• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Tingkat Kekritisan Lahan Pada Kawasan Lindung di Sub Das Aek Raisan, DAS Batang Toru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pemetaan Tingkat Kekritisan Lahan Pada Kawasan Lindung di Sub Das Aek Raisan, DAS Batang Toru"

Copied!
395
0
0

Teks penuh

(1)

1

2

3

1

1

Turnitin Originality Report

20._Mei2011Prosiding_Seminar_Nasional_PPLH_revisi_2.pdf

by Anonymous

From Rahmawaty (Penelitian Dosen 2018)

Processed on 31-Jul-2018 4:10 PM WIB

ID: 986524344

Word Count: 227140

Similarity Index

9%

Similarity by Source

Internet Sources:

8%

Publications:

0%

Student Papers:

4%

sources:

4% match (student papers from 11-Jun-2014)

Submitted to iGroup on 2014-06-11

4% match (Internet from 06-Dec-2017)

http://alviprofdr.blogspot.com/2010/11/perizinan-lingkungan-dan-aspek-hukum.html

2% match (Internet from 12-Dec-2016)

http://danauluttawar.blogspot.com/2011/05/mengembalikan-keseimbangan-alami-pada.html

paper text:

Prosiding SEMINAR NASIONAL Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Untuk Pembangunan Berkelanjutan Editor Retno

Widhiastuti Alvi Syahrin Hidayati Delvian Chairuddin 2011 USU Press Art Design, Publishing & Printing

Gedung F, Pusat Sistem Informasi (PSI) Kampus USU Jl. Universitas No. 9 Medan 20155, Indonesia Telp.

061-8213737; Fax 061-8213737 usupress.usu.ac.id © USU Press 2011 Hak cipta dilindungi oleh

undang-undang; dilarang memperbanyak menyalin, merekam sebagian atau seluruh bagian buku ini dalam bahasa

atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit. ISBN 979 458 557 2 Perpustakaan Nasional: Katalog

Dalam Terbitan (KDT)

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

(2)

Menteri Negara Lingkungan Hidup RI atau Yang Mewakili; Plt. Gubernur Sumatera Utara Bapak Rektor

Universitas Sumatera Utara; Bapak Prof. Dr. Emil Salim; Para Pengurus Perhimpunan Cendekiawan

Lingkungan; Para Kepala Badan dan Kantor Lingkungan Hidup Se-Sumatera Utara Para Nara Sumber

Serta Hadirin Sekalian Pertama sekali ucapan syukur kita haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

kita dapat berkumpul dalam sebuah Seminar Nasional Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Untuk Pembangunan Berkelanjutan Dalam Rangka Menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun

2011. Degradasi sumberdaya alam dan lingkungan adalah kontekstual. Maksudnya, pengelolaan

sumberdaya alam dan lingkungan selain perlunya berlandaskan pemahaman tentang aspek biologis dan

teknis, juga perlu mempertimbangkan aspek pengambilan keputusan dalam diri masyarakat sendiri,

lingkungan internal dan eksternal ekonomi yang melandasinya, serta respons terhadap ekspetasi

(perubahan ekonomi) yang diperkirakan akan terjadi. Dalam teorinya, konsep Pembangunan Berkelanjutan

memiliki empat dimensi (bidang), yaitu: lingkungan, sosial, ekonomi, dan kelembagaan. Dimensi lingkungan

bertitik berat pada perlindungan lingkungan, meliputi: konservasi dan penguatan sumberdaya biofisik dan

ekosistem. Demensi ekonomi tertuju pada penyediaan kehidupan yang sehat, produktif, dan harmonis

dengan alam bagi setiap penduduk. Kesejahteraan penduduk harus dimaksimalkan dan kemiskinan harus iii

\ dientaskan melalui penggunaan sumberdaya alam secara optimal dan efisien. Dimensi sosial merujuk

pada tujuan keadilan sosial, meliputi: hubungan antara manusia dan alam, akses pada pelayanan

kesehatan dan pendidikan dasar, keamanan sosial, dan penegakan hak azasi manusia. Dimensi

kelembagaan terkait dengan kebijakan dan pengelolaan. Tatanan pengelolaan lingkungan hidup kini

semakin diperkuat dan dipertegas melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU-PPLH). Dalam hal ini Pemerintah bertugas dan berwenang:

menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal

dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Hadirin Yang Berbahagia Untuk menderivasi uraian diatas, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera

Utara bekerjasama dengan Program Studi Magister dan Doktor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara mengadakan Seminar Nasional

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Untuk Pembangunan Berkelanjutan Dalam Rangka

Menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011 sekaligus Musyawarah Perhimpunan

Cendekiawan Lingkungan mulai tanggal 19 – 20 Mei 2011 di Hotel Madani Medan yang bertujuan untuk: 1.

Meningkatkan pemahaman substansi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menuju

pembangunan berkelanjutan; 2. Meningkatkan kinerja dan kerjasama antar lembaga pendidikan tinggi,

peneliti dan stake holder dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; 3. Memfasilitasi pertukaran

informasi ilmiah dalam bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan Hadirin yang Terhormat,

Sebagai panitia pelaksana, dapat kami sampaikan bahwa Seminar Nasional ini akan berlangsung selama 2

hari dari mulai tanggal 19 – 20 Mei 2011 yang diikuti oleh 175 orang peserta yang berasal dari berbagai

perguruan tinggi negeri maupun swasta, lembaga peneliti dan lembaga usaha (private sector), antara lain

Institut Pertanian Bogor, Universitas Indonesia, Universitas Lampung, Universitas Sriwijaya, Universitas

Malikussaleh, Politeknik Negeri Lhoksemawe, Universitas iv Syah Kuala, Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan

Pante Kulu Banda Aceh, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Bogor, Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Sumatera Utara, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung, dan

perguruan tinggi negeri/swasta yang ada di Sumatera Utara. Seminar Nasional ini juga diisi oleh para Nara

Sumber yang berasal dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI, Perwaku Pusat, Akademisi dan

Aparatur Pemerintah yang berkompeten di bidangnya serta dari Badan Lingkungan Hidup Provinsi

Sumatera Utara sendiri yang terbagi dalam 5 (lima) session (paralel event) dengan topik: 1.

Penegakan/Penaatan Hukum Lingkungan; 2. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim; 3. Pengelolaan

Kualitas Air Permukaan; 4. Teknologi Lingkungan; 5. Pengendalian Pencemaran Lingkungan; Demikian

yang dapat kami sampaikan. Lebih dan kurangnya kami mohon maaf. Akhir kata kami ucapkan selamat

berseminar Sekian dan terima kasih Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Medan, 19 Mei 2011 PANITIA

PELAKSANA. v \ SAMBUTAN GUBERNUR SUMATERA UTARA PADA SEMINAR NASIONAL

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UNTUK PEMBANGUNAN

(3)

2

EMIL SALIM - PARA PENGURUS PERWAKU BAIK PUSAT MAUPUN DAERAH; - PARA KEPALA BADAN

LINGKUNGAN HIDUP SE-SUMATERA ; - PARA NARA SUMBER; - SERTA PARA HADIRIN YANG SAYA

MULIAKAN. ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB, SALAM SEJAHTERAH BAGI KITA SEKALIAN. PARA

UNDANGAN YANG BERBAHAGIA PUJI DAN SYUKUR KITA SAMPAIKAN KEHARIBAAN ALLAH SWT,

ATAS BERKAT RAHMAT DAN INAYAHNYA KITA BISA BERTEMU DI TEMPAT YANG BERBAHAGIA INI

PADA PADA SEMINAR NASIONAL PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM RANGKA MENYAMBUT HARI LINGKUNGAN

HIDUP SEDUNIA TAHUN 2011 YANG DILAKSANAKAN ATAS KERJA SAMA BADAN LINGKUNGAN

HIDUP PROVINSI SUMATERA UTARA DAN PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM

DAN LINGKUNGAN SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SEBAGAIMANA

KITA KETAHUI, KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DALAM TAHUN – TAHUN BELAKANGAN INI TERUS

MENGALAMI DEGRADASI DIMANA PERMASALAHAN DAN KERUSAKAN YANG TERJADI SEMAKIN

MEMPRIHATINKAN. KEPRIHATINAN KITA SEMAKIN DALAM MANAKALA KERUSAKAN LINGKUNGAN

YANG ADA JUSTRU TERJADI DI DEPAN MATA KITA DAN KITA HANYA MENAFIKANNYA. vi

KERUSAKAN PADA SALAH SATU KOMPONEN / MEDIA LINGKUNGAN SECARA OTOMATIS AKAN

MERUSAK JUGA STRUKTUR SEBUAH EKOSISTEM. SELURUH KOMPONEN EKOSISTEM TERSEBUT

TERMASUK MANUSIA DI DALAMNYA JUGA TURUT MERASAKANNYA. BERBAGAI BENCANA

LINGKUNGAN YANG TELAH TERJADI ITU DISEBABKAN OLEH KURANG BERTANGGUNG JAWABNYA

KITA DALAM MENGELOLA SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN UNTUK PEMBANGUNAN. HAK

MASYARAKAT UNTUK MEMPEROLEH LINGKUNGAN YANG SEHAT JUGA SANGAT MAHAL UNTUK

DIPEROLEH. FENOMENA ALAM YANG SANGAT EKSTRIM BANYAK TERJADI, YANG BERDAMPAK

PADA KEGIATAN EKONOMI BAIK NASIONAL MAUPUN DAERAH. KONDISI INI MENGISYARATKAN

AGAR PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DIBERBAGAI BIDANG DILAKUKAN DENGAN LEBIH

TERENCANA DAN TERINTEGRASI SERTA BERJALAN HARMONIS ANTARA KEPENTINGAN

SOSIAL-BUDAYA MASYARAKAT, EKONOMI, MAUPUN EKOLOGI. HARUS MEMPERHATIKAN SALING

KETERGANTUNGAN ANTAR BIDANG MAUPUN ANTAR PIHAK, SERTA MEMBERIKAN KEADILAN BAGI

BERBAGAI KELOMPOK MASYARAKAT SECARA PROPORSIONAL. UNTUK ITU, PEMERINTAH

DIHARAPKAN DAPAT MEMBERIKAN ARAH, KEBIJAKAN, STANDAR- STANDAR, PEDOMAN SERTA

KERANGKA KEBIJAKAN PENUNJANG LAINNYA YANG BERKAITAN DENGAN PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN. HADIRIN SEKALIAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 ADALAH UPAYA SISTEMATIS DAN TERPADU

YANG DILAKUKAN UNTUK MELESTARIKAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP DAN MENCEGAH

TERJADINYA PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP YANG MELIPUTI

PERENCANAAN, PEMANFAATAN, PENGENDALIAN, PEMELIHARAAN, PENGAWASAN DAN

PENEGAKAN HUKUM. UPAYA SISTEMATIS TERSEBUT DILANDASKAN PADA KONSEP

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN, SUATU KONSEP YANG MENDASARI HUKUM LINGKUNGAN

SEBAGAIMANA TERTUANG DALAM UNDANG - UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009. PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN MERUPAKAN KONSEP PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP YANG

DIDEFINISIKAN SEBAGAI

UPAYA SADAR DAN TERENCANA YANG MEMADUKAN ASPEK

LINGKUNGAN HIDUP, SOSIAL DAN EKONOMI KE DALAM STRATEGI

PEMBANGUNAN UNTUK MENJAMIN KEUTUHAN LINGKUNGAN HIDUP

SERTA KESELAMATAN, KEMAMPUAN vii \ KESEJAHTERAAN DAN MUTU

HIDUP GENERASI MASA KINI DAN GENERASI MASA DEPAN.

(4)

2

PERMASALAHAN DI MASYARAKAT, DENGAN UKURAN YANG LEBIH NYATA. UNDANG- UNDANG

DASAR 1945 MENYEBUTKAN BAHWA LINGKUNGAN HIDUP YANG BAIK DAN SEHAT MERUPAKAN

HAK ASASI BAGI SETIAP WARGA NEGARA INDONESIA. ALANGKAH NAIFNYA JIKA KITA SEBAGAI

INSTITUSI YANG DIBERI AMANAH UNTUK MENGAWAL PROSES PERENCANAAN PEMBANGUNAN

TIDAK DAPAT MENGUPAYAKAN TERWUJUDNYA CITA-CITA LUHUR INI. HADIRIN YANG TERHORMAT

PEMERINTAH BERTUGAS DAN BERWENANG: MENETAPKAN KEBIJAKAN MENGENAI TATA CARA

PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL DAN HAK MASYARAKAT

HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

SELANJUTNYA DI DALAM PASAL 63 AYAT (2) HURUF N DINYATAKAN: DALAM PERLINDUNGAN DAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP, PEMERINTAH PROVINSI BERTUGAS DAN BERWENANG

MENETAPKAN KEBIJAKAN MENGENAI TATA CARA PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT

HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL DAN HAK MASYARAKAT TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PADA TINGKAT PROVINSI. KETENTUAN DI DALAM PASAL 63

TERSEBUT PERLU DIJABARKAN LEBIH LANJUT AGAR DAPAT DIIMPLEMENTASIKAN UTAMANYA

OLEH PEMERINTAH DAERAH

UNTUK BERPERAN SERTA DALAM PERLINDUNGAN DAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. HADIRIN YANG BERBAHAGIA SEBAGAI SALAH SATU

WUJUD DARI PERAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DALAM RANGKA PERLINDUNGAN

DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN,

DILAKSANAKANLAH SEMINAR NASIONAL INI. ADAPUN TUJUANNYA ADALAH: viii 4. MENINGKATKAN

PEMAHAMAN SUBSTANSI PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP MENUJU

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN ; 5. MENINGKATKAN KINERJA DAN KERJASAMA ANTAR

LEMBAGA PENDIDIKAN TINGGI, PENELITI DAN STAKE HOLDER DALAM PERLINDUNGAN DAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP; 6. MEMFASILITASI PERTUKARAN INFORMASI ILMIAH DALAM

BIDANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN UNTUK ITU, ATAS NAMA

PROVINSI SUMATERA UTARA, KAMI MEYAMPAIKAN APRESIASI YANG TINGGI KEPADA SEMUA

PIHAK YANG TELAH TURUT SERTA DAN BERPARTISIPASI AKTIF DALAM MENSUKSESKAN SEMINAR

NASIONAL INI. DIHARAPKAN NANTINYA AKAN MENGHASILKAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN POSITIF

DALAM RANGKA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP. HADIRIN SEKALIAN

DEMIKIAN SAMBUTAN SAYA, TERIMA KASIH ATAS PERHATIAN DAN KEPEDULIAN

SAUDARA-SAUDARA, MARI KITA BERSAMA-SAMA SELAMATKAN BUMI KITA WASSALAMU’ALAIKUM WR. WB.

MEDAN, MEI 2011 GUBERNUR SUMATERA UTARA GATOT PUJONUGROHO, ST ix SAMBUTAN

REKTOR UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PADA SEMINAR NASIONAL PERLINDUNGAN DAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM RANGKA

MENYAMBUT HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA TAHUN 2011 KAMIS, 19 MEI 2011 Assalamu’alaikum

Wr. Wb, Salam sejahterah bagi kita sekalian. Yth, Saudara Sekretaris Menteri Lingkungan Hidup Republik

Indonesia Yth. Saudara Gubernur Sumatera Utara Yth, Yth, Bapak Prof. Dr. Emil Salim Yth. Para Kepala

Badan Lingkungan Hidup Se-Sumatera Utara Yth, Para Nara Sumber dan Pemakalah serta Peserta

Seminar Pertama sekali ucapan syukur kita haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena kita dapat

berkumpul dalam sebuah kegiatan ilmiah: “Seminar Nasional Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup Untuk Pembangunan Berkelanjutan Dalam Rangka Menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia

2011”. Hadirin Sekalian Perubahan lingkungan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Perubahan yang

terjadi pada lingkungan hidup manusia menyebabkan adanya gangguan terhadap keseimbangan karena

sebagian dari komponen lingkungan menjadi berkurang fungsinya. Perubahan lingkungan dapat terjadi

karena campur tangan manusia dan dapat pula karena faktor alami. Dampak dari perubahannya belum

tentu sama, namun akhirnya manusia juga yang mesti memikul serta mengatasinya. Oleh karena itu upaya

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup mutlak diperlukan Pengelolaan lingkungan hidup adalah

upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan x penataan,

(5)

Pengelolaan lingkungan hidup diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan,

dan asas manfaat yang bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan

lingkungan dalam rangka pembangunan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup

adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya, ke dalam

proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan

generasi masa depan. Para Undangan Yang Berbahagia Sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah : 1.

tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup; 2.

terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi

dan membina lingkungan hidup; 3. terjaminnya kepentingangenerasi masa kini dan generasi masa depan;

4. tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup; 5. terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara

bijaksana; 6. terlindungnya NKRI terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang

menyebabkan perusakan lingkungan hidup. Kemandirian dan keberdayaan masyarakat merupakan

prasyarat untuk menumbuhkan kemampuan masyarakat sebagai pelaku dalam pengelolaan lingkungan

hidup bersama dengan pemerintah dan pelaku pembangunan yang lain. Meningkatnya kemampuan dan

kepeloporan masyarakat akan meningkatkan efektifitas peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan

hidup. Hadirin Yang Terhormat Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik

dan sehat, hak atas informasi lingkungan hidup yang xi \ berkaitan dengan peran dalam pengelolaan

lingkungan hidup. Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan

hidup. Selain mempunyai hak, setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup

serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Orang yang melakukan

usaha dan/atau kegiatan berkewajban memberikan informasi yang besar dan akurat mengenai pengelolaan

lingkungan hidup. Hadirin Yang Berbahagia Demikian yang dapat kami sampaikan. Lebih dan kurangnya

kami mohon maaf. Kepada seluruh undangan kami ucapkan selamat melaksanakan seminar. Semoga apa

yang kita lakukan hari ini bermanfaat untuk kehidupan esok dan masa yang akan datang. Sekian dan terima

kasih Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Medan, 19 Mei 2011 Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr.

Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM). Sp.A (K) xii DAFTAR ISI Kata Pengantar Laporan Ketua Panitia

Pelaksana Kata Sambutan Plt.Gubernur Sumatera Utara Kata Sambutan Rektor USU iii vi x PEMAKALAH

UTAMA - Pengelolaan Lahan Gambut sebagai Penyangga Ekosistem Dalam Konteks Pembangunan

Berkelanjutan (Prof. Ir. Zulkifli Nasution,M.Sc., Ph.D) 3 - Penegakan Hukum Lingkungan menurut

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Prof. Dr. Alvi

Syahrin, M.Si) 7 - Pemanfaatan dan Teknologi Lingkungan Dalam Mewujudkan Perlindungan dan

(6)

1

3

Nasution) 193 II.11 Kajian Perubahan Iklim Melalui Analisis Karakteristik Curah Hujan Persepuluh Tahunan

(Yeli Sarvina, Kharmila Sari H) 202 II.12 Kajian perubahan Iklim Melalui Analisi Curah Hujan Pada La-Nina

Moderat 1998 dan 2010 (Yeli Sarvina, Kharmila Sari H) 210 II.13 Pemetaan Daerah Rawan kebakaran

Sebagai Uaha Dini dalam Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan (Siti Latifah) 219 II.14 Interaksi

Genotipe dan Tiga Teknik Budidaya di Dua Musim Pada Galur harapan Padi Tipe Baru (Sri Romaito

Dalimunthe, Hajrial Aswidinnoor, Sugiyanta) 227 II.15 Aplikasi prediksi Besaran Soil Subsidence dan Soil

Settlement dalam Penanggulangan Banjir di Daerah Rawa (Siti Yuliawati) 238 II.16 Dampak Perubahan

Iklim Terhadap Ketahanan Pangan Nasional (Surya Abadi Sembiring) 244 xiv KELOMPOK III

(PENGELOLAAN KUALITAS AIR PERMUKAAN) III.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Terpadu serta

Berkelanjutan di Pesisir dan Laut Kabupaten Deli Serdang (Bambang Hendra Siswoyo) 251 III.2 Model

Dicision Support System Pengelolaan Kualitas Air Bersih (Kasus PDAM Tirta Lihou Kab. Simalungun) (Latif

Nasution) 260 III.3 Pemanenan Air Hujan Sebagai Sumber Air Baku (Nana Ginting) 283 III.4 Analisis Intrusi

Air Laut dan Zona Klorida Pada Beberapa Sumur Bor Dalam dan Dangkal di Kawasan Kota Medan dan

Sekitarnya (Said Muzambiq) 296 KELOMPOK IV (TEKNOLOGI LINGKUNGAN) IV.1 Karakteristik Arang

Limbah Padat Kelapa Sawit dengan Ftir dan SEM (Abdul Gani Haji, Ibnu Khaldun, Muhibbuddin) 303 IV.2

Simultaneous Determination of Magnesium (Mg) and Manganese (Mn) in Aqueous Solution by Near Infrared

Spectroscopy as a Novel and Rapid Approach (Alfian Putra, Hesti Meilina, Roumiana Tsenkova) 313 IV.3

Fungsi Manggrove (Rhizopora Sp) dan Rumput laut (sorgassum sp) atau Gracillaria sp Untuk Memperbaiki

Kualitas Air Tambak Udang (Ali Muryati, Meutia Khalidayati) 322 IV.4 Pengunaan Penyimpanan Air Buatan

Terhadap Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst.) (Budi Utomo) 331 IV.5 Infestasi

ekoparasit pada Kerapu Macan (epinephelus fuscoguttatus) ditinjau dari beberapa parameter Kualitas Air

(Dedi Arief Hendri Yanto) 340 IV.6 Seleksi Beberapa Tanaman Inang Parasitoid dan Predator untuk

Pengendalian Hayati Ulat kantong (Metisa plana) di Perkebunan Kelapa Sawit (Dewi Sri Indriati Kusuma)

358 IV.7 Model Pemanfaatan Green Energy daya Implentasi Teknologi Lingkungan (Studi Kasus

Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di Desa Selolimun Kec. Trawas, Kab. Mojokerto (Dwi Prapti

SriMargiasih) 371 IV.8 Pembuatan Arang Aktif Dari Limbah Cangkang Kelapa Sawit dengan Aktivator

H3PO4 (Erlidawati) 384 IV.9 Kerangka Konseptual Analisis Ekoefisiensi (Ester Nababan) 394 xv \ IV.10

Determination of Traces of Cadmium in Aqueous Solution by Near Spectroscopy and chemometries (Hesti

Meilina, Alpian Putra, Roumiana Tsenkova) 405 IV.11 Potensi Pemanfaatan Limbah Pertanian Untuk

Pengembangan Pertanian Ramah Lingkungan (Irma Calista Siagian, Siti Fatimah Batubara, Tristiana

handayani) 412 IV.12 Dampak Kegiatan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Terhadap

Pengendalian Penyakit Layu Fusarium Pada Tanaman pisang barangan (Lita Nasution) 417 IV.13

Penapisan Berbagai Varietas Untuk Mendukung Peningkatan Produksi Kedelai di Lahan Salin (Rini

Rahmawati dan Rosmayati) 433 IV.14 Implimentasi GAP Pada Jeruk Siam Madu Untuk Menghasilkan Buah

Bermutu, Aman Dikonsumsi dan Berwawasan Lingkungan (Palmarun Nainggolan dan Dorkas Parhusip) 443

IV.15 Pemetaan Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Lindung di Sub DAS Aek Raisan, DAS Batang

Toru (Rahmawaty, Riswan dan Basa Erika Limbong) 456 IV.16 Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit

Sebagai Upaya Mewujudkan Produksi Bersih (Retno Widhiastuti) 469 IV.17 Karakteristik dan Potensi

Kompos Sampah Kota sebagai pupuk Organik dalam Upaya Mengurangi Pencemaran lingkungan (Siti

Fatmah Batubara dan Irma CalistaSiagian) 473 IV.18

Aplikasi Tumbuhan Air , Typha latifolia dan Saccharum spontaneum

secara Fitoremediasi pada Pengolahan limbah Tinja

481 (Suhendrayatna, Marwan, RikaAndriani dan Yuliza Fajrianan Elvitriana) IV.19 Pembuatan Bioplastik

Untuk Pengemas Makanan dari KhitosanLimbah Kulit Udang dan Pati Tapioka dengan Minyak Kelapa Sawit

Sebagai Pemblastis (Sulastri, M. Hasan dan Mukhlis) 493 IV.20 Efektifitas Ekstrak Buah Mengkudu

(Morinda catrifolia L) terhadap tingkat Patogenitas bakteri Aeromonas Hydrophilia ikan Mas (cyprinas Carpio

L) (Wirsan) 502 xvi KELOMPOK V (PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN) V

(7)

1

Nadira) 516 V.2 Pengelolaan Ruang Terbuka Hujau(RTH) Menuju Pembangunan Berkelanjutan (Darwin P

Lubis) 531 V.3 Pestisida Pertanian: Antara Kebutuhan Akan Pangan dan Dampak Terhadap Lingkungan

(Hotman Manurung) 539 V.4 Pengelolaan Air Tanah Pada Daerah yang Rentan Pencemaran (Ichwana) 454

V.5 Cassapro Sebagai Alternatif Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Untuk Pembangunan

Berkelanjutan (Indrawaty Sitepu) 558 V.6 Dampak Penambangan Timah Terhadap Sektor Pertanian di

Bangka Belitung (Irma Audiah Fachrista, Siti Fatimah Batubara, Issukindarsyah) 566 V.7 Model Pengelolaan

Sanitasi Lingkungan Pada Daerah Pemukiman Kumuh Berbasis Masyarakat (M Ali Musri.S) 575 V.8

Ketergantungan Pestisida Pada Kegiatan Pertanian dan Problem Lingkungan yang Ditimbulkan (Mulyadi

Nurdin) 582 V.9 Evalusi Kesesuaian lahan mendukung Diseminasi Teknologi Budidaya Jagung

berkelanjutan di Kabupaten Pakpak Bharat (Moral Abadi Girsang, Khadujah El Ramija) 597 V.10 Analisis

Zona Agroekologi Untuk Pembangunan Pertanian Tanaman pangan Berkelanjutan di Sumatra Utara (Moral

Abadi Girsang, Khadujah El Ramija) 606 V.11 Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Kompos

Jerami Padi dalam Meningkatkan Kesuburan Tanah dan Hasil Padi Gogo ditanah Ultisol 620 (Novia

Chairuman) V.12 Evaluasi Penggunaan Peptisida Secara Aman dan Berwawasan Lingkungan pada

Pengelolaan Kebun Jeruk di Kabupaten Karo (Palmarum Nainggolan, Dorkas Parhusip) 631 V.13 Potensi

Pencemaran Danau Laut Tawar Aceh Tengah (Saiful Adhar) 645 xvii \ V.14 Penggunaan Amelioran dalam

Mengurangi Penggunaan Pupuk Kimia Pada Tanaman Jagung untuk Mendukung Kelestarian Lingkungan

(Setiasari Girsang) 653 V.15 Substitusi Pupuk kimia Dengan Pupuk Organik Pada Tanaman Pakcoy untuk

mendukung Kelestarian Lahan Pertanian (Setiasari Girsang) 661 V.16 Keanekaragaman Musuh Alami

Hama Ulat Api Sebagai Pengendalian Ramah Lingkungan diPerkebunan Kelapa Sawit (Siti Mardiana dan

Retno Astuti Kuswardani) 668 V.17 Jenis-Jenis Tanaman Inang Parasitoid dan Predator Untuk Pengendalian

Hayati Ulat Kantong (Metisa plana) di Perkebunan Kelapa Sawit (Suci Rahayu, Retno Widhiastuti, dan Dewi

Sri Indriati Kusuma) 678 V.18 Sepeda Berkendaraan Pilihan Menciptakan Lingkungan yang Sehat dan

Sustainabel (Fadjrir dan Teti Delia Nova) 684 V.19 Kerangka kerja dalam Membuat Keputusan Untuk

Penerapan Konservasi Tanah di Kabupaten Pakpak Bharat (Timbul Marbua dan Moral Abadi Girsang) 697

V.20 Pengendalian Pencemaran Peptisida Pada Tanah Menuju Sistem Pertanian Ramah Lingkungan

(Undang Kurnia dan KhadijahramijaEl Ramija) 706 PEMAKALAH UTAMA - Peran Pemerintah Daerah

Dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menuju Pembangunan Berkelanjutan (Prof. Dr.

Emil Salim) 718 - Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup dalam

Mewujudkan Hutan Penyangga kehidupan (Dana A. Kartakusuma) 722 xviii Makalah Utama ???? 1 2 \

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

THE MANAGEMENT OF HISTOSOLS AS BUFFER ZONE IN SUSTAINABLE DEVELOPMENT Zulkifli

Nasution Faculty of Agriculture Universitas Sumatera Utara Introduction In the periods of 1905 – 1955 the

soil classification were based on soil genetic principles. In 1905, only 26 years after Dokuchaiev introduced

a systematic soil classification, the Soil Research Institute of Bogor was established and therewith soil

investigations started in Indonesia. Already in 1910, Mohr tentatively divided the soil of Java into six genetic

groups and in 1917 he suggested the need for development of general classification and mapping system

for all soils of the former Netherlands East Indies. The result was a classification system, which primarily

based on parent material and mode of weathering. It was adapted and supplemented many times and was

commonly use for several decades, such as the Konsngsberger /Mohr / Neeb system. Even to day, Mohr.

System has still its influence on the soil classification used by the Soil Research Institute, although the

morphological approach was already known among Indonesian soil scientists since 1931. White in 1931,

suggested to classify the soils the country after their properties, rather theoretical genetic processes. He

thus followed the views of America soil scientists at that time, but strong opposition by Mohr prohibited large

scale introduction of this proposal (Soepraptohardjo et al., 1973) Since 1955, the attention for soil

(8)

1

1

classification system of the USDA was already known and first introduction for comparative studies

(Soepraptohardjo , 1973). The FAO-UNESCO system is also well known in Indonesia. Some modification of

this system has been made with regard to Indonesia conditions (SRI staff, 1983). Since 1991 the USDA Soil

Taxonomy System are used in Indonesia based on National Soil Science Society Congress decision in

Medan December 1990. Bruinig et al. (1978) stressed the conversion of one ecosystem to another has

many consequences because numerous interrelationship exist between the original type of vegetative cover,

the scale of land-use 3

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

change, the aim of land user. The impact of change to plantation has two dimensions. They are (i) direct

effects of the operations needed to make the change: tree feeling, logging, land clearance and burning. (ii)

The benefit and losses sustained by replacing the previous ecosystem. The Effects of Mining Dusk

particulate and Irreversible shrinkage The Histosols are soils dominantly composed of organic matter, and

are commonly known as peat or muck. By definition more than half of the upper 80 cm should be organic

soil material. Organic soil material has 18 % or more organic carbon if the mineral fraction is 60 % or more

clay, and 12 % more organic carbon if the mineral fraction contains no clay. The definition and the

classification of Histosols are considered provisional. The effects of Peat mining has done some years ago

at Lintong Nihuta Dolok Sanggul (in this paper as a case study). Dusk particle increased during the

operational process, as a consequent the sites are relatively high in dusk particle. Based on measurements

in 1995, the dusk content before operation was 75.32 µg / m 3 , and during operations were 1.5 g / m 3 . It is

a tremendous increase. In some site, about 2 to 4 m, even 6 m (if the wood to be produced into charcoal) of

peat land surfaces have gradually dropped within 4 years. The local inhabitants turn parts of the plants such

as trunks, branches and stem into charcoal. Generally one meter of wood can be made into 5 bags of

charcoal by open fire, which is sold US$ 1 per bag, which is equivalent to US$ 0.14 per kg. Influence to

paddy rice field. Mining of peat may influence the traditional rice farming systems which depend on the water

supply from the peat area. As a result, there has been a gradually reduced in rice yield production. Based on

the pumping test, the transmissivity of this area is 336.83 m 2 /day, and storage coefficient 9.34 x 10 -1 . The

radius of influence can reach 1,400 m if draw down 6 m (Muzambiq and Nasution, 1988). In addition to this,

some colonies of endemic species namely Pinus mercusii have been destroyed in the process of peat

mining and ± 312 ha of wet rice fields are lacking in water supply. Main Problem in Reclamation The

reclamation of a high land peat is hindered by the same difficulties faced by a low land peat swamp. The

studies proved that the physical properties of these peats, which are generally considered 4

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

(9)

1

1

2

2

slightly interfere with the particular soil conditions in areas with tropical highland peat. More test farm are

needed in this peat region in order to trace the interactions between soil factors, water regime and cropping

system within a defined social-economic framework. Land Management Plans are required of many

agencies today, just as Environmental Impact Statements were required by the National Environmental

Policy Act earlier. These plans must be readable by the public, and agencies are required to solicit public

comment. Land use planning and Land use law are rapidly becoming important specialties within the areas

of natural resources management and the legal profession. REFERENCES Brunig, E.F., Heuveldop, J &

Schneider, T.W. (1978). Dependence of productivity and stability on structure in natural and modified

ecosystems in the tropical rain forest zone: preliminary conclusion from the MBA-pilot project at San Carlos

de Riode Negro for the design of optimal agro-silvicultural and 5

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

silvicultural systems. Jakarta. Proc, 8 th World Forsesty Cong. FFF/7-15. Soepraptohardjo, M. (1973). Soil

survey and mapping for agricultural development in Indonesia. Proc of the 2 nd Asean Soil Conference.

Bogor, Indonesia, p. 121-1 Nasution, Z. (1999). Geological Study and the Impact of Peat Mining to Surface

Water Quality in Lintong Nihuta . Post Graduate Program Universitas Sumatera Utara pp. 42-48. 6

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN KEPIDANAAN

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Alvi

Syahrin

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

berdasarkan Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk

melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan

hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan

hukum.

Upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menjadi

kewajiban bagi negara, pemerintah, dan seluruh pemangku

(10)

2

1

2

2

Pengelolaan lingkungan hidup memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial, dan budaya serta pelu dilakukan

berdasarkan prinsip kehati-hatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan

terhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan, sehingga lingkungan hidup Indonesia harus dilindungi dan

dikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas keadilan.

Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup

perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal

instrumen pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan

lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa

penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap

pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Sehingga

perlu dikembangkan satu sistem hukum perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan

7

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

menyeluruh guna menjamin kepastian hukum sebagai landasan bagi

perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan

pembangunan lain. Mendayagunakan berbagai ketentuan hukum, baik

hukum administrasi, hukum perdata, maupun hukum pidana, diharapkan

selain akan menimbulkan efek jera juga akan meningkatkan kesadaran

seluruh pemangku kepentingan tentang betapa pentingnya perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup demi kehidupan generasi masa kini dan

masa depan.

Hukum pidana memainkan peranan penting dalam upaya penegakan hukum lingkungan, namun demikian

beban yang ditimpakan pada hukum pidana tidak berarti harus melebihi kapasitas yang dimilikinya dan perlu

diperhatikan pembatasan-pembatasan secara in heren terkandung dalam penerapan hukum pidana

tersebut, seperti asas legalitas maupun asas kesalahan. Penegakan hukum pidana dalam UUPPLH

memperkenalkan ancaman hukuman minimum di samping maksimum, perluasan alat bukti, pemidanaan

bagi pelanggaran baku mutu, keterpaduan penegakan hukum pidana, dan pengaturan tindak pidana

korporasi. Teknik perumusan tindak pidana pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup yang luas

dan abstrak,

dapat memberi ruang gerak bagi penegak hukum (hakim) untuk

melakukan inovasi hukum dalam menafsirkan hukum pidana

lingkungan hidup guna merespon perkembangan yang terjadi dalam

masyarakat di bidang lingkungan hidup.

(11)

2

2

2

2

1

2

2

untuk menegakkan hukum dan keadilan dalam melindungi lingkungan

hidup. Selanjutnya, diharapkan juga aparat penegak hukum

(termasuk hakim) untuk memanfaatkan ahli dalam menangani kasus yang ditanganinya.

Teknik perumusan dan tindak pidana pencemaran dan atau perusakan

lingkungan hidup

yang begitu luas dan abstrak,

juga dapat menyulitkan penegak hukum pidana lingkungan, sebab jika

aparat penenegak hukum (termasuk hakim) tidak peka dalam merespon

perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat di bidang lingkungan

hidup, dapat memberi peluang bagi penegak hukum untuk menyelewengkan

hukum untuk kepentingan lain (“kepentingan pribadi”). Selanjutnya, terjadinya

pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan,

kebanyakan dilakukan dalam konteks menjalankan suatu usaha

ekonomi dan sering juga merupakan sikap penguasa maupun

pengusaha yang tidak menjalankan atau melalaikan

kewajiban-kewajibannya dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

8

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Kapan dimintakannya pertanggungjawaban pidana kepada badan

usaha itu sendiri, atau kepada pengurus badan usaha atau kepada

pengurus beserta badan usaha, ini menjadi permasalahan dalam praktek,

karena dalam kasus lingkungan hidup. ada kesulitan untuk membuktikan

hubungan kausal antara kesalahan di dalam struktur usaha dan prilaku/

perbuatan yang secara konkrit telah dilakukan.

I.

Ketentuan mengenai penyidikan dan pembuktian diatur dalam Bab XIV

UUPPLH pada Pasal 94 UUPPLH sampai Pasal 96 UUPPLH.

(12)

1

2

lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup diberi wewenang sebagai penyidik. Penyidik

Pegawai Negeri Sipil yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diberi wewenang sebagai

penyidik, sering disebut dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan

Hidup atau PPNS-LH. Pasal 94 ayat (1) UUPPLH: Selain penyidik pejabat

polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu di

lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya

di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diberi wewenang

sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana untuk

melakukan penyidikan tindak pidana lingkungan hidup. Penyidikan

merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan pejabat penyidik sesuai

dengan cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta

mengumpulkan bukti, dan dengan bukti tadi membuat atau menjadi terang

tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya atau

pelaku tindak pidananya. Dengan demikian, titik berat (tekanan) yang

diletakkan pada tindakan Penyidikan yaitu “mencari serta mengumpulkan bukti”

supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang, serta agar

dapat menemukan dan menentukan pelakunya. Wewenang PPNS-LH

berdasarkan Pasal 94 ayat (2) UUPPLH, yaitu: a. melakukan pemeriksaan

atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di

bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

9

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

b. melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang diduga

melakukan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang

berkenaan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup; d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan,

catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang

(13)

1

2

rekaman audio visual; j. melakukan penggeledahan terhadap badan,

pakaian, ruangan, dan/atau tempat lain yang diduga merupakan tempat

dilakukannya tindak pidana; dan/atau k. menangkap dan menahan pelaku

tindak pidana. Kewenangan PPNS-LH dalam menangkap dan menahan

pelaku tindak pidana lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 94 ayat (2)

huruf “k” UUPPLH, merupakan kewenangan yang lebih dibandingkan dengan

kewenangan PPNS-LH berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997

tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), maupun wewenang PPNS

yang diatur dalam KUHAP. UUPLH maupun KUHAP, tidak memberi

kewenangan bagi PPNS untuk melakukan penangkapan dan penahanan,

karena berdasarkan KUHAP hal tersebut merupakan kewenangan Polri.

Berdasarkan ketentuan Pasal 94 ayat (3) UUPPLH, PPNS-LH dalam

melakukan penangkapan dan penahanan, ia (PPNS-LH) berkoordinasi

dengan penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia. Hal ini dapat

dimaklumi, oleh karena PPNS-LH tidak memiliki sarana dan prasarana yang

lebih memadai dibandingkan Polri dalam hal melaksanakan wewenang

penangkapan dan penahanan. Adanya kewenangan PPNS-LH dalam

menangkap dan menahan, maka PPNS-LH dapat mengeluarkan surat

perintah penangkapan dan

10

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

(14)

2

1

2

cukup yaitu bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai

Pasal 1 ayat (14) KUHAP. 1 Dengan demikian, Ketentuan Pasal 17 KUHAP

mengatur bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan

sewenang-wenang, akan tetapi hanya dapat dilakukan terhadap mereka yang

betul-betul telah melakukan tindak pidana. Bukti permulaan yang cukup,

harus diperoleh sebelum PPNS-LH atau penyidik Polri memerintahkan

penangkapan. Artinya, dalam tindak pidana lingkungan diperlukan “bukti-bukti

minimal” berupa alat bukti sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 96

UUPPLH, dan penyidik telah berkeyakinan bahwa tidak akan terjadi

penghentian penyidikan terhadap seseorang yang disangka melakukan

tindak pidana, setelah orang tersebut dilakukan penangkapan. Selanjutnya,

untuk menjamin agar bukti permulaan yang cukup tersebut atau bukti-bukti

yang minimal itu

11

Pasal 1 ayat (14) KUHAP:

“Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan

patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”. 11

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

juga dapat dijadikan bukti-bukti yang mempunyai kekuatan hukum

dalam sidang pengadilan, PPNS-LH atau penyidik Polri mempunyai

(15)

1

2

ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak

pidana itu. Penangkapan dan penahanan terhadap seseorang yang diduga

keras telah melakukan tindak pidana yang dilakukan PPNS-LH atau penyidik

Polri, hanya boleh dilakukan untuk kepentingan penyidikan. Apabila

kepentingan penyidikan tidak memerlukan lagi orang itu di sidik lebih lanjut,

orang tersebut segera dibebaskan dengan tidak perlu menunggu habisnya

waktu penangkapan dan penahanan sebagaimana diatur dalam KUHAP.

Penahanan berdasarkan Pasal 1 angka (21) KUHAP, yaitu penempatan

tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut

umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang

diatur dalam undang-undang ini. Penahanan berdasarkan Pasal 21 KUHAP,

dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras

melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya

keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa

akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau

mengulangi tindak pidana. Penahanan tersebut dilakukan terhadap

tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau

penetapan hakim yang mencatumkan identitas tersangka atau terdakwa dan

menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat

12

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat

ia ditahan. Selanjutnya, tembusan surat perintah penahanan harus

diberikan kepada keluarganya. Berdasarkan Pasal 22 KUHAP, jenis

penahanan dapat berupa: a. penahanan rumah tahanan negara; b.

penahanan rumah; c. penahanan kota. Penahanan rumah dilaksanakan di

rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan

mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala

(16)

1

2

dan kepada instansi yang berkepentingan. Masa penangkapan dan

penahanan yang telah dijalani oleh tersangka atau terdakwa akan

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Selanjutnya, untuk

penahanan kota pengurangan tersebut seperlima dari jumlah lamanya waktu

penahanan sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah

lamanya waktu penahanan. Perintah penahanan yang diberikan oleh

penyidik berdasarkan Pasal 24 KUHAP, hanya berlaku untuk paling lama 20

(dua puluh) hari. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 29 KUHAP, perpanjangan

penahanan oleh penyidik dapat dilakukan guna kepentingan pemeriksaan

tersangka berdasar alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena: a.

tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat,

yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, atau b. perkara yang

sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan tahun atau lebih.

Perpanjangan tersebut diberikan untuk paling lama tiga puluh hari dan

dalam hal penahanan tersebut masih diperlukan, dapat diperpanjang lagi

untuk paling lama tiga puluh hari. Perpanjangan penahanan tersebut atas

dasar permintaan dan laporan pemeriksaan dalam tingkat penyidikan

diberikan oleh ketua pengadilan negeri. Memperhatikan ketentuan Pasal 21

ayat (4) huruf “a” KUHAP, yang menetapkan bahwa penahanan hanya dapat

dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana

dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana yang

diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Jika ketentuan

13

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

(17)

1

2

polisi Negara Republik Indonesia dan penyidik pejabat polisi Negara

Republik Indonesia memberikan bantuan guna kelancaran penyidikan.

PPNS-LH memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum

dengan tembusan kepada penyidik pejabat polisi Negara Republik

Indonesia, dan hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh penyidik pegawai

negeri sipil disampaikan kepada penuntut umum. Berdasarkan Pasal 95

UUPPLH, dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana

lingkungan hidup, dapat dilakukan penegakan hukum terpadu antara

penyidik pegawai negeri sipil, kepolisian, dan kejaksaan di bawah koordinasi

Menteri. Pelaksanaan penegakan hukum terpadu diatur dengan peraturan

perundang- undangan. II. Pembuktian merupakan suatu proses yang dengan

menggunakan alat-alat bukti yang sah dilakukan tindakan dengan prosedur

khusus, untuk mengetahui apakah suatu fakta atau pernyataan, khususnya

fakta atau pernyataan yang diajukan ke pengadilan adalah benar atau tidak

seperti yang dinyatakan. Sistem pembuktian di dalam Hukum Acara Pidana

menganut sistem negatif (negatief wettelijk bewijsleer) yang berarti yang

dicari oleh hakim yaitu kebenaran materil. Berdasarkan sistem pembuktian

ini, pembuktian didepan pengadilan agar suatu pidana dapat dijatuhkan oleh

14

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

hakim, harus memenuhi dua syarat mutlak, yaitu: alat bukti yang cukup

dan keyakinan hakim. Pengertian “alat bukti yang cukup” dapat dikaitkan

dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP yang menyebutkan: “Hakim tidak boleh

menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua

alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar

terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”, dan Pasal 96

UUPPLH, maka alat bukti yang cukup tersebut sekurang- kurangnya dua alat

bukti yang sah sebagaimana tercantum dalam Pasal 96 UUPPLH.

Dipenuhinya sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, belum cukup

untuk menjatuhkan hukuman pada tersangka, perlu adanya keyakinan hakim

untuk itu. Sebaliknya, jika hakim sudah cukup yakin akan kesalahan

(18)

1

2

memang diperlukan untuk membuktikan suatu fakta. d. relevance, yaitu alat

bukti yang diajukan mempunyai relevansi dengan fakta yang akan

dibuktikan. Alat bukti yang diperkenankan undang-undang, berdasarkan

Pasal 96 UUPPLH, terdiri atas: a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c.

surat; d. petunjuk; e. keterangan terdakwa; dan/atau f. alat bukti lain,

termasuk alat bukti yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

15

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Alat bukti lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 huruf “f” UUPPLH,

yaitu meliputi, informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau

disimpan secara elektronik, magnetik, optik, dan/atau yang serupa dengan

itu; dan/atau alat bukti data, rekaman, atau informasi yang dapat dibaca,

dilihat, dan didengar yang dapat dikeluarkan dengan dan/atau tanpa bantuan

suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain

kertas, atau yang terekam secara elektronik, tidak terbatas pada tulisan,

suara atau gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda,

angka, simbol, atau perporasi yang memiliki makna atau yang dapat

dipahami atau dibaca. Suatu alat bukti yang akan diajukan ke pengadilan

merupakan alat bukti yang harus relevan dengan yang akan dibuktikan. Alat

bukti yang tidak relevan akan membawa resiko dalam proses pencarian

keadilan, diantaranya: akan menimbulkan praduga-praduga yang tidak perlu

sehingga membuang-buang waktu, penilaian terhadap masalah yang

(19)

2

1

2

atau aturan yang harus dipertimbangkan tersebut, antara lain: a. Bagaimana

dengan penerimaan alat bukti secara terbatas?

2 Munir Fuady, 2006, Teori Hukum Pembuktian (pidana dan Perdata),

Citra Aditya, Bandung, hal. 26 – 27.

16

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

b. Alat bukti tersebut ditolak manakala penerimanya dapat

menyebabkan timbulnya praduga yang tidak fair atau dapat

menyebabkan kebingunangan. c. Merupakan saksi de auditu yang harus

ditolak. d. Ada alasan instrinsik yang dapat membenarkan alat bukti

tersebut, misalnya adanya perbaikan yang dilakukan kemudian. e. Adanya

pembatasan-pembatasan untuk menggunakan bukti karakter. Selain

pertanyaan-pertanyaan yang disebutkan di atas, hal lain yang juga perlu

diperhatikan (pengetahuan yang dimiliki) PPNS-LH atau penyidik Polri dalam

melakukan penyidikan tindak pidana lingkungan, yaitu ketentuan-ketentuan

yang harus dipenuhi oleh alat-alat bukti, sebagaimana diatur dalam Pasal

185 KUHAP sampai Pasal 189 KUHAP. Ketentuan Pasal 185 KUHAP,

berbunyi: (1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi

nyatakan di sidang pengadilan. (2) Keterangan seorang saksi saja tidak

cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan

yang didakwakan kepadanya. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah

lainnya. (4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang

suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang

sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain

sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau

keadaan tertentu. (5) Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari

hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan ahli. (6) Dalam menilai

kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan

sungguh-sungguh memperhatikan: a. persesuaian antara keterangan saksi satu

dengan yang lain; b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti

lain; c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi

keterangan yang tertentu; d. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala

sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya

(20)

1

2

1

2

17

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

(7) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu

dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila

keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat

dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain. Penjelasan Pasal

185 KUHAP: Ayat (1) “dalam keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang

diperoleh dari orang lain atau testimonium de auditu”. Ayat (2) sampai dengan ayat

(6) Cukup jelas Ayat (6) Yang dimaksud dalam ayat ini ialah untuk

mengingatkan hakim agar memperhatikan keterangan saksi harus

benar-benar diberikan secara bebas, jujur, dan objektif. Ayat (7) Cukup jelas.

Memperhatikan ketentuan Pasal 185 KUHAP, ditegaskan bahwa keterangan

saksi untuk dapat dipandang sebagai alat bukti yang sah harus dinyatakan

(diberikan) di sidang pengadilan. Namun demikian, jika diperhatikan

ketentuan Pasal 116 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan: “saksi diperiksa dengan

tidak disumpah kecuali apabila ada bukti cukup alasan untuk diduga bahwa ia tidak akan

dapat hadir dalam pemeriksaan di pengadilan”, terlihat bahwa, keterangan saksi di

tingkat penyidikan dapat diberikan di bawah sumpah. Akan tetapi, apakah

keterangan saksi yang diberikan di bawah sumpah di depan penyidik

tersebut mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang sah, KUHAP tidak ada

menjelaskannya. Namun demikian, keterangan saksi yang diberikan di atas

sumpah yang dituangkan dalam berita acara, dipandang sebagai alat bukti

dan juga mempunyai kekuatan pembuktian untuk diajukan sebagai alat bukti

dipersidangan pengadilan. Berdasarkan Pasal 1 angka (27) KUHAP,

keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti dalam perkara pidana,

yang berupa keterangan dari seorang (saksi) mengenai suatu peristiwa

pidana yang ia dengar sendiri, yang ia lihat sendiri atau ia alami sendiri

dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Hal ini

18

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

(21)

1

2

kesaksian. Ketentuan Pasal 185 ayat (2) KUHAP, menyatakan bahwa

“keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa”,

ini terkandung asas unus testis nullus testis (satu saksi bukan saksi).

Keterangan saksi baru dapat dipandang sebagai cukup untuk membuktikan

kesalahan terdakwa, jika keterangan saksi tersebut disertai dengan

sekurang-kurangnya satu alat bukti yang sah lainnya. Untuk tindak pidana

lingkungan, alat bukti yang dimaksud sebagaimana yang dirumuskan dalam

Pasal 96 UUPPLH. Keterangan ahli, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka

(28) KUHAP, yaitu keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki

keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu

perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Selanjutnya, Pasal 186

KUHAP, menyatakan: keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan

di sidang pengadilan. Kemudian, penjelasan Pasal 186 KUHAP menyatakan:

keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh

penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan

dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau

pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik

atau penuntut umum, maka pemeriksaan di sidang, diminta untuk

memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan.

Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji

dihadapan hakim. Ketentuan Pasal 187 KUHAP,menyatakan bahwa ”surat

sebagaimana tersebut dalam Pasal 184 ayat (1) huruf “c”, di buat atas

sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: a. berita acara dan

surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang

berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan

tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya

sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya

itu b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang- undangan

atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata

laksana yang menjadi tanggung

19

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

(22)

2

1

2

memunculkan berbagai penafsiran dalam praktek terhadap pengertian “surat”

sebagaimana dimaksud pada huruf “a”, “b”, “c” dan “d” dalam Pasal 187

KUHAP. Menurut Lamintang 3 , surat-surat yang dimaksud dalam Pasal 187

huruf a dan b KUHAP, yaitu surat-surat yang biasanya disebut dengan

akta-akta resmi atau officiele akten berupa akta-akta-akta-akta otentik atau authentikeke

akten ataupun akta-akta jabatan atau ambtelijke akten. Surat atau berita

acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187 huruf a KUHAP, misalnya:

akta notaris atau berita acara pemeriksaan surat. Surat dalam Pasal 187

huruf b, misalnya: sertifikat tanah, berita acara pemeriksaan di tempat

kejadian yang dibuat penyidik, putusan pengadilan. Surat dalam Pasal 187

huruf c,merupakan surat keterangan dari ahli yang memuat pendapat

berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan, dan

menjadi alat bukti yann dari ahli yang memuat pendapat berdasarkan

keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan, dan menjadi alat

bukti yang sah apabila pendapatnya mengenai hal atau keadaan tersebut

telah diminta secara resmi kepada ahli tersebut. Keterangan ahli dipandang

sebagai suatu permintaan yang resmi, apabila permintaan tersebut diminta

oleh pejabat-pejabat tertentu yang disebutkan dalam KUHAP dalam kualitas

mereka sebagai penyidik, penuntut umum, hakim. Surat dalam Pasal 187

huruf d KUHAP, merupakan surat yang ada hubungannya dengan alat bukti

yang lain. Menurut Yahya Harahap 4 , bentuk surat sebagaimana yang

disebut dalam Pasal 187 huruf d KUHAP, dari tinjauan teoritis bukan

merupakan alat bukti yang sempurna. Bentuk surat ini tidak mempunyai sifat

bentuk formil yang sempurna. Karena itu baik isi dan bentuknya, bukan

merupakan alat bukti yang bernilai sempurna dan dapat dikesampingkan

begitu saja.

3 P.A.F. Lamintang, 1984, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

dengan Pembahasan Secara Yuridis Menurut Yurisprudensi dan Ilmu

Pengetahuan Hukum Pidana, Sinar Baru, Bandung, hal. 435 – 439. 4 M.

Yahya Harahap, 1988, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,

Jilid II, Penerbit Pustaka Kartini, Jakarta, hal. 836.

20

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Ketentuan Pasal 188 KUHAP, mengatur tentang petunjuk sebagai alat

bukti. Petunjuk berdasarkan Pasal 188 ayat (1) KUHAP, adalah

(23)

1

2

yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri,

menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

Kemudian, petunjuk tersebut, berdasarkan Pasal 188 ayat (2) KUHAP hanya

dapat diperoleh dari: keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa.

Memperhatikan ketentuan Pasal 188 ayat (1) dan (2) KUHAP, kemudian

dikaitkan dengan Pasal 96 UUPPLH yang menyatakan: “alat bukti yang sah

dalam tuntutan tindak pidana lingkungan hidup terdiri atas: a. keterangan saksi; b.

keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk; e. keterangan terdakwa; dan/atau f. alat bukti lain,

termasuk alat bukti yang diatur dalam peraturan perundang- undangan.”, maka

petunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 96 huruf “d” UUPPLH, juga hanya

dapat diperoleh dari: keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa

(sebagaimana diatur dalam Pasal 96 huruf “a”, “c” dan “e” UUPPLH). Dengan

demikian, “tidak dapat” atau “dilarang” untuk mencari dan memperoleh petunjuk

dalam tuntutan tindak pidana lingkungan dari keterangan ahli. Ketentuan alat

bukti berupa keterangan terdakwa, diatur dalam Pasal 189 KUHAP, yang

menyebutkan: (1) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di

sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau

alami sendiri. (2) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat

digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan

itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang

didakwakan kepadanya. (3) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan

terhadap dirinya sendiri. (4) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk

membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan

kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.

Berdasarkan ketentuan Pasal 189 KUHAP, keterangan terdakwa harus

dinyatakan di sidang pengadilan, jika keterangan tersebut dinyatakan di luar

sidang, maka keterangan terdakwa tersebut dapat dipergunakan untuk

“membantu” menemukan bukti dipersidangan, dengan syarat keterangan

terdakwa diluar sidang tersebut di dukung oleh suatu alat bukti yang sah

dan keterangan

21

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

yang

dinatakannya di luar sidang tadi sepanjang mengenai hal yang

didakwakan kepadanya. Bentuk keterangan yang dapat diklassifikasi

sebagai keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang, yaitu:

(24)

1

2

tersebut dicatat dalam berita acara penyidikan, serta berita acara penyidikan

itu ditandatangani oleh pejabat penyidik dan terdakwa. Hal ini sejalan

dengan Pasal 75 ayat (1) huruf “a” yang menyatakan : “berita acara dibuat untuk

setiap tindakan tentang pemeriksaan tersangka” dan Pasal 75 ayat (3) KUHAP, yang

menetapkan: berita acara tersebut selain ditandatangani pejabat yang

melakukan pemeriksaan tersangka, juga ditandatangani oleh pihak terlibat

dalam hal ini tersangka. Penandatangan berita acara penyidikan oleh

tersangka tidak merupakan syarat mutlak, karena berdasarkan Pasal 118

ayat (2) KUHAP, dinyatakan bahwa: dalam hal tersangka dan atau saksi tidak

mau membubuhkan tanda tangannya, penyidik mencatat hal itu dalam berita

acara dengan menyebutkan alasannya. Berita acara penyidikan tersebut

tetap dianggap sah sesuai ketentuan Pasal 118 KUHAP dan Pasal 75 KUHAP.

III. Tindak pidana di bidang lingkungan hidup biasanya (banyak) yang terkait

dengan pengaturan atau berkenan dengan perbuatan pelanggaran atas

kebijakan penguasa administratif yang biasanya bersifat preventif, dan

terkait dengan larangan bertindan tanpa izin. Hal ini menjadikan muncul

pendapat bahwa kewenangan hukum pidana untuk melakukan penyidikan

dan pemeriksaan selebihnya hanya akan dimungkinkan jika sarana lain

(penegakan hukum lainnya) telah diupayakan dan gagal (daya kerja

subsidiaritas hukum pidana). Memandang ultimum remedium hukum pidana

sebagai upaya terakhir, atau penjatuhan pidana jika sanksi-sanksi hukum

lainnya (administratif atau perdata) terbukti tidak memadai dalam

menanggulangi kasus lingkungan hidup. Pandangan ini tidak sepenuhnya

mengandung kebenaran atau mutlak untuk dijalankan, oleh karena bisa

terjadi adanya keengganan pihak pemerintah untuk melakukan tindakan

administratif atau pemerintah setempat enggan untuk terlibat dalam kasus

tersebut karena adanya hubungan kepentingan personal yang mana

pengusaha tersebut memiliki hubungan dengan partai politik atau pihak

penguasa, apakah tetap

22

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

melaksanakan hukum pidana sebagai upaya terakhir, sementara telah

terjadi pelanggaran terhadap lingkungan bahkan telah menimbulkan

kerugian serta memunculkan rasa ketidakadilan. UUPPLH, dalam penjelasan

umumnya, hanya memandang hukum pidana sebagai upaya terakhir

(ulmitimum remedium) bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan

terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan,

(25)

1

2

pidana lainnya yang diatur selain Pasal 100 UUPPLH, tidak berlaku asas

ultimum remedium, yang diberlakukan asas premium remedium

(mendahulukan pelaksanaan penegakan hukum pidana). Pandangan hukum

pidana dapat dipergunakan sebagai instrumen dalam rangka perlindungan

terhadap lingkungan hidup, membawa konsekuensi terhadap keterjalinan

hukum pidana dengan hukum administrasi. Keterjalinan upaya penyidikan

hukum pidana dengan sarana hukum administrasi (yang lebih cenderung

melaksanakan tugasnya dalam rangka prevensi atau memandang

pelanggaran masalah lingkungan sebagai yang harus dipecahkan, diberi

nasehat dan/atau perbaikan keadaan) akan menjadikan penegakan hukum

lingkungan lebih baik jika berjalan dengan bersinergi, atau menjadi kendala

jika tidak bersinergi. IV. Ketentuan pidana sebagaimana di atur dalam

UUPPLH dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup dengan

memberikan ancaman sanksi pidana. Untuk membahas tindak pidana

lingkungan tersebut perlu diperhatikan konsep dasar tindak pidana

lingkungan hidup yang ditetapkan sebagai tindak pidana umum (delic

genus) dan mendasari pengkajiannya pada tindak pidana khususnya (delic

species). Pengertian tindak pidana lingkungan sebagaimana diatur dalam 98

UUPPLH sampai Pasal 115 UUPPLH, melalui metode konstruksi hukum

dapat diperoleh pengertian bahwa inti dari tindak pidana lingkungan

(perbuatan yang dilarang) adalah “mencemarkan atau merusak lingkungan”.

Rumusan ini dikatakan sebagai rumusan umum (genus) dan selanjutnya

dijadikan dasar untuk menjelaskan perbuatan pidana lainnya yang bersifat

khusus (species), baik dalam ketentuan dalam UUPPLH maupun dalam

ketentuan undang-undang lain (ketentuan sektoral di luar UUPPLH) yang

mengatur perlindungan hukum pidana bagi lingkungan hidup. Kata

“mencemarkan” dengan

23

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

“pencemaran”

dan “merusak” dengan “perusakan” adalah memiliki makna substansi yang

sama, yaitu tercemarnya atau rusaknya lingkungan. Tetapi keduanya

berbeda dalam memerikan penekanan mengenai suatu hal, yakni dengan

kalimat aktif dan dengan kalimat pasif (kata benda) dalam proses

menimbulkan akibat. 5 Pengertian secara otentik mengenai istilah

Gambar

Gambar 4. Norma pembuatan rumah di kampung Naga. Besar emisi untuk pembuatan suatu bahan
Tabel 2. Tipe Iklim Sampali 1978-1987 1988-1997 1998-2007 BK 3 4 4 BB 3 4 4 CH tahunan 6 8 8 Tipeiklim
Tabel 3.2. Baku Mutu Industri Kep-51/MenLH/10/1995 No Baku Mutu Industri Kep-51/MenLH/10/1995Parameter Satuan Baku Mutu 1
Gambar 4. Grafik rerata penurunan bobot crystal soil selama 3 minggu Grafik di atas menunjukkan bahwasetiap harinya bobot crystal soil semakin berkurang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pentingnya menuntut ilmu yang berhubungan dengan pengenalan diri, tentu saja sangat terkait hubungannya dengan Sang Khalik. Selain itu juga manusia diciptakan dengan

Bila tidak ditemukan adanya tarikan kuat ke dalam dinding dada bagian bawah atau nafas cepat yaitu < 60 kali per menit (batuk,pilek,biasa). Tanda bahaya untuk golongan umur

Proses analisis ditunjukkan dengan eksplorasi gambar yang dibuat pada untuk melihat hubungan antara bilangan Menyajikan kembali informasi secara matematis Berpikir aljabar

3) Jumlah penyandang masalah kesejahteraan keluarga (PMKS) di Kab. Barito Kuala hingga bulan Desember 2013 berjumlah 16.938 orang, data ini berdasarkan hasil pemutakhiran data

Dan pada pengujian sifat mekanik yang terdiri dari pengujian (stability dan drop test) memenuhi standar dimana stability.. mengalami stabil pada hari ke 6 dan

Kompensasi yang dianggap perusahaan sebagai pendapatan yang diberikan distributor diharapkan dapat dibagikan kepada kantor cabang agar laporan laba rugi yang dibuat

Dari latar belakang tersebut diatas, tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan, nilai indeks glikemik makanan dan aktivitas fisik dengan kadar

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada korelasi antara komunikasi efektif guru dengan prestasi belajar siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Purwokerto tahun pelajaran