• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Vol 1 No. 3 Oktober 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Vol 1 No. 3 Oktober 2017"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS

DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X-1 SMAN 10 BANJARMASIN DENGAN MENERAPKAN MODEL INQUIRY DISCOVERY LEARNING

TERBIMBING

Benny Ansari, Zainuddin, Abdul Salam

Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Bennyanshari742@gmail.com

Abstrak: Proses pembelajaran fisika yang dilakukan dikelas X-1 SMAN 10 Banjarmasin cenderung menggunakan pembelajaran yang berpusat pada guru sehingga siswa menjadi lemah dalam penguasan keterampilan proses sains dan hasil belajar cenderung rendah. Oleh sebab itu dilakukan penelitian yang bertujuan meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa, dengan tujuan khusus mendeskripsikan keterlaksanaan RPP, keterampilan proses sains siswa, dan hasil belajar siswa. Jenis penelitian ini yaitu penelitian tindakan kelas model kemmis dan taggart yang meliputi perencanaan, tindakan dan pengamatan, serta refleksi. Teknik pengumpulan data melalui tes, observasi, LKS, dan dokumentasi. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian memperlihatkan rata- rata keterlaksanaan RPP pada siklus I dan siklus II sebesar 80% (Baik) dan 95% (Sangat baik). Rata-rata ketuntasan keterampilan proses sains siswa yang meliputi merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variabel, menganalisis data, dan membuat kesimpulan pada siklus I sebesar 89.65%, 79.45%, 37.9%, dan 8.6%. Sedangkan rata-rata ketuntasan pada siklus II dalam merumuskan hipotesis 100%, mengidentifikasi variabel 100%, menganalisis data 89.65%, dan membuat kesimpulan 81.05%. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sebesar 62% (Belum tuntas) ke siklus II sebesar 96.6% (Tuntas). Simpulan dari penelitian ini menyatakan bahwa penerapan model IDL terbimbing dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa kelas X-1 SMAN 10 Banjarmasin.

Kata Kunci: Keterampilan proses sains, IDL terbimbing.

Abstract: Physics Learning Process conducted in class X-1 SMAN 10 Banjarmasin tend to use teacher-centered learning so that students become weak in the process of science skills satisfaction and learning outcomes tend to be low. Therefore, conducted research that aims to improve science process skills and student learning result, with the specific purpose of describing the implementation of RPP, students science process skills, and student learning outcomes. This research type is research of class action kemmis and taggart models composed by planning, action and observation, and reflection. Technique of collecting data through test, observation, LKS, and documentation. Data were analyzed descriptively qualitative and quantitative. The results show the average implementation of RPP in first cycle and second cycle of 80% (Good) and 95% (Very good). The average completeness of students' science process skills include formulating hypotheses, identifying variables, analyzing data, and making conclusions in the cycle I of 89.65%, 79.45%, 37.9%, and 8.6%.

While the average completeness in cycle II in formulating 100% hypothesis, 100% identify

(2)

variable, analyze the data 89.65%, and make conclusion 81.05%. Student learning outcomes have increased from cycle I of 62% (Not completed) to the cycle II of 96.6% (Completed).

Conclusion of research states that application of guided IDL model can improve the science process skills and student learning Result of X-1 SMAN 10 Banjarmasin.

.

Keywords: Science process skills, guided IDL, Classroom Action Research.

PENDAHULUAN

Sarah (2016) menerangkan bahwa fisika merupakan bagian dari bidang studi yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Fisika mempelajari fenomena alam melalui berbagai percobaan untuk memahami konsep alam itu sendiri.

Standar Kompetensi Lulusan KTSP Mata Pelajaran Fisika untuk SMA/MA salah satunya yaitu melakukan percobaan, antara lain mengajukan dan menguji hipotesis, merumuskan masalah, menentukan variabel, merancang dan merakit instrumen, mengumpulkan, menarik kesimpulan, mengolah dan

menafsirkan data, serta

mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis (Permendiknas, 2006).

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru mata pelajaran fisika pada tanggal 21 Januari 2017 menghasilkan informasi bahwa: (1) Guru sering menggunakan pembelajaran dengan

model pengajaran langsung dan jarang sekali menggunakan model pembelajaran yang lain seperti model IDL Terbimbing, (2) Siswa jarang sekali melakukan praktikum dan khususnya untuk kelas X-1 pada semester 1 siswa belum pernah melakukan praktikum, (3) Hasil belajar siswa masih rendah dilihat dari nilai ulangan akhir semester siswa kelas X-1 hanya ada 7 dari 38 siswa yang memenuhi nilai KKM sekolah. Sedangkan dari hasil pembagian LKS mengenai keterampilan proses sains yang dibagikan kepada siswa kelas X-1 didapatkan hasil yaitu dari 34 siswa kelas X-1, 100% siswa belum mampu mengidentifikasi variabel, menganalisis data, merumuskan hipotesis, dan membuat kesimpulan dengan benar.

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas X-1 SMAN 10 Banjarmasin dalam merumuskan hipotesis, identifikasi variabel, mengumpulkan data, analisis data, dan membuat kesimpulan yaitu dengan

(3)

menerapkan model Inquiry Discovery Learning (IDL) Terbimbing pada proses pembelajaran. Model IDL adalah suatu model pembelajaran dalam kelompok- kelompok penyelidikan untuk melatih keterampilan proses siswa dan pemecahan masalah akademik. Hasil belajar dengan cara tersebut lebih mudah dihapal dan diingat, mudah digunakan untuk memecahkan masalah. Pengetahuan anak didik bersamgkutan lebih jauh dapat menumbuhkan motivasi intrinsik, karena anak didik merasa bangga atas penemuannya sendiri (Djamarah, 2006).

Menurut teori belajar Bruner dalam (Dahar, 2011) mengatakan bahwa belajar penemuan merupakan pencarian pengetahuan secara aktif oleh siswa sendiri dan secara otomatis memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang mengikutinya, menghasilkan pengetahuan yang benar- benar bermakna sehingga lebih mudah untuk diingat. Bruner mengarahkan agar siswa-siswa lebih baik belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dapat memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang membuat mereka untuk menemukan prinsip-prinsip

itu sendiri. Oleh sebab itulah model Inquiry Discovery Learning terbimbing menjadi salah satu model pembelajaran yang tepat untuk mengatasi masalah yang ada di kelas X-1 SMAN 10 Banjarmasin dalam membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa.

Kelebihan yang dimiliki model IDL tersebut memberikan penjelasan bahwa model pembelajaran IDL tidak hanya dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa, juga dapat meningkatkan kemampuan kognitif siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan tersebut, peneliti ingin mengadakan penelitian dengan judul

”Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Siswa Kelas X-1 SMAN 10 Banjarmasin Dengan Menerapkan Model Pembelajaran Inquiry discovery learning (IDL) Terbimbing.”

Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah secara umum

“Bagaimanakah cara meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa kelas X-1 SMAN 10 Banjarmasin dengan menerapkan model IDL terbimbing?”

(4)

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini ialah Meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa kelas X-1 SMAN 10 Banjarmasin dengan menerapkan model IDL terbimbing.

KAJIAN PUSTAKA

Keterampilan proses sains (KPS) merupakan pendekatan dalam proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat menemukan fakta, membangun konsep- konsep melalui kegiatan atau pengalaman layaknya seperti ilmuwan. Harlen (2000) menyatakan bahwa siswa memerlukan keterampilan proses sains baik dalam penyelidikan ilmiah ataupun dalam proses pembelajaran mereka. Pembelajaran fisika seharusnya diarahkan pada hakikat fisika, hendaknya tidak menekankan pada pengetahuan sebagai produk saja, tetapi juga mengembangkan kemampuan melakukan proses, berlatih memecahkan masalah, dan mengaplikasikan dalam kehidupan nyata (Ubaidillah, 2016).

Bandu (2006) mengatakan bahwa keterampilan proses sains dapat terbentuk dengan proses yang berulang-ulang (Sudrajat, 2017).

Rustaman (2005) mengatakan Keterampilan adalah keterampilan adalah keterampilan kognitif atau intelektual, manual dan sosial yang digunakan untuk mengembangkan keterampilan dasar sains, sikap ilmiah dan sikap kritis siswa (Muslim, 2015). Keterampilan proses sains menurut Abrucasto (1994, 42) terbagi menjadi dua, yaitu; keterampilan proses dasar (basic skills), dan keterampilan proses terintegrasi (integrated skills).

Model IDL adalah suatu model pembelajaran dalam kelompok-kelompok penyelidikan untuk melatih keterampilan proses siswa dan pemecahan masalah akademik. Hasil belajar dengan cara ini lebih mudah dihapal dan diingat, mudah ditransfer untuk memecahkan masalah.

Pengetahuan anak didik bersangkutan lebih jauh dapat menumbuhkan motivasi intrinsik, karena anak didik merasa puas atas penggunaannya sendiri (Djamarah, 2006). Kelebihan Model IDL adalah memotivasi siswa untuk menemukan sendiri konsep dan fakta tentang fenomena ilmiah dengan potensi yang dimiliki oleh siswa tersebut. Sehingga siswa mampu memahami konsep yang dipelajarinya melalui pengalaman langsung (Fahrudin, 2014).

(5)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas (classroom action research), yang digunakan untuk mengatasi masalah yang ada di kelas X-1 SMAN 10 Banjarmasin berhubungan dengan hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa yang rendah. Alur dari penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas model Kemmis dan Taggart.

Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas X-1 SMAN 10 Banjarmasin pada materi ajar suhu dan kalor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2017. Terdiri dari persiapan penelitian selama bulan Januari s/d Maret 2017, pengambilan data pada bulan April 2017, penyusunan skripsi dan konsultasi pada bulan Mei sampai dengan Juli 2017. Kegiatan pembelajaran pada siswa dilaksanakan 2 kali pertemuan dalam 1 siklus dan dilakukan sebanyak 2 siklus dengan alokasi waktu 2 x 45 menit setiap pertemuannya.

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah observasi, tes, dan dokumentasi yang dilakukan selama penelitian berlangsung.

Teknik analisis data kemudian dihitung secara deskriptif kuantitatif dengan perumusan yang disajikan dalam persentase yaitu sebagai berikut:

P =∑ 𝐾

∑ 𝑁× 100% (1) Keterangan :

P = Presentase keterlaksanaan RPP

∑K = jumlah skor yang diperoleh

∑N = jumlah keseluruhan skor total Skor rata-rata yang diperoleh selanjutnya dikategorikan menurut kriteria berikut ini:

Tabel 1 Kriteria keterlaksanaan RPP keseluruhan

No Persentase (%)

Kriteria 1 0 – 20 Tidak baik 2 21 – 40 Kurang baik 3 41 – 60 Cukup baik 4 61 – 80 Baik 5 81- 100 Sangat baik

(Adaptasi Supardi, 2015) Untuk mendapatkan tingkat reliabilitas keterlaksanaan RPP antara dua pengamat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

κ =ρ0−ρe

1−ρe (2) Keterangan:

κ = Koefisien Kappa

ρe=Proporsi kesepakatan yang diharapkan ρ0 = Koefisien kesepakatan yang diamati

Untuk menentukan tingkat reliabilitas menggunakan kriteria

(6)

reliabilitas koefisien kappa (

Kappa dalam Viera, 2005)

sebagai berikut:

Tabel 2. Kriteria reliabilitas koefisien kappa

No Koefisien Kappa Kriteria 1 < 0 Tidak reliabel 2 0,01-0,20 Reliabel rendah 3 0,21-0,40 Reliabel cukup 4 0,41-0,60 Reliabel sedang 5 0,61-0,80 Reliabel tinggi 6 0,81-0,99 Reliabel sangat

tinggi

Data hasil pengamatan dan lembar kegiatan siswa (LKS) digunakan sebagai

instrumen untuk mendeskripsikan keterampilan proses sains siswa selama pembelajaran berlangsung.

Hasil pekerjaan LKS siswa dianalisis secara deskriptif kulitatif yang diperoleh dari skor total ketercapaian indikator penilaian keterampilan proses sains. Selanjutnya dikategorikan menurut kriteria berikut ini:

Tabel 3 Kriteria penilaian keterampilan proses sains

No Rumus Interval Kategori

1 𝑋 > 𝑋̅ + 1,8 × 𝑠𝑏𝑙 𝑖 𝑋 > 3,2 Sangat Terampil 2 𝑋̅ + 0,6 × 𝑠𝑏𝑙 𝑖< 𝑋 ≤ 𝑋̅ + 1,8 × 𝑠𝑏𝑙 𝑖 2,4 < 𝑋 ≤ 3,2 Terampil 3 𝑋̅ − 0,6 × 𝑠𝑏𝑙 𝑖< 𝑋 ≤ 𝑋̅ + 0,6 × 𝑠𝑏𝑙 𝑖 1,6 < 𝑋 ≤ 2,4 Cukup Terampil 4 𝑋̅ − 1,8 × 𝑠𝑏𝑙 𝑖< 𝑋 ≤ 𝑋̅ − 0,6 × 𝑠𝑏𝑙 𝑖 0,6 < 𝑋 ≤ 1,6 Kurang terampil

5 𝑋 ≤ 𝑋̅𝑙− 1,8 × 𝑠𝑏𝑖 𝑋 ≤ 0,6 Sangat Kurang

Terampil Keterangan: 𝑋̅𝑡 = 1/2 (Skor maks ideal + skor min ideal)

𝑠𝑏𝑖 = 1/6 (Skor maks ideal – skor min ideal) 𝑋 = skor perolehan

Setelah siswa dikategorikan secara individu, kemudian dihitung persentase kategori keterampilan proses sains siswa secara klasikal.

Analisis ketuntasan hasil belajar dilakukansecara individual dan klasikal.

Menurut Suyidno (2011) Ketuntasan hasil belajar klasikal ditentukan dengan menggunakan perumusan:

Ketuntasan Klasikal

=∑ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑐𝑎𝑟𝑎 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢𝑎𝑙

∑ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 × 100% (3)

Pembelajaran dikatakan tuntas secara klasikal apabila ≥ 70% total siswa yang menjadi subjek penelitian kelas X-1 tuntas (mencapai nilai KKM sekolah).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Adapun analisis data hasil pengamatan keterlaksanaan RPP pada siklus I yaitu sebagai berikut:

(7)

Tabel 4. Rekapitulasi keterlaksanaan RPP siklus I tiap pertemuan

Pertemuan 1 Pertemuan 2

No Fase Persentase Kategori Persentase Kategori

1 Mengorientasikan Masalah 72.5% Baik 92.5% Sangat Baik 2 Merancang Percobaan 82.5% Sangat Baik 86% Sangat Baik 3 Melaksanakan Percobaan 82.5% Sangat Baik 92.5% Sangat Baik 4 Melakukan

Prediksi/Abstraksi 47.5% Cukup Baik 47.5% Cukup Baik 5 Merefleksi Pemecahan

Masalah 66.7% Baik 91.8% Sangat Baik

6 Penutup 100% Sangat Baik 100% Sangat Baik

Persentase Keseluruhan 75% Baik Sangat Baik 85%

Reliabilitas 0.72 Tinggi Tinggi 0.73

Keterlaksanaan RPP pada pertemuan 1 dan pertemuan 2 sudah minimal berkategori baik.

Hasil analisa data LKS keterampilan proses sains siswa pada dua pertemuan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5 Penguasaan keterampilan proses sains pertemuan 1 dan pertemuan 2 No Keterampilan proses sains yang

dinilai/diamati.

Persentase (%) Pertemuan 1 Pertemuan 2

1 Merumuskan hipotesis 82.7% 96.6%

2 Mengidentifikasi variabel 75.9% 83.0%

3 Menganalisis data 34.4% 41.4%

4 Membuat kesimpulan 10.3% 6.9%

Adapun hasil belajar siswa siklus I dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6 Hasil belajar siswa pada siklus I

No Uraian Hasil

1.

2.

3.

Jumlah siswa yang tuntas

Jumlah siswa seluruhnya

Persentase ketuntasan belajar individu

18 siswa 29 siswa

62%

Ketuntasan Indikator

Penelitian ≥70%

Ketuntasan Klasikal Belum Tuntas

Tabel 6 di atas dapat dilihat bahwa dengan menerapkan model IDL pada siklus I menyatakan bahwa 18 dari 29 (62%) siswa dikatakan tuntas dalam proses pembelajaran.

Adapun hasil refleksi siklus I dan rencana tindakan yang akan dilakukan pada siklus II dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

(8)

Tabel 7 Hasil refleksi siklus I dan rencana tindakan yang akan dilakukan pada siklus II No Hasil Refleksi Siklus I Rencana Tindakan Pada Siklus II 1

2

Rata-rata keterlaksanaan RPP pada siklus I yaitu pertemuan 1 dan pertemuan 2 sudah berkategori baik, tetapi Masih ada beberapa aspek skenario kegiatan yang belum terlaksana dan masih banyak skenario kegiatan yang bernilai rendah.

Penguasaan keterampilan proses sains siswa dalam beberapa aspek yaitu pada aspek merumuskan hipotesis dan mengidentifikasi variabel sudah mencapai minimal berkategori terampil secara klasikal pada pertemuan 1 dan pertemuan 2 sebesar ≥ 70%.

Dari hasil diskusi antara guru dengan pengamat dan guru pamong, maka perlu dipelajari kembali skenario kegiatan RPP selanjutnya dan dingat dengan sungguh- sungguh agar tidak ada kegiatan yang tidak terlaksana. Kegiatan RPP yang sudah terlaksana perlu ditingkatkan juga skornya dengan menerapkan masukan- masukan dari pengamat untuk guru.

Diperlukan penekanan lagi pada aspek menganalisis dan membuat kesimpulan dengan cara yaitu pada siklus II direncanakan pada saat membimbing siswa dalam kegiatan menganalisis data dan membuat kesimpulan, guru mengingatkan kembali kepada siswa dan menekankan pada aspek-aspek yang menjadi penilaian

Sedangkan sebagian aspek lain masih belum mencapai minimal berkategori terampil secara klasikal yaitu pada aspek menganalisis (pertemuan 1 sebesar 34,4%

&pertemuan 2 sebesar 44,8%) dan membuat kesimpulan (pertemuan 1 sebesar 10,3% & pertemuan 2 sebesar 6,9%).

Siswa masih banyak yang tidak mengacu pada indikator yang menjadi penilaian guru dalam menjawab LKS pada bagian menganalisis data dan membuat kesimpulan.

Guru dalam menganalisis data dan membuat kesimpulan. Disamping hal tersebut, direncanakan guru juga memberikan waktu lebih banyak kepada siswa untuk menganalisis data dan membuat kesimpulan.

3 Ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal pada siklus I yaitu sebesar 62%.

Masih banyak siswa yang belum bisa memahami soal dan menjawab soal dengan benar karena soal latihan yang kerjakan dikelas pada saat pembelajaran tidak sempat dipresentasikan oleh siswa didepan kelas sehingga siswa tidak tahu dimana letak kesalahan pekerjaannya.

Pada siklus berikutnya guru lebih mengoptimalkan lagi waktu pembelajaran untuk melaksanakan semua kegiatan yang ada pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) agar kegiatan mempresentasikan hasil jawaban soal abstraksi siswa dapat terlaksana dengan baik sehingga dapat meluruskan jawaban siswa jika terdapat kekeliruan dalam mengerjakan soal abstraksi.

(9)

Hasil refleksi siklus I yang telah diuraikan pada Tabel 7 di atas menjadi dasar acuan bahwa penelitian ini akan berlanjut pada siklus II karena masih belum memenuhi indikator keberhasilan penelitian yang telah dibuat dan ditetapkan oleh peneliti

serta untuk memperbaiki hasil perolehan refleksi pada siklus I yang telah dilaksanakan.

Setelah dilaksanakan siklus II penelitian, didapat hasil analisis data sebagai berikut:

Tabel 8 Rekapitulasi keterlaksanaan RPP siklus II

No Fase Pertemuan 1 Pertemuan 2

Persentase Kategori Persentase Kategori 1 Mengorientasikan

Masalah 100% Sangat Baik 96.5% Sangat Baik

2 Merancang Percobaan 87.5% Sangat Baik 93.8% Sangat Baik 3 Melaksanakan Percobaan 93.8% Sangat Baik 92.5% Sangat Baik 4 Melakukan

Prediksi/Abstraksi 80% Baik 97.5% Sangat Baik

5 Merefleksi Pemecahan

Masalah 100% Sangat Baik 100% Sangat Baik

6 Penutup 100% Sangat Baik 100% Sangat Baik

Persentase Keseluruhan 93.5% Sangat Baik Sangat Baik 96.8%

Reliabilitas 0.74 Tinggi Tinggi 0.80

Adapun hasil keterampilan proses sains pada siklus II Seperti yang terlihat pada Tabel 9 berikut:

Tabel 9 Penguasaan keterampilan proses sains siklus II No Keterampilan proses sains yang dinilai/diamati. Persentase (%)

Pertemuan 3 Pertemuan 4

1 Merumuskan hipotesis 100% 100%

2 Mengidentifikasi variabel 100% 100%

3 Menganalisis data 82.7% 96.6%

4 Membuat kesimpulan 72.4% 89.7%

Adapun hasil belajar siklus II dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

(10)

Tabel 10 Analisis Hasil belajar siswa pada siklus II

No Uraian Hasil

1.

2.

3.

Jumlah siswa yang tuntas

Jumlah siswa seluruhnya

Persentase

ketuntasan belajar individu

28 siswa 29 siswa 96.6%

Ketuntasan klasikal Tuntas

Pembahasan

Setelah dilakukan penelitian, didapat hasil penelitian keterlaksanaan RPP model IDL terbimbing siklus 1 dan siklus 2 sebagai berikut:

Tabel 11 Persentase keterlaksanaan RPP model IDL termbimbing Pertemuan

Ke

Siklus I (%)

Siklus II (%)

1 75% 93.5%

2 85% 96.8%

Secara umum aspek-aspek kegiatan yang terdapat pada RPP telah terlaksana dengan baik hanya beberapa aspek kegiatan yang masih belum terlaksana di awal pembelajaran (Siklus I). Namun hal tersebut tidak terulang kembali pada pembelajaran selanjutnya (Siklus II) yang kegiatannya semua terlaksana dengan baik dan masuk dalam kategori sangat baik. Saat pelaksanaan pembelajaran dalam kelas, ada beberapa kendala yang dihadapi peneliti yaitu pada siklus I kurangnya pengelolaan

kelas dan pengelolaan waktu oleh guru sehingga menyebabkan suasana kelas menjadi kurang kondusif saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal tersebut dikarenakan guru masih belum terbiasa menggunakan model IDL saat pembelajaran di kelas.

Pada awal pembelajaran siklus I guru banyak memberikan pengarahan kepada siswa untuk proses pembelajarannya, siswapun juga banyak bertanya pada saat pembelajaran seperti menanyakan langkah percobaan yang belum dipahami siswa, saat pelaksanaan percobaan, menyajikan data ke dalam tabel, menganalisis, hingga membuat kesimpulan sehingga membuat suasana kelas menjadi kurang kondusif.

Pada siklus II suasana kelas saat pembelajaran sudah mulai kondusif dan terkendali, siswa juga lebih sedikit bertanya dan banyak bekerja sendiri untuk melakukan percobaan sampai dengan menyelesaikan LKS percobaan masing- masing walaupun masih ada beberapa siswa yang bertanya. Hal tersebut karena siswa sudah mulai terbiasa melakukan penyelidikan dalam percobaan, sudah mulai memahami sistematika percobaan, dan sudah mulai bisa menggunakan alat dengan benar. Pengamat juga berperan

(11)

penting saat proses pembelajaran berlangsung, dengan bantuan pengamat pula guru bisa merefleksi kekurangan- kekurangan saat pembelajaran di kelas.

Meningkatnya keterlaksanaan RPP pada setiap pertemuannya sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Supardi (2015) yang menyatakan fungsi RPP untuk mendorong agar guru lebih siap dalam melaksanakan pembelajaran dengan

perencanaan yang matang. Hal tersbut menjadi dasar guru untuk selalu merefleksi hasil keterlaksanaan RPP yang dibuat oleh guru tersebut agar memperoleh pembelajaran yang maksimal.

Setelah melakukan penelitian dan analisa mengenai keterampilan proses sains siswa, didapat hasil penelitian sebagai berikut:

Tabel 12 Persentase ketuntasan KPS siswa

No KPS yang diamati Pertemuan

1 2 3 4

1 Merumuskan hipotesis 82.7% 96.6% 100% 100%

2 Mengidentifikasi variabel 75.9% 83.0% 100% 100%

3 Menganalisis data 34.4% 41.4% 82.7% 96.6%

4 Membuat kesimpulan 10.3% 6.9% 72.4% 89.7%

Dari Tabel 12 di atas menunjukkan bahwa keterampilan proses sains siswa meningkat pada setiap siklusnya sebab diterapkannya model IDL terbimbing terhadap pembelajaran di kelas.

Persentase ketuntasan KPS siswa pada siklus I sudah bagus pada aspek membuat hipotesis dan mengidentifikasi variabel sedangkan pada aspek menganalisis data dan membuat kesimpulan belum mencapai indikator keberhasilan penelitian (≥70%).

Hal tersebut terjadi pada siklus I yang menjadi siklus awal mulanya pembelajaran dilaksanakan, siswa benar- benar memulai dari awal untuk menguasai keterampilan proses sains seperti

mengidentifikasi variabel, merumuskan hipotesis, membuat kesimpulan, serta menganalisis data. Pada siklus I siswa masih menyesuaikan diri untuk menguasai keterampilan proses sains yang diajarkan oleh guru. Pada siklus II siswa sudah mulai menguasai keterampilan proses sains yang dilatihkan oleh guru, seperti yang terlihat dari Tabel 12 di atas. Dari Tabel 12 di atas, pada siklus II persentase ketuntasan klasikal siswa dalam menguasai keterampilan proses sains baik dalam mengidentifikasi variabel, merumuskan hipotesis, membuat kesimpulan, serta menganalisis data sudah memenuhi indikator keberhasilan

(12)

penelitian yaitu ≥70% siswa minimal dikategorikan terampil. Pada siklus II baik pada pertemuan 3 ataupun pertemuan 4 persentase kriteria klasikal minimal siswa sudah memenuhi indikator keberhasilan penelitian yaitu pada pertemuan 3 dalam aspek merumuskan hipotesis sebesar 100%, mengidentifikasi variabel 100%, menganalisis data 82.7%, membuat kesimpulan 72.4% dan pada pertemuan 4 dalam aspek merumuskan hipotesis 100%, mengidentifikasi variabel 100%, menganalisis data 96.6%, membuat kesimpulan 89.7%.

Dalam penelitian ini terdapat hal menarik yang ditemui oleh peneliti yaitu dari empat aspek KPS yang diamati oleh peneliti menghasilkan aspek membuat kesimpulan yang memiliki persentase paling rendah jika dibandingkan dengan aspek lainnya seperti merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variabel, dan menganalisis data. Terdapat suatu keunikan pada hal tersebut, padahal peneliti menduga pada aspek menganalisis data menjadi aspek yang memperoleh persentase terendah. Rendahnya aspek membuat kesimpulan dibandingkan dengan aspek lainnya disebabkan fakta pelaksanaan penelitian yang peneliti temui saat proses pembelajaran yaitu siswa

menganggap aspek menganalisis data merupakan aspek yang paling tinggi nilainya daripada aspek lainnya, sehingga siswa lebih berfokus pada aspek menganalisis data dan menganggap kecil pada aspek membuat kesimpulan. Namun secara menyeluruh penelitian ini sudah mencapai indikator penelitian yang dibuat yaitu diakhir siklus II aspek-aspek yang menjadi penilaian KPS meningkat dan mencapai indikator keberhasilan (≥70%).

Meningkatnya KPS siswa dengan menggunakan model IDL terbimbing tersebut sesuai dengan teori Bruner dalam (Dahar, 2006) menyatakan belajar melalui proses penemuan konsep sendiri dapat meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan siswa untuk berpikir secara bebas. Dikemukakan bahwa belajar penemuan membangkitkan semangat keingintahuan siswa, memberi motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban-jawaban dari masalahnya tersebut. Siswa lebih bebas dalam mengembangkan pemikirannya untuk memahami pelajaran sehingga siswa semakin termotivasi untuk belajar melalui percobaan dan memberikan hasil maksimal dalam menyelesaikan LKS percobaan yang memuat keterampilan

(13)

proses sains setelah sudah mulai terbiasa dengan percobaan.

Meningkatnya KPS tersebut pada setiap siklusnya juga didukung oleh teori Gastalt yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses melakukan reorganisasi pengalaman-pengalaman masa lalu yang secara terus-menerus disempurnakan (Sanjaya, 2013). Dengan melihat hasil refleksi pada siklus I, KPS siswa direorganisasi kembali dan siswa mulai terbiasa dengan pengalaman yang dialaminya langsung untuk meningkatkan keterampilan proses sains yang diamati

dengan dilakukan siswa secara terus- menerus.

Peningkatan keterampilan proses sains siswa tersebut juga sejalan dengan pernyataan (Bahrudin, 2016) yang menyatakan bahwa penerapan model IDL terbimbing efektif dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Hal tersebut juga sejalan dengan pernyataan (Marisyah, 2016) bahwa Model pembelajaran yang berpusat pada siswa efektif dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

Tabel 13 Ketuntasan hasil belajar siswa

Ketuntasan hasil belajar siswa Siklus I Siklus II

Siswa tuntas 18 siswa 28 siswa

Total Siswa 29 siswa 29 siswa

Persentase 62% 96.6%

Indikator Ketuntasan ≥70% ≥70%

Keterangan Belum tuntas Tuntas

Dari Tabel 13 di atas dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa pada setiap siklusnya. Pada siklus I siswa yang memenuhi ketuntasan individu sebanyak 18 siswa dari 29 siswa yang menjadi subjek penelitian dengan ketuntasan klasikal sebesar 62%. Hasil tersebut belum memenuhi indikator keberhasilan penelitian yaitu ketuntasan klasikal hasil belajar siswa ≥70%. Hal tersebut

dikarenakan pembelajaran dengan model IDL masih baru bagi siswa sehingga siswa perlu beradptasi terlebih dahulu dengan sistematika pembelajaran. Hal lain yang menjadi penyebab belum mencapainya persentase ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal yaitu sebagian siswa belum mantap memahami soal latihan karena pada siklus I guru tidak sempat meminta siswa menuliskan hasil pekerjaan latihan siswa di papan tulis yang bisa dikoreksi

(14)

bersama jika terjadi kekeliruan.

Ketidaksempatan guru untuk meminta siswa menuliskan hasil belajarnya di papan tulis karena belum maksimalnya guru dalam mengelola waktu saat melaksanakan pembelajaran.

Meningkatnya hasil belajar siswa tersebut sesuai dengan teori kontruktivis dikembangkan oleh piaget (Sanjaya, 2006) pada pertengahan abad 20 yaitu pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkontruksi pengetahuannya sendiri.

Pengetahuan yang dikontruksi sendiri maka akan menjadi pengetahuan yang lebih bermakna; Piaget menyatakan bahwa pengetahuan yang terbentuk melalui proses pengalaman langsung memberikan kekuatan pada pengetahuan kognitif.

Bruner juga menyatakan (Dahar, 2006) Pengetahuan yang dihasilkan dengan belajar penemuan konsep secara langsung menunjukkan beberapa kelebihan. Diantaranya yaitu: pengetahuan tersebut bertahan lama atau lebih lama dalam ingatan atau lebih mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dihasilkan dengan cara-cara lain.

Hasil belajar dengan konsep penemuan memberikan dampak transfer ilmu yang

lebih baik daripada hasil belajar lainnya.

Secara umum belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan siswa untuk berpikir secara bebas dalam mengembangkan pengetahuannya.

Didukung pleh dua teori para ahli di atas, menyatakan bahwa belajar dengan cara penemuan akan lebih maksimal hasilnya. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini, yang menyatakan bahwa dengan diterapkannya model IDL (pembelajaran yang berpusat pada siswa) dapat memberi dampak pada meningkatnya keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa.

Meningkatnya hasil belajar siswa tersebut sejalan dengan (Kurniawati, 2016) yang menyatakan bahwa penerapan model inkuiri dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hasil yang diperoleh tersebut juga sejalan dengan pernyataan (Audina, 2017) bahwa model guided inquiry discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis penelitian maka diperoleh simpulan bahwa cara meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa kelas X-1 SMAN 10 Banjarmasin melalui

(15)

penerapan model Inquiry Discovery Learning (IDL) Terbimbing yaitu:

1) Pada fase 1 guru perlu mengorientasikan masalah akademik dalam kehidupan yang sesuai dengan materi yang akan dipelajari pada proses belajar siswa dalam kelas untuk memotivasi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

2) Pada fase 2 guru membimbing siswa secara intensif dalam merancang percobaan seperti merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variabel, mengenali alat dan bahan, dan memahami prosedur percobaan.

Guru juga memberikan perhatian khusus kepada siswa yang sedikit

“bermasalah” dengan hasil maupun proses pembelajaran

3) Pada fase 3 guru perlu membimbing siswa dalam menyiapkan alat dan bahan, melakukan percobaan, mengumpulkan data, menyajikan data, menganalisis data, membuat kesimpulan, serta guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan proses dan hasil percobaannya serta guru memberi tambahan mengenai hal-hal yang

masih kurang dalam percobaan tersebut.

4) Pada fase 4 guru perlu membimbing siswa dalam mengerjakan soal Abstraksi, guru meminta perwakilan siswa untuk menuliskan jawabannya di papan tulis, serta guru mengoreksi jawaban siswa di papan tulis dan meluruskan jawaban siswa jika terdapat hasil yang keliru.

5) Pada fase 5 guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran dan menjawab pertanyaan di awal pembelajaran.

Setelah dilakukan penelitian, diperoleh hasil temuan penelitian sebagai berikut:

1) Keterlaksanaan RPP model IDL Terbimbing pada siklus I pertemuan 1 (76.9%), pertemuan 2 (83.5%), dan pada siklus II pertemuan 3 (93.6%) serta pertemuan 4 (95%).

Secara umum keterlaksanaan RPP berkategori sangat baik.

2) Penerapan Model IDL Terbimbing dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada aspek mengidentifikasi variabel, merumuskan hipotesis, membuat kesimpulan dan menganalisis data

(16)

3) Ketuntasan hasil belajar siswa meningkat dengan diterapkannya model IDL terbimbing yaitu pada siklus I sebesar 62% dan pada siklus II sebesar 96.6%, sehingga dinyatakan tuntas secara klasikal.

DAFTAR PUSTAKA

Audina, M., jamal, M. A., & Misbah, M.

(2017). Meningkatkan Pemahaman

Konsep Siswa Dengan

Menggunakan Model Guided Inquiry Discovery Learning (GIDL) Di Kelas X PMIA-2 SMAN 3 Banjarmasin. Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika, 1(1), 38-49.

Bahrudin, B., Zainuddin, Z., & Suyidno, S. (2016). Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Dengan Menerapkan Model Inquiry–Discovery Learning. (IDL) Terbimbing. Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika, 1(3), 75-93.

Dahar, R W. (2011). Teori-teori Belajar &

Pembelajaran. Bandung: Erlangga.

Djamarah, S B. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.

Fahrudin, M. F. N., Subekti, H., &

Anggaryani, M. (2014).

Implementasi Model Guided Inquiry untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains pada Materi Kalor dan Perpindahannya.

Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa, 2, 378-383.

Kurniawati, D. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Dilengkapi LKS Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Prestasi Belajar Pada Materi Pokok Hukum Dasar Kimia Siswa Kelas X MIA 4 SMA N 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2014/2015. Jurnal Pendidikan Kimia, 5(1), 88-95.

Marisyah, M., Zainuddin, Z., & Hartini, S.

(2016). Meningkatkan

Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Siswa Pada Pelajaran IPA Fisika Kelas VIII B SMPN 24 Banjarmasin Melalui Model Inkuiri Terbimbing. Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika, 4(1), 52-63.

Markawi, N. (2015). Pengaruh Keterampilan Proses Sains, Penalaran, Dan Pemecahan Masalah Terhadap Hasil Belajar Fisika.

Jurnal Formatif, 3(1), 11-25.

Muslim, K. (2015). Pengaruh Model Inkuiri Ilmiah Terhadap Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP Pada Materi Kalor Dalam Kehidupan.

EDUSAINS. 7(1), 88-96.

Permendiknas. (2006). Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006.

Kementerian RI.

Sanjaya, W. (2013). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:

Kencana Prenadamedia Group.

Sarah, S., & Ngaisah, S. (2016).

Penggunaan Modul Berbasis Inkuiri Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Karakter Mandiri Siswa.

Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ, 3(2).

(17)

Sudrajat, A., Zainuddin, Z., & Misbah, M.

(2017). Meningkatkan

Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X MA Muhammadiyah 2 Al Furqan Melalui Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika, 1(2), 74-85.

Supardi. (2015). Penilaian Autentik.

Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Suyidno & Muhammad Arifuddin Jamal.

(2011). Pembelajaran Inovatif Berdasarkan Tingkat Otonomi Siswa. Banjarmasin: Unlam.

Ubaidillah, M. (2016). Pengembangan LKPD Fisika Berbasis Problem Solving Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Dan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. Jurnal Edu Fisika, 1(2), 9- 20.

Viera A J. (2005). Understanding Interobserver Agreement: The Kappa Statistic. Reseach Series, 37(5), 360-363.

Widoyoko, E. (2016). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Gambar

Tabel 5 Penguasaan keterampilan proses sains pertemuan 1 dan pertemuan 2  No  Keterampilan  proses  sains  yang
Tabel 9 Penguasaan keterampilan proses sains siklus II  No  Keterampilan proses sains yang dinilai/diamati
Tabel 11 Persentase keterlaksanaan RPP  model IDL termbimbing  Pertemuan               Ke  Siklus I (%)  Siklus II (%)  1  75%  93.5%  2  85%  96.8%

Referensi

Dokumen terkait

jumlah sudut bias dengan sudut datang adalah 90 o yang termuat dalam bentuk. garafik

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perlakuan akuntansi atas aset tetap pada PT Mertex Indonesia dan kesesuaiannya dengan PSAK yang berlaku

The study was aimed at measuring the effect of BPDS on the students’ critical thinking ability at 3rd semester of English Education state islamic institute of

Dalam kutipan tersebut, kusir bendi seolah bersepakat dengan harga penawaran yang diberikan oleh Ajo. Akan tetapi, sebetulnya kesepakatan yang dibuat bersifat

destinasi.Misalkan suatu packet akan dikirimkan dari node sumber ber-address ke node destinasi ber-address melalui node intermediate ber-address. Pertama sekali harus

Biaya perjalanan bersifat at cost, artinya biaya yang akan diganti sebesar yang tercantum dalam bukti perjalanan pulang pergi, berupa tiket pesawat udara kelas

Karena teknik yang diberikan dalam aktivitas hand ball like games ini mirip dengan teknik yang ada dalam permainan bola tangan, namun peraturan bermain lainnya dapat

SUMATRA  SELATAN  APOTIK  AMM FARMA, APT  JL. KAPT. ATIK NO.284, PASAR  TAJUNG RAJA  OGAN  KOMERING  ILIR  SUMATRA  SELATAN  TOKO OBAT