• Tidak ada hasil yang ditemukan

menunjukkan bahwa kenaikan curah hujan 10 persen berdampak positif terhadap ketahanan pangan nasional, sebaliknya penurunan curah hujan 10 persen berdampak negatif terhadap ketahanan pangan

1

1

nasional. Upaya yang perlu dilakukan pemerintah yaitu membangun irigasi, memperbaiki sistim irigasi, tetap

mempertahankan kebijakan harga pembelian pemerintah, dan upaya untuk mengurangi konsentrasi gas

rumah kaca.. Kata Kunci: perubahan iklim, EL-Nino, La-Nina, ketahanan pangan nasional Pendahuluan

Salah satu tujuan pemerintah dalam Inpres Kebijakan Perberasan kurun waktu 2005-2008 yaitu

peningkatan ketahanan pangan. Suryana dan Swatika (1997) menyimpulkan konsep ketahanan pangan dari

studi terdahulu, seperti Soetrisno (1996), Andersen (1994), Soekirman (1996), dan Sahardjo (1996) sebagai

pangan yang harus tersedia dalam kuantitas yang cukup dengan kualitas yang memadai pada waktu dan

tepat, serta terjangkau oleh daya beli masyarakat. Departemen Pertanian Amerika Serikat (1996)

menyebutkan bahwa ketahanan pangan terdiri dari dimensi ketersediaan (availability), akses (access) dan

manfaat (utilization). Menurut Simatupang (2007), kerangka pikir yang dianut pemerintah dalam merancang

kebijakan ketahanan pangan ialah: (1) 244

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

harga yang "terjangkau" dan stabil cukup untuk menjamin bahwa semua konsumen akan dapat memperoleh

makanan yang cukup sesuai dengan kebutuhan hidupnya, (2) tingkat harga di konsumen merupakan

refleksi dari kecukup-sediaan pangan, (3) stabilisasi harga beras pada tingkat yang "terjangkau" cukup

untuk menjamin ketahanan pangan, (4) produksi domestik merupakan sumber pengadaan yang paling

handal untuk menjamin kecukup-sediaan pangan, dan (5) oleh karena itu swasembada pangan merupakan

strategi yang paling efektif untuk kebijakan ketahanan pangan dalam jangka panjang. Perubahan iklim

merupakan kendala yang dihadapi pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan. Menurut Ellis

(1992), curah hujan merupakan kendala yang sifatnya di luar kendali pemerintah. Peningkatan suhu global

menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang akan berdampak terhadap berbagai sektor kehidupan.

Perubahan iklim berdampak serius terhadap output perekonomian, kesehatan manusia dan lingkungan.

Khanal , R.C (2009) mengemukakan dampak perubahan iklim di negara berkembang : (1) perubahan lahan

sawah 11 persen, (2) penurunan produksi sereal di 65 negara berkembang, (3) GDP pertanian menurun 16

persen. Selanjutnya Khanal, R.C (2009) mengutip IPCC (2007), bahwa perubahan kenaikan temperatur

mengakibatkan produksi makanan menurun 30 persen tahun 2050. Dengan kata lain, perubahan iklim

berdampak terhadap ketahanan pangan suatu negara. Boer, et al.(2003) mengutip proyeksi gas rumah kaca

sampai tahun 2100 oleh Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) yang menyebutkan bahwa

apabila konsentrasi CO 2 meningkat dua kali lipat dari konsentrasi saat ini maka diperkirakan suhu udara

global akan meningkat antara 1.3 sampai 2.7o C dan tinggi permukaan laut akan naik antara 25 sampai 100

m. Studi yang dilakukan Ratag et al.(1998) dalam Boer, R et al.(2003) menunjukkan bahwa kenaikan

konsentrasi CO 2 dari 2 kali menjadi 3 kali dari konsentrasi saat ini maka frekwensi kejadian El-Nino

Southern Oscillation (ENSO) akan meningkat sekali dalam 2-5 tahun menjadi sekali dalam 2-3 tahun.

Dengan demikian tingkat resiko terkena kekeringan atau kebanjiran pada masa mendatang akan semakin

besar, yang menurut Tjasyono (1997) pada daerah yang dipengaruhi oleh sistim moonson. Boer, R et al.

(2003) menyimpulkan bahwa berdasarkan data hujan bulanan historis 1931-1990, Indonesia sudah

mengalami perubahan iklim. Cara Kerja Jenis data yang digunakan yaitu data time series bulanan dari

Maret 2005-September 2009. Model kebijakan perberasan 245

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

menggunakan spesifikasi persamaan simultan. Model struktural kebijakan perberasan yang dibangun

Sembiring, S.A (2011) dapat digunakan untuk melakukan analisis simulasi non kebijakan. Dalam studi ini,

dampak El-Nino mengakibatkan penurunan curah hujan sedangkan La-Nina mengakibatkan kenaikan curah

hujan. Simulasi non kebijakan yang dilakukan yaitu: (1) mempelajari dampak kenaikan curah hujan 10

persen terhadap ketahanan pangan nasional, dan (2) mempelajari dampak penurunan curah hujan 10

1

persen terhadap ketahanan pangan nasional. Indikator ketahanan pangan dalam studi ini yaitu produksi

padi, produksi beras, persediaan beras masyarakat, persediaan beras domestik dan surplus beras. Hasil

dan Pembahasan Apabila perubahan iklim terjadi, misalnya La-Nina menyebabkan terjadinya kenaikan

curah hujan 10 persen menyebabkan luas areal panen meningkat 1.956 persen, sebaliknya dampak

terjadinya El-Nino yang ditunjukkan dengan penurunan jumlah curah hujan 10 persen menyebabkan luas

areal panen berkurang 1.834 persen. Studi Boer (2001) menunjukkan luas areal padi terkena kekeringan

pada empat kali kejadian EL-Nino (1982, 1991, 1994 dan 1997) berkisar antara 500.000 sampai 820.000

ha. Disisi lain studi Boer dan Alimoeso (2002) menemukan bahwa pengamatan El Nino 1994 dan 1997,

kumulatif lahan sawah yang mengalami kekeringan dari bulan Mei- Agustus melebihi 400 ribu ha dari tahun

normal sedangkan pada La Nina kurang dari 75 ribu ha. Pada tingkat kabupaten, pertanaman padi yang

mengalami kekeringan di kabupaten Indramayu mencapai 22 400 ha, sedangkan di kabupaten Cirebon,

luas lahan sawah yang mengalami kekeringan 2 259 ha dan terancam kekeringan 17 975 ha (Hidayat, et al.

2004). Naylor,R.L et al.(2002) dengan menggunakan persamaan regresi sederhana menemukan bahwa

El-Nino menyebabkan luas areal panen di Indonesia berkurang. Irawan, B (2002) mengemukakan bahwa

dampak El-Nino menyebabkan penurunan luas areal panen 1.25 juta ha tahun 1982 dan 1.18 juta ha tahun

1997. Dampak El-Nino terbesar terjadi di propinsi Lampung sedangkan terendah di propinsi Sumatera Utara

pada tahun 1997. Boer, R (2002) menyebutkan El-Nina pada musim kemarau berdampak positif dengan

meningkatnya Indeks Pertanaman dari 200 persen menjadi 300 persen dan dinilai cukup berhasil. Padi

sebagai tanaman semusim tidak terlepas dari iklim. Perubahan iklim akan mempengaruhi produksi padi,

seperti ditunjukkan oleh studi Amien et al (1996), dimana perubahan iklim tahun 2030 menyebabkan

produksi 246

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

hasil padi di Ngawi dan Sukamandi menurun masing-masing 30 dan 20 persen dari produksi rata-rata pada

saat ini. Studi Naylor, R.L et al.(2002) menunjukkan bahwa pada tahun El-Nino (periode 1983-1998),

perubahan temperatur 1o C menyebabkan produksi gabah berkurang sekitar 1.4 juta ton pada bulan

September- Agustus. Angka ini mengindikasikan bahwa perubahan temperatur yang ebih besar dari 1oC

menyebabkan produksi gabah berkurang dalam jumlah yang lebih besar. Tabel 1. Dampak La Nina dan El

Nino Terhadap Sumberdaya Lahan dan Ketahanan Pangan Periode Bulan Maret 2005-September 2009 No

Variabel Nama Variabel Satuan Nilai Dasar La Nina El Nino 1 LAPT Luas Areal Panen 000 Ha 1063.2 1.956

-1.834 2 QPIT Produksi Padi 000 Ton 5095.1 3.117 -1.829 3 QBIT Produksi Beras 000 Ton 3209.9 3.118

-1.829 4 QCBD Persediaan Beras Masyarakat 000 Ton 2888.9 3.119 -1.828 5 QCBN Persediaan Beras

Domestik 000 Ton 4402.7 1.833 -1.022 6 SDBI Surplus Beras 000 Ton 2411.4 3.421 -1.986 7 HBRTR Harga

Beras Pengecer Rp/Kg 4679.1 -1.071 0.936 Dampak La-Nina menyebabkan produksi padi naik sebesar

3.117 persen, diikuti dengan peningkatan produksi beras 3.118 persen, sebaliknya dampak El-Nino

menurunkan produksi padi dan produksi beras sebesar 1.829 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa

penurunan curah hujan 10 persen menyebabkan penurunan produksi beras yang kecil. Produksi beras

dalam studi ini diperoleh dari perkalian angka konversi (0.63) terhadap produksi padi (Sembiring, S.A,

2011). Castillo et al (1992) dalam Boer, R (2002) mengemukakan bahwa tidak adanya hujan 15 hari

berturut-turut baik sebelum ataupun sesudah inisiasi malai dapat menurunkan hasil tanaman antara 18 dan

38 persen. Fakta diatas mendukung hasil studi ini, dimana penurunan curah hujan mengakibatkan hasil

tanaman turun. Studi Boer dan Meinke, 2002; Malingreau, 1987; Bottema, 1997 dalam Boer dan Las ( )

menyebutkan kejadian kekeringan akibat El-Nino tidak selalu menyebabkan terjadinya penurunan produksi

beras yang menyolok, kecuali tahun 1991, 1994 dan 1997 karena (1) perhitungan produksi didasarkan pada

tahun kalender, sementara kejadian iklim ekstrem (El- Nino) tidak mengikuti tahun kalender, (2) pengaruh

El-Nino kuat hanya pada beberapa daerah pusat produksi saja,(3) adanya perubahan keputusan petani,

misalnya dari menanam padi menjadi menanam keledai akibat kurangnya ketersediaan air pada waktu

kejadian El-Nino, dan (4) terjadinya hasil peningkatan hasil per satuan luas pada lahan 247

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

beririgasi pada tahun El-Nino karena adanya peningkatan intensitas radiasi. Boer, et al ( ) menyebutkan

bahwa penurunan hujan sebanyak 10 persen menyebabkan jumlah kecamatan di sekitar DAS Citarum

dengan deficit air pada tahun 2020 semakin bertambah. Penurunan deficit air akan mempengaruhi suplai air

terhadap lahan sawah, dengan demikian jumlah areal sawah berkurang diikuti dengan penurunan produksi

padi. Boer dan A.Setyadipratikto (2003) menunjukkan kerugian ekonomi akibat kegagalan panen pada

tahun El-Nino 1991,1994 dan 1997 mencapai Rp 571 milyar sedangkan kehilangan investasi yang dialami

petani mencapai Rp 228 milyar. Dampak La-Nina menyebabkan persediaan beras masyarakat

meningkatkan 3.119 persen. Persediaan beras masyarakat diperoleh dari selisih produksi beras dengan

beras untuk keperluan benih atau karena penyusutan. Peningkatan persediaan beras masyarakat

menyebabkan , persediaan beras domestik naik sebesar 1.833 persen sehingga surplus beras naik 3.421

persen. Sebaliknya, pengaruh El-Nino menyebabkan persediaan beras masyarakat, persediaan beras

domestik dan surplus beras turun, masing-masing 1.828, 1.022 dan 1.986 persen. Dampak La- Nina

menyebabkan jumlah beras impor turun sebesar 9.435 persen sebaliknya El-Nino menyebabkan kenaikan

impor beras 7.852 persen. Dari sisi konsumen, La-Nina berdampak terhadap penurunan harga beras di

pengecer sebaliknya El-Nino berdampak terhadap kenaikan harga beras di pengecer sebesar 0.936 persen.

Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan La-Nina berdampak terhadap peningkatan ketahanan pangan nasional,

sebaliknya El-Nino mengganggu keberlangsungan ketahanan pangan nasional. Upaya yang perlu dilakukan

pemerintah antara lain pembangunan irigasi, perbaikan sistim jaringan irigasi, tetap mempertahankan

kebijakan harga pembelian pemerintah, dan upaya untuk mengurangi konsentrasi gas rumah kaca. Daftar

Pustaka Amien, I., Rejekiningrum, P., Pramudia, A., and Susanti, E. 1996. Effects of Interannual Climate

Variability and Climate Change on Rice Yield in Java, Indonesia. Water, Air and Soil Pollution. 92:29-39.

Andersen, P.P. 1994. World Food Trend and Future Food Security. Food Policy Report. IFPRI, Washington

DC. Boer, R. 2001. Strategy to Anticipate Climate Extreme Events. Paper Presented at the Traning Institute

on Climate and Society in the 248

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Asia-Pasific Region.5-23 February 2001. East-West Center, Honolulu, USA. Boer, R. 2002. Analisis Data

Iklim untuk Pengelolaan Tanaman. Disampaikan pada Pelatihan Pengamat OPT, Tanggal 26 Juni 2002,

Direktorat Perlindungan Tanaman Pasar Minggu Jakarta. Boer, R dan Alimoeso,S. 2002. Strategi Antisipasi

Kejadian Iklim Ekstrim. Paper disajikan dalam Seminar Upaya Peningkatan Ketahanan Sistim Produksi

Tanaman Pangan terhadap Iklim Ekstrim. Departemen Pertanian, Pasar Minggu 24 Juni 2002. Boer, R,.dan

I.Las. Sistim Produksi Padi Nasional dalam Perspektif Kebijakan Iklim Global. Boer, R,. I.Las,.J.S.

Baharsjah.2003. Analisa Kerentanan dan Adaptasi terhadap Keragaman dan Perubahan Iklim. Paper

disajikan dalam Simposium VI Perhimp, Biotrop 9-10 September 2003. Boer, R., Bambang.D.D., Perdinan

dan Delon. Dampak Perubahan Iklim dan Tata Guna Lahan Terhadap Sumberdaya Air DAS Citarum.

Laboratorium Klimatologi, Jurusan Geomet FMIPA IPB. Bogor. Boer,R. Dan A.Setyadipratikto. 2003. Nilai

Ekonomi Prakiraan Iklim. Disajikan dalam Workshop Pemanfaatan Informasi Iklim untuk Pertanian di

Sumatera Barat. Auditorium Universitas Bung Hatta, Padang. 11-13 Agustus 2003. Ellis, F. 1992.

Agricultural Policies in Developing Countries. Cambridge University Press, Cambridge. Hidayat,J.R et

al.2004. Masalah Kekeringan pada Pertanaman Padi Sawah di Indramayu dan Cirebon. Analisis dan Opsi

kebijakan Penelitian dan Pengembangan Tanaman pangan. Monograf No 1.2005.Penyunting:

Partohardjono,S., D. Pasaribu., Hermanto. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Irawan, B. 2002. Stabilization of Upland Agriculture Under El-Nino

Induced Climatic Risk: Impact Assessment and Mitigation Measures in Indonesia. United Nations CGPRT

Centre Working Paper No 62. Kanal, R.C. 2009. Climate Change and Organic Agriculture. The Journal of

1

1

Agriculture and Environment Volume 10 ( Juni 2009): 100-110. Naylor, R.L., W.P. Falcon., N. Wada., and D.

Rochberg. 2002. Using El Nino/Southern Oscillation Climate Data to Improve Food Policy Planning in

Indonesia. Developments in the Asian Rice Economy. In Sombilla, M., M. Hossain, and B. Hargy (Editor).

International Rice Research Institute. Philippines. 249

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Sembiring, S.A. 2011. Analisis Ekonomi Terhadap Instruksi Presiden Tentang Kebijakan Perberasan

Nasional Tahun 2005-2008. Disertasi. Sekolah Passarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Simatupang, P.

2007. Analisis Kritis Terhadap Paradigma dan Kerangka Dasar Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional.

Forum Penelitian Agro Ekonomi, 25(1): 1-18. Soetrisno, N. 1996. Ketersediaan dan Distribusi Pangan dalam

Rangka Mendukung Ketahanan Pangan Rumah Tangga. Kerjasama Deptan-UNICEF di Yogyakarta 26-30

Mei. Suhardjo. 1996. Pengertian dan Kerangka Pikir Ketahanan Pangan Rumah Tangga. Makalah disajikan

pada Lokakarya Ketahanan Pangan Rumah Tangga. Kerjasama Deptan-UNICEF di Yogyakarta 26-30 Mei.

Suryana, A. dan K.S. Swatika. 1997. Kinerja Dan Prospek Ketahanan Pangan Pokok. Silitonga, C., A.Fauzi,

M.H. Sawit, P.Suharno, A.Soepanto dan M. Ismet (Penyunting) 30 Tahun Peran Bulog Dalam Ketahanan

Pangan. Badan Urusan Bulog, Jakarta. Sukirman. 1996. Ketahanan Pangan: Konsep, Kebijaksanaan dan

Pelaksanaannya. Makalah disajikan pada Lokakarya Ketahanan Pangan Rumah Tangga. Kerjasama

Deptan-UNICEF di Yogyakarta 26-30 Mei. Tjasyono,B.1997. Mekanisme Fisis pra, selama dan pasca

El-Nino. Paper disajikan dalam Workshop Kelompok Peneliti Dinamika Atmosfer, 13-14 Maret 1997. 250

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN TERPADU SERTA BERKELANJUTAN DI PESISIR DAN