• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Limbah cair nata de coco

Air kelapa memiliki banyak kegunaan dalam bidang industri

makanan salah satunya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam

pembuatan nata de coco. Akhir-akhir ini pemanfaatan bahan baku air

kelapa untuk argoindustri nata de coco mengalami peningkatan.

Perkembangan jumlah argoindustri nata de coco akan mengakibatkan

semakin besarnya limbah yang dihasilkan dari industri ini (Hakimi dan

Daddy, 2006 : 90).

Proses produksi nata de coco terdiri dari penyaringan, perebusan,

penempatan dalam wadah fermentasi, pendinginan, penambahan starter,

fermentasi (pemeraman) selama 7 hari pada suhu kamar, pemanenan,

pembersihan kulit, dan pemotongan. Potensi limbah cair yang banyak

dihasilkan berupa air bekas pencucian dan perendaman nata, air bekas

pencucian alat serta cairan sisa fermentasi, sedangkan potensi limbah padat

yang dihasilkan dari nata de coco tidak sempurna (reject) yang dibuang,

koran bekas, kulit ari dari pembersihan nata, serta kotoran hasil

penyaringan. Sejauh ini belum ada pengelolaan lingkungan pada industri

kecil tersebut karena belum mempunyai IPAL sehingga limbah langsung

(2)

9

Limbah yang dihasilkan dari industri nata de coco dapat berpotensi

menimbulkan pencemaran lingkungan apabila tidak ditangani dengan

benar seperti timbulnya bau yang dapat mengganggu lingkungan

sekitarnya dan pencemaran air. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32

tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,

maka setiap usaha disamping mendapatkan keuntungan hendaknya juga Gambar 1. Diagram alir pembuatan nata de coco (Ariyanti, dkk., 2014:

(3)

10

menjaga kelestarian lingkungan dengan meminimasi timbulnya limbah

bahkan mengolah limbah hingga menjadi produk yang bernilai (Ariyanti,

dkk., 2014: 45-46)

Limbah perendaman nata de coco bersifat asam karena

mengandung asam asetat dalam konsentrasi tinggi (Pambayun, 2002: 32).

2. Ikan nila (Oreochromis niloticus)

a. Morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus)

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar

yang termasuk dalam famili Cichlidae dan merupakan ikan asal Afrika.

Menurut Saanin (1984: 24), ikan nila (Oreochromis niloticus)

mempunyai klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Osteichtyes Subkelas : Acanthopterygii Ordo : Percomorphi Subordo : Percoidea Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis

(4)

11

Gambar 2. Ikan nila (Oreochromis niloticus) (Saanin, 1968)

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar

yang memiliki bentuk tubuh pipih dan berwarna kehitaman. Spesies

tersebut mempunyai garis vertikal berwarna hijau kebiruan. Pada sirip

ekor terdapat garis melintang yang ujungnya berwarna

kemerah-merahan. Warna tubuh yang dimiliki ikan nila adalah hitam

keabu-abuan pada bagian punggungnya dan semakin terang pada bagian perut

ke bawah.

b. Syarat hidup ikan nila (Oreochormis niloticus)

Ikan nila mendiami berbagai habitat air tawar, termasuk saluran

air yang dangkal, kolam, sungai dan danau (Harrysu, 2012: 2). Ikan nila

mempunyai kemampuan tumbuh secara normal pada kisaran suhu

14-38°C dengan suhu optimum bagi pertumbuhan dan perkembangannya

yaitu 25-30°C. Pertumbuhan ikan nila akan terganggu pada suhu 14⁰C

atau suhu tinggi 38⁰C dan akan mengalami kematian pada suhu 6⁰C

atau 42⁰C. Kandungan oksigen yang baik bagi pertumbuhan ikan nila

(5)

12

dengan pH optimum bagi pertumbuhan nila yaitu antara 7-8 (Amri,

2003: 10).

c. Struktur histologik hepatopankreas ikan nila (Oreochromis

niloticus)

Hepatopankreas merupakan organ terbesar dalam tubuh yang

terletak pada bagian sirip perut dan berwarna merah kecoklatan. Ikan

bertulang sejati biasanya memiliki pankreas yang menyebar disekeliling

hati, bahkan pada ikan berjari-jari sirip keras pankreas dan hati menyatu

menjadi hepatopankreas. Struktur utama hati adalah sel hati atau

hepatosit. Lu (Yuniar, 2009: 14) menyatakan bahwa hepatosit

bertanggung jawab terhadap peran sentral hati dalam metabolisme.

Sel-sel ini terletak diantara sinusoid yang berisi darah dan saluran empedu.

Hati merupakan salah satu organ utama sebagai pertahanan terhadap

invasi bakteri dan agen toksik.

Sel hati berbentuk polyhedral, dengan enam permukaan atau

lebih. Sel hati mempunyai satu/dua buah inti bulat. Sel hati

berkelompok dalam lempeng-lempeng dan saling berhubungan

sedemikian rupa sehingga membentuk bangunan lobulus hati. Diantara

lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang dinamakan sinusoid.

Sinusoid adalah pembuluh darah kapiler yang merupakan percabangan

dari vena porta dan arteri hepatica (Yuniar, 2009: 15).

Anderson (Yuniar, 2009: 14) menyatakan bahwa hati memiliki

(6)

13

atas biotransformasi zat-zat berbahaya menjadi zat-zat yang tidak

berbahaya yang kemudian diekskresi oleh ginjal. Suatu toksikan dalam

hati akan diinaktifkan oleh enzim-enzim di dalam hati, tapi apabila

toksikan di berikan secara terus-menerus, kemungkinan toksikan di

dalam hati akan menjadi jenuh (enzim tidak mampu mendetoksifikasi

toksikan lagi), sehingga terjadi penurunan aktivitas metabolisme dalam

hati. Hal ini akan menyebabkan proses detoksifikasi tidak efektif lagi,

maka senyawa metabolit akan dapat bereaksi dengan unsur sel dan hal

tersebut dapat menyebabkan kematian sel. Fungsi yang lain adalah

pembentukan dan eksresi empedu, metabolisme garam empedu,

metabolisme karbohidrat (Glikogenesis, glikogenolisis,

glukoneogenesis), sintesis protein, metabolisme dan penyimpanan

lemak.

Banyak agen yang dapat menyebabkan kematian sel, salah

satunya adalah mikroba. Mikroba patogen dapat menyebabkan suatu

penyakit dalam tubuh manusia. Salah satu caranya yaitu dengan

merusak sel dan organelnya. Tahap pertama setelah sel diserang olah

agen perusak yaitu melakukan adaptasi terhadap gangguan dari luar

diantaranya dengan melakukan hipertrofi, hiperplasia, atrofi, dan

metaplasia.

1. Hipertrofi adalah peningkatan besar sel yang mengakibatkan

(7)

14

struktur protein dan organel sel, bisa terjadi juga karena stimulus

dari peningkatan hormon tertentu.

2. Hiperplasia adalah proses adaptasi dengan melakukan replikasi sel,

sehingga penambahan jumlah sel membuat organ membesar.

Compensatory hyperplasia adalah kematian jaringan yang terjadi di hati

3. Atropi adalah pengecilan ukuran sel yang disebabkan oleh karena

sel kehilangan substansi sel, sehingga menyebabkan berkurangnya

ukuran organ. Atrofi memungkinkan terjadinya penurunan fungsi

sel, namun bukan merupakan kematian sel. Atropi terjadi akibat

penurunan dari sintesis protein dan peningkatan degenerasi protein

di dalam sel.

4. Metaplasia adalah perubahan reversibel dari fenotip yang

digantikan oleh tipe sel lain yang lebih bisa menghadapi gangguan.

Metaplasia terjadi karena iritasi yang terjadi secara kronis.

Jika respon berlebihan akan terjadi jejas (cedera sel) dan

berlanjut pada kematian sel. Kematian sel bermula dari jejas (cedera)

yang terjadi pada sel. Jejas tersebut dapat kembali normal apabila

keadaan lingkungan mendukung. Namun, ketika lingkungan tetap

buruk, cedera akan semakin parah yang mana sel tidak akan kembali

normal (irreversible) dan selanjutnya akan mati. Kematian sel memiliki

(8)

15

Apoptosis adalah mekanisme kematian sel yang terprogram

yang penting dalam berbagai proses biologi. Berbeda dengan nekrosis,

yang merupakan bentuk kematian sel sebagai akibat sel yang terluka

akut, apoptosis terjadi dalam proses yang diatur sedemikian rupa yang

secara umum memberi keuntungan selama siklus kehidupan suatu

organisme. Contohnya adalah pada diferensiasi jari manusia selama

perkembangan embrio membutuhkan sel-sel di antara jari-jari untuk

apoptosis sehingga jari-jari dapat terpisah.

Perubahan strukur histologik hati ditandai dengan adanya

nekrosis. Mangunsudirdjo et, al., (Setiawan, 2014: 35) menyatakan

bahwa nekrosis adalah perubahan morfologi (kematian) sel hepar.

Nekrosis sel disebabkan oleh dua hal yaitu proses digesti oleh enzim sel

dan denaturasi protein. Tahapan nekrosis berkaitan dengan perubahan

inti. Perubahan itu adalah piknosis, karioreksis dan kariolisis. Piknosis

ditandai dengan inti sel menyusut dan tampak adanya ”awan gelap”.

”Awan gelap” ini dikarenakan kromatin yang memadat. Karioreksis, inti pecah menjadi beberapa bagian, sedangkan pada saat kariolisis inti

menjadi hilang (lisis) sehingga pada pengamatan tampak sebagai sel

yang kosong. Nekrosis hati terjadi bersamaan dengan pecahnya

membran plasma. Nekrosis di zona hepatosit akan menyebabkan

(9)

16

d. Struktur histologik pankreas ikan nila (Oreochromis niloticus)

Pankreas ikan menyatu dalam hepar, hal ini terjadi pada stadia

organogenesis yaitu pada endoderm. Pankreas memiliki dua tipe sel

yaitu sel eksokrin dan sel endokrin, berbentuk kompak atau menyebar

diantara sel hepar. Sel eksokrin mensintesis enzim, sedangkan sel

endokrin mensintesisi hormon (Fujaya, 2004: 124).

Kerusakan pada pankreas ringan terjadi ketika sel asinus

pankreas mulai menyempit dan memiliki bentuk yang tidak beraturan

lagi. Kerusakan sedang ditandai dengan terjadinya pendarahan

(homorrhage). Kerusakan berat ditandai dengan terjadinya nekrosis

pada sel asinus pankreas (Munro dkk., 1983: 2-3). Kerusakan pada

pankreas tersebut tidak dapat diamati jelas menggunakan microskop

karena ukuran sel yang sangat kecil.

3. Kualitas air

Penentuan kualitas air dapat diketahui berdasarkan

parameter-parameter berikut :

a. BOD

Alaerts dan Santika (Muhajir, 2013: 10) menyatakan bahwa

BOD (Biological Oxygen Demand) didefinisikan sebagai banyaknya

oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk memecahkan

bahan-bahan organik yang terdapat didalam air. Pemecahan bahan

organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme

(10)

17 b. COD

COD atau kebutuhan oksigen kimia (Chemical Oxygen

Demand) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam satu liter sampel air, dimana

pengoksidanya adalah K3Cr2O7 atau KMNO4. Angka COD merupakan

ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah

dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan

berkurangnya oksigen terlarut didalam air (Muhajir, 2013: 11)

c. pH

Menurut Erlangga (2007: 52-53) derajat keasaman (pH)

merupakan parameter yang sangat penting dalam kualitas air, karena

pH mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam

air. Ikan dan organisme air lainnya hidup pada selang pH tertentu,

sehingga dengan diketahuinya nilai pH, kita dapat mengetahui apakah

air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan organisme

perairan.

d. Oksigen terlarut (DO)

Oksigen terlarut (DO) menyatakan besarnya konsentrasi

oksigen yang terlarut dalam suatu perairan. Intensitas cahaya dan

keberadaan fitoplankton dan mikroba anaerob dalam perairan dapat

mempengaruhi konsentrasi oksigen terlarut dibadan air tersebut.

Boyd (Yuniar, 2009: 23) menyatakan bahwa pada lingkungan

(11)

18

kandungan oksigen terlarut. Berdasarkan hasil penelitian kualitas air

dan kontaminasi polutan membuktikan bahwa oksigen terlarut

(dissolved oxygen) merupakan parameter paling penting sebagai

penunjang kehidupan organisme akuatik. Oksigen digunakan oleh

organisme akuatik untuk proses respirasi. Ketersediaan oksigen sangat

berpengaruh terhadap metabolilsme dalam tubuh dan untuk

kelangsungan hidup suatu organisme.

e. Amonia

Effendi (Yuniar, 2009: 24) menyatakan bahwa pada perairan,

nitrogen berupa nitrogen anorganik dan nitrogen organik. Nitrogen

anorganik terdiri dari ammonium (NH4+), nitrit (NO2-), dan nitrat

(NO3-). Nitrogen organic berupa protein, asam amino, dan urea.

Amonia (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air.

Sumber amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organic (urea

dan protein) dan nitrogen anorganik di dalam tanah dan air yang

berasal dari dekomposisi bahan organic (tumbuhan dan biota akuatik

yang telah mati) oleh mikroba dan jamur. Konsentrasi amonia

dipengaruhi oleh pH, suhu air, salinitas, konsentrasi oksigen, dan

konsentrasi natrium serta kesadahan.

f. TSS

Menurut Sutrisno dan Suciastuti (Muhajir, 2013: 12-13) TSS

(Total Suspended Solid) adalah resiu padatan total yang tertahan oleh

(12)

19

ukuran partikel koloid. Bagian yang termasuk TSS adalah lumpur,

tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS

memberikan kontribusi untuk kekeruhan (turbidity) dengan membatasi

penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas perairan.

4. Toksisitas

Toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan

mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap

makhluk hidup dan sistem biologik lainnya (Wirasuta, dkk., 2006: 2).

Penelitian toksikologi dalam perairan dapat dilakukan untuk

mengetahui atau mengidentifikasi apakah effluent dan badan air penerima

mengandung senyawa toksik dalam konsentrasi yang menyebabkan

toksisitas akut atau toksisitas kronis. Penelitian ini juga dapat digunakan

untuk menentukan toksisitas suatu senyawa spesifik yang terdapat dalam

effluent. Uji toksisitas ini dapat dilakukan baik di laboratorium ataupun di tempat (on site) dengan ijin dari yang berwenang (EPA, 1992 : 18).

Toksisitas diartikan sebagai kemampuan racun (molekul) untuk

menimbulkan kerusakan apabila masuk ke dalam tubuh dan lokasi organ

yang rentan terhadapnya. Toksisitas dipengaruhi oleh beberapa faktor,

antara lain komposisi dan jenis toksikan, konsentrasi toksikan, durasi dan

frekuensi pemaparan, sifat lingkungan, dan spesies biota penerima.

Toksikan merupakan zat (berdiri sendiri atau dalam campuran zat, limbah,

dan sebagainya) yang dapat menghasilkan efek negatif bagi semua atau

(13)

20

jaringan, sel, biomolekul) dalam bentuk merusak struktur maupun fungsi

biologis.

B. Kerangka Berfikir

Industri yang berkembang pesat saat ini salah satunya adalah industri

pembuatan nata de coco, baik yang bertaraf industri rumah tangga atau skala

besar seperti PT (Perseroan Terbatas). Peningkatan produksi nata de coco

yang sedang berkembang pesat saat ini merupakan langkah yang diambil

masyarakan dalam memanfaatkan limbah air kelapa yang semakin meningkat.

Proses produksi nata de coco terdiri dari penyaringan, perebusan, penempatan

dalam wadah fermentasi, pendinginan, penambahan starter, fermentasi

(pemeraman) selama 7 hari pada suhu kamar, pemanenan, pembersihan kulit,

dan pemotongan. Potensi limbah cair yang banyak dihasilkan berupa air

bekas pencucian dan perendaman nata, air bekas pencucian alat serta cairan

sisa fermentasi, sedangkan potensi limbah padat yang dihasilkan dari nata de

coco tidak sempurna (reject) yang dibuang, koran bekas, kulit ari dari pembersihan nata, serta kotoran hasil penyaringan.

Limbah yang dihasilkan dari industri nata de coco dapat berpotensi

menimbulkan pencemaran lingkungan apabila tidak ditangani dengan benar

seperti timbulnya bau yang dapat mengganggu lingkungan sekitarnya dan

pencemaran air. Pencemaran lingkungan perairan adalah yang sering

ditemukan disekitar industri nata de coco yang masih bertaraf industri rumah

tangga. Pencemaran perairan disebabkan oleh limbah cair nata de coco yang

(14)

21

proses fermentasi dan sisa bahan organik yang masih terkandung seperti

protein, lemak dan karbohidrat. Kandungan asam asetat yang tinggi akan

menurunkan pH perairan sedangkan sisa bahan organik akan berpengaruh

terhadap akumulasi yang berkaitan dengan ketersediaan oksigen dalam

perairan (DO).

Pencemaran perairan dapat diketahui berdasarkan uji fisikokimia yang

meliputi warna, bau, suhu, pH, DO, BOD, COD, kadar amonia, dll. Apabila

berdasarkan uji fisikokimia menunjukkan hasil yang tidak sesuai baku mutu

perairan maka dapat dipastikan lingkungan perairan tersebut mengalami

pencemaran yang akan berdampak pada biota perairan dan sekitar perairan.

Pengaruh suatu limbah terhadap biota perairan dapat diketahui dengan

melakukan uji toksisitas menggunakan ikan, kaitannya dengan kelangsungan

(15)

22

Industri nata de coco

Proses pembuatan

Persiapan bahan

Fermentasi

Asam asetat dan amonia bebas

Pemanenan

Limbah cair

Diolah atau tidak

Perairan

Pencemaran

Uji Fisikokimia

Toksik

Dampak pada biota perairan Ikan

Kelangsungan hidup

Histologik organ Uji Toksisitas

(16)

23 C. Hipotesis Penelitian

1. Limbah cair sisa fermentasi nata de coco bersifat toksik terhadap

kelangsungan hidup ikan nila pada konsentrasi tertentu.

2. Limbah cair sisa fermentasi nata de coco berpengaruh terhadap kerusakan

Gambar

Gambar 2. Ikan nila (Oreochromis niloticus) (Saanin, 1968)

Referensi

Dokumen terkait

 Sistem penjualan dengan cara pelanggan berbelanja langsung di toko membutuhkan pengunjung yang banyak dalam proses penjualan.  Belum tersedianya suatu wadah

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari literatur, penulis dapat menyimpulkan bahwa kemampuan penalaran analogi dalam pembelajaran matematika dapat digunakan untuk

Positioning yang ingin dicapai dari usaha VeeOwnism Arte ini adalah sebagai penyedia barang yang unik untuk dapat diberikan sebagai hadiah dan tidak dimiliki oleh

Dalam buku Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD karangan Agus Setiawan, gording dianalisa sebagai konstruksi dua perletakan sederhana yang menerima momen

Karena ketiga persamaan Simplex Lattice Design yang diperoleh tidak ada yang regresi, maka tidak dapat digunakan untuk menentukan range komposisi optimum humektan dari formula gel

Analisis Dampak Perkembangan Pariwisata Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok

MPD DS menyarankan adanya penguatan dasar hukum terhadap kewenangan dalam memberikan sanksi yang tegas terhadap notaris yang melakukan pelanggaran, setiap bank

Dalam analisis kualitatif senyawa organik dapat diidentifikasi dengan menggunakan spektrofotometer, jika tersedia data yang direkam, dan