• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diproduksi oleh : Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Provinsi Riau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Diproduksi oleh : Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Provinsi Riau"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

A. PERKEMBANGAN REGULASI DBH DR

emerintah melalui Peraturan Menteri

P

Keuangan Nomor 230 Tahun 2017 telah m e m p e r l u a s p e n g g u n a a n D a n a Reboisasi, upaya tersebut dilakukan mengingat k e n d a l a p e m e r i n t a h d a e r a h u n t u k menggunakan Dana Reboisasi untuk kegiatan rehabilitasi hutan berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 35 Tahun 2002, yang menekankan hanya untuk kegiatan rehabilitasi atau reboisasi hutan.

Sejak bergulirnya PMK 230 menjadi jembatan dan pedoman pemerintah daerah dalam pelaksanaan DBH DR sampai terbitnya revisi PP 35 Tahun 2002, secara spesifik dapat mendukung pemerintah daerah terhadap upayan pengendalian perubahan iklim, percepatan perhutanan sosial dan upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Disamping itu, konsekuensi atas berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, yang mewajibkan terhadap urusan kehutanan menjadi kewenangan pemerintah Provinsi, sedangkan pemerintah daerah Kabupaten/Kota hanya berwenang terkait pengelolaan Taman Hutan Raya (TAHURA). Atas konsenkuensi tersebut, tentu menjadi kendala pemerintah Kabupaten/Kota terhadap pelaksanaan Dana Reboisasi, salah satunya adalah untuk mendukung percepatan perhutanan sosial yang masuk dalam urusan kehutanan.

B e r d a s a r k a n P M K 2 3 0 Ta h u n 2 0 1 7 penggunaan DBH DR dilakukan penyesuaian atas kewenangan kehutanan antara pemerintah

daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, adapun kewenangan Pemerintah Provinsi antara lain;

(1) Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL), meliputi perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, (2) Perlindungan dan pengamanan hutan, (3) Penerapan Teknologi rehabilitasi hutan dan lahan, (4) Pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, (5) Pengembangan perbenihan dan pembibitan, (6) Pemberdayaan masyarakat setempat dalam kegiatan RHL, dan (7) Pembinaan, Pengawasan dan pengendalian kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.

Sedangkan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota terhadap penggunaan sisa DBH DR antara lain; (1) Pengelolaan Taman Hutan Raya (Tahura), (2) Pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan, dan (3) Penanaman pohon diluar kawasan hutan dan daerah aliran sungai kritis, dan pengadaan bangunan konservasi tanah dan air.

Kebijakan perhutanan sosial diluncurkan bertujuan untuk memangkas ketimpangan penguasaan lahan dan kesenjangan ekonomi masyarakat, melalui kbajakan afirmatif untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam menurunkan rasio gini dan angka kemiskinan. Untuk pencapaian tujuan tersebut, kegiatan usaha perhutanan sosial harus di desain dengan skema ekonomi berkelanjutan. Secara umum bisnis proses BUSSINES PROCESS PENGELOLAAN

PEHUTANAN SOSIAL

(3)

harus dilaksanakan antara lain; melaksanakan sosisalisasi, fasilitasi izin, pengorganisiasi atau pembentukan lembaga pengelola hutan desa, melakukan pendampingan dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam mengelola perhutanan sosial. Kedua, pengelolaan perhutanan sosial, pada tahap ini yang dapat dilakukan pasca izin perhutanan sosial,

adalah pemasasan produk usaha perhutanan sosial, dalam usaha pemasaran ini harus melibatkan berbagai pihak terutama Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai penggerak ekonomi desa, selain itu peran dari sektor- sektor swasta untuk mendukung ekonomi berkelanjutan di desa.

pada tahun 2018-2019, masing-masing sebesar Rp10,4 milyar dan Rp19,6 milyar. Berdasarkan realisasi alokasi tahun 2017 Pemda Provinsi Riau menerima DBH DR sebesar Rp4,46 milyar namun tidak digunakan oleh pemerintah daerah sehingga menjadi silpa anggaran.

Adapun orientasi penggunaan DBH DR Provinsi Riau yaitu untuk mendukung upaya penanggulangan karhutla, perhutanan sosial dan kegiatan RHL lainnya, adapun untuk Pemerintah daerah Provinsi Riau terhadap

pengelolaan DBH DR tidak menjadi kendala dengan kewenangan kehutanan berdasarakan UU No. 23 Tahun 2014, sehigga dalam penggunaannya pemerintah Provinsi lebih leluasa dapat menggunaannya untuk kegiatan mendukung percepatan perhutanan sosial dan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan lainnya.

Sejak bergulirnya PMK 230, pemerintah Provinsi Riau telah menggunakan DBH DR B. IMPLEMENTASI DBH DR PROVINSI RIAU

(4)

Sumber; RKA Penggunaan DBH DR Provinsi Riau 2018-2019

mendukung perhutanan sosial dialokasikan sebesar Rp503 juta atau hanya 3% dari total penggunaan DBH DR tahun 2019, sedangkan untuk upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan dialokasikan Rp9,8 milyar atau sebesar 50% sesuai mandat untuk daerah rawan kebakaran hutan dan lahan, kemudian untuk kehiatan RHL lainnya Rp9,3 milyar diantaranya rehabilitasi hutan dan lahan, pembibitan, dan perlindungan dan pengamanan hutan.

Berdasarkan rencana penggunaan DBH DR tahun 2018-2019, terhadap kegiatan mendukung perhutanan sosial, pemerintah Provinsi Riau melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan hanya melakukan kegiatan pengawasan dan pembinaan terhadap izin perhutanan sosial yang sudah ditetapkan oleh kementerian, sedangkan upaya untuk fasilitasi izin baru sama sekali tidak dilakukan oleh p e m e r i n t a h d a e r a h , p a d a h a l c a p a i a n perhutanan sosial di Provinsi Riau dari yang ditargetkan seluas 1,08 juta ha, hanya terealisasi sekitar 9,3% per/19 Agustus 2019 ini. Realisasi perhutanan sosial di Provinsi Riau seluas 101,784,32 ha, terdiri dari skema Hutan Desa (HD) seluas 62,103 ha, Hutan Kemasyarakatan (HKm) 15,589 ha, dan Hutan Tanaman Rakyat

(HTR) seluas 9,669,54 ha, dan Hutan Adat seluas 14,442,78 hektar.

Secara trand bagi hasi dana reboisasi yang diterima Provinsi Riau pada dua tahun terakhir 2018-2019 terdapat peningkatan cukup baik mencapai 87,5%. Dengan demikian, sebenarnya pemerintah Provinsi Riau dapat mengalokasikan anggaran lebih besar lagi untuk mendukung percepatan perhutanan sosial yang bersumber dari dana reboisasi. Jika dicermati lebih rinci, alokasi anggaran perhutanan sosial yang tersedia, belum menyentuh untuk mendukung upaya-upaya pengelolaan dan pembinaan usaha perhutanan sosial yang sudah mendapat izin.

Dengan berlakunya PMK 230 Tahun 2017, komitmen anggaran untuk mendukung percepatan perhutanan sosial di Provinsi Riau menjadi meningkat meskipun tidak signifikan, misalnya tahun 2017 pembiayaan perhutanan non dana reboisasi sebesar Rp390 juta. Setelah menggunakan dana reboisasi pada tahun 2018- 2019 ada peningkatan alokasi anggaran perhutanan sosial, masing-masing sebesar Rp484,5 juta dan Rp502,6 juta. Artinya setelah

(5)

perhutanan sosial yang berkelanjutan, misalnya dalam empat tahun terkahir 2016-2019, pemerintah daerah masih terfokus pada kegiatan untuk proses akses legalitas dan pembinaan terhadap kelomok pengelola perhutanan sosial, sedangkan pada tahapan p e n g e l o l a a n p e r h u t a n a n s o s i a l d a n pengembangan usaha sama sekali belum ada alokasi pembiayaan dari pemerintah daerah.

Perlu terobosan untuk pembiayaan untuk pembiayaan perhutanan sosial terutama dari bagi hasi dana reboisasi yang berpotensi meningkat setiap tahunnya yang diterima pemerintah Provinsi Riau.

ini masih menjadi trauma masa lalu atas kasus- kasus korupsi yang menjerat pejabat daerah.

Adapun kegiatan perhutanan sosial yang direncanakan sebagaiman dijelaskan diatas, belum terlihat skema pengembangan usaha

bagi pemerintah provinsi yang diperkuat dengan penyerahan urusan kehutanan berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 menjadi kewenangan pemerintah provinsi, apalagi penggunaan DBH DR telah diperluas melalui PMK 230 Tahun 2017 yang memandatkan k e p a d a P e m e r i n t a h P r o v i n s i u n t u k melaksanakan kegiatan percepatan perhutanan sosial.

provinsi perlu melakukan reformasi kebijakan anggaran lebih memprioritaskan upaya penyelamatan dan pelestarian lingkungan hidup terutama bersumber dari dana reboisasi.

Upaya tersebut tentunya tidak menjadi kendala

Data Kementerian LHK – Realisasi per/ 19 Agustus 2019 1

Sumber; RKA Dinas LHK Provinsi Riau – (diolah)

(6)

Konsekuensi atas perubahan UU 23 Tahun 2014 adalah hilangnya kewenangan urusan kehutanan pada pemerintah Kabupten/Kota, konsekuensi tersebut berdampak pada pengelolaan dana reboisasi yang masih terdapat di kas daerah, berdasarkan penetapan sisa DBH DR defenitif terdapat delapan daerah di Riau yang masih menyisakan DBH DR hingga akhir tahun 2019, seperti;

Kabupaten Pelalawan masih terdapat sisa DR Rp90,5 milyar dari serapan tahun 2018 sebesar 19%

atau Rp20,8 milyar, Kabupaten Siak terdapat Rp80,2 milyar hanya terserap 2% tahun 2018 atau Rp1,4 milyar, kemudian Kota Dumai terdapat sisa Rp53,7 milyar terserap sekitar 7% atau Rp3,8 milyar. Sedangkan daerah lainnya, seperti Kabupaten Meranti, Indragiri Hulu, Rokan Hulu, Rokan Hilir dan Kampar, rata-rata masih terdapat sisa DBH DR sekitar Rp18,1 milyar.

PENGELOLAAN SISA DBH DR 8 KABUPATEN/KOTA DI RIAU

Sisa DBH DR yang mengendap pada 8 K a b u p a t e n / k o t a t e r s e b u t b e r p o t e n s i menimbulkan masalah dalam neraca keuangan daerah setiap tahunnya. Disamping itu, k e s e m p a t a n p e m e r i n t a h d a e r a h kabupaten/kota untuk menggunakan DBH DR semakin kecil, apalagi terjadi perubahan k e w e n a n g a n u n t u k m e n g u r u s s e k t o r kehutanan menjadi kewenangan pemerintah provinsi setelah berlakuknya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Untuk memaksimalkan penggunaan D B H D R y a n g m e n g e n d a p d i k a s Kabupaten/Kota, telah diperluas melalui PMK

Sumber; Penetapan Sisa DBH DR Defeni f – Menteri Keuangan RI 2019

230 tahun 2017, namun kendala yang dihadapi p e m e r i n t a h K a b u p a t e n / K o t a a d a l a h terbatasnya ruang penggunaan DR seperti untuk melakukan rehabilitasi hutan harus diluar kawasan dan pada daerah aliran sungai (DAS) yang kritis, pada faktanya area kritis justru berada dalam kawasan hutan, begitu juga t e r h a d a p D A S p e m e r i n t a h d a e r a h Kabupaten/Kota kesulitan menentukan DAS yang kritis.

Sehingga rencana penggunaan DBH DR yang yang diusulkan oleh pemerintah Kabupaten/kota kepada kementerian terkait didominasi kegiatan pencegahanan dan

(7)

2018, misalnya Kabupaten Pelalawan masing- masing sebesar Rp16,5 milyar dan Rp16,7 m i l y a r , s e l a j u t n y a K a b u p a t e n S i a k merencanakan sebesar Rp10,1 milyar dan Rp9,5 milyar, kemudian Kota Dumai rencana yang diusulkan tahun 2018 sebesar Rp990 juta dan tahun 2019 diusulkan sebesar Rp11,3 milyar.

DBH DR untuk kegiatan penanganan Karhutla diatas 95%, cukup besar untuk pengadaan alat pemadam kebakaran hutan dan lahan, sedangkan kegiatan lainnya seperti rehabilitasi masih dibatasi urusan kehutanan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi.

Sebenarnya pemerintah Kabupaten/Kota telah berupaya untuk memaksimalkan penggunaan DR, pada dua tahun terakhir (2018-2019) di tiga Kabupaten/Kota (Pelalawan, Siak dan Dumai) terdapat sisa DBD DR yang tertinggi se- Riau, telah merencanakan kegiatan yang dibiayai dari DBR DR sebagaimana ketentuan PMK 230 dan Perdirjen No.1 tahun

tidak dapat berkreatifitas menggunakan DBH DR sesuai dengan kondisi masing-masing daerah.

O r i e n t a s i p e n g g u n a a n D B H D R Kabupaten/Kota, belum menyentuh upaya mendukung percepatan perhutanan sosial.

R e a l i s a s i D B H D R s e b a g a i m a n a ya n g persetujuan berdasarkan hasil konsultasi b e r s a m a k e m e n t r i a n t e r k a i t s e p e r t i kementerian keuangan, KemenLHK, dan Kemendagri, kondisi tersebut menjadi ketakutan bagi pemerintah daerah atas konsekuensi hukum dalam menggunakan dana reboisasi. Namun, dalam implementasinya, pemerintah Kabupaten/Kota masih terbatas dengan kewenangan urusan kehutanan yang tidak lagi menjadi kewenangan daerah Kabupaten/Kota. Disamping itu, pemerintah daerah terkunci dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri dalam menyusun perencanaan dan anggaran daerah, sehingga pemerintah

(8)

kegiatan RHL (Pembibitan dan penanaman) sebesar 16% dan pengadaan bangunan konservasi tanah dan air sebesar 23%, dengan demikian rencana pengelolaan DBH DR di Kota Dumai tidak hanya terkosentrasi pada kegiatan pengendalian karhutla, tetapi sudah mendekati item kegiatan yang tetapkan dalam Perdirjen Kemenkeu No.1 tahun 2018, artinya sesuai dengan kriteria daerah.

K e g i a t a n l a i n n y a y a n g p e r l u dilaksanakan pemerintah Kabupaten/Kota adalah upaya percepatan perhutanan sosial, meskipun berdasarkan PMK 230 tidak secara ekplisit menyebutkan bahwa DBH DR dapat digunakan untuk kegiatan perhutanan sosial, namun sesuai pasal 3 ayat 6 PMK 230 tahun 2017 kegiatan DR dapat mendukung program pengendalian perubahan iklim dan perhutanan sosial, artinya pemerintah kabupaten/kota dari k e g i a t a n - k e g i a t a n ya n g d i r e n c a n a k a n b e r k o n t r i b u s i m e n d u k u n g p e r c e p a t a n perhutanan sosial didaerah, baik yang sudah m e n d a p a t k a n a l o k a s i i z i n m a u p u n memfasilitasi izin perhutanan sosial yang baru.

direncanakan kabupaten/kota tahun 2018 dapat dikatakan tidak terserap masksimal, salah satu penyebabnya adalan kegiatan yang diusulkan daerah tidak sesuai dengan item kegiatan yang tersedia dalam Perdirjen kemenkeu No.1 Tahun 2018, karna masing-masing daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda, misalnya tidak semua daerah memilik kawasan Tahura, kawasan hutan diluar kawasan, dan daerah aliran sungai.

Strategi kedepan daerah yaitu harus memperbaiki rencana kegiatan DBH yang akan diusulkan dan tetap berkoordinasi dengan kementerian terkait. Misalnya tahun 2019, rencana kegiatan DBH DR yang direncanakan Kabupaten Pelalawan sebesar Rp16,7 milyar, digunakan untuk kegiatan pengendalian karhutla sebesar 85%, dan kegiatan RHL (pembibitan) sebesar 18%, artinya pemerintah Kabupaten Pelalawan hanya sesuai untuk melakukan dua kegiatan tersebut. Sedangkan kegiatan lainnya, seperti pengelolaan tahura dan DAS tidak terdapat di Kabupaten Pelalawan.

S e d a n g k a n K o t a D u m a i , merencananakan DBH DR tahun 2019 sebesar Rp11,3 milyar, digunakan untuk tiga kegiatan, seperti pengendalian karhutla sebesar 61%,

Sumber; RKA DBH DR – Tahun 2019

(9)

dan lahan yang membutuhkan anggaran cukup besar, yaitu meliputi percepatan perhutanan sosial, rehabilitasi hutan dan lahan, dan pengendalian Karhutla. Disisi lain, PMK 230 belum dianggap sebagai dasar hukum yang kuat dalam pelaksanaan DBH DR, Pemerintah Daerah masih menjadikan PP No. 35 Tahun 2002 sebagai acuan utama untuk melaksanakan DBH DR.

Dengan demikian, langkah kedepan yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat d a n d a e r a h u n t u k m e m a k s i m a l k a n pemanfaatan DBH dana reboisasi, antara lain;

- Pemerintah pusat harus mempercepat perubahan PP No. 35 Tahun 2002, dengan memasukan substansi materi PMK 230, khususnya terkait kagiatan rehabilitasi hutan d a n l a h a n , p e r h u t a n a n s o s i a l d a n pennggulangan kebakaran hutan dan lahan;

- Perlu sinkronisasi Permendagri untuk memperkuat pemerintah daerah dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran DBH DR untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, pencegahan kebakaran hutan dan l a h a n , d a n m e n d u k u n g p e r c e p a t a n perhutanan sosial.

- P e m e r i n t a h d a e r a h P r o v i n s i d a n K a b u p a t e n / K o t a m e n j e l a n g a d a n ya perubahan kebijakan secara nasional, harus melakukan koordinasi secara intensif dengan pemerintah pusat terkait rencana kegiatan dan anggaran (RKA) DBH DR yang disusun untuk mendukung kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan seperti perhutanan sosial.

adanya perluasan penggunaan DBH DR di Provinsi dan kabupaten/kota melalui PMK 230 tahun 2017, khususnya untuk mendukung pencapaian target kinerja pemerintah daerah dalam melakukan perbaikan tata kelola hutan dan lahan. Pada sisi lainnya, pemerintah pusat perlu merespon secara cepat melalui perubahan PP No. 35 Tahun 2002, atas kendala-kendala yang dihadapi pemerintah kabupaten/Kota dalam menggunakan DBH DR.

Apabila mengacu pada ketentuan penggunaan sisa DBH DR di kabupaten/kota hanya dimandatkan dapat digunakan selama lima tahun ke depan (2018-2022), sehingga berkonsekuensi sisa DBH DR yang mengendap di kabupaten/Kota tidak dapat dilaksanakan secara masksimal, apalagi serapan setiap tahunnya sangat rendah karna terbatas pada kewenangan kehutanan, hal itu, disebabkan adanya trauma masa lalu yang berkonsekuensi hukum dalam pemanfaatan dana reboisasi.

B a h k a n , u n t u k m a m a k s i m a l k a n penggunaan DBH DR kabupaten/kota telah difasilitasi melalui tiga kementrian terkait (kemenkeu, kemendagri dan kemenLHK), s e b a g i a n b e s a r p e m e r i n t a h d a e r a h kabupaten/kota yang memiliki sisa DBH DR merasa belum yakin jika hanya menggunkan pendekatan PMK 230 untuk menyerap anggaran tersebut, bahkan sebagian daerah Kabupaten/kota merelakan sisa DR tersebut ditarik oleh pemerintah pusat daripada adanya konsekuensi hukum nantinya.

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa POC sampah rumah tangga yang diberikan dalam berbagai konsentrasi mampu memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter berat polong

Skripsi berjudul “Pengembangan Alat Peraga Magram Sempunan sebagai Media Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas VII”ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Kuznets tentang ketimpangan pada tahap awal pembangunan. Dalam kurun waktu 11 tahun, tingkat ketimpangan di Provinsi Banten yang tercermin dari perkembangan rasio gini

Persetujuan Laporan Direksi Perseroan mengenai kegiatan dan/atau tata usaha keuangan Perseroan untuk tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2016

Agenda of the Meeting number 4 is the assignment and / or affirmation of the composition of the Company’s Board of Directors and Board of Commissioners including Independent

Hasil penelitian membuktikan bahwa intervensi manajemen klien berpengaruh positif dan signifikan terhadap independensi auditor, tidak ada pengaruh yang signifikan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Kota Medan, dapat disimpulkan bahwa Kemampuan daerah dalam

Penelitian ini melakukan eksperimen dengan maksud untuk mendapakan penunjang keputusan dalam memprediksi nasabah bank yang ingin membeli produk bank yaitu deposito