berkembang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya peran dan juga upaya dari sinode GMIM atau gereja sehingga masyarakat bisa mengembangkan hasil bumi yang ada untuk meningkatkan ekonomi mereka.

Bukan hanya di Manado saja yang meneliti perihal gereja dan ekonomi jemaat, akan tetapi di Nusa Tenggara Timur (NTT), juga meneliti perihal gereja dan ekonomi jemaat. Judul penelitian kedua, Fresna Mengga (2013), tentang peran gereja terhadap

(5)

5

pemberdayaan ekonomi jemaat di jemaat GMIT Betania Oetaman Desa Linamnutu.

Penelitian ini menjabarkan tentang visi trifungsi gereja, yang pertama koinonia (persekutuan), marturia (kesaksian), diakonia (pelayanan). Dari ketiga visi yang dijabarkan, penulis lebih berfokus kepada diakonia (pelayanan). Dalam penelitian ini, penulis percaya bahwa tujuan diakonia bukan untuk menciptakan hubungan antara pemberi dan penerima, akan tetapi harus dijalankan dalam rangka Missio Dei, atau kehadiran kerajaan Allah di dunia. Dalam diakonia gereja dan kebijakan ekonomi Sinode GMIT, gereja tidak hanya berperan dalam bidang spiritualitas saja, akan tetapi harus terlibat juga dalam bidang sosial. Oleh karena itu peran gereja juga harus berkelanjutan, dan bisa melibatkan pihak luar sebagai sekutu gereja untuk menjalankan peran sosialnya. Desa Linamnutu sendiri, memiliki sumber daya alam yang melimpah, akan tetapi kehidupan ekonomi masyarakat dapat dikatakan kurang berkembang dengan baik. Oleh karena itu maka peran gereja sebagai suatu lembaga yang berada di tengah-tengah mereka sangatlah penting. Dalam melakukan perannya, gereja tidak melalui langkah-langkah pemberdayaan dan dalam mufakat bersama hanya melibatkan kalangan tertentu. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa perihal peran gereja, gereja sudah menunjukan perannya, akan tetapi peran yang dilakukan oleh gereja belum mampu untuk menjawab permasalahan warga jemaat.

Penelitian ketiga ditulis oleh Epe Sembiring dengan judul Gereja dan Ekonomi Jemaat (Suatu Studi Sosio-teologis Terhadap Pengembangan Usaha Jamur di Gereja Batak Karo Protestan (GPKB) Bogor). Penelitian ini menjabarkan tentang usaha budidaya jamur tiram yang dikerjakan oleh para kaum bapak Gereja Batak Karo Protestan (GPKB), tetapi tidak semua anggota turut berpartisipasi dalam usaha tersebut. Penulis melalui ini ingin mendorong semua jemaat GPKB Bogor untuk dapat membantu mengembangkan usaha tersebut dan dapat menjadi peluang untuk menjadi modal dalam pengembangan ekonomi jemaat.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu di atas, tentunya memiliki perbedaan perspektif dengan penelitian yang akan dilakukan di Gereja Ebenhaezer Seki. Desa Seki merupakan penghasil sumber daya alam yang melimpah, sehingga penulis ingin melihat keadaan dan peluang yang dimiliki dalam meningkatkan

(6)

6

perekonomian yang ada dalam jemaat. Dengan kondisi jemaat saat ini, jemaat perlu pemahaman yang lebih untuk mengelola sumber daya dengan potensi yang dimiliki.

Gereja memiliki peran penting untuk mengembangkan hal ini. Oleh karena itu, hal ini akan dipahami dan diteliti dengan teori yang dikemukan oleh Harrod Domar yaitu bahwa perekonomian pada dasarnya harus mencadangkan sebagian dari pendapatannya untuk dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Hal ini perlu dikembangkan oleh gereja sebagai sebuah organisasi nirlaba yang mana pendapatannya di terima dari jemaat. Oleh karena itu gereja perlu membantu jemaat untuk meningkatkan perekonomiannya sehingga dapat menolong jemaat dan gereja.9

Witness Lee dalam bukunya Ekonomi Allah yang mencoba menjelaskan tentang ekonomi Allah tak lain adalah rencana-Nya untuk menyalurkan diri-Nya sendiri ke dalam manusia. Jadi ekonomi Allah adalah penyaluran Allah atau Allah menyalurkan diri-Nya sendiri ke dalam manusia. Definisi ini mirip dengan kata oikonomia dalam bahasa Yunani. Kata ini berarti susunan administratif, pengelolaan kepemerintahan, dan penyaluran atau pendistribusian kepengurusan rumah tangga.

Allah sangat kaya limpah. Ia ibarat seorang pengusaha yang sukses yang memiliki modal amat besar. Modal itu ialah Allah sendiri, dan dengan modal itu Allah bermaksud membuat diri-Nya menjadi produk massal.10 Pada teori ini, memberikan rincian penjelasan bahwa Allah sendiri telah memberikan hikmat-Nya kepada manusia untuk mengelola segala sesuatu yang ada di muka bumi. Manusia juga harus bekerja dengan keras agar bisa mengelola hasil alam yang melimpah, dan tentunya dalam mengelola hasil alam ini, manusia tidak bisa bekerja secara individual. Oleh karena itu, penulis ingin melihat keadaan dan peluang yang dimiliki dalam meningkatkan perekonomian yang ada dalam jemaat. Dengan kondisi jemaat saat ini, jemaat perlu pemahaman yang lebih untuk mengelola sumber daya dengan potensi yang di miliki.

9 Christenson, James A & Jerry Robinson, Community Development in Prespective, dalam Soetomo, Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat, 129.

10 Lee Witness, Yayasan Perpustakaan Injil Indonesia, Ekonomi Allah, 6

(7)

7 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana upaya gereja untuk meningkatkan ekonomi jemaat dalam memberdayakan sumber daya dan potensi di jemaat?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisa pandangan gereja terkhususnya di GMIT Ebenhaezer Seki, dalam mengembangkan potensi sumber daya yang ada untuk meningkatkan ekonomi jemaat.

1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis:

Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk memperdalam studi tentang pengembangan ekonomi gereja secara khusus untuk jemaat.

b. Manfaat praktis:

Bagi Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) Ebenhaezer Seki, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan pemikiran untuk mengembangan dan meningkatkan ekonomi jemaat.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk mengekplorasi dan mengklarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial.11 Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan keadaan dalam kelompok tertentu.12 Teknik pengumpulan data dilaksanakan dengan metode wawancara. Metode wawancara yang digunakan bertujuan untuk mendapatkan keterangan secara lisan dari responden

11 Sanapiah Faisal, Format-format penelitian Sosial, (Jakarta: RajaGrapindo Persada, 2003), 20

12 Bagong Suyanto & Sutinah, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: 2005), 170.

(8)

8

dengan cara bercakap-cakap dan berhadapan muka.13 Dalam hal ini responden atau informan yang dilibatkan adalah: pendeta (Jemaat Ebenhaezer Seki), wakil ketua majelis jemaat Ebenhaezer Seki, tokoh agama Seki, tokoh adat.

Metode observasi atau pengamatan langsung terhadap kondisi dan situasi.

Pengamatan sebagai cara penelitian dituntut untuk memenuhi syarat-syarat tertentu yang menentukan jaminan bahwa hasil pengamatan sesuai dengan kenyataan yang ada.14 Sasaran pengamatan dalam penelitian ini adalah proses pengembangan ekonomi jemaat di GMIT Ebenhaezer Seki. Proses pengamatan juga dilengkapi dengan melakukan pengamatan terlibat (observasi) atau peneliti hadir secara langsung di tempat penelitian untuk mengamati dan melihat kondisi sasaran.15

1.6 Sistematika Penulisan

Berkaitan dengan penulisan tugas akhir ini, maka peneliti membagi tulisan ini menjadi beberapa bagian:

Bagian pertama diauraikan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, sistematika penulisan. Bagian kedua, membahas tentang landasan teori yang digunakan dalam mengkaji penulisan tugas akhir ini penulis akan menggunakan teori dari Harrod Domar. Bagian ketiga, berisi hasil penelitian di Gereja Ebenhaezer Seki. Bagian keempat, berisi analisis tentang teori terhadap hasil penelitian. Bagian kelima berisi tentang kesimpulan dan saran dari seluruh penulisan.

13 Koentjraningrat, Metode-Metode penelitian masyarakat (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 1997), 130.

14 Koentjraningrat, Metode-Metode penelitian masyarakat (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 1997), 129.

15 Usman & Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006) 69.

(9)

9 BAGIAN II LANDASAN TEORI 1. Gereja

1.1. Pengertian Gereja

Secara umum, gereja masuk dalam organisasi nirlaba, menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam PSAK no. 45, organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut.16 Menurut Setiawan , organisasi nirlaba meliputi gereja, sekolah negeri, rumah sakit, klinik publik, organisasi politik, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institut riset, museum, dan beberapa petugas pemerintah.17 Salah satu bentuk organisasi nirlaba dengan tipe amal adalah gereja. Gereja dapat dikategorikan sebagai organisasi nirlaba karena memperoleh sumber daya untuk melakukan berbagai aktivitas operasinya dari sumbangan para anggota (jemaat) dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan.

Menurut Harun Hadiwijono, istilah gereja berasal dari bahasa Portugis igreya terjemahan dari bahasa Yunani kyriake, yang berarti menjadi milik Tuhan. Dalam Perjanjian Baru, gereja dalam arti kristiani muncul pertama kali di Yerusalem setelah kenaikan Yesus ke surga, yang disebut ekklesia dalam bahasa Yunani.18 Menurut Deitrich Kuhl. Istilah Yunani ekklesia dibentuk dari kata ek (=dari) kaleo (=memanggil), yaitu mereka yang dipanggil keluar. Kata ekklesia dalam Perjanjian Baru mempunyai dua arti. Pertama, ekklesia adalah kaum yang dipanggil keluar dari kehidupan yang lama dan keluar dari kuasa iblis, dipanggil Allah sendiri, dipindahkan kedalam kerajaan Allah atau terjadi perubahan status dan pola hidup. Kedua, ekklesia adalah kaum yang dipanggil keluar dari hidup bagi diri sendiri dan dipanggil untuk hidup bagi Tuhan, beribadah kepada Tuhan dan melayani Tuhan atau perubahan tujuan

16 Ikatan Akuntan Indonesia, PSAK No.45 Tentang Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba, Revisi 2011, hal. 45.1.

17Nasution, Marihot dan Doddy Setiawan. 2007. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia. SNA X Makasar.

18 Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988), hal. 363.

(10)

10

hidup dan pandangan dasar.19 Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) mengenal dua jenis jabatan gerejawi, yaitu jabatan pelayanan dan jabatan keorganisasian. Jabatan pelayanan terdiri dari pendeta, penatua, diaken, dan pengajar. Sedangkan jabatan keorganisasian meliputi badan pelayanan, badan pembantu pelayanan, dan unit pembantu pelayanan.20 Oleh karena itu, gereja harus terlibat dalam pembangunan jemaat, dan mendorong jemaat agar berpartisipasi dan mempersembahkan potensi dirinya, dalam menyatakan shalom Allah di dunia.

1.2. Peran dan Fungsi Gereja

Pembahasan tentang gereja tentu saja bukan merupakan hal baru, karena dalam perkembangannya gereja akan terus menerus ditelaah oleh para pelaku sejarah yang berproses didalamnya. Menurut Yewangoe, gereja pada dasarnya merupakan bagian dari masyarakat secara umum. Berkaitan dengan hal itu, maka gereja sudah sepantasnya memperjuangkan kemakmuran masyarakat.21 Gereja perlu untuk menerapkan ajaran sosialnya bagi perkembangan masyarakat secara umum. Lebih jauh dikemukakkan Soetoprawiro , manusia sungguh-sungguh membutuhkan hidup bermasyarakat. Atas dasar itu, maka melalui pergaulan dengan sesama, dengan saling berbagi, melalui dialog dengan sesama, manusia berkembang dengan talentanya dan mampu menanggapi panggilannya. Sebab, bagi manusia, hidup bermasyarakat itu merupakan sesuatu yang hakiki sifatnya, dan bukan hanya sekadar sesuatu yang menempel pada dirinya.22

2. Pemberdayaan dan Sumber daya Ekonomi

2.1. Pemberdayaan dan Sumber Daya Ekonomi Gereja

Pengertian pemberdayaan sudah banyak dikemukakan oleh para pakar. Bila dilihat dari akar katanya, “daya” merupakan kata dasar dan ditambah awalan “ber”

19 Dr. Wendy Sepmady Hutahaean, S.E., M.Th. Sejarah Gereja Indonesia (Ahlimedia Book, 2021), hal.

2.

20 Majelis Sinode GMIT, Tata Gereja “Gereja Masehi Injili di Timor 2010 (perubahan pertama)”, Kupang, 2015.16-17

21 Ricardo Freedom Nanuru. Gereja Sosial (Deepublish, 2020), hal.12-13.

22 Ricardo Freedom Nanuru. Gereja Sosial (Deepublish, 2020), hal.12-13.

(11)

11

yang berarti mempunyai daya. Daya sama dengan tenaga/kekuatan, maka arti kata berdaya adalah mempunyai tenaga/kekuatan. Semenjak tumbuhnya pengakuan bahwa manusia merupakan faktor yang sangat berperan dalam pembangunan, maka dalam konteks pembangunan istilah pemberdayaan bukan merupakan hal baru tetapi sudah sering digaungkan.23 Menurut Eddy Papilaya yang dikutip oleh Zubaedi, pemberdayaan adalah upaya untuk membangun kemampuan masyarakat, dengan mendorong, memotivasi, membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki dan berupaya untuk mengembangkan potensi itu menjadi tindakan nyata.24 Menurut Harrord Domar, masalah keterbelakangan adalah masalah kekurangan modal. Jikalau ada modal yang diinvestasikan kembali, maka hasilnya adalah pembangunan ekonomi.25 Teori Harrord Domar tidak mempermasalahkan masalah manusia, yang diutamakan adalah menyediakan modal untuk investasi. Namun, hal tersebut juga harus didukung oleh kemampuan masyarakat dalam hal berinvestasi. Oleh karena itu, gereja juga perlu memotivasi dan mendorong jemaat untuk membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki. Gereja juga bisa menciptakan lapangan kerja yang positif bagi peningkatan pendapatan, yang selain untuk konsumsi dialokasikan sebagai tabungan. Tabungan ini bermanfaat untuk meningkatkan modal produksi.

Menurut Mubarak, pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai upaya untuk memulihkan atau meningkatkan kemampuan suatu komunitas untuk mampu berbuat sesuai dengan harkat dan martabat mereka dalam melaksanakan hak-hak dan tanggung jawabnya selaku anggota masyarakat.26 Menurut Rostow, pembangunan adalah sebuah proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus, atau dari masyarakat yang terbelakang, menuju ke masyarakat yang maju. Oleh karena itu, Rostow membagi proses pembangunan ini menjadi lima tahap, yaitu:

23 Dr. Dedeh Maryani, M.M. dan Ruth Roselin E. Nainggolan, S.P., M.Si. Pemberdayaan Masyarakat, (Deepublish, 2019), hal. 1-3.

24 Zubaedi, Wacana Pembangunan Alternatif: Ragam Prespektif Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta: Ar Ruzz Media, 2007), hal. 42.

25 Christenson, James A & Jerry Robinson, Community Development in Prespective, dalam Soetomo, Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat, 129.

26 Mubarak, Z. Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Ditinjau Dari Proses Pengembangan Kapasitas Pada Program PNPM Mandiri Perkotaan Di Desa Sastrodirjan Kabupaten Pekalongan. Tesis. Program Studi Magister Teknik Pemberdayaan Wilayah Dan Kota. Undip. Semarang.

(12)

12

1. Masyarakat tradisional. Masyarakat tradisional ditandai dengan gerak kemajuan yang sangat lambat. Produksi yang dipakai untuk konsumsi, tanpa investasi. Pada tahapan ini, masyarakat hanya berpikir untuk hidup pada hari ini, tanpa berpikir keberlangsungan atau kelanjutan hidup mereka;

2. Prakondisi untuk lepas landas. Prakondisi untuk lepas landas ditandai dengan usaha untuk meningkatkan tabungan;

3. Lepas landas. Lepas landas ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi. Pada tahapan ini, tabungan dan investasi meningkat dari 5% menjadi 10% atau lebih dari pendapatan nasional. Meningkatnya produktifitas pertanian merupakan sesuatu yang penting dalam proses lepas landas;

4. Bergerak ke kedewasaan. Bergerak ke kedewasaan ditandai dengan proses kemajuan yang bergerak terus ke depan. Pada tahapan ini, industri berkembang dengan pesat, negara juga memiliki posisi penting dalam perekonomian global.

5. Jaman konsumsi massal yang tinggi. Pada tahapan ini, investasi untuk meningkatkan hasil produksi tidak lagi menjadi tujuan yang paling utama. Pada titik ini, pembangunan sudah merupakan sebuah proses yang berkesinambungan yang bisa menopang kemajuan secara terus-menerus.27 Dalam teori Rostow, suatu negara dikatakan maju jika masyarakatnya dapat mencapai tahapan akhir, dalam lima tahapan yang diajukannya. Jika kita lihat lebih lanjut, teori Rostow dalam lima tahapan pembangunan hanya bisa diterapkan dalam konteks negara-negara yang sudah maju dan belum bisa diterapkan oleh negara-negara berkembang. Pemberdayaan memiliki tujuan dua arah, yaitu melepaskan belenggu kemiskinan dan keterbelakangan dan memperkuat posisi lapisan masyarakat dalam struktur kekuasaan. Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang

27 Arief Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 1996), hal.

26-28.

(13)

13

mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugasnya.28

28 Sipahelut, Michel. 2010. Analisis Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Tesis. IPB. Bogor.

(14)

14 BAGIAN III HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Tempat Penilitian

1.1. Latar Belakang Kehidupan Jemaat

Gereja Ebenhaezer Seki Klasis Am’abi Oefeto Timur adalah gereja yang terdapat di desa Seki, Kecamatan Am’abi Oefeto Timur. GMIT Ebenhaezer Seki didominasi dengan suku Timor dan sebagian kecil Rote. Mata pencaharian jemaat pada umumnya adalah petani dan tukang. Diantara mata pencaharian itu, terdapat satu kepala keluarga yang tercatat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Jumlah kepala keluarga yang terdapat di GMIT Ebenhaezer Seki adalah 71 kepala keluarga. Rayon 1 terdapat (12) kepala keluarga, rayon 2 (13) kepala keluarga, rayon 3 (18) kepala keluarga, rayon 4 (10) kepala keluarga, rayon 5 (8) kepala keluarga, rayon 6 (10) kepala keluarga.29 Jemaat Ebenhaezer Seki merupakan gereja yang baru mandiri sekitar 5 tahun lamanya, sehingga upaya pengembangan ekonomi serta pengembangan potensi jemaat begitu diarahkan, serta pembentukan dan pelaksanaan program yang dioptimalkan.

1.2. Sejarah Gereja GMIT Ebenhaezer Seki

Pada tahun 1953, bapak Selfanus Iu yang berasal dari Rote, datang ke temukung (Kepala Desa) Seki untuk memberitakan Injil. Temukung (Kepala Desa) pada saat itu adalah Tosi Benu, yang menjabat di tahun 1950-an. Bapak Selfanus Iu mulai memberitakan Injil di desa Seki. Pada saat itu Ebenhaezer Seki (Nama Sekarang), masih termasuk jemaat wilayah gereja GMIT Bethania Oemofa. Wilayah kependetaannya di pimpin oleh, Pdt. Eluama yang bertempat di Noekele. Atas kesepakatan bersama, maka bapak Selfanus Iu mendirikan gereja pertama di desa Seki dan diresmikan pada tanggal 6 Agustus 1953. Jemaat pada saat itu terdiri dari desa Seki, Butin, Biamoko dan Biamoko Tuafanu, yang merupakan nama kampung pada desa Seki. Jumlah kepala keluarga pada saat itu adalah 7 kepala keluarga; terdiri dari:

1. Keluarga Loemnanu,

29 Hasil wawancara dengan Dkn. Yakobalinda Ataupah (14 November 2021). Beliau adalah wakil sekretaris GMIT Ebenhaezer Seki.

(15)

15 2. Keluarga Benu,

3. Keluarga Iu 4. Keluarga Manu 5. Keluarga Taek 6. Keluarga Pandie 7. Keluarga Tefbana

Seiring berjalannya waktu, bapak Selfanus Iu jatuh sakit, dan dia pun diganti oleh bapak Pnt. Yakob Taek sebagai penanggung jawab pada tahun 1958-1963. Setelah itu, bapak Selfanus Iu meninggal pada tahun 1948. Terdapat beberapa nama-nama penanggung jawab wilayah Seki pada saat itu, diantaranya:

• Bapak Selfanus Iu 1953-1958

• Pnt. Yakob Taek 1958-1963

• Pnt. Lambertus Rakmanas 1963-1968

• Pnt. Lambertus Atonis 1968-1973

• Pnt. Ismael Cornelis Kotto 1973-1978

• Pnt. Laazer Liunima 1978-1982

• Pnt. Y. A. Mauboy 1982-1985

• Pnt. Cornelius Nabuasa 1985-1990

• Pnt. Orias Selan 1990-1993

• Pnt. Cornelius Nabuasa 1993-1999

• Pnt. Hebron N. A. Loemnanu 1999-201630

Pada tahun 2016, jemaat Ebenhaezer Seki menjadi jemaat mandiri. Pendeta pertama yang menjabat saat itu adalah bapak Pdt. Ronal. E. Malelak S.Th. Pnt. Hebron N. A. Loemnanu diangkat menjadi wakil ketua dari tahun 2016-2019, dan diganti oleh Pnt. Melkianus Iu pada tahun 2019-sekarang. Pada masa kepemimpinan penanggung jawab bapak Pnt. Hebron. N. A. Loemnanu. Wilayah kependetaannya adalah wilayah kependetaan Pdt. Elisabeth Djara. Pada saat itu terjadi tantangan yang begitu rumit.

30 Hasil wawancara dengan bapak Yeskial Be’is (30 April 2021). Beliau merupakan orang yang tinggal lama di desa Seki, beliau juga sebagai pelaku sejarah berdirinya GMIT Ebenhaezer Seki, beliau juga mencatat perjalanan GMIT Ebenhaezer Seki.

(16)

16

Jemaat tidak menghargai hari gerejawi, uang khas yang minus, bahkan gereja berhutang untuk membayar gaji Pdt. Elisabeth Djara selama 3 bulan. Hal inilah yang menjadi cikal bakal konsistensi waktu dan kedisiplinan aturan-aturan serta buku daftar hadir jemaat. Pada tanggal 24 desember, penanggung jawab atau bapak Pnt. Hebron N.

A. Loemnanu berkendara dari Camplong menuju ke desa Seki untuk memimpin ibadah tanggal 24 desember malam. Dalam perjalanan, bapak Pnt. Hebron N. A. Loemnanu mengalami kendala dengan kendaraan yang dipakai. Motor yang digunakan, terjebak lumpur sehingga tidak bisa berjalan lagi. Bapak Hebron pun mengambil keputusan untuk berjalan kaki dengan memegang lampu gas menuju ke gereja. Setelah menempuh perjalanan yang begitu rumit, bapak Hebron tiba di gereja. Sangat disayangkan, pada saat itu, terdapat 2 orang jemaat yang hadir dalam ibadah 24 desember malam itu.

Dengan terpaksa, gereja pada malam itu dilangsungkan dengan dihadiri oleh 3 jemaat.

Karena hal ini, pada tanggal 25 desember pagi, bapak Hebron mengumpulkan semua jemaat dan membuat aturan-aturan serta buku daftar hadir jemaat. Jemaat pergi ke gereja dengan membawakan batu dan jagung dengan maksud agar bisa menghitung jumlah jiwa yang hadir di gereja. Bapak Hebron pun mulai menerapkan disiplin pada jemaat, awalnya bergereja pada pukul 11.00 siang, diubah menjadi pukul 09.00 pagi, kemudian diubah lagi ke pukul 08.00 pagi, dan akhirnya sekarang waktu bergereja menjadi pukul 07.00 pagi.

Pada saat itu, gedung gereja yang dipakai terletak atau berlokasi di kampung Suana (Dusun 2). Seiring berjalannya waktu, karena gedung yang terletak di Suana ini sudah lama dipakai sehingga tidak layak lagi untuk dipakai. Gedung gereja pun dibangun di tengah-tengah jemaat atau kampung Seki dengan ukuran 8x24 pada tahun 1991. Dana yang didapatkan untuk membangun gedung gereja baru ditanggungkan kepada jemaat. 1 kepala keluarga (KK), menyumbang 1 ekor sapi untuk di jual, uang hasil penjualan sapi tersebut akan dipersembahkan untuk pembangunan gedung gereja baru, karena pada saat itu gereja masih mengalami krisis keuangan. Jemaat mulai bergotong royong dan saling membantu dalam membangun gedung gereja baru. Jemaat Ebenhaezer Seki mulai menempati gedung gereja barunya pada tahun 1997 dan membongkar gedung gereja lama pada tahun 1999. Pada tahun 2008, bapak I. A, Meda

(17)

17

memberikan persembahan kepada Gereja Ebanhaezer Seki berupa semen 100 sak, tripleks 100 lembar dan kramik 100 dus.31

Pada tahun 2000, terjadi pemekaran-pemekaran wilayah Ebenhaezer Seki dan juga pergantian-pergantian kepemimpinan yang terjadi, diantaranya:

• Wilayah Ebenhaezer Seki mekar dari GMIT Bethania Oemofa ke wilayah Elim Kenam, dikarenakan GMIT Bethania Oemofa berdiri sendiri (Mandiri).

• Pada saat itu, wilayah pemerintahan Elim Kenam dipimpin oleh bapak Pdt.

Mell T.H Messakh S.Th. Pada tahun 2007, wilayah Ebenhaezer Seki mekar dari wilayah Elim Kenam ke Jemaat Wilayah Imanuel Oenaunu.

• Jemaat Wilayah Imanuel Oenaunu dipimpin oleh Pdt. Marganingsi T. H Nome- Fia S.Th. Pada tahun 2012, kepemimpinan Pdt. Marganingsi T.H Nome-Fia S.Th diganti oleh Pdt. Kusi Yandri Abineno Lakamnanu S.Th.

• Pada masa pemerintahan Pdt. Kusi Yandri Abineno Lakamnanu inilah, terjadi pemekaran dari Jemaat Ebenhaezer Seki. Jemaat Ebenhaezer Seki meminta untuk berdiri sendiri atau mandiri pada tanggal 24 Juli 2016.

Dasar dari mandirinya Gereja Ebenhaezer Seki dikarenakan jarak tempuh yang begitu jauh. Jemaat Ebenhaezer Seki merasa mampu untuk membiayai pendetanya sendiri. Dengan demikian, Jemaat Ebenhaezer Seki keluar dari Wilayah Imanuel Oenaunu dan menjadi jemaat mandiri dengan jumlah Kepala Keluarga pada saat itu adalah 63 kepala keluarga. Tahun 2017, terjadi peningkatan menjadi 68 kepala keluarga. Pada saat ini, tanggal 30 April 2021, terjadi penambahan lagi, setelah didiskusikan bersama bapak wakil ketua (Bapak Pnt. Melkianus Iu). Penambahan terjadi karena dihitung dari kepala keluarga yang menerima bantuan dari pemerintah, juga karena adanya penambahan jemaat yang mengikuti kebatian minggu. Sekarang menjadi 71 kepala keluarga. Awal Mandirinya GMIT Ebenhaezer Seki, dipimpin oleh

31Hasil wawancara dengan bapak Hebron N. A. Loemnanu (30 April 2021). Beliau merupakan orang asli Seki sekaligus tuan tanah di desa Seki, beliau juga sebagai pelaku sejarah berdirinya GMIT Ebenhaezer Seki

(18)

18

bapak Pdt. Ronal E. Malelak dari tahun 2016 sampai 2020, di tahun 2020 pada tanggal 09 bulan agustus diganti oleh Bapak Pdt. Hermanus Saefatu S.Th sampai sekarang.32

2. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka didapati beberapa hal penting yang dikaitkan dengan teori pemberdayaan potensi dan sumber daya ekonomi jemaat berdasarkan pemahaman dari jemaat GMIT Ebenhaezer Seki. Berikut ini akan diuraikan oleh penulis hasil penelitian dengan poin penting yang dimaksudkan.

2.1. Pandangan Gereja Menurut Jemaat GMIT Ebenhaezer Seki

Gereja dalam pengertian yang paling hakiki atau mendasar adalah jemaat atau setiap orang percaya disebut gereja. Gereja adalah tempat beribadah, tetapi ibadah jangan dipahami secara dangkal. Gereja harus bisa atau mampu untuk hidup dalam sebuah persekutuan yang di dalamnya ada kedamaian. Gereja tidak bisa hidup sendiri, gereja harus mampu untuk saling berbagi, menolong, dan tidak bisa berjalan sendiri- sendiri, harus bersama-sama. Itulah ibadah yang sesungguhnya. Gereja merupakan tempat jemaat atau orang-orang percaya pergi beribadah, dan jemaat adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan. Gereja merupakan lambang dari tubuh Kristus. Kristus adalah kepala gereja, dan jemaat adalah anggotanya. Oleh karena itu, gereja harus dipandang sebagai bangunan yang melambangkan tubuh Kristus dan jemaat adalah anggota dari tubuh Kristus itu sendiri.33

32 Hasil wawancara dengan bapak Pnt. Melkianus Iu (30 April 2021). Beliau merupakan wakil ketua majelis jemaat GMIT Ebenhaezer Seki saat ini.

33 Hasil wawancara dengan bapak Pdt. Hermanus Saefatu S.Th (14 November 2021). Beliau merupakan Ketua Majelis Jemaat GMIT Ebenhaezer Seki. Dkn. Yakobalinda Ataupah (14 November 2021). Beliau merupakan sekretaris GMIT Ebenhaezer Seki. Bapak Hebron N. A. Loemnanu (14 November 2021). Beliau merupakan orang asli Seki sekaligus tuan tanah di desa Seki, beliau juga sebagai pelaku sejarah berdirinya GMIT Ebenhaezer Seki. Pnt Orias Rofus Selan (14 November 2021).

Beliau merupakan orang asli Seki yang sudah tinggal lama di Seki, beliau juga sebagai pelaku sejarah berdirinya GMIT Ebenhaezer Seki.

(19)

19 2.2. Fungsi dan Peran Gereja

Peran dan fungsi gereja dalam hubungannya dengan pemberdayaan adalah saling berbagi, atau yang lebih harus wajib untuk berbagi kepada yang kurang. Jika salah satu jemaat mengetahui tentang membuat sesuatu, maka dia harus membagi keahlian tersebut kepada orang lain yang tidak mempunyai keahlian tersebut, agar dia juga bisa berkembang. Contohnya, masyarakat desa Seki yang umumnya adalah petani dan ada jemaat yang memiliki keahlian dalam bertani secara baik, alangkah baiknya jemaat tersebut membagi ilmu tersebut kepada jemaat yang lain agar dapat mengangkat perekonomian jemaat. Gereja tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadah tetapi juga berfungsi sebagai wadah dalam memotivasi jemaat untuk memberdayakan potensi sumberdaya yang ada sebagai salah satu cara peningkatan ekonomi jemaat.34

2.3. Bagaimana Cara Meningkatkan Potensi Sumber Daya Alam

Gereja perlu memberi pemahaman tentang betapa pentingnya menjaga alam ini.

Gereja bisa membuat kebun rayon dalam mendukung perekonomian jemaat. Gereja juga harus terus-menerus memberikan motivasi kepada jemaat, agar bersedia memberi persembahan kepada gereja. Jemaat juga harus sadar dalam memberikan persembahan kepada gereja dengan hati yang tulus iklas tanpa ada pemaksaan, contohnya dengan memberikan perpuluhan baik berupa hasil tani atau uang.35

2.4. Bagaimana Upaya Untuk Meningkatkan Pemberdayaan.

Setelah memberikan pemahaman kepada jemaat. Gereja berupaya memperbaiki apa yang perlu diperbaiki dan membenahi apa yang perlu dibenahi. Gereja bisa melihat persekutuan dari jemaat, contohnya: Hubungan jemaat yang kurang baik dengan jemaat yang lainnya. Gereja harus berupaya untuk memperbaiki hubungan tersebut. Karena

34 Hasil wawancara dengan Pdt. Hermanus Saefatu S,Th (14 November 2021), Dkn. Yakobalinda Ataupah (14 November 2021), Bapak Hebron N. A. Loemnanu (14 November 2021), Pnt. Orias Rofus Selan (14 November 2021).

35 Hasil wawancara dengan Pdt. Hermanus Saefatu S,Th (14 November 2021), Dkn. Yakobalinda Ataupah (14 November 2021), Bapak Hebron N. A. Loemnanu (14 November 2021), Pnt. Orias Rofus Selan (14 November 2021).

(20)

20

dengan hubungan yang baik, maka kita akan mampu untuk berbuat sesuatu yang berguna bagi perkembangan iman. Membangun pemahaman tentang betapa pentingnya menjaga alam, dan upaya yang dilakukan meskipun kecil, tapi nilainya sangat besar.

Menanam pohon di mata-mata air dalam kerangka menjaga keberlangsungan kehidupan ini. Menjaga kelestariannya alam ini, tersedianya air dengan baik, jika air tersebut sudah tersedia dengan baik, maka gereja berhasil membangun pemahaman tentang betapa pentingnya bekerja, sehingga pengelolaan sumber daya alam menjadi terarah. Ke depan dalam konsep, jika sudah berjalan dengan baik, gereja bisa membangun koordinasi atau bekerja sama dengan jemaat yang mempunyai keahlian dalam potensi pengembangan sumber daya alam dengan baik, untuk bisa berbagi dengan jemaat GMIT Ebenhaezer Seki. Tidak bisa pendeta yang dipaksakan untuk harus mengetahui hal-hal dalam bidang tersebut. Bangun kesadaran terlebih dahulu, bisa saja gereja memberikan bermacam-macam contoh, akan tetapi tanpa kesadaran dari jemaat maka hal tersebut bisa saja sia-sia. Pendeta juga memiliki sedikit talenta tentang kerajinan-kerajinan tangan, sehingga itu yang sedang direncanakan untuk dilaksanakan. Keahlian yang ada, diberikan kepada orang lain, tujuannya bukan untuk mencari keuntungan, tapi dalam kerangka saling berbagi. Gereja juga bisa membantu jemaat dengan menyediakan bibit agar jemaat bisa bertani.36

36 Hasil wawancara dengan Pdt. Hermanus Saefatu S,Th (14 November 2021), Dkn. Yakobalinda Ataupah (14 November 2021), Bapak Hebron N. A. Loemnanu (14 November 2021), Pnt. Orias Rofus Selan (14 November 2021).

(21)

21 BAGIAN IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

1. Analisis upaya gereja untuk meningkatkan ekonomi jemaat dalam memberdayakan sumber daya dan potensi di jemaat Ebenhaezer Seki

Setelah menguraikan teori-teori dan hasil penelitian dari pemahaman jemaat Ebenhaezer Seki, tentang pentingnya pemberdayaan sumber daya untuk meningkatkan ekonomi jemaat, maka berikut ini akan membahas kesesuaian teori dan upaya yang dilakukan dalam jemaat Ebenhaezer Seki.

Menurut Setiawan, gereja dapat dikategorikan sebagai organisasi nirlaba karena memperoleh sumber daya untuk melakukan berbagai aktivitas operasinya dari sumbangan para anggota (jemaat) dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan. Menurut Yewangoe, gereja pada dasarnya merupakan bagian dari masyarakat secara umum. Berkaitan dengan hal itu, maka gereja sudah sepantasnya memperjuangkan kemakmuran masyarakat. Gereja perlu untuk menerapkan ajaran sosialnya bagi perkembangan masyarakat secara umum. Soetoprawiro, manusia sungguh-sungguh membutuhkan hidup bermasyarakat. Atas dasar itu, maka melalui pergaulan dengan sesama, dengan saling berbagi, melalui dialog dengan sesama, manusia berkembang dengan talentanya dan mampu menanggapi panggilannya. Sebab, bagi manusia, hidup bermasyarakat itu merupakan sesuatu yang hakiki sifatnya, dan bukan hanya sekadar sesuatu yang menempel pada dirinya.

Pandangan jemaat Ebenhaezer Seki, gereja dalam pengertian yang paling hakiki atau mendasar adalah jemaat atau setiap orang percaya disebut gereja. Gereja adalah tempat beribadah, tetapi ibadah jangan dipahami secara dangkal. Gereja harus bisa atau mampu untuk hidup dalam sebuah persekutuan yang di dalamnya ada kedamaian. Gereja tidak bisa hidup sendiri, gereja harus mampu untuk saling berbagi, menolong, dan tidak bisa berjalan sendiri-sendiri, harus bersama-sama. Itulah ibadah yang sesungguhnya. Gereja merupakan tempat jemaat atau orang-orang percaya pergi beribadah, dan jemaat adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan. Gereja merupakan lambang dari tubuh Kristus. Kristus adalah kepala gereja, dan jemaat adalah anggotanya.

(22)

22

Pemahaman ini menunjukan bahwa jemaat Ebenhaezer Seki menganggap, gereja bukan sekedar tempat beribadah tetapi juga sebagai wadah dalam mempersatukan dan menopang kehidupan berjemaat. Dalam kehidupan berjemaat, mereka juga memiliki rasa kepedulian yang tinggi antara satu dengan yang lain. Hal ini yang selalu di tanamkan oleh para pelayan (Pendeta, Penatua, Diaken dan Pengajar) sebagai dasar bagi jemaat Ebenhaezer Seki melalui pelayanan yang ada di tengah- tengah jemaat.

Gereja menyadari bahwa dalam hubungannya dengan pemberdayaan adalah saling berbagi, atau yang lebih harus wajib untuk berbagi kepada yang kurang. Jika salah satu jemaat mengetahui tentang membuat sesuatu, maka dia harus membagi keahlian tersebut kepada orang lain yang tidak mempunyai keahlian tersebut, agar dia juga bisa berkembang. Contohnya, masyarakat desa Seki yang umumnya adalah petani dan ada jemaat yang memiliki keahlian dalam bertani secara baik, alangkah baiknya jemaat tersebut membagi ilmu tersebut kepada jemaat yang lain agar dapat mengangkat perekonomian jemaat. Gereja tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadah tetapi juga berfungsi sebagai wadah dalam memotivasi jemaat untuk memberdayakan potensi sumber daya yang ada sebagai salah satu cara peningkatan ekonomi jemaat.

Menurut Eddy Papilaya yang dikutip oleh Zubaedi, pemberdayaan adalah upaya untuk membangun kemampuan masyarakat, dengan mendorong, memotivasi, membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki dan berupaya untuk mengembangkan potensi itu menjadi tindakan nyata. Menurut Harrord Domar, masalah keterbelakangan adalah masalah kekurangan modal. Jikalau ada modal yang diinvestasikan kembali, maka hasilnya adalah pembangunan ekonomi. Teori Harrord Domar tidak mempermasalahkan masalah manusia, yang diutamakan adalah menyediakan modal untuk investasi. Namun, hal tersebut juga harus didukung oleh kemampuan masyarakat dalam hal berinvestasi. Menurut Mubarak, pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai upaya untuk memulihkan atau meningkatkan kemampuan suatu komunitas untuk mampu berbuat sesuai dengan harkat dan martabat mereka dalam melaksanakan hak-hak dan tanggung jawabnya selaku anggota masyarakat. Menurut Rostow, pembangunan adalah sebuah proses yang bergerak

(23)

23

dalam sebuah garis lurus, atau dari masyarakat yang terbelakang, menuju ke masyarakat yang maju.

Oleh karena itu, gereja terus membangkitkan kesadaran jemaat dengan memotivasi dan mendorong jemaat akan potensi yang dimiliki. Gereja berupaya memperbaiki apa yang perlu diperbaiki dan membenahi apa yang perlu dibenahi.

Gereja bisa melihat persekutuan dari jemaat, contohnya: Hubungan jemaat yang kurang baik dengan jemaat yang lainnya. Gereja berupaya untuk memperbaiki hubungan tersebut. Karena dengan hubungan yang baik, maka kita akan mampu untuk berbuat sesuatu yang berguna bagi perkembangan iman. Membangun pemahaman tentang betapa pentingnya menjaga alam, dan upaya yang dilakukan meskipun kecil, tapi nilainya sangat besar. Menanam pohon di mata-mata air dalam kerangka menjaga keberlangsungan kehidupan ini. Menjaga kelestariannya alam ini, tersedianya air dengan baik, jika air tersebut sudah tersedia dengan baik, maka gereja berhasil membangun pemahaman tentang betapa pentingnya bekerja, sehingga pengelolaan sumber daya alam menjadi terarah.

(24)

24 BAGIAN V

PENUTUP 1. 1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa jemaat Ebenhaezer Seki beranggapan tentang gereja bukan hanya sekedar tempat beribadah, tetapi sebagai wadah dalam mempersatukan dan menopang kehidupan berjemaat. Dalam kehidupan berjemaat, mereka juga memiliki rasa kepedulian yang tinggi antara satu dengan yang lain seperti yang dimaksudkan oleh Soetoprawiro tentang manusia sungguh-sungguh membutuhkan hidup bermasyarakat. Atas dasar itu, maka melalui pergaulan dengan sesama, dengan saling berbagi, melalui dialog dengan sesama, manusia berkembang dengan talentanya dan mampu menanggapi panggilannya. Sebab, bagi manusia, hidup bermasyarakat itu merupakan sesuatu yang hakiki sifatnya, dan bukan hanya sekedar sesuatu yang menempel pada dirinya. Gereja menyadari bahwa dalam hubungannya dengan pemberdayaan adalah saling berbagi, atau yang lebih harus wajib untuk berbagi kepada yang kurang sehingga gereja terus membangkitkan kesadaran jemaat dengan memotivasi dan mendorong jemaat akan potensi yang dimiliki. Untuk mengembangkan potensi dan sumber daya yang ada, maka gereja terus membangkitkan kesadaran jemaat dengan memotivasi dan mendorong jemaat dengan cara menanam pohon di mata-mata air dalam kerangka menjaga keberlangsungan kehidupan ini.

Menjaga kelestariannya alam ini, tersedianya air dengan baik, jika air tersebut sudah tersedia dengan baik, maka gereja berhasil membangun pemahaman tentang betapa pentingnya bekerja, sehingga pengelolaan sumber daya alam menjadi terarah.

1.2. Saran 1. Untuk Gereja

* Perlu memfasilitasi jemaat dengan membuat program pelatihan usaha untuk memberdayakan potensi yang ada di jemaat.

2. Untuk Fakultas

* Fakultas perlu menambah wawasan kepada mahasiswa teologi sebagai calon pendeta untuk belajar berwirausaha dengan tujuan yang baik.

Referensi

Dokumen terkait

Maka dalam dua atau tiga decade ke depan, bukan mustahil perkembangan komputer yang terjadi sudah jauh di luar batas nalar manusia saat ini.Semakin kompleks

1) Humas berperan dalam Pencitraan Universitas Sam Ratulangi Manado dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa Humas dengan informasinya mampu memberi pengetahuan

Islam harus menampilkan wajah yang ramah, shalat yang dibarengi al-akhlak al- karimah harus menjadi identitas bagi seorang muslim serta Al-Qur’an

DAFTAR RIWAYAT HIDUP.. Ilham Muchtar dan Abbas Baco Miro). Penelitian ini mengkaji tentang pandangan Islam terhadap Adat Mappacing di Desa Bonto Mate’ne Kecamatan Mandai

2. Pendingin diperlukan untuk meredam suhu dan membersihkan kotoran selama proses penggerindaan pada saat putaran roda gerinda yang sangat tinggi memerlukan langkah

Nilai HEP yang berbeda-beda ini juga menunjukan beban kerja yang berbeda dari semua operator selain posisi kerja mereka dalam mengawasi mesin juga berbeda, misalnya pada operator

A.24 Apakah implementasi kebijakan pengelolaan aset di DPKAD Kota Tangerang sudah sesuai dengan Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota yang

Bangunan saat ini sudah tidak memiliki kesamaan bentuk, material yang seragam dan ada pula bangunan yang tidak bergaya panggung lagi, dapat dilihat pada bangunanan