• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Cendawan Mikoriza Arbuskula

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Cendawan Mikoriza Arbuskula"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Cendawan Mikoriza Arbuskula

Berdasarkan struktur tubuh dan fungsinya, mikoriza dikelompokkan ke dalam lima tipe, yaitu Ektomikoriza, Arbuskula, Ericaceous, Orchidaceous, dan Ektendomikoriza (Sylvia, 2005). Mikoriza yang digunakan pada penelitian ini termasuk tipe cendawan mikoriza Arbuskula (CMA). Menurut Sylvia (2005), CMA termasuk ke dalam filum Glomeromycota yang diklasifikasikan menjadi dua sub ordo yaitu Glomineae dan Gigasporineae. Sub ordo Glomineae merupakan CMA yang menghasilkan vesikula pada akar tanaman dan membentuk

chlamydospores (dinding tebal, spora aseksual) sedangkan sub ordo

Gigasporineae merupakan CMA yang tidak menghasilkan vesikula dan membentuk sel-sel auxiliary dan azygospores. Ferjani et al. (1999) menyatakan bahwa CMA merupakan organisme dalam tanah yang membentuk hubungan mutualisme dengan akar dari 90 % tanaman di bumi.

Cendawan mikoriza arbuskula merupakan hubungan simbiosis antara tanaman dengan cendawan yang mengkolonisasi jaringan korteks tanaman selama masa aktif pertumbuhan tanaman. Karakteristik hubungan tersebut yaitu adanya perpindahan produksi karbon dari tanaman ke CMA sedangkan tanaman memperoleh unsur hara dari CMA (Sylvia, 2005). Salisbury dan Ross (1992) menyatakan bahwa pada umumnya hanya akar-akar muda yang terinfeksi CMA. Pembentukan rambut akar berjalan lambat atau menjadi terhenti saat infeksi. Hal ini menurunkan permukaan serapan kecuali bila hifa cendawan yang pipih dan meruak dari CMA meningkatkan terobosan ke volume tanah. Hifa tersebut bisa mengganti fungsi serapan dari rambut akar. Jaringan internal hifa antara sel korteks yang berasal dari dalam tanah berfungsi menyerap garam mineral dan air.

Struktur dari CMA dapat berupa hifa, arbuskula, dan vesikula. Hifa berfungsi sebagai penyerap unsur hara (Aiguo et al., 2007). Arbuskula berfungsi dalam proses transfer nutrisi antara sitoplasma CMA dengan tanaman. Vesikula adalah dinding tipis, berisi lipid yang berfungsi sebagai tempat penyimpan cadangan makanan, meskipun demikian vesikula juga dapat berfungsi sebagai propagul reproduksi bagi cendawan (Sylvia, 2005). Berdasarkan morfologinya,

(2)

CMA memiliki struktur miselium yang berkembang di dalam maupun di luar akar. Miselium eksternal ada di dalam tanah dan di permukaan akar serta terdapat spora yang dibentuk di sekitar akar dan beberapa spora berkumpul dalam sebuah sporokarp (Paul dan Clark, 1996).

Proses simbiosis CMA sangat kompleks dan membutuhkan pengenalan, infeksi, dan selanjutnya membentuk kolonisasi internal pada akar. Prosesnya berbeda-beda tergantung dari jenis mikorizanya. Cendawan mikoriza arbuskula mampu berkoloni dengan tanaman melalui jaringan miselia yang utuh, fragmen hifa, atau spora. Eksudat akar dirangsang oleh percabangan hifa dan langsung berkembang. Hifa terhubung dengan akar, melalui appresorium yang dihasilkannya pada saat infeksi. Apabila berhasil, hifa akan memasuki sel epidermis, masuk ke dalam kortek, dan berkembang secara interselular atau intraselular. Pada akhirnya, hifa akan memasuki sel kortikal dan membentuk arbuskula, dimana terjadinya pertukaran unsur hara (Paul, 2007).Penampang akar yang terinfeksi oleh CMA dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Penampang Membujur Akar Terinfeksi CMA (Brundrett et al., 1994) sel korteks hifa intraseluler arbuskula vesikula endodermis rambut akar appressorium hifa eksternal eksodermis epidermis hifa internal

(3)

Peranan Hara Fosfat pada Kedelai

Produksi kedelai yang tinggi dapat diperoleh apabila hara mineral tersedia dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Salah satu unsur hara yang penting bagi pertumbuhan kedelai adalah unsur hara P. Menurut Hardjowigeno (1992), keberadaan P di dalam tanah pada umuumnya dalam bentuk tidak larut sehingga hanya sebagian kecil yang dapat diserap oleh tanaman. Fosfat yang ada dalam tanah sama banyaknya antara yang organik dan anorganik. Tanah yang kering akan mengurangi pengambilan P dan menyebabkan kekurangan P.

Menurut Acquaah (2001) unsur hara P berperan dalam pembelahan sel, merangsang pertumbuhan akar, mempercepat kematangan tanaman, dan sebagai tempat penyimpan energi dan transfer ATP dan ADP. Kekurangan unsur hara tersebut ditunjukkan dengan adanya bagian tanaman yang berwarna keunguan. Ma’shum et al, (2003) menyatakan bahwa tanaman umumnya mengandung 0.5 % fosfat dalam jaringannnya. Fosfat diperlukan tanaman sebagai bahan penyusun asam nukleat, posfolipid, fitin (garam Ca-Mg insitol hexaposfat), ATP dan posfopiridin nukleotida. Tanaman menyerap fosfat dalam bentuk ion ortoP terutama dalam bentuk H2PO4- dan HPO42-. Keberadaan P-organik di dalam tanah tidak selalu memberikan kontribusi terhadap ketersediaan P bagi tanaman. Hal ini disebabkan mineralisasi dan imobilisasi berlangsung secara bersamaan di dalam tanah. Bahan organik akan memberikan kontribusi pada ketersediaan P jika mineralisasi P-organik tidak diikuti dengan imobilisasi, yang berarti dalam proses tersebut mineralisasi lebih dominan daripada imobilisasi.

Pelarutan P oleh perakaran tanaman dan mikroorganisme tergantung pada pH tanah. Tanah yang netral atau basa yang memiliki kandungan kalsium yang tinggi, terjadi pengendapan kalsium P. Mikroorganisme dan perakaran tanaman mampu melarutkan P dan mengubahnya sehingga dengan mudah menjadi tersedia bagi tanaman. Tanah yang masam umumnya miskin akan ion kalsium, sehingga fosfat diendapkan dalam bentuk senyawa besi atau alumunium yang tidak dengan mudah dapat dilarutkan oleh perakaran tanaman atau mikroorganisme tanah. Salah satu cara untuk memperbaiki defisiensi P pada tanaman ialah dengan menginokulasi biji atau tanah dengan mikroorganisme pelarut P bersama-sama dengan pupuk berfosfat (Subba Rao, 1994).

(4)

Peranan Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula

Kebutuhan tanaman kacang-kacangan terhadap serapan hara sangat tinggi sehingga adanya sumber hara yang murah dapat membantu mengurangi biaya produksi. Penyerapan hara bagi tanaman termasuk kedelai tidak harus selalu berasal dari pemupukan saja, melainkan dapat dilakukan dengan menginokulasi tanaman tersebut dengan cendawan seperti CMA. Ma’shum et al. (2003) menyatakan bahwa asosiasi CMA dengan tanaman inang diduga kuat dapat meningkatkan mineralisasi P. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya serapan P oleh tanaman yang berasosiasi dengan CMA. Peningkatan serapan P terjadi, sebagai akibat dari meningkatnya kegiatan enzim fosfatase dan meningkatnya luas permukaan akar yang berarti meningkatnya volume jelajah akar untuk mengabsorbsi P. Aiguo et al. (2007) menambahkan bahwa CMA mampu menyerap nutrisi dalam tanah dan mengefisienkan penggunaan air, sehingga meningkatkan produktivitas yang dihasilkan dari lahan dengan pemupukan yang terbatas.

Banyak penelitian yang melaporkan berbagai keuntungan dari CMA, diantaranya meningkatkan serapan unsur hara yang penting bagi tanaman terutama unsur hara P. Hasil penelitian Trisilawati dan Firman (2004) menunjukkan bahwa inokulasi CMA memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan bibit dua tipe panili, yang ditunjukkan dengan peningkatan tinggi bibit, jumlah daun, diameter batang, indeks luas daun, dan bobot kering biomas. Inokulasi CMA mampu meningkatkan pertumbuhan, serapan P, dan hasil padi gogo varietas IR-64 (Kabirun, 2002). Penggunaan CMA dan bakteri Azospirilum juga terbukti dapat menurunkan dosis pemupukan yang tinggi pada turfgass (Guntoro, 2003).

Inokulasi Gigaspora margarita efektif mengurangi pengaruh buruk akibat cekaman Al melalui peningkatan panjang akar, tinggi tanaman, bobot kering tajuk, jumlah buah panen, panjang buah, bobot per buah dan bobot buah panen pada tanaman cabai (Purnomo et al., 2008). Interaksi antara perlakuan inokulasi CMA dan pupuk P berpengaruh terhadap kadar hara P pada daun dan rendemen rami (Kartika, 2004). Dosis pupuk P rendah (0 dan 5 kg P2O5/ha) yang dikombinasikan dengan inokulasi cendawan mikoriza dapat meningkatkan kadar

(5)

hara P pada daun rami dibandingkan terhadap perlakuan tanpa inokulasi. Cendawan mikoriza arbuskula mampu menyerap P walaupun konsentrasi P di tanah rendah dan CMA aktif pada kondisi hara P rendah. Hal ini dikarenakan eksudat akar lebih banyak diproduksi pada hara P rendah, namun semakin banyaknya hara P dalam tanah akibat perlakuan pupuk P dapat menurunkan aktivitas CMA.

Salisbury dan Ross (1992) menyatakan bahwa manfaat utama CMA adalah kemungkinan meningkatnya serapan ion yang secara normal berdifusi lambat ke akar atau dibutuhkan dalam jumlah besar khususnya P, NH4-, K+, dan NO3-. Menurut Sylvia (2005), CMA juga berfungsi dalam menyerap unsur hara mikro seperti Zn dan Cu. Paul (2007) menambahkan bahwa simbiosis CMA tidak hanya terbatas pada peningkatan status nutrisi tanaman saja, tetapi juga berpengaruh terhadap pembentukan makroagegat tanah, yang membantu memelihara stabilitas tanah selama musim kemarau dan hujan.

Efisiensi dari hifa eksternal dalam memperoleh P dari dalam larutan tanah dengan konsentrasi P yang rendah berhubungan dengan diameter hifa yang lebih kecil (≤ 10 µm) dibandingkan akar atau rambut akar, dimana mengurangi jarak difusi P dan formasi zona penipisan P. Pengurangan zona penipisan P menyediakan penyerapan secara terus menerus selama periode pertumbuhan. Selain itu, penyebaran hifa yang tipis lebih panjang dan masuk ke dalam pori yang lebih kecil dalam tanah dibandingkan akar, meningkatkan serapan unsur hara yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman tanpa mikoriza (Aiguo et al., 2007).

Metode Aplikasi Mikroba pada Kedelai

Fakuara (1988) menyatakan bahwa pemilihan teknik inokulasi mikroba

pada tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut yaitu jenis tanaman yang akan ditanam, produksi anakan yang dihasilkan, kondisi lahan yang

akan ditanami, ketersediaan jenis mikroba yang diperlukan, tingkat teknologi yang dikuasai, ketersediaan fasilitas untuk inokulasi, serta ketersediaan tenaga dan biaya. Berdasarkan faktor tersebut, mikoriza dapat diaplikasikan dengan menggunakan satu atau beberapa teknik sekaligus. Inokulasi mikroba pada tanaman bertujuan untuk pembentukan nodul akar atau pembentukan mikoriza.

(6)

Inokulasi mikroba yang bertujuan untuk pembentukan nodul akar dapat dilakukan melalui metode inokulasi benih dan metode inokulasi tanah. Inokulasi benih terdiri atas dusting inoculation, slurry inoculation, dan seed pelleting.

Dusting inoculation, inokulum dicampurkan dengan benih yang akan ditanam.

Teknik ini kurang efektif karena banyak inokulum yang hilang dari benih saat penanaman. Slurry inoculation, inokulum dicampurkan dengan air sebelum ditanam dan sebagai perekat biasanya ditambahkan arabic gum atau methyl

cellulose. Seed pelleting, biasanya diaplikasikan pada kondisi tanah yang marginal

(tanah masam atau kandungan Ca yang rendah) sehingga akan mempengaruhi proses pembentukan nodul (Fakuara, 1988).

Inokulasi mikroba yang bertujuan untuk pembentukan mikoriza, teknik yang

digunakan tergantung dari jenis mikorizanya. Mikoriza yang termasuk endomikoriza dapat diinokulasi melaui teknik pencampuran spora dengan tanah

dan dengan pembentukan pellet (Fakuara, 1988). Tanah bekas tanaman kedelai yang telah diinokulasi Rhizobium japonicum satu musim yang lalu dapat digunakan sebagai sumber inokulan dan menghasilkan jumlah dan bobot bintil akar terbaik (Suharjo, 2001). Aplikasi CMA selama ini dilakukan dengan memasukkan CMA ke dalam lubang tanam pembibitan (Santoso et al., 2007).

Menurut Copeland dan McDonald (2001), inokulasi mikoriza juga dapat dilakukan melalui perlakuan benih secara hayati (biological seed treatment), yaitu penggunaan cendawan atau bakteri untuk mengendalikan penyakit pada tanah dan benih. Perlakuan benih secara hayati lebih berpotensi untuk melindungi seluruh bagian tanaman selama pertumbuhannya dibandingkan yang hanya selama pada tahapan benih. Perlakuan benih secara hayati pada bakteri seperti rhizobium diaplikasikan dalam seed coating untuk meningkatkan perakaran untuk nodulasi dan fiksasi nitrogen. Aplikasi agen pengendali hayati pada benih berpengaruh terhadap keberhasilan pengendalian, peningkatan jumlah propagul pada benih, aplikasi pengendalian hayati, dan mengontrol mikroba lain dalam proses aplikasi.

Invigorasi benih melalui teknik matriconditioning dengan menggunakan arang sekam yang dikombinasikan dengan inokulan Bradyrhizobium japonicum dan Azospirilium lipoferum dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih kedelai yang lebih baik dibandingkan dengan serbuk gergaji (Ilyas et al., 2003). Hasil

(7)

penelitian Faisal (2005) menunjukkan bahwa kombinasi tersebut juga meningkatkan efisiensi pemupukan nitrogen sebesar 121.2 % atau menghemat pemupukan N sebesar 30.5 kg urea/ha. Inokulasi CMA dengan perlakuan bahan perekat tapioka 5 % (b/v) yang dikombinasikan dengan bahan pelapis gambut:gipsum 50:50 menghasilkan tinggi tanaman 3 MST, jumlah dan bobot kering bintil akar tertinggi pada kedelai (Khodijah, 2009).

Teknik aplikasi CMA pada kedelai yang selama ini biasa dilakukan yaitu melalui inokulasi tanah. Teknik inokulasi tanah dilakukan dengan menaburkan propagul CMA pada lubang tanam sebelum tanam (Hartadi et al., 2000; Purwaningsih et al., 2000; Hutami et al., 2000). Menurut Khodijah (2009), teknik inokulasi tanah tersebut dinilai kurang efisien karena inokulum CMA hanya dapat diaplikasikan pada tanaman yang sudah tumbuh aktif. Teknik aplikasi tersebut juga membutuhkan lebih banyak waktu, tenaga, dan biaya yang lebih tinggi sehingga dibutuhkan alternatif teknik aplikasi CMA lain seperti penggunaan bahan pelapis dan perekat sebagai agens pembawa inokulum spora CMA. Agens pembawa inokulum spora CMA yang biasa digunakan berupa zeolit, jerami dan arang sekam (Nurbaity et al., 2009).

Pelapisan Benih (Seed Coating)

Terdapat dua jenis pelapisan benih yang digunakan secara komersial yaitu

seed coating dan seed pelleting (Copeland dan McDonald, 2001).

Desai et al. (1997) menyatakan bahwa seed pelleting diaplikasikan pada benih untuk memperbaiki kemampuan tumbuh dan penampilannya dengan menambah berat dan merubah bentuk dari benih itu sendiri, sedangkan seed coating bertujuan untuk memperbaiki penampilan benih tanpa mengubah bentuk benihnya. Seed

coating biasanya digunakan untuk mengatasi cekaman lingkungan, seperti

kekeringan atau tergenang. Menurut Copeland dan McDonald (2001) seed coating biasanya bertujuan untuk mengaplikasikan berbagai bahan seperti fungisida, insektisida, hara mikro, dan komponen lain langsung pada benih.

Seed coating pada awalnya menggunakan fungisida untuk melindungi benih

dari cendawan soil borne seperti Pythium, Phytophtora, dan Rhizoctonia yang diaplikasikan pertama kali pada benih serealia dan kemudian diadopsi untuk

(8)

sayuran (Callan, 1975 dalam Bruggink, 2005). Bruggink menyatakan bahwa saat ini, seed coating pada umumnya diaplikasikan dengan penyebaran cairan yang merupakan campuran dari formulasi bahan aktif, bahan pewarna, polimer, dan

filler. Bahan serbuk seperti tepung juga mungkin untuk diaplikasikan. Bahan

pewarna digunakan untuk memperbaiki penampilan benih. Banyaknya bahan aktif yang diaplikasikan pada umumnya pada kisaran gram per kilogram benih.

Benih dapat dilapisi dengan polimer yang dapat mencegah terjadinya imbibisi pada benih yang dibutuhkan pada saat perkecambahan. Bahan polimer tersebut menjadi permeabel terhadap air (Walsh et al., 1998). Menurut Rushing (1988) dalam Copeland dan McDonald (2001), sifat yang ideal dari polimer untuk seed coating adalah sebagai berikut: (1) water-based polymer, 2) memiliki nilai viskositas yang rendah, 3) memiliki konsentrasi yang tinggi pada saat padat, 4) memiliki perbandingan hidrofilik dan hidrofobik yang seimbang, 5) menjadi lapisan yang keras pada saat pengeringan. Sifat ini penting untuk menghasilkan pertumbuhan yang sempurna, membersihkan kotoran pada bahan tambahan, dan menghasilkan perkecambahan yang sempurna pada berbagai kondisi lingkungan.

Gambar

Gambar 1. Penampang Membujur Akar Terinfeksi CMA (Brundrett et al., 1994) sel korteks hifa intraseluler arbuskula vesikula endodermis rambut akar appressorium hifa eksternal eksodermis epidermis hifa internal

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia, didalamnya terkandung pesan moral yang

Menurut hukum tentang jual beli, maka di antara kewajiban dari pihak penjual adalah menanggung bahwa barang obyek jual beli tersebut bebas dari cacat

dengan metode ini pengondisiannya sama dengan pembelajaran yang biasa dilakukan anak yaitu dengan duduk melingkar dan melakukan kegiatan apersepsi pada umumnya dan

Konsep LGBT sebagai bahaya juga dikuatkan dengan narasumber yang “berkuasa” atas diskursus keamanan nasional, yaitu Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu. Demikian pula ketika LGBT

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa flavonoid dapat di isolasi dan di identifikasi dari daun beluntas dengan metode kromatografi lapis

Berdasarkan informasi, fenomena, dan permasalahan yang terjadi penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul, ” Pengaruh Iklan dan Atribut Produk

Puji dan syukur panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, kelimpahan rahmat dan karunia Nya sehingga dapat menyelesaukan tesis tentang “ Pengaruh Kompensasi dan

Kebijakan tentang retribusi pelelangan ikan di PPN Palabuhanratu adalah Peraturan Daerah Provinsi Dati I Jawa Barat No 5/2005 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi