• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREFERENSI PETANI SAYURAN DAN JAGUNG DALAM PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DI WILAYAH BOGOR DAN CIANJUR DAN ANALISIS EKONOMINYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PREFERENSI PETANI SAYURAN DAN JAGUNG DALAM PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DI WILAYAH BOGOR DAN CIANJUR DAN ANALISIS EKONOMINYA"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PREFERENSI PETANI SAYURAN DAN JAGUNG DALAM

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN

DI WILAYAH BOGOR DAN CIANJUR DAN ANALISIS

EKONOMINYA

ANDES HERYANSYAH

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRAK

ANDES HERYANSYAH. Preferensi Petani Sayuran dan Jagung dalam Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman di Wilayah Bogor dan Cianjur dan Analisis Ekonominya. Dibimbing oleh ALI NURMANSYAH.

Tanaman sayuran dan jagung merupakan jenis komoditas tanaman yang sangat penting. Kedua jenis tanaman ini merupakan komoditas yang diperlukan bagi kehidupan manusia sebagai sumber makanan. Kendala pokok dalam usahatani sayuran dan jagung adalah kesulitan memproduksi secara konstan dan berkesinambungan. Fluktuasi produksi disebabkan oleh pengaruh iklim dan organisme pengganggu tanaman (OPT). Serangan OPT (hama dan penyakit) merupakan masalah utama yang sering dialami petani di lahannya. Untuk mengatasi masalah hama dan penyakit tersebut, petani sayuran dan jagung melakukan berbagai cara pengendalian terutama dengan menggunakan bahan-bahan kimia sintetik (pestisida). Penggunaan teknik pengendlian yang ramah lingkungan, seperti pemanfaatan musuh alami dan pestisida botanis, masih jarang digunakan oleh petani. Penelitian ini bertujuan mengetahui praktek-praktek teknik pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani sayuran dan jagung dan menghitung nilai ekonomi dari praktek-praktek yang dilakukan oleh petani tersebut. Penelitian dilaksanakan di wilayah kabupaten dan kotamadya Bogor dan Cianjur yang meliputi Desa Cangkurawok, Desa Kampung Jawa, Desa Ranca Bungur, Desa Gunung Bunder I, Desa Selakopi. Lima wilayah di atas merupakan tempat pengambilan responden untuk komoditas jagung. Untuk komoditas sayuran yang terdiri dari caisin, brokoli, kol, wortel, oyong, pare, bawang daun dan terung, survei dilakukan di Desa Pasir Mulya Megamendung, Cibogo dan Desa Ciloto. Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2008 sampai Desember 2008 dengan jumlah responden 60 orang untuk petani jagung dan 50 orang untuk petani sayuran. Data tentang karakteristik petani, cara pengendalian OPT, jenis-jenis hama dan penyakit serta hubungan antara karakteristik petani dengan teknik pengendalian dianalisis dengan menghitung persentase dan nilai rataan yang kemudian disajikan dalam diagram kue dan batang dengan menggunakan Perangkat Microsoft Excel. Selain itu, untuk data ekonomi yang terdiri atas biaya produksi, penerimaan dan keuntungan dianalisis dengan menggunakan rasio manfaat biaya atau benefit cost ratio (B/C). Sebagian besar petani sayuran dan petani jagung memilih untuk memakai cara konvensional atau menggunakan bahan kimia (pestisida) dalam melakukan tindakan pengendalian OPT di lahannya. Petani yang berusia tua, berusahatani kurang dari 10 tahun, bukan pemilik lahan, luas lahannya besar, dan memiliki pendidikan menengah ke bawah cenderung memilih cara pengendalian dengan hanya menggunakan pestisida. Petani yang berusia lebih tua, berusahatani lebih dari 10 tahun, pemilik lahan, luas lahannya lebih sempit, dan memiliki pendidikan menengah ke atas cenderung memilih mencampur dengan pengendalian yang lebih ramah lingkungan. Secara ekonomi petani yang menggunakan teknik pengendalian kombinasi atau campuran memiliki keuntungan yang lebih baik daripda petani yang menggunakan teknik konvensional (pestisida sintetis).

(3)

PREFERENSI PETANI SAYURAN DAN JAGUNG DALAM

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN

DI WILAYAH BOGOR DAN CIANJUR DAN ANALISIS

EKONOMINYA

ANDES HERYANSYAH

A44104041

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

Judul skripsi : Preferensi Petani Sayuran Dan Jagung Dalam Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Di Wilayah Bogor Dan Cianjur Dan Analisis Ekonominya

Nama : Andes Heryansyah NRP : A44104041

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Ali Nurmansyah, MSi NIP. 19630212 199002 1 001

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 19571222 198203 1 002

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sindang Barang Selakopi, Kecamatan Sindang Barang, Kota Madya Bogor Jawa Barat pada tanggal 29 Desember 1985. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Yusman Sumantry dan Ibu Siti Sobariah.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Loji 2 Kecamatan Sindang Barang Bogor pada tahun 1998, kemudian melanjutkan ke SLTPN 6 Bogor dan tamat pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMUN 5 Bogor dan tamat pada tahun 2004.

Pada tahun 2004 penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor pada Fakultas Pertanian, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada saat kuliah di IPB, penulis aktif sebagai wakil komti kelas, pengurus DPM Tingkat Persiapan Bersama, wakil ketua Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman periode 2006/2007 dan penulis aktif di teater kampus dan mempunyai pengalaman menjadi pemain dan sutradara dalam pementasan teater.

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Preferensi Petani Sayuran dan Jagung terhadap Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman di wilayah Bogor dan Cianjur disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan uraian tentang hasil survei preferensi petani sayuran dan jagung terhadap pengelolaan OPT di kabupaten dan kotamadya Bogor dan kabupaten Cianjur yang dilakukan pada bulan September 2008 sampai dengan Desember 2008.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Ali Nurmansyah, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran dan pengarahan kepada penulis baik pada saat penelitian maupun pada saat penulisan skripsi.

2. Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M,Agr. Sebagai dosen penguji tamu yang telah memberikan saran dan kritiknya kepada penulis.

3. Ayah, Ibu dan adikku tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan baik moril maupun materil

4. Teman-teman semuanya yang telah membantu dan memberikan dukungannya.

Akhir kata semoga hasil penelitian yang dituangkan dalam skripsi ini dapat dimanfaatkan untuk memajukan pertanian.

Bogor, Maret 2010

(7)

DAFTAR ISI

Halaman PENDAHULUAN Latar Belakang………1 Tujuan Penelitian………2 Manfaat Penelitian………..2 TINJAUAN PUSTAKA Sayuran………...3 Ekologi Sayuran………...3 Komoditas Sayuran………...4

Beberapa Jenis Sayuran………. 4

Brokoli………..4 Caisin………... 4 Wortel………...5 Bawang daun……….5 Terung ……….6 Pare………...6 Oyong………6

Hama dan Penyakit Sayuran………...7

Hama………...7

Ulat titik tumbuh………...7

Ulat grayak………7 Ngengat……….7 Kepik……….8 Penyakit………...8 Akar gada………..8 Becak kering……….8 Busuk hitam………..9 Jagung……….9

(8)

Hama dan Penyakit Jagung………...10 Hama……….10 Lalat bibit………10 Ulat pemotong……….10 Belalang kembara………10 Penyakit……….10 Bulai………10 Bercak daun………11 Karat………11 Gosong………11 Busuk tongkol……….12 Penggunaan Pestisida………..12

Pengendalian Hama Terpadu………...13

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu………14

Pengambilan Contoh Petani………..14

Jenis dan Sumber Data………..14

Pengolahan Data………...15

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani………...16

Umur………...16

Pengalaman bertani……….17

Status kepemilikan lahan………17

Luas lahan………...18

Pendidikan………..18

Hama dan Penyakit………...19

Teknik Pengendalian……….21

Hubungan antara Karakteristik Petani dan Teknik Pengendalian………...23

Hubungan antara umur dan teknik pengendalian………...23 Hubungan antara pengalaman bertani dan

(9)

teknik pengendalian………...24

Hubungan antara kepemilikan lahan dan teknik pengendalian………24

Hubungan antara luas lahan dan teknik pengendalian………...25

Hubungan antara pendidikan dan teknik pengendalian………26

Solusi terhadap Permasalahan Petani………27

Analisis Nilai Ekonomi……….29

KESIMPULAN DAN SARAN……….31

DAFTAR PUSTAKA………32

LAMPIRAN………...34

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Gambar 1 Distribusi umur petani sayuran dan jagung………..16

2. Gambar 2 Distribusi pengalaman bertani petani sayuran dan jagung………17

3. Gambar 3 Distribusi status lahan petani sayuran dan jagung………18

4. Gambar 4 Distribusi luas lahan petani sayuran dan jagung………...18

5. Gambar 5 Distribusi pendidikan petani sayuran dan jagung……….19

6. Gambar 6 Serangan hama dan penyakit……….19

7. Gambar 7 Serangan hama Leptoglossus australis...20

8. Gambar 8 Serangan Xanthomonas campestris………...20

9. Gambar 9 Serangan hama Crocidolomia binotalis………20

10.Gambar 10 Alasan pengambilan keputusan………..22

11.Gambar 11 Hubungan antara umur dan teknik pengendalian………...23

12.Gambar 12 Hubungan antara pengalaman bertani dan teknik pengendalian………..24

13.Gambar 13 Hubungan antara status lahan dan teknik pengendalian………..25

14. Gambar 14 Hubungan antara luas lahan dan teknik pengendalian……….26

15.Gambar 15 Hubungan antara pendidikan dan teknik pengendalian……….27

(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman 1. Tabel 1 Analisis nilai ekonomi petani sayuran……….29 2. Tabel 2 Analisis nilai ekonomi petani jagung………...30

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Kuisioner survei pengelolan OPT petani sayuran dan jagung………..35 2. Data usahatani petani sayuran dan jagung………40

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman sayuran dan jagung merupakan jenis komoditas tanaman yang sangat penting. Kedua jenis tanaman ini merupakan komoditas yang diperlukan bagi kehidupan manusia sebagai sumber makanan. Selain bahan makanan, nilai atau kandungan gizi yang terdapat didalamnya yang berupa karbohidrat, vitamin, mineral dan sebagainya sangat diperlukan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan manusia.

Kendala utama dalam usahatani sayuran dan jagung adalah kesulitan memproduksi secara konstan dan berkesinambungan. Produksi kedua komoditas tersebut berfluktuasi dari satu musim tanam ke musim tanam berikutnya. Fluktuasi tersebut disebabkan oleh pengaruh musim dan organisme pengganggu tanaman (OPT). Serangan hama dan penyakit tanaman merupakan salah satu faktor pembatas produksi tanaman yang paling penting. Untuk mengatasi masalah hama dan penyakit tersebut, sebagian besar petani menggunakan pestisida sebagai pilihan utama dalam mengendalikan OPT dan pemakaiannya yang cenderung berlebihan. Penggunaan pestisida yang berlebihan, selain mahal juga dapat menimbulkan banyak dampak negatif seperti timbulnya resistensi hama, resurjensi, munculnya hama sekunder dan bahaya residu pestisida terhadap lingkungan. Sementara itu, di lain pihak, petani dituntut untuk menghasilkan produk yang bebas pestisida.

Untuk menjaga kelangsungan usahatani yang menguntungkan maka diperlukan suatu sistem pengelolaan OPT yang memperhatikan keadaan ekosistem secara keseluruhan. Sistem yang sesuai dengan kriteria tersebut dan sekarang ditetapkan sebagai landasan program perlindungan tanaman di Indonesia adalah pengendalian hama terpadu (PHT). Menurut Rauf (1994), pengendalian hama terpadu menuntut cara bercocok tanam yang tepat dan penggunaan musuh alami sebagai tindakan awal dalam pengelolaaan agroekosistem.

Berdasarkan konsep alam, PHT memandang bahwa untuk mengendalikan serangan hama dan penyakit tidak perlu dengan jalan memusnahkannya tetapi cukup dengan menekan dan mengendalikan laju populasi hama dan penyakit di

(14)

bawah ambang ekonomi. Hal ini berarti serangan hama dan penyakit tersebut tidak merugikan secara ekonomi (Rauf 1992). Pengendalian hama dan penyakit dalam konsep PHT berarti menggunakan seluruh cara yang ramah terhadap lingkungan dalam mengendalikan hama dan penyakit (Oka 1995). Salah satu cara misalnya dengan mengatur pola tanam, jarak tanam, menggunakan varietas tahan, pestisida nabati dan sebagainya.

Sejauh ini informasi mengenai teknik pengendalian alternatif atau sistem pertanian yang ramah terhadap lingkungan masih belum sampai diterima oleh para petani. Hal ini disebabkan masih minimnya pengetahuan tentang hal tersebut dan masih belum ada kejelasan tentang efisiensi dan efektifitasnya dalam mengendalikan OPT

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi petani sayuran dan jagung dalam pengelolaan OPT dan menentukan nilai ekonominya.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkini tentang teknik pengendalian OPT pada tanaman sayuran dan jagung di wilayah Bogor dan Cianjur.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Sayuran Ekologi Sayuran

Tipe tanah, iklim dan ketinggian tempat merupakan salah satu syarat penting untuk penanaman sayuran . Setiap jenis tanaman sayuran mempunyai lingkungan tumbuh yang berbeda-beda, sayuran dapat dijumpai di daerah dingin baik tropik maupun subtropik. Pada umumnya sayuran akan mencapai pertumbuhan optimum pada daerah yang bersuhu dingin (Arifin 1992). Secara geografis, pertumbuhan optimum tersebut akan dicapai pada daerah yang terletak pada 100-150LU dan 100-150 LS. Untuk daerah pertanaman sayuran yang ada diluar kedua daerah tersebut, pertumbuhan optimum sayuran akan dicapai bila daerah tersebut memiliki ketinggian 1000 m di atas permukaan laut (dpl) (Moentono 1996).

Komoditas Sayuran

Sayuran merupakan salah satu bahan makanan penting serta relatif murah dan cukup tersedia di Indonesia. Menurut Novary (1999), berdasarkan kebiasaan tumbuhnya, sayuran dibedakan menjadi sayuran semusim dan sayuran tahunan. Sayuran semusim adalah sayuran yang hidupnya hanya dalam satu musim dan banyak menghasilkan biji, misalnya daun bawang, wortel dan sawi. Sayuran yang bersifat tahunan adalah sayuran yang pertumbuhan dan produktivitasnya tidak terbatas, misalnya kangkung darat. Berdasarkan bentuk yang dikonsumsinya, sayuran dapat dibedakan menjadi sayuran daun, sayuran buah, sayuran bunga, sayuran umbi dan rebung (Novary 1999). Kandungan vitamin dan mineral yang lengkap serta bervariasi dan juga banyak mengandung serat, menyebabkan tanaman ini dapat dijadikan sebagai bahan makanan bergizi yang dapat menunjang kesehatan.

Sayuran merupakan salah satu produk hortikultura, yang terdiri atas berbagai jenis dan dapat dibedakan berdasarkan tempat tumbuh, kebiasaan tunbuh dan bentuk yang dikonsumsi. Berdasarkan tempat tumbuhnya, sayuran dapat dibedakan menjadi sayuran dataran rendah dan sayuran dataran tinggi atau

(16)

sayuran yang dapat tumbuh pada kedua tempat tersebut, sebagai contoh yaitu tomat dan wortel (Rahadi et al. 2001).

Menurut Rahadi et al. (2001), sayuran juga memiliki sifat yang berbeda dengan komoditi yang lain yaitu mudah rusak. Sifat-sifat sayuran antara lain dalah sebagai berikut :

a) Tidak tergantung musim

Pada dasarnya pembudidayaan sayuran dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja, asalkan syarat tumbuhnya terpenuhi.

b) Memiliki resiko tinggi

Umumnya sayuran memiliki sifat mudah busuk sehingga umurnya pendek. Akibat dari sifat itu, tampilan fisik dari produk tersebut menjadi buruk dan akhirnya tidak memiliki nilai jual.

Beberapa Jenis Sayuran

Brokoli (Brassica oleracea). Brokoli adalah tumbuhan yang termasuk dalam famili Brassicaceae (yaitu kubis-kubisan: Cruciferae). Brokoli diklasifikasikan kedalam kelompok kultivar Italica dari spesies Brassica oleracea (Pracaya 2001). Tanaman ini banyak sekali memiiki kepala bunga berwarna hijau yang teratur seperti cabang pohon dengan batang yang tebal yang dapat dimakan. Sebagian besar kepala bunga tersebut dikelilingi dedaunan. Brokoli mirip sekali dengan kembang kol, namun brokoli berwarna hijau sedagkan kembang kol berwarna putih. Brokoli merupakan tanaman yang hidup pada temperatur cuaca yang dingin. Brokoli mengandung vitamin C dan serat makanan dalam jumlah yang banyak (Wahyuni 2007).

Caisin (Brassica campestris). Dikenal oleh petani dengan nama sawi hijau atau sawi bakso. Batangnya panjang, tegap dan daunnya berwarna hijau. Daun-daun tanamannya lebar dan berbentuk pipih, warna tangkai Daun-daun putih atau hijau muda. Caisin adalah sayuran yang sangat digemari oleh orang banyak.

Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah sampai dengan dataran tinggi. Syarat penting untuk tumbuhnya adalah tanah gembur dan subur dengan pH antara 6-7 (Rahadi et al.2001). Waktu tanam yang baik adalah menjelang akhir musim hujan atau awal musim hujan. Selama pertumbuhannya caisin memerlukan

(17)

banyak air, penanamannya dilakukan dengan menebar biji secara merata pada lahan yang telah disiapkan. Pemanenan dapat dilakukan setelah caisin berumur 40-50 hari setelah penanaman (Wisastri 2006).

Wortel (Daucus carota L). Wortel merupakan famili Umbelliferae (Apiaceae) bukan tanaman asli Indonesia, berasal dari negeri yang beriklim sedang (subtropis) yaitu berasal dari Asia timur dan Asia Tengah (Novary 1999). Di Indonesia budidaya wortel pada mulanya hanya terkonsentrasi di wilayah Jawa Barat yaitu Lembang dan Cipanas, namun dalam perkembangannya menyebar luas ke daerah-daerah jawa dan luar jawa (Wisaatri 2006). Bentuk tanamannya berupa rumput dan menyimpan cadangan makanannya dalam bentuk umbi. Memiliki batang pendek, berakar tunggang yang bentuk dan fungsinya berubah menjadi umbi bulat dan memanjang. Umbi berwarna kemerahan, berkulit tipis dan jika dimakan mentah terasa renyah dan manis

Sayuran ini sudah sangat dikenal masyarakat Indonesia dan popular sebagai sumber vitamin A. Selain itu, wortel juga mengandung vitamin B, vitamin C dan sedikit Vitamin G, serta zat-zat yang lain yang bermanfaat bagi kesehatan manusia (Wahyuni 2007).

.Menurut Novary (1999), wortel merupakan tanaman subtropis yang memerlukan suhu dingin, lembab dan cukup cahaya matahari. Di Indonesia kondisi seperti itu biasanya terdapat di daerah dengan ketinggian antara 1200-1500 m dpl. Sekarang wortel sudah banyak ditanam di daerah dengan ketinggian 600 m dpl, dianjurkan untuk menanam wortel pada tanah yang subur, gembur dan kaya akan humus dengan pH antar 5,5-6,5. Tanah yang kurang subur masih dapat ditanami wortel asalkan dilakukan pemupukan yang intensif. Kebanyakan tanah dataran tinggi di Indonesia memilii pH rendah, bila demikian tanah tersebut perlu dikapur dengan menggunakan kapur pertanian (dolomit) (Pracaya 2001).

Bawang daun (Allium fistulosum). Menurut Rahadi et al. (2001), bawang daun termasuk ke dalam famili Alliaceae. Tanaman ini bisa tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Dataran rendah yang terlalu dekat dengan pantai bukanlah lokasi yang tepat karena pertumbuhan bawang daun memerlukan ketinggian sekitar 250-1500 m dpl. Di daerah dataran rendah produksi anakan bawang daun relatif sedikit. Curah hujan yang tepat sekitar 1500-2000 mm/tahun

(18)

dan juga memiliki suhu udara harian 18-25

º

C merupakan kndisi yang tepat unuk menanam bawang daun (Novary 1999).

Terung (Solanum mengolena). Terung termasuk ke dalam famili Solanaceae. Terung merupakan tanaman setahun berjenis perdu yang dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 60-90 cm. Daun tanaman ini lebar dan berbentuk telinga, bunganya berwarna ungu dan merupakan bunga yang sempurna, biasanya terpisah dan terbentuk dalam tandan bunga (Pracaya 2001).

Terung sangat mudah dibudidayakan karena dapat hidup di dataran rendah hingga dataran tinggi sekitar 1200 m dpl. Namun demikian tanah itu harus memiliki cukup banyak kandungan bahan organik dan berdrainase baik. Selain itu pH tanah harus berkisar antara 5-6 agar pertumbuhannya optimal (Novary 1999).

Pare (Momardica charantina). Pare termasuk dalam famli Cucurbitaceae. Terung dapat tumbuh sekitar satu tahun, menjalar atau memanjat serta berbau tidak enak. Tanaman ini dapat tumbuh dimana saja. Daerah dengan ketinggian 1000-1500 m dpl cocok untuk tempat tumbuhnya (Novary 1999). Tanah yang cenderung asam merupakan tanah yang cocok sehingga tak perlu melakukan pengapuran (Pracaya 2001).

Oyong (Luffa acutangula). Oyong adalah tanaman sayuran pasar yang banyak dikenal di bagian wilayah tropika. Bentuk-bentuk yang diusahakan kelihatan semuanya sama. Benih biasanya diperoleh setempat atau dihasilkan dari sendiri. Bunga jantan dihasilkan pada pembungaan yang terpisah dan bunga betina menyendiri pada tangkai. Buahnya memiliki gigir yang menyudut. Tanamanya tegap dan toleran pada tanah yang kurang subur dan dengan kondisi pemeliharaan yang kurang baik (Novary 1999). Di dataran rendah oyong akan mulai berproduksi kira enam minggu dan memberikan hasil yang ekonomis kira-kira 14-16 minggu (Wahyuni 2007).

(19)

Hama dan Penyakit Sayuran

Berdasarkan laporan Arifin (1992) hama dan penyakit utama yang ditemukan pertanaman sayuran di Kecamatan Pacet adalah kutu daun dan embun tepung yang menyerang tanaman wortel, Spodoptera exigua dan Alternaria porri yang menyerang tanaman bawang daun, Phylotreta vittata dan A. brasicae menyerang tanaman caisin. Tingkat serangan hama dan penyakit di atas cukup tinggi. Luas dan intensitas serangan kutu daun pada wortel adalah 23.2% dan 1.9%. Luas serangan dan intensitas serangan embun tepung pada wortel adalah 24.0% dan 7.6%. Luas dan intensitas serangan S. exigua dan A. porri pada bawang daun adalah 35.5% dan 72.8% dan 5.4% dan 13.1%. Luas serangan P.

vittata dan A. brasicae pada caisin masing-masing adalah 8% dan 18.2% serta

intensitas serangannya masing-masing 9.4% dan 0.6% (Arifin 1992).

Hama

Ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis). Hama ini menyerang tanaman keluarga Brassicaceae (Cruciferae) seperti kol, sawi, lobak, dan lainnya. Hama ini menyerang bagian yang terlindung daun hingga mencapai titik tumbuh Jika serangan ini ditambah lagi dengan serangan penyakit, tanaman ini bisa mati karena bagian dalamnya membusuk (Pracaya 2008). Pengendalian dapat dilakukan dengan cara : (1) menggunakan musuh alami (Ordo: Hymenoptera), (2) melakukan penyemprotan dengan menggunakan insektisida, misalnya Ambush atau Phosdrin (Pracaya 2008).

Ulat grayak (Spodoptera litura). Hama ini sering menyerang tanaman bawang daun, bawang merah, jagung, cabai, dan kapri. Gejala yang ditimbulkan oleh hama ini, tanaman yang terserang terlihat ada bercak putih lalu tanaman akan layu. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara : (1) menggunakan musuh alami (Ordo: Diptera), (2) melakukan penyemprotan dengan menggunakan insektisida, dan (3) rotasi tanaman (Pracaya 2008).

Ngengat punggung belian (Plutella xylostella). Hama ini tersebar diseluruh dunia, yaitu di daerah tropis dan subtropis. Hama ini merupakan salah satu hama yang sangat merugikan bagi tanaman keluarga Cruciferae, karena tanaman yang terserang hama ini bisa menimbulkan kerusakan yang sangat berat. Pengendalian

(20)

dapat dilakukan dengan cara : (1) menggunakan musuh alami (Ordo: Odonata), (2) melakukan penyemprotan dengan menggunakan insektisida, (3) rotasi tanaman (4) sanitasi lahan, dan (4) secara mekanis (Pracaya 2008).

Kepik (Leptoglossus australis). Hama ini termasuk kedalam famili Coreidae yang merupakan keluarga besar Heteroptera. Umumnya hama ini memakan tanaman dan dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman. Gejala serangan hama ini disebabkan oleh nimfa dengan cara menusukan bagian mulutnya yang berbentuk seperti tabung ke dalam buah. Tanaman yang terserang hama ini akan ditumbuhi cendawan dan akhirnya membusuk. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara : (1) menggunakan musuh alami dan predator (Famili Reduviidae), (2) melakukan penyemprotan dengan menggunakan insektisida Azodrin, (3) rotasi tanaman (4) sanitasi lahan, dan (4) secara mekanis (Pracaya 2008).

Penyakit

Akar gada (Plasmodiophora brassicae). Cendawan ini menyerang tanaman keluarga Cruciferae seperti kol, sawi, bunga kol, dan brokoli. Cendawan ini menyerang tanaman pada sistem perakaran. Gejala yang timbul yaitu akar-akarnya membesar dan menyatu, seperti gada sehingga sering disebut dengan akar gada atau setiap akar membentk seperti jari kaki. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara : (1) tanah yang asam dijadikan basa, yaitu dengan memberikan kapur tani sehingga pH tanah kurang lebih 7,2 , (2) melakukan penyemprotan pada lahan dengan menggunakan senyawa mercuri klorida, (3) rotasi tanaman (4) sanitasi lahan, dan (4) penanaman varietas yang tahan, dan (5) pembuatan drainase yang baik (Pracaya 2008).

Bercak kering (Alternaria sp). Penyakit ini sering juga diseebut dengan bercak alternaria. Penyakit ini tersebar di seluruh daerah kentang di dunia seperi Amerika, Kanada, Indonesia, dan Selandia Baru. Selain menyerang tanaman kentang, cendawan in juga menyerang tomat, terung, dan cabai. Gejala yang disebabkan oleh cendawan ini daun terlihat ada bercak-bercak tua sampai hitam. Bentuk bulat dengan lingkaran-lingkaran yang konsentris. Dalam keadaan

(21)

tertentu, bercak itu kecil dan bersudut dan dibatasi beberapa tulang daun. Semakin lama bercak ini membesar dan bergabung menjadi satu. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara : (1) melakukan penyemprotan dengan menggunakan senyawa kalsium arsenat, (2) rotasi tanaman (3) sanitasi lahan, dan (4) penanaman varietas yang tahan, dan (5) pembuatan drainase yang baik (Pracaya 2008).

Busuk hitam (Xanthomonas campestris pv.campestris). Penyakit ini terdapat hampir di seluruh pertanaman kubis dan dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar. Gejala yang disebabkan oleh bakteri ini mula-mula di tepi daun terdapat daerah berwarna kuning atau pucat, kemudian meluas kebagian tengah. Pada tingkatan yang lebih parah penyakit ini menyerang bagian batang dan buah, yang akan terlihat membusuk dan seperti ditutupi jelaga berwarna hitam. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara : (1) rotasi tanaman (2) sanitasi lahan, dan (3) penanaman varietas yang tahan, dan (4) pembuatan drainase yang baik (Semangun 1989)

Jagung Botani dan Ekologi Jagung

Tanaman jagung termasuk ke dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum klasifikasi dan sistematika tanaman jagung memiliki Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Moncotyledone, Ordo raminae, Famili Graminaceae dan Genus Zea (Istikomah 2007).

Jagung termasuk ke dalam tanaman berakar serabut. Batang jagung tidak bercabang, berbentuk silinder dan terdiri dari beberapa ruas dan buku ruas. Tinggi batang jagung tergantung varietas dan tempat penanaman, umumnya berkisar antara 60-300 cm. Daun jagung memanjang dan keluar dari buku-buku batang. Jumlah daun terdiri dari 8-48 helaian tergantung varietasnya. Daun terdiri dari tiga bagian yaitu kelopak daun, lidah daun dan helaian daun (Purwono dan Hatono, 2005).

(22)

Hama dan Penyakit Jagung Hama

Lalat bibit (Atherigona exigua Stein). Lalat bibit memiliki ciri-ciri warna lalat abu-abu, warna punggung kuning kehijauan bergaris, warna perut coklat kekuningan, warna telur putih mutiara, dan panjang lalat 3-3,5 mm. Gejala yang disebabkan oleh hama ini berupa daun berubah warna menjadi kekuningan, bagian yang terserang mengalami pembusukan, akhirnya tanaman menjadi layu, pertumbuhan tanaman menjadi kerdil atau mati (Pracaya 2008). Pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara : (1) penanaman serentak dan penerapan pergiliran tanaman, (2) tanaman yang terserang segera dicabut dan dimusnahkan, (3) sanitasi kebun, dan (4) penyemprotan dengan insektisida (Deptan 2003).

Ulat pemotong.. Gejala yang disebabkan oleh hama berupa tanaman terpotong beberapa sentimeter diatas permukaan tanah, ditandai dengan bekas gigitan pada batangnya, akibatnya tanaman yang masih muda roboh gejala tersebut disebabkan oleh beberapa jenis ulat pemotong: Agrotis ipsilon; S. litura. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara : (1) tanaman serentak atau pergiliran tanaman, (2) sanitasi berupa pemusnahan ulat-ulat tersebut (biasanya terdapat di dalam tanah), dan (3) penyemprotan dengan menggunakan insektisida (Deptan 2003).

Belalang kembara (Locusta migratoria). Hama ini berukuran besar dan berwarna cerah. Belalang ini bersifat folifag, dalam jumlah yang sangat besar dapat merugikan kerusakan yang sangat besar juga. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara : (1) secara mekanis, (2) sanitasi kebun, dan (3) penyemprotan dengan insektisida Phosdrin atau Diazinon (Pracaya 2008).

Penyakit

Bulai (downy mildew). Menurut Semangun (1989), penyebab dari penyakit ini adalah cendawan Peronosclerospora maydis dan P. javanica serta P.

philippinensis, merajalela pada suhu udara 27ºC ke atas serta keadaan udara

lembab. Gejala yang ditimbulkan berupa, (1) pada umur 2-3 minggu daun runcing, kecil, kaku, pertumbuhan batang terhambat, warna menguning, sisi bawah daun terdapat lapisan spora cendawan warna putih, (2) pada umur 3-5

(23)

minggu mengalami gangguan pertumbuhan, daun berubah warna dari bagian pangkal daun, tongkol berubah bentuk dan isi, dan (3) pada tanaman dewasa, terdapat garis-garis kecoklatan pada daun tua. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara : (1) penanaman menjelang atau awal musim penghujan, (2) pola tanam dan pola pergiliran tanaman, penanaman varietas tahan, (3) pencabutan tanaman terserang dan musnahkan, dan (4) preventif diawal tanam dengan fungisida (Deptan 2003).

Bercak daun (leaf spot). Menurut Semangun (1989), penyebab dari penyakit ini adalah cendawan Helminthosporium turcicum. Gejala yang ditimbulkan berupa pada daun tampak bercak memanjang dan teratur berwarna kuning dan dikelilingi warna coklat, bercak berkembang dan meluas dari ujung daun hingga ke pangkal daun, semula bercak tampak basah, kemudian berubah warna menjadi coklat kekuning-kuningan, kemudian berubah menjadi coklat tua. Akhirnya seluruh permukaan daun berwarna coklat. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara : (1) pergiliran tanaman, (2) mengatur kondisi lahan tidak lembab, dan (3) prenventif diawal tanam dengan fungisida (Deptan 2003).

Penyakit karat (rust). Menurut Semangun (1989), penyebab dari penyakit ini adalah cendawan Puccinia sorghi Schw dan P. polypora Underw. Gejala yang ditimbulkan pada tanaman dewasa, daun tua terdapat titik-titik noda berwarna merah kecoklatan seperti karat serta terdapat serbuk berwarna kuning kecoklatan, serbuk cendawan ini berkembang dan memanjang. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara : (1) mengatur kelembaban, (2) menanam varietas tahan terhadap penyakit, (3) sanitasi kebun, dan (4) penyemprotan dengan fungisida (Deptan 2003).

Gosong bengkak (corn smut/boil smut). Menurut Semangun (1989), penyebab dari penyakit ini adalah cendawan Ustilago maydis, Ustilago zeae (Schw) Ung, Uredo zeae Schw, Uredo maydis DC. Gejala yang ditimbulkan pada saat masuknya cendawan ini ke dalam biji pada tongkol sehingga terjadi pembengkakan dan mengeluarkan kelenjar (gall), pembengkakan ini menyebabkan pembungkus rusak dan spora tersebar. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara : (1) mengatur kelembaban, (2) memotong bagian tanaman dan dibakar, dan (3) benih yang akan ditanam dicampur Fungisida (Deptan 2003).

(24)

Busuk tongkol dan busuk biji. Menurut Semangun (1989), penyebab dari penyakit ini adalah cendawan Fusarium sp atau Gibberella antara lain G. zeae (Schw), G. fujikuroi (Schw), G moniliforme. Gejala yang ditimbulkan dapat diketahui setelah membuka pembungkus tongkol, biji-biji jagung berwarna merah jambu atau merah kecoklatan kemudian berubah menjadi warna coklat sawo matang. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara : (1) menanam jagung varietas tahan, pergiliran tanam, mengatur jarak tanam, perlakuan benih, dan (2) penyemprotan dengan fungisida di awal tanam (Deptan 2003).

Penggunaan Pestisida

Bidang pertanian merupakan bidang yang paling umum dalam penggunaan pestisida baik untuk pertanian dalam arti sempit yaitu pertanian pangan dan hortikultura yang meliputi tanaman sayuran, tanaman hias dan buah-buahan, maupun pertanian dalam arti luas yang juga meliputi perkebunan, kehutanan, perikanan (Sastrosiswoyo 1995). Bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan pestisida yang berlebihan akan melibatkan semua pihak, diantaranya adalah lingkungan, manusia, hewan liar yang lain, ikan dan lainnya (Djojosumarto et al 1996). Dalam pemilihan produk pestisida, pengguna akan mempertimbangkan banyak faktor. Faktor yang dapat mempengaruhi pengguna sehingga dapat memungkinkan terjadinya pergeseran atau pengalihan produk-produk pestisida yang digunakan adalah jenis tanaman yang dibudidayakan, jenis hama yang menyerang, faktor ekonomi atau harga, jenis pestisida, dan keamanan produk serta undang-undang dan persepsi masyarakat tentang hal tersebut (Oka 1995).

Menurut Kogan (1986), untuk mengaplikasi suatu pestisida agar tepat sasaran dan efektif harus memeperhatikan beberapa hal, diantaranya adalah : (1) memiliki strategi pengendalian, (2) menggunakan pestisida yang tepat, (3) mengetahui habitat hama, dan (4) mengetahui tingkah laku hama.

Cara penggunaan pestisida yang tepat merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan pengendalian hama. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pestisida diantaranya adalah keadaan angin, suhu udara, kelembaban dan curah hujan (Sastrosiswoyo 1995).

(25)

Pegendalian Hama Terpadu

Pengelolaan organisme penggangu tanaman yang kurang bijaksana dapat mempengaruhi kelestarian budidaya tanaman dan keseimbangan lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem pengelolaan OPT yang berwawasan lingkungan. Konsep pengelolaan OPT yang sesuai dengan kriteria tersebut dan telah menjadi landasan program perlindungan tanaman adalah Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Konsep PHT merupakan perpaduan yang serasi dari berbagai macam metode pengendalian yang bertujuan untuk mengelola populasi hama dalam tingkat yang tidak merugikan secara ekonomi (Rauf 1992). Strategi PHT lebih menekankan pada penerapan teknik pengendalian non kimiawi.

Menurut Oka (1995), strategi atau langkah dari beberapa metode pengendalian dapat dilakukan yaitu : (1) penggunaan varietas resisten, (2) pengunaan kultur teknis dengan memanipulasi ekologi melalui pergiliran tanaman, sanitasi selektif, pengelolaan air dan (3) pengunaan musuh-musuh alami berupa predator dan parasit.

Pemerintah telah menerapkan PHT sebagai kebijaksanaan dasar bagi setiap program perlindungan tanaman. Dasar hukum penerapan dan pengembangan PHT di Indonesia adalah Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 1986 tentang penanggulangan hama wereng dan undang-undang Nomor 12 tahun 1992 tentang sistem Budidaya Tanaman (Basyit 1994).

Pengembangan dan penerapan PHT memerlukan tiga komponen utama yaitu teknologi PHT, jalinan informasi dan proses pengambilan keputusan. Teknologi PHT meliputi berbagai teknik yang diterapkan untuk mengelola agrosistem agar sasaran PHT dapat tercapai. Proses pengambilan keputusan pengendalian hama harus dilakukan dengan menggunakan informasi yang cukup lengkap, monitoring dan memperhatikan ambang pengendalian (Arifin 1992). Preferensi petani dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman merupakan bagian penting dalam keberhasilan pengendalian hama dan penyakit secara terpadu.

(26)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Bogor dan Cianjur untuk komoditas sayuran dan di kabupaten dan kota madya Bogor untuk jagung. Penelitian dimulai dari bulan September 2008 sampai Desember 2008. Desa-desa tempat dilakukannya penelitian komoditas sayuran adalah Desa Pasir Mulya Megamendung, Desa Cibogo dan wilayah Kabupaten Cianjur yang meliputi Desa Ciloto. Sementara untuk komoditas jagung, penelitian ini dilakukan di Desa Cangkurawok, Desa Kampung Jawa, Desa Ranca Bungur, Desa Gunung Bunder I, Desa Selakopi.

Pengambilan Contoh Petani

Penentuan wilayah yang disurvei dilakukan berdasarkan keberadaan komoditasnya. Untuk komoditas sayuran yang terdiri atas tanaman caisin, brokoli, kol, wortel, oyong, pare, bawang daun dan terung yang menjadi responden berjumlah 50 orang petani yang tersebar di Desa Ranca Bungur, Desa Cangkurawok, Megamendung, Cibogo dan Ciloto. Petani jagung yang menjadi responden berjumlah 60 orang yang tersebar di wilayah Desa Cangkurawok, Desa Kampung Jawa, Desa Ranca Bungur, Desa Gunung Bunder I, Desa Selakopi. Survei terhadap petani dilakukan secara langsung di lapangan atau di rumah. Pengambilan petani responden sayuran dan jagung dilakukan secara terpilih, didasarkan atas ada atau tidaknya komoditas tesebut di wilayah yang menjadi lokasi responden.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang terdiri atas karakteristik petani, jenis hama dan penyakit, teknik pengendalian OPT dan data hubungan antra karakteristik petani dengan teknik pengendalian serta nilai ekonomi. Data tersebut diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani responden dengan menggunakan panduan kuisioner terstruktur .

(27)

Pengolahan Data

Data karakteristik petani, teknik pengendalian OPT, jenis hama dan penyakit, dan hubungan antara karakteristik petani dengan teknik pengendalian dianalisis dengan menghitung persentase dan nilai rataan yang kemudian disajikan dalam diagram kue dan batang dengan menggunakan Perangkat Microsoft Excel. Selain itu, untuk data ekonomi yang terdiri atas biaya produksi, penerimaan dan keuntungan dianalisis dengan menggunakan analisis nisbah biaya manfaat atau

benefit cost ratio (B/C) dengan menggunakan rumus:

(benefit cost ratio (B/C) = total keuntungan (Rp) / biaya produksi (Rp))

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Petani

Umur

Terlihat bahwa dari total 50 orang responden, 38 % petani sayuran memiliki umur 30-50 tahun, 32 % diantaranya memiliki umur diatas 50 tahun dan 30 % lainnya memiliki umur 20-30 tahun. Dari gambaran ini terlihat bahwa kebanyakan petani sayuran memiliki umur 30-50 tahun dan petani yang berumur 20-30 tahun hanya sedikit karena pada umumnya orang-orang muda lebih memilih pekerjaan lain selain petani. Sedangkan Komposisi umur petani jagung tidak jauh berbeda dengan petani sayuran. Persentase terbesar tetap dimiliki oleh petani yang mempunyai usia 30-50 tahun sebesar 42%, usia lebih dari 50 tahun sebesar 33% dan sisanya sebesar 25% dimiliki oleh petani yang mempunyai usia rata-rata 20-30 tahun. Perbedaan pada petani jagung terlihat jelas perbedaannya, pada usia produktif yaitu 30-50 tahun yang memiliki persentase lebih besar dan pada umur 20-30 tahun memiliki persentase lebih sedikit.

30% 38% 32% 20-30 Th 30-50 Th > 50 Th 25% 42% 33% 20-30 Th 30-50 Th > 50 Th (a) (b) Gambar 1 Distribusi umur petani sayuran (a) dan jagung (b)

(29)

Pengalaman Bertani

Pengalaman bertani petani sayuran terbanyak memiliki rata-rata 1-10 tahun dengan jumlah persentase 46%, dan yang memiliki pengalaman bertani 10-20

tahun sebesar 32% serta yang telah memilki pengalaman bertani di atas 20 tahun yaitu sebesar 22%. Persentase pengalaman bertani yang dimiliki oleh petani

jagung tidak jauh berbeda dengan yang dimiliki oleh petani sayuran. Sebesar 50% responden memiliki pengalaman bertani rata-rata 1-10 tahun, 35% responden memilki pengalaman bertani sebesar 10-20 tahun dan 15 % lebih dari 20 tahun. Secara umum baik petani sayuran maupun jagung sekitar separuh dari mereka memiliki pengalaman bertani kurang dari 10 tahun.

46% 32% 22% 1-10Th 10-20Th > 20 Th 50% 35% 15% 1-10Th 10-20Th > 20 Th (a) (b)

Gambar 2 Distribusi pengalaman bertani petani sayuran (a) dan jagung (b)

Status Kepemilikan Lahan

Status kepemilikan lahan yang digarap oleh para petani sayuran hampir seluruhnya dengan status penyewa lahan sebesar 98% dan 2% sisanya memiliki status sebagai perawat lahan kosong yang dipercayakan oleh pemilik lahan. Sebagian besar petani jagung juga bukan pemilik lahan. Sebanyak 97 % dari mereka adalah penggarap lahan kosong yang tidak di usahakan oleh pemiliknya, dan hanya 3 % yang merupakan pemilik lahan.

(30)

98% 2% 0% Pemilik Penyewa Lainnya 0% 97% 3% Pemilik Penyewa Lainnya (a) (b) Gambar 3 Distribusi status kepemilikan lahan petani sayuran (a) dan jagung (b)

Luas Lahan

Luas lahan yang diusahakan oleh para petani sayuran sebesar 90% responden memiliki luas lahan 5000-10000 m2, sebanyak 4% responden memiliki luas lahan lebih dari 1 ha dan 6 % diantaranya memiliki luas lahan 3000-5000 m2. Hampir seluruh petani jagung memiliki luas lahan 5000-7000 m2 , sekitar 98 % dari mereka yang memiliki luas lahan tersebut dan sebesar 2 % sisanya memiliki luas lahan lebih dari 1 ha.

0% 6% 90% 4% 1000-3000M2 3000-5000M2 5000-10000M2 > 1Ha 0% 0% 98% 2% 1000-3000M2 3000-5000M2 5000-10000M2 > 1Ha (a) (b)

Gambar 4 Distribusi luas lahan petani sayuran (a) dan jagung (b) Pendidikan

Karakteristik pendidikan yang dimiliki oleh petani sayuran memiliki sebaran jenjang pendidikan yang beraneka ragam. Yaitu sebesar 28% responden tidak menamatkan Sekolah Dasar, 26% menamatkan Sekolah Dasar, sebesar 6% hingga jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA), sebesar 4% diantaranya

(31)

melanjutkan hingga Perguruan Tinggi serta sebesar 36% berpendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Lebih dari separuh petani jagung tidak menamatkan pendidikan sekolah dasar, dengan jumlah 60 % , sebesar 17 % SMP dan 23 % SD.

28% 26% 36% 6% 4% Tak Tamat SD SD SMP SMA Perguruan Tinggi 60% 23% 17% 0% 0% Tak Tamat SD SD SMP SMA Perguruan Tinggi (a) (b) Gambar 5 Distribusi pendidikan petani sayuran (a) dan jagung (b)

Hama dan Penyakit

Dari gambar 6 terlihat bahwa serangan penyakit lebih besar daripada serangan hama, lebih dari 50 % petani lahannya terserang penyakit yang disebabkan oleh jamur dan akar gada, sedangkan pada jagung tidak ditemukan penyakit yang menyerang. Hama yang menyerang tidak lebih dari 40 % saja pada petani sayuran maupun jagung.

0 10 20 30 40 50 60 70 Sayur Jagung Spodoptera litura Crocidolomia pavonana Leptoglossus australis Xanthomonas sp Plasmodiophora brasicae L.migratoria(Orth:Acri didae)

Gambar 6 Serangan hama dan penyakit

Pada saat survei dilakukan hampir sebagian besar penyakit yang ditemukan daripada hama. Hal ini dipengaruhi oleh faktor cuaca pada saat survei yaitu akhir

(32)

dari musim kemarau dan awal dari musim hujan bahkan hingga masuk ke musim hujan. Sedangkan pada saat melakukan survei jarang sekali ditemukan populasi ham yang besar hanya dalam jumlah sedikit, tetapi ditemukan beberapa bekas serangan hama yang terlihat pada Gambar 7, yaitu contoh serangan hama pada komoditas pare yang dilakukan oleh hama kepik Leptoglossus australis dan juga ditemukan gejala berupa hitam seperti jamur pada tanaman brokoli yang disebabkan oleh bakteri (Gambar 8).

Gambar 7 Serangan hama Leptoglossus australis (Hemiptera:Coreidae)

Gambar 8 Serangan penyakit busuk hitam (Xanthomonas campestris pv.campestris)

Selain itu juga pada tanaman sayuran ditemukan gejala berupa daun kol yang berlubang-lubang karena bekas gerigitan dari hama Crocidolomia binotalis (Lepidoptera ; Crambidae) (Gambar 9 ).

(33)

Teknik Pengendalian

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap seratus sepuluh orang responden, baik petani sayuran maupun petani jagung didapatkan hasil bahwa preferensi petani terhadap pengendalian OPT adalah 3.6 % (5 orang responden) memakai cara campuran misalnya dengan menggunakan musuh alami, pestisida nabati, atau menggunakan teknik PHT dan 96.4 % (105 orang responden) baik petani sayuran maupun petani jagung menggunakan cara konvensional atau secara keseluruhan menggunakan pestisida sebagai pengendali utama hama dan penyakit yang ada di lapangan. Pada petani sayuran teknik pengendalian terhadap OPT tidak jauh berbeda dengan petani jagung tetapi dari 50 orang petani sayuran 5 diantaranya menggunakan teknik campuran, yaitu dengan menggunakan pestisida botani, musuh alami, tanaman perangkap, dan lainnya. Sisanya memanfaatkan cara kimiawi (pestisida sintetis) untuk mengendalikan hama dan penyakit. Lain halnya yang terjadi pada petani jagung, dari 60 orang responden yang diwawancarai hasil yang didapat adalah bahwa semua petani jagung menggunakan cara konvensional atau menggunakan pestisida dalam mengendalikan hama dan penyakit yang ada di lapangan.

Perbedaan para responden terhadap pengendalian OPT yang di lapangan, tidak terlepas dari karakteristik yang ada pada petani yang sedikit banyak berpengaruh terhadap teknik pengendalian OPT mereka. Karakteristik yang berpengruh diantaranya adalah umur, pengalaman bertani, status kepemilikan lahan, luas lahan yang diusahakan dan pendidikan.

Teknik pengendalian yang dilakukan oleh para petani baik itu petani sayuran maupun petani jagung tidak terlepas dari alasan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh petani tersebut. Alasan tersebut didasarkan pada pemilihan jenis pestisida yang akan dipakai untuk pengendalian, merk dagang pestisida dan tentu saja harga. Penggunaan jenis pestisida setiap petani tentu saja berbeda disesuiakan dengan komoditas yang ditanam tetapi mereka memiliki alasan alasan yang mendasari pemilihan mereka diantaranya adalah : (1) turun temurun, alasan ini merupakan salah satu alasan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh para petani terkait dengan pemilihan jenis pestisida yang didasari atas kebiasaan terdahulu yang dilakukan oleh para petani sebelumnya, jadi petani akan mengikuti

(34)

kebiasaan petani terdahulu dalam menggunakan pestisida, selama komoditas yang ditanam serupa dan hasil yang didapat baik, (2) ikut petani lain, tidak jarang dalam penggunaan suatu pestsida petani mengikuti petani lainnya dalam menggunakan suatu senyawa kimia dalam mengendalikan OPT di lapang. Hal ini biasanya terjadi pada petani yang sifatnya konvensional dalam mengelola OPT, dan (3) lainnya (pengetahuan sendiri), jarang sekali petani yang tahu atau memiliki pengetahuan yang baik dalam penggunaan dan pemilihan pestisida yang tepat dalam pengendalian OPT.

Lebih dari separuh petani mengikuti petani lainnya dalam melakukan teknik pengendalian baik konvensional maupun campuran dan sisanya sebesar 27 % didasarkan atas kebiasaan petani yang sudah turun temurun dalam melakukan teknik pengendalian, sedangkan yang memiliki pengetahuan sendiri tentang teknik pengendalian lebih memilih teknik pengendalian secara campuran yaitu sebesar 40 % (gambar 10). 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Konv Camp P e rs e n ta s e

Turun-temurun Ikut Petani lain Pengetahuan sendiri

(35)

Hubungan Antara Karakteristik Petani dan Teknik Pengendalian

Hubungan Antara Umur dan Teknik Pengendalian

Pada tanaman sayuran petani menggunakan teknik pengendalian konvensional dan campuran. Petani dengan umur 30-50 tahun sebesar 40 % memilih teknik pengendalian konvensional dan sebesar 42 % memilih teknik pengendalian campuran, sedangkan petani dengan umur 20-30 tahun sebesar 27 % memilih teknik konvensional dan sebesar 42 % memilih campuran. Pada petani dengan umur diatas 50 tahun, sebesar 32 % memilih teknik konvensional dan sebesar 19 % memilih campuran.

Petani jagung hanya menggunakan teknik pengendalian konvensional. Petani dengan umur 30-50 tahun sebesar 41 %, umur 20-30 tahun sebesar 27 % dan sengan umur diatas 50 tahun sebesar 32 %.

Data di atas menunjukan bahwa adanya hubungan umur dengan teknik pengendalian, petani sayuran yang memiliki usia lebih dari 50 tahun memilih teknik pengendalian konvensional tetapi petani yang memiliki umur kurang dari umur tersebut memilih teknik campuran. Hal tersebut dikarenakan pada usia itu petani lebih melihat segi praktis, efisiensi waktu dan tenaga karena untuk melakukan alternatif pengendalian campuran dirasa tidak cukup memungkinkan karena faktor usia.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Konv Camp P e rs e n ta s e 20-30 Th 30-50 Th > 50 Th 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Konv P e rs e n ta s e 20-30 Th 30-50 Th > 50 Th (a) (b) Gambar 11 Hubungan antara umur dan teknik pengendalian petani

sayuran (a) dan jagung (b)

(36)

Hubungan Antara Pengalaman Bertani dan Teknik Pengendalian

Pada tanaman sayuran petani menggunakan teknik pengendalian konvensional dan campuran. Petani dengan pengalaman 1-10 tahun sebesar 50 % memilih teknik pengendalian konvensional, sedangkan petani dengan pengalaman 10-20 tahun sebesar 30 % memilih teknik konvensional dan sebesar 80 % memilih campuran. Pada petani dengan pengalaman diatas 20 tahun, sebesar 20 % memilih teknik konvensional dan sebesar 20 % memilih campuran.

Petani jagung hanya menggunakan teknik pengendalian konvensional. Petani dengan pengalaman 1-10 tahun sebesar 50 %, 10-20 tahun sebesar 30 % dan diatas 20 tahun sebesar 20 %.

Data di atas menunjukan bahwa adanya hubungan pengalaman dengan teknik pengendalian, pada petani sayuran yang memiliki pengalaman tidak kurang dari 10 tahun memilih teknik pengendalian konvensional, hal tersebut dikarenakan pengalaman bertani mereka masih tergolong rendah sehingga mengenai teknik pengendalian alternatif yang lain masih belum dapat diaplikasikan.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Konv Camp P e rs e n ta s e 1-10Th 10-20Th > 20 Th 0 10 20 30 40 50 60 Konv P e rs e n ta s e 1-10Th 10-20Th > 20 Th (a) (b) Gambar 12 Hubungan antara pengalaman dan teknik pengendalian petani

sayuran (a) dan jagung (b)

Hubungan Antara Status Kepemilikan Lahan dan Teknik Pengendalian

Pada tanaman sayuran petani menggunakan teknik pengendalian konvensional dan campuran. Petani sebagai pemilik lahan sebesar 60 % memilih teknik pengendalian campuran, sedangkan petani sebagai penyewa lahan sebesar

(37)

98 % memilih teknik konvensional dan sebesar 42 % memilih campuran. Pada petani dengan umur diatas 50 tahun, sebesar 32 % memilih teknik konvensional dan sebesar 40 % memilih campuran. Petani jagung hanya menggunakan teknik pengendalian konvensional. Petani sebagai penggarap lahan yang dipercayakan oleh pemiliknya seluruhnya memilih teknik konvensional.

Data di atas menunjukan bahwa petani sayuran yang memiliki lahan sewaan lebih memilih teknik pengendalian secara konvensional daripada campuran. Hal ini dikarenakan pada lahan sewaan dirasa lebih banyak resiko dan batasan dari segi kepemilikan lahan yang harus dipertimbangkan diantaranya yaitu sewaktu-waktu lahan bisa diambil oleh pemilik sebenarnya, lain halnya dengan lahan milik sendiri yang dapat diupayakan semaksimal mungkin.

0 20 40 60 80 100 120 konv Camp P e rs e n ta s e Pemilik Penyewa Lainnya 0 20 40 60 80 100 120 J Konvensional P e rs e n ta s e Pemilik Penyewa Lainnya (a) (b) Gambar 13 Hubungan antara status lahan dan teknik pengendalian petani sayuran

(a) dan jagung (b)

Hubungan Antara Luas Lahan dan Teknik Pengendalian

Pada tanaman sayuran petani menggunakan teknik pengendalian konvensional dan campuran. Dilihat dari luas lahan, petani dengan luas lahan 1000-3000 m2 sebesar 7 % memilih teknik pengendalian konvensional, sedangkan dengan luas lahan 5000-7000 m2 sebesar 87 % memilih teknik konvensional dan sebesar 40 % memilih campuran. Pada petani dengan luas lahan 5000-10000 m2 ,

(38)

sebesar 6 % memilih teknik konvensional dan sebesar 20 % memilih campuran.Luas lahan 3000-5000 m2 memilih teknik campuran.

Pada tanaman jagung, petani hanya menggunakan teknik pengendalian konvensional. Petani dengan luas lahan 5000-7000 m2 sebesar 90 %, luas lahan 5000-10000 m2 sebesar 8 % dan luas lahan diatas 1 ha sebesar 2 %.

Data diatas menunjukan bahwa adanya hubungan luas lahan dengan teknik pengendalian, petani sayuran yang memiliki luas lahan lebih dari 5000 m2 memilih teknik pengendalian konvensional. Hal tersebut dikarenakan pada luas lahan tersebut lebih efektif dan efisien menggunakan pestisida karena dapat menghemat waktu serta biaya dan juga hasil yang didapat jauh lebih baik.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Konv Camp P e rs e n ta s e 1000-3000M2 3000-5000M2 5000-7000M2 5000-10000M2 > 1Ha 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Konv P e rs e n ta s e 1000-3000M2 3000-5000M2 5000-7000M2 5000-10000M2 > 1Ha (a) (b)

Gambar 14 Hubungan antara luas lahan dan teknik pengendalian petani sayuran (a) dan jagung (b)

Hubungan Antara Pendidikan dan Teknik Pengendalian

Pada tanaman sayuran petani menggunakan teknik pengendalian konvensional dan campuran. Dilihat pendidikannya, petani dengan pendidikan tak tamat SD sebesar 30 %, hanya sampai SD sebesar 28 % memilih teknik pengendalian konvensional dan perguruan tinggi sebesar 40 % memilih teknik pengendalian campuran. Petani dengan pendidikan SMP sebesar 40 % memilih teknik konvensional dan sebesar 20 % memilih campuran. Pada petani yang meiliki pendidikan SMA, sebesar 2 % memilih teknik konvensional dan sebesar 40 % memilih campuran.

(39)

Pada tanaman jagung, petani hanya menggunakan teknik pengendalian konvensional. Petani tak tamat SD sebesar 60 %, SD sebesar 24 % dan SMP sebesar 16 %.

Bagi sebagian mereka pendidikan masih dirasa kurang penting karena ada alasan bahwa tidak perlu sekolah tinggi hanya dengan bisa mencangkul dan tahu cara menanam sayuran sudah dapat menjadi sumber penghidupan, selain itu juga biaya pendidikan yang semakin mahal.

Data di atas menunjukan bahwa adanya hubungan umur dengan teknik pengendalian, petani sayuran yang memilki pendidikan tidak lebih dari SMP memilih teknik pengendalian secara konvensional, hal tersebut dikarenakan pengetahuan temtang pengendalian alternatif yang lain masih sangat kurang dan belum bisa diaplikasikan oleh petani.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Konv Camp P e rs e n ta s e Tak Tamat SD SD SMP SMA Perguruan Tinggi 0 10 20 30 40 50 60 70 Konv P e rs e n ta s e Tak Tamat SD SD SMP SMA Perguruan Tinggi (a) (b) Gambar 15 Hubungan antara pendidikan dan teknik pengendalian petani

sayuran (a) dan jagung (b)

Solusi Terhadap Permasalahan Petani

Penggunaan pestisida oleh petani dalam mengendalikan OPT secara terus-menerus dapat menyebabkan masalah yang besar bagi lingkungan, misalnya bahaya residu dan pencemaran lingkungan. Di sisi lain pemenuhan terhadap keberadaan komoditas sayuran dan jagung pun harus tetap ada, oleh karena itu perlu adanya pemecahan masalah yang sedang dihadapi oleh petani. Salah satu pemecahan terhadap masalah tersebut adalah harus adanya pengendalian alternatif yang lain selain menggunakan pestisida atau pemakaian pestisida dapat ditekan

(40)

seminimal mungkin. Pengendalian alternatif tersebut dapat dengan menggunakan teknik PHT didalamnya, teknik tersebut merupakan upaya dalam mengendalikan OPT di lapang dengan menggunakan dan memanfaatkan apa yang ada di alam.

Berdasarkan hubungan antara teknik pengendalian dengan karakteristik yang dimiliki oleh petani sayuran dan jagung, sebagian besar petani memilih teknik pengendalian konvensional dalam mengendalikan OPT. Sebenarnya kenyataan yang ada di lapang bahwa petani masih belum dapat mengaplikasikan teknik alternatif tersebut terlepas dari karakteristik yang ada pada petani sayuran maupun jagung. Hal tersebut diantaranya disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya : (1) masih minimnya informasi mengenai PHT yang diterima oleh petani, (2) kurangnya tenaga ahli/penyuluh, (3) masih sulitnya penerapan di lapangan, (4) petani masih menganggap bahwa pestisida masih efektif dalam mengendalikan OPT, dan (5) adanya nilai tambah berupa keuntungan yang lebih dan harga jual yang lebih baik masin belum disadari oleh petani. Faktor-faktor di atas merupakan penghambat dalam menerapkan teknik pengendalian alternatif oleh petani.

Permasalahan yang dihadapi oleh petani dapat dilakukan dengan menerapkan beberapa hal, diantaranya : (1) dinas terkait dan pihak yang bertanggung jawab bersama-sama memberikan informasi tentang PHT kepada petani, (2) memperbanyak tenaga penyuluh, (3) menjadikan petani sebagai subjek dalam PHT, sehingga teknik tersenut dapat diaplikasikan dengan baik, (4) memberikan bukti bahwa dengan PHT efektif dalam mengendalikan OPT. Misalnya dengan membuat demplot percobaan yang dipercayakan kepada ketua kelompok tani atau salah seorang yang memiliki pengaruh besarm sehingga apabila berhasil dapat menjadi contoh dan dapat diikuti oleh petani lainnya, dan (5) memfasilitasi petani dalam memasarkan dan mengelola produk yang mereka tanam.

(41)

Analisis Nilai Ekonomi

Analisis nilai ekonomi meliputi modal, hasil penjualan, keuntungan, total produksi,harga jual dan kelayakan usaha. Kelayakan usaha perlu dihitung agar semakin jelas prospek usaha tersebut. Secara sederhana parameter kelayakan usaha yaitu benefit cost ratio (B/C).

Tabel 1 Analisis nilai ekonomi petani sayuran

Keterangan Konvensional Campuran

1.Biaya produksi (Rp/5000 m2) 2813977±243281 3108200±68744 2.Total produksi (Kg/5000 m2) 1711±250 2000±0

3.Harga jual (Rp/Kg) 2478±319 3000±0

4. Total penerimaan (Rp/5000 m2) 4239858±683823 6000000±0 5.Laba (Rp/5000 m2) 1407881±648972 2891800±68744

6.Rasio biaya manfaat 0.50 0.93

Analisis nilai ekonomi teknik pengendalian secara konvensional dengan jumlah 45 orang petani dengan rata biaya produksi sebesar Rp 2831977, rata-rata produksi 1711 kg, harga jual Rp 2478, total penerimaan Rp 4239858, dan laba sebesar Rp 1407881 akan menghasilkan nilai B/C sebesar 0.50. Hasil ini menunjukan bahwa secara konvensional petani akan memperoleh keuntungan sebesar 50 % dari total biaya yang dikeluarkan. Apabila dibandingkan dengan teknik pengendalian campuran total penerimaan lebih rendah sedangkan total produksi tinggi, hal ini dikarenakan harga jual komoditas yang menggunakan teknik pengendalian secara konvensional pada umumnya lebih rendah karena target market yang mereka capai merupakan pasar tradisional yang kebanyakan konsumennya berasal dari kalangan biasa yang kurang memperhatikan segi kesehatan Analisis nilai ekonomi teknik pengendalian secara campuran dengan jumlah 5 orang petani dengan rata biaya produksi sebesar Rp 3108200, rata-rata produksi 2000 kg, harga jual Rp 3000, total penerimaan Rp 6000000, dan laba sebesar Rp 2891800 akan menghasilkan nilai B/C sebesar 0.93. Hasil ini menunjukan bahwa secara campuran petani akan memperoleh keuntungan sebesar 93 % dari total biaya yang dikeluarkan. Apabila dibandingkan dengan teknik

(42)

pengendalian konvensional total penerimaan tinggi sedangkan total produksi rendah, hal ini dikarenakan harga jual komoditas yang menggunakan teknik pengendalian secara campuran pada umumnya lebih tinggi karena target market yang mereka capai merupakan pasar tertentu atau pasar modern yang kebanyakan konsumennya berasal dari kalangan atas (kondisi ekonomi jauh lebih baik) yang sangat memperhatikan segi kesehatan dan kualitas.

Nilai nisbah biaya manfaat atau nilai dari B/C dinilai menguntungkan sebagai parameter usahatani apabila nilai dari perhitungan lebih besar dari suku bunga bank yang berlaku pada waktu itu.

Tabel 2 Analisis nilai ekonomi petani jagung

Keterangan Konvensional 1.Biaya produksi (Rp/5000 m2) 2956066 2.Total produksi (Kg/5000 m2) 2820 3.Harga jual (Rp/Kg) 1500 4. Total penerimaan (Rp/5000 m2) 4230000 5.Laba (Rp/5000 m2) 1273934

6.Rasio biaya manfaat 0.43

Analisis nilai ekonomi pada petani jagung dengan jumlah 60 orang yang menggunakan teknik pengendalian konvensional keseluruhan dengan biaya produksi sebesar Rp 2956066, total produksi 2820 kg, harga jual Rp 1500, total penerimaan Rp 4230000, dan laba sebesar Rp 1273934 akan menghasilkan nilai B/C sebesar 0.43. Hasil ini menunjukan bahwa secara umum petani akan memperoleh keuntungan sebesar 43 % dari total biaya yang dikeluarkan.

(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Sebagian besar para petani baik petani sayuran maupun petani jagung memilih untuk memakai cara konvensional atau menggunakan bahan kimia (pestisida) dalam melakukan tindakan pengendalian OPT di lahannya. Pemilihan cara pengendalian OPT ini diindikasikan berkorelasi dengan usia, pengalaman berusahatani, status kepemilikan lahan, luas lahan, dan jenjang pendidikan.

Secara ekonomi petani yang menggunakan teknik pengendalian kombinasi antara pestisida sintetis dan pestisida botanis atau musuh alami memiliki keuntungan yang lebih baik daripada petani yang menggunkan teknik konvensional (pestisida sintetis). Petani yang menggunakan cara pengendalian campuran ini dapat menjual hasilnya dengan harga yang lebih tinggi.

Untuk mendapatkan hasil yang lebih tajam diperlukan penelitian lanjutan dengan memperbanyak cakupan wilayah dan keragaman jenis komoditi dan cara pengendalian OPT.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin Zaenal. 1992. Penerapan pengendalian hama terpadu petani sayuran di Kecamatan Pacet.[Skripsi].Bogor: Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor.

Basyit Abdul. 1994. Pemahaman dan penerapan konsep pengendalian hama terpadu oleh petani ketimun di Kecamatan Birong Kabupaten Subang.[Skripsi].Bogor: Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Dahriyadi Monang. 1994. Pengetahuan sikap dan tindakan petani dalam PHT

pada tanaman kacang merah di Semarang Kabupaten Garut.[Skripsi].Bogor: Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Desmawati. 1994. Laporan survei pengendalian hama terpadu petani cabai di

Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.[Skripsi].Bogor: Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor.

Departemen Pertanian. 2003. Jagung dalam kumpulan buku tanaman pangan, sayur, buah, tanaman kebun dan tanaman obat.Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian.Bagian Proyek Pemberdayaan Penyuluhan Pusat.

Djojosumarto Panut, R Sukayat dan Marjudin.1996.Penggunaan pestisida yang benar, bijaksana dan aman sesuai dengan prinsip-prinsip pengendalian hama terpadu.BLLP,Lembang.

Istikomah. 2007. Aplikasi herbisida paraquat dalam penyiapan lahan olah tanah konservasi pada budidaya jagung (Zea mays). [Skripsi].Bogor: Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor.

Kogan Marcos. 1986. Ecological Theory and Integrated Pest Management Practice.Newyork:Wiley Interscience.

Moentono MD. 1996. Sumber daya lingkungan tumbuh. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan dan Sayuran.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor.

Novary EW. 1999. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Jakarta:Penebar Swadaya.

Oka Ida Nyoman. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Pracaya. 2001. Bertanam Sayuran Organik. Jakarta: Penebar Swadaya. Pracaya. 2008. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya.

(45)

Purnomo dan Hartono R. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Jakarta:Penebar Swadaya.

Rahadi, FR Palungkun dan Budiarti A. 2001. Agribisnis Tanaman Sayuran. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rauf Aunu. 1992. Strategi PHT penggerek padi putih di jalur pantur. Bogor: Faperta IPB.

Sastrosiswoyo Sudarwohadi.1995.Penggunaan insektisida pada tanaman sayuran berdasarkan konsepsi pengendalian hama terpadu.Komisi Perlindungan Tanaman,Cipanas.

Semangun Haryono. 1989. Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Wahyuni TY. 2007. Analisis cabang usahatani sayuran organik di Mega Surya Organik Kecamatan Megamendung. Kabupaten Bogor. [Skripsi].Bogor:Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor.

Wisastri B. 2006. Peramalan permintaan sayuran di wilayah Pacet Segar, Cianjur. [Skripsi]. Bogor:Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor.

(46)
(47)

Lampiran 1 Kuisioner penelitian

SURVEI PENGELOLAAN

ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) SAYURAN DAN JAGUNG DI WILAYAH BOGOR DAN CILOTO

Kabupaten : Pewawancara : Kecamatan : Tempat : Desa : Tanggal/Waktu : Komoditas : A.Karakteristik Petani : 1. Nama : 2. Umur : 3. Pekerjaan Utama : ( ) petani ( ) pedagang ( ) buruh tani ( ) karyawan

4. Pekerjaaan sampingan :

( ) petani ( ) pedagang

( ) buruh tani ( ) lainnya, sebutkan…………

5. Pendidikan terakhir :

( ) tak tamat SD ( ) SMA

( ) SD ( ) Perguruan tinggi ( ) SMP

6. Pengalaman bertani sayuran/palawija :

(48)

( ) 1-5 tahun ( ) 15-20 tahun ( ) 5-10 tahun ( ) > 20 tahun

7. Pengalaman kursus/pelatihan pertanian: ( ) tidak pernah ikut

( ) pernah ikut, sebutkan materi pelatihan………… Kapan kursus/pelatihan tersebut diselenggarakan ? ……… Oleh siapa ?

………..

II. Lahan

8. Luas lahan yang diuasahakan :……….. 9. Status kepemilikan lahan

( ) pemilik dan penggarap ( ) penyewa

( ) lainnya, sebutkan………..

Jika menyewa, berapa biaya yang dikeluarkan : Rp………. Ket :……….. III. Budidaya sayuran/palawija

10. Varietas komoditas yang ditanam :………. 11. Asal bibit :

( ) membeli dari perusahaan pembibitan ( ) membeli dari petani lain

( ) lainnya, sebutkan……….

Jika membeli, berapa biaya yang dikeluarkan : Jumlah bibit =………..

Harga bibit =Rp……… Total biaya =Rp………

12. Umur tanaman saat ini :……….. minggu/bulan Jumlah tanaman :………..,jarak tanam……m x…….m

(49)

13. Pola tanam

( ) diatas permukaan tanah

( ) lainnya,sebutkan……… 14. Persiapan lahan : Kegiatan :………., HOK =……….. Upah/HOK =Rp……….. 15. Penanaman Komoditas : HOK =………. Upah/HOK =Rp……….. 16. Pemupukan :

Jenis pupuk Intensitas/minggu Waktu pemupukan Dosis (kg) Harga/kg Kandang Urea TSP KCL NPK …………. HOK =…………... Upah / HOK =……… Ket. ……… 17. Pengendalian gulma/penyiangan : Cara pengendalian Frekuensi /minggu Waktu Jenis alat/herbisida Biaya ,,,,,,,,,,,,,,,,, ,,,,,,,,,,,,,,,, HOK =……….. Upah /HOK =Rp. ………. Ket. ……….. IV. Masalah

18. Jenis OPT apa saja yang menyerang tanaman sayuran/palawija 1………

Gambar

Gambar 2  Distribusi pengalaman bertani petani sayuran (a) dan jagung (b)
Gambar 4  Distribusi luas lahan petani sayuran (a) dan jagung (b)  Pendidikan
Gambar 6  Serangan hama dan penyakit
Gambar 9  Gejala serangan hama Crocidolomia binotalis
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan IBA 500 dan 1000 ppm tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan setek panili 1 ruas dan tidak dapat meningkatkan

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis proposal rencana perdamaian Debitor pada proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Richard Burton Simaputang, mengatakan : 2 Akibat hukum lain yang juga amat penting dari pernyataan pailit adalah seperti yang ditegaskan dalam Pasal 41 Undang-Undang

(1) Harapan terhadap terhadap layanan di PGPAUD UNJ adalah kualitas SDM yang menunjang (dosen dan karyawan) sehingga mampu memberikan layanan pendidikan dan administrasi yang

Ma hine Learning Appli ations to Self-Organizing Networks: Cell Sele tion and Coverage and Capa ity Optimization Use Cases... A knowledgments Firstly, I would like to express my sin

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai “Pengaruh Pemanfaatan AutoCad dalam Penyelesaian Tugas Terhadap

Petunjuk Teknis Pelestarian Nilai Kepahlawanan Keperintisan, Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial pada mekanisme Dana Dekonsentrasi Tahun 2017 dimaksudkan untuk menjadi pedoman

hendaknya tetap berbuat baik kepada orang lain sekalipun ia pernah menyakiti kita. Memaafkan merupakan sikap yang mulia yang amat dianjurkan dalam agama Islam. Seberat atau